Anda di halaman 1dari 16

Dampak Pandemi Covid 19 Terhadap Meningkatnya Gugutan Pailit Pada

Perusahaan Properti Di Indonesia

Oleh

Nama : Elda Tifany Oktavianey

Prodi/Kelas : Ekonomi Pembangunan/2A

NIM : 31121012

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan pada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan
petujunjuk-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas yang diberikan ini dengan tepat waktu.
Adapun judul dari makalah ini adalah Dampak Pandemi Covid 19 Terhadap Meningkatnya
Gugutan Pailit Pada Perusahaan Properti Di Indonesia. Dengan mengerjakan tugas ini penulis
berharap dapat menambah wawasan baik untuk pribadi masing-masing maupun dunia
Pendidikan pada umumnya.

Menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, sehingga
pasti masih ada kekurangan dalam tugas ini. Saya mengharapkan kritik dan saran para pembaca.
Sekian dan terima kasih.

Mei, 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………........................ 1

KATA PENGANTAR……………………………………………..................... 2

DAFTAR ISI…………………………………………….................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ………………….....………........................... 4

1.2. Rumusan Masalah……………………....…………................. 6

1.3. Tujuan Masalah……………………....……………............... 6

1.4. Kegunaan Penulisan………………………………………….. 6

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Landasan Teoristis .................................................................. 7

2.2. Landasan Konsep .................................................................... 9

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Kaitan antara meningkatnya gugatan pailit pada pada perusahaan properti

dengan pandemi covid-19....................................................... 10

3.2. Dampak pandemi covid-19 terhadap kepailitan dunia usaha……11

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan............................................................................. 14

4.2. Saran ....................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..................... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar nomor 4 didunia
menurut U.S. Trade Department (2014). Indonesia tentu menjadi pasar yang besar untuk
industri properti dan membuka peluang yang positif terhadap pergerakan investasi
properti, terutama pasar properti residensial. Pertumbuhan bisnis properti residensial
setelah masa pemilihan politik biasanya menunjukan potensi uptren dan dapat
menstimulasi pembangunan properti residensial (Arvin,2020). Arah kebijakan
pemerintah yang lebih fokus kepada pembangunan infrastruktur seperti pembukaan
jalan baru, tol luar kota, dan jembatan-jembatan diberbagai daerah yang minim
infrastruktur tentu akan mempermudah dan mempersingkat pergerakan transportasi
dalam menyalurkan distribusi bahan –bahan pokok. Hal ini tentu akan membantu
menekan biaya pengiriman yang artinya berbanding lurus terhadap menurunnya harga
bahan pokok. Dengan kebijakan seperti ini, sektor – sektor pendukung bisnis properti
dapat tetap bertumbuh walau dihadapkan dengan persaingan ekonomi global,
keterlibatan berbagai pihak, dan sektor pendukung tidak langsung dirasakan oleh
perusahaan atau konsumen dalam waktu singkat (Agung, 2019). Nantinya, dampak dari
kebijakan dan arah ekonomi kedepan akan menguntungkan sektor industri properti
Indonesia dan membuka pasar yang lebih besar bagi pelaku bisnis properti. Properti
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam tingkatanya properti berada
dalam tingkatan kedua yaitu Safety, karena pada dasarnya manusia menginginkan
terpenuhinya rasa aman (Maslow, 1943). Oleh karena itu pasar properti akan terus ada
karena manusia pasti butuh tempat tinggal untuk memenuhi rasa aman. Bisnis properti
adalah bisnis yang bergerak di bidang kepemilikan asset, seperti tanah dan bangunan
(Rumah.com, 2019). Bisnis properti merupakan kegiatan jual beli atau sewa terhadap
produk properti untuk mendapatkan keuntungan. Di Indonesia industri properti
merupakan industri yang sangat berkembang. Faktor yang mempengaruhi
berkembangnya industri properti di indonesia adalah pembangunan infrastruktur,
kebutuhan tempat tinggal, dan kenaikan penduduk.
Tahun 2020 merupakan tahun yang berat oleh semua orang di dunia. Pasalnya Pada
awal tahun 2020 wabah Covid-19 menyebar dan melumpuhkan dunia. Ekonomi dunia

