Anda di halaman 1dari 262

KATA PENGANTAR

Penelitian tindakan kelas (PTK) menjadi perhatian para ahli pendidikan dunia, seiring dengan
perubahan pola pandang masyarakat terhadap profesi pendidikan sebagai profesi yang tidak
lagi inferior. Dewasa ini, para praktisi pendidikan berupaya memposisikan prosesi guru
sebagai prosesi yang sejajar dengan profesi-profesi yang lainnya. Kalau dulu guru dianggap
sebagai semiprofesi, saat ini profesi guru sedang digiring untuk menjadi profesi yang utuh.
Selain itu, PTK diperhatikan oleh para peneliti, berhubung penelitian ini mampu menawarkan
cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam
proses belajar mengajar di kelas.
Hakikat penelitian tindakan kelas adalah sebuah upaya peningkatan dan pengembangan
profesionalisme seorang guru dalam menjalani pekerjaannya. PTK berkait erat dengan
persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Oleh karena itu,
kehadiran buku yang berkenaan dengan hal tersebut mutlak dibutuhkan. Buku yang ada di
tangan pembaca adalah salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Di dalam
buku ini dibahas masalah penelitian tindakan kelas, walaupun tidak terlalu mendalam dan
masih banyak kekurangan. Walau begitu, insya Allah buku ini dapat membantu pembaca
untuk memahami perihal PTK. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku
ini, kami ucapkan terima kasih dan berdoa kepada Allah agar memberikan pahala yang
banyak.

Jakarta, 18 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Kata Pengantar Penulis

Bab 1: Pendahuluan : Sejarah dan Latar Belakang Penelitian Tindakan Kelas


A. Sejarah PTK
B. Perkembangan penelitian tindakan kelas di Indonesia
C. Dasar Hukum penelitian tindakan

Bab 2: Guru sebagai Peneliti dan Profesional


A. Sekolah sebagai pusat penyelidikan: menuju profesionalisme baru
B. Guru sebagai peneliti: otonomi inkuiri
C. Kendala dalam penelitian tindakan kurikulum
D. Guru sebagai praktisi reflektif
E. Guru sebagai profesional reflektif
F. Mempromosikan profesionalisme guru
G. Pendidikan dan pengajaran sebagai profesi
H. Penelitian tindakan dan profesional reflektif-guru
I. Kesimpulan

Bab 3: Konsep Penelitian Tindakan Kelas


A. Pengertian PTK
B. Type dan model PTK
C. Tujuan dan Manfaat PTK
D. Prinsip dan karakteristik PTK
E. Syarat melakukan PTK
F. Tahapan-tahapan melakukan PTK
G. Kesimpulan

Bab 4: Metode Penelitian PTK : Observasi dan Naratif


A. Data Naratif
B. Pengamatan peserta
C. Pengamatan sekolah dan kelas: aide-memoire
D. Catatan anekdotal
E. Laporan kasus penelitian tindakan pendek
F. Analitik memo
G. Studi kasus
H. Catatan kasus / data kasus
I. Diary / jurnal
J. Jurnal dialog
K. Catatan lapangan
L. Alur perilaku kronik: catatan spesimen atau studi bayangan
M. Fotografi
N. Rekaman kaset video
O. Audio / rekaman slide-slide
P. Daftar periksa
Q. Log tindakan pribadi
R. Protokol analisis interaksi
S. Skala penilaian

Bab 5: Metode Penelitian PTK: Non-Observasional. Teknik Survei dan


Laporan Diri
A. Skala Sikap
B. Kuesioner
C. Wawancara
D. Teknik wawancara informan kunci
E. Teknik proyektif
F. Teknik sejarah hidup / karier
G. Jejak fisik

Bab 6: Analisis Wacana dan Metode Pemecahan Masalah


A. Analisis dilema
B. Analisis konten
C. Analisis dokumen
D. Analisis sosiometrik
E. Analisis episode
F. Seminar penyelidikan tindakan
G. Brainstorming
H. Diskusi kelompok
I. Survei masalah
J. Kelompok kecil: pesta kerja deliberatif
K. Ketua netral

Bab 7: Metode Penelitian Kritis-Reflektif dan Evaluasi


A. Triangulasi
B. Quadrangulation
C. Ulasan Collegial
D. Umpan balik kuliah
E. Profil pelajaran
F. Kursus pembelajaran / formulir evaluasi guru
G. Kritik kurikulum
H. Evaluasi wacana
I. Uji coba kritis

Bab 8: Proposal, Contoh Hasil dan Menganalisis Data PTK


A. Proposal Penelitian Tindakan Kelas
B. Contoh Hasil Penelitian Tindakan Kelas
BAB 1

PENDAHULUAN:

SEJARAH DAN LATAR BELAKANG PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Sejarah Penelitian Tindakan Kelas

Munculnya istilah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) diawali

dari adanya penelitian tindakan itu sendiri atau action research. Lahirnya rancangan

penelitian tindakan kelas dapat ditelusuri dengan kosep 5W + 1H (What, Who, Where,

When, Why dan How), dimana When akan menjelaskan kapan PTK pertama kali

muncul dan waktu perkembangannya, dimana PTK dirancang dan digunakan (Where),

siapa saja tokoh-tokoh penggagas PTK (Who), apa pendapat mereka tentang PTK

(What), kenapa PTK penting dilakukan (Why), dan bagaimana PTK dilaksanakan

(How).

1. Masa Peralihan abad 19 dan awal abad 20, The science in education tercermin

dalam buku-buku yang membahas metode ilmiah yang diterapkan untuk

pendidikan oleh Alexander Bain (Bain, 1879); Richard G. Boone, (Boone, 1904):

dan, terutama, Burdette Ross Buckingham tentang Penelitian untuk Guru

(Buckingham, 1926).

2. Periode Paradigma Pendidikan Eksperimentalis dan Progressiive, sebagai

Inspirator penelitian dalam ilmu pendidikan melalui pendekatan ilmiah yaitu

John Dewey (1910), seorang filsuf kelahiran Amerika Serikat (1859-1952)

dikenal sebagai pemikir dalam bidang pendidikan, dengan karya How We

Think dan The Source of a Science of Education. Beliau menerapkan metode

ilmiah induktif pemecahan masalah sebagai logika untuk solusi masalah di

bidang-bidang seperti filsafat estetika, psikologi dan pendidikan.

1
3. Periode Pergerakan Group Dinamik (the group Dynamics movement) pada

psikologi sosial dan hubungan manusia. Periode ini mulai menerapkan

penelitian tindakan pertama kali oleh Kurt Lewin (1940), Ia seorang ahli

psikologi social dan eksperimental dari Jerman. Lewin awalnya mengemukakan

istilah action research (penelitian tindakan) pada makalah-makalah yang

ditulisnya pada tahun 1946, yang antara lain berjudul Action Research and

Minority Problems, dan Characterizing action research as “a Comparative

Research un the Condition and Effect of Various Forms of social action and

Research Leading to social Action”.

Pada waktu itu, action research dipakai untuk mendeskripsikan penelitian

yang merupakan perpaduan antara pendekatan eksperimental dalam bidang

ilmu social dengan program tindakan social untuk menanggapi masalah social,

konflik, krisis, dan perubahan-perubahan dalam suatu organisasi. Tujuan yang

ingin dicapai oleh Lewin yaitu untuk mencari penyelesaian terhadap problem

social tersebut, seperti pengangguran atau kenakalan remaja yang berkembang

di masyarakat, hubungan antar kelompok, rekonstruksi sosial, prasangka,

kemiskinan dan berbagai masalah sosial lainnya yang menuntut respon ilmu

sosial.

Pada pertengahan 1940-an, Kurt Lewin membahas penelitian tindakan

sebagai bentuk penyelidikan eksperimental berdasarkan pada studi kelompok

yang mengalami masalah (Lewin, 1946; 1948). Lewin berpendapat bahwa

masalah sosial harus berfungsi sebagai lokus penelitian ilmu sosial. Dasar untuk

model Lewin adalah pandangan penelitian yang terdiri dari siklus tindakan

termasuk analisis, pencarian fakta, konseptualisasi, perencanaan, implementasi

dan evaluasi tindakan (Lewin, 1947a; 1947b). Lazarsfeld dan Reitz (1975)

2
menunjukkan bahwa Lewin menggunakan keahlian ilmiah sosialnya untuk

membantu salah satu muridnya Alfred Marrow, yang keluarganya memiliki

pabrik dengan perampok moral. Lewin membantu bukan hanya karena

kepentingan pribadi, tetapi penggunaan keyakinannya dalam teori-teorinya dan

keinginannya untuk menerapkannya dalam situasi kerja bagi Lewin itu adalah

studi tentang sikap individu dan keputusan yang dibuat dalam kelompok-

kelompok kecil, yang nantinya dapat dimanipulasi. , yang menarik minatnya.

Bahkan Marrow kemudian menulis biografi definitif tentang Kurt Lewin (Marrow,

1969) di mana dia menggambarkannya sebagai 'ahli teori praktis'. Lewin tertarik

di atas segalanya dalam dinamika kelompok dan konsep aksi dalam pengaturan

kelompok. Di negara asalnya Jerman, konsep tindakan (handlung) telah menjadi

sangat penting dalam ilmu-ilmu sosial, tetapi ini tidak terjadi di Amerika Serikat

sebelum perang. Sumbangan Lewin adalah penting karena, meskipun bukan

yang pertama menggunakan dan menulis tentang penelitian tindakan, dia

membangun sebuah teori yang rumit yang membuat penelitian aksi 'terhormat'

untuk para ilmuwan sosial.

penelitian tindakan mulai dianggap sebagai inovasi dalam penyelidikan

sosial. Lewin percaya bahwa sains harus memiliki fungsi bantuan sosial ini dan

dia menyatakan, penelitian yang menghasilkan apa pun kecuali buku tidak akan

cukup. (Lewin, 1948: 203) Penelitian tindakan digunakan dalam studi industri

(Jaques 1952; Whyte dan Hamilton, 1964) dan mengembangkan komitmen di

Amerika Serikat di Massachusetts Institute of Technology dan Pusat

Penelitiannya untuk “group dinamics” atau dinamika kelompok, dan melalui

hubungan dengan Insitute Tavistock of Human Relations di London. Banyak

proyek penelitian aksi telah dijelaskan dalam jurnal Tavistock Institute, Human

3
Relations. Wallace (Wallace, 1987) berpendapat bahwa penelitian tindakan

sebagaimana dipromosikan oleh pendekatan Tavistock membuka jalan bagi

'gaya intervensi eksak dari penelitian aksi kolaboratif saat ini menikmati

penggunaan yang luas; gaya yang menyoroti kekhawatiran kelompok sasaran

daripada para peneliti profesional. Sangat penting untuk mengakui gagasan

Lewin bahwa untuk memahami dan mengubah praktik sosial tertentu, ilmuwan

sosial harus menyertakan praktisi dari dunia sosial nyata dalam semua fase

penyelidikan. Komisi Hubungan Antar Masyarakat mensponsori banyak

kegiatan proyek selama tahun 1940-an dan 1950-an (Marrow, 1969). Sejumlah

penulis (Chein, Cook dan Harding, 1948) berpendapat bahwa Kurt Lewin adalah

“Founding Father” atau bapak pendiri penelitian tindakan.

4. Periode rekonstruksi Pasca Perang Dunia 2 atau Kegiatan pengembangan

kurikulum “Corey-era” di USA. Sejumlah penulis rekonstruksi sosial pasca-

perang mempromosikan dan memperjuangkan penggunaan penelitian tindakan

dalam pendidikan. Pada rentang 1949 – 1954, Stephen Maxwell Corey

mempelopori pemanfaatan penelitian tindakan kelas (Classroom Action

Research), publikasinya pada tahun 1949 yang berjudul “Action research,

fundamental research and educational practices”, pada tahun 1953 yaitu “Action

research to improve school practices” dan tahun 1954 “Action research in

education”. Menurut beliau, penelitian tindakan dalam bidang pendidikan adalah

penelitian yang dilakukan oleh praktisi agar mereka dapat meningkatkan

kegiatan praktiknya.

Corey adalah yang terdepan dalam memimpin gerakan ini, dan dia percaya

bahwa penelitian tindakan dapat secara signifikan mengubah dan memperbaiki

praktik kurikulum terutama karena praktisi akan menggunakan hasil

4
penyelidikan penelitian mereka sendiri. Minat sangat tinggi selama tahun 1950-

an dalam menggunakan tindakan penelitian sebagai strategi umum untuk

merancang kurikulum dan menyerang masalah kompleks, seperti hubungan

antarkelompok dan prasangka melalui proyek pengembangan kurikulum besar

(Taba, dkk., 1949: Taba, Brady dan Robinson, 1952). Periode ini disebut

sebagai “cooverative action research” atau era 'penelitian tindakan kooperatif'

(Verduin, 1967) dimana guru dan sekolah 'bekerja sama' dengan peneliti luar

dengan menjadi klien dan membuat siswa mereka dan guru tersedia untuk

penelitian.

Menjelang akhir tahun 1950-an, penelitian tindakan sedang menurun dan

menjadi sasaran meningkatnya serangan terhadap penelitian tindakan

(Hodgkinson, 1957). Dalam sebuah judul percakapan, 'Apa yang terjadi pada

penelitian tindakan?, Sanford (Sanford, 1970) menyatakan bahwa penurunan itu

secara langsung berkaitan dengan pemisahan antara sains dan praktek yang

didukung oleh pergerakan, dan menuju pergeseran menuju pembentukan

penelitian pendidikan ahli dan laboratorium pengembangan. Berita Ini menyoroti

pemisahan teori dan praktek, dan dimanifestasikan melalui strategi

pembangunan top-down dari model penelitian, pengembangan dan penyebaran

(RD&D or Research, Development and Dissemination Model) yang mengisolasi

para peneliti profesional dari jajaran pengajar. Pemisahan ini memiliki

konsekuensi negatif mencegah peneliti dari mempelajari masalah di lapangan,

terutama praktik-praktik inovatif.

5. Periode Gerakan Peneliti-Pendidik, termasuk mode baru evaluasi, dan

metodologi penelitian kualitatif dalam ilmu sosial (McKernan, 1988a). Gerakan

Peneliti-Pendidik menandai berakhirnya dari pandangan konvensional penelitian

5
kurikulum sebagai pekerjaan spesialis. Dikenal di Inggris oleh Lawrence

Stenhouse (Stenhouse, 1971; 1975) dan perhatian pedagogisnya, berdasarkan

Humanities Curriculum Project (1967-1972) di mana ia mengaitkan penelitian

guru dengan strategi ‘Neutral Chairperson' untuk menangani masalah

kontroversial. Pengaruh Stenhouse's tertuang dalam ‘An Introduction to

Curriculum Research and Development’, diterbitkan pada tahun 1975,

menawarkan sebuah berjudul 'Pendidik sebagai peneliti' di mana ia menyatakan

tesis utamanya bahwa semua pengajaran harus didasarkan pada penelitian

dimana penelitian dan pengembangan kurikulum merupakan pelestarian

Pendidik; kurikulum kemudian menjadi sarana untuk mempelajari masalah dan

efek dari penerapan garis pengajaran tertentu. Praktisi mendapatkan

peningkatan pemahaman tentang pekerjaannya dan dengan demikian

pengajaran dapat ditingkatkan. pada tahun 1976 didirikan suatu jaringan

penelitian tindakan kelas yang dinamakan classroom action research, yang

berpusat di Cambridge Institute.

Perkembangan Peneliti-Pendidik yang signifikan termasuk proyek pengajaran

Ford, yang pimpin oleh John Elliott dan Clem Adelman, menjadikan seorang

guru/pendidik sebagai pelaku penelitian tindakan; dan pekerjaan diseminasi dari

Classroom Action Research Network (CARN) dan the National Association for

Race Relations Teaching and Action Research (NARTAR).

Selanjutnya pada awal tahun 1980-an guru-guru di proyek John Elliot tersebut

memusatkan kegiatan pada “adanya kesenjangan antara mengajar untuk

pemahaman dan mengajar untuk kebutuhan”. Sejak saat itu, banyak perhatian

ditujukan pada PTK, karena semakin tingginya kesadaran guru akan manfaat

PTK. Di Amerika, muncul suatu keinginan untuk mewujudkan kolaborasi dalam

6
upaya mengembangkan profesionalisme antara pendidik dan tenaga

kependidikan. Gideonse (1983) mengemukakan bahwa restorasi terhadap

pendekatan penelitian perlu diadakan sehingga penelitian yang dilakukan

merupakan investigasi yang terkendali terhadap berbagai fase pendidikan dan

pembelajaran dengan cara refleksi dan sistematis.

Upaya kaloborasi ini dikenal sebagai tindakan atau Action research.

Selanjutnya Stephen Kemmis memikirkan bagaimana konsep Penelitian

Tindakan ini diterapkan pada bidang pendidikan (Kemmis,1982). Berpusat pada

Deakin University di Australia, Kemmis dan kolegannya telah menghasilkan

suatu seri publikasi dan materi pelajaran tentang Penelitian Tindakan,

Pengembangan Kurikulum, dan Evaluasi. Selanjutnya, artikel mereka mengenai

Penelitian Tindakan bermanfaat untuk pengembangan penelitian Tindakan

dalam bidang pendidikan. Karya dari Nixon (1981), Hopkins (1985), Carr dan

Kemmis (1986), Walker (1985) dan Winter (1989) telah menganjurkan sikap-

sikap yang kritis dan pada tahun 1990, Kongres Dunia Pertama tentang action

research diselenggarakan di Australia (Zuber-Skerritt, 1991).

B. Perkembangan Penelitian Tindakan Kelas di Indonesia

PTK di indonesia mulai dikenal pad akhir dekade 80-an. Oleh karena itu,

keberadaannya belum terlalu dikenal luas dan mapan. Keberadaannya sebagai salah

satu jenis penelitian masih sering menjadi pro dan kontra, terutama jika dikaitkna

dengan bobot keilmiahannya. Selama ini model penelitian di kelas berupa penelitian

kuantitatif, dimana paradigma lama beranggapan bahwa kelas hanya merupakan

lapangan tempat melakukan uji coba teori, tempat menyebarkan angket penelitian

tanpa ada usaha melibatkan guru sebagai tim peneliti, padahal guru merupakan kunci

7
keberhasilan metode pembelajaran yang hendak diujicobakan, guru yang mengetahui

kondisi di kelas.

Penelitian tindakan kelas muncul ke permukaan disaat adanya upaya-upaya

perbaikan mutu pendidikan mulai di canangkan, seperti proyek guru SD melalui

pendidikan guru sekolah dasar (PGSD). Mereka belajar melalui program-program

studi ke- SD-an dan reguler pada program pascasarjana LPTK seperti di Universitas

Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Negeri

Malang, dan beberapa LPTK lainnya.

Secara ringkas, rochiati wiriatmadja (2006) menyejarahkan perkembangan PTK di

Indonesia bahwa pada tahun 1994-1995, proyek PGSD memprogramkan penelitian

kebijakan dan penelitian tindakan dengan topik seputar sekolah dasar. Kemudian pada

tahun berikutnya 1996- 1997, proyek guru SD memprogramkan penelitian tindakan

kelas bagi dosen-dosen PGSD di seluruh indonesia bekerjasama dengan guru-guru

sekolah dasar. Kebijakan pemerintah membumikan PTK di indonesia sebagai salah

satu model penelitian bagi guru dalam upaya peningkatan kinerja dan perbaikan

proses pembelajaran mendapat moment penting setelah diundang-undangkan UU No.

14 tahun 2004 tentang guru dan dosen. Dimana sebelumnya telah dibuat Keputusan

menteri pendayagunaan aparatur negara no. 84 tahun 1993, keputusan bersama

menteri pendidikan dan kebudayaan dan kepala badan administrasi negara nomor

0433/p/1993, nomor 25 tahun 1993, keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan

RI nomor 025/O/1995, mempersyaratkan bagi seorang guru yang akan naik setingkat

lebih tinggi dari golongan sebelumnya dan seterusnya (sertifikasi) wajib bagi mereka

mengumpulkan angka kredit pengembangan profesi.

Peraturan pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang guru dan permendiknas nomor 16

tahun 2007 tentang standar kompetensi guru, yang menekankan kompetensi

8
profesional dengan memiliki kemampuan dibidang penelitian tindakan kelas. Dengan

munculnya PTK diharapkan akan menghapus paradigma seperti itu. Gurulah yang

lebih tahu permasalahan yang ada dikelasnya, yang pada gilirannya guru jugalah yang

berperan mencari solusinya. PTK saat ini merupakan sarana yang paling ampuh

dalam mencari solusi terhadap permasalahan dalam pembelajaran yang dialami guru.

C. Dasar Hukum Penelitian Tindakan Kelas

Ketentuan kenaikan pangkat dan jabatan guru diatur dalam Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana yang telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Peraturan kenaikan pangkat jabatan

fungsional guru dan kepala sekolah) diatur dalam Perment PANRB dan Peraturan

Bersuma Mendiknas dan Kepala BKN. Selanjutnya PermenPANRB dan Peraturan

Bersama Mendiknas dan Kepala BKN tersebut menetapkan aturan sebagai berikut

1. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

(PermenPANRB) No. 16 Tahun 2009 tanggal 10 November 2009 tentang

Jabutan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

2. Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepala BKN Nomor 03/V/PB/2010 dan

Nomor 14 Tahun 2010 tanggal 6 Mei 2010 tentang Peturjuk Pelaksanaan

Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Berdasar peraturan tersebut di atas, ditegaskan bahwa dalam pasal 42 : Peraturan

Bersama tersebut mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku efektif pada

tanggal 1 Januari 2013. Berdasarkan Buku 1 Pedoman Pengelolaan PKB

(Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) tahun 2012 yang diterbitkan oleh

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan dasar hukum atau

perundangan yang memayungi hal tersebut adalah sebagai berikut

9
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan

Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru

6. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan

Fungsional Pegawai Negeri Sipil;

7. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka

Kreditnya;

8. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan

Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya.

9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar

Kualifikasi dan Kompetensi Pengawas Sekolah

10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar

Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah;

11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar

Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru:

12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar

Kualifikasi dan Kompetensi Konselor;

13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem

Penjaminan Mutu Pendidikan

10
14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Sebagai implikasi dari peraturan dan ketentuan tersebut di atas mengharuskan

guru proaktif melaksanakan kegiatan pengembangarn diri melalui pelatihan dan

kegiatan kolektif guru. Salah satu cara yang dapat ditempuh guru agar dapat

meningkatkan mutu dan hasil belajar di kelas, serta tidak ketinggalan kenaikan

pangkat dan jabatannya, maka guru harus melakukan "Penelitian Tindakan Kelas"

(PTK).

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

mengamanatkan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional

pada jenjang Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Anak Usia

Dini pada jalur pendidikan formal. Sebagai pendidik profesional, guru diwajibkan

memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan

rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Untuk dapat menjadi sebagai pendidik profesional, memiliki kualifikasi akademik,

kompetensi, dan sertifikat pendidik guru harus melaksanakan tugas dan

tanggungjawab yang dipikulkan kepadanya, salah satu tugas dan tanggungjawab

guru adalah melaksanakan "Penelitian Tindakan Kelas" (PTK). Sebagai

konsekuensi dari peraturan dan ketentuan tersebut, maka menyebabkan

"Penelitian Tindakan Kelas" (PTK) semakin menjadi trend untuk dilakukan oleh

para profesional (guru) sebagai upaya untuk memecahkan masalah dan

peningkatan mutu di berbagai bidang umumnya dan bidang pendidikan khususnya

PTKbanyak dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi di dalam

kelas.

11
BAB 2

GURU SEBAGAI PENELITI DAN PROFESIONAL

A. Sekolah Sebagai Pusat Penyelidikan: Menuju Profesionalisme Baru

Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai melalui berbagai cara antara lain:

melalui peningkatan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, pelatihan

dan pendidikan, atau dengan memberikan kesempatan untuk menyelesaikan

masalah pembelajaran dan non pembelajaran secara profesional lewat penelitian

tindakan secara terkendali.

Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam

hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang

berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan

dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar,

2006: 130).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah

hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya,

dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus

dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas

keprofesionalannya. Menurut Suparlan (2008:93) menambahkan bahwa standar

kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu

pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor

16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru,

adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara

lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh

12
melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja

guru, yaitu :

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik,

perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan

pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi

yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi

indikator esensial sebagai berikut;

a. Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial:

memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip

perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan

prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta

didik.

b. Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan

untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami

landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran;

menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta

didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun

rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

c. Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar

(setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

d. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator

esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses

dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode;

menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan

13
tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil

penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran

secara umum.

e. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk

pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta

didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

2. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang

mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara

rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak

sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial;

bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai

dengan norma.

b. Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan

kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja

sebagai guru.

c. Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan

yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan

masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

d. Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku

yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku

yang disegani.

14
e. Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial:

bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas,

suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

3. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan

bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai

berikut:

a. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik

memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta

didik.

b. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama

pendidik dan tenaga kependidikan.

c. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali

peserta didik dan masyarakat sekitar.

4. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran

secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum

mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya,

serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap

subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:

a. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki

indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum

sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang

15
menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep

antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan

dalam kehidupan sehari-hari.

b. Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial

menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk

memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam

kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi :

1. Pengenalan peserta didik secara mendalam;

2. Penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun

bahan ajar dalam kurikulum sekolah

3. Penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan

dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta

tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan

4. Pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru

yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara

profesional (Ngainun Naim, 2009:60).1

Sekolah sebagai lembaga pendidikan dan juga sebagai pusat penyelidikan

harus mampu melakukan peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan

lainnya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi saat menjalankan tugasnya

akan memberi dampak positif.

Pertama, kemampuan dalam menyelesaikan masalah pendidikan yang nyata

akan semakin meningkat.

1 http://www.multimedia.smktarunabhakti.net/blog/2015/06/22/4-kompetensi-yang-harus-di-

miliki-guru-profesional/

16
Kedua, penyelesaian masalah pendidikan dan pembelajaran melalui sebuah

investigasi terkendali akan dapat meningkatkan kualitas isi, masukan, proses,

dan hasil belajar.

Ketiga, peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan

lainnya.

Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu

keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan

dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Dengan demikian,

guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan

untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi

pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial

maupun akademis. Suatu pekerjaan profesional menurut Moh. Ali (Kunandar,

2007:47) memerlukan persyaratan khusus, yakni menuntut adanya keterampilan

berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam, menekankan

pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya;,

menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai, adanya kepekaan terhadap

dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya dan memungkinkan

sejalan dengan dinamika kehidupan.

Guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-

tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Selain itu

juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh

pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan

melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua,

masyarakat, bangsa, negara dan agamanya. Guru profesional mempunyai

tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual. Tanggung jawab

17
pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya,

mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung

jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dari lingkungan sosial serta

memiliki kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan

melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang

diperlukan untuk menunjang tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral

diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya

senantiasa tidak menyimpang dari norma agama dan moral.2

B. Guru sebagai peneliti: otonomi inkuiri

Perspektif teori baru tentang belajar dan mengajar (Vygotsky 1978; Lave

1988; Lave dan Wenger 1990; Valsiner 1994, Rogoff 1994; Wertsch 1994)

pengetahuan memiliki suatu perubahan sosial dan tidak mungkin melepaskan diri

dari kaitannya dengan pengalaman. Dari suatu tela’ah mengajar dan belajar

merupakan bagian dari suatu proses interaktif dan hasil dalam formasi

pengetahuan jenis khusus.

Penelitian merupakan aktivitas lain melalui belajar orang. Penelitian juga

terjadi dalam suatu setting sosial sesuai dengan aturan yang disetujui secara

kultural yang mengatur melakukan penelitian dan bagaimana melakukannya.

Secara tradisional, penelitian merupakan suatu aktivitas belajar terbatas bagi staf

universitas dan staf lainnya dengan kualifikasi yang disetujui.

Gagasan guru sebagai peneliti disponsori oleh Stenhouse (1975: 42 dalam

Crawford & Adler, 1996: 1194) dan perdebatan kurikulum dari waktu antara model

2 https://www.kompasiana.com/7khusfatun_khasanah-./55003221a33311926f510563/peran-

ptk-dalam-meningkatkan-profesionalisme-guru

18
sasaran dan proses. Belakangan meminta rekonseptualisasi pengembangan

kurikulum termasuk guru.

Kini istilah penelitian tindakan secara luas digunakan untuk menggambarkan

proses investigasi dan inkuiri yang dilakukan dengan maksud untuk merubah

praktik profesional atau institusi sosial melalui partisipasi aktif dan transformatif

perkerjaan ini dalam suatu setting khusus dalam proses penelitian. Tujuan utama

proyek sebagian besar penelitian tindakan adalah generasi pengetahuan antara

setting orang dalam organisasi atau institusional yang dapat bertindak – dapat

digunakan sebagai basis untuk tindakan sadar (dengan sengaja). Dalam penelitian

tindakan hubungan tradisional antara peneliti dan subjek investigasinya

mengaburkan. Pengetahuan yang dihasilkan diberi kuasa dalam perubahan praktik

dan kesadaran peneliti/praktisi. Bentuk penelitian ini nampaknya secara khusus

tepat bagi guru yang bertanggung jawab secara profesional untuk berubah melalui

belajar.3

Pembelajaran dengan inkuiri menekankan pentingnya siswa

mengembangkan keterampilan proses belajar secara ilmiah.

