Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS

MANAJEMEN PENETASAN

OLEH
KELOMPOK
1. FAUSTUS JUSING
2. ANTONIUS KLAU SERAN
3. ARIS A. S. PONO
4. EXEL P. KAFOMAI
5. FARHAN KOSSAH

FAKULTAS PETERNAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


PROGRAM STUDI PETERNAKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami mengucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat
bimbingan dan penyertaanya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik .
Judul makalah ini “MANAJEMEN PENETASAN”
Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah MANAJEMEN TERNAK
UNGGAS. kami menyadari bahwa pembahasan hanya pada batasan permasalahan pada
makalah ini, sehingga kritik dan saran sangat kami butuhkan untuk melengkapi makalah ini,
Sehingga dapat menjadi acuan referensi bagi kami untuk penyusunan makalah selanjutnya.

Kupang, 26 februari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL ..............................................................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................................

- MANAJEMEN PENETASAN...............................................................

- ARTI MANAJEMEN ............................................................................

- ARTI MANAJEMEN PENETASAN ....................................................

- PENETASAN..........................................................................................

- PENETASAN ALAMIAH DAN BUATAN ..........................................

- MACAM-MACAM MESIN TETAS ....................................................

- MESIN TETAS SEMI OTOMATIS .....................................................

- SEJARAH PERKEMBANGAN PENETASAN BUATAN......

- MANAJEMEN PENETASAN MODERN.........................

- KEPUSTAKAAN ..................................................................................
 MANAJEMEN PENETASAN

Arti Manajemen:

Manajemen/pengelolaan adalah pengetahuan yang meliputi seluruh faktor manusia untuk

mendapatkan cara yang optimal untuk mencapai produksi secara efisien, baik efisiensi fisik
dari

produksi ataupun efisiensi keuangan.

Arti manajemen penetasan :

Suatu cara pengelolaan usaha ternak unggas dibidang penetasan telur untuk

meningkatkan produksi anak ayam (DOC) melalui produksi dan efisiensi sehingga diperoleh

keuntungan yang maksimal.

 PENETASAN :

1. Penetasan Alamiah

Adalah: Suatu proses menetaskan telur fertil (Blastoderm) yang dierami oleh seekor

induk ayam (selama 21 hari) sampai menetas menjadi anak ayam.

2. Penetasan Buatan/artificial

Adalah : Suatu usaha menetaskan telur dengan bantuan alat yang dibuat dengan fungsi

menyerupai induk alami sehingga dapat menetaskan telur secara bersamaan dengan jumlah
yang

banyak. Beberapa istilah dalam penetasan:

• Telur tetas ayam : telur yang diperoleh dari induk yang dikawinkan dan diharapkan

selama 21 hari penetasan akan menghasilkan anak ayam

• Telur fertil : telur yang telah ditunasi dimana perkembangan sel telur pada saat

oviposition telah mencapai stadium balstoderm.

• Telur fertil diperoleh dari induk yang dikawinkan dengan pejantan 30 jam setelah

perkawinan (fertilitas Max : 2-6 hari stl perkawinan)spermatozoa tahan hidup di


oviduct 11-14 hari  6-10 stl perkawinan telur masih fertil)

• Telur infertil : telur yang tidak ditunasi dan digunakan sebagai telur konsumsi

• Mesin tetas = Incubator

• Setter = mesin tetas yang digunakan khusus untuk pengeraman telur selama 18 hari

(telur ayam)

• Hatcher = mesin tetas yang digunakan khusus untuk penetasan telur yaitu hari ke 19-21

(telur ayam) • Regulator : Alat pengatur suhu incubator yang cara kerjanya secara otomatis.

 MACAM-MACAM MESIN TETAS ADA BEBERAPA MACAM:

1. Mesin tetas tradisional/manual (gabah)

2. Mesin tetas semi otomatis

3. Mesin tetas otomatis/ modern

SEJARAH PERKEMBANGAN PENETASAN BUATAN

Di Mesir:

• Aristotles 400 th SM telur unggas ditetaskan dengan menimbun kotoran sapi disekitar

telur di dalam tanah

• Cara ini diturunkan dan dirahasiakan dari generasi ke generasi.

• Daya tetas cukup baik, upahnya penetas harus mengembalikan 2 anak ayam atau itik 3

butir telur yang ditetaskan.

• Cara ini dikembangkan terus oleh penetas di Mesir.

Di China:

• Sudah diketahui 264 SM cara ini banyak dikembangkan di Asia Tenggara dan Philipina.

• Sumber panas digunakan batu bara

• Dalam basket tempat telur dapat ditempatkan bermacam-macam telur ayam (600 butir),
telur itik (400 butir) dan telur angsa (175-200 butir)

• Dapat menampung telur ayam 1.200 butir

Di Eropa:

• Cara yang ada di China dan Mesir ditiru untuk dilakukan di Eropa, tapi iklim berbeda

sehingga menghasilkan daya tetas rendah.

• Raja Frederick II memanggil 2 ahli penetasan dari Mesir untuk membuat penetasan di

Florence.

• Dari 144 butir yang menetas 61 ekor anak ayam. Cara ini selalu diperbaiki namun tetap

mempunyai daya tetas yang rendah.

• Reamur (1749) menggunakan prinsip fermentasi kotoran sapi yang mengeluarkan panas.

10

Di Amerika:

• Penetasan pertama kali yang dibuat dipantenkan di Inggris th 1844.

