Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KURIKULUM NASIONAL


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI

Dosen Pengampu : Dr. Mohamad Erihadiana, M.Pd

Disusun oleh :

Fahriah Aprilianti (1202020041)

Firda Khumairotul M (1202020051)

Hayqal Ibrahim (1202020061)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas rahmat dan hidayahnya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendidikan Agama Islam dalam
Kurikulum Nasional” ini tepat waktu. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah
limpahkan kepada junjungan alam yakni Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai teladan
yang baik bagi seluruh umat manusia dari berbagai generasi.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini serta berbagai referensi yang telah mendukung dalam pembuatan
makalah ini. Kami juga berterima kasih kepada Bapak Dr. Mohamad Erihadiana, M.Pd
selaku dosen pengampu mata kuliah Pengembangan kurikulum, yang telah memberikan
pengajaran dan ilmu-ilmu bermanfaat kepada kami.
Dengan selesainya makalah ini, kami berharap semoga makalah ini dapat diterima dengan
baik oleh khalayak serta dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi kami sebagai
penyusun maupun khalayak sebagai pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah kedepannya.

Bandung, 11 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
A. Pengertian PAI................................................................................................................5
B. Kurikulum Nasional........................................................................................................6
C. Kurikulum Pesantren.......................................................................................................6
D. Kurikulum PAI Madrasah...............................................................................................8
E. Kurikulum PAI Sekolah................................................................................................11
BAB III PENUTUP.................................................................................................................12
KESIMPULAN....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PAI merupakan sistem pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai agama dengan
niat ingin mendapatkan ridha Allah SWT. (Muhaimin, 2012) Pendidikan Agama Is-
lam yaitu cara atau perbuatan atau kegiatan membimbing siswa-siswi dengan men-
transferkan nilai-nilai agama yang didasarkan 5 pilar yang tercantum di rukun Islam
supaya menghasilkan insan yang berkahlakul karimah. Pendidikan agama Islam atau
at-Tarbiyah al-Islamiyah adalah usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik
agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran
agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (Daradjat, 1996). Dari
pendapat Daradjat dapat dipahami bahwa dalam Pendidikan Agama Islam yang ter-
penting adalah proses usaha membimbing peserta didik agar dapat memahami sebagai
bentuk pengetahuan intelektual untuk kemudian diaplikasikan dalam kehidupan se-
hari-hari menjadi bentuk sikap dan pandangan hidup.
Kurikulum mengatur segala kegiatan dalam pembelajaran, dimana semua jen-
jang pendidikan di Indonesia diharapkan menerapkan kurikulum yang sama, yaitu K-
13. Untuk mewujudkan perubahan dalam dunia pendidikan, di kurikulum 2013 pe-
merintah telah menetapkan 4 pilar kompetensi inti yang harus dikuasai oleh peserta
didik. Kompetensi inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap kelas atau program (PP
No. 32/2013 tentang Standar Nasional Pendidikan). Kompetensi inti memuat kompe-
tensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang dikembangkan
ke dalam kompetensi dasar (Sunandar, 2021).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian PAI?
2. Bagaimana kurikulum nasional?
3. Bagaimana kurikulum di pesantren?
4. Bagaimana kurikulum PAI di madrasah?
5. Bagaimana kurikulum PAI di sekolah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian PAI .
2. Untuk mengetahui tentang kurikulum nasional.
3. Untuk mengetahui tentang kurikulum pesantren.
4. Untuk mengetahui tentang kurikulum PAI madrasah
5. Untuk mengetahui tentang kurikulum PAI sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian PAI
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia, dan berlangsung sepanjang hayat, yang dilaksanakan di lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan merupakan tanggug jawab
bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dalam proses
mencapai tujaunnya perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu dan serasi. Selanjutnya,
adapun pengertian pendidikan agama menurut Zakiah Daradjat merupakan
pembentukan kepribadian muslim atau perubahan sikap dan tingkah laku sesuai
dengan petunjuk ajaran Islam (Daradjat, 1996).
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, mengayati, hingga mengimani ajaran
agama Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain
dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud
kesatuan dan persatuan bangsa dan untuk mencapai pengertian tersebut maka harus
ada serangkaian yang saling mendukung. Di dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan
disebutkanbahwa pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan penge-
tahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam
mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata
pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Hal ini memperjelas
pengertian pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam. Menurut Tafsir (2000: 32),
pendidikan Islam adalah usaha untuk membimbing peserta didik agar tumbuh dan
berkembang potensi dan kapasitasnya secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
Chabib Thoha dan Abdul Mu’thi mengatakan bahwa pendidikan agama Islam
merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama Islam melalui kegiatan bimbingan
dan pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati
agama lain (Thoha & Mu'thi, 1998).
Dengan demikian, pendidikan agama merupakan sebuah proses yang
dilakukan untuk menciptakan manusia yang seutuhnya, beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi,
yang berdasarkan kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah, maka tujuan dan konteks ini
terciptanya manusia seutuhnya “Insan Kamil”. Dalam artian bahwa pendidikan Islam
adalah proses penciptaan manusia yang memiliki kepribadian serta berakhlak al-
karimah “Akhlak Mulia” sebagai makhluk pengemban amanah di bumi.

B. Kurikulum Nasional
Kurikulum merupakan hal penting untuk menciptakan guru profesional.
Selama dua dekade terakhir kajian tentang kurikulum telah menjadi bagian dari
program pendidikan guru. Oleh karena itu, guru harus memiliki pengetahuan tentang
kurikulum dan memahami proses yang dapat dikembangkan. Kurikulum diartikan
sebagai manhaj yakni jalan yang terang, atau jalan yang terang yang dilalui oleh
manusia pada bidang kehidupannya. Sedangkan kurikulum dalam konteks pendidikan,
berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik / guru dengan peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai (Al-Syaibany,
1984)
Kurikulum Nasional adalah sebagai penyempurna serta perbaikan dari
Kurikulum 2013 yang akan dilaksanakan pada tahun 2018, akan tetapi masih
kurangnya sosialisasi tentang penerapan kurikulum ini. Kurikulum ini berbasis 3
bagian. Kurikulum nasional , kurikulum berbasis pengembangan potensi daerah,
kurikulum paling kecil mencakup ke khasan di masing–masing sekolah/madrasah
(Saleh, Sopiansyah, & Ruswandi, 2022).

C. Kurikulum Pesantren
Dalam beberapa penelitian terhadap pesantren ditemukan bahwa pesantren
mempunyai kewenangan tersendiri dalam menyusun dan mengembangan
kuurikulumnya. Menurut penelitian Lukens-Bull dalam bukunya Abdullah Aly, secara
umum kurikulum pesantren dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu; Pendidikan
Agama, pengalaman dan pendidikan moral, sekolah dan pendidikan umum serta,
ketrampilan dan kursus. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam, telah
sejak lama diakui sebagai lembaga induk yang berperan menciptakan usaha dalam
memodernisasikan masyarakat dalam ruang lingkup yang sederhana. Keberadaan
pesantren dari awal keberadaannya, hingga kini merupakan salah satu alternatif
lembaga pendidikan Islam yang dipilih masyarakat Muslim. Pesantren terus
berkembang, baik dari segi fisik maupun sistem kurikulum pendidikannnya,
menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut
juga yang menjadikan pesantren tetap menjadi pilihan bagi sebagian masyarakat
Muslim yang ingin mempelajari dan mendalami ajaran-ajaran Islam.
Kurikulum pendidikan pesantren adalah bahan-bahan pendidikan Agama
Islam berupa kegiatan pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan
sistematis diberikan kepada santri untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam.
Sedangkan lingkup materi pendidikan pesantren adalah Al-Qur’an dan Hadits, ke-
imanan, akhlaq, fiqih atau ibadah dan sejarah. Dengan kata lain cakupan pendidikan
pesantren ada keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan
Allah SWT. diri sendiri dengan sesama manusia, manusia dengan makhluk lain
maupun dengan lingkungnnya. Untuk mencapai tujuan pendidikan pesantren tersebut,
perlu adanya rekonstruksi kurikulum agar lebih riil. Rumusan tujuan pendidikan
pesantren yang ada selama ini masih bersifat general dan kurang match dengan
realitas masyarakat yang terus mengalami transformasi. Rekonstruksi di sini
dimaksudkan untuk meningkatkan daya relevansi rumusan tujuan pendidikan
pesantren dengan persoalan riil yang dihadapi masyarakat dalam hidup kesehariannya.
Pengembangan kurikulum pendidikan pesantren secara terus menerus
menyangkut seluruh komponen merupakan sesuatu mutlak untuk dilakukan agar tidak
kehilangan relevansi dengan kebutuhan riil yang dihadapi komunitas pendidikan
Islam yang kecenderungan terus mengalami proses dinamika transformatif.
Pendidikan pesantren dibangun atas dasar pemikiran Islami yang bertolak dari
pandangan hidup dan pandangan tentang manusia serta diarahkan kepada tujuan
pendidikan yang dilandasi kaidah-kaidah Islam.
Menurut penelitian Lukens-Bull dalam bukunya Abdullah Aly, secara umum
kurikulum pesantren dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu; Pendidikan
Agama, pengalaman dan pendidikan moral, sekolah dan pendidikan umum, serta
ketrampilan dan kursus (Aly, 2011).
Pertama, Kurikulum berbentuk pendidikan Agama Islam. Di dalam dunia
pesantren, kegiatan belajar pendidikan Agama Islam lazim disebut sebagai ngaji atau
pengajian. Kegiatan ngaji di pesantren pada praktiknya dibedakan menjadi dua
tingkatan. Pada tingkatan awal ngaji sangatlah sederhana, yaitu para santri belajar
membaca teks-teks Arab, terutama sekali adalah belajar membaca Al-Qur’an.
Tingkatan ini dianggap sebagai dasar dari pendidikan agama yang harus dikuasai oleh
para santri. Tingkatan berikutnya adalah para santri dapat memilih kitab-kitab islam
klassik dan mempelajarinya dibawah bimbingan kyai. Adapun kitab-kitab yang
dijadikan bahan untuk ngaji meliputi berbagai bidang ilmu antara lain: fiqih, aqidah
atau tauhid, nahwu, sharaf, balaghah, hadits, tasawuf, akhlak, ibadah-ibadah seperti
sholat, do’a, dan wirid. Dalam penelitian Martin Van Bruinessen, ada 900 kitab
kuning di pesantren. Hampir 500 kitab-kitab tersebut ditulis oleh ulama Asia
Tenggara dengan bahasa yang beragam; bahasa Arab, Melayu, Jawa, Sunda, Madura,
Indonesia, dan Aceh (Nasir, 2005).
Kedua, Kurikulum berbentuk pengalaman dan pendidikan moral. Kegiatan
keagamaan yang paling terkenal di dunia pesantren adalah kesalehan dan komitmen
para santri terhadap lima rukun Islam. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan mampu
menumbuhkan kesadaran para santri untuk mengamalkan nilai-nilai moral yang di
ajarkan atau dicontohkan oleh para Kyai dan ustadznya pada saat ngaji di pesantren,
untuk diterapkan di masyarakat ketika sudah lulus dari pesantren. Adapun nilai-nilai
moral yang ditekankan di pesantren adalah persaudaraan Islam, keikhlasan, dan
kesederhanaan.
Ketiga, Kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum. Pesantren
memberlakukan kurikulum sekolah mengacu kepada Pendidikan Nasional yang
dikeluarkan Departemen Pendidikan Nasional, sedangkan kurikulum Madrasah
mengacu kepada pendidikan Agama yang diberlakukan oleh Departemen Agama.
Keempat, Kurikulum berbentuk ketrampilan dan kursus. Pesantren memberlakukan
kurikulum yang berbentuk ketrampilan dan kursus secara terencana dan terprogram
melalui kegiatan ekstrakulikuler. Adapun kursus yang populer di pesantren adalah
bahasa inggris, computer, sablon, pertanian, peternakan, teknik dan lain sebagainya.
Kurikulum seperti ini diberlakukan di pesantren karena mempunyai dua alasan, yaitu
alasan politis dan promosi. Dari segi politis, pesantren yang memberikan pendidikan
ketrampilan dan kursus kepada para santrinya berarti merespon seruan pemerintah
untuk peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM). Hal ini berarti
hubungan antara pesantren dengan pemerintah cukup harmonis. Sementara itu dari
segi promosi terjadi peningkatan jumlah santri yang memiliki pesantren-pesantren
modern dan terpadu, dengan alasan adanya pendidikan ketrampilan dan kursus di
dalamnya.

D. Kurikulum PAI Madrasah


Istilah madrasah di tanah Arab ditujukan untuk semua sekolah secara umum,
namun di Indonesia madrasah ditujukan untuk sekolahsekolah Islam yang mata
pelajaran dasarnya adalah mata pelajaran agama Islam. Lahirnya lembaga ini
merupakan kelanjutan dari sistem dunia pesantren yang di dalamnya terdapat unsur-
unsur dalam dunia pesantren. Lahirnya lembaga ini merupakan kelanjutan sistem
pendidikan pesantren gaya lama yang dimodifikasi menurut model penyelenggaraan
sekolah-sekolah umum dengan sistem klasikal. disamping memberikan pengetahuan
agama, diberikan juga pengetahuan umum.
Karena pengaruh politik penjajah Belanda, sekolah dan madrasah dipandang
sebagai dua bentuk lembaga pendidikan yang berbeda, secara dikotomis; sekolah
bersifat sekuler dan madrasah bersifat Islami. Hal inilah yang menyebabkan ketika
awal kemerdekaan, perkembangan madrasah di Indonesia mengalami konflik yaitu
disatu pihak pemerintah ingin menjadikannya sebagai lembaga pendidikan nasional
dengan memberikan muatan non-keagamaan, dan dilain pihak madrasah merasa
khawatir akan fungsi pendidikan keagamaannya jika madrasah dimasukkan kedalam
jajaran Pendidikan Nasional.
Dalam upaya memperbaiki dikotomi antara madrasah dan sekolah dan untuk
meningkatkan kualitas kurikulum pendidikan madrasah, Malik Fajar selaku menteri
Agama memantapkan eksistensi madrasah dengan memenuhi tiga tuntutan minimal
dalam peningkatan kualitas madrasah, yaitu;
1) Menjadikan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktik hidup
keislaman.
2) Memperkokoh keberadaan madrasah sehingga sederajat dengan system seko-
lah.
3) Madrasah harus mampu merespon tuntutan masa depan guna mengantisipasi
perkembangan IPTEK dan era globalisasi.

Madrasah merupakan wahana untuk membina ruh dan praktik hidup


keislaman, terutama dalam mengantisipasi peradaban global, adalah merupakan yang
selalu aktual. Hanya saja masalah aktual atau tidaknya tergantung pada penanggung
jawab, pengelola dan pembina madrasah dalam memahami, menjabarkan, dan
mengaktualisasikan makna menjadikan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh
dan praktik hidup keislaman itu sendiri, yang tidak hanya bersifat simbolis, tetapi
sampai pada dimensi subtansinya. Melalui pemahaman semacam itu diharapkan
madrasah dapat melahirkan lulusan yang memahami dan bahkan menguasai iptek,
terampil dan sekaligus siap hidup dan bekerja di masyarakat dalam pancaran dan
kendali ajaran dan nilai-nilai Islam.
Di madrasah peserta didiknya (putri) menggunakan jilbab, dan peserta didik
putera memakai celana panjang, dan banyak di madrasah swasta yang menggunakan
peci. Dalam kegiatan pembelajaran madrasah swasta yang terintergrasi dengan
pesantren maka diterapkan sistem segregasi, artinya ada pemisahan antara laki-laki
dan perempuan, baik itu dalam bentuk kelas yang memang terpisah, dipisah dengan
satir meskipun dalam satu kelas, dan ada yang menerapkan untuk siswa
pembelajaranya dilaksanakan di pagi hari dan untuk siswi pembelajaranya
dilaksanakan di sore hari.
Salah satu bentuk upaya dalam mewujudkan hal tersebut adalah,
pengembangan kurikulum madrasah secara terpadu, dengan menjadikan ajaran dan
nilai-nilai Islam sebagai petunjuk dan sumber konsultansi bagi pengembangan
berbagai mata pelajaran umum, yang operasionalnya dapat dikembangkan dengan
cara mengimplisitkan ajaran dan nilai-nilai Islam kedalam bidang studi IPS, IPA dan
sebagainya, sehingga kesan dikotomis tidak terjadi. Model pembelajaran bisa
dilaksanakan melalui team teaching, yakni guru bidang IPS, IPA atau lainnya bekerja
sama dengan guru pendidikan agama Islam untuk menyusun desain pembelajaran
secara konkret dan detail, untuk di implementasikan dalam kegiatan pembelajaran.
Hal tersebut juga diamini oleh Majid, ia mengatakan dengan melihat masa depan yang
penuh dengan tantangan sudah barang tentu tidak bisa menyesuaikan permasalahan
jika pendidikan Islam tersebut masih terkait dengan dikotomi. Berkenaan dengan itu
perlu diprogramkan upaya pencapaiannya, mobilisasi pendidikan Islam tersebut,
dengan melakukan rancangan kurikulum, baik merancang keterkaitan ilmu agama dan
umum maupun merancang nilai-nilai Islami pada setiap pelajaran; personifikasi
pendidik di lembaga pendidikan sekolah Islam, sangat dituntut memiliki jiwa
keislaman yang tinggi, dan lembaga pendidikan Islam dapat merelisasikan konsep
kerikulum pendidikan Islam seutuhnya (Majid, 2012).
Kurikulum PAI di madrasah bertujuan untuk mengantarkan peserta didik
menjadi manusia unggul dalam beriman dan bertakwa, berakhlak mulia,
berkepribadian, menganalisa ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu
mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kurikulum madrasah secara garis besar, mata pelajaran Agama dibagi ke dalam
beberapa sub mata pelajaran, yaitu Al-Qur’an-Hadist, AkidahAkhlak, Fikih, Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI), dan ditambah dengan pelajaran Bahasa Arab, mulai
Madrasah Ibtida’iyyah (MI) hingga Madrasah Aliyah (MA), sehingga porsi mata
pelajaran pendidikan Agama Islam lebih banyak. Sementara di sekolah yang notabene
non-madrasah, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam hanya satu, dan porsinya
hanya dua sampai empat jam dalam seminggu. Namun demikian di dalamnya pada
dasarnya juga meliputi Al-Qur’an dan Hadits, keimanan (akidah), akhlak, ibadah-
syari’ahmu’amalah (fikih), dan sejarah kebudayaan Islam (Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi,
2012).
Dalam pengembangan PAI di Madrasah, terdapat semilan prinsip antara lain
(Addaroini, 2020) :
1) Prinsip peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-ni-
lai budaya.
2) Prinsip keyakinan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat berpengaruh pada
sikap dan arti kehidupannnya. Keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur
dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami dan diamalkan oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari.
3) Prinsip berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan pe-
serta didik serta tuntutan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan tanggung jawab.
4) Prinsip keseimbangan antara etika, logika, estetika dan kinestetika. Kurikulum
hendaknya menaruh perhatian terhadap siswa agar mampu menjaga keseim-
bangan dalam proses dan pengalaman belajar yang meliputi etika, logika, es-
tetika dan kinestetika, sehingga siswa akan menjadi seseorang yang terhormat,
cerdas, rasional dan unggul.
5) Prinsip penguatan integritas nasional. Prinsip ini dimaksudkan untuk
menanamkan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara majemuk, tetapi
keanekaragaman itu tidak boleh membuat perpecahan, karena meskipun
berbeda tetapi tetap satu jua, sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Keenam adalah prinsip prinsip pengetahuan dan teknologi informasi. Kuriku-
lum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologi terus berkembang, sehingga kurikulum mendorong siswa untuk
mampu mengikuti dan memanfaatkan secara tepat ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut agar siswa memiliki kemampuan untuk berpikir dan belajar
dengan baik.
6) Prinsip pengembangan keterampilan hidup. Prinsip ini mengembangkan empat
keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik yang sesuai dengan
kebutuhan di lingkungan sekitarnya, yaitu keterampilan diri (personal skill),
keterampilan berpikir rasional (thinking skills), keterampilan akademik (aca-
demic skills) dan keterampilan vokasional (vocational skills). Dengan keter-
ampilan tersebut, setelah siwa tersebut lulus sekolah, dapat mempertahankan
hidupnya sesuai dengan pilihan masingmasing individu.
7) Prinsip pilar pendidikan, yang dijadikan prinsip pengembangan kurikulum di
madrasah, yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning
to live together.
8) Prinsip kontinyuitas atau berkesinambungan. Kurikulum harus disusun secara
berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-aspek, materi dan bahan ka-
jian disusun secara berurutan. Oleh karena itu, pengalaman belajar yang dise-
diakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan antar kelas, antar jen-
jang pendidikan, antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
9) Prinsip belajar sepanjang hayat atau long life education. Kurikulum di
madrasah diarahkan kepada pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan
keterkaitan unsur-unsur pendidikan formal, in-formal dan nonformal dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang.

E. Kurikulum PAI Sekolah


Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, dalam hal ini adalah sekolah
umum, terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek Al-Qur’an-Hadits, keimanan atau
aqidah, akhlak, fiqih dan aspek tarikh (sejarah Islam). Meskipun masing-masing
aspek di atas dalam prakteknya saling mengaitkan atau terkait serta saling mengisi
dan melengkapi, tetapi jika dilihat secara teoritis, masingmasing memiliki
karakteristik tersendiri [12, p. 45]. Aspek Al-Qur’an-Hadits menekankan kepada
kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual serta
mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Aspek Aqidah
menekankan kepada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan atau
keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Asma’ul Husna.
Aspek Akhlak menekankan kepada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji
dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari. Aspek Fiqih menekankan
pada kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik.
Sedangkan aspek Tarikh menekankan pada mengambil ‘ibrah (hikmah) dari
peristiwa-peristiwa bersejarah dalam masyarakat Islam, meneladani tokoh-tokoh
berprestasi dan mengaitkannya dengan fenomenafenomena sosial, budaya, politik,
ekonomi, iptek dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban
Islam.
Secara normative Pendidikan Islam (PAI) di sekolah umum sebagai
refleksi pemikiran pendidikan Islam, sosialisasi, internalisasi, dan rekontruksi
pemahaman ajaran dan nilai-nilai Islam. Secara praktis PAI bertujuan
mengembangkan kepribadian muslim yang memiliki kemampuan kognitif, afektif,
normatif, dan psikomotorik, yang kemudian diejawantahkandalam cara berfikir,
bersikap, dan bertindak dalam kehidupannya (Hamami, 2006). Sehingga
diharapkan dengan pembelajaran PAI dapat menjadikan peserta didik mampu
mengembangkan kepribadian sebagai muslim yang baik, menghayati dan
mengamalkan ajaran serta nilai Islam dalam kehidupannya. Dan kemudian PAI
tidak hanya dipahami secara teoritis, namun dapat diamalkan secara
praktis.Pendidikan Agama Islam di sekolah pada dasarnya lebih diorientasikan
pada tataranmoral action, yakni agar peserta didik tidak hanya berhenti pada
tataran kompetensi (competence), tetapi sampai memiliki kemauan (will),
dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut
dalam kehidupan sehari-hari (Muhaimin, Rekontruksi Pendidikan Islam, 2009)
Dalam tataran di lapangan, menurut Hasbi Ashi-Shidiqi, aspek kajian PAI
meliputi, (1) Tarbiyah Jismiyah, yaitu segala rupa pendidikan yang wujudnya
menyuburkan dan menyehatkan tubuh serta menegakkannya, supaya dapat merintangi
kesukaran yang dihadapi dalam pengalamannya, (2) Tarbiyah ‘Aqliyah, yaitu
sebagaimana rupa pendidikan dan pelajaran yang akibatnya mencerdaskan akal dan
menajamkan akal, (3) Tarbiyah Adabiyah, yaitu segala rupa praktek maupun berupa
teori yang wujudnya meningkatkan budi dan meningkatkan perangai (Majid &
Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, 2005)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kurikulum pendidikan di pesantren diklasifikasikan menjadi empat, yaitu pesantren
yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik
yang hanya memiliki sekolah keagamaan maupun yang juga memiliki sekolah umum,
pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan agama dalam bentuk madrasah
diniyah, pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian, dan terakhir adalah
pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan
mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum, meski tidak menerapkan kurikulum nasional.
Madrasah merupakan suatu lembaga pendidikan yang lebih menekankan pada
pendidikan agama. Kurikulum PAI di Madrasah memiliki suatu hal yang lebih pokok yang
memang diharapkan dan bukan hanya dalam target tujuan PAI tapi juga sebagai pendidikan
yang lahir dari agama islam diharapkan dapat berkompetensi jasmani dan rohani, artinya
berkompetensi dalam hal sikap, skill, pengetahuan secara afektif, kognitif, psikomotorik
sesuai dengan ajaran agama Islam dalam aspek jasmani.
Kurikulum PAI di sekolah terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek AlQur’an, Hadits,
keimanan atau aqidah, akhlak, fiqih (hukum Islam) dan aspek Tarikh (sejarah). Dalam sejarah
pendidikan di Indonesia, aspek-aspek pendidikan Islam telah mengalami berbagai perubahan
dan perbaikan. Hal ini disebabkan oleh kebijakan (policy) yang pernah diberlakukan dari satu
pemerintah ke pemerintahan lain.
DAFTAR PUSTAKA

Addaroini, R. (2020). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren, Madrasah


dan Sekolah. Prosiding Pascasarjana.
Al-Syaibany, O.-T. (1984). Falsafah Pendidikan Islam (Terj. Hassan Langgulung). Jakarta:
Bulan Bintang.
Aly, A. (2011). Pendidikan Islam Multikulturalisme di Pesantren; Telaah Kurikulum Pondok
Pesantren Islam Assalam Surakarta. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Daradjat, Z. (1996). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamami, T. (2006). Pemikiran Pendidikan Islam.
Majid, A. (2012). Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Majid, A., & Andayani, D. (2005). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Muhaimin. (2009). Rekontruksi Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhaimin. (2012). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja
Grafindo.
Muhaimin. (2012). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Nasir, M. (2005). Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal : Pondok Pesantren di Tengah
Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Saleh, I., Sopiansyah, D., & Ruswandi, U. (2022). Pendidikan Agama Islam Dalam
Kurikulum Nasional. Jurnal Dirosah Islamiyah.
Sunandar, D. (2021, Januari). Pendidikan Agama Islam Dalam Kurikulum Nasional. Al
Amar, 2.
Thoha, C., & Mu'thi, A. (1998). Proses Belajar Mengajar PBM-PAI di Sekolah. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.

Anda mungkin juga menyukai