Landasan pembelajaran ini adalah konstruktivisme, dimana siswa harus

membangun sendiri sistem pengetahuannya melalui penyelidikan ilmiah dengan

bimbingan dan difasilitasi oleh guru. Pembelajaran dengan inkuiri sesungguhnya

membantu siswa menerapkan kerangka berpikir dan metode ilmiah dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian siswa dididik

untuk menjadi produsen ilmu dan bukan sebagai konsumen ilmu.

3 https://media.neliti.com/media/publications/138125-ID-sekolah-unggulan-pendekatan-

pengembangan.pdf

19
Sebagai aplikasi kerangka berpikir dan metode ilmiah, pembelajaran inkuiri

memfasilitasi siswa untuk mengembangkan sistem pengetahuan mereka melalui

penyelidikan ilmiah. Langkah-langkahnya siswa perlu dihadapkan pada masalah

nyata yang bersifat akademis, siswa belajar mengembangkan kerangka berpikir

dan hipotesis, siswa belajar mengembangkan berbagai alternatif metode berpikir

dan atau metode kerja untuk mendukung kebenaran hipotesis yang diajukan, dan

dengan dukungan data yang diperoleh, siswa kemudian membuat kesimpulan hasil

penyelidikan.

Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa pembelajaran dengan inkuiri

adalah suatu strategi pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk

mengaplikasikan prinsip-prinsip dan prosedur berpikir ilmiah melalui kegiatan

penyelidikan/penelitian ilmiah dan penelitian alamiah.

Ada tiga prinsip mengapa pembelajaran dengan inkuiri dikembangkan,

Santyasa (2009) yaitu :

1. Manusia mempunyai sifat ingin tahu yang alamiah,

2. Pengetahuan yang bermakna bersifat prosedural dan tentatif, dan

3. Manusia cenderung mengembangkan kemandirian.

Implikasi dari ketiga prinsip ini adalah

Pertama, krena sifat ingin ahunya, manusia cenderung selalu bertanya atau

selalu memiliki masalah dalam hidupnya. Pertanyaan dan masalah yang

dihadapi oleh manusia inilah yang mengharuskannya melakukan eksplorasi

atau penggalian informasi terhadap lingkungannya. Upaya ini mengarahkan

manusia untuk melakukan penyelidikan atau penelitian baik secara ilmiah

ataupun alamiah. Karena itu manusia perlu mengembangkan prosedur

berpikir dan bekerja secara ilmiah dan alamiah.

20
Kedua, karena pengetahuan atau ilmu itubersifat procedural dan tentatif,

maka tidak ada satupun penjelasan dan pediksi keilmuan yang bisa diterima

bersifat absolut. Penjelasan keilmuan itu haruslah terus dikembangkan dan

disempurnakan. Maka manusia perlu terus melakukan eksplorasi dan kajian.

Di sinilah manusia belajar melengkapi dan menyempurnakan sistem

pengetahuannya yang bersifat alamiah dan ilmiah.

Ketiga, karena manusia cenderung mengembangkan kemandirian, maka

dalam usahanya melakukan penyelidikan ilmiah dan alamiah manusia juga

megembangkan otonomi dan sikap ilmiah. Kerangka berpikir yang sangat

ilmiah seperti inilah yang mendorong perlunya para siswa dibekali

keterampilan kerja ilmiah dalam rangka membangun dan mengembangkan

sistem pengetahuan mereka yang bersifat ilmiah dan alamiah.

Pembelajaran inkuiri dengan demikian memiliki beberapa karakteristik yang

relevan dengan prosedur metode ilmiah, antara lain sebagai berikut.

Pertama, pembelajaran inkuiri menghadapkan siswa pada masalah-

masalahnyata yang bersifat akademis yang pengkajiannya akan

memberikan manfaat pada penemuan baru ilmu pengetahuan dan teknologi

yang bermakna paling tidak bagi siswa. Penemuan baru di sini tidak harus

benar-benar baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Penemuan baru

ini bisa juga berarti bagi siswa itu sendiri.

Kedua, pembelajaran inkuiri memfasilitasi siswa melakukan penyelidikan-

penyelidikan baik secara aamiah maupun ilmiah. Penyelidikan di sini tidaklah

semata-meta melakukan pnelitian lapangan, namun bisa juga melalui kajian

pustaka, bisa juga melalui kerja eksperimen dilaboratorium, dan bisa juga

21
melalui simulasi penelitian yang menjadikan sumber data (biasanya kajian

ilmu sosial dan humaniora).

Ketiga, pemberian inkuiri mengembangkan keterampilan proses ilmiah pada

siswa.

Keempat, pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang didukung secara

utuh oleh kegiatan-kegiatan belajar mandiri (self-directed learning),

pembelajaran yang aktif dan partisipatif, serta pembelajaran secara

kooperatif dan kolaboratif.

Kelima, pembelajaran inkuiri juga mementingkan usaha refleksi pengalaman

belajar dalam rangka membeimbing siswa menyempurnakan prosedur

belajarnya, penyempurnaan strategi kognitifnya, dan menyempurnakan

hasil-hasil belajarnya.

Keenam, pembelajaran inkuiri memiliki standar hasil belajar yang tinggi,

yaitu berupa kemampuan berpikir dasar, kritis, kreatif, kemampuan

memecahkan masalah, menghasilkan produk—produk penelitian,

tanggungjawab, dan sikap ilmiah, keterampilan-keterampilan proses kerja

ilmiah, dan keterampilan sosial yang relevan.4

C. Kendala Dalam Penelitian Tindakan Kurikulum

Maju mundurnya suatu negara sangat ditentukan oleh kemajuan di bidang

pendi-dikan. Oleh karena itu setiap negara senantiasa berusaha secara terus

menerus untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan di

negaranya. Salah satunya dengan perubahan dan penyempurnaan kurikulum yang

4 http://education-mantap.blogspot.com/2013/06/pembelajaran-dengan-inkuiri.html

22
berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan di setiap jenjang dan

jenis pendidikan. Pemberlakuan kuriku-lum baru juga merupakan salah satu upaya

untuk memperbaiki proses penyelenggaraan pendidikan di suatu negara agar tidak

tertinggal jauh dari negara lain (Olivia, 1992 : 3).

Kurikulum Menurut Ralp Tyler dalam S. Nasution (2012: 6), pengembangan

kurikulum ditentukan oleh 4 aspek, yaitu

a. Aspek filosofis,

b. Aspek sosiologis,

c. Aspek psikologis, dan

d. bahan pelajaran.

Kurikulum disusun untuk memujudkan tujuan pendidikan nasional yang

disesuaikan dengan perkembangan peserta didik sesuai dengan perkembangan

lingkungan. Sehingga kurikulum terus berubah sesuai dengan perkembangan

lingkungan. Kurikulum sebagai suatu sistem memiliki komponen- komponen yang

saling berkaitan yang menjadi dasar utama dalam upaya mengembangan sistem

pembelajaran. Komponen dalam kurikulum terdiri dari beberapa hal yakni,

Tujuan, Metode, Organisasi, dan Evaluasi. (Oemar Hamalik, 2009: 24)

Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan

bahwa kurikulum merupakan rangkaian rencana dan pengaturan mengenai isi dan

bahan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang

disesuikan dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum memiliki komponen-

komponen terdiri dari beberapa hal, yakni :

a. Tujuan kurikulum,

b. Metode kurikulum,

c. Organisasi kurikulum, dan

23
d. Evaluasi kurikulum.5

Seiring dengan berlakunya kurikulum di negara kita, yaitu kurikulum yang

operasi-onalnya disebut KTSP, maka setiap komponen yang terlibat di dalam

sistem pendidikan umumnya dan pembelajaran khususnya ikut berbenah dalam

rangka melaksanakan semua yang dianjurkan dalam kurikulum baru tersebut. Tidak

terkecuali guru sebagai pemegang peran utama dalam proses pembelajaran.

Meskipun telah terjadi perubahan paradigma dari teacher centered ke student

centered, namun bukan berarti guru tugasnya menjadi ringan, tetapi justru guru

sebagai motivator dan ”perancang” proses pembelajaran mendapatkan beban yang

lebih berat.

Pada kenyataannya, tidak semua guru memiliki kemampuan yang diharapkan

dapat menjadi modal dalam menyukseskan pelaksanaan KTSP. Hal ini disebabkan

sebagian guru di negara kita memiliki beban tugas yang relatif banyak, bukan hanya

menyangkut persiapan pembelajaran, melainkan juga tugas-tugas lain yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu yang sama, sehingga tidak ada waktu yang

tersisa untuk memikirkan hal-hal lain yang berkenaan dengan peningkatan

profesionalnya sebagai guru. Rutinitas mengajar yang monoton membuat guru

menjadi jenuh dan kehilangan kreativitas dalam menuangkan buah pikirannya, baik

dalam bentuk karya ilmiah maupun penelitian sederhana. Oleh karena itu perlu

adanya kegiatan-kegiatan yang mampu mengkondisikan guru untuk berkarya dan

mengembangkan diri.

Sebagai guru senantiasa dituntut untuk mengembangkan diri. Apalagi dengan

adanya program sertifikasi yang mengharapkan setiap guru menjadi lebih

5
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/risalah/article/viewFile/9534/9183

24
profesional. Salah satu aktivitas yang harus dapat dilakukan guru untuk

menunjukkan keprofesional-annya adalah dengan melakukan penelitian. Banyak

jenis penelitian yang dapat dilakukan, tetapi yang paling tepat dilakukan seorang

guru adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Melalui PTK ini diharapkan guru

mampu memberikan sumbangsih terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas

pembelajaran di kelas yang bermuara pada peningkatan prestasi belajar Peserta

Didiknya. 6

D. Guru Sebagai Praktisi Reflektif

Refleksi adalah aktivitas pembelajaran berupa penilaian atau umpan balik

peserta didik terhadap guru setelah mengikuti serangkaian proses belajar mengajar

dalam jangka waktu tertentu. Refleksi juga dapat diartikan sebagai aktivitas peserta

didik yang berisi ungkapan perasaaan, pesan dan kesan atas pembelajaran yang

telah diikuti.Sebagai praktisi reflektif, maka guru harus mau “melihat” dirinya sendiri.

Mau melakukan refleksi dan introspeksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah

dilakukannya7. Mau mendengar saran dan kritik baik dari pengawas,

Kepala Sekolah, sesama guru bahkan peserta didik. Seorang guru reflektif

selalu melihat dari sisi positif setiap saran dan kritik. Dia menjadikannya sebagai

sarana untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas kinerja. Tidak pernah

berhenti terus menelaah apakah pembelajaran yang dilakukannya mampu

mengantarkan peserta didik menguasai kompetensi yang diharapkan? Apa kendala

yang dihadapi peserta didik selama pembelajaran? Bagi seorang guru reflektif,

6http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/ppm-ptk-anyar.pdf
7https://www.inirumahpintar.com/2016/10/pengertian-tujuan-manfaat-refleksi-dalam-

pembelajaran.html

25
kendala yang dihadapi tidak membuat semangatnya menjadi menurun, tapi justru

menjadikannya seagai tantangan sekaligus peluang untuk memperbaikinya.

Guru reflektif tidak selalu merasa puas terhadap pembelajaran yang telah

dilakukannya, tidak merasa apa yang dilakukannya sudah sempurna sehingga dia

bersifat statis dalam mengajar. Guru reflektif berani jujur terhadap kekurangan

dirinya dalam melaksanakan pembelajaran. Guru reflektif terbuka terhadap

perubahan, mau belajar dan menerima nilai-nilai baru. Mau bergabung organisasi

profesi sebagai wahana untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya.

Mau berbagi gagasan dan pengalamannya dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran (best practices). Best practices dapat menambah wawasan sekaligus

informasi yang bermanfaat bagi rekan-rekan sejawatnya.

E. Guru Sebagai Profesional Reflektif

“if we are to become more effective teachers, we need to become more

reflective teachers. To be reflective we need to articulate our theories of learning,

critically examine them and replace those parts which, we suspect or, better still,

can show do not work” (Karen Hinett, 1996: 30)

“Jika kita ingin menjadi guru yang efektif, kita perlu menjadi guru yang reflektif.

Untuk menjadi guru yang reflektif, kita perlu mencurahkan, mengkritisi dan akhirnya

merubah hal-hal yang menurut kita tidak membuahkan hasil dalam pembelajarn”.

Untuk menjadi seorang guru yang professional reflektif maka guru dalam

melaksanakan pembelajaran pada peserta didik dengan melakukan analisis atau

pengalaman individual yang dialami dan memfasilitasi pembelajaran dari

26
pengalaman tersebut. Pembelajaran ini mendorong peserta didik untuk berfikir

kreatif, mempertanyakan sikap dan mendorong kemandirian siswa.

Kegiatan guru reflektif dalam melaksanakan pembelajaran, meliputi :

1. Melakukan kegiatan reflektif terhadap performa kita sebagai guru

merupakan salah satu bentuk umpan balik.

2. Dengan membuat catatan-catatan kecil/diari tentang pengalaman diri

sendiri sebagai guru, akan sangat membantu dalam melakukan

prosesreflektif dan belajar dari pengalaman.

3. Ketika membaca lagi catatan-catatan kecil/diari kita, banyak pengajar

(guru) yang kemudian berhasil mengembangkan berbagai strategi untuk

menghadapi masalah-masalah dalam kegiatan belajar mengajar. Karen

Hinett,(1996).

Dalam penerapan di kelas dengan pembelajaran ini pada dasarnya meminta

semua pihak yang terkait dalam proses belajar mengajar yaitu guru dan siswa untuk

memiliki kemampuan merefleksikan pengalaman dan kemauan untuk membagikan

pengalaman tersebut dalam proses pembelajaran di kelas. Guru diharapkan

membagikan pengalaman yang diperoleh pada saat melakukan penelitian,

pengabdian masyarakat, pembelajaran dikelas/laboratorium dan pengalaman

hidup sehari-hari yang relevan dengan topic/tema mata pelajaran kepada siswa.

Demikian juga siswa dapat membagikan pengalamannya kepada seluruh kelas,

dengan proses tersebut diharapkan baik guru maupun siswa dapat menjadi pribadi

pembelajaran sepanjang hayat dan lebih independen.

Proses refleksi pembelajaran :

1. Reporting

27
Mendiskripsikan situasi, insiden atau hal-hal yang terjadi selama

pembelajaran

Siswa saya kurang bersemangat ketika menhadapi pelajaran yang saya

berikan di jam akhir pelajaran

2. Responding

Merespon secara pribadi (perasaan) dari situasi, insiden atau hal-hal yang

terjadi selama pembelajaran, Saya sangat kecewa, terkadang marah-

marah yang membuat saya semakin menguras tenaga dan pikiran saya

3. Reasoning

Menjabarkan mengapa situasi dan insiden ini perlu diangkat, mengingat

pelajaran yang saya bawakan sangat penting, maka permasalahan

kurangnya motivasi siswa pada jam akhir pelajaran telah menjadi prioritas

saya

4. Reconstructing

Mengembangkan sebuah kesimpulan, agar dai kesimpulan tersebut dapat

terbentuk sebuah rencana berikutnya, sehingga situasi dan insiden yang

pernah terjadi dapat diminimalisir

Saya akan mencoba merubah strategi mengajar. Apabila hal ini tidak

membuahkan hasil, saya perlu berdiskusi dengan rekan guru lainnya. (Bain,J.D,

Ballantyne,R, Mills,C, & Lester,N.C, 2002)

Kemampuan reflektif sebagai hasil atau output dari pembelajaran yang

dikembangkan pada penelitian ini. didasarkan pada konsep reflektif dari John

Dewey berkenaan dengan kemampuan berfikir reflektif dan bersikap reflektif.

Kemampuan berfikir reflektif terdiri atas lima komponen yaitu:

28
1. recognize or felt difficulty/problem, merasakan dan mengidentifikasikan

masalah;

2. location and definition of the problem, membatasi dan merumuskan

masalah;

3. suggestion of posible solution, mengajukan beberapa kemungkinan

alternatif solusi pemecahan masalah;

4. rational elaboration of an idea, mengembangkan ide untuk memecahkan

masalah dengan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan;

5. test and formation of conclusion, melakukan tes untuk menguji solusi

pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan

membuat kesimpulan.

Sikap reflektif yang tidak dapat dilepaskan dari kemampuan berfikir reflektif,

dikembangkan berdasarkan konsep awal dari Dewey yang telah diperluas dan

diaplikasikan oleh beberapa praktisi di bidang pendidikan guru. Tiga komponen

sikap reflektif yaitu:

1. Openmindedness atau keterbukaan, sebagai refleksi mengenai apa yang

diketahui, dalam pembelajaran ada tiga pola dasar yaitu pola berfokus pada

guru, siswa, dan inklusif;

2. Responsibility atau tanggung jawab, sebagai sikap moral dan komitmen

profesional berkenaan dengan dampak pembelajaran pada siswa saja,

siswa dan guru, serta siswa, guru dan orang lainnya;

3. Wholeheartedness atau kesungguhan dalam bertindak dan melaksanakan

tugas, dengan cara pembelajaran langsung guru, proses interaktif, dan

proses interaktif yang kompleks. (Helen L. Harrington, 1996, Teaching and

Teacher Education .vol.12 no.1, Januari).

29
Model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan reflektif dikembangkan

berdasarkan pendekatan filosofis konstruktivisme dan psikologi kognitif.

Konstruktivisme dalam pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu

pendekatan dalam pembelajaran yang didasarkan pada pengalaman (experience

is the only basis for knowledge and wisdom), yang kemudian direorganisasi dan

direkonstruksikan.

Materi pelajaran harus memungkinkan siswa belajar bagaimana caranya

belajar (learning how to learn) dalam bentuk studi kasus atau masalah yang perlu

dan bermanfaat untuk dicari jalan ke luarnya (problem solving learning) melalui

proses inkuiri diskoveri.

Proses pembelajaran berpusat pada siswa dan keaktifan siswa, guru berperan

sebagai fasilitator/mediator dan motivator yang menstimuli siswa untuk belajar

sesuatu yang bermakna melalui pemahaman (insight). Penilaian dilakukan selama

dan akhir proses pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana siswa. membangun

suatu pengetahuan atau konsep8.

F. Mempromosikan Profesionalisme Guru

Peningkatan kualitas pendidikan merupakan agenda besar pendidikan di

Indonesia. Dalam rangka mewujudkan pendidikan yang bermutu tentu tidak

terlepas dari peranan berbagai pihak, salah satunya adalah peran tenaga

kependidikan. Hamalik (2003 : 9) tenaga kependidikan merupakan suatu komponen

yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan, yang bertugas

8 http://bambangnursuwahjo.blogspot.com/2010/05/guru-efektif-dan-reflektif.html

30
menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan,

mengelola dan memberikan pelayanan teknis dalam bidang kependidikan.

Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, aspek utama yang ditentukan

adalah kualitas guru. Hal ini disebabkan guru merupakan titik sentral dalam

pembaharuan dan peningkatan mutu pendidikan, dengan kata lain salah satu

persyaratan penting bagi peningkatan mutu pendidikan adalah apabila

pelaksanaan proses belajar mengajar dilakukan oleh pendidik-pendidik yang dapat

diandalkan keprofesionalannya.

Agus F. Tamyong dalam Usman (2010:15) menyatakan pengertian guru

profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam

bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai

guru dengan kemampuan maksimal.

Kualifikasi pendidikan guru sesuai dengan prasyarat minimal yang ditentukan

oleh syarat-syarat seorang guru yang profesional. Undang-Undang Guru dan

Dosen No. 14 Tahun 2005 menjelaskan bahwa profesional adalah pekerjaan atau

kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan

kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi

standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Selanjutnya dalam melakukan kewenangan profesionalismenya, guru

dituntut memiliki seperangkat kemampuan (competency) yang beraneka ragam.

Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dan Peraturan

Pemerintah No.19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi

kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional dan

kompetensi sosial. Berlakunya undang-undang dan peraturan tersebut menuntut

31
para guru untuk meningkatkan profesionalismenya melalui pelatihan, penulisan

karya ilmiah, dan sebagainya.

Luthans (2008: 158) mengemukakan bahwa “Motivation is a process that

starts with a physiological or psychological deficiency or need that activates a

behavior or a drive that is aimed at a goal or incentive”. Guru yang memiliki motivasi

tinggi akan memandang berbagai kekurangan yang ada di sekolah sebagai

tantangan. Ia akan berusaha sedapat mungkin untuk mengatasi kekurangan itu.

Dengan adanya perhatian yang baik terhadap guru, akan dapat menimbulkan

motivasi para guru untuk berbuat yang terbaik dalam melakukan tugas sehingga

menumbuhkan komitmen dalam melakukan pekerjaan yang berkualitas dan

bertanggung jawab demi kemajuan organisasi.9

Untuk mempromosikan proses profesionalisasi (dan/atau peningkatan

profesionalisme) di kalangan para guru, maka ada tiga hal yang harus dipikirkan

dan diusahakan bersama.

Yang pertama ialah terjaganya segenap keahlian mendidik para guru dan

tekad guru untuk senantiasa meningkatkan keahliannya.

Yang kedua ialah tetap terjaga dan terawatnya tekad dan dedikasi para guru

untuk — apapun juga keadaannya — tetap membaktikan hidupnya untuk

kepentingan anak-anak muda dan masa depan bangsanya, dan tidak

menjadikan kegiatan kerja keguruan sebatas cuma sebagai sumber

pendapatan.

Yang ketiga ialah terbukanya peluang para guru untuk mengembangkan

organisasinya sebagai suatu organisasi profesi yang otonom untuk

9 http://ojs.fkip.ummetro.ac.id/index.php/ekonomi/article/download/148/119

32
mengembangkan kode etiknya sendiri, tidak hanya untuk menegaskan rules

of conducts sebagai seseorang guru yang harus mendedikasikan hidupnya

untuk para siswa, akan tetapi yang harus juga menjaga kesejawatannya

dengan sesama insan seprofesi.10

G. Pendidikan Dan Pengajaran Sebagai Profesi

Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian

(experties) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarangan

orang yang tidak dilatih dan tidak siapkan secara khusus untuk melakukan

pekerjaan itu. Keahlian itu diperoleh melalui apa yang disebut profesonalisasi, yang

dilakukan baik sebelumseseorang menjalani profesi itu pendidikan/pra_jabatan

maupun setelah menjalani suatu profesi in-service training (Sa’ud, 2009: 6).

Menurut Robert W. Rinchey (Arikunto, 1990: 235) mengemukakan ciri-ciri dan

syarat-syarat profesi sebagai berikut:

1) Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan

dengan kepentingan pribadi.

2) Seorang pekerja profesinal, secara aktif memerlukan waktu yang panjang

untuk mempelajari konsep-konsep secara prinsip-prinsip pengetahuan

khusus yang mendukung keahliannya.

3) Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu

mengikuti perkembangandalam pertumbuhan jabatan.

4) Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan

cara kerja.

10 https://soetandyo.wordpress.com/2010/08/02/guru-profesionalisme-guru-dan-upaya-

untuk-meningkatkan-kwalitasnya/

33
5) Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.

6) Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin

diri dalam profesi, serta kesehjateraan anggotanya.

7) Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian.

8) Memandang profesi suatu karier hidup (alive carier) dan menjadi seorang

anggota yang permanen.

1. Pengajaran Sebagai Profesi

Guru dapat dikategorikan sebagai ilmuan dan cendekiawan, Blau Peter M

(1973) menjelaskan bahwa ilmuan tidak mempunyai klien, oleh karena itu mereka

tidak bisa disebut profesional, karena para profesional mempunyai klien berkenaan

dengan keprofesian para profesional tersebut, makanya para akademisi dalam

peranannya sebagai ilmuandan cendekiawan bukanlah termasuk profesional. Jika

dipandang dari titik pusat profesional, yaitu danya alur dasar pengetahuan dan

pelayanan ideal yang memiliki karakteristik pendapatan yang tinggi, prestise,

pengaruh, persyaratan pendidikan tinggi, otonomi profesional, surat izin dan

komitmen para anggota terhadap profesinya bahwa hal ini semua juga dimiliki oleh

akademisi dan guru kecuali mungkin pendapatan yang tinggi.

Blau selanjutnya menanggapi bahwa realitas inilah mengundang pertanyaan

seberapa besar signifikan profesional pada otonomi akademisi dan guru

memperjuangkan profesinya. Langford, Glenn (1978) mengemukakan bahwa

profesi itu merupakan fenomena sosial yang kompleks, karena berkaitan dengan

bagaimana dia melihat dirinya sendiri dan dilihat oleh orang lain sehingga

memperoleh pengakuan. Demikian pula halnya guru yang dalam bentuk suatu

profesi harus dilihat dari sudut filosofi apa sebenarnya tugas dan tanggung jawab

guru (sagala, 2008: 201).

34
Oleh karena itu perlu ditelusuri lebih jauh apakah pengajaran itu suatu profesi,

perhatikan beberapa aspek berikut:

1 Tidak ada jawaban umum terhadap pengajaran dan sama halnya

pertanyaan apakah pengobatan juga suatu profesi.

2 Tidak ada jawaban yang jelas yang dapat diharapkan dengan sekelompok

kriteria sebagai alasan yang dapat memberi kepuasaan. Misalnya, perawat

memiliki tanggung jawab dan idealisme tetapi tetap dibawah seorang

dokter.

3 Komplesitas fakta yang relevan sepertinya sangat kompleks dan sulit untuk

ditetapkan. Misalnya, apakah yang diharapkan guru dibayar dan

bagaimana menetapkan bayarannya tentu ini sangat tergantung pada

banyak faktor diantaranya, umur, pengalaman, kualifikasi, tanggung jawab

dan sebagainya.

4 Sejauh mana guru termotivasi secara ideal untuk melayani masyarakat.

Dari keempat poin trsebut seolah-olah jabatan mengajar belum memasuki

kriteria sebagai suatu profesi, namun demikian tentu dapat dilihat dari kriteria

lainnya, bahwa tugas mengajar sebelumnya harus melalui pendidikan tinggi atau

profesional, maka dari pandangan ini dimungkinkan tugas mengajar harus

dilaksanakan secara profesional yaitu menggunakan teknik-teknik yang

berlandaskan suatu ilmu pengetahuan seperti psikologi, sosiologi, pedagogi,

antropologi, komunikasi dan sebagainya, maka guru termasuk suatu jabatan profesi

yag sedang tumbuh.

2. Profesi Keguruan

35
Menurut (Sagala, 2008: 202-203), berhubung profesi keguruan sebagai

profesi yang sedang tumbuh, maka ada beberapa permasalahan dalam profesi

kependidikan, untuk itu empat hal yang perlu dibahas:

1 Profesionalisme profesi keguruan, pada dasarnya pengajaran merupakan

bagian profesi yang memiliki ilmu maupun teoritikal, keterampilan, dan

mengharapkan ideologi profesional tersendiri. Oleh sebab itu seseorang

yang berkerja di institusi pendidikan tugas mengajar jika diukur dari guru

juga merupakan profesi sebagaimana profesi.

2 Otoritas profesinal guru, disiplin profesi guru memiliki hubungan dengan

anak didik, paraguru melaksanakan tugas ya dengan penuh gairah,

keriangan, kecekatan (exhilaration), dan metode yang bervariasi dalam

mendidik anak-anak. Penekanan tugas profesi kependidkan dalah memberi

bantuan sampai tuntas (advocation) kepada anak didik, jadi guru yang

profesional tidak hanya terkonsentrasi pada materi pelajaran, tatapi mereka

juga memperhatikan situasi-situasi tertentu.

3 Kebebasan akademik (akademic freedom), Hall (1969) mengemukakan

bahwa keberanian bertindak secara otonomi merupakan sikap karakteristik

profesi, dan perasaan praktisioner mengharuskannya membuat suatu

kebijakan yang diikuti oleh kliennya tanpa suatu tekanan eksternal yaitu dari

orang lain yang bukan anggota profesi atau organisasi kerjanya. Akademic

freedom adalah suatu kebebasan yang memberi kebebasan berkreasi

dalam suatu forum dalam lingkup kebenaran dan dalam kasus ini secara

positif memiliki tanggung jawab keilmuan. Guru bekerja bukan atas tekanan

kebutuhan belajar muridnya, tetapi atas tuntunan profesionalional dan ini

adalah batas kebebasan yang dimaksud, tetapi guru tidak mengabaikan

36
kebutuhan belajar meridnya, makanya demontrasi pemboikoitan untuk

menuntut kesehjateraan bagi gurudengan mengorbankan tugas mengajar

adalah tidak tepat.

4 Tanggung jawab moral (Responsible) dan pertanggung jawaban jabatan

(accountability). Responsible maksudnya memiliki otoritas untuk mampu

membuat suatu keputusan tanpa supervisi, sedangkan accountibility

adalah tanggung jawab atau bisa dipertanggungjawabkan atau suatu

tindakannya. Jadi, penekannya adalah cara guru

mempertanggungjawabkan keputusannya tentang apa yang diajarkan,

kapan diajarkannya, dan bagaimana mengajarkannya berdasarkan otoritas

profesionalnya sendiri sebagai perpaduan kompetensi disiplin, metodedan

pengajaran keilmuannya. Seterusnya yang termasuk tanggung jawab

(accountability) guru kepada organisasi adalah pekerjaannya dalam proses

pendidikan dimana dia bertanggung jawab (responsible), artinya bahwa

akuntabilitas profesionalisme keguruan merupakan faktor yang bisa saja

tidak nyata, tetapi tidakdibayang-bayangkan oleh legitimasi profesional

otoritas, misalnya oleh kolega, murid, penggemar dan semacamnya

kemudian delegitimasi oleh tanggung jawab perilakunya. Guru disebut

bertanggung jawab kepeada lembaga keprofesinya, maka apabila ia

melakukan tindakan yang tidak tepat sesuai dengan profesinya maka itu

akan dipertanggungjawabkan kepada asosiasi.