4
merupakan salah satu sektor yang lumpuh akibat wabah pandemi Covid-19. Belum ada
data yang menetapkan jumlah pasti kerugian dunia akibat Wabah pandemi Covid-19.
Namun Asian Development Bank (2020) memprediksi Kerugian dunia bisa mencapai
US$ 5,8 triliun hingga US$ 8,8 triliun akibat wabah Pandemi Covid-19. Sampai saat
ini, dunia masih mengharapkan adanya solusi dari Dampak wabah ini. Dengan krisis
kesehatan ini, dunia seperti lumpuh karena Terhambatnya aktifitas yang memerlukan
pertemuan fisik. Pertemuan fisik ini Melibatkan aspek seperti konferensi, pameran,
event, dan lain-lain. Aspek-aspek Tersebut menjadi kunci utama untuk menjalankan
poros penjualan di berbagai aspek Pelaku usaha bisnis, salah satunya adalah bisnis
properti. Salah satu faktor bisnis Properti yang terdampak pandemi Covid-19 adalah
bisnis properti residensial. Penjualan pada properti residensial mengalami penurunan.
Hasil survey harga Properti residensial, pada kuartal I tahun 2020 mengalami kontraksi
sebesar –43,19% (yoy) setelah kuartal IV pada 2019 mengalami pertumbuhan sebesar
1,19% (yoy). Penurunan penjualan properti residensial terjadi pada seluruh tipe rumah,
Tipe kecil, menengah, dan besar (Bank Indonesia, 2020). Penurunan penjualan properti
residensial terjadi pada seluruh tipe rumah, Tipe kecil, menengah, dan besar (Bank
Indonesia, 2020). Bisnis properti sangat Merasakan dampak dari pandemi Covid-19.
Bisnis properti sangat Merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Berikut adalah grafik
perkembangan IHPR dari tiga tipe rumah pada kuartal pertama 2018 sampai perkiraan
kuartal Kedua 2020.Berikut adalah grafik perkembangan IHPR dari tiga tipe rumah
pada kuartal pertama 2018 sampai perkiraan kuartal Kedua 2020.Dari data grafik IHPR
diatas, perlambatan IHPR terjadi pada rumah tipe Menengah dan besar. Memang IHPR
pada tipe rumah tersebut meningkat masing-Masing 1,36% (yoy) dan 0,86% (yoy) pada
triwulan I-2020, namun pertumbuhan Ini melambat dari kwartal sebelumnya 1,44%
(yoy) dan 1,03% (yoy). Dalam hal ini Wabah pandemi covid-19 juga menyebabkan
penurunan pada penjualan properti Residensial. Untuk mengatasi gejala penurunan
penjualan rumah tipe kecil sampai Menengah yang mengandalkan KPR sebagai
kekuatan daya beli konsumen, sektor Perbankan mengeluarkan kebijakan penurunan
nilai suku bunga untuk Mendongkrak penjualan pada rumah tipe kecil sampai
menengah. Berikut data Pertumbuhan Penjualan Rumah dan Suku Bunga yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia (2020).Keadaan seperti ini memaksa para pelaku
bisnis properti untuk menyesuaikan Terhadap kondisi yang ada. Kejadian ini mungkin
akan terjadi lagi di masa depan. Hal ini membutuhkan peranan pelaku bisnis properti
residensial dalam menyikapi Keadaan yang akan datang. Dalam penanganan terhadap

5
lumpuhnya ekonomi akibat Pandemi Covid-19, strategi menjalankan skenario New
Normal mulai dijalankan Sebagian negara didunia termasuk Indonesia. Skenario New
Normal akan menjadi Titik terang untuk menjalankan siklus ekonomi. Skema New
Normal ini memiliki Tujuan agar masyarakat produkitf namun tetap aman. Strategi
menjalankan New Normal adalah cara untuk memperbaiki ekonomi di Indonesia
(Hartanto, 2020). Dalam hal ini, perlahan sektor properti di Indonesia tengah
menyiapkan strategi Untuk menghadapi New Normal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Apa kaitan antara meningkatnya gugatan pailit pada pada perusahaan properti dengan
pandemi covid-19?
2. Apa dampak pandemi covid-19 terhadap kepailitan dunia usaha?

1.3 Tujuan Masalah

1. Menjelaskan kaitan antara meningkatnya gugatan pailit pada pada perusahaan


properti dengan pandemi covid-19

2. Menjelaskan dampak pandemi covid-19 terhadap kepailitan dunia usaha

1.4 Kegunaan Penulisan

Adapun manfaat atau kegunaan penulisan makalah ini adalah sebagai sumber
dan bahan untuk lebih memahami dan memberi pengetahuan lebih kepada penulis serta
pembaca.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teoritis


Di era globalisasi saat ini notaris sebagai pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik memiliki peran penting dalam kemajuan Indonesia.
Notaris yang dalam profesinya sesungguhnya merupakan instansi yang dengan akta-
aktanya menimbulkan alat-alat bukti tertulis dan mempunyai sifat otentik, menurut
kami dapat berbuat banyak untuk mendorong masyarakat guna mempergunakan
alat-alat pembuktian tertulis.1 Pentingnya pembuatan akta otentik tercantum dalam
konsideran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004. Selain atas
dasar yang tedapat dalam konsideran tersebut pentingnya pembuatan akta otentik
tersebut juga disebabkan semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat Indonesia
tentang hukum yang berimbas masyarakat semakin menyadari betapa pentingnya
perbuatan-perbuatan hukum yang akan dilakukan maupun sudah dilakukan dan
dituangkan dalam suatu akta notaris, itulah sebabnya semakin banyak kegiatan-
kegiatan yang menggunakan jasa notaris. Notaris sebagai jabatan, wajib bertindak
profesional (profesional dalam pikiran dan tindakan) dalam melaksanakan tugas
jabatannya, sesuai dengan standar jabatan yang diatur dalam Undang-undang
Jabatan Notaris, yaitu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat.
Notaris sebagai pejabat umum yang tugasnya melayani masyarakat dibidang
hukum, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan hukum
nasional dan dituntut untuk memiliki moral yang tinggi. Notaris tidak saja dituntut
harus jujur, cerdas, dan memiliki pengetahuan hukum yang baik, akan tetapi seorang
Notaris juga harus taat dan patuh pada Peraturan Jabatan tentang Notaris dan Kode
Etik Profesi Notaris.
Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sesuai jabatannya, notaris juga
dimungkinkan dapat melakukan kesalahan. Secara otomatis apabila melakukan
kesalahan maka terdapat pertanggungjawaban yang akan dituntut atas kesalahan
tersebut. Menurut Habib Adjie, terdapat 3 (tiga) alasan dalam Undang-undang
Jabatan Notaris yang berkaitan dengan alasan pemberhentian Notaris dari
jabatannya Pengaturan pemberhentian tersebut tercantum dalam Pasal 12 Undang-

7
undang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa: Notaris diberhentikan dengan
tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila:
a. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap; b. berada di bawah pengampuan secara terus-menerus lebih
dari 3 (tiga) tahun; c. melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan
martabat jabatan Notaris; atau d. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban
dan larangan jabatan. Lebih lanjut tidak terdapat penjelasan secara terinci hanya
disebutkan cukup jelas. Mengenai hal yang sama sebelumnya diatur juga dalam
Pasal 51 ayat (4) Peraturan Jabatan Notaris, bahwa Notaris diberhentikan untuk
sementara dari jabatannya dengan alasan kepailitan atau dalam keadaan penundaan
kewajiban pembayaran utang oleh Menteri Kehakiman atas usul dari badan yang
mengucapkan pernyataan pailit atau dalam penundaan pembayaran tersebut.
Substansi pasal tersebut tidak ada penjelasannya, apakah Notaris dinyatakan pailit
dan atau dalam penundaan pembayaran tunduk kepada Failliessement atau kepada
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang tentang Kepailitan yang
kemudian ditetapkan menjadi undang-undang berdasarkan Undang-undang Nomor
4 Tahun 1998.
Aturan hukum mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran
utang tersebut kemudian digantikan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Menurut
ketentuan Pasal 2 ayat (1), bahwa syarat utama untuk dinyatakan pailit adalah
seorang debitor mempunyai paling sedikit 2 (dua) kreditor dan tidak membayar
lunas salah satu utangnya yang sudah jatuh tempo. Sehingga dengan adanya
lembaga kepailitan memungkinkan debitur membayar utang-utangnya itu secara
tenang, tertib dan adil.
Berdasarkan pengertian kepailitan atau pailit dan PKPU seperti itu, apakah
selaras dengan Kepailitan dan PKPU sebagaimana tersebut dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf a dan Pasal 12 (a) Undang-undang Jabatan Notaris? Ditinjau dari akibat
penjatuhan putusan pailit juga terdapat ketidak selarasan antara Undang-undang
Jabatan Notaris dan Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Dimana dalam Undang-undang Jabatan Notaris apabila Notaris
dijatuhi pailit maka Notaris tersebut dapat diberhentikan secara tidak hormat dari
jabatannya, sedangkan dalam Pasal 21 Undang-undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang akibat penjatuhan pailit seorang debitor hanya tidak

8
cakap dalam hal harta kekayaannya saja. Apabila akibat penjatuhan pailit oleh
seorang dengan jabatan sebagai Notaris tersebut diikuti dengan pemberhentian
secara tidak hormat sesuai Undang-undang Jabatan Notaris maka secara tidak
langsung menghentikan laju pendapatan yang diperoleh dari jabatannya. Hal
tersebut tentu bertentangan dengan tujuan adanya lembaga pailit yang diharapkan
dapat berfungsi untuk mendukung pesatnya perkembangan perekonomian dan
perdagangan nasional malah berujung pada pemberhentian secara tidak hormat yang
berakibat hilangnya mata pencaharian seorang Notaris.

2.2 Landasan Konsep


1. Teori hukum adalah ilmu bantu untuk memberikan penjelasan dengan cara
mengorganisasikan dan mensistemisasikan permasalahan teori yang
berhubungan dengan hukum positif. Teori hukum termasuk dalam penalaran
sampai kepada penjelasan-penjelasan yang lebih bersifat filsafat dan mendalam.

2. Pailit adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak cakap dalam hal harta
kekayaannya karena sitaan umum terhadap seluruh harta kekayaannya tersebut
agar dicapainya suatu perdamaian antara debitur dengan para krediturnya
maupun agar harta tersebut dapat dibagi-bagikan secara adil dan proporsional di
antara sesama para krediturnya sesuai dengan besarnya piutang dari masing-
masing para kreditur terhadap debiturnya tersebut.

3. Pemberhentian secara tidak hormat adalah salah satu sanksi yang diberikan
apabila larangan yang telah diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris
dilanggar.

4. Notaris adalah pejabat umum yang karena undang-undang diberi wewenang


menciptakan alat pembuktian yang mutlak dan kewenangan lainnya yang diatur
dalam undang-undang jabatan notaris, dalam pengertian bahwa apa yang
tersebut dalam akta otentik itu dianggap.

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Kaitan antara meningkatnya gugatan pailit pada pada perusahaan properti
dengan pandemi covid-19
Pada saat pandemi masalah kepailitan menjadi perhatian serius dari debitor.
Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia
(AKPI), Jimmy Simanjuntak, bahwa situasi keuangan di sejumlah perusahaan pada
masa pandemi akan mengalami penurunan bahkan beberapa perusahaan mungkin tidak
akan mampu mempertahankan usahanya dan jatuh pailit (Heriani, 31 Agustus 2020).
Pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani, juga telah memprediksikan
terjadinya gelombang pailit di masa Covid-19. Setidaknya telah terjadi 43 kasus pailit
sepanjang semester I tahun 2020. Dua puluh kasus di antaranya terdaftar di Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat. Kasus tersebut antara lain PT. Cowell Development Tbk (17 Juni
2020), PT Global Mediacom Tbk (28 Juli 2020), PT AIA Financial (4 Agustus 2020)
dan PT Sentul City Tbk (7 Agustus 2020). Beberapa permohonan pailit diajukan pada
saat kekayaan debitor masih cukup besar. Seperti, Perusahaan properti PT Sentul City
Tbk digugat pailit oleh keluarga Bintoro.
Gugatan terkait permasalahan perjanjian perikatan jual beli (PPJB) kavling siap
bangun senilai Rp30 milyar (Heriani, 12 Agustus 2020) sedangkan aset Sentul per
Desember 2019 mencapai Rp17,27 triliun (Pratomo, 10 Agustus 2020). Permohonan
pailit juga sempat membuat PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara
atau suspensi saham PT Sentul City Tbk. Sebelumnya, PT Asuransi Jiwa Manulife,
Prudential Life Assurance, dan PT Telekomunikasi Seluler Indonesia juga dijerat kasus
pailit dengan permasalahan utang yang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan aset
perusahaan. Ironisnya, beberapa dari pengajuan tersebut diputus pailit oleh pengadilan.
Meski pada akhirnya putusan tersebut dibatalkan akan tetapi beberapa kerugian materiel
maupun psikologis sudah terlanjur dialami oleh debitor beserta pihak terkait seperti
konsumen. Kondisi ini menunjukkan betapa mudahnya pengajuan kepailitan di
Indonesia sehingga debitor dengan utang kecilpun dapat terjerat dengan pasal
kepailitan. Oleh karena itu tulisan ini akan mengkaji penyebab mudahnya pengajuan
pailit di Indonesia, dampak yang ditimbulkan, dan upaya untuk mengatasinya? Kajian

10
ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi berbagai pemangku kepentingan yang
terlibat langsung dengan kepailitan.

3.2. Dampak pandemi covid-19 terhadap kepailitan dunia usaha

Ancaman kepailitan terus membayangi dunia usaha di tengah pandemi Covid-19.


Penghentian penyebaran virus secepatnya menjadi jalan keluar agar geliat dunia usaha dapat
pulih. Pandemi Covid-19 memukul telak dunia bisnis tanah air pada hampir seluruh sektor
usaha. Kondisi ini mengancam bahkan sudah mengakibatkan sebagian perusahaan berakhir
pailit karena tidak mampu memenuhi kewajiban utang. Meski terdapat kebijakan restrukturisasi
utang hingga insentif pajak, namun reaksasi tersebut bersifat sementara tanpa ada penghentian
penyebaran virus Corona. Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),
Soetrsino Iwantono, menyatakan perkara kepailitan cenderung meningkat pada pandemi Covid-
19. Dia menjelaskan industri perhotelan, pariwisata dan restoran merupakan sektor paling parah
terkena dampak pandemi Covid-19. Perusahaan berskala kecil hingga besar turut terkena imbas
pandemi Covid-19 sehingga terancam pada kepailitan.

“Memang dari krisis ini banyak sekali perusahaan kesulitan keuangan sehingga
menunda kewajiban. Sehingga tuntutan pada kepailitan jadi meningkat. Sektor paling
terdampak pariwisata, hotel dan restoran. Kemudian juga perdagangan dan ritel juga,” jelas
Soetrisno. Dibandingkan krisis sebelumnya pada 2008, perkara kepailitan cenderung
meningkat. Soetrisno menilai permasalahan krisis saat ini lebih luas tidak hanya terbatas pada
moneter dan keuangan tapi juga menyangkut permasalahan kesehatan dan sosial sehingga
mengakibatkan kegiatan bisnis terhenti. “Kepailitan lebih parah sekarang karena tidak pandang
bulu. Ini karena orang tidak boleh berkumpul karena bahaya,” katanya. Kebijakan pemerintah
seperti bantuan sosial, restrukturisasi kredit hingga insentif pajak dianggap mampu mendukung
dunia usaha bertahan menghadapi krisis. Namun, kebijakan relaksasi tersebut dinilai Soetrisno
hanya bersifat sementara. Pemerintah diminta agar memfokuskan pada penghentian penyebaran
virus lebih luas. Menurutnya, tanpa penghentian penyebaran maka risiko krisis terus
mengancam perekonomian.

“Bantuan ini sampai seberapa lama sepanjang virusnya masih menular dan peningkatan
penularan semakin tinggi. Uang yang digelontorkan akan habis karena sumber masalah tidak
dipadamkan. Makanya, untuk semua itu hentikan penyebaran virus dulu,” jelas Soetrisno. Dia
juga menyoroti bantuan sosial yang masih belum menyeluruh lapisan masyarakat yang terkena
dampak pandemi Covid-19. Dia mencontohkan kebijakan insentif bantuan sosial pekerja
sebesar Rp2,4 juta hanya terbatas pada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan. Padahal, terdapat pekerja pada sektor usaha menengah dan kecil yang
membutuhkan bantuan tapi tidak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. “Padahal, jumlahnya
besar dan mereka paling membutuhkan,” ungkapnya.
11
Selain itu, dia juga menyoroti bantuan sosial untuk UMKM yang belum menyeluruh karena
hanya mencangkup 12 juta pelaku usaha. Padahal, dia mencatat terdapat 60 juta pelaku UMKM
yang layak mendapatkan bantuan tersebut. “Banpres (Bantuan Presiden) untuk usaha mikro itu
baru 12 juta. Itu harus dilipatkan karena jumlah usaha kecil itu 60 juta lebih. Artinya, terdapat
48 juta lagi yang belum mendapatkan Banpres,” kata Soetrisno.

Manfaatkan PKPU

Ketua Dewan Penasehat AKPI periode 2019-2022, Jamaslin James Purba, dalam
webinar Strategi Penyelesaian Perkara Kepailitan dan PKPU Pasca Pandemi Covid-19,
beberapa waktu lalu bahwa berpendapat kondisi perekonomian Indonesia pasti mengalami
pengaruh sangat besar akbiat Covid-19. Menurut James, selain badai Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) Covid-19 mempengaruhi jalannya dunia usaha sehingga mengakibatkan para
pelaku usaha kesulitan untuk memenuhi kewajibannya secara tepat waktu. “Income mereka
terpengaruh kecuali perusahaan-perusahaan yang memiliki banyak simpanan atau cadangan
sehingga tetap bisa memenuhi kewajiban,” kata James. Meski demikian, James menyatakan
hampir bisa dipastikan para pegusaha akan kesulitan untuk memenuhi kewajibannya dalam
kondisi pandemi Covid-19. Dengan berhentinya aktivitas usaha maka berhenti pula pendapatan.
Hal ini megakibatkan perusahaan tersendat dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar
tagihan secara tepat waktu. Untuk itu, James menyarankan pada debitor untuk menempuh jalur
PKPU bila kesulitan melakukan pembayaran dengan tepat waktu akibat Covid-19. Dengan
menempuh PKPU, kata James, semua kewjiban akan ditangguhkan bila status PKPU diberikan
oleh pengadilan. “Dalam hal kreditur mengalami kesulitan keuangan bisa memohon kepada
pengadilan agar terhadapnya diberikan status PKPU,” ujar James.

James mengatakan bila sudah masuk dalam PKPU maka debitor tidak boleh dipaksa
untuk membayar utang atau semua kewajiban ditangguhkan. Dengan adanya PKPU, kreditor
diberikan kesempatan untuk merundingkan, menegosiasikan kewajibannya agar bisa tetap
selamat. Di samping itu dengan menggunakan jalur PKPU maka semua pihak, baik kreditor
maupun debitor akan terikat. Melalui PKPU ada jeda bagi semua pihak untuk berunding,
bernegosiasi agar kepada debitor ada pelonggaran terhadap pembayaran. Masa PKPU juga bisa
menjadi waktu untuk merundingkan syarat-syarat baru yang bisa disepakati oleh kreditor dan
debitor. “Misalnya untuk tagihan yang tertunggak ini bisa dibayar selama 3 tahun atau 5 tahun
atau bahkan ada yang 20 tahun karena kondisi yang saat ini memang tidak memungkinkan
untuk membayar utang,” jelasnya. Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus
Indonesia (AKPI), Jimmy Simanjuntak, menyebut bahwa tren permohonan pailit dan terutama
PKPU mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama pandemi Covid-19. “Kalau naik
pasti (pailit dan PKPU), tapi secara rigit belum bisa memberikan data atau jumlah karena
biasanya dicatat hingga akhir tahun. Tapi trend sudah pasti naik,” katanya pada akhir Agustus
lalu. Menurutnya, peningkatan perkara pailit dan PKPU terjadi karena adanya wanprestasi yang

12
dilakukan oleh debitur selama pandemi Covid-19. Misalnya tidak menjalankan kewajiban,
seperti membayar utang akibat situasi keuangan perusahaan yang menurun. Jika dibandingkan
dengan periode pertama pada tahun lalu, Jimmy mengatakan bahwa permohonan pailit dan
PKPU meningkat cukup tajam di masa pandemi, dengan kenaikan jumlah perkara sebanyak 50
persen.

13
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Pemutusan hubungan kerja oleh perusahan masa pandemi Covid-19 dibolehkan
dengan alasan Overmach atau keadaan memaksa. Pemutusan hubungan kerja dengan
alasan Covid -19 perusahaan harus dapat membuktikan bahwa dengan pandemi Covid-
19 berdampak buruk kepada perusahaan, Antara lain omset perusahaan mengalami
penurunan secara drastis, proses produksi mengalami penurunan, sehingga perusahaan
tidak mampu lagi bertahan dan membiayai proses produksi dan melaksanakan
kewajiban terhadap pekerja/ buruh yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja.
Keadaan memaksa (Overmacht) karena Covid-19 hanya bersifat reatif (sementara) yaitu
selama pandemi Covid-19. Jika pandemi Covid-19 telah berakhir, maka perjanjian kerja
dapat dilanjutkan kembali. Namun jika perusahaan tidak dapat membuktikan bahwa
pandemi Covid-19 tidak berdampak buruk terhadap perusahaan, maka perusahaan tidak
boleh melakukan pemutusan hubungan kerja yang permanen atau selamanya.

4.2. Saran

Masa pandemi Covid-19 perusahaan tidak harus melakukan pemutusan


hubungan pekerja tapi dapat melakukan antara lain merumahkan pekerja untuk
sementara, mengurangi hak-hak pekerja, misalnya tidak memberikan uang transpor,
karena pekerjaan dilakukan dari rumah, tidak memberikan Tunjangan Hari Raya karena
omset perusahaan mengalami penurunan, tidak memberikan bonus-bonus dan bentuk
insentif lainnya.

Jika perusahaan harus melakukan pemutusan hubungan kerja baik untuk


selamanya, perusahaan harus membayar apa yang merupakan hak dari pekerja/ buruh
misalnya membayar uang pesangon dan hak pekerja lainnya yang diatur dalam
perjanjian kerja yang belum dibayar dan hak pekerja yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Perusahaan yang tidak mampu lagi melaksanakan operasional
atau mengalami kebangkutan. Perusahaan atau pekerja dapat mengajukan permohonan
pailit. Aset perusahaan sebagai debitur pailit yang telah disita sebagai boedel pailit

14
kemudian dilelang, dijual untuk membayar utang perusahaan berupa gaji yang belum
dibayar, uang pesangon dan hak hak pekerja lainnya yang belum diberikan sebagaimana
telah diatur dalam perjanjian kerja dan peraturan peraturan perundang-undangan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Melihat Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kepailitan Dunia Usaha (hukumonline.com)

34788-ID-landasan-teori-hukum-pailit-sebagai-salah-satu-alasan-pemberhentian-secara-
tidak.pdf (neliti.com)

328769-pemutusan-hubungan-kerja-masa-pandemi-co-c9c232c1.pdf (neliti.com)

16

Anda mungkin juga menyukai