• Penetasan dengan mengalirkan air yang sudah dipanasi dengan batu bara berkembang

sebanyak 10-12 kali

• Perkembangannya cukup pesat oleh persatuan peternak unggas, dipatenkan oleh 3

perusahaan besar untuk yang komersial diperjual belikan seperti: Novelly, Eclipse dan

white mountain.

• Tahun 1900-1995, sebanyak 50 jenis penetasan dipromosi (100.000 butir), ada kapasitas

kecil dibawah 200 butir untuk peternak kecil.

Di Indonesia,khususnya di Bali:

• Penetasan dengan gabah belum diketahui pasti kapan mulai berkembang

• Diperkirakan datangnya dari China.

• Dibawa bersamaan dengan datangnya pedagang China.


• Prinsip: gabah yang sudah dipanasi (dijemur, dinyahnyah) sebagai sumber panas bagi

telur yang baru menetas.

• Hari ke-1, sebelum telur dimasukkan dalam kantong penetasan, telur dan gabah di

panaskan dengan sinar matahari. Lamanya tergantung suhu yang diinginkan (37.50C).

• Sampai hari ke 4, telur diletakkan selang-seling diantara gabah dengan telur yang

umurnya berbeda, sehingga terjadi transfer panas dari umur tua ke umur yang muda.

• Pembalikkan dilakukan 3 kali sehari, menjaga suhu panas telur konstan (37.5 oC). Hari ke

25, telur itik dipindahkan kemeja penetasan, ditutup dengan karung goni agar suhu tetap

konstan, telur dibalikkan 3 kali sehari.

• Sumber panas didapatkan dari metabolisme embrio itu sendiri. Pengecekan suhu telur:

menempelkan telur pada kelopak mata.

• Pengecekan telur yang berlembaga, dilakukan hari ke 2 dan ke 5 setelah telur ditetaskan.

• Pemasukan telur baru 3 hari sekali sesuai pasaran, memudahkan menjual anak itik/DOD.

• Itik menetas 28 hari, sexing dilakukan 1 hari setelah menetas, melihat kelamin sekunder

jantan pada kloaka.

• Penetasan gabah banyak terdapat di Mengwi, Kediri dan Gianyar

Keuntungan Penetasan Buatan

1. Dapat menghasilkan bibit ayam/itik (unggas) lebih banyak dengan waktu yang

bersamaan

2. Tidak mengenal musim

3. Memiliki daya tetas yang lebih baik

4. Kesehatan anak ayam lebih terjamin hidupnya

5. Modal relatif sedikit dan hasil berlipat

6. Induk ayam dapat memproduksi telur terus menerus (tidak mengerami dan mengasuh
anak)

7. Dapat meningkatkan produksi dan populasi ayam/unggas lain

Kelemahan Mesin Tetas Buatan:

1. Perlu listrik, ada biaya listrik.

2. Saat listrik padam perlu sumber pemanas bantuan

3. Dibutuhkan pengetahuan dan skill untuk mengoprasikan

4. Diperlukan tenaga /orang dan waktu untuk mengoprasikan/menggunakan mesin tetas

Faktor yang Menentukan Fertilitas Telur Tetas:

1. Perbandingan Jantan dan Betina

2. Umur ayam

3. Lama waktu penyimpanan telur tetas

4. Pakan

5. Kesehatan ayam

5 prinsip utama kebutuhan embrio selama proses perkembangannya dalam ruang setter atau

pada mesin tetas sederhana/ semi otomatis

1. Temperatur yang ideal (37oC sampai 38o C atau 98 o F– 100o F)

2. Kelembaban udara 55- 60 %

3. Sirkulasi udara, kesesuaian supply O 2 (76 %) dan kandungan CO2 minimal (0,1 sampai

0,3 %)

4. Turning /perputaran telur ( msn tetas moderen setiap 1 jam sekali sedangkan mesin tetas

sederhana 7 kali pemutaran sehari dan minimal 3 kali sehari.

12

5. Sanitasi dalam mesin tetas (sterilisasi/fumigasi) (3 S , Sebelum, sedang/ selama dan

setelah proses penetasan)


Bangunan Usaha Penetasan Telur Tetas Komersial dan Moderen memiliki Ruangan / tempat

kerja sesuai fungsi dan memiliki manfaat dalam efektifitas kerja.

1. Ruang penerimaan telur (terminal) > Telur di desinfektan

2. Ruang keluar masuk pekerja

3. Ruang seleksi telur dan memasukkan ke rak telur (holding room)

4. Ruang penyimpanan telur sebelum masuk ke incubator (Cooling room)

5. Ruang incubator ( Telur hari 1-18)

6. Ruang hatcher ( tempat telur unggas/ayam menetas, hari 19-21)

7. Ruang pencucian alat-alat penetasan

8. Ruang seleksi anak ayam, sexing, vaksinasi, termasuk pengepakan anak ayam

9. Ruang kantor administrasi

10. Gudang penyimpanan alat-alat

11. Ruang makan, WC, shower untuk mandi, ganti pakaian

12. Jalan/gang utk lalu lalang pekerja

13. Mes/kamar tidur untuk pekerja

14. Ruang Genset/listrik

 MANAJEMEN PENETASAN MODERN/ MODERN HATCHERY


MANAGEMENT

I. DI TERMINAL DAN HOLDING ROOM

Terminal adalah tempat peneriman telur tetas dari farm ke hatchery atau dari hatchery ke

hatchery. Terminal harus bersih sebelum, selama, dan setelah kegiatan supaya tidak

terkontaminasi ke bagian lain.

Management yang harus dilakukan dan diperhatikan yaitu :

1. Identifikasi Telur Tetas (HE/Hatching Egg)

Hal penting yang perlu diperhatikan staff hatchery dalam mengetahui kondisi telur tetas
yang baik adalah dengan melakukan identifikasi telur tetas (Identifikasi HE)

Tujuan dari identifikasi telur tetas: untuk mengetahui dengan baik kondisi telur tetas

yang akan diinkubasikan, sehingga dapat menetukan masa inkubasi yang tepat sesuai kondisi

telur tetas.

Hal yang harus diketahui dan sangat berpengaruh di dalam identifikasi telur tetas :

a. Jenis telur tetas / HE (Hatching egg) : Layer atau Broiler

b. Status kesehatan flock ( kesehatan ayam dalam 1 unit / bangunan kandang)

c. Usia induk di kandang

d. Koleksi HE di kandang

e. Lama koleksi (hari) jika dari farm/ dikoleksi dulu baru di kirim

2. Status Sanitasi Telur Tetas dari Farm

Status telur ini penting diketahui untuk dapat diketahui tindakan antisipasi sanitasi

Selama proses, mulai dari terminal (tempat penerimaan telur), setter,hatcher dan DOCnya.

Status sanitasi telur tetas dapat diketahui dengan tes laboratorium, menggunakan Metode

touch egg test. Idealnya sempel diambil 5 % dari jumlah telur yang diterima dari hasil analisa

laboratorium dapat diketahui tindakan untuk melakukan tindakan sanitasi ekstra atau tidak

3. Sanitasi

• Sanitasi di Hatchery mutlak dilakukan. Prinsip sanitasi di hatchery yaitu Sebelum,

Sedang dan Sesudah proses pekerjaan harus hyginies (tersanitasi baik).

• Pada ruang terminal dan cooling room normalnya dilakukan cuci total seminggu sekali

dengan menggunakan air bertekanan dan deterjen

14

• Dalam kesehariaanya sebelum menggunakan terminal dan cooling room terlebih dahulu

disiapkan bak sanitasi untuk foot dipping & cuci tangan


• Menggunakan desinfektan BKC / synergize dengan dosis 2 cc/ liter air

• Untuk mengepel lantai digunakan larutan BKC/Synergize 4 cc/ liter air.

• Apabila pada saat bekerja ada telur jatuh/pecah mengaibatkan lantai kotor, segera

dibersihkan dan disanitasi dengan desinfektan

• Setelah pekerjaan selesai secara keseluruhan, lantai terminal dan cooling room di pel

dengan desinfektan

• Sanitasi di Hatchery mutlak dilakukan. Prinsip sanitasi di hatchery yaitu Sebelum,

Sedang dan Sesudah proses pekerjaan harus hyginies (tersanitasi baik).

• Pada ruang terminal dan cooling room normalnya dilakukan cuci total seminggu sekali

dengan menggunakan air bertekanan dan deterjen

• Dalam kesehariaanya sebelum menggunakan terminal dan cooling room terlebih dahulu

disiapkan bak sanitasi untuk foot dipping & cuci tangan

• Menggunakan desinfektan BKC / synergize dengan dosis 2 cc/ liter air

• Untuk mengepel lantai digunakan larutan BKC/Synergize 4 cc/ liter air.

• Apabila pada saat bekerja ada telur jatuh/pecah mengaibatkan lantai kotor, segera

dibersihkan dan disanitasi dengan desinfektan

• Setelah pekerjaan selesai secara keseluruhan, lantai terminal dan cooling room di pel

dengan desinfektan

4. Grade Out HE ( Seleksi Telur Tetas)

Telur tetas yang masuk Hatchery perlu dilakukan seleksi untuk mendapatkan telur yang

sesuai setandar untuk diinkubasikan / ditetaskan.

Agar mempermudah pelaksanaan seleksi dapat diperhatikan kriteria berikut untuk

dijadikan pedoman untuk mengafkir telur tetas yaitu:

• Kotor
• Terlalu kecil (<46 gr)

• Double yolk

• Cangkang tipis

• Misshape( bentuk tidak normal)

• Ring egg (telur retaknya melingkar),

15

• Terlalu panjang

• Retak dan pecah

5. Fumigasi HE / Fumigasi telur tetas

Fumigasi supaya berfungsi dengan efektif, perlu diperhatikan hal-hal berikut:

a. Kosentrasi formaldehyde yang terkandung dalam formalin standar 40 %

b. Temperatur ruang fumigasi 27- 29 o C

c. Kelembaban ruang fumigasi 70-75 %

d. Volume ruang dan jumlah telur

e. Dosis fumigasi (PK + Formalin)

f. Sistem sirkulasi dan exhaust fan yang baik

g. Waktu fumigasi 15- 20 menit

h. Dosis fumigasi dengan kekuatan 1 kali dosis yang dijadika acuan adalah PK 21, 5 gr +

formalin 43 ml pada volume ruang 100 CF atau 2, 83 M3. Untuk dosis per 1 m 3 adalah

PK 7,6 gr : formalin 15,2 ml

Penyeperaian telur tetas di terminal pada saat penerimaan telur tetas dan saat seleksi per

egg tray akan membantu meningkatkan RH pada telur dan ruangan fumigasi serta membuat

lembab atau basah permukaan telur sehingga pada waktu fumigasi gas formaldehyde akan
terikat

lebih lama di permukaan telur


6. Temperatur dan Kelembaban Cooling Room (di ruang penyimpanan)

Pengatuan temperatur dan kelembaban di cooling room sangat penting bagi Hatchery untuk

mencapai hatchability (daya tetas) yang optimal. Kesalahan pengaturan temperatur dan

kelembaban selama penyimpanan akan menurunkan daya tetas sampai 20 %

Nomalnya koleksi / penyimpanan telur tetas dilakukan 1-4 hari, jika lebih akan terdampak

negatif terhadap daya tetas.

20

 DI SETTER DAN RUANG SETTER

Management yang harus dilakukan atau perlu diperhatikan yaitu :

1. Temperatur

• Pengaturan temperatur sangat mempengaruhi tingkat perkembangan embrio.

• Temperatur yang terlalu rendah akan menyebabkan embrio tumbuh lambat selama proses

inkubasi.

• Pada temperatur yang terlalu tinggi embrio akan berkembang sangat cepat, sehingga

menetas lebih awal.

• Embrio relatif lebih toleran pada tempeatu rendah, sedangkan temperatur tinggi akan

menimbulkan banyak masalah.

• Pengaturan Temperatur pada ruang setter adalah 98 o F –100o F, atau 37o C -38o C

Hal terpenting dari temperatur adalah keseragaman level temperatur di seluruh ruangan di

dalam setter, sehingga seluruh embrio tumbuh secara besamaan dan diharapkan waktu tetas
yang

relatif sama.

2. Kelembaban

Kelembaban (RH) sangat penting untuk mengontrol Weight loss pada telur. Set point

humudity harus disesuaikan dengan kondisi HE yang akan di setting, meliputi :


• Usia induk

• Berat HE

• Lamanya koleksi di cooling room

Di Indonesia kelembaban yang digunakan umumnya 50 – 55 % untuk mencapai Weight

loss yang ideal 12 – 14 % ( kantung udara tersisa 1/3 bagian)

Pengaruh kelembaban yang tinggi:

a. Pencapaian weight loss yang tidak cukup

b. Kecilnya air cell (kantung udara), akibatnya ayam tdk dpt keluar saat pipping

c. Kecilnya volume ruang udara, akbiabtnya posisi embrio tdk teratur dan terganggunya

proses pernafasan embrio

d. Penyerapan albumen yang tidak optimal, akibatnya ayam menempel pd membran diding

telur akan menyebabkan DOC Cull (red hock).

Pengaruh kelembaban yang rendah di setter:

a. Menyebabkan weight loss berlebihan sehingga embrio mengalami dehidrasi


b. b. Mempengaruhi berat DOC
c. c. Mempengaruhi pigmen (pucat) pada DOC
d. 3. Turning (Pemutaran telur tetas)
e. Pemutaran/ membalikkan telur tetas di setter mutlak dilakukan, tujuannya:
f. • Embrio dapat memanfaatkan seluruh albumen protein yang tersedia dan mencegah
g. Menempelnya embrio pada sel membran.
h. • Di dalam setter terjadi proses perkembangan embrio, sehingga mengakibatkan
i. Peningkatkan produksi panas, dengan adanya turning akan membantu
j. mendistribusikan udara dan membantu mendinginkan setter.
k. • Idealnya turning dilakukan setiap jam sekali dengan kemiringan 45 o C dengan
sistem
l. Automatic electric.
m. • Pada mesin tetas sederhana (manual pemutaran/ turning dilakukan minimal 3 kali
n. sehari, yaitu pagi, siang dan malam ( setip 8 jam)
o. • Turning yang baik akan membantu mengoptimalkan pertumbuhan embrio.
p. 4. Velocity
q. Velocity adalah suatu ukuran level kecepatan sedotan cerobong exhoust yang
bertujuan
r. untuk menjaga supplay oksigen ke dalam mesin dan pembuangan gas CO2Menjadi
seimbang.
s. Rekomendasi mesin Chic master untuk velocity setiap mesin setter dan hatcher
Adalah
t. 200 CFM atau perlubang sedotan cerobong exhoust 100 CFM (Feet per menit)Alat
yang
u. digunakan : Anemometer LCA)
v. 5. Weight Loss (%)
w. • Weight Loss adalah penyusutan berat telur selama proses inkubasi di setter dalam
x. satuan persentase
y. • Weight loss erat hubungannya dengan humudity dan berpengaruh besar terhadap
z. hatchability dan Qualitas DOC yang di hasilkan.
aa. • Secara umum weight yang dianjurkan : 12 – 14 %
bb. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian Weight Loss:
cc. • Berat Telur tetas
dd. • Usia Induk
ee. • Lama koleksi telur tetas di cooling room
ff. • Humudity (kelembaban)

19
Standar HE dan DOC PT Multi Breeder Adirama Indonesia, Tbk
GRADE MB 202 MB 204
Umur Berat Umur Berat
Platinum HE > 35 Mgg
DOC
56 gr
37 gr
30 Mgg > 53 Gr
> 34 Gr
Gold HE : 29 – 34 Mgg
D0C
52 - < 56 Gr
> 34 Gr
25 – 29 Mgg 49 - < 53 Gr
> 32 Gr
Silver HE : 25 – 28 Mgg
DOC
46 -< 52 Gr
> 30 Gr
21 – 24 Mgg 45 - < 49 Gr
>29 Gr
Administrasi yang dikerjakan di Terminal dan Cooling room, meliputi :
• HE yang akan ditetaskan
• Telur yang akan dikirim ke Depo
• LPTT (Laporan penerimaan telur tetas)
• Perkiraan Setting
• Laporan Pemakaian PK, Formalin, dan Disinfektan lain.
• Grade Out, HE (Terminal dan Cooling room)
• Bon pengeluaran dan penerimaan egg tray mesin
20

 DI SETTER DAN RUANG SETTER


Management yang harus dilakukan atau perlu diperhatikan yaitu :
1. Temperatur
• Pengaturan temperatur sangat mempengaruhi tingkat perkembangan embrio.
• Temperatur yang terlalu rendah akan menyebabkan embrio tumbuh lambat selama
proses
inkubasi.
• Pada temperatur yang terlalu tinggi embrio akan berkembang sangat cepat, sehingga
menetas lebih awal.
• Embrio relatif lebih toleran pada tempeatu rendah, sedangkan temperatur tinggi akan
menimbulkan banyak masalah.
• Pengaturan Temperatur pada ruang setter adalah 98 o F –100o F, atau 37o C -38o C
Hal terpenting dari temperatur adalah keseragaman level temperatur di seluruh
ruangan di
dalam setter, sehingga seluruh embrio tumbuh secara besamaan dan diharapkan waktu
tetas yang
relatif sama.
2. Kelembaban
Kelembaban (RH) sangat penting untuk mengontrol Weight loss pada telur. Set point
humudity harus disesuaikan dengan kondisi HE yang akan di setting, meliputi :
• Usia induk
• Berat HE
• Lamanya koleksi di cooling room
Di Indonesia kelembaban yang digunakan umumnya 50 – 55 % untuk mencapai
Weight
loss yang ideal 12 – 14 % ( kantung udara tersisa 1/3 bagian)
Pengaruh kelembaban yang tinggi:
a. Pencapaian weight loss yang tidak cukup
b. Kecilnya air cell (kantung udara), akibatnya ayam tdk dpt keluar saat pipping
c. Kecilnya volume ruang udara, akbiabtnya posisi embrio tdk teratur dan
terganggunya
proses pernafasan embrio
d. Penyerapan albumen yang tidak optimal, akibatnya ayam menempel pd membran
diding
telur akan menyebabkan DOC Cull (red hock).
Pengaruh kelembaban yang rendah di setter:
a. Menyebabkan weight loss berlebihan sehingga embrio mengalami dehidrasi
21
b. Mempengaruhi berat DOC
c. Mempengaruhi pigmen (pucat) pada DOC
3. Turning (Pemutaran telur tetas)
Pemutaran/ membalikkan telur tetas di setter mutlak dilakukan, tujuannya:
• Embrio dapat memanfaatkan seluruh albumen protein yang tersedia dan mencegah
Menempelnya embrio pada sel membran.
• Di dalam setter terjadi proses perkembangan embrio, sehingga mengakibatkan
Peningkatkan produksi panas, dengan adanya turning akan membantu
mendistribusikan udara dan membantu mendinginkan setter.
• Idealnya turning dilakukan setiap jam sekali dengan kemiringan 45 o C dengan
sistem
Automatic electric.
• Pada mesin tetas sederhana (manual pemutaran/ turning dilakukan minimal 3 kali
sehari, yaitu pagi, siang dan malam ( setip 8 jam)
• Turning yang baik akan membantu mengoptimalkan pertumbuhan embrio.
4. Velocity
Velocity adalah suatu ukuran level kecepatan sedotan cerobong exhoust yang
bertujuan
untuk menjaga supplay oksigen ke dalam mesin dan pembuangan gas CO2Menjadi
seimbang.
Rekomendasi mesin Chic master untuk velocity setiap mesin setter dan hatcher
Adalah
200 CFM atau perlubang sedotan cerobong exhoust 100 CFM (Feet per menit)Alat
yang
digunakan : Anemometer LCA)
5. Weight Loss (%)
• Weight Loss adalah penyusutan berat telur selama proses inkubasi di setter dalam
satuan persentase
• Weight loss erat hubungannya dengan humudity dan berpengaruh besar terhadap
hatchability dan Qualitas DOC yang di hasilkan.
• Secara umum weight yang dianjurkan : 12 – 14 %
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian Weight Loss:
• Berat Telur tetas
• Usia Induk
• Lama koleksi telur tetas di cooling room
• Humudity (kelembaban)
22
• Waktu transfer ( hari ke 18 atau ke 19)
• Kualitas kerabang telur
Secara lengkap weight loss dapat dibuat acuan/standar sebagai berikut:
Usia Induk Jenis % Weight Loss
25 – 30 minggu Broiler 11 - 12
20 – 28 minggu Layer 11 – 12
30 - 50 minggu Broiler 12,1 – 13
29 – 35 minggu Layer 12,1 – 13
> 50 minggu Broiler 13,1 - 14
> 36 minggu Layer 13,1 - 14
6. Embriology
Umumnya kematian embrio di inkubator ( setter ) terjadi pada usia 1 – 3 hari dan pada
3
hari terakhir masa inkubasi, dan sedikit terjadi pada pertengahan inkubasi.
Faktor– faktor yang menyebabkan kematian embrio:
a. Kualitas nutrisi yang kurang baik pada telur.
Masalah nutrisi dapat menyebabkan kematian embrio kapan saja sepanjang proses
perkembangannya, jika kematian terjadi pd middle part of incubation sangat dominan,
maka ini
disebabkan karena masalah nutrisi.
b. Kontaminasi mickrobia:
Kontaminasi mikroba akan akan membunuh embrio selama perkembangannya.
23
c. Masalah Penyakit
d. Kesaalahan inkubasi (setter dan di hatcher)
e. Treatmen di setter ( perlakuan saat fumigasi dan penguapan harus memperhatikan
masa kritis
perkembangan embrio dan dosis yang digunakan.
f. Hendling telur tetas
Handling telur tetas yg kasar saat setting dapat menyebabkan kematian awal embrio,
sedangkan handling yg kasar saat tranfer akan membunuh embrio.
Pelaksannan candling (peneropongan telur pada hari ke 18/19) tidak dapat
menghasilkan
kepastian fertility, beberapa embrio akan mati awal, hal ini dapat di pastikan dengan
memecah/membuka telur (break out analiysis).
Empat prinsip utama kebutuhan embrio selama proses perkembangannya dalam ruang
setter atau pada mesin tetas sederhana/ semi otomatis :
1. Temperatur yang ideal (37o C sampai 38o C atau 98 – 100o F)
2. Kelembaban udara 55- 60 %
3. Sirkulasi udara, kesesuaian supply O 2 (76 %) dan pembuangan CO2 (0,1 sampai
0,3 %)
4. Turning /perputaran telur ( msn tetas moderen setiap 1 jam sekali sedangkan mesin
tetas
sederhana 7 kali pemutaran sehari dan minimal 3 kali sehari.
Penyebab kematian embrio pada usia 1 – 3 hari :
a. Kesalahan hendling telur tetas , yaitu terlalu kasar
b. Kondisi holding room yang salah (temperatur dan kelembaban) sehingga embrio
tumbuh
lebih dulu sebelum inkubasi
c. Temperatur setter yang tidak tepat
d. Tranportasi telur tetas
e. Infeksi pd yolk pada saat ovulation
f. Masalah kesehatan dan nutrisi pd breeder
g. Kontaminasi telur setelah bertelur
h. Cacat bawaan
Penyebab kematian embrio pd 3 hari terakhir inkubasi:
a. Salah posisi embrio di dalam telur / posisi embrio terbalik
b. Kelembaban terlalu rendah di setter
c. Kelembabban terlalu tinggi
24
d. Mati lemas akibat kekurangan oksigen
e. Temperatur terlalu tinggi
f. Temperatur terlalu rendah selama inkubasi
g. Infeksi pada telur
7. Sanitasi
Ruang setter dan koridor harus terjaga kebersihannya.
• Pengepelan dilakukan 3 kali sehari : sebelum memlai kerja, gunakan BKC atau
synergize
sbyk 4 cc per liter air utk cairan mengepel.
• Sediakan di ruang setter bak cucu tangan yang mengandung BKC/ synergize 2 cc
/liter
air.pengepelan di dlm koridor dilakukan 2 kali sehari:
• Pada saat setelah pengambilan telur utk tranfer / menjelang istirahat dan sebelum
pulang
kerja dengan menggunakan BKC 4 cc / liter air
Sanitasi pd telur tetas di dlm mesin dpt dilakukan dg fumigasi dan penguapan
formalin, namun
perlu diperhatikan hal – hal sbg berikut:
• Jangan pernah melakukan fumigasi telur di inkubator/setter pd masa inkubasi antara
36 –
96 jam (fase kritis I)
• Fumigasi telur dilakukan dg kekuatan 1 kali dosis
• Penguapan formalin dpt dilakukan dengan memperhatikan waktu kerja operator
mesin
dan operator kebersihan setter
8. Manajemen Ventilasi
Sirkulasi udara di ruang setter dan di dalam setter sangat penting utk pertukaran gas
CO2 dengan O2. Sirkulasi yg jelek dpt membunuh embrio, karena supply O2 ke
embrio tdk
seimbang dg produksi gas CO2. Management ventilasi yg baik dapat menghindari
masalah yg
tidak diingnkan dan mampu meningkatkan daya tetas telur (hatchability)
Desain ventilasi harus memperhatikan :
• Kapasitas suplay oksigen
• Perubahan dan perpindahan gas CO2
• Suplay kelembaban
• Perubahan dan perpindahan panas
Direkomendasikan volume udara yg memasuki ruangan setter 5 CFM per 1000 butir
telur
(0,14 m 3 dan positif air pressure sebesar 10 %) . Utk mengukur ini dapat digunakan
anemometer.
25
9. Setting telur tetas
Setting telur tetas adalah satu pekerjaan memasukkan telur tetas ke setter sesuai
waktu,
mesin dan posisi yang telah ditentukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum,
sedang dan
setelah setting adalah:
a. Operator harus melakukan sanitasi dulu (mandi, keramas dan ganti pakaian)
b. Periksa dan pastikan tdk ada telur terbalik, kotor, dan pecah rambut ikut tersetting.
c. Tiap deret telur hrs ada kode seting dan identitas HE (Kode kandang dan tanggal
prodksi HE/ telur tetas)
d. Sebelum setting pastikan turning dalam posisi netral
e. Lakukan setting dg cepat, tepat dan hati-hati. Jangan sampai ada telur pecah saat di
setting.
f. Eegg buggy satu persatu utk di setting, jgn memasukkan egg buggy lebih dari satu
ke
dlm setter karena akan mengganggu sirkulasi udara.
g. Normalnya waktu setting utk mesin Chik master multy stage fix rack kapasitas 552
butir dapat diselesaiakan dalam waktu 30 – 40 menit.
h. Setelah setting, cek posisi egg tray apakah sdh tepat atau belum. Karena bisa
membahayakan saat turning.
i. Setelah setting, egg buggy harus diserahkan ke ruang pencucian utk dicuci
j. Selama bekerja di setter usahakan pintu selalu dalam kondidi tertutup.
10. Management Ruang Setter
Ruang setter dapat dikatakan sebagai inkubator, karena itu kondisinya harus sama
atau
mendekati dengan kebutuhan setter.
Kondisi ideal ruang setter yg harus diciptakan :
a. Temperatur = 37-38,5 O C
b. RH = 50 – 55 %
c. Suplay udara segar = 4- 5 cfm per 1000 butir telur
d. Tekanan udara = 10 %
11. Penanganan telur busuk ( exploder egg)
Telur busuk merupakan masalah besar bagi hatchery, karena akan menurunkan daya
tetas
telur dan mempengaruhi kualitas DOC yg dihasilkan.
26
Hal-hal yang dapat dilakukan utk memperkecil exploder eggs (telur meledak/pecah
dan
berbau):
a. Jangan mengeset telur kotor
b. Jangan biarkan telur-telur tdk tertangani selama lebih dari 2 jam pd ruang yg tdk
representatif.
c. Lakukan spray telur tetas yang benar dan merata
d. Buat larutan didesinfektan utk 1 kali habis pakai
e. Kelompokkan telur-telur tua pada satu mesin saja dan ditempatkan pd mesin yg
posisinya paling dekat dg exhoust fan
f. Lakukan fumigasi telur tetas sesuai aturan
g. Lakukan fumigasi dan penguapan formalin di setter sesuai aturan yg telah
ditentukan
h. Segera keluarkan telur busuk , agar tdk mencemari telur lain. Agar telur busuk tdk
banyak, idealnya telur yg baru keluar dari induknya segera di tangani dan 1 – 2 jam
sudah sampai hatchery.
12. Pre Warming
Pra penghangatan adalah : Suatu perlakuan pengenalan/ pengadaptasian telur (embrio)
kpd
suhu inkubasi. Beberapa literatur merekomendasikan perlu pre warming namun ada
juga
beberapa literatur merekomendasikan telur tetas langsung disetting dari cooling room
ke ruang
setter tanpa memalui pre warming.
Manfaat perlakuan pre warming;
• Telur menetas lebih cepat dalam udara hangat
• Mengurangi waktu yg dibutuhkan utk mengembalikan setter ke suhu oprasional
normal
• Menghemat pemakaian energi listrik
• Mampu menaikkan daya tetas telur utk telur yg disimpan lebih dari 4 hari
Kerugian perlakuan pre warming:
• Kemungkinan terjadi kontaminasi selama proses pre warming
• Memerlukan tenaga kerja dan kemungkinan ada telur retak atau pecah selama
• proses pengerjaannya.
• Tidak seragamnya waktu menetas, karena ada perbedaan temperatur internal pd
telur-
telur yg berada disisi luar rak dibandingkan telur-telur yg ada di tengah rak (5 – 6 0 C)

29
 TRANSFER TELUR KE HATCHER
Management yang perlu dilakukan dan diperhatikan yaitu:
1. Akurasi pengambilan telur tetas (kode)
Tranfer merupakan suatu kegiatan memindahkan telur tetas dari mesin setter ke mesin
hatcher yang sekaligus melakukan seleksi pemisahan telur infertil dg telur fertil.
Akurasi
pengambilan telur tetas yg akan ditranfer sangat vital, karena jika salah ambil akan
terjadi
masalah, yaitu telur-telur akan menetas di setter dan akan terjadi pencemaran di setter,
sedangkan telur yg sdh di transfer ke hatcher tdk menetas.
Untuk itu periksalah buku setting dg cermat dan pastikan bahwa kode setting dan
no setting yg kita ambil telurnya pasti benar. Untuk lebih meyakinkan pengecekan,
maka sesaat
menjelang tranfer, sebelum telur diletakkan di meja candling( meneropong telur) cek
sekali lagi
apakah kode setting dan asal mesin telur tetas sudah betul. Jika sdh betul, tranfer dpt
dilanjutkan.
2. Waktu transfer
Bebeapa literatur merekomendasikan agar tanfer dilakukan pd hari ke 18 dan
Beberapa
literatur lain yg ideal adalah hari ke 19. Pelaksanaan hari ke 18 atau 19 bukanlah
tujuan, yang
menjadi tujuan adalah:
a. Pencapaian weght loss yg tepat sesuai telur yg disetting (telur hrs kehilangan berat
Sebesar 12-14 % dari berat asli utk mendapatkan kantung udara (air cell)/ yang ideal (
idealnya 1/3 telur akan terisi oleh rongga udara).
b. Tidak ada telur pipping atau menetas di setter, krn mencemari setter dan bedampak
negatif terhadap daya tetas dan kualitas DOC.
c. Indikasi waktu tranfer yg tepat dapat dilihat mudah apabila beberapa telur sdh
mulai
piping 1 – 2 % pd saat tranfer/ candling dilaksanakan, Namun tidak boleh terjadi di
dalam
setter.
d. Pelaksanaan tranfer tdk berbenturan dg persiapan mesin hatcher.
e. Kemudahan pengaturan tenaga kerja.
3. Administrasi
Data yang diperlukan dan dicatat selama proses tranfer yaitu:
a. No setter dan no hatcher berapa
b. Jam mulai tranfer dan selesainya
c. Jumlah infertil dr masing-masing kandang per mesinnya
30
d. Jumlah telur busuk (exploder eggs) dari masing-masing kandang per mesinnya
e. Jumlah loss eggs dari masing-masing kandang per mesinnya
f. Nota pengiriman telur ke depo
g. Jumlah telur infertil yg diambil utk breaking eggs test (jika ada)
4. Pengambilan telur
Pengambilan telur dg sistem penerangan dan meja candling yg representatif maka
telur
infertil akan sangat mudah dilihat. Lakukan pengambilan telur-telur infertil secermat
mungkin
agar tdk ada telur infertil yg ikut masuk ke dalam mesin hatcher. Jika ada terlur
infertil yang ikut
masuk ke hatcer, maka akan sangat merugikan karena:
a. Data DIS dan infertil sdh tdk murni lagi, sehingga menyulitkan evaluasi hasil
penetasan
b. Secara ekonomis merugikan karena telur infertil semestinya bisa di jual
34
V. PULL CHIK
Management yang harus dilakukan dan diperhatikan yaitu:
1. Keriteria dan Syarat Pull Chick
a. Semua telur secara keseluruhan sudah menetas
b. DOC sudah dipanen saat masih 5 % basah disekitar bulu leher
c. Navel ( pusar) sudah menutup rapat dan kering
d. DOC menafas dengan normal, tdk terengah-engah. Jika terengah-engah ini indikasi
terlambat pull chick
e. Pegang dan rasakan kondisi perut DOC, apakah yolk terserap dengan baik. jika
perut
kempes berarti panen sudah terlambat dan DOC akan mengalami dehidasi.
f. Kondisi perut yang normal adalah tidak kempes/ lembut dan tidak keras, (kenyal)
2. Waktu Pull Chik
a. Masa inkubasi normal utk telur broiler di daerah tropis adalah 498 – 501 jam
sedangkan
layer adalah 504 – 506 jam
b. Angkat/ambil anak ayam sewaktu DOC sudah siap.
c. Kontrol secara berkala kondisi DOC, khususnya pd 4 – 6 jam menjelang waktu
panen
normal
d. Timing waktu pull chick yg tepat akan mempengaruhi jumlah culled chick (Culling
DOC) dan kualitas DOC
e. Terlambat mengangkat anak ayam berartianak ayam menetas dini sehinga DOC
kekurangan cairan
f. Anak ayam yang baru menetas memerlukan istirahat selama 12 jam. Saat
mengeringkan
bulu badan tersebut, hal-hal yang perlu diperhatikan
• Jagalah anak ayam pada humudity rendah
• Menetas serta bergeser keluar menjadikan anak ayam basah dan lelah
• Anak ayam seharusnya tdk dipindahkan terlalu cepat
• Jagalah anak ayam pd temperatur 34 – 37 o dan RH 75 %.
3. Analisis DIS (mati dalam shell) dan Culled Chick
Pada waktu panen saat memindahkan anak ayam ke box akan dtemui pd tay mesin
hatcher beberapa telur tidak menetas. Kumpulkan telur-telur tersebut dan hitung
jumlahnya dan
35
catat per masing-masing kandang. Data ini akan digunakan utk evaluasi hasil
penetasan dan
rencana perbaikan ke depan.
Hal-hal yang menyebabkan telur tidak menetas :
• DIS (Mati dalam shell)
• Telur busuk (tapi tdk menetas)
• Telur rretak pd saat tranfer, krn handling yg kasar
• Telur infertil ( pengambilan infertil tdk sempurna)
• Telur piping (mati saat mematuk cangkang)
• Telur late ( terlambat menetas danmasih hidup)
Pada waktu panen juga ditemukan DOC afkir. LAkukan seleksi/pemisahan dan hitung
jumlahnya per masing-masing kandang agar diketahui penyebab culled chick.
4. Grading dan Seleksi DOC
Seleksi DOC adalah memilih DOC yang berkualitas dan layak dijual sekaligus
melakukan klasifikasi grade yang telah ditetapkan. Tanda-tanda DOC yang
berkualitas baik:
a. Pusarnya kering dan tertutup baik
b. Sisik kaki bewarna kuning dan cerah dan tidak kering.
c. Tingkah lakunya lincah, esponsif dan wana bulu tidak kusam
d. Besarnya relatif seragam (uniform). Bobot DOC diperoleh 65 -69 % dari bobot
telur
awal (fresh egg)
e. Tidak ada cacat fisik ataupun abnormalitas fisik.
f. Mata cerah dan terang, pusar bersih dan kering dari yolk sac atau memban yang
menonjol
g. Hidung anak ayam bersih dan tidak ada bulu-blu kecil menempel. Ini menunjukkan
pernafasaan berjalan baik.
h. Cepat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang minor dan
mampu
bereaksi normal dengan vaksin aktif yang diberikan.
Ada beberapa indikator lain yang digunakan peternak dalam memilih bibit ayam
yaitu:
a. Tingkat mortalitas/kematian terutama sampai minggu pertama setelah menetas
b. Keseragaman bobot sangat diharapkan (lebih dari 80 %)
c. Memiliki zat kebal dari nduk yang cukup, terutama ND, IB dan IBD.
d. Tidak mengandung bibit penyakit yang ditularkan secara vertikal, misal kuman
salmonela pullarum dan mycoplasma
DAFTAR PUSTAKA
1. Anthonius Riyanto, dkk. 2001. Sukses Menetaskan Telur Ayam. Agromedia, Pustaka,
Jakarta.
2. Anom Wiyana I. K, Kristina Dewi. G.A.M, Wijana. I.W, Wirapatha. M, Manajemen
Usaha Ternak Unggas,. 2016 Lab. Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Universitas
Udayana
3. PT. Multi Breeder Adirama Indonesia. Tbk. (Japfaconfeed). 2002. Hacthery
Management.

Anda mungkin juga menyukai