Berdasarkan uraian diatas menunjukan bahwa status profesi kependidikan

dan guru pada dasarnya baru memperoleh pengakuan sebagai jenis profesinya

yang sedang tumbuh, dilihat dari persyaratan pendidikan guru termasuk profesi,

tetapi dilihat dari otoritasnya memberikanpelayanan belajar memang masih perlu

37
mendudukan secara benar sehingga memenuhi persyaratan otoritas profesi.

Profesi guru memperoleh bayaran oleh instansi yang mengangkatnya yaitu

pemerintah atau lembaga yayasan atau organisasiyang memerlukannya, sebelum

profesi dokter atau pengacara mereka mendapat bayaran oleh masyarakat sesuai

jasa pelayanan otoritas profesi yang diberikannya.

3. Otonomi Profesi Jabatan Kependidikan dan Guru

Menurut (Sagala, 2008: 204), Saingan dan tantangan ketat yang dihadapi

dalam profesi pendidikan yaitu:

1 Orang luar (eksternal) pendidikan, yang menyatakan bahwa semua orang

bisa mengajar menjadi seorang guru dan bisa menduduki jabatan

pendidikan, tetapi bagaimana menjadi guru yang baik dan bagaimana pula

mengurus pendidikan yang baik mengacu pada prinsip peadagogik mereka

tidak mampu menjelaskannya. Mungkin dikarenakan adanya guru atau

jabatan kependidikan lainnyayang bukan berlatar belakang pendidikan

berkontribusi terhadap rendahnya mutu pendidikan, karena secara faktual

kualitas pendikan diindonesia secara umum masih memprihatinkan.

2 Orang dalam sendiri, karena terdapat diantara para pendidik hanya

mengejar jabatan-jabatan teknis seperti kepala sekolah, pengawas dan

jabatan-jabatanadministratif struktural birokrasi seperti kepala sub bagian,

kepala sub dinas, dan semacamnya tetapi tidak punya korps yag solid dan

terkesan kurang meningkatkan kualitas pribadi baik menyangkut

kompetensi tugas maupun relasi antar profesi.

3 Instusi yang memakai guru seperti pemerintah, yayasan pendidikan dan

organisasi kemasyrakatan yang mengurus pendidikan. Mereka ini sebagai

pemegang kebijakan membangun sistem pendidikan dimana posisi guru

38
dan pembelajaran disekolah masih terpojokkan, sehingga otonomi guru

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam pembelajaran belum

memadai.

Sebagai implikasinya diantara guru ragu-ragu untuk melaksankan tugas

profesionalnya secara sungguh-sungguh, mereka hanya menjalankan tugas sesuai

waktu dan jatah kerjayang diesdiakan yang bersifat rutin belaka. Tantangan dan

saingan tersebut sesungguhnya tidakdapat dibiarkan berlanjut, karena itu secara

sistem sebagai keijakan nasional harus memaksa profesi kependikan dan guru

mereformasi sikap dan prilakunya.

Kemudian secara pribadi didukungoleh korps guru secara gigih

memperjuangkan hak-haknya sehingga tidak digarap oleh orang lain yang

sesungguhnya bukan profesi kependidikan. Secara internal membangun

kekompakan profesi dan meningkatkan kemampuan profesi yang lebih berwibawa

(Sagala, 2008: 204-205).

4. Kompetensi Guru

Kompetensi adalah kelayakan untuk menjalankan tugas, kemampuan sebagai

satu faktor penting bagi guru oleh karena itu kualitas dan produktifitas kerja guru

harus mampu memperlihatkan perbuatan profesional yang bermutu kemampuan

atau kompetensi guru harus memperlihatkan prilaku yang memungkinkan mereka

menjalankan tugas profesional dengancara yang paling dinginkan, tidak sekedar

menjalankan kegiatan pendidikan bersifat rutinitas (Sagala; 2008: 209).

Pada tahun 70-an, Menurut (Suparlan, 2005) Direktorat Tenaga Teknis dan

Pendidikan Guru (Dikgutentis) merumuskan sepuluh kompetensi guru, yakni:

1. memiliki kerpibadian sebagai guru,

2. menguasai landasan kependidikan,

39
3. menguasai bahan pelajaran,

4. Menyusun program pengajaran,

5. melaksanakan proses belajar mengajar,

6. melaksanakan proses penilaian pendidikan,

7. melaksanakan bimbingan,

8. melaksanakan administrasi sekolah,

9. menjalin kerja sama dan interaksi dengan guru sejawat dan masyarakat,

10. melaksanakan penelitian sederhana.

Pada tahun 2003, Direktorat Tenaga Kependidikan (nama baru Dikgutentis)

telah mengeluarkan Standar Kompetensi Guru (SKG), yang terdiri atas tiga

komponen yang saling kait mengait, yaitu:

1. pengelolaan pembelajaran,

2. pengembangan potensi, dan

3. penguasaan akademik, yang dibungkus oleh aspek sikap dan kepribadian

sebagai guru.

Ketiga komponen kompetensi tersebut dijabarkan menjadi tujuh kompetensi

dsasar, yaitu:

a. Penyusunan rencana pembelajaran.

b. Pelaksanaan interaksi belajar mengajar.

c. Penilaian prestasi belajar peserta didik.

d. Pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik

e. Pengembangan profesi.

f. Pemahaman wawasan kependidikan.

40
g. Penguasaan bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang

diajarkan). Ketujuh kompetensi dasar guru tersebut dapat diukur dengan

seperangkat indikator yang telah ditetapkan.11

H. Penelitian tindakan dan profesional reflektif guru

Tindakan Kelas merupakan pengembangan dari penelitian tindakan.

Penelitian tindakan (action research) dikembangkan dengan tujuan untuk mencari

penyelesaian terhadap masalah sosial. Penelitian tindakan diawali dengan kajian

terhadap suatu masalah secara sistematis. Hasil kajian ini dijadikan dasar untuk

menyusun suatu rencana kerja (tindakan) sebagai upaya untuk mengatasi masalah

tersebut. Kegiatan berikutnya adalah pelaksanaan tindakan dilanjutkan dengan

observasi dan evaluasi. Hasil observasi dan evaluasi digunakan sebagai

masukkan melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada saat pelaksanaan

tindakan.

Hasil refleksi kemudian dijadikan landasan untuk menentukan perbaikan

serta penyempurnaan tindakan selanjutnya.

Menurut Kemmis dan Taggart (1988), penelitian tindakan adalah suatu bentuk

penelitian refleksi diri yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi-situasi

sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki praktik yang dilakukan sendiri.

Dengan demikian, akan diperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai

praktik dan situasi di mana praktik tersebut dilaksanakan.

11 http://nhingz-anwar.blogspot.com/2012/05/mengajar-sebagai-profesi.html

41
Terdapat dua hal pokok dalam penelitian tindakan yaitu perbaikan dan

keterlibatan. Hal ini akan mengarahkan tujuan penelitian tindakan ke dalam tiga

area yaitu;

1. untuk memperbaiki praktik;

2. untuk pengembangan profesional dalam arti meningkatkan pemahaman

para praktisi terhadap praktik yang dilaksana- kannya; serta

3. untuk memperbaiki keadaan atau situasi di mana praktik tersebut

dilaksanakan.

Dalam bidang pendidikan, khususnya dalam praktik pembelajaran, penelitian

tindakan berkembang menjadi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom

Action Reserach (CAR). PTK adalah penelitian tindakan yang dilaksanakan di

dalam kelas ketika pembelajaran berlangsung. PTK dilakukan dengan tujuan untuk

memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran. PTK berfokus pada kelas

atau pada proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas.

Suharsimi (2002) menjelaskan bahwa PTK merupakan gabungan definisi dari

tiga kata yaitu “Penelitian” + “Tindakan“ + “Kelas”. Penelitian dapat diartikan

sebagai kegiatan mencermati suatu obyek dengan menggunakan cara dan

metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam

memecahkan suatu masalah. Tindakan yaitu sesuatu gerak kegiatan yang sengaja

dilakukan dengan tujuan tertentu.

Tindakan yang dilaksanakan dalam PTK berbentuk suatu rangkaian siklus

kegiatan. Sedangkan Kelas yaitu sekelompok siswa yang dalam waktu yang

sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Siswa yang

belajar tidak hanya terbatas dalam sebuah ruangan kelas saja, melainkan dapat

42
juga ketika siswa sedang melakukan karyawisata, praktikum di laboratorium, atau

belajar tempat lain di bawah arahan guru.

Berdasarkan pengertian di atas, komponen yang terdapat dalam sebuah kelas

yang dapat dijadikan sasaran PTK adalah siswa, guru, materi pelajaran, peralatan

atau sarana pendidikan, hasil pembelajaran (kognigtif, afektik, psikomotor),

lingkungan belajar, dan pengelolaan. Seorang guru dapat menemukan masalah

penelitian tindakan kelas berdasarkan komponen tersebut. PTK merupakan suatu

bentuk penelitian yang melekat pada guru, yaitu mengangkat masalah-masalah

aktual yang dialami oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK,

diharapkan guru memiliki peran ganda yaitu

sebagai praktisi dan sekaligus peneliti. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

PTK adalah suatu kegiatan penelitian yang dilakukan guru di dalam kelasnya

dengan permasalahan diperoleh dari kegiatan refleksi diri dan disertai suatu

tindakan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah tersebut atau meningkatkan

mutu pembelajaran yang dilakukan. 12

Peningkatan Profesionalisme Guru melalui Reflective Teaching Sejumlah

pendekatan pengembangan guru telah diusulkan dan diimplementasikan di dalam

kelas. Di antaranya adalah guru sebagai peneliti, penelitian tindakan kelas,

supervisi klinis, dan perspektif pedagogi kritis. Pendekatan lain pengembangan

guru adalah reflective teaching (Bartlett, 1990). Karakteristik guru professional

reflektif sebagaimana dikemukakan di atas memandatkan guru untuk secara terus

menerus memikirkan secara reflektif apa yang telah, sedang, dan akan

12 http://lpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2015/02/Penelitian-Tindakan-Kelas-

PTK-legiman.pdf

43
dikerjakannya di dalam kelas (Raka Joni, 1992). Inilah yang kemudian lazim dikenal

sebagai pengajaran reflektif (reflective teaching).

Pengajaran reflektif merupakan proses siklikal pengembangan

profesionalisme guru. Makna pengajaran reflektif dapat disimpulkan dari pendapat

John Dewey (dalam Henke, 2001: 1) yang mendefinisikan refleksi sebagai; that

which involves active, persistent, and careful conside ration of any belief or practice

in light of the reasons that support it and the further consequences to which it leads

; Apabila diterapkan dalam pengajaran, maka diperoleh pengertian bahwa

pengajaran reflektif adalah penggunaan kesempatan oleh seorang guru dalam

kehidupannya sehari-hari untuk secara sistematis mengeksplorasi,

mempertanyakan, dan membingkai kembali praktek pengajarannya secara holistic.

Dapat membuat interpretasi secara benar berdasarkan keadaan di lapangan

dan kemudiandapat menentukan pilihan yang tepat untuk memperbaiki

kinerjanya.Pendapat senada dikemukakan oleh Cruickshank (dalam Bartlett, 1990),

yang mendefinisikan pengajaran reflektif sebagai pemikiran guru tentang apa yang

terjadi denganpelajaran di dalam kelas dan pemikiran tentang cara-cara untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Ia melihat pengajaran reflektif sebagai cara untuk

mengkaji peristiwa pengajaran secara cermat, analitis, dan objektif.

Tujuannya adalah untuk melahirkan kebiasaan berpikir yang berfokus pada ;

mengajar sebagai keahlian. Untuk dapat melakukan pengajaran reflektif tersebut

guru perlu memiliki kesadaran akan praktek pengajarannya dan kesediaannya

untuk berubah ke arah yang lebih baik. Hal ini pada gilirannya melahirkan sikap-

sikap lain yang sangat penting. Sikap yang dimaksud adalah keterbukaan (open-

mindedness), keterlibatan secara penuh (whole-heartedness), dan tanggung jawab

(responsibility) (Dewey, dalam Loughran, 1996).

44
Keterbukaan mengacu pada kesediaan mempertimbangkan masalah dari

berbagai perspektif yang berbeda, danbersikap terbuka terhadap gagasan baru

yang belum pernah dipikirkan sebelumnya.Keterlibatan secara penuh mengacu

pada keterlibatan guru dalam pemikiran dan pengalamankepengajaran. Yang

bersangkutan senantiasa memelihara minat dan perhatiannya serta mencari cara-

cara untuk memperbaiki keadaan.

Tanggung jawab mengacu pada kesediaan seorang guru untuk menanggung

segala akibat dari apa yang telah dipikirkan, dipilih, dan dialami di lapangan. Dalam

pengajaran reflektif, guru terlibat dalam siklus yang berkesinambungan yang

terdiriatas beberapa langkah yang terkait satu sama lain. Bartlett (1990)

mengidentifikasi lima langkah tersebut sebagai berikut:

a. mapping,

b. informing,

c. contesting,

d. appraisal, dan

e. acting.

Mapping berkaitan dengan pertanyaan ; Apa yang kita lakukan sebagai guru

? ; Langkah ini melibatkan pengumpulan data secara deskriptif tentang kegiatan

mengajar kita di dalam kelas.

Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan dengan peranti audio visual atau

denganjurnal/buku harian. Data yang dikumpulkan berkenaan dengan perilaku kita

di dalam kelas, percakapan dengan siswa, critical incidents di dalam pelajaran,

kehidupan pribadi kita sebagai guru, kepercayaan kita tentang mengajar,

pandangan kita tentang belajar, dsb.Informing berkaitan dengan pertanyaan ;Apa

arti mengajar kita? ; Setelah memperoleh gambaran tentang kegiatan mengajar

45
kita, tentang diri kita sendiri, tentang materi pelajaran,dan tentang orang-orang yang

terlibat dalam pembelajaran, kita mencari makna darisemuanya itu.

Mungkin kita dapat membedakan antara kegiatan mengajar yang kita

lakukansecara rutin dan yang kita lakukan secara sadar. Ini dapat dilakukan dengan

cara mengkaji prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan mengajar kita. Contesting

berkenaan dengan pertanyaan; Bagaimana kita dapat mengajar dengan cara ini?;

Pada langkah ini kita mempertanyakan gagasan kita berikut landasan berpikirnya.

Langkahini dimaksudkan untuk menguak asumsi-asumsi yang selama ini kita

pegang berkenaandengan kegiatan kepengajaran kita, yang berarti

mempertanyakan kembali gagasan yang mungkin telah mengakar tentang

mengajar. 13

I. Kesimpulan

Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, aspek utama yang ditentukan

adalah kualitas guru. Hal ini disebabkan guru merupakan titik sentral dalam

pembaharuan dan peningkatan mutu pendidikan, dengan kata lain salah satu

persyaratan penting bagi peningkatan mutu pendidikan adalah apabila

pelaksanaan proses belajar mengajar dilakukan oleh pendidik-pendidik yang dapat

diandalkan keprofesionalannya.

Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu

keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan

dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Dengan demikian,

13 https://www.slideshare.net/vividiana/peningkatan-profesionalisme-guru-melalui-reflektif-
teaching

46
guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan

untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.

47
BAB 3

KONSEP PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

Berikut ini akan dijelaskan tentang berbagai pengertian Penelitian Tindakan Kelas

secara lebih luas menurut beberapa para ahli:

1. Hopkins

Mengartikan Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang berkaitan

dengan isu-isu seputar profesionalisme, praktik di kelas, kontrol terhadap guru,

serta dianggap memiliki banyak manfaat terhdap dunia pendidikan dengan

maksud untuk membantu seseorang/guru dalam mengatasi persoalan secara

prakstis yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan

ilmu sosial dan ilmu pendidikan dengan kerjasama dalam kerangka etika yang

disepakati bersama. Menurutnya, PTK merupakan kajian yang sistematik dari

upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok pendidik

dalam melakukan tindakan-tindakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan

refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.

2. Kemmis dan Mc. Taggart

Penelitian Tindakan Kelas ialah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan

oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran

dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-

praktik tersebut.

3. John Elliot

Penelitian Tindakan Kelas merupakan kajian tentang situasi sosial dengan

maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan didalamnya.

48
4. Mills

Menurutnya, penelitian tindakan kelas sebagai “systematic inquiry” yang

dilakukan oleh guru, kepada sekolah, atau konselor sekolah guna

mengumpulkan berbagai macam informasi tentang berbagai praktek yang

dilakukan. Dimana informasi ini digunakan untuk meningkatkan persepsi serta

pengembangan “reflective practice” yang berdampak postif dalam praktik

persekolahan, termasuk memperbaiki berbagai macam praktik persekolahan,

seperti hasil belajar siswa.

5. Suharsimi Arikunto

Menjelaskan Penelitian Tindakan Kelas sebagai suatu pencermatan terhadap

kegiatan pembelajaran berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan

dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. PTK yang merupakan suatu

kegiatan ilmiah terdiri dari Penelitian-Tindakan-Kelas

Penelitian merupakan kegiatan mencermati suatu obyek dengan

menggunakan aturan metodologi untuk memperoleh data atau informasi yang

bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan

penting bagi si peneliti.

Tindakan merupakan suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan

tujuan tertentu yang dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan.

Kelas merupakan sekelompok peserta didik yang sama dan menerima

pelajaran yang sama dari seorang pendidik.

49
6. Sulipan

Penelitian Tindakan Kelas atau Classroom Action Research ialah penelitian

yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat dari tindakan yang

diterapkan pada suatu subyek penelitian di kelas tersebut.

7. Kunandar

Penelitian Tindakan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik

atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk

meningkatkan atau memperbaiki mutu proses pembelajaran didalam kelas.

8. Suhardjono

Menjelaskan Penelitian Tindakan Kelas sebagai penelitian tindakan yang

dilakukan di ruang kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu

proses atau praktik pembelajaran.

9. Suyanto

Menjelaskan PTK sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan

melakukan tindakan-tindakan tertentu, untuk memperbaiki atau meningkatkan

praktek-praktek pembelajaran didalam kelas secara lebih profesional. Oleh

karenanya PTK sangat berkaitan erat dengan persoalan praktek pembelajaran

sehari-hari yang dialami oleh pendidik.

10. Wina

Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan

pendidik untuk meningkatkan kualitas peran dan tanggung jawabnya sebagai

pendidik khususnya dalam pengelolaan pembelajaran.

11. Rustam dan Mundilarto

Mereka berpendapat bahwa penelitian tindakan kelas merupakan sebuah

penelitian yang dilakukan oleh pendidik di kelasnya sendiri dengan jalan

50
merancang, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan

partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai tenaga

pendidik sehingga hasil belajar peserta didiknya dapat meningkat.

12. Rochman Nata Wijaya

PTK adalah pengkajian terhadap permasalahan praktis yang bersifat

situasional dan kontekstual yang ditujukan untuk menentukan tindakan yang

tepat dalam rangka pemecahan masalah yanh dihadapi atau memperbaiki

sesuatu.

13. Harjodipuro

Yang dimaksud Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu pendekatan untuk

memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru

untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik

tersebut dan agar mau untuk mengubahnya.

14. Igak Wardani

Definisi Penelitian Tindakan Kelas penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam

kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki

kenerjanya sebagai guru, sehingga diharapatkan tujuan Penelitian Tindakan

Kelas dapat meningkatkan hasil belajar siswa, atau peserta didik.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, jelaslah bahwa hakikat dilakukannya PTK

adalah dalam rangka pendidik bersedia untuk menginstropeksi diri, bercermin,

merefleksi atau mengevaluasi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai

seorang pendidik diharapkan cukup profesional dan berpengaruh terhadap kualitas

dan mutu pendidikan.

51
Dari pengertian atau pendapat para ahli mengenai Penelitian Tindakan Kelas

diatas, dapatlah dikatakan bahwa ada sejumlah ide pokok mengenai penelitian ini.

Diantaranya ide pokok atau kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut;

 Peneliian tindakan adalah sutu bentuk inkuri atau penyelidikan yang dilakukan

melalui refleksi diri.

 Penelitian tindakan dilakukan oleh peserta yang terlibat dalam situasi yang

diteliti, seperti guru, siswa , dan juga sekolah.

 Penelitian tindakan dilakukan dalam situasi sosial, termasuk situasi terhadap

pendidikan.

 Tujuan penelitian tindakan kelas sejatinya ialah untuk memperbaiki terhadap

dasar perbaikan atas praktik yang dilakukan oleh si peneliti, agar upaya

tersebut dalat meningkatkan pemahaman terhadpa praktik yang dilalukan,

selain itu juga daoat meingkatkan lembaga tempat praktik dilaksanakan.

B. Tipe dan Model Penelitian Tindakan Kelas

Tujuan dari bab ini adalah untuk meninjau model teoritis dari proses penelitian

tindakan. Model-model tersebut dibagi menjadi tiga kubu atau tipe: Teori tipe 1 disebut

sebagai penelitian tindakan ilmiah; Tipe 2 disebut sebagai penelitian tindakan praktis-

deliberatif; dan Model Tipe 3 disebut sebagai penelitian tindakan kritis-emansipatoris.

Akhirnya, bab ini menyajikan model penelitian tindakan yang baru dan praktis sebagai

dinamika rasional-interaktif. Hopkins (1985) menawarkan tinjauan singkat tentang

model penelitian tindakan. Pertanyaan yang harus ditanyakan adalah 'Apa yang

terlibat dalam melakukan penelitian tindakan?' Jawabannya akan berusaha

menjelaskan prinsip-prinsip prosedur untuk melakukan penelitian tersebut. Perhatian

utama di sini adalah dengan cara, atau melakukan, daripada masalah, atau konten,

52
dari penelitian. Kategori-kategori ini mungkin dapat diperebutkan dan diukir kasar,

namun mereka melakukan demarkasi dengan cara kasar pada adegan penelitian

tindakan. Schubert (1986) menerapkan seperangkat kategori yang sama untuk

menjelaskan pergeseran dalam teori kurikulum.

Tipe 1: Pandangan ilmiah-teknis dari pemecahan masalah

Pendukung awal (Lippitt dan Radke, 1946; Lewin, 1947b; Corey, 1953; Taba dan

Noel, 1957) mengedepankan metode ilmiah pemecahan masalah: 'Pengembangan

proyek penelitian tindakan perlu dilanjutkan dengan langkah-langkah tertentu yang

diindikasikan sebagai bagian oleh persyaratan proses penelitian yang teratur,

sebagian oleh fakta bahwa 'peneliti' sedang belajar sementara mereka melanjutkan,

dan sebagian karena pada dasarnya prosedur induktif diindikasikan. (Taba dan Noel,

1957: 12; lihat juga Gregory, 1988.) Teori implisit penyelidikan dan tindakan reflektif

yang dikembangkan oleh Dewey (1910) akan diterapkan oleh sejumlah pemecah

masalah sosial. Kita harus ingat bahwa kegemaran untuk berteori dan membangun

model grafis-konseptual adalah fenomena modern dalam pendidikan, meskipun tidak

diragukan lagi berutang banyak pada asal-usul ilmiahnya. Lewin dan kelompok

perisetnya berkontribusi besar pada model penelitian tindakan khusus yang dia

siapkan untuk publikasi (Lewin, 1947a; 1947b) tak lama sebelum kematiannya. Jelas

pada tahap ini bahwa berbagai peneliti behavioris telah menggunakan pendekatan

ilmiah untuk mempelajari masalah kurikulum yang membingungkan - mis. Studi

Delapan Tahun yang progresif dan Studi Selatan. Namun tidak ada yang

menggambarkan proses ini secara grafis sampai Lewin pada tahun 1947. Harus

diingat bahwa Lewin telah memulai berbagai proyek eksperimental dan kegiatan yang

melibatkan masalah sosial dan praktis seperti prasangka, hubungan kelompok,

kebiasaan makan dan kerusuhan industri (Marrow, 1969). Harus juga diingat bahwa

53
faktor utama yang berperan dalam sebagian besar pengujian teori Lewin dalam

tindakan adalah masuknya Amerika ke dalam Perang Dunia Kedua. Mesin militer

menuntut keahlian penelitian dari banyak ilmuwan perilaku dan Lewin direkrut. Yang

paling penting adalah pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa teknik perang psikologis

yang akan melemahkan keinginan musuh untuk melawan? Bagaimana para pemimpin

dapat ditemukan dan dilatih? Bagaimana keadaan moral di garis depan rumah dan di

wilayah musuh? Selama periode ini Lewin berkontribusi pada program-program Office

of Naval Research (ONR), bersama dengan tokoh-tokoh seperti Margaret Mead, Paul

Lazarsfeld, Rensis Likert dan lainnya. Di Inggris, teknik pemilihan dan pelatihan

perwira dan pemukiman kembali tahanan perang memanfaatkan penelitian tindakan

(Brown, 1967). Yang menjadi perhatian utama bagi Lewin adalah masalah

pengambilan keputusan kelompok tentang tindakan sosial, sehingga keputusan dapat

diambil yang tidak akan memungkinkan praktik melayang kembali ke kebiasaan dan

tindakan tingkat lama. Karena itu, Lewin, dengan tepat, berfokus pada keputusan

kelompok sebagai cara untuk mempengaruhi perubahan sosial dan budaya.

Model penelitian tindakan Lewin: perencanaan, pencarian fakta dan pelaksanaan

Gambar 1.1 menggambarkan model proses penelitian tindakan Lewin sebagai

serangkaian keputusan yang berputar, diambil berdasarkan siklus analisis berulang,

pengintaian, rekonseptualisasi masalah, perencanaan, implementasi sosial tindakan,

dan evaluasi mengenai efektivitas tindakan. Gagasan kunci untuk Lewin adalah bahwa

proses sosial dapat dipelajari dengan memperkenalkan perubahan dan mengamati

secara ilmiah efek dari perubahan ini terhadapnya. Prosedur ini mungkin telah

menyebabkan Michael Scriven membuat kalimat 'evaluasi formatif' yang terdiri dari

memeriksa seberapa baik fungsi praktik dan refreezing praktik pada tingkat efektivitas

yang lebih tinggi. Idenya adalah bahwa evaluasi bersifat berkelanjutan dan selalu

54
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas tindakan. Lewin dapat benar-

benar disebut 'ahli teori praktis' karena keyakinannya bahwa menumpuk fakta dan data

saja tidak cukup - ini dia yakini berlawanan dengan konstruksi teori. Ia berpendapat

bahwa sains tanpa teori itu buta, karena tidak akan memberikan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan kunci, yang baginya berkembang di sekitar tujuan praktis, apa

yang dapat dilakukan untuk memperbaiki situasi ini? Untuk menjawab masalah-

masalah praktis seperti itu, Lewin lebih memilih bukti empiris daripada spekulasi dalam

membangun teori. Artinya, harus ada interaksi antara teori dan fakta. Penelitian

tindakan untuk Lewin (194 7b) disusun dari serangkaian langkah tindakan termasuk

perencanaan, pencarian fakta, pelaksanaan dan analisis. Lewin percaya bahwa ilmu

sosial dapat mempengaruhi hukum umum kehidupan sosial. Namun, pengetahuan

hukum tidak cukup untuk bertindak; hanya melalui eksperimen lapangan, individu

dapat memperoleh pengetahuan praktis situasional untuk mempengaruhi peningkatan

sosial. Perencanaan, berdasarkan akun Lewin, dimulai dengan gagasan umum atau

masalah sulit yang membutuhkan penyelesaian. Ini diikuti oleh pencarian fakta lebih

lanjut, atau 'pengintaian', menghasilkan 'rencana keseluruhan' tentang bagaimana

menyelesaikan masalah (lihat Gambar 1.1). Tindakan terencana ini dilaksanakan, dan

dipantau dalam upaya untuk mengevaluasi efektivitas langkah aksi pertama,

merencanakan langkah selanjutnya, dan memodifikasi 'rencana keseluruhan'. Lebih

konkret, pengintaian menunjukkan jika rencana dan tindakan yang dihasilkan

mencapai di atas atau di bawah ekspektasi sambil memungkinkan para peneliti untuk

belajar dari percobaan. Langkah-langkah tindakan ini merupakan percobaan

perubahan lapangan yang berfokus pada rencana.

55
C. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu cara yang strategis bagi

guru untuk memperbaiki layanan pendidikan yang harus diselenggarakan dalam

konteks pembelajaran di kelas dan peningkatan kualitas program sekolah secara

keseluruhan. Hal itu dapat dilakukan dengan meningkatkan tujuan Penelitian Tindakan

Kelas. Tujuan ini dapat dicapai dengan cara melakukan berbagai tindakan untuk

memecahkan berbagai permasalahan pembelajaran di kelas, baik disadari atau

mungkin tidak disadari. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Menurut Para Ahli

adalah sebagai berikut:

1. Kunandar dalam bukunya disebutkan bahwa tujuan Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) adalah sebagai berikut :

a. Untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas yang

dialami langsung dalam interaksi antara guru dan siswa yang sedang

belajar, meningkatkan profesionalisme guru, dan menumbuhkan budaya

akademik dikalangan para guru.

b. Peningkatan kualitas praktik pembelajaran di kelas secara terus menerus

mengingat masyarakat berkembang secara cepat.

c. Peningkatan relevansi pendidikan, hal ini dicapai melalui peningkatan

proses pembelajaran.

d. Sebagai alat training in-service,yang memperlengkapi guru dengan skill dan

metode baru, mempertajam kekuatan analisisnya dan mempertinggi

kesadaran dirinya.

e. Sebagai alat untuk memasukkan pendekatan tambahan atau inovatif

terhadap system pembelajaran yang berkelanjutanyang biasanya

menghambat inovasi dan perubahan.

56
f. f.Peningkatan hasil mutu pendidikan melalui perbaikan praktik pembeljaran

di kelas dengan mengembangkan berbagai jenis ketrampilan dan

menningktkan motivasi belajar siswa.

g. g.Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan.

h. h.Menumbuh kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah,

sehingga tercipta proaktif dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan

pembelajaran secara berkelanjutan.

i. Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan atau perbaikan

proses pembelajran di samping untuk meningkatkan relevansi dan mutu

hasil pendidikan juga situnjukkan untuk meningkatkan efisiensi

peemanfaatan sumber-sumber daya yang terintegrasi di dalamnya.

2. Muslich, Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah untuk memperbaiki

dan meningkatkan kualitas pembelajaran serta membantu memberdayakan

guru dalam memecahkan masalah pembelajaran di sekolah.

3. Suyanto, Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah meningkatkan

dan/atau memperbaiki praktik pembelajaran di sekolah, meningkatkan

relevansi pendidikan, meningkatkan mutu pendidikan, dan efisiensi

pengelolaan pendidikan. Selain itu, Suyanto menggolongkan Tujuan Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) sebagai berikut :

a. Tujuan utama pertama, melakukan perbaikan dan peningkatan layanan

profesional Guru dalam menangani proses pembelajaran. Tujuan tersebut

dapat dicapai dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis kondisi,

kemudian mencoba secara sistematis berbagai model pembelajaran

alternatif yang diyakini secara teoretis dan praktis dapat memecahkan

57
masalah pembelajaran. Dengan kata lain, guru melakukan perencanaan,

melaksanakan tindakan, melakukan evaluasi, dan refleksi.

b. Tujuan utama kedua, melakukan pengembangan keteranpilan Guru yang

bertolak dari kebutuhan untuk menanggulangi berbagai persoalan aktual

yang dihadapinya terkait dengan pembelajaran. Tujuan ini dilandasi oleh

tiga hal penting, (1) kebutuhan pelaksanaan tumbuh dari Guru sendiri,

bukan karena ditugaskan oleh kepala sekolah, (2) proses latihan terjadi

secara hand-on dan mind-on, tidak dalam situasi artifisial, (3) produknyas

adalah sebuah nilai, karena keilmiahan segi pelaksanaan akan didukung

oleh lingkungan.

c. Tujuan sertaan, menumbuh kembangkan budaya meneliti di kalangan

Guru.

4. Daryant, Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas(PTK) harus sesuai dan

konsisten dengan permasalahan yang akan diteliti. Perumusan tujuannya

haruslah dilakukan dengan jelas, baik dan terencana. Harus jelas untuk apa

dan siapa penelitian ini ditujukan. Tujuan dari PTK disini berbeda dengan tujuan

formal yang artinya, tujuan dari PTK ini bukan dari apa yang tampak untuk diteliti

melainkan proses dan hasil yang ingin kita capai dalam penelitian tersebut,

Misalnya dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam akan diterapkan

strategi proses belajar mengajar yang baru salah satunya dengan

meningkatkan pemanfaatan lingkungan sebagai medianya. Dalam hal ini

pengembangan PBM tersebut bukanlah rumusan dari tujuan PTK tetapi hasil

yang akan dicapai yaitu meningkatnya hasil belajar peserta didik lah yang

merupakan tujuan dari penelitian tindakan kelas itu sendiri.

58
5. Arikunto, Tujuan utama Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah untuk

perbaikan dan peningkatan layanan profesional pendidik dalam menangani

proses belajar di dalam kelas. Tujuan itu dapat dicapai dengan melaukakan

tindakan alternatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Fokus

penelitian ini terdapat pada tindakan yang direncanakan oleh guru, yang

selanjutnya akan diterapkan pada peserta didik, kemudian dievaluasi apakah

berhasil atau tidak.

6. Grundy dan Kemmis, Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) mencakup :

a. Peningkatan Praktik. Pada umumnya, tujuan penelitian adalah untuk

menemukan atau untuk menggeneralisasikan sesuatu yang terlepas dari

kebutuhan dan tuntutan masyarakat pada umumnya. Oleh karenanya, hasil

sebuah penelitian kadang-kadang sulit untuk diterapkan oleh para praktisi

di lapangan. Hal ini mungkin disebabkan oleh dua hal, pertama, penelitian

pada umumnya lebih banyak berangkat dari konsep-konsep yang hanya di

pahami oleh kalangan tertentu sehiNgga tidak menyentuh kebutuhan

lapangan secara real dan pasti. Kedua, sulit memasyarakatkan atau

menyebarkan hasil penelitian kepada para praktisi dengan berbagai alasan,

sehingga hasil penelitian hanya banyak menghiasi perpustakaan perguruan

tinggi yang sulit untuk dijangkau dan tidak bias diterangkan.

b. Pengembangan Profesional. Salah satu sifat dari seorang profesional

adalah keinginannya untuk meningkatkan kualitas kinerja agar lebih baik

untuk mencapai hasil yang lebih optimal. Seorang professional tidak akan

cepat puas dengan hasil yang diperolehnya ia akan selalu mencari dan

menggali informasi dari berbagai sumber, kemudian mencoba dan

mencoba sesuatu yang baru hingga hasil yang diperoleh akan semakin

59
sempurna. Seorang professional akan selalu tanggap terhadap setiap

perubahan baik perubahan social maupun perubahan dan perkembangan

bidang ilmu yang di gelutinya, yang kesemuannya itu akan mempengaruhi

bagaimana seharusnya ia melaksanakan tugasnya.

c. Peningkatan Situasi Tempat Praktik. Guru yang professional dalam

mengerjakan tugas mengajarnya, akan selalu memanfaatkan

perkembangan ilmu pengetahuan dan memanfaatkan berbagai rekayasa

tekhnologi untuk untuk meningkatkan kualitas mengajarnya dan kinerjanya.

7. Bahri, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bertujuan untuk memperbaiki praktek

dalam pembelajaran agar menjadi lebih berkualitas dalam prosesnya agar hasil

belajar pun dapat meningkat, secara lebih luas PTK bertujuan untuk

meningkatkan pelayanan pendidikan disekolah dan masyarakat.

8. Sanjaya, Tujuan utama Penelitian Tindakan Kelas(PTK) adalah peningkatan

kualitas proses belajar dan kualitas hasil belajar, Dimana peningkatan itu

dilakukan secara praktis, yang artinya pelaksanaannya kadang tidak

memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah tetapi lebih kepada situasi dan kondisi

yang secara nyata terjadi di lapangan.

9. Tahir, Tujuan utama Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah perbaikan dan

peningkatan keprofesionalan guru dalam PBM. Sedang tujuan sertaan dari PTK

adalah mengembangkan keterampilan guru untuk menyelesaikan segala

persoalan aktual yang terkait pembelajaran.

10. Suhadjono, Tujuan penelitian tindakan kelas itu adalah:

a. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan

pembelajaran disekolah.

60
b. Membantu guru dan tenaga kekependidikan lainnya mengatasai masalah

pembelajaran dan pendidikan di dalam kelas.

c. Meningkatkan sikap professional pendidik dan tenaga kependidika.

d. Menumbuh-kembangkan budaya akademik dilingkungan sekolah sehingga

tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan

pembelajaran secara berkelanjuta (sustainable).

11. Kasihani, Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah :

a. Meningkatkan dan memperbaiki praktek pembelajaran yang seharusnya

dilakukan oleh guru, mengingat masyarakat kita berkembang begitu cepat.

Hal ini akan berakibat terhadap meningkatnya tuntutan layanan pendidikan

yang harus dilakukan oleh guru. PTK merupakan cara yang strategis bagi

guru untuk meningkatkan atau memperbaiki layanan tersebut.

b. Meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan atau perbaikan praktek

pembelajaran di kelas hanya tujuan antara, sedangkan tujuan akhir adalah

peningkatan mutu pendidikan. Misal, terjadi peningkatan motivasi siswa

dalam belajar, meningkatnya sikap positif siswa terhadap mata pelajaran,

bertambahnya keterampilan yang dikuasai, adalah merupakan beberapa

contoh dari tujuan antara sebagai hasil jangka pendek dari peningkatan

praktek pembelajaran di kelas. Sasaran akhirnya adalah meningkatnya

mutu pendidikan.

c. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga

tercipta sikap proaktif untuk memperbaiki pembelajaran, berdasar pada

persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi guru di kelas.

12. Asikin, Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) antara lain:

a. Untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

61
b. Untuk memperbaiki dan meningkatkan layanan professional pendidik dalam

menangani proses belajar mengajar di kelas.

c. Pengembangan keterampilan proses pembelajaran yang dihadapi guru

di kelasnya.

d. Sebagai proses latihan dalam jabatan dan layanan pembelajaran yang

akurat.

13. McNiff, Dasar utama bagi dilaksanakannya Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) adalah untuk perbaikan. Kata perbaikan di sini terkait dengan

memiliki konteks dengan proses pembelajaran. Tujuan itu dapat dicapai dengan

melakukan berbagai tindakan alternative dalam memecahkan berbagai

persoalan pembelajaran.

14. Borg, Tujuan utama penelifian tindakan adalah untuk pengembangan

keterampilan guru berdasarkan pada persoalan-persoalan pembelajaranyang

dihadapi guru di kelasnya sendiri, dan bukannya bertujuan untuk pencapaian

pengetahuan umum dalam bidang pendidikan.

Berdasarkan pendapat para ahli, adapun Tujuan Penelitian Tindakan Kelas dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran yang dilaksanakan

guru demi tercapainya tujuan pembelajaran.

2. Memperbaiki dan meningkatkan kinerja-kinerja pembelajaran yang

dilaksanakan oleh guru.

3. Mengidentifikasi, menemukan solusi, dan mengatasi masalah pembelajaran di

kelas agar pembelajaran bermutu.

62
4. Meningkatkan dan memperkuat kemampuan guru dalam memecahkan

masalah-masalah pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat bagi

siswa dan kelas yang diajarnya.

5. Mengeksplorasi dan membuahkan kreasi-kreasi dan inovasi-inovasi

pembelajaran (misalnya, pendekatan, metode, strategi dan media) yang dapat

dilakukan oleh guru demi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran.

6. Mencobakan gagasan, pikiran, kiat, cara, dan strategi baru dalam pembelajaran

untuk meningkatkan mutu pembelajaran selain kemampuan inovatif guru.

7. Mengeksplorasi pembelajaran yang selalu berwawasan atau berbasis

penelitian agar pembelajaran dapat bertumpu pada realitas empiris kelas,

bukan semata-mata bertumpu pada kesan umum atau asumsi.

8. Memecahkan masalah-masalah melalui penerapan langsung di kelas atau

tempat kerja (Isaac, 1994:27).

9. Menemukan pemecahan masalah yang dihadapi sesorang dalam tugasnya

sehari-hari dimana pun tempatnya, di kelas, di kantor, di rumah sakit, dan

seterusnya.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan umum dari penelitian

tindakan kelas adalah untuk memecahkan permasalahan yang terjadi dalam proses

pembelajaran di kelas sehinggah tercipta perbaikan dan peningkatan mutu dan

kualitas pembelajaran.

Dengan terlaksananya tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tersebut, maka

dapat diharapkan dapat menghasilkan perbaikan dan peningkatan mutu proses dan

hasil pembelajaran, sebagai berikut :

1. Perbaikan dan peningkatan mutu isi, proses, hasil pembelajaran.

63
2. Perbaikan dan peningkatan terhadap prestasi belajar peserta didik di kelas atau

ruang kuliah.

3. Perbaikan dan peningkatan terhadap materi, metode, dan penggunaan media

pembelajara di kelas.

Mengacu pada tujuan Penelitian Tindakan Kelas diatas maka Output atau hasil

yang diharapkan melalui PTK adalah peningkatan atau perbaikan kualitas proses dan

hasil pembelajaran yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Peningkatan atau perbaikan kinerja siswa di sekolah.

2. Peningkatan atau perbaikan mutu proses pembelajaran di kelas.

3. Peningkatan atau perbaikan kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan

sumber belajar lainya.

4. Peningkatan atau perbaikan kualitas prosedur dan alat evaluasi yang

digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa.

5. Peningkatan atau perbaikan masalah-masalah pendidikan anak di sekolah.

D. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research memiliki

banyak manfaat bagi dunia pendidikan di Indonesia. Ada banyak hal yang menjadi

alasannya. Di antaranya bahwa, hasil-hasil dari PTK dapat langsung dimanfaatkan

untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas pembelajaran di dalam kelas guru

yang bersangkutan.

Manfaat PTK dapat dilihat dari dua aspek :

1. Manfaat aspek akademis : adalah untuk membantu guru menghasilakn

pengetahuan yang shahih dan relevan bagi kelas mereka yang memperbaiki

mutu pembelajaran dalam jangka pendek.

64
2. Manfaat praktis antara lain :

a. Merupakan pelaksanaan inovasi pembelajaran dari bawah, peningkatan

mutu dan perbaikan proses pembelajaran yang di lakukan guru secara rutin

merupakan wahana pelaksanaan inovasi pembelajaran. Oleh karena itu

guru perlu selalu mencoba untuk mengubah, mengembangkan dan

meningkatkan pendekatan, metode maupun gaya pembelajaran sehingga

dapat menghasilakan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan

kondisi dan karakteristik kelas.

b. Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah, artinya dengan guru

melakukan PTK, maka guru telah melakukan implementasi kurikulum dalam

tatanan praktis, yakni bagaimana kurikulum itu dikembangkan dan

disesuaikan dengan situasi dan kondisi, sehingga kurikulum dapat berjalan

secara efektif melalui model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

efektif dan menyenangkan.

Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut beberapa ahli adalah

sebagai berikut :

1. Mohammad Asrori menyatakan bahwa manfaat Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) dapat dikaji dari beberapa pembelajaran dikelas. Manfaat yang terkait

dengan komponen pembelajaran antara lain :

a. Inovasi pembelajaran.

b. Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan kelas.

c. Peningkatan profesionalisme guru.

2. Sukayati, manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terkait dengan

pembelajaran hampir sama dengan yang disampaikan oleh Mohammad Asrori

antara lain mencakup hal-hal berikut:

65
a. Inovasi, dalam hal ini guru perlu selalu mencoba, mengubah,

mengembangkan, dan meningkatkan gaya mengajarnya agar mampu

merencanakan dan melaksanakan model pembelajaran yang sesuai

dengan tuntutan kelas dan zaman.

b. Pengembangan kurikulum di tingkat kelas dan sekolah, PTK dapat

dimanfaatkan secara efektif oleh guru untuk mengembangkan kurikulum.

Hasil-hasil PTK akan sangat bermanfaat jika digunakan sebagai sumber

masukan untuk mengembangkan kurikulum baik di tingkat kelas maupun

sekolah.

c. Peningkatan profesionalisme guru, keterlibatan guru dalam PTK akan dapat

meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran. PTK

merupakan salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk

memahami apa yang terjadi di kelas dan cara pemecahannya yang dapat

dilakukan.

3. Rustam dan Mundilarto mengemukakan manfaat Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) bagi guru, yaitu:

a. Membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran

b. Meningkatkan profesionalitas guru

c. Meningkatkan rasa percaya diri guru

d. Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan

keterampilannya.

4. Cole dan Knowles, manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah dapat

mengarahkan para guru untuk melakukan kolaborasi, refleksi, dan bertanya

satu dengan yang lain dengan tujuan tidak hanya tentang program dan metode

66
mengajar, tetapi juga membantu para guru mengembangkan hubungan-

hubungan personal.

5. Noffke, manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah dapat mendorong para

guru melakukan refleksi terhadap praktek pembelajarannya untuk membangun

pemahaman mendalam dan mengembangkan hubungan-hubungan personal

dan sosial antar guru.

6. Whitehead, manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah dapat

memfasilitasi guru untuk mengembangkan pemahaman tentang pedagogik

dalam rangka memperbaiki pembelajarannya.

7. Prendergast, manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah :

a. Dapat membantu pengembangan kompetensi guru dalam menyelesaikan

masalah pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi, dan efektivitas

pembelajaran, proses, dan hasil belajar siswa.

b. Peningkatan kemampuan pembelajaran akan berdampak pada

peningkatan kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional guru.

Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Siswa dan pembelajaran,

Pelaksanaan PTK adalah memperbaiki kualitas proses pembelajaran dengan sasaran

akhir memperbaiki hasil belajar siswa, sehingga PTK mempunyai manfaat yang sangat

besar dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Selain itu PTK yang

dilakukan oleh guru dapat menjadi model bagi siswa dalam meningkatkan prestasinya.

Guru yang selalu melakukan PTK yang inovatif dan kreatif akan memiliki sikap kritis

dan reflektif terhadap hasil belajar yang dicapai siswa. Sikap kristis inilah yang akan

dijadikan model bagi siswa untuk terus merefleksi diri sebagaimana yang dilakukan

oleh gurunya. Adapun Manfaat PTK bagi siswa secara terperinci yaitu :

67
1. Peningkatan atau perbaikan kinerja siswa di sekolah

2. Peningkatan atau perbaikan masalah-masalah pendidikan anak di sekolah

3. Peningkatan dan perbaikan kualitas dalam penerapan kurikulum dan

pengembangan kompetensi siswa di sekolah

4. Memupuk dan meningkatkan keterlibatan, kegairahan, ketertarikan,

kenyamanan, kesenangan dalam diri siswa untuk mengikuti proses

pembelajaran di kelas. Di samping itu, hasil belajar siswa pun dapat meningkat

5. Memberikan bekal kecakapan berfikir ilmiah melalui keterlibatan siswa dalam

kegiatan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru.

Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Guru, yaitu:

1. Guru memiliki kemampuan memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu

kajian yang mendalam terhadap apa yang terjadi dikelasnya. Keberhasilan

dalam perbaikan ini akan menimbulkan rasa puas bagi guru, karena Ia telah

melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi siswanya melalui proses

pembelajaran yang dikelolanya.

2. Dengan melakukan PTK, guru dapat berkembang dan meningkatkan kinerjanya

secara profesional, karena guru mampu menilai, merefleksi diri, dan mampu

memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya. Dalam hal ini, guru tidak lagi

hanya sebagai seorang praktisi yang sudah merasa puas terhadap apa yang

dikerjakan selama ini, namun juga sebagai peneliti dibidangnya yang selalu

ingin melakukan perbaikan-perbaikan pembelajaran yang inovatif dan kreatif.

3. Melalui PTK, guru mendapat kesempatan untuk berperan aktif dalam

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri. Guru tidak hanya

menjadi penerima hasil perbaikan dari orang lain, namun guru itu sendiri

68
berperan sebagai perancang dan pelaku perbaikan tersebut, sehingga

diharapkan dapat menghasilkan teori-teori dan praktik-praktik pembelajaran.

4. Dengan PTK, guru akan merasa lebih percaya diri. Guru yang selalu merefleksi

diri, melakukan evaluasi diri, dan menganalisis kinerjanya sendiri di dalam

kelas, tentu saja akan selalu menemukan kekuatan, kelemahan, dan tantangan

pembelajaran dan pendidikan masa depan, dan mengembangkan alternatif

pemecahan masalah / kelemahan yang ada pada dirinya dalam pembelajaran.

Guru yang demikian adalah guru yang memiliki kepercayaan diri yang kuat.

Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Sekolah, Sekolah yang para

gurunya memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan atau perbaikan kinerjanya

secara profesional, maka sekolah tersebut akan berkembang pesat. Ada hubungan

yang erat antara berkembangnya suatu sekolah dengan berkembangnya kemampuan

guru. Sekolah tidak akan berkembang, jika gurunya tidak memiliki kemampuan untuk

mengembangkan diri. Kaitannya dengan PTK, jika sekolah yang para gurunya memiliki

keterampilan dalam melaksanakan PTK tentu saja sekolah tersebut akan memperoleh

manfaat yang besar, karena peningkatan kualitas pembelajaran mencerminkan

kualitas pendidikan di sekolah tersebut. Adapun Manfaat PTK bagi sekolah secara

terperinci yaitu :

1. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan

pembelajaran di sekolah.

2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mengatasi masalah

pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas.

3. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan.

69
4. Menumbuh-kembangkan budaya ilmiah di lingkungan sekolah, untuk proaktif

dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan/pembelajaran secara

berkelanjutan.

5. Memberikan nilai tambah (value added) yang positif bagi sekolah

6. Menjadi alat evaluator dari program dan kebijakan pengelolaan sekolah yang

sudah berjalan.

Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Teori Pendidikan, manfaat bagi teori

pendidikan yaitu dapat menjadi jembatan teori dan praktik, dengan artian seorang

praktisi ataupun guru akan berkolaborasi dengan seorang akademikus sehingga

berpotensi menerjemahkan teori yang bersifat konseptual menjadi hal-hal yang

bersifat riil dan praktis.

Dari beberapa penjelasan diatas, maka adapun manfaat Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) Secara umum, yaitu :

1. Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan bahan panduan guru

untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Selain itu hasil-hasil PTK yang

dilaporkan dapat menjadi bahan artikel ilmiah atau makalah untuk berbagai

kepentingan, antara lain disajikan dalam forum ilmiah dan dimuat di jurnal

ilmiah.

2. Menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya, dan atau tradisi meneliti dan

menulis artikel ilmiah di kalangan guru. Hal ini telah ikut mendukung

profesionalisme dan karir guru.

3. Mampu mewujudkan kerja sama, kaloborasi, dan atau sinergi antar-guru dalam

satu sekolah atau beberapa sekolah untuk bersama-sama memecahkan

masalah pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran.

70
4. Mampu meningkatkan kemampuan guru dalam menjabarkan kurikulum atau

program pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan

kelas. Hal ini memperkuat dan relevansi pembelajaran bagi kebutuhan siswa.

5. Dapat memupuk dan meningkatkan keterlibatan , kegairahan, ketertarikan,

kenyamanan, dan kesenangan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di

kelas yang dilaksanakan guru. Hasil belajar siswa pun dapat meningkatkan.

6. Dapat mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik,

menantang, nyaman, menyenangkan, dan melibatkan siswa karena strategi,

metode, teknik, dan atau media yang digunakan dalam pembelajaran demikian

bervariasi dan dipilih secara sungguh-sungguh.

E. Pinsip Penelitian Tindakan Kelas

Prinsip menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu asas (kebenaran yang

menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya); dasar. Prinsip adalah suatu

pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh

seseorang/ kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak, sebuah

prinsip merupakan roh dari sebuah perkembangan ataupun perubahan, dan

merupakan akumulasi dari pengalaman ataupun pemaknaan oleh sebuah objek atau

subjek tertentu (id.wikipedia.org).

Agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik tanpa menganggu tugas utama

dari seorang guru, dibutuhkan prinsip yaitu apa yang harus ada tanpa menganggu apa

yang menjadi tugas utama dari guru. Bahkan prinsip ini diharapkan agar PTK dapat

dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dilaksanakan tanpa

mengganggu komitmennya sebagai pengajar. Artinya dalam pelaksanaannya PTK

71
tetap mempunyai pedoman-pedoman dasar yang tidak boleh untuk dilanggar oleh

guru.

Secara umum prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas (PTK)tersebut adalah :

1. Tidak mengganggu komitmen guru sebagai pengajar.

2. Metode pengumpulan data tidak menuntut waktu yang berlebihan.

3. Metodologi yang digunakan harus reliable sehingga memungkinkan guru

mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan.

4. Masalah berawal dari kondisi nyata di kelas yang dihadapi guru.

5. Dalam penyelenggaraan penelitian, guru harus memperhatikan etika

profesionalitas guru.

6. Meskipun yang dilakukan adalah di kelas, tetapi harus dilihat dalam konteks

sekolah secara menyeluruh.

7. Tidak mengenal populasi dan sampel.

8. Tidak mengenal kelompok eksperimen dan control.

9. Tidak untuk digeneralisasikan.

Prinsip Penelitian Tindakan Kelas menurut para ahli, diantaranya menurut

Hopkins yaitu:

1. Autentik

Masalah yang ditangani adalah masalah pembelajaran yang nyata dan

merisaukan tanggung jawab profesional dan komitmen terhadap pemerolehan mutu

pembelajaran. Prinsip ini menekankan bahwa diagnosis masalah bersandar pada

kejadian nyata yang berlangsung dalam konteks kembelajaran yang

sesungguhnya, Apabila pendiagnosisan masalah berdasarkan pada kajian

akademik atau kajian literatur semata, maka penelitian tersebut dipandang sudah

melanggar prinsip keautentikan masalah. Jadi, masalah harus didiagnosis dari

72
kancah pembelajaran yang sesungguhnya bukan sesuatu yang dibayangkan akan

terjadi secara akademik.

2. Integral

Kegiatan PTK adalah pengembangan pembelajaran yang merupakan bagian

integral dari pembelajaran harus diselenggarakan dengan tetap bersandar pada

alur pikir dan kaidah ilmiah. Alur pikir yang digunakan dimulai dari pendiagnosisan

masalah dan faktor penyebab timbulnya masalah, pemilihan tindakan yang sesuai

dengan permasalahan dan penyebabnya, dan apabila perlu dirumuska hipotesis

tindakan yang tepat, Selanjutnya, dilakukan penetapan skenario tindakan, prosedur

pengumpulan data, dan analisis data. Objektivitas, reliabilitas, dan validitas proses,

data, dan hasil teta dipertahankan selama penelitian berlangsung. Prinsip kedua ini

mempersyaratkan bahwa dalam menyelenggarakan kegiatan pengembangan

pembelajaran tetap digunakan kaidah-kaidah ilmiah.

3. Sitematis

Pelaksanaan PTK merupakan bagian integral dari pembelajaran yang tidak

menuntut kekhususan waktu maupun metode pengumpulan data. Tahap-tahap

pengembangan pembelajaran selaras dengan pelaksanaan pembelajaran,

yaitu persiapan, pelaksanaan pembelajaran, observasi kegiatan pembelajaran,

evaluasi proses dan hasil pembelajaran, dan refleksi dari proses dan hasil

pembelajaran. Prinsip ketiga ini mengisyaratkan agar proses dan hasil

pembelajaran direkam dan dilaporkan secara sistematis dan terkendali menuru

kaidah ilmiah.

4. Siklis

Tugas guru yang utama adalah menyelenggarakan pembelajaran yang baik

dan berkualitas. Untuk itu, guru memiliki komitmen dalam mengupayakan perbaikan

73
dan peningkatan kualitas pembelajaran secara terus-menerus. Dalam menerapkan

suatu tindakan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran ada kemungkinan

tindakan yang dipilih guru kurang berhasil, maka harus tetap berusaha mencari

alternatif lain, tanpa menggeser tema sentral. Guru haru menggunakan

pertimbangan dan tanggung jawab profesionalnya dalam pengupayakan jalan

keluar dari permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Prinsip pertama ini

berimplikasi pada sifat pengembangan pembelajaran sebagai suatu upaya yang

berkelanjutan secara siklis sampai terjadinya peningkatan, perbaikan, atau

kesembuhan sistem, proses, hasil, dan sebagainya.

5. Konsisten

Konsistensi sikap dan kepedulian guru dalam memperbaiki dan meningkatkan

kualitas pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini penting karena upaya peningkatan

kualitas pembelajaran perlu perencanaan dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh.

Oleh karena itu, motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam,

bukan sesuatu yang bersifat instrumental.

6. Komprehensif

Cakupan permasalahan pembelajaran tidak seharusnya dibatasi pada masalah

pembelajaran di ruang kelas, tetapi dapat diperluas pada tataran di luar ruangan,

misalnya di laboratorium atau di perpustakaan. Perspektif yang lebih luas akan

memberi sumbangan lebih signifikan terhadap upaya peningkatan kualitas

pendidikan.

Menurut Arikuonto, prinsip Penelitian Tindakan Kelas yaitu:

1. Kegiatan Nyata dalam Situasi Rutin

Penelitian yang dilakukan peneliti tidak boleh mengubah suasana rutin,

penelitian harus dalam situasi yang wajar, sehingga hasil penelitian dapat

74
dipertanggungjawabkan. Hal ini berkaitan erat dengan profesi guru yaitu

melaksanakan pembelajaran, sehingga tindakan yang cocok dilakukan oleh guru

adalah yang menyangkut pembelajaran.

2. Adanya Kesadaran Diri Untuk Memperbaiki Kerja

Kegiatan penelitian tindakan kelas dilakukan bukan karena keterpaksaan, akan

tetapi harus berdasarkan keinginan guru, guru menyadari adanya kekurangan

pada dirinya atau pada kinerja yang dilakukannya dan guru ingin melakukan

perbaikan. Guru harus berkeinginan untuk melakukan peningkatan diri untuk hal

yanglebih baik dan dilakukan secara terus menerus sampai tujuannya tercapai

3. SWOT Sebagai Dasar Berpijak

Penelitian tindakan dimulai dengan melakukan analisis SWOT, yang terdiri atas

unsur-unsur, yaitu :

a. Strength : Kekuatan

b. Weaknesses : Kelemahan

c. Opportunity : Kesempatan

d. Threat : Ancaman

Empat hal tersebut dilihat dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa

yang dikenai tindakan. Dengan berpijak pada hal-hal tersebut penelitian tindakan

dapat dilaksanakan hanya bila ada kesejalanan antara kondisi yang ada pada guru

dan juga siswa. Kekuatan dan kelemahan yang ada pada diri peneliti dan subjek

tindakan diidentifikasi secara cermat sebelum mengidentifikasi yang lain.

4. Upaya Empiris dan Sistemik

Dengan telah dilakukannya analisis SWOT, tentu saja apabila guru melakukan

penelitian tindakan, berarti guru sudah mengikuti prinsip empiris (terkait dengan

pengalaman) dan sistemik, berpijak pada unsur-unsur yang terkait dengan

75
keseluruhan sistem yang terkait dengan objek yang sedang digarap. Pembelajaran

adalah sebuah sistem, yang keterlaksanaannya didukung oleh unsur-unsur yang

kait mengkait. Jika guru mengupayakan cara mengajar baru, harus juga

memikirkan tentang sarana pendukung yang berbeda, mengubah jadwal

pelajarandan semua yang terkait dengan hal-hal yang baru diusulkan tersebut.

5. Ikuti Prinsip SMART dalam Perencanaan

Ketika guru menyusun rencana tindakan, hendaknya mengingat hal -hal yang

terkandung dalam SMART, yaitu:

a. Spesifik : khusus, permasalahan tidak terlalu umum

b. Managable : dapat dikelola, dilaksanakan. Penelitian tindakan kelas

hendaknya tidak sulit, baik dalam menentukan lokasi, mengumpulkan hasil,

mengoreksi, atau kesulitan dalam bentuk lain

c. Acceptable : dapat diterima, dalam konteks ini dapat diterima oleh subjek

yang dikenai tindakan, artinya siswa tidak mengeluh gara-gara guru

memberikan tindakan-tindakan tertentu dan juga lingkungan tidak

terganggu.

d. Realistic : operasional, tidak di luar jangkauan. Penelitian tindakan kelas

tidak menyimpang dari kenyataan dan jelas bermanfaat bagi diri guru dan

siswa.

e. Time-Bound : diikat oleh waktu, terencana, artinya tindakan-tindakan yang

dilakukan terhadap siswa sudah tertentu jangka waktunya. Batasan waktu

ini penting agar guru mengetahui betuk hasil yang diberikan kepada

siswanya.

Ketika guru menyusun rencana tindakan, harus mengingat hal-hal yang

disebutkan dalam SMART. Tindakan yang dipilih peneliti harus :

76
a. Khusus specific, masalah yang diteliti tidak terlalu luas, ambil satu aspek

saja sehingga langkah dan hasilnya dapat jelas dan spesifik.

b. Mudah dilakukan, tidak sulit atau berbelit, misalnya kesulitan dalam mencari

lokasi mengumpulkan hasil, mengoreksi dan lainnya.

c. Dapat diterima oleh subjek yang dikenai tindakan, artinya siswa tidak

mengeluh gara-gara guru memberikan tindakan dan juga lingkungan tidak

terganggu karenanya.

d. Tidak menyimpang dari kenyataan dan jelas bermanfaat bagi dirinya dan

subjek yang dikenai tindakan.

F. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas

Menurut para ahli, penelitian tindakan kelas memiliki beberapa karakteristik khusus

yang membedakan dengan jenis penelitian lainnya, seperti yang di uraikan oleh

Richard Winter ada enam karakteristik penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu :

1. Kritik Refleksi.

Salah satu langkah penelitian kualitatif pada umumya, dan khususnya

penelitian tindakan kelas ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi

mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam(PTK) yang dimaksud

dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penelitian, dan refleksi ini perlu

adanya kritik sehingga dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-

perubahan. Adapun menurut Schmuck (1997), yang dimaksud refleksi disini adalah

refleksi dalam pengertian melakukan introspeksi diri, seperti guru mengingat

kembali apa saja tindakan yang telah dilakukan di dalam kelas, apa dampak dari

tindakan tersebut, mengapa dampaknya menjadi demikian dan sebagainya.

77
2. Kritik Dialektis.

Dengan adanya kritik dialektif diharapkan penelitian bersedia melakukan kritik

terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan

pemerisaan terhadap : a. Kontek hubungan secara menyeluruh yang merupakan

suatu unit walaupun dapat dipisahkan secarta jelas. b. Struktur kontradiksi internal,

maksudnya dibalik unut yang kelas yang memungkinkan adanya kecenderungan

mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit tersebut bersifat

stabil.

3. Kritik Kolaboratif.

Dalam penelitian tindakan kelas (PTK) diperlukan hadirnya suatu kerjasama

dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan

sebagainya.

4. Kritik Resiko.

Dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agr peneliti berani

mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung. Resiko

yang mungkin ada diantaranya: Adanya tuntutan untuk melakukan suatu

transformasi, dan Melesetnya hipotesis.

5. Kritik Susunan Jamak.

Pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur tunggal karena

ditentukan oleh suara tunggal, penelitiannya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur

jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasitif dan

kolaboratif.

6. Kritik Internalisasi Teori dan Praktek.

Di dalam penelitian tindakan kelad (PTK), keberadaan antara teori dan

praktikbukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi keduanya

78
merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung dan keduanya

berfungsi untuk mendukung transformasi.

Irawati ardi berpendapat bahwa Penelitian Tindakan Kelas memiliki Karakteristik,

diantaranya :

1. Masalah yang diteliti dalam PTK adalah masalah “mikro” yang dibatasi oleh

“dinding-dinding kelas”. Masalah perbaikan pengajaran, evaluasi, dan

pengayaan kurikulum merupakan salah satu sasaran PTK. Objek PTK lebih

berorientasi pada masalah yang dihadapi guru dan siswa di dalam kelas.

2. PTK bersifat “evaluasi diri” terhadap kualitas pengajaran guru itu sendiri.

3. PTK merupakan penelitian terapan untuk memecahkan masalah-masalah real

yang dihadapi guru dan siswa. Tujuan akhir dari PTK adalah untuk

menyempurnakan kualitas PBM

4. PTK bersifat siklus. Artinya, perencanaan pengajaran dan pelaksanaan

pembelajaran dapat ditindaklanjuti dengan pengamatan dan upaya

memperbaikinya. Hasil perbaikan tersebut dapat diterapkan pada tahap

berikutnya hingga mencapai kesempurnaan PBM yang diharapkan.

5. PTK berorientasi pada daya serap dan taraf serap materi pengajaran. Objek

PTK dalam hal ini adalah keterukuran kemampuan siswa dalam menyerap

materi pengajaran sesuai dengan RPP yang telah diterapkan guru.

Menurut Ibnu (dalam Aqib, 2009 :16) memaparkan bahwa PTK memiliki

karakteristik dasar, yaitu:

1. Dalam pelaksanaan tindakan berdasarkan pada masalah yang dihadapi guru.

2. Adanya perpaduan dalam pelaksanaannya.

3. Peneliti sebagai media yang melakukan refleksi

4. Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional;

79
5. Dalam pelaksanaannya terbagi beberapa siklus atau periode.

Menurut Kunandar yang menguraikan karakteristik Penelitian Tindakan Kelas

sebagai berikut :

1. On the job problem oriented (masalah yang diteliti adalah masalah rill atau

nyata yang muncul dari dunia kerja peneliti atau yang ada dalam kewenangan

atau tanggung jawab peneliti).

2. Problem solving oriented (berorientasi pada pemecahan masalah). PTK yang

dilakukan oleh guru sebagai upaya untuk memecahkan masalah yang dihadapi

oleh guru dalam PBM di kelasnya melalui suatu tindakan (treatment) tertentu

sebagai upaya menyempurnakan PBM di kelasnya.

3. Improvement oriented (berorientasi pada peningkatan mutu). PTK dilaksanakan

dalam rangka untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu PBM yang dilakukan

oleh guru di kelasnya.

4. Cyclic (siklus). Konsep tindakan (action) dalam PTK diterapkan melalui urutan

yang terdiri dari beberapa tahap berdaur ulang (cyclical). Siklus dalam PTK

terdiri 4 tahapan, yaitu perencanaan tindakan, melakukan tindakan,

pengamatan atau observasi, dan analisis atau refleksi.

5. Action oriented. Dalam PTK selalu didasari pada adanya tindakan (treatment)

tertentu untuk memperbaiki PBM di kelas.

6. Pengkajian terhadap dampak tindakan. Maksudnya dampak tindakan yang

harus dilakukan harus dikaji apakah sesuai dengan tujuan, apakah memberi

dampak positif lain, atau bahkan menimbulkan dampak negative yang

merugikan peserta didik.

7. Specifics Contextual. Aktivitas PTK dipicu oleh permasalahan praktis yang

dihadapi oleh guru dalam PBM di kelas. permasalahan dalam PTK adalah

80
permasalahan yang sifatnya spesifik kontekstual dan situasional sesuai dengan

karakteristik siswa dalam kelas tersebut.

8. Partisipatory (collaborative). PTK dilaksanakan secara kolaboratif dan bermitra

dengan pihak lain, seperti teman sejawat.

9. Peneliti sekaligus praktisi yang melakukan refleksi.

10. Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus di mana dalam

satu siklus terdiri dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, refleksi,

dan selanjutnya diulang kembali dalam beberapa siklus.

Menurut Drs. Tatang Sunendar, M.Si. dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan

(LPMP) Jawa Barat, Ditinjau dari karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki

karakteristik antara lain:

1. didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional;

2. adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya;

3. penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi;

4. bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek instruksional;

5. dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.

G. Syarat Melakukan Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Sulipan, agar memperoleh informasi atau kejelasan tetapi tidak menyalahi

kaidah yang ditentukan, peneliti perlu memahami dan memenuhi tujuh prinsip berikut

apabila sedang melakukan penelitian tindakan kelas, sebagai berikut:

1. PTK dilakukan tanpa mengubah situasi yang biasa terjadi. Jika penelitian

dilakukan dalam situasi yang berbeda dari biasanya, maka hasilnya mungkin

berbeda jika dilaksanakan lagi dalam situasi aslinya. Oleh karena itu penelitian

tindakan tidak perlu mengadakan waktu khusus untuk diamati, jadi harus

81
dibiarkan apa adanya namun yang berbeda adalah adanya tindakan untuk

meningkatkan mutu pembelajaran.

2. PTK yang dilakukan berkaitan dengan tugas peneliti sebagai guru atau kepala

sekolah. Jadi tindakan yang dilakukan merupakan tindakan nyata yang

dilakukan dalam tugasnya sehari-hari dan secara empirik memang terjadi di

lapangan.

3. PTK merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan mutu sesuatu yang sudah

ada dan biasa menjadi lebih baik; atau merupakan sebuah upaya untuk

memecahkan masalah yang terjadi di kelas atau di sekolahnya.

4. PTK dilakukan bukan karena ada paksaan atau permintaan dari pihak lain,

tetapi atas dasar sukarela, karena mengharapkan hasil yang lebih baik.

5. PTK dilakukan secara sistemik (terencana, terarah, dan teratur berdasarkan

sebuah mekanisme tertentu). Jadi, jika peneliti mengupayakan cara mengajar

yang baru, dia juga harus memikirkan tentang langkah-langkahnya, bahan

ajarnya, sarana pendukung dan hal-hal yang terkait dengan cara baru tersebut.

Jika kepala sekolah akan melakukan upaya manajemen yang baru maka harus

dipersiapkan prosedurnya, kebijakan pendukungnya serta sosialisasi

implementasinya.

6. PTK harus dapat menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan kepada siswa

memang berbeda dari apa yang sudah biasa dilakukan. karena yang biasa

sudah jelas menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena itu guru

melakukan tindakan yang diperkirakan dapat memberikan hasil yang lebih baik.

7. PTK berpusat pada proses, bukan hanya pada hasil. PTK merupakan kegiatan

yang dilakukan oleh guru atau peneliti untuk memperbaiki atau meningkatkan

82
hasil dengan mengubah cara, metode, pendekatan atau strategi yang berbeda

dari biasanya.

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan PTK, yaitu:

1. PTK harus dilakukan dengan tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam

seluruh kegiatan PTK secara proporsional.

2. Peneliti dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai.

3. Tindakan yang dilakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik

pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan

teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan

pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan),

berdasarkan nila-inilai yang diyakini kebenarannya.

4. Penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan

perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan

seluruh kerumitannya.

5. Secara sistematik perhatikan arah dan jenis perbaikan yang diperlukan dalam

pelaksanaan PTK

6. Dalam pelaksanaa PTK perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan

penjelasan) tentang tindakan yang dilaksanakan dalam riwayat faktual,

perekaman video and audio, riwayat subjektif yang diambil dari buku harian dan

refleksi dan observasi pribadi, dan riwayat fiksional.

7. Laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk: (1) tulisan tentang hasil

refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan

dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas

83
tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4) bentuk visual

seperti diagram, gambar, dan grafik.

8. Keberhasilan tindakan dikritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti

(data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri),

meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk

memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar

dalam suatu seminar (validasi publik). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi

selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap

penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang

masih harus dicermati kembali.

H. Tahapan dan Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas

Ciri khas penting pada PTK adalah adanya siklus-siklus dan pada setiap siklus ini

terdapat 4 tahapan yang mesti dilalui, yaitu tahap perencanaan (Palnning), tahap

pelaksanaan (Acting), tahap pengamatan (Observing), dan tahap refleksi (Reflecting).

tahapan-tahapan di atas akan menunjang sebuah siklus PTK. Model apapun yang

digunakan dalam metode penelitian tindakan kelas pada prinsipnya selalu

menggunakan 4 tahapan tersebut, baik secara tersirat maupun secara langsung

tertulis pada bagian metodologinya :

1. Perencanaan Tindakan.

Pada sebuah penelitian tindakan kelas, peneliti yang merupakan seorang guru

setelah menemukan permasalahan di dalam kelas atau pembelajarannya, maka

pada ia dapat memutuskan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut melalui

sebuah kegiatan penelitian. Ini tentu sangat bagus untuk guru yang bersangkutan

karena dengan melakukan penelitian tindakan kelas atau PTK ia akan memperoleh

84
berbagai keuntungan, seperti angka kredit untuk kenaikan pangkat dan

peningkatan profesionalismenya dalam karir sebagai guru. Lalu ketika

permasalahan dapat diidentifikasi, maka selanjutnya guru peneliti harus membuat

perencanaan. Hal ini dilakukannya dalam tahapan pertama pada siklus pertama

PTK-nya. Ia akan merencanakan langkah-langkah apa yang akan dilakukan untuk

menyelesaikan permasalahan di kelasnya, membuat berkas-berkas atau file yang

dibutuhkan, hingga kelengkapan alat dan bahan mengajar yang berkaitan dengan

pelaksanaan tahapan selanjutnya yang disebut act (tindakan). Hal penting yang

perlu diingat ketika melakukan perencanaan adalah sifat fleksibel dari perencanaan

itu sendiri. Jadi perencanaan juga perlu memperhatikan hal-hal yang bersifat

strategis untuk kelancaran pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang

dilaksanakan.

2. Pelaksanaan Tindakan.

Sebagai seorang peneliti, tentu saja guru yang melaksanakan PTK haruslah

berpedoman pada segala perencanaan yang dibuatnya. Dengan demikian ia

benar-benar berada “on the track”. Segala kegiatannya terpantau dengan baik

karena ini akan menjadi bagian dari data yang dikumpulkan. Pada saat

melaksanakan tindakan untuk melakukan perbaikan menuju tujuan yang ingin

dicapai, guru si peneliti ini harus mampu meningkatkan praktek mengajarnya,

meningkatkan kemampuan berkolaborasi dengan sejawat yang menjadi partner

untuk berdiskusi dan membantu pelaksanaan PTK yang dilakukan, serta

meningkatkan kondisi pembelajaran di kelasnya.

3. Pengamatan Tindakan.

Ketika tindakan dilaksanakan di kelas oleh seorang guru peneliti, maka

tindakan-tindakan perbaikan yang dilakukannya sudah barang tentu harus diamati

85
dengan seksama untuk melihat bagaimana hasil implementasi tindakan-tindakan

tersebut. Pada proses ini nantinya akan dibutuhkan beragam instrumen pengumpul

data. Guru peneliti dapat menjadi guru sekaligus pengamat dalam penelitiannya.

Akan tetapi untuk menjaga objektifitas data yang diperoleh dan dikumpulkan,

sebaiknya beberapa jenis pengamatan dilakukan oleh teman sejawat. Jenis

pengamatan yang dimaksud misalnya, bagaimana peningkatan kemampuan guru

mengelola suatu pembelajaran, bagaimana peningkatan perbaikan kondisi

pembelajaran di kelas, dan beberapa jenis pengamatan lainnya yang dengan

memakai pengamatan orang lain (teman sejawat) akan dapat dilihat dan ditemukan

hal-hal baru yang mungkin tidak disadari oleh si guru peneliti. Berkenaan dengan

instrumen perekam data yang digunakan juga harus memberikan fleksibelitas

kepada pengamat dalam menambahkan atau mencatat informasi berharga yang

mungkin tidak dengan begitu baik terekam dalam instrumen data yang telah

dikembangkan oleh guru peneliti.

4. Refleksi Terhadap Tindakan.

Guru peneliti harus melanjutkan tahap penelitian tindakan kelasnya (ptk)

dengan melakukan refleksi (berpikir reflektif) terhadap semua perencanaan,

tindakan dan proses observasi yang dilakukan sebelumnya. Melalui proses berpikir

reflektif inilah akan muncul gagasan-gasan baru untuk memulai siklus berikutnya

dalam penelitian tindakan yang dilaksanakannya. Untuk mempermudah proses

berpikir reflekstif ini, guru peneliti sebaiknya melakukannya secara bersama-sama

dengan observer (pengamat teman sejawat). Pada tahapan ini secara kolaboratif

guru peneliti dengan pengamat melakukan diskusi tentang, bagaimana hasil

penerapan tindakan yang telah dilakukan, mengapa hal tertentu bisa terjadi,

langkah apa yang nanti akan dilakukan? Dan seterusya. Hal ini penting karena

86
setiap siklus baru dalam penelitian tindakan kelas (PTK) memang harus didasarkan

pada kajian logis terhadap suatu situasi yang muncul dalam sebuah pembelajaran.

Hasil proses refleksi ini kemudian dimanfaatkan untuk memodifikasi atau

menyempurnakan perencanaan, tindakan, dan observasi yang telah dilakukan

pada siklus sebelumnya. Ini adalah tonggak awal untuk memulai siklus PTK yang

baru sekaligus tonggak akhir penyelesaian siklus sebelumnya.

87
BAB 4

METODE PENELITIAN PTK : OBSERVASI DAN NARATIF

A. Data Naratif

Narasi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam sebuah tulisan

yang rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu dijabarkan dengan urutan awal tengah

dan akhir. sebuah paragraf yang dibuat dengan tujuan memberikan sebuah hiburan

atau pengalaman estetis kepada para pembaca. Narasi dapat berupa fiksi dan dapat

pula non fiksi. Narasi dapat dijumpai pada karya seperti cerpen, biografi, novel dan

lain sebagainya. Tujuan dasar dari narasi adalah untuk menghibur dan menarik minat

pembaca dengan menyajikan cerita atau peristiwa yang memiliki masalah yang

menimbulkan konflik dan pada akhir cerita ada resolusinya atau akhir yang bahagia

atau bahkan menyedihkan. Sebenarnya teks narrative tidak hanya terbatas pada

cerita yang berbau mistis, fiksi, legenda, dongeng ataupun fabel saja, tapi cerita lain

yang berbentuk petualangan, misteri dan semua bentuk cerita. Intinya, narrative text

adalah tentang cerita. Tapi dalam pelajaran di sekolah, teks yang bergenre naratif

biasanya hanya digunakan untuk menunjukkan cerita fiksi seperti dongeng ataupun

legenda saja.1

Dilihat dari Fungsi utama narasi adalah menata sesuatu yang tidak tertata. Ketika

menyampaikan suatu kisah, narator sedang berusaha untuk mengorganisir sesuatu

yang tak beraturan dan memberinya makna. Hal demikian bukanlah sesuatu

pekerjaan yang sederhana. Senada dengan pendapat Ricoeur (dalam Smith, 2008 :

225) yang menyatakan bahwa

1 https://inggrisonline.com/pengertian-tujuan-ciri-narrative-text-dan-contohnya/

88
Narasi adalah suatu sintesis dari berbagai keanekaragaman. Namun

keharmonisan tidak dapat terjadi tanpa perselisihan. Tragedi memiliki pola demikian:

tidak ada tragedi tanpa komplikasi, tanpa ketidakmenentuan nasib, tanpa peristiwa

buruk dan menyedihkan, tanpa kesalahan fatal yang tak dapat diperbaiki yang

merupakan akibat dari kebodohan atau kekeliruan, bukannya akibat dari pikiran jahat.

Apabila kemudian keharmonisan mengungguli perselisihan, maka sudah pasti terjadi

pertarungan di antara keduanya yang membentuk suatu kisah.

Tekanan pun berlanjut ketika kita berusaha memberi makna pada beragam

penolakan terhadap tatanan kehidupan kita sehari-hari. Sebenarnya, tekanan tersebut

terkandung dalam narasi, yaitu dalam analisis terhadap uraian naratif.

Penggunaan narasi, khususnya diterapkan dalam pemahaman sehari-hari

terhadap kesemrawutan. Kita semua menghadapi kesemrawutan dalam rutinitas

sehari-hari. Kesemrawutan tersebut antara lain permasalahan pribadi, keluarga,

finansial, dan kesehatan. Tantangan-tantangan terhadap rutinitas sehari-hari tersebut

mendorong munculnya usaha untuk menghadirkan kembali rasa keteraturan. Narasi

merupakan alat utama untuk mengahdirkan rasa keteraturan tersebut.2

Data naratif bisa dikatakan sebagai data objektif dari rangkaian peristiwa yang

dialami objek peneliti secara berurut mulai dari Orientasi dan perkenalan para peserta,

krisis, konflik, atau masalah yang muncul, Resolusi krisis atau masalah tersebut

teratasi, untuk lebih baik atau lebih buruk.

B. Pengamatan Peserta

2 http://fitriahartina011.blogspot.com/2015/11/analisis-rancangan-penelitian-naratif.html

89
Pengamatan peserta merupakan hal paling pokok dalam penelitian tindakan

kelas karena dalam hal ini kita melakukan seuah observasi langsung terhadap sikap

dan tingkah laku objek atau peserta yang diamati. Pengamatan yang dilakukan

diantaranya dapat bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi masalah fisik yang dialami peserta didik.

2. Mengidentifikasi masalah psikologi yang dialami peserta didik.

3. Mengidentifikasi masalah sosial yang dialami peserta didik.

4. Mengidentifikasi masalah pribadi yang dialami peserta didik.

5. Mengidentifikasi masalah religius yang dialami peserta didik.

6. Mengidentifikasi masalah kebutuhan dasar yang dialami peserta didik.

7. Mengidentifikasi masalah perkembangan yang dialami peserta didik.

8. Mengidentifikasi masalah lingkungan pendukung yang dialami peserta didik.

Pengamatan peserta didik mempunyai dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan

manfaat praktis. Manfaat Teoritis Sebagai sumbangan dalam memahami berbagai

permasalahan yang dialami peserta didik akhir dalam perkembangannya yang dilihat

dari berbagai segi sehingga dapat dijadikan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Untuk menambah informasi dalam permasalahan perkembangan peserta didik.

Manfaat Praktis Sebagai sarana latihan dan pengembangan kompetensi bagi

pengamat untuk menambah wawasan pengetahuan dan kemampuannya terkait

dengan bidang keilmuan yang sedang dipelajari.3

C. Pengamatan sekolah dan kelas :aide-memorie

3 http://diahphie.blogspot.com/2014/05/laporan-pengamatan-peserta-didik.html

90
Slavin mengidentifikasi tiga tingkatan tiga tingkatan penelitian tindakan dalam

pendidikan, yaitu tindakan penelitian individual yang dilakukan oleh guru, penelitian

tindakan yang dilakukan oleh kelompok kecil guru di sbuah satuan pendidikan, dan

penelitian tindakan sekolah.4 Penelitian tindakan sekolah dilakukan oleh komunitas

sekolah. Komunitas sekolah bekerjasama untuk menyelesaikan masalah bersama

yang dialamai satuan pendidikan. Misalnya guru, kepala satuan pendidikan dan

pengawas bekerjasama melakukan penelitian untuk menciptakan lingkungan yang

kooperatif.5

Dalam hubungan internasional, aide-mémoire merupakan rancangan teks

perjanjian atau negosiasi yang tersebar secara tak resmi di kalangan delegasi untuk

dibicarakan tanpa mencantumkan delegasi negara asal di isinya.

Teks ini tidak memiliki sumber, judul, atau pelengkap dan tidak melibatkan sikap

dalam hubungan antarnegara. Istilah ini juga memiliki makna yang lebih umum

sebagai kata benda bahasa Inggris dengan pengaruh Prancis, yaitu "pembantu

ingatan; pengingat atau memorandum, khususnya buku atau dokumen yang ditujukan

sebagai pengingat.6 Pengamatan sekolah dan kelas memiliki andil yang sama seperti

pengamatan peserta.

Namun dalam penelitian tindakan kelas pengamatan sekolah dan kelas

fungsinya sedikit berbeda karena pengamatan sekolah dan kelas hanya dijadikan

sebuah penunjang untuk melengkapi substansi indentifikasi yang dilakukan terhadap

peserta. Pengamatan sekolah dapat dijadikan memo atau referensi atau catatan untuk

mengetahui masalah peserta didik, masalah perkembangan peserta didik, dan

4 Menggagas penelitian tindakan kelas bagi guru/ Drs.Asip Suryadi, M.Ed Dra. Ika Berdiati,
M.Pd. / pt remaja rosdakarya bandung/ hal.85 th. 2018
5 Menggagas penelitian tindakan kelas bagi guru/ Drs.Asip Suryadi, M.Ed Dra. Ika Berdiati,

M.Pd. / pt remaja rosdakarya bandung/ hal.85 th. 2018


6 https://id.wikipedia.org/wiki/Aide-m%C3%A9moire

91
masalah lingkungan pendukung peserta didik. Dimana yang kita catat adalah situasi

secara keseluruhan sekolah, baik jumlah kelas, luas halaman sekolah, jumlah

pedagang yang ada di lingkungan sekolah, jenis-jenis pedagang di lingkungan

sekolah, kantin, lapangan olahraga, sampai dengan tempat biasa peserta didik

ngobrol dan berdiskusi di area sekolah. Dengan pengamatan yang menyeluruh seperti

ini kita dapat mengetahui secara sosiopsikologi perkembangan peserta didik.

Pengamatan kelas dijadikan penunjang langsung saat mengamati peserta didik

di dalam kelas. Pengamatan ini untuk mengidentifikasi masalah pribadi, religius, dan

kebutuhan dasar pesereta didik. Pengamatan peskolah dan kelas akan menjadi

penting sekali bagi peneliti saat menemukan keganjilan dalam penelitiannya karena

ini menjadi catatan diluar penelitian yang substansial pada peserta didik. Sekolah

selain menjadi tempat interaksi dan naungan peserta didik selama menempuh

pembelajaran baik secara material ilmu dan sosial juga menjadi acuan baik atau buruk

perilaku pribadi peserta didik karena lingkungannya berada.

D. Catatan Anekdotal

1. Pengertian Catatan Anekdot

Catatan anekdotal adalah catatan tertulis, deskriptif, longitudinal, tentang apa

yang dikatakan atau yang dilakukan perseorangan dalam kelas dalam suatu jangka

waktuntertentu. Deskripsi anekdot ditekankan untuk menghasilkan gambaran umum

yang layak untuk keperluan penjelasan dan penafsiran. Deskripsi tersebut mencakup

konteks dan peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah peristiwa tindakan dengan

92
perseoalan yang diteliti. Metode ini dapat dilakukan secara berkelompok maupun

secara individual.7

Catatan anekdot adalah cara pengumpulan data melalui pengamatan langsung

tentang sikap dan perilaku anak yang muncul secara tiba-tiba (peristiwa yang terjadi

secara insidental).

Anecdotal record (catatan kejadian khusus) merupakan uraian tertulis mengenai

perilaku yang ditampilkan oleh anak dalam situasi khusus. Catatan anekdot ditulis

dengan singkat. Catatan anekdot menjelaskan sesuatu yang terjadi secara faktual

(sesuai dengan apa yang dilihat dan didengar), dengan cara yang obyektif (tidak

berprasangka, tidak menduga-duga), menceritakan bagaimana, kapan dan di mana

terjadi peristiwa itu, serta apa yang dikatakan dan dikerjakan anak.

2. Penggunaan Catatan Anekdot

Penggunaan catatan anekdot banyak memberi keuntungan kepada pendidik

(guru). Keuntungan menggunakan catatan anekdot tersebut adalah:

a. Pengamatan dapat bersifat terbuka. Pengamat dapat mencatat apa saja

tentang apa yang dilihatnya tanpa dibatasi hanya satu macam perilaku

khusus.

b. Pengamat dapat menangkap hal-hal yang tak terduga pada saat kejadian,

pencatatan dilakukan nanti setelah pembelajaran usai, sehingga tidak

mengganggu aktivitas guru.

c. Pengamat dapat melihat dan mencatat tingkah laku khusus dan

mengabaikan perilaku yang lain.

7 Desain dan implementasi penelitian tindakan kelas (ptk)/ Prof. Dr. Hamid darmadi,

m.pd/alfabeta bandung hal.121

93
Secara ideal, komponen yang diases meliputi seluruh aspek perkembangan

anak yaitu:

a. Fisik

Aspek perkembangan fisik meliputi :

1) Motorik halus

 Makan

 Berpakaian

 Mandi

 Menyisir rambut

 Mencuci dan melap tangan

 Mengikat tali sepatu

 Dapat membuat berbagai bentuk dengan menggunakan misalnya

tanah liat, plastisin, play dough

 Meniru membuat garis tegak, miring, lengkung dan lingkaran

 Meniru melipat kertas sederhana (1-12 lipatan)

 Menggambar orang dengan bagian-bagiannya

 Belajar menggunting bebas dengan berbagai media

2) Motorik Kasar

 Dapat berjalan bangun tanpa berpegangan

 Pada jari kaki (berjinjit)

 Dengan tumit dengan keseimbangan

 Melompat dengan alat atau tanpa alat

 Memanjat

 Berlari

b. Kognitif

94
Aspek perkembangan kognitif meliputi :

1) Sains

 Mengelompokkan benda dengan berbagai cara yang diketahui anak

(misalnya, menurut warna, bentuk, ukuran)

 Mencari/menunjuk sebanyak-banyaknya benda, binatang, tanaman

yang mempunyai warna, bentuk atau ukuran atau menurut ciri-ciri

tertentu

 Mengenal perbedaan antara kasar dan halus, berat dan ringan,

panjang dan pendek, jauh dan dekat.

2) Matematika

 Menyebut urutan bilangan dari 1-10

 Membilang (mengenal konsep bilangan dengan benda-benda)

 Menghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan (anak

tidak disuruh menulis)

 Mengenal konsep bilangan sama dan tidak sama, lebih dan kurang,

banyak dan sedikit

 Menyebutkan benda yang berbentuk geometri

c. Bahasa

Aspek perkembangan bahasa meliputi

 Menyebutkan nama, jenis kelamin

 Berbicara lancar dengan kalimat sederhana

 Menirukan kembali 2 s.d 4 urutan kata (latihan pendengaran)

 Mampu melaksanakan 1-2 perintah secara berurutan dengan benar

d. Sosial-Emosional

Aspek perkembangan social-emosional meliputi

95
 Tenggang rasa terhadap orang lain

 Bekerja sama dengan teman

 Mudah bergaul/berinteraksi dengan orang lain

 Dapat berkomunikasi dengan orang yang sudah dikenalnya

 Meniru kegiatan orang dewasa

 Mau berbagi dengan teman

e. Seni

Aspek perkembangan seni meliputi:

 Menggambar bebas dengan menggunakan pensil warna, arang,

krayon, dan lain-lain

 Menggambar bebas dengan bentuk gambar titik, garis, lingkaran,

segiempat, segitiga, dan bujur sangkar yang sudah tersedia

 Menggambar bebas di dalam lingkaran, segiempat, segitiga, dan bujur

sangkar yang sudah tersedia

 Melukis dengan jari (finger painting), kuas, pelepah pisang, dan

sebagainya

 Mewarnai bentuk gambar sederhana

 Meronce

f. Moral dan Nilai Agama

Aspek perkembangan moral dan nilai agama meliputi

 Berdoa sebelum dan sesudah memulai kegiatan

 Meniru pelaksanaan ibadah agama

 Menyayangi dan memelihara semua ciptaan Tuhan

 Cinta antara sesama suku bangsa Indonesia

 Mengenal arti kebersamaan dan persatuan

96
 Mengenal sopan santun dengan berterima kasih

 Mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain

 Rapi dalam bertindak, berpakaian dan bekerja

 Mengenal konsep benar dan salah

 Dapat mengurus dirinya sendiri

3. Pembuatan format Catatan Anekdot (anecdotal record)

Aplikasi Prosedur Pengadministrasian Catatan Anekdot

1. Tahap persiapan mencakup langkah-langkah berikut:

a. Menentukan aspek perilaku observi yang akan dicatat.

Semua perilaku anak tanpa terkecuali perlu diamati secara sistematis,

sehingga akan mengenal ihwal mereka. Akan tetapi dalam praktiknya,

besar kemungkinan diprioritaskan bagi anak-anak yang mengalami

masalah dan menunjukkan prilaku khusus (khusus). Aspek-aspek perilaku

tersebut, misalnya: kerjasama, ketelitian, perkelahian, membolos,

membuat gaduh, menyontek, dan sebagainya.

b. Menentukan bentuk catatan anekdot

Menetapkan bentuk catatan anekdot. Berbagai bentuk catatan anekdot

seperti: kartu kecil yang berukuran setengah halaman jenis kertas folio

berisi satu peristiwa dan lazim di sebut kartu/catatan asli. Catatan asli

merupakan bahan konfidensial, sehingga dipertanggung jawabkan

kerahasiaannya. Sedangkan kartu yang berukuran satu halaman jenis

kertas folio berisi beberapa peristiwa siswa yang sama, dan bentuk catatan

anekdor berkala.

c. Tahap Pelaksanaan

97
Pada tahap pelasanaan observer menyiapkan format catatan asli,

kemudian mengambil posisi yang memudahkan proses pencatatan.

Selanjutnya observer melakukan pencatatan terhadap perilaku khusus

observi dan diusahakan agar ia tidak menyadari jika sedang diamati.

d. Tahap Analisis Hasil

Tahap analisis hasil berupa pemberian komentar/interpretasi observer

terhadap perilaku observi pada suatu kejadian berdasarkan hasil

pencatatan. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan

dalam membuat interpretasi, antara lain:

Hal-hal dan cara pencatatan hasil penilaian harian dilaksanakan dengan cara

sebagai berikut:

1. Catatlah hasil penilaian perkembangan anak pada kolom penilaian di rencana

kegiatan harian (RKH). Ada tiga kelompok anak yang perlu dicatat, yaitu:

a. anak yang belum mencapai atau melakukan/menyelesaikan pekerjaan

masih selalu dibantu guru,

b. anak yang sudah atau mampu melakukan/menyelesaikan tugas tanpa

bantuan guru secara tepat, cepat, dan benar, dan

c. anak yang menunjukkan kemampuan melebihi indikator-indikator yang

diharapkan dalam RKH.

2. Simbol yang digunakan untuk mencatat tingkat pencapaian anak untuk setiap

indikator adalah sebagai berikut:

a. Anak yang selalu dibantu guru dalam melakukan/menyelesaikan tugas-

tugas sesuai indikator seperti yang diharapkan dalam RKH, maka pada

kolom penilaian dituliskan tanda lingkaran kosong (O) pada nama anak

bersangkutan.

98
b. Anak yang sudah atau mampu melakukan/menyelesaikan tugas tanpa

bantuan guru secara tepat, cepat, dan benar sesuai dengan indicator

seperti yang diharapkan dalam RKH, maka pada kolom tersebut dituliskan

nama anak dan tanda lingkaran berisi penuh .Anak yang menunjukkan

kemampuan sesuai dengan indikator yang tertuang dalam RKH, diberi

dengan tanda cek (V).

E. Laporan Kasus Penelitian Tindakan Pendek

1. Bagian awal laporan Penelitian, memuat halaman judul, lembar pengesahan,

abstrak, kata pengantar dan daftar isi. daftar tabel dan daftar gambar 8

a. Halaman Judul Halaman judul memuat judul penelitian, nama peneliti lokasi,

subyek, waktu /tahun dilaksanakan penelitian, dan lembaga tempat peneliti

bertugas serta peruntukan apa penelitian itu dilakukan. Halaman judul

biasanya terdiri atas cover luar dan cover dalam. Judul dirumuskan dengan

kalimat yang jelas, singkat, komunikatif dan menggambarkan upaya atau

tindakan yang penting untuk perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran.

b. Lembar Pengesahan Lembar pengesahan meuat tanda tangan yang

menunjukkan legalitas laporan penelitian yang terdiri atas yaitu :

a) tanda tangan peneliti (ketua Peneliti),

b) tanda tangan pendamping penelitian apabila penelitian tersebut

dilaksanakan secara kolaboratif,

8http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEDAGOGIK/196108141986031
BABANG_ROBANDI/Makalah_Laporan_PTK_Babang.pd

99
c) tanda tangan atasan ( Kepala sekolah, penilik atau kepala dinas), dekan

fakultas, ketua lembaga penelitian dan ain berikut stempel lembaganya lihat

contoh :

c. Abstrak Abstrak menyajikan saripati komponen-komponen penelitian mulai

dari judul, permasalahan, tujuan, prosedur pelaksanaan penelitian, hasil

temuan dan rekomendasi. Melalui abstrak para pembaca dalam waktu yang

cepat aakan memperoleh gambaran umum dan menyeluruh tentang hasil

penelitian yang dilaporkan. Abstrak yang baik tidak lebih dari satu halaman,

diketik satu spasi.

d. Kata Pengantar Yang penting dalam kata pengantar adalah uraian yang

mengantarkan para pembaca laporan kepada permaslahan yang diteliti, dan

tindakan yang dilakukan untuk perbaikan pembelajaran. Dalam kata

pengantar dapat pula disampaikan ucapan dan terima kasih pada pihak-pihak

yang telah membantu dan berkontribusi dalam penelitian

e. Daftar Isi Menyajikan sistematika isi laporan secara lebih rinci disertai halaman

untuk setiap bagian, judul bab dan sub-sub bab, sehingga memudahkan para

pembaca untuk mencaridan memahaminya. Apabila terdapat gambar dan

tabel yang dimuat maka perlu dicantumkan pula daftar tabel dan daftar

gambar.

2. Bagian Inti /Isi Laporan Penelitian Tindakan Kelas Bagian inti memuat

pendahuluan, kajian pustaka, prosedur pelaksanaan penelitian, hasil penelitian

dan pembahasan, dan Kesimpulan serta saran.

a. Pendahuluan Pendahuluan merupakan komponen awal isi laporan penelitian

yang memuat latar belakang masalah, identifikasi dan analisis masalah,

perumusah masalah, tujuan penelitian ( tujuan perbaikan), manfaat penelitian,

100
garis besar metode penelitian dan teknik pengumpulan serta pengolahan

data, lokasi dan sampel penelitian.

a) Latar Belakang Masalah Latar belakang masalah berisi uraian yang

menjelaskan mengapa masalah itu timbul dan penting dipecahkan melalui

penelitian. Dalam latar belakang penelitian tindakan kelas memuat alasan

yang terkait dengan kegelisahan dan kepedulian peneliti terhadap

peningkatan mutu proses pembelajaran yang sedang dilakukannya di

kelas. Disamping itu berbagai kondisi empiris di lapangan yang mendorong

dilakukannya identifikasi masalah dan perumusan masalah dan mendorong

perlunya penelitian tindakan dan peningkatan mutu pembelajaran

dilakukan. Ungkapkan pula kerugian apa yang akan timbul apabila masalah

tersebut dibiarkan tidak diteliti dan dipecahkan, dan keuntungan apa yang

akan diperokleh apabila masalah tersebut diteliti dan dipecahkan.

b) Perumusan Masalah Hasil identifikasi dan analisis masalah yang dilakukan

dengan baik akan membantu seorang peneliti mudah merumuskan

masalah yang akan diteliti. Pengetahuan yang luas dan terpadu mengenai

teori-teori dan hasil-hasil penelitian para pakar terdahulu akan sangat

membantu memudahkan merumuskan masalah yang akan diteliti. Untuk

mempermudah perumusan masalah dapat dinyatakan dalam bentuk

kalimat tanya, setelah didahului uraian tentang masslah penelitian,

variabel-variabel yang diteliti serta kaitan antar variabel.

c) Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam PTK terkait dengan tujuan

perbaikan pembelajaran yang nmenggambarkan hasil yang ingin dicapai

setelah penelitian selesai dilakukan. Oleh karena itu tujuan penelitian harus

konsisten dengan rumusan masalah dan sekaligus mencerminkan proses

101
penelitiannya. Rumusan tujuan penelitian biasanya terdiri atas tujuan

umum yang menggambarkan secara singkat tentang apa yang ingin dicapai

melalui penelitian, dan tujuan khusus yang secara spesifik dirumuskan

dalam bentuk butir-butir yang mengacu pada pertanyaan-pertanyaan

penelitian.

d) Kegunaan Penelitian Pada bagian ini cantum nilai kegunaan hasil penelitian

khusunya bagi peningkatan kualitas pembelajaran, bagi guru, bagi sekolah

bahkan umumnya manfaat hasil penelitian bagi inovasi pendidikan pada

umumnya dan bnagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Metode Penelitian Metode penelitian yang diuraikan dalam pendahuuan ini

hanya garis besarnya yang mencakup juga garis besar teknik pengumpulan

dan pengolahan data. Sedangkan secara rinci metode penelitian diuraikan

pada prosedur penelitian.

a) Kajian Pustaka Memuat hasil kajian pustaka berupa teori-teori, pengalaman

empiris hasil penelitian terdahulu, pendapat para pakar yang relevan

dengan masalah yang menjadi fokus penelitian. Kajian Pustaka

dimaksudkan untuk menampilkan mengapa dan bagaimana teori dan hasil

penelitian terdahulu dipergunakan oleh peneliti.

b) Prosedur Pelaksanaan penelitian Pada bagian ini diuraikan tahapan dan

siklus pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang mencakup subyek

penelitian terdiri atas tempat ( di mana penelitian dilakukan, di elas, di

sekolah); waktu penelitian ( termasuk jadwal dan siklus penelitian), dalam

mata pelajaran apa, karakteristik siswa yang menjadi sampel penelitian

meliputi (jumlah, usia, jenis kelamin, kemampuan, prestasi, latar belakang

sosial ekonomi, psikologis dan lain-lain). Cantumkan pula prosedur setiap

102
siklus kegiatan penelitian mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

pengumpulan data, refleksi. Ada lima tahapan pelaksanaan penelitian

tindakan, namun dalam kenyataannya tahapan ini merupakan siklus

kegiatan (Raka Joni 1998).

3. Adapun tahapan-tahapan tersebut meliputi:

1. Pengembangan Fokus Masalah Penelitian, Proses analisis masalah perlu

dilakukan dengan hati yang jernih, hati-hati dan cermat sebab keberhasilan

pada masalah analisis ini akan menentukan keberhasilan keseluruhan

proses pelaksanaan PTK. Untuk itu perlu pemecahan masalah, mencari

beberapa alternatif pemecahan masalah yang kiranya mudah dan aplikatif.

2. Perencanaan Tindakan, Maksudnya adalah memformulasikan tindakan yang

tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam PTK disebut hipotesis

tindakan yaitu suatu perubahan yang diduga bakan terjadi jika suatu tindakan

dilakukan.

3. Subyek yang Diteliti, Dalam hal menjelaskan subyek penelitian atau sumber

informasi/data, perlu dikemukakan elemen-elemen mana, obyek mana atau

siapa-siapa yang merupakan sumber data, tergantung pada isi teori atau

konsep yang digunakan.

4. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi, Jika semua telah dipersiapkan maka

selanjutnya adalah melaksanakan pada siklus, yang diikuti dengan kegiatan

observasi dan refleksi. Observasi adalah upaya mengamati dan

mendokumentasikan hal-hal yang terjadi selama tindakan berlangsung.

Dalam observasi hal-hal yang harus diperhatikan adalah perencanaan

bersama, fokus, penentuan kriteria, keterampilan observasi dan umpan

balik. Sedangkan dalam melakukan observasi ada tiga fase kegiatan, yaitu

103
pertemuan perencanaan, observasi kelas dan pembahasan umpan balik.

Observasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan video, tape recorder

atau catatan siswa.

5. Analisis dan Refleksi, tindakan ini adalah mengembangkan kemampuan

berpikir, reflektif yaitu kemampuan untuk mencermati kembali secara rinci

semua yang telah dilakukan.

6. Perencanaan Tindakan Lanjutan, hasil analisis dan refleksi akan

memutuskan apakah tindakan yang telah dilaksanakan telah dapat

mengatasi masalah atau belum. Jika hasilnya belum memuaskan atau belum

terselesaikan, maka dilakukan tindakan lanjutan.

7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data, teknik pengolahan dan analisis data

akan dilakukan secara kualitatif, mengkategorikan dan mengklarifikasi

berdasarkan analisis kaitan logisnya kemudian ditafsirkan dalam konteks

keseluruhan permasalahan penelitian.

8. Tahap Validasi, tahap validasi dilakukan melalui teknik: saturasi atau

penjenuhan, member check, audit trail dan expert opinion.

Uraian dalam bagian ini sebaiknya dilengkapi dengn bagan alur sehingga

gambaran pelaksanaan menjadi jelas, misalnya bagan alur sebagai berikut:

Gambar 4. Sikles Model Elliot

Pada tahap ini yang disajikan adalah cerita tentang apa yang terjadi dalam

pelaksanaan penelitian mulai dari perencanaan sampai dengan refeleksi, berapa lama

kegiatan itu dilakukan siapa yang membantu pelaksanaan penelitian, instruimen apa

yang digunakan, teknik apa yang dgunakan untuk pengumpulan dan pengolahan dtta

dan sebagainya.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

104
Pada bagian ini disajikan hasil penelitian sesuai dengan urutan tujuan penelitian

dan perbaikan. Setiap sajian hasil dapat langsung disertai dengan pembahasan yang

mmerupakan alasan mengapa hasilnya seperti itu.

Pembahasan hasil harus dikaitkan dan mengacu pada teori, pengalaman praktis

atau hasil penelitian terdahulu yang terdapat dalam kajian pustaka. Pada umumnya

pembahasan ini merupakan hasil refleksi mengenai rencana dan tindakan yang

dikaitkan dengan berbagai teori.

Kualitas pembahasan hasil penelitian menggambarkan tingkat profesionalitas

peneliti untuk memperbaiki mutu pembelajaran Ide utama Peninjauan Perencanaa

dan Tindakan 1 Tindakan ke 2 Monitor

5. Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini disajikan pemaknaan / pemaknaan penelitian berupa kesimpulan

tentang hasil penelitian yang diperoleh. Saran mesti disusun merujuk pada

kesimpulan, yang merujuk pada tujuan penelitian. Saran dapat ditujukan pada

pembuat kebijakan, pengguna hasil penelitian bersangkutan dan kepada para peneliti

berikutnya yang berminat melakukan penelitian selanjutnya.

6. Bagian Akhir Laporan Penelitian.

Bagian akhir suatu laporan penelitian memuat daftar pusta dan lampiran.

a. Daftar pustaka, memuat semua sumber tertulis (buku, artikel, jurnal, dokumen

resmi atau sumber lain dari internet) dapat pula dalam bentuk tercetak seperti

CD, Video, film atau kaset yang pernah dikutif atau digunakan dalam

penelitian dan penulisan laporannya sebagai bentuk karya ilmiah. Cara

menulis daftar pustaka Pola UPI (2006) berurutan secara alfabetis, tanpa

nomor urut. Sumber tertulis/tercetak yang memakan tempat lebih dari satu

baris, ditulis dengan jarak antar baris satu spasi. Sedanghkan jarak antara

105
sumber-sumber tertulisyang saling berurutan adalah dua spasi. Cara

penulisan daftar pustaka dapat dilihat pada contoh khusus cara penulisan.

b. Lampiran Lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam penelitian

dan penulisan laporannya. Misalnya lembar instrumen, pedoman observasi,

catatan lapangan, foto-foto kegiatan dan lain-lain. Setiap lampiran diberi

nomor urut sesuai dengan urutan penggunaannya. Di samping itu setiap

lampiran diberi judul lampiran.

F. Analitik Memo

Analisis adalah aktivitas yang terdiri dari serangkaian kegiatan seperti, mengurai,

membedakan, memilah sesuatu untuk dikelompokkan kembali menurut kriteria

tertentu dan kemudian dicari kaitannya lalu ditafsirkan maknanya. Ada juga yang

menganggap arti analisis sebagai kemampuan dalam memecahkan atau menguraikan

suatu informasi atau materi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga

lebih mudah dimengerti dan mudah dijelaskan.9 Sedangkan memo seperti diuraikan

pada sub sebelumnya adalah referensi atau catatan untuk mengetahui masalah

peserta didik, masalah perkembangan peserta didik, dan masalah lingkungan

pendukung peserta didik. Analisis memo ini pada dasarnya adalah upaya untuk

memilih, memilah, membuang, dan menggolongkan catatan-catatan atau data seperti

tema serta sejauh mana dukungan catatan tersebut terhadap observasi penelitian

untuk kegiatan refleksi.

Strategi pembelajaran memo analisis ini adalah sebuah simulasi analisis dalam

dua atau tiga halaman tentang isu atau masalah tertentu. Strategi ini mengasesmen

9 https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-analisis.html

106
kemampuan siswa menganalisis secara jelas satu persoalan dengan menggunakan

pendekatan, metode dan teknik tertentu.

Berdasarkan pengertian di atas, ada dua hal yang patut kita cermati.

1. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan termasuk penggunaan

metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya / kekuatan dalam

pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada

proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan.

2. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua

keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan

demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan

berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya

pencapaian tujuan.

Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang

jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam

implementasi suatu strategi.

Saiful berpendapat bahwa secara umum strategi mempunyai pengertian suatu

garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah

ditentukan. Lebih lanjut dikatakan, jika dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi

bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam perwujudan

kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

Memo adalah surat yang bersifat singkat dan hanya memuat pokok-pokok

permasalahan dari seseorang. Sedangkan analisis adalah memecah atau

menguraikan suatu keadaan atau masalah kedalam beberapa bagian atau elemen

dan memisahkan bagian tersebut untuk dihubungkan dengan keseluruhan atau

dibandingkan dengan yang lain.

107
Jadi, yang dimaksud dengan memo analisis adalah surat yang memuat pokok-

pokok permasalahan untuk dipecahkan dan diuraikan dengan baik dan benar. Strategi

pembelajaran memo analisis ini adalah sebuah simulasi analisis dalam dua atau tiga

halaman tentang isu atau masalah tertentu.

Strategi ini mengasesmen kemampuan siswa menganalisis secara jelas satu

persoalan dengan menggunakan pendekatan, metode dan teknik tertentu. Menurut

Mel Silberman strategi pembelajaran memo analisis sama dengan strategi tinjauan

topik yang berbentuk lemah lembut menantang peserta didik untuk mengingat kembali

apa yang dipelajari dalam setiap topik atau unit pelajaran. Ia adalah cara yang sangat

baik untuk membantu peserta didik mengunjungi kembali isi yang telah dilipat.

Tujuan pembelajaran strategi memo analisis adalah mengembangkan

kemampuan menganalisis, mengembangkan kecakapan memecahkan masalah,

kecakapan menulis, mengembangkan kecakapan manajemen, mengembangkan

kecakapan Leadership dan mengembangkan kemampuan performance secara

cakap.

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi memo

analisis merupakan perencanaan mengenai simulasi analisis yang mengarah pada

kemampuan siswa, menganalisis dengan jelas sebuah persoalan dengan

menggunakan metode tertentu.

Langkah-langkah Strategi Memo Analisis Strategi memo analisis dapat

digunakan untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa terhadap materi

pembelajaran, adapun Langkah-langkah strategi memo analisis adalah sebagai

berikut :

1. Carilah masalah yang tepat atau masalah fokus untuk dianalisis siswa.

2. Pastikan anda mendapatkan latar belakang informasi tentang masalah itu.

108
3. Tentukan siapa yang menulis memo, untuk siapa tulisan itu dan apa subjek

persoalan dan tujuannya.

4. Tulislah memo analisis anda sendiri tentang subyek itu sendiri.

5. Tentukan juga apakah siswa bekerja secara berpasangan atau juga

berkelompok.

6. Berikan kepada siswa satu panduan cara mengerjakan tugas.

7. Tentukan juga peran siswa, identitas audiens, masalah-masalah khusus yang

dinyatakan pendekatan analisis dasar yang akan digunakan, jumlah halaman

dan batas waktu.

Kelebihan dan Kelemahan Strategi Memo Analisis Kelebihan dari strategi memo

analisis adalah dengan menerapkan strategi ini dapat mengembangkan kemampuan

menganalisis, dapat mengembangkan kecakapan memecahkan masalah, dapat

meningkatkan kecakapan menulis, dapat mengembangkan kecakapan manajemen,

dapat mengembangkan kecakapan leadership dan dapat mengembangkan

kemampuan performance secara cakap. Selain terdapat kelebihan, strategi ini

memiliki kelemahan yaitu ketika menggunakan strategi memo analisis banyak

membutuhkan waktu untuk memecahkan suatu masalah.

G. Studi Kasus

Studi kasus merupakan pendekatan untuk meneliti gejala sosial dengan

menganalisis satu kasus secara mendalam dan utuh. 10 penelitian tindakan kelas

10 http://kamusbahasaindonesia.org/studi%20kasus/mirip KamusBahasaIndonesia.org

109
adalah penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran di

kelas. Penelitian ini meupakan salahsatu upaya guru atau praktisi dalam membentuk

berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualtas mutu

pembelajaran di kelas.11

Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang mengutamakan proses da

ripada hasil karena menilai sebuah masalah sebagai hal yang harus diteliti.

Permasalahan yang biasa timbul dan dihadapi seorang guru dalam melaksanakan

tugas sehari-hari. Kadang kadang guru menganggap suatu permasalahan bukan

suatu permasalahan karena sudah terbiasa dengan permasalahan itu. Maka disinilah

diperlukannya sebuah studi kasus untuk memperbaiki pesuah proses pembelajaran.

Isu topik yang sering diteliti misalnya : Siswa kurang aktif di kelas, cenderung tidak

pernah mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Guru sering memberi

kesempatan kepada siswa untuk bertanya, tetapi hampir tidak ada siswa yang

bertanya.

Masalah : Siswa perlu digalakkan untuk aktif dalam kelas, aktif secara utuh.

Fokus masalah : Bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas.

1. Catatan Kasus / Data Kasus

Teknik ini sejenis dengan catatan anekdot, tetapi mencakup kesan dan

penafsiran subjektif. Deskripsi boleh mencakup rujukan atau pendapat, misalnya

materi pembelajaran yang menarik siswa, tindakan guru yang kurang terkontrol,

kecerobohan guru, tindakan siswa yang kurang diperhatikan guru, pemakaian media

yang kurang semestinya, perilaku siswa tertentu yang mengganggu situasi kelas, dan

sebagainya. Seperti halnya catatan anekdot perhatian diarahkan pada persoalan yang

11 Desain dan implementasi penelitian tindakan kelas (ptk)/ Prof. Dr. Hamid darmadi,

m.pd/alfabeta bandung hal.136

110
dianggap menarik. 12 Catatan kasus sendiri biasanya dimiliki oleh seorang guru

konseling di tiap sekolah. Dengan menggunakan catatan kasus yang ada peneliti

sebenarnya dapat mengobservasi langsung beberapa peserta didik yang sudah

memeiliki catatan kasus.

2. Diary/Jurnal

Diary/jurnal dalam kamus bahasa indonesia dapat diartikan Buku

Harian (bahasa Inggris: diary) adalah catatan kejadian yang kita alami sehari-hari. Kita

menulis kejadian yang mengesankan pada hari ini pada buku diary. Fungsi diary

adalah sebagai kenangan masa-masa yang pernah kita alami. Bisa juga sebagai

momento/sejarah kehidupan kita. Seiring dengan perubahan zaman yang terlalu cepat

sehingga perubahan tersebut membuat individu semakin stress entah dengan

kariernya atau keluarganya, Diary atau buku harian pun berubah fungsi dari sekadar

menyimpan kenangan menjadi sebuah media untuk mencurahkan perasaan

seseorang atas masalah yang dihadapinya. Menurut Alice D. Domar, menulis buku

harian adalah sebuah langkah untuk mengungkapkan emosi dan perasaan kita dan

membantu kita untuk merawat pikiran kita. Juga dengan berkembangnya teknologi,

buku harian sekarang tidak hanya ditulis pada secarik kertas namun juga bisa berupa

data di komputer ataunotebook bahkan ada yang berupa fasilitas daring untuk

menulis buku harian di Internet.13

Dalam kaitannya dengan penelitian tindakan kelas Siswa menulis peristiwa

dalam kehidupan mereka sendiri dan topik menarik lainnya khusus di jurnal pribadi.

Jurnal ini adalah jenis yang paling pribadi, kadang-kadang siswa menyampaikan apa

yang mereka tulis, kadang tidak. Jika guru membaca jurnal-jurnal ini, mereka tidak

12 Melaksanakan ptk itu mudah/mansur muslich/bumi aksara/hal. 60


13 https://id.wikipedia.org/wiki/Buku_harian

111
bermaksud mengoreksi ejaan yang benar atau kesalahan lainnya. Sebaliknya mereka

merespon sebagai pembaca yang tertarik, sering bertanya dan menawarkan komentar

atau tanggapan tentang kehidupan mereka.

Berikut daftar topik yang bisa digunakan untuk siswa sekolah dasar:

1. Tempat favorit di kota

2. Teman

3. Hal yang membuat sedih tau gembira

4. Music

5. Mobil

6. Majalah yang disukai

7. Mimpi yang aku punya

8. Kartun

9. Tempat tinggal

10. Film favorit

11. Jika aku menjadi bintang film

12. Puisi

13. Hewan peliharaan

14. Sepakbola

15. Astronot

16. Presiden

17. Humor

18. Motor

19. Jika aku punya 3 permintaan

20. Guruku

21. Acara TV yang aku tonton

112
22. Liburan favoritku

23. Apa yang aku inginkan ketika sudah dewasa

24. Bagaimana menjadi superhero

25. Dinosaurus

26. Ayahku/ibuku

27. Jika aku hewan atau hal lain

28. Buku yang aku baca

29. Hobiku

Jika aku mempunyai uang banyak Siswa dapat memilih topik mereka sendiri,

namun beberapa siswa mungkin kesulitan untuk menentukan apa yang akan mereka

tulis. Jadi adanya daftar topik yang disediakan guru akan menjadi pembuka ide untuk

menulis. Daftar tersebut juga bisa ditambahkan sendiri oleh siswa.

Dengan kata lain, siswa dapat memilih tema yang belum disediakan guru. Privasi

menjadi isu penting ketika siswa mulai tumbuh dewasa. Kebanyakan anak-anak

bersedia untuk berbagi atau menyampaikan apa yang mereka tulis. Namun, seiring

dengan peningkatan usia dan kelas, kesediaan siswa untuk menyampaikan jurnal

pribadi di depan kelas mulai berkurang,.

Mereka hanya mau berbagi dengan guru yang mereka percaya. Guru harus tahu

menghormati privasi siswa. Guru tidak boleh memaksakan siswa harus berbagi tulisan

mereka ketika mereka tidak mau melakukannya. Hal itu juga penting untuk dijelaskan

kepada setiap siswa untuk menghargai privasi, termasuk tidak membaca jurnal teman-

temannya tanpa izin. Untuk melindungi privasi siswa, banyak guru yang menyimpan

jurnal pribadi pada rak luar (tertentu) saat sedang tidak digunakan.

Ketika siswa berbagi informasi pribadi dengan guru melalui jurnal mereka,

masalah kedua muncul. Kadang-kadang guru bisa mengetahui rincian tentang

113
masalah siswa dan kehidupan keluarga yang mereka tidak tahu bagaimana

menangani. Isi tentang kekerasan terhadap anak, bunuh diri, atau penggunaan obat

mungkin cara anak untuk meminta bantuan. Meskipun guru bukan seorang konselor,

mereka memiliki kewajiban hukum untuk melindungi siswa mereka dan melaporkan

masalah yang bisa mengganggu kegiatan sekolah mereka. Kadang siswa sengaja

menulis masalah pribadi ke dalam sebuah catatan sebagai taktik menarik perhatian.

Jika terjadi hal itu mintalah kepada siswa untuk membicarakannya kepada seorang

konselor dan pastikan keselamatan siswa terjamin.14

3. Jurnal Dialog

Pendekatan lain untuk menulis jurnal adalah jurnal dialog. Sebuah pendekatan

di mana siswa dan guru berkomunikasi dengan satu sama lain melalui tulisan (Bode,

Gambrell dan Staton, dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995). Jurnal ini bersifat

interaktif karena dengan adanya percakapan. Jurnal ini memberikan kesempatan

kepada setiap siswa dan guru untuk berkomunikasi. Kesempatan yang sulit

didapatkan ketika sedang pembelajaran berlangsung. Setiap hari siswa menulis hal

yang tidak resmi kepada guru tentang sesuatu yang menarik atau masalah yang

dihadapi dan guru memberikan respon. Siswa memilih topik mereka sendiri dan

biasanya mengendalikan arah penulisan. Staton dalam Tompkins dan Hoskisson

(1995), menyarankan beberapa hal untuk menanggapi tulisan siswa dan melanjutkan

dialog, antara lain:

a. Mengakui ide siswa dan mendorong mereka untuk terus menulis tentang

ketertarikannya.

b. Dukung siswa dengan memuji mereka tentang perilaku dan tugas sekolah.

14 http://sulistiyaingwarni.blogspot.com/2015/03/menulis-jurnal.html

114
c. Memberikan informasi baru tentang topik, sehingga siswa akan ingin

membaca tanggapan guru

d. Tulis kekurangan yang dilakukan siswa.

e. Hindari komentar tidak spesifik seperti "ide yang bagus" atau "sangat

menarik."

f. Tanyakan beberapa pertanyaan.

Tanggapan guru tidak perlu panjang, satu atau dua kalimat sudah cukup.

Meskipun begitu, hal itu sudah membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk

menanggapi 25, 30 jurnal atau lebih setiap harinya.. Sebagai alternatif, banyak guru

membaca dan menanggapi atau memberi masukan dalam jurnal siswa secara

bergiliran. Guru bisa menanggapi satu kelompok siswa satu minggu dan kelompok

lain minggu depan. Jurnal ini bukan serangkaian tanya jawab guru dan siswa, sebagai

gantinya, siswa dan guru mengalami dialog, atau percakapan, dan pertukaran ini

dibangun di atas saling percaya dan menghormati. Jurnal dialog bisa efektif dalam

menangani siswa yang memiliki masalah perilaku atau jenis masalah lain di sekolah

(Staton dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995). Guru dan siswa menulis tentang

masalah dan mengidentifikasi cara untuk mengatasinya. Di kemudian hari saat isinya

mencerminkan kemajuan siswa dalam pemecahan masalah, guru merespon pesan

siswa, mengajukan pertanyaan-pertanyaan klarifikasi, atau menawarkan simpati dan

pujian.

Kreeft dalam Tompkins dan Hoskisson (1995) berpendapat bahwa nilai terbesar

dari jurnal dialog adalah bahwa mereka menjembatani kesenjangan antara berbicara

dan menulis. Jurnal tersebut adalah adalah percakapan tertulis. Jurnal dialog sangat

efektif dalam mendukung pengembangan penulisan anak-anak yang belajar bahasa

Inggris sebagai bahasa kedua. Para peneliti telah menemukan bahwa siswa yang

115
memiliki keterbatasan dalam bahsa Inggris lebih berhasil ketika mereka memilih topik

mereka sendiri untuk dituliskan dan guru mereka berkontribusi pada dialog dengan

permintaan untuk jawaban, pernyataan, dan komentar lainnya (Peyton, Seyoum,

Reyes dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995). Tidak mengherankan, guru akan

menemukan bahwa siswa menulis lebih banyak ketika guru meminta jawaban

daripada ketika guru membuat komentar yang tidak membutuhkan jawaban. Reyes

dalam Tompkins dan Hoskisson (1995) juga menemukan bahwa siswa bilingual jauh

lebih berhasil dalam menulis isi jurnal dialog daripada menuliskan tanggapan buku

yang mereka baca.15

4. Catatan Lapangan

Catatan lapangan mirip dengan catatan anekdot,tetapi mencakup kesan dan

penafsirannya cenderung subjektif. Deskripsinya boleh mencakup referensi misalnya

pelajaran yang lebih baik, perilaku kurang perhatian, pertengkaran picik, kecerobohan,

yang tidak disadari oleh guru atau pimpinan. Seperti halnya catatan anekdot, perhatian

diarahkan pada persoalan yang dianggap menarik.16

5. Fotografi

Fotografi (dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu

"photos" : Cahaya dan "Grafo" : Melukis/menulis) adalah proses melukis/menulis

dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses

atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu objek dengan merekam

pantulan cahaya yang mengenai objek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat

paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak ada

foto yang bisa dibuat.17

15 http://sulistiyaingwarni.blogspot.com/2015/03/menulis-jurnal.html
16 Desain dan implementasi penelitian tindakan kelas (ptk)/ Prof. Dr. Hamid darmadi,
m.pd/alfabeta bandung hal.122
17 https://id.wikipedia.org/wiki/Fotografi

116
Fotografi dalam kaitan dengan dengan penelitian tindakan kelas adalah sebagai

alat bantu saat melakukan kegiatan observasi. Jika menggunakan kamera untuk

mengambil gambar kegiatan belajar (guru/peserta didik) lampu kilat (flas) hendaknya

dimatikan. Kaitan lampu kamera dapat mengganggu atau menghentikan konsentrasi

belajar peserta didik.18

6. Rekaman Kaset Vidio

Rekaman kaset vidio dapat dilakukan untuk merekam suatu kegiatan atau

peristiwa untuk dianalisis kemudian, misalnya kegiatan pembelajaran di kelas. Akan

lebih baik jika satuan rekamannya pendek karena pemutaran ulang akan memakan

waktu. Bila ada asisten yang membantu, lebih banyak perhatian dapat diberikan pada

reaksi dan perilaku subyek secara perorangan (guru dan siswa), yang aspek-

aspeknya disepakati sebelum perekaman. Peneliti sendiri dapat merekam aspek

tertentu dari pelaksanaan pekerjaannya sendiri.19

7. Audio / rekaman slide – slide

Audio rekaman slide – slide mungkin berguna untuk merekam peristiwa penting,

misalnya aspek kegiatan keas, atau untuk mendukung bentuk rekaman lain. Peneliti

dan pengamat boleh menggunakan rekaman fotografik, karena daya tarik bagi subyek

penelitian, poto dapat diacu dalam wawancara berikutnya dan diskusi tentang data.20

8. Daftar periksa

18 Menggagas penelitian tindakan kelas bagi guru/ Drs.Asip Suryadi, M.Ed Dra. Ika Berdiati,
M.Pd. / pt remaja rosdakarya bandung/ hal.93 th. 2018
19 Desain dan implementasi penelitian tindakan kelas (ptk)/ Prof. Dr. Hamid darmadi,

m.pd/alfabeta bandung hal.127


20 Desain dan implementasi penelitian tindakan kelas (ptk)/ Prof. Dr. Hamid darmadi,

m.pd/alfabeta bandung hal.127

117
Daftar periksa atau biasa disebut check list merupakan daftar periksa yang

berbentuk kolom yang jawabannya tinggal memberi tanda cek (centang) pada kolom

yang sesuai dengan aspek yang diamati.21

Daftar periksa atau check list adalah salah satu instrumen digunakan dalam

rangka mempermudah sebuah pengamatan atau observasi. Daftar periksa biasanya

memuat kolom yang didalamnya adalah segala aspek yang akan kita amati. Cara

megisi daftar periksa hanya mencentang aspek penelitian yang dilakukan atau tidak.

9. Protokol analisis interaksi

Teori yang diciptakan atau dikembangkan oleh bales bertujuan untuk

menjelaskan jenis pesan yang manusia tukar dalam kelompok dari yang semua

membentuk peran dan kepribadian anggota kelompok dan oleh karena itu cara

mereka mempengaruhi semua karakter secara umum pada sebuah kelompok. Jadi,

teori analisis interaksi adalah teori yang membahas tentang seseorang yang akan

dapat mempengaruhi karakter, membentuk peran, dan kepribadian dari kelompok dari

anggota kelompok tersebut dengan mengetahui jenis pesan atau bagaimana cara

seseorang berinteraksi dengan anggota kelompoknya. Jika manusia tidak berbagi

informasi secara cukup, maka mereka akan memiliki masalah “permasalahan dalam

komunikasi “. Jika mereka tidak berbagi opini, maka mereka akan mengalami

“permasalahan dalam evaluasi “. Jika mereka tidak meminta atau member saran,

maka kelompok akan menderita “permasalahan dalam kendali “. Jika kelompok tidak

mencapai kesepakatan, anggota akan memiliki “permasalahan dalam keputusan “.

Dan jika kelompok tidak ramah, maka akan memiliki “permasalahan dalam reintegrasi

“.22

21 Penelitiantindakankelas.blogspot.com/2013/01/instrumen-penilaian-psikomotor.html?m=1
22 http://candysssheila.blogspot.com/2013/03/teori-analisis-interaksi-bales_2302.html

118
Dalam penelitian tindakan kelas protokol analisis interaksi dapat berguna dalam

pemecahan permasalahan interaksi komunikasi yang tidak selaras antara guru dan

peserta didik.

10. Skala penilaian

Rating scale atau skala penilaian adalah daftar cek yang hampir sama dengan

check list, namun aspek yang diobservasi dijabarkan kedalam bentuk skala atau

kriteria tertentu. Macam-macam Rating scale adalah:

1. Skala penilaian kategori adalah kriteria penilaian yang dijabarkan kedalam

bentuk kualitatif seperti selalu, kadang-kadang atau tidak pernah.

2. Skala penilaian numerikal adalah kriteria penilaian dengan alternatif penilaian

yang menggunakan nomor, seperti : 0, 1, 2.

3. Skala penilaian berbentuk grafis adalah kriteria penilaian dengan alternatif

gejala dalam bentuk grafis vertikal maupun horizontal.23

4. Skala penilaian atau rating scale merupakan daftar pertanyaan / pernyataan

untuk menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek keterampilan yang diamati

dengan rentang tertentu, misalnya dengan rentang 1-5.24

23 http://rishelcha.blogspot.com/2012/10/penyusunan-instrumen-penelitian.html
24 Penelitiantindakankelas.blogspot.com/2013/01/instrumen-penilaian-psikomotor.html?m=1

119
BAB 5

METODE PENELITIAN PTK :

NON-OBSERVASIONAL, TEKNIK SURVEI DAN LAPORAN DIRI

A. Skala Sikap

Banyak peneliti di bidang manajemen terkecoh oleh para sosiolog dan

psikolog dalam penentuan teknik pengukuran sikap. Pada dasarnya,

pengukuran sikap adalah pembuatan serangkaian pernyataan yang digunakan

untuk mengukur suka atau tidaknya responden terhadap objek tertentu. Tujuan

pengukuran ini tentu saja untuk mengukur sikap para responden atas ide,

produk atau pelayanan yang menjadi fokus penelitian skala yang digunakan

pada pengukuran ini umumnya memiliki struktur yang pasti.

Hal ini disebabkan terdapat asumsi bahwa sikap individu menentukan

pendapat dan keputusannya terhadap suatu ide tertentu. Dengan demikian,

untuk memahami perilaku manusia diperlukan pemahaman pula atas

pendapat dan sikap yang mendasari perilaku tersebut. Terdapat berbagai jenis

skala dan teknik pembuatan skala. Kita harus memilih skala dan teknik skala

yang paling tepat, sesuai dengan kebutuhan penelitian yang dilaksanakan.

Pernyataan-pernyataan yang digunakan pada skala harus dirancang

sedemikian rupa agar mudah diubah menjadi nilai angka. Tiga skala yang

sering digunakan adalah skala nominal, skala ordinal serta skala interval. Anda

120
dapat memperhatikan pula metode statistik yang digunakan juga bergantung

pada jenis skala yang dipilih.

1) Skala Nominal : skala nominal memungkinkan pengelompokan

respons dalam bentuk angka. Tidak ada hubungan antara dia kategori

yang terlibat, sehingga tidak ada sistem peringkat pada skala In.

Kegunaan skala nominal biasanya digunakan pada pengambilan

informasi yang berkaitan dengan kelas sosial, “suka” dan “tidak suka”,

“ya” atau “tidak” serta pada jenis kelamin. Penghitungan statistik yang

dapat diterapkan untuk skala ini adalah penghitungan sederhana saja.

2) Skala Ordinal : pada skala ordinal, para responden dapat memberikan

respons dalam bentuk peringkat. Misalnya pada saat responden

diminta untuk memilih tiga merek susu terbaik. Pada contoh ini,

responden dapat memberikan peringkat pada susu tersebut, dari yang

terbaik hingga yang terburuk. Namun, perbedaan antar peringkat

tetap tidak dapat didefinisikan dengan jelas. Penghitungan statistik

yang dapat diterapkan pada skala ini adalah penghitungan median dan

modus data.

3) Skala Interval : kekurangan yang terdapat pada dua jenis skala

sebelumnya diselesaikan oleh skala interval. Skala ini memiliki titik nol

yang arbitrer serta sejumlah angka yang disusun berdasarkan interval

tertentu. Berbagai penghitungan statistik seperti penambahan,

121
perkalian dan penghitungan rata-rata dapat dilakukan terhadap data

yang disusun berdasarkan skala interval.1

Pada pengukuran sikap, biasanya digunakan skala nominal dan skala

ordinal. Namun, beberapa peneliti cenderung mengubah data dari kedua skala

tersebut menjadi skala interval agar dapat diolah menggunakan berbagai

penghitungan statistik yang sesuai. Meskipun demikian, asumsi ini perlu dikaji

ulang sebelum pengambilan keputusan. Skala ordinal lebih jamak dibutir-

butirkan dalam pengukuran sikap. Biasanya responden diminta untuk memilih

satu antara dua dikotomi terkait sebuah objek/masalah/produk/diri sendiri.

Sebagai tambahan, derajat suka/tidak suka juga terkadang disertakan pada

skala ordinal. Semuanya didaftarkan menjadi urutan tertentu, sehingga akan

membentuk skala tersendiri. Skala ini sebenarnya sejenis dengan laporan

mandiri, yang mengungkap apa yang disukai atau tidak disukai oleh subjek.

Skala pengukuran sikap terbagi menjadi skala yang hanya memiliki satu

dimensi dan skala multidimensi. Skala satu dimensi meliputi skala grafik dan

skala numerik, skala sumatif, perbandingan berpasangan, interval setara dan

lain sebagainya.

 Model Sumatif : Skala Likert

Pada model sumatif, tiap butir diasumsikan memiliki atribut tertentu, serta

skor yang diberikan pada butir tersebut merupakan cerminan dari atribut. Skor

1 https://www.scribd.com/doc/288827961/Skala-Pengukuran-Sikap/hal_6&7

122
item pada model ini adalah penjumlahan seluruh skor tiap butir pernyataan.

Bagi butir pernyataan negatif, skor yang diberikan bersifat negatif. Skor yang

diberikan juga merupakan representasi dari perasaan responden. Skala ini

dikenal pula sebagai Skala Likert.2

Pada sekali ini, sikap dinyatakan dengan “Sangat Setuju” hingga “Sangat

Tidak Setuju”. Langkah-langkah membuat skala ini adalah sebagai berikut :

1) Tulislah sejumlah besar pernyataan berkenan dengan objek yang

dikaji. Misalnya, seseorang ingin mengkaji peran organisasi

sukarelawan dalam memberikan pelayanan kesehatan di pedesaan.

Dalam kajian ini, pernyataan yang dibuat harus berupa pernyataan

positif maupun pernyataan negatif. Pernyataan netral harus dihindari.

Jumlah pernyataan negatif dan positif sebaiknya berimbang.

2) Ujilah pernyataan tersebut pada populasi yang memiliki karakter yang

serupa dengan karakter populasi target. Misalnya, jika kajian akan

dilaksanakan pada populasi ibu rumah tangga, uji pernyataan juga

sebaiknya dilakukan pada populasi ibu rumah tangga yang memiliki

latar belakang serupa dengan populasi target.

3) Berikanlah skala nilai pada pernyataan yang dapat menunjukkan

derajat kesetujuan dan ketidaksetujuan. Misalnya 1, 2, 3, 4, 5 atau 2,

2 https://www.scribd.com/doc/288827961/Skala-Pengukuran-Sikap/hal _12

123
1, 0, -1, -2. Butir pernyataan negatif diberi skor kebalikan dari butir

pernyataan positif.

4) Hitunglah jumlah skor keseluruhan tiap responden menggunakan

prosedur yang sama. Distribusi jumlah skor keseluruhan digunakan

sebagai acuan perbaikan butir-butir pernyataan. Langkah ini disebut

dengan analisis butir.

5) Analisis butir: analisislah respons serta temukan butir yang

menunjukkan perbedaan mencolok antara skor tertinggi dan skor

terendah. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan respons dalam

kategori rendah dan tinggi. Skor tertinggi diasumsikan sebagai derajat

ketertarikan yang tinggi dan begitu pula sebaliknya. Pernyataan positif

diharapkan mendapat skor yang tinggi. Jika sebuah pernyataan

memiliki distribusi yang setara antara yang memberikan skor tinggi dan

skor rendah, pernyataan tersebut harus disisihkan. Alternatif lain

adalah dengan membagi responden berdasarkan pengukuran sikap

dan kuartil serta menghitung median tiap butir pernyataan.

6) Butir-butir pernyataan yang dapat digunakan diacak antara yang

berisi pernyataan positif dan pernyataan negatif.

7) Skala akhir kemudian diuji pada populasi target. Jenis skala ini

memiliki beberapa kelebihan, seperti mudah dibuat, reliabel serta

dapat digunakan pada pelbagai pengukuran sikap.

124
 Model Pengukuran Sikap Deterministik : Skala Guttman

Pada teknik pengukuran sikap deterministik asumsi yang menjadi dasar

adalah bahwa setiap pernyataan memiliki hubungan yang sempurna, dari satu

jenis ke jenis yang lain, atau dengan dimensi tertentu sikap sedang diselidiki.

Misalnya, perhatikan sebuah studi penelitian yang dilakukan untuk menyelidiki

sikap masyarakat mengenai keluarga berencana. Butir-butir dalam kuesioner

yang berhubungan dengan ini bisa terdiri dari :

Ya Tidak

1) Keluarga berencana adalah harapan terbaik bagi bangsa kita………….

2) Keluarga berencana akan menghasilkan generasi yang lebih

sehat………….

3) Kita harus berpartisipasi adalah program keluarga

berencana…………3

Biasanya, orang yang menjawab “Ya” untuk pernyataan pertama, akan

menjawab serupa pula untuk pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. Sedangkan

bagi mereka yang menjawab “Tidak” untuk pernyataan pertama, namun

menjawab “Ya” untuk pertanyaan kedua, memiliki kecenderungan untuk

menjawab “Ya” pada pernyataan ketiga. Pola respons demikian dikenal

dengan S k a l a G u t t m a n .

3 https://www.scribd.com/doc/288827961/Skala-Pengukuran-Sikap/hal _12&8

125
Analisis Skala Guttman biasanya diterapkan pada data dikotomi, yaitu

data yang hanya memiliki dua pilihan, misalnya “Ya” dan “Tidak”, 0 atau 1,

serta “setuju” dan “tidak setuju”. Namun, ada beberapa alasan yang

menjadikan skala ini tidak tepat digunakan pada pengukuran sikap. Alasan

pertama adalah pembuatan skala ini memerlukan waktu dan biaya yang besar.

Kemudian, hanya ada beberapa butir-butir yang sesuai dengan model ini. Jenis

skala ini jarang memiliki lebih dari delapan butir pernyataan, sehingga hanya

akan menimbulkan kerancuan dalam analisis data.

 Persamaan Thrustone - Memunculkan Skala Interval

Pada skala ini, yang menjadi objek pengukuran skala adalah responden,

bukan pernyataan-pernyataan. Langkah pertama dalam merancangnya

adalah menetapkan skala pernyataan sikap bersamaan dengan kontinum

sikap. Hal ini dilakukan dengan menanyakan pendapat individu mengenai

butir-butir pernyataan beserta kontinumnya. Butir-butir pertanyaan dicetak

pada beberapa kartu, kemudian individu yang terlibat diminta untuk

mengklasifikasikannya dalam 11 grup. Tumpukan yang paling banyak

merepresentasikan hal yang paling disukai dan yang paling tidak disukai oleh

mereka. Diharapkan interval antar grup setara. Kemudian, rata-rata pilihan

yang ada dijadikan skala poin untuk tiap pernyataan.

126
Butir-butir pernyataan yang dianggap ambigu disisihkan. Yang dipilih

adalah (a) butir-butir yang memiliki standar deviasi yang kecil dan (b)

persebaran rata-rata antar kontinum bernilai normal.

Butir-butir yang memenuhi syarat kemudian dipilih secara acak untuk

dijadikan pernyataan lahir. Langkah selanjutnya dalam pembuatan skala

pengukuran sikap responden adalah menandai butir-butir yang disetujui. Skor

para responden kemudian dijadikan nilai median bagi butir-butir pernyataan

atau sebagai nilai rata-rata bagi skala yang dibuat. Misalnya, anggaplah

seorang responden memberi nilai butir-butir pernyataan 9, 10, dan 11. Hal ini

mengindikasikan bahwa dia memiliki ketertarikan terhadap butir- butir tersebut

(jika diasumsikan bahwa 11 adalah sikap yang paling positif).4

Skala Thurstone dirancang dengan jumlah yang ganjil, biasanya 11.

Skala ini memiliki beberapa kelemahan pula, seperti memerlukan waktu yang

lama dalam perancangannya, besarnya pengaruh para responden terhadap

nilai skala dan tidak dapat memberikan informasi yang lengkap mengenai

intensitas kesesuaian antara berbagai butir pernyataan yang berbeda.

 Skala Diferensial Semantis

Skala diferensial semantis adalah skala yang terdiri dari dua kata sifat

bipolar. Skala ini sangat fleksibel digunakan dalam pengukuran sikap. Objek

yang diukur menggunakan skala diferensial semantis disebut sebagai “konsep”

4 https://www.scribd.com/doc/288827961/Skala-Pengukuran-Sikap/hal_9

127
dan hampir semua hal dapat diukur menggunakan skala ini, mulai dari keluarga

berencana, kosmetik, Shrikhand, partai politik dan lain sebagainya.

Pada dasarnya, skala diferensial semantis adakala skala tujuh peringkat

yang disertai dengan beberapa atribut berkaitan dengan topik penelitian.

Kedua kata sifat pada ujung pernyataan menyatakan perbedaan yang

signifikan, sedangkan posisi tengah adalah posisi yang dianggap netral. Hanya

dua posisi yang dukung tersebut yang diberikan nama berupa kata sifat yang

saling bertolak belakang. Sedangkan di angah kedua kata tersebut dibiarkan

kosong atau diberikan angka-angka yang menunjukkan Derajat Ketertarikan.5

B. Kuesioner

1. Pengertian Kuesioner

Kuesioner menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat riset atau

survei yang terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis, bertujuan

mendapatkan tanggapan dari kelompok orang terpilih melalui wawancara

pribadi atau melalui pos; daftar pertanyaan.6

Pengertian menurut para ahli :

Dewa Ktut Sukardi (1983)

Pengertian kuesioner menurut Dewa Ktut Sukardi adalah suatu bentuk

teknik alam pengumpulan data yang dilakukan pada metode penelitian

5https://www.scribd.com/doc/288827961/Skala-Pengukuran-Sikap/hal_1O
6https://kbbi.web.id/kuesioner

128
dengan tidak perlu/wajib memerlukan kedatangan langsung dari sumber

data.

Bimo Walgito (1987),

Menurut Bimo Walgito definisi kuesioner adalah daftar pertanyaan dalam

penelitian yang diharuskan untuk dijawab oleh responden atau informan.7

Ada pula yang mengatakan bahwa Kuesioner adalah sebuah penelitian,

berupa formulir, untuk mengumpulkan data-data yang berasal dari jawaban

responden.8

2. Tujuan Kuesioner

Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah :

1. Mendapatkan data yang relevan dengan tujuan penelitian.

2. Mendapatkan data dengan reliabilitas dan validitas yang setinggi

mungkin.

3. Fungsi Kuesioner

Berikut ini merupakan fungsi kuesioner, antara lain :

1. Guna mengumpulkan informasi sebagai bahan dasar dalam rangka

penyusunan catatan permanen.

2. Guna menjamin validitas informasi yang diperoleh dengan metode lain.

Pembuatan evaluasi progam bimbingan.

3. Guna mengambil sampling sikap atau pendapat dari responden.

7 http://www.sumberpengertian.co/pengertian-kuesioner
8https://www.academia.edu/8546096/KUESIONER

129
4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Kuesioner

a. Kelebihan

Berikut ini merupakan beberapa kelebihan metode kuesioner.

1) Tidak membutuhkan kehadiran peneliti.

2) Mampu dibagikan secara bersama-sama kepada seluruh responden.

3) Waktunya fleksibel, tergantung waktu senggang responden.

4) Dapat dibuat anonim atau tanpa nama sehingga responden tidak malu

dalam menjawab pertanyaan yang diajukan.

5) Pertanyaan dapat distandarkan.

b. Kekurangan Metode Kuesioner

Berikut ini merupakan kekurangan metode kuesiner.

1) Responden sering tidak teliti, terkadang ada pertanyaan yang

terlewatkan.

2) Responden sering tidak jujur meskipun anonim.

3) Kuesioner sering tidak kembali apabila dikirim lewat pos atau jasa

pengiriman Iainnya.

4) Responden dengan tingkat pendidikan tertentu kemungkinan kesulitan

mengisi kuesioner.

5. Syarat Membuat Kuesioner yang Baik

Syarat-syarat yang harus dipenuhi guna membuat kuesioner yang baik

adalah :

130
1) Pertanyaan dibuat dengan bahasa yang jelas dan tidak ambgu atau

multitafsir.

2) Pertanyaan berkaitan dengan masalah yang hendak dipecahkan

dalam penelitian, dan menggunakan bahasa baku yang mudah

dipahami.

3) Banyak membaca jurnal yang berjudul tentang penelitian-penelitian

dengan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner.

4) Guna mendapatkan hasil yang lebih maksimal tidak ada salahnya

sebagai peneliti yang memberikan kuesioner kepada responden

memilih waktu yang tepat, dan usahakan jangan sampai menggangu

pihak responden.

6. Skala dalam kuesioner

Pengertian penskalaan adalah proses menetapkan nomor-nomor atau

simbol-simbol terhadap suatu atribut atau karakteristik yang bertujuan untuk

mengukur atribut atau karakteristik tersebut.

Berikut merupakan alasan penganalisis sistem mendesain skala :

1) Guna mengukur sikap atau karakteristik orang-orang yang menjawab

kuesioner.

2) Supaya responden memilih subjek kuesioner.

Bentuk skala pengukuran dibedakan menjadi 4 macam, yakni :

a. Nominal

131
Skala nominal merupakan bentuk pengukuran yang paling lemah.

Skala nominal berfungsi untuk mengklasifikasikan sesuatu. Pada

umumnya semua analis dapat menggunakan skala jenis ini guna

mendapatkan jumlah total untuk setiap klasifikasi.

Contoh skala nominal adalah :

Apa jenis perangkat lunak yang paling sering anda gunakan ?

1 = Pengolah kata 2 = Spreadsheet 3 = Basis Data 4 = Program e-mail

b. Ordinal

Skala ordinal hampir sama dengan skala nominal, yakni sama-sama

memungkinkan dilakukannya klasifikasi. Perbedaan antara skala

ordinal dan skala nominal adalah jika skala ordinal menggunakan

susunan posisi. Skala jenis ini sangat berguna karena satu kelas lebih

besar atau kurang dari kelas lainnya.

c. Interval

Skala interval mempunyai karakteristik, yakni interval di antara masing-

masing nomor adalah sama. Berkaitan dengan karakteristik ini, operasi

matematisnya bisa ditampilkan dalam data-data kuesioner, sehingga

bisa dilakukan analisis yang lebih lengkap.

d. Rasio

Skala rasio merupakan jenis skala yang paling jarang digunakan.

Skala rasio hampir sama dengan skala interval dalam arti interval-

132
interval di antara nomor diasumsikan sama. Skala rasio mempunyai

nilai absolut nol.

7. Langkah-Langkah Penyusunan Angket atau Kuesioner

Berikut merupakan langkah-langkah penyusunan angket atau kuesioner:

1. Menentukan tujuan penggunaan angket atau skala psikologis. Skala

psikologis yang penulis buat bertujuan untuk mengungkapkan variabel

pengaruh bimbingan karir terhadap kemandirian siswa dalam memilih

karir.

2. Membuat kisi-kisi angket, yang meliputi indikator dan jumlah item

pertanyaan atau pernyataan.

3. Menentukan bentuk angket atau skala psikologis. Bentuk angket yang

digunakan penulis adalah angket terstruktur.

4. Membuat item pertanyaan skala psikologis dalam bentuk pilihan ganda

dengan option dan skor.

8. Jenis Pertanyaan Dalam Kuisoner

Perbedaaan pertanyaan dalam wawancara dengan pertanyaan dalam

kuesioner adalah dalam wawancara memungkinkan adanya interaksi antara

pertanyaan dan artinya. Dalam wawancara analis memiliki peluang untuk

menyaring suatu pertanyaan, menetapkan istilah-istilah yang belum jelas,

mengubah arus pertanyaan, memberi respons terhadap pandangan yang rumit

dan umumnya bisa mengontrol agar sesuai dengan konteksnya.

133
Beberapa diantara peluang-peluang diatas juga dimungkinkan dalam

kuesioner. Jadi bagi penganalisis pertanyaan-pertanyaan harus benar-benar

jelas, arus pertanyaan masuk akal, pertanyaan-pertanyaan dari responden

diantisipasi dan susunan pertanyaan direncanakan secara mendetail. Adapun

jenis-jenis pertanyaan dalam kuesioner adalah sebagai berikut:

1. Pertanyaan Terbuka : pertanyaan-pertanyaan yang memberi pilihan-

pilihan respons terbuka kepada responden, berarti peneliti

memberikan kebebasan kepada responden untuk memberikan

jawaban dengan kalimatnya sendiri. Pada pertanyaan terbuka

antisipasilah jenis respons yang muncul. Karena dengan tidak

memberikan pilihan jawaban, informasi yang didapat akan menjadi

kaya dan luas. Hal ini tentu memerlukan waktu lama bagi responden

untuk menjawab pertanyaan maupun peneliti untuk memproses

jawabannya karena jawaban-jawaban tersebut pasti beragam

macamnya. Meski demikian respons yang diterima harus tetap bisa

diterjemahkan dengan baik dan benar.9

2. Pertanyaan Tertutup : pertanyaan-pertanyaan yang membatasi atau

menutup pilihan-pilihan respons yang tersedia bagi responden. Berarti

peneliti sudah menyediakan pilihan jawaban dan responden hanya

perlu untuk mengisinya saja. Bisa dengan pertanyaan ‘Ya atau Tidak’,

9 https://alfside.wordpress.com/2008/10/28/pengertian-kuisoner/

134
pilihan ganda atau pendapat ‘Setuju sampai dengan Tidak Setuju’.

Kelebihan dari pertanyaan tertutup adalah proses pengolahan datanya

mudah karena jawaban tidak terlalu banyak sehingga hanya

memerlukan waktu yang sedikit. Namun, dengan memberikan

pertanyaan tertutup, responden tidak bebas untuk mengutarakan

pendapatnya karena pilihan jawabannya sudah ditentukan.10

3. Pertanyaan Semi Terbuka (Open and Closed Question) : kuesioner

dengan pertanyaan kombinasi seperti ini berarti peneliti sudah

menyiapkan pilihan-pilihan jawaban namun peneliti juga memberikan

kebebasan kepada responden jika responden memiliki jawabannya

sendiri. Kelebihan dari pertanyaan kombinasi ini adalah jawaban

menjadi kaya karena responden berkesempatan untuk mengeksplor

jawabannya, namun sama dengan kelemahan pertanyaan terbuka,

karena jawabannya yang beragam, bisa jadi dibutuhkan waktu yang

lama untuk memproses datanya.

Terdapat beberapa ketentuan dasar dalam pembuatan kuesioner, diantaranya

1. Beri nomor pada semua item pertanyaan dan halaman

2. Beri tanda identifikasi (notes) pada setiap halaman

3. Beri alamat untuk mengembalikan kuesioner setelah diisi

10https://kinibisa.com/artikel/detail/research/subdetail/kuesioner/read/macam-macam-
pertanyaan-dalam-kuesioner-penelitian

135
4. Judul Kuesioner dibuat dengan huruf tebal

5. Perintah-Perintah dibuat dengan huruf tebal

6. Usahakan pengelompokan pertanyaan berdasar topik

7. Jangan Meletakkan Pertanyaan-Pertanyaan Penting Pada Akhir Item

8. Usahakan pertanyaan dibuat dengan metode KISS (Keep It Short And

Simple)11

C. WAWANCARA

Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang paling sering

digunakan dalam penelitian kualitatif. Perawat seringkali menganggap

wawancara itu mudah karena dalam kesehariannya perawat sering

berkomunikasi dengan kliennya untuk mendapatkan informasi penting.

Kenyataannya tak semudah itu. Banyak peneliti mengalami kesulitan

mewawancarai orang, karena orang cenderung menjawab dengan singkat.

Apalagi budaya pada masyarakat Indonesia yang cenderung tidak terbiasa

mengungkapkan perasaan.

Wawancara pada penelitian kualitatif memiliki sedikit perbedaan

dibandingkan dengan wawancara lainnya seperti wawancara pada

penerimaan pegawai baru, penerimaan mahasiswa baru, atau bahkan pada

penelitian kuantitatif. Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan

11 https://www.academia.edu/8546096/KUESIONER

136
pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan

informal.12

Yang dimaksud dengan wawancara menurut Nazir (1988) adalah proses

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab

sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si

penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan

interview guide (panduan wawancara).

Walaupun wawancara adalah proses percakapan yang berbentuk tanya

jawab dengan tatap muka, wawancara adalah suatu proses pengumpulan data

untuk suatu penelitian.

Beberapa hal dapat membedakan wawancara dengan percakapan sehari

hari adalah antara lain:

1. Pewawancara dan responden biasanya belum saling kenal-mengenal

sebelumnya.

2. Responden selalu menjawab pertanyaan.

3. Pewawancara selalu bertanya.

4. Pewawancara tidak menjuruskan pertanyaan kepada suatu jawaban, tetapi

harus selalu bersifat netral.

5. Pertanyaan yang ditanyakan mengikuti panduan yang telah dibuat

sebelumnya. Pertanyaan panduan ini dinamakan interview guide.

12 https://media.neliti.com/media/publications/105145-ID-pengumpulan-data-dalam-
penelitian-kualit.pdf/hal_1

137
Jenis wawancara

1. Jenis Wawancara

Sebagaimana metode lainnya yang digunakan pada penumpulan data,

metode wawancara dibedakan berdasarkan cara pengadministrasiannya

menjadi wawancara pribadi (Lerbin, 2007). Wawancara pribadi dapat

dilakukan di rumah subjek, melalui komputer, dan di tempat perbelanjaan.

Wawancara yang dilakukan di tempat perbelanjaan itu sering disebut

wawancara mall intercept.

Berdasarkan strukturnya, wawancara dibedakan menjadi wawancara

terstruktur dan tidak terstruktur. Pada wawancara terstruktur, hal-hal yang akan

ditanyakan telah terstruktur, telah ditetapkan sebelumnya secara rinci. Pada

wawancara tak terstruktur, hal-hal yang akan ditanyakan belum ditetapkan

secara rinci.

2. Hubungan dengan Orang yang Diwawancara

Keberhasilan suatu wawancara sangat ditentukan oleh bagaimana

hubungan antara subjek dan pewawancara (Lerbin,2007). Suasana hubungan

yang kondusif (disebut juga sebagai rapport) untuk keberhasilan suatu

wawancara mencakup adanya sikap saling mempercayai dan kerja sama di

antara mereka. Suasana yang demikian dapat diusahakan melalui beberapa

cara, diantaranya pewawancara sebaiknya lebih dulu memperkenalkan diri

dan mengemukakan secara jelas dan lugas tujuan wawancara yang akan

dilakukannya.

138
Hal itu dilakukan dengan sikap rendah hati dan bahwa yang

berkepentinagan adalah pewawancara. Pada awal pertemuan, pewawancara

juga harus menciptakan suasana yang santai dan bebas serta tidak formal

agar proses wawancara dapat berlangsung secara lebih alamiah.

Pewawancara sebaiknya mengawali pembicaraan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan ‘pemanasan’ sebagai pendahuluan, sekalipun

pertanyaan itu mungkin tidak berkaitan langsung dengan tujuan penelitian.

Kemudian, secara perlahan-lahan, pewawancara mengarahkan pembicaraan

pada tujuan penelitian. Hal itu dilakukan untuk memperlancar proses

wawancara. Pada pelaksanaan wawancara, pewawancara jangan

menunjukkan sikap tidak percaya dan kurang menghargai jawaban yang

diberikan subjek dan jangan menunjukkan sikap yang tergesa-gesa.

Adakalanya subjek mengalami blocking, pikirannya ‘tersumbat’ sehingga

proses wawancara tidak berjalan dengan lancar. Dalam keadaan yang

demikian, pewawancara harus dapat membantu subjek untuk keluar dari

keadaan itu.

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pewawancara adalah bahwa ia

harus dapat memahami keadaan subjek, ia harus memiliki empati. Dengan

cara yang demikain, pewawancara akan lebih dapat mengarahkan wawancara

sesuai dengan kondisi subjek.

Suatu hal yang penting dalam wawancara adalah si pewawancara dapat

mengganti subjeknya (Nazir, 1988). Jika seorang responden misalnya tidak

139
ingin memberikan keterangan tentang suatu hal, maka peneliti dapat pindah

mencari responden lain. Tidak demikian halnya dalam pengamatan langsung.

Karena itu, si peneliti harus dapat mencari jalan supaya pengamatan terhadap

kejadian yang ingin diamati tidak boleh gagal.

Sebelum pewawancara turun untuk melaksanakan wawancara, maka dia

harus lebih dahulu memeutuskan apakah ia akan memperkenalkan dirinya

sebagai peneliti, ataukah ia akan bekerja sebagai incognito. Tetapi,

pengalaman memperlihatkan bahwa sebaiknya si peneliti atau pewawancara

memperkenalkan dirinya sebagai peneliti kelompok objek. Hal ini memberikan

beberapa keuntungan antara lain:

1. Hal tersebut adalah hal yang sederhana untuk dilakukan, karena

dengan pemunculan orang asing secara tiba-tiba dapat menimbulkan

kecurigaan.

2. Akan mempertinggi kemungkinan memperoleh keterangan yang

diinginkan.

3. ika ia bekerja secara incognito, maka ada perasaan kesalahan secara

etika dalam diri si peneliti dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh objek yang sedang diteliti.

Yang paling penting dalam hal hubungan antara pengamat dengan yang

diamati adalah si pengamat harus dapat meyakinkan objek atau harus dapat

memberikan alasan-alasan yang tepat mengapa ia harus mengadakan

pengamatan terhadap perilaku atau fenomena yang ingin diamati. Dalam

140
partisipasi langsung untuk pengamatan kejadian atau fenomena maka adalah

sangat penting bagi si peneliti untuk membuat dirinya dapat diterima dalam

anggota kelompok di mana pengamatan akan dilakukan.

3. Pelatihan Wawancara

Latihan wawancara dilakukan untuk memberikan bekal keterampilan

kepada pewawancara untuk mengumpulkan data dengan hasil baik. Karena

tidak ada ukuran standar untuk survey ataupun pewawancara, maka tidak ada

pula program latihan yang baku.

Pelatihan biasanya diarahkan pada cara-cara berkomunikasi dan cara

memperoleh informasi secara lebih mendalam serta cara-cara untuk

menciptakan suasana wawancara yang kondusif untuk mendapatkan informasi

yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu, cara untuk melakukan

pencatatan jawaban subjek juga perlu dilatih, terutama mengenai hal-hal apa

saja yang perlu dicatat dan tidak. Hal lain yang perlu ditekankan pada pelatihan

adalah kewajiban pewawancara untuk menyampaikan ucapan terima kasih

dan meminta maaf apabila ada hal-hal yang tidak berkenan selama wawancara

berlangsung dan meminta kesediaan subjek untuk diwawancara kembali

seandainya masih diperlukan.

141
Pada pelatihan juga perlu ditekankan agar pewawancara memeriksa

kelengkapan maupun kejelasan jawaban atas tiap pertanyaan yang diberikan

oleh subjek sebelum mengakhiri wawancara.13

D. TEKNIK WAWANCARA INFORMAN KUNCI

Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan

yang akan diteliti. Informan kunci, yaitu orang-orang yang sangat memahami

permasalahan yang diteliti.14

Adapun teknik wawancara informan kunci dapat dilakukan dengan

wawancara mendalam, hal ini bertujuan untuk menggali informasi lebih jauh

dan spesifik mengenai suatu permasalahan/fenomena yang sedang diteliti.

Wawancara mendalam merupakan wawancara pribadi, langsung, dan

tidak terstruktur dengan seorang subjek yang diselidiki oleh pewawancara

yang sangat terampil untuk menemukan latar belakang motivasi, kayakinan,

sikap, dan perasaan subjek terhadap satu topik. Wawancara ini biasanya

berlangsung antara 30menit sampai dengan lebih dari satu jam.

Wawancara mendalam sering digunakan untuk mengungkap hal-hal

yang tersembunyi, yang sulit untuk diungkap dengan metode atau teknik

pengukuran lainnya. Untuk itu, pewawancaranya harus memiliki ketrampilan

13 http://merlitafutriana0.blogspot.com/p/wawancara.html
14 http://milmanyusdi.blogspot.com/2009/11/metodologi-penelitian-bab-iii.html

142
yang tinggi untuk mengungkapnya. Wawancara ini biasanya digunakan pada

penelitian eksploratif. (Lerbin R. Aritonang, 2007)

Keefektifannya bisa dinilai dalam hal tujuan wawancara, teknik-teknik

yang digunakan, kerangka waktunya, sudut pandang orang yang melakukan

evaluasi, dan reliabilitas dan validitas informasi yang diperoleh. Aspek-aspek

wawancara mendalam yang dapat direncanakan adalah tujuan-tujuan,

pertanyaan-pertanyaan, setting, dan reaksi terhadap permasalahan-

permasalahan khusus. Perencanaan semacam itu bisa memberikan kesiapan

bagi si pewawancara untuk semua kemungkinan-kemungkinan yang mungkin

muncul dalam proses wawancara. (Robert Kahn dan Charles Channel, 2003)

Wawancara-wawancara mendalam terjadi karena suatu tujuan, dan

memfokuskan pada jenis-jenis informasi tertentu. Salah satu karakteristik dari

pewawancara yang baik adalah kemampuan untuk mengendalikan interaksi

sehingga tujuan wawancara tercapai. Hal ini berarti bahwa tidak semua

komentar atau respon relevan. Oleh karenanya, anda mungkin perlu

menetapkan batasan-batasan mengenai jenis respon yang tepat.

Semua wawancara mendalam tersusun atas dua dimensi penting yang

bisa dianalisa keefektifannya: kandungan isi dan hubungan. Yang cenderung

akan lebih difokuskan adalah isi. Hendaknya melakukan wawancara untuk

mendapatkan informasi atau untuk memberikan informasi. Akan tetapi,

menganggap bahwa hubungan antar pewawancara dan orang yang

diwawancarai sama pentingnya dalam kebanyakan situasi. Bahkan, sifat-dasar

143
hubungan tersebut bisa menentukan apakah informasi tertentu telah

disampaikan selama wawancara atau tidak. (Dr. Nurul Murtadho, 1992).15

E. Teknik Proyektif

Menurut Freud, proyeksi adalah suatu proses psikopatologis. Proyeksi

merupakan satu di antara mekanisme pertahanan diri yang banyak terjadi pada

individu, yaitu kecenderungan melakukan eksternalisasi dari dorongan yang

tidak dapat diterima dan tidak disadari oleh diri sendiri.

Teknik proyektif yaitu teknik asesmen yang berusaha mempelajari

kepribadian melalui penggunaan stimulus, tugas, atau situasi yang relatif tidak

terstruktur. Disebut poyektif karena teknik ini memungkinkan individu untuk

dapat memproyeksikan motivasi dalam dirinya terhadap alat tes yang

diberikan. Selain membuat gambar, tes proyektif juga mencakup bercerita,

melengkapi kalimat, atau melakukan asosiasi kata (Friedman & Schustack,

2008). Teknik proyektif terbukti mampu memberikan hasil dengan hipotesis

yang lengkap, namun sebagian besarteknik ini kurang diminati, serta tidak

mendapat persetujuan dan dukungan dari para praktisi yang berorientasi

psikometri. Tes proyektif mendapat dukungan yang luas dari para pendukung

teori psikoanalisis karena teknik ini berusaha untuk menangkap motivasi tidak

sadar yang dimiliki oleh individu.16

15 http://merlitafutriana0.blogspot.com/p/wawancara.html
16 http://goresannhanie.blogspot.com/2014/01/tehnik-proyektif.html

144
1. Sifat Teknik–Teknik Proyektif

a. Ciri utama dari teknik proyektif adalah penilaiannya atas tugas yang

relatif tidak terstruktur, yaitu tugas yang memungkinkan variasi yang

hampir tak terbatas dari respon-respon yang mungkin.

b. Teknik2 proyektif biasanya dipandang efektif dalam menyingkapkan

aspek tertutup, laten atau tak sadar dari kepribadian.

c. Metode proyektif berasal dari lingkungan klinis, berkembang dari

prosedur terapeutis yang digunakan pada pasien psikiatris17

2. Pendekatan Dalam Tes Proyeksi

Pendekatan merupakan sebuah proses yang mengakibatkan suatu hasil,

yaitu suatu keputusan atau judgement. Pendekatan dalam tes proyeksi adalah

cara individu untuk mendekati suatu situasi. Pemeriksa harus percaya bahwa

cara pendekatan yang dilakukan individu adalah yang dinilai oleh individu

tersebut paling sesuai untuk mendekati situasi.

Keputusan ini dapat merupakan suatu penilaian/evauasi. Keputusan ini

bukan sesuatu yang mutlak, tapi lebih merupakan suatu pandangan dari sudut

pandang tertentu. Jadi dapat berbeda-beda, tapi tetap untuk satu pribadi. Yang

perlu dipahami oleh pemeriksa adalah bahwa proyeksi merupakan

pengungkapan yang harus dimengerti sebagai satu keseluruhan subjektivitas,

yang sekaligus meliputi dimensi waktu lampau, kini, dan yang akan datang.

17
http://maria_c.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/42273/proyektif+5+%28Teknik-
teknik+Proyektif%29.pdf.

145
3. Dasar Penggunaan Teknik Proyeksi

Validitas dan reliabilitas suatu tes selalu dikaitkan dengan suatu

kelompok. Lawrence Kurt Frank menetapkan pengertian validitas dan

reliabilitas pada penggunaan suatu tes yang sudah terstandar dan meragukan

untuk menetapkannya dalam penggunaan tes poyektif. Tes proyektif tidak

mempunyai norma tertentu karena tes proyeksi lebih bersifat memproyeksikan,

bukan membandingkan.

Upaya pokok dalam psikologi Amerika ditujukan untuk menjadikan

metode proyektif sebagai alat ilmu nomotetik; Basic Rorschach Scores (Exner,

1986; Judson, 1963), perkembangan tanda-tanda/signs (Hertz, 1939;

Piotrowski, 1950), dan kerja dengan kelompok Rorschach (Harrower, 1950;

Monroe, 1951) merupakan bukti kecenderungan tersebut. Tujuannya adalah

untuk sampai pada kriteria yang dapat diterapkan pada kelompok orang atau

sindrom. Bila tanda-tanda ditemukan, maka tanda-tanda tersebut dapat

membantu untuk menempatkan seseorang tertentu pada suatu kelompok

tertentu, misalnya Mr.X mempersepsikan dengan cara tertentu sehingga

akhirnya bisa dipertimbangkan sebagai seorang skizopren atau kriminal, atau

ahli teknik. 18

Pendekatan nomotetik sangat berharga dan penting. Kegagalan dan

keterbatasan metode proyektif sebagai alat nomotetik merupakan daya

18
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122-
HERLINA/tes%20proyeksi-PENGGUNAAN%20%26%20PENDEKATAN.pdf/hal_2

146
pendorong utama bagi penelitian lebih lanjut dan pengkonseptualisasian yang

lebih baik. Masalah yang sering dibahas adalah kesulitan dalam membuat

kesimpulan dari data yang bersifat laten (data hasil tes) menjadi tingkat

perilaku yang nyata.

Kegagalan dan keterbatasan teknik proyektif seringkali dihubungkan

dengan kekurangkonsistenan dalam konseptualisasi. Bila istilah ”metode

proyektif” yang dikemukakan Frank (1939) merupakan istilah yang paling

sesuai untuk masa itu, maka pada masa berikutnya istilah tersebut jadi

menyesatkan. “Projection”, istilah yang diambil dari Freud, secara umum

dirumuskan dalam psikologi Amerika (Bellak & Chassan, 1964) sebagai suatu

mekanisme pertahanan dari ego, yang dirancang untuk menghindari

keinginan-keinginan, pikiran-pikiran, dan dorongan-dorongan yang disadari

sebagai hal yang tidak dapat diterima, dengan cara menganggap bahwa

fenomena subjektif yang tidak diinginkan tersebut berasal dari dunia objektif

(luar dirinya). Pengertian proyeksi ini terutama diambil dari diskusi Freud

tentang paranoia dari kasus Schreber (Freud, 1943).

Hanya beberapa peneliti lapangan berikutnya yang menyadari bahwa

Freud sendiri (1938) melihat proyeksi secara lebih luas sebagai proses

persepsi umum, dimana seluruh persepsi pada masa kini yang bermakna

didasarkan pada dan diorganisasikan oleh jejak-jejak ingatan dari seluruh

persepsi sebelumnya. Konsep yang lebih luas ini, yang dirumuskan oleh Bellak

147
sebagai ”penyimpangan aperseptif” (Apperceptive distortion), mungkin

menjadi kerangka acuan yang lebih berguna bagi beberapa metode proyektif.19

Tes proyeksi terbagi dalam 5 kategori studi (Bellak & Brower, 1951) yaitu:

1. Metode yang didasarkan pada studi terhadap isi (content).

Metode ini berkaitan dengan ”APA yang dikatakan pasien/klien”.

Contoh terbaik kategori ini adalah TAT dan MAPS (Make A Picture

Story). Metode inkuiri Rorschach dan finger painting pun termasuk

kategori ini.

2. Studi terhadap aspek ekspresif, sruktural.

Inkuiri utama diarahkan pada ”BAGAIMANA subjek mengatakan atau

melakukan sesuatu”. Yang termasuk kategori ini adalah Mira, Mosaic,

Rorschach, dan Grafologi, dimana metode ini berkaitan dengan tingkat

subsemantic dari berfungsinya myoneural, sehingga prosedur ini valid

untuk memahami faktor dan struktur kepribadian.

3. Fungsi Gestalt.

Contohnya dalam Bender Gestalt, Mosaic, dan Rorschach. Dalam

TAT, fungsi ini hanya tampak pada beberapa hal, misalnya apakah

subjek dapat melihat gambar-gambar sebagai suatu keseluruhan atau

justru mengabaikan bagian-bagian tertentu dari gambar.

4. Body-image atau self-image.

19
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122-
HERLINA/tes%20proyeksi-PENGGUNAAN%20%26%20PENDEKATAN.pdf/hal_3

148
Yang dianalisa oleh metode dengan kategori ini adalah ”BAGAIMANA

subjek melihat dirinya”. Contoh paling utama dari kategori ini adalah

Figure Drawing Test. Rorschah pun bisa dimasukkan ke dalam kateori

ini bila subjek mengindetifikasikan adanya boneka, atau TAT bila

subjek memandang sang pahlawan sebagai pincang atau biola pecah.

5. Metode Memilih (Preference).

Dalam metode ini, pilihan yang selektif dianggap sebagai indikator

kepribadian. Contoh: dalam tes Szondi, subjek diminta untuk memilih

mana gambar yang baik dan mana yang buruk. Termasuk dalam

kategori ini adalah pilihan warna pada finger painting, atau pilihan

gambar pada permainan boneka.

Kelima kategori ini ada dalam tiap metode proyeksi, hanya derajatnya

saja yang berbeda.20

F. TEKNIK SEJARAH HIDUP / KARIER

Teknik sejarah hidup atau penelitian riwayat hidup individu (individual life

history( sering disebut juga studi tokoh merupakan salah satu jenis penelitian

kualitatif yang sering digunakan untuk menyelesaikan salah satu tugas akhir

studi dalam bentuk skripsi, tesis, atau disertasi.

Dapat disimpulkan bahwa penelitian studi tokoh adalah usaha untuk

menemukan, mengembangkan, mengumpulkan data-data dan informasi

20
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122-
HERLINA/tes%20proyeksi-PENGGUNAAN%20%26%20PENDEKATAN.pdf/hal_4

149
tentang seorang tokoh secara sistematik guna untuk meningkatkan atau

menghasilkan informasi dan pengetahuan.

Studi tokoh yang ada selama ini dilakukan dalam dua bentuk.

Pertama, sebagai bagian dari pendekatan sejarah (historical approach) yang

bersangkutan. Kedua, studi ini sering kali dikelompokkan pada bidang yang

dibicarakan oleh tokoh yang bersangkutan. Misalnya, jika seorang tokoh

membicarakan tasawuf, maka studi ini dimasukkan pada pendekatan tasawuf.

Pengelompokan ini, ternyata mengalami kesulitan dalam penanganannya,

sebab suatu studi tokoh memerlukan suatu analisis tersendiri yang tidak

tercover dalam bidang ilmu yang digunakannya.

Tujuan studi tokoh ini pada umumnya adalah untuk mencapai

suatu pemahaman tentang ketokohan seorang individu dalam suatu

komunitas tertentu, melalui pandangan-pandangannya yang mencerminkan

pandangan warga dalam komunitas yang bersangkutan. Tujuan lain dari studi

model ini adalah untuk memperdalam pengertian kita terhadap komunitas

tertentu di mana tokoh-tokoh atau individu itu hidup. Yang lebih penting lagi,

malalui pengakuan yang berupa riwayat hidup ini, seorang individu akan

banyak motivasi, aspirasi, dan ambisinya tentang kehidupan dalam

masyarakatnya.

Wawancara, dalam bentuk meminta seseorang untuk menceritakan

riwayat hidupnya adalah metode yang paling mudah diperoleh. Hal ini karena

orang pada umumnya senang sekali menceritakan kisah mengenai dirinya

150
sendiri. Sudah barang tentu, ada juga individu yang menolak untuk

mengungkapkan riwayat hidupnya. Biasanya ia mengalami hambatan

psikologis untuk mengungkapkan kisah hidupnya. Misalnya, karena masa

lalunya dianggapnya kurang baik atau karena ia tidak melihat keluarbiasaan

dalam jalan hidupnya. Namun biasanya, setelah melalui pendekatan-

pendekatan sehingga timbul hubungan pribadi yang baik dan dekat.21

Adanya gejala kejiwaan tersebut membuat tujuan studi tokoh bukan lagi

terbatas pada pengertian terhadap masyarakat atau komunitas di mana

informan atau tokoh itu hidup, melainkan sudah bertambah dengan masalah

pengaruh lingkungan sosial-budaya dan agama terhadap seseorang. Secara

spesifik, tujuan studi tokoh adalah untuk:

a. memperoleh gambaran tentang persepsi, motivasi, aspirasi, dan

ambisi sang tokoh tentang bidang yang digelutinya,

b. memperoleh gambaran tentang teknik dan strategi yang digunakannya

dalam melaksanakan bidang yang digelutinya,

c. memperoleh gambaran tentang bentuk-bentuk keberhasilan sang

tokoh terkait dengan bidang yang digelutinya, dan

d. dapat mengambil hikmah dari keberhasilan sang tokoh.22

1. Pendekatan Studi Tokoh / Teknik Sejarah Hidup

21 https://www.academia.edu/8753718/Studi_Tokoh_dalam_Penelitian_Kualitatif/hal_4
22 https://www.academia.edu/8753718/Studi_Tokoh_dalam_Penelitian_Kualitatif/hal_5

151
Sehubungan dengan kedekatan studi tokoh dengan studi kasus, dengan

mengadopsi pemikiran Vredenbeegt yang dikutip oleh Bungin, terdapat

4 pendekatan studi tokoh, yaitu:

a. Pendekatan Tematis

Aktivitas seseorang dideskripsikan berdasarkan sejumlah tema (topik)

yang menggunakan konsep-konsep yang biasanya dipakai untuk

mempelajari suatu bidang keilmuan tertentu, misalnya studi tokoh

mengenai pemikiran pendidikan Islam di Indonesia, studi tokoh

mengenai pemikiran hukum Islam di Indonesia, dan sebagainya.

Pendekatan ini bersifat analitis sehingga dapat membedakan antara

pemikiran sang tokoh dari pemikiran tokoh lain dalam suatu bidang

keilmuan tertentu.23

b. Pendekatan Otobiografi

Pendekatan ini sangat luas dan intensif dari masing-masing tokoh.

Teknik ini digunakan untuk memahami sang tokoh berdasarkan

pendapat tokoh lain yang mempunyai disiplin keilmuan yang sama

atau berbeda. Prinsipnya adalah, baik yang menilai maupun yang

dinilai harus sama-sama tokoh. Pandangan bebas dari masing-masing

tokoh terhadap sang tokoh yang menjadi fokus studi dapat membantu

kesahihan dan keandalan data yang diperoleh dari teknik ini. Misalnya

23 https://www.academia.edu/8753718/Studi_Tokoh_dalam_Penelitian_Kualitatif/hal_8

152
dalam pendidikan Islