Panduan, Monitoring, Evaluasi, Rencana Tindak Lanjut Kasus Hepatitis B di Puskesmas
A. Evaluasi Kasus Hepatitis B di Puskesmas
Tantangan pembangunan kesehatan yang kompleks berdampak pada peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu terutama pada pelayanan kesehatan yang bermutu beban ganda penyakit(peningkatan dua sisi antara penyakit infeksi dan penyakit tidak menular). Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung memiliki tugas antara lain evaluasi di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit menular langsung sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hepatitis B merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang dapat menyebabkan masalah serius pada kesehatan. Berdasarkan Riskesdas, 2013 Prevalensi Virus Hepatitis B di Indonesia berkisar 7,1% atau sekitar 18 juta dan virus Hepatitis C berkisar 1,01% atau sekitar 2,5 juta.
1. Evaluasi Program Imunisasi Hepatitis B di posyandu dan puskesmas.
Rekomendasi WHO untuk mencantumkan vaksinasi Hepatitis B sebagai program wajib diharapkan dapat menurunkan persentase prevelensi penyakit tersebut. Di Indonesia vaksin Hepatitis B yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) adalah vaksin rekombinan atau vaksin plasma derived 10 mg. Kenyataan yang ada di Indonesia banyak faktor yang mempengaruhi tingkat imunisasi sehingga dapat memungkinkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit. Di antaranya adalah cakupan imunisasi rendah, ketidaklengkapan dosis imunisasi, bahkan nihilnya program imunisasi pada bayi-bayi tersebut. Pada data karakteristik balita Kabupaten Asahan Sumatera hanya terdapat 23% yang dilahirkan di sarana kesehatan dan sebanyak 77% dilahirkan di rumah dengan sarana dukun bersalin. Tidak lengkapnya pemerolehan imunisasi HB1 hingga HB 3 dengan data sebanyak 37% hanya tahap HB2, 2% tahap HB1, 3% tidak imunisasi, dan yang lengkap hingga HB3 sebanyak 58%. Imunisasi dasar seperti imunisasi Hepatitis perlu dilakukan agar dapat melindungi bayi dari ancaman penyakit tersebut.namun lebih dari 74% ibu kurang mengetahui cara penularan serta akibatnya. Dengan adanya problematika tersebut perlu adanya solusi dengan menerapkan sosialisasi dan penyuluhan terkait bahaya, cara penanggulangan serta tempat pelayanan kesehatan imunisasi Hepatitis B. 2. Evaluasi Sistem Surveilans Hepatitis B pada Ibu Hamil di Puskesmas. Pencatatan dan pelaporan data pemeriksaan hepatitis B menggunakan form 9B. Di dalam form tersebut terdapat beberapa parameter pemeriksaan diantaranya HbsAg Anti HBs, niilai SGPT, Anti Hbe, Anti HbeAg, HBV DNA. Dari hasil pengambilan sample data ditemukan bahwa ada beberapa petugas surveylans yang mengeluh terkit kolom yang kecil dan terlalu panjang atau pendek sehingga terdapat banyak kesalahan pengisian form. B. Rencana Tindak Lanjut Kasus Hepatitis B di Puskesmas Pelaksanaan upaya pencegahan dan pengendalian hepatitis dilakukan menurut tata kelola penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia sesuai dengan UU Nomer 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Hepatitis B dan C dalam Era New Normal. Upaya P2 Hepatitis B menyasar pada 2 populasi yaitu populasi berisiko tingi dan populasi rentan yaitu Ibu hamil dan bayinya, dan tenaga kesehatan. Terdapat rencana tindak lanjut terkait kasus Hepatitis B di puskesmas terkait advokasi, sosialisasi, Promosi Kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Hal berikutnya sebagai rencana tindak lanjut kasus hepatitis B di puskesmas adalah perlindungan khusus sebagai bentuk upaya yang dilakukan agar masyarakat terlindungi dari penularan hepatitis termasuk pemberian imunisasi, profilaksis paripartum, kewaspadaan universal berupa kedisiplinan dalam resiko pajanan darah dan cairan tubuh infeksius, pemeriksaan ko-infeksi Hepatitis D. Melakukan deteksi dini terhadap penyakit Hepatitis B dengan aktif melalui pemeriksaan langsung ibu hamil ke instansi kesehatan maupun deteksi dini secara pasif dengan penemuan kasus penderita hepatitis B pada ibu hamil di fasilitas kesehatan dengan gen jejaring layanan kesehatan. Pengobatan khusus dilakukan dengan merujuk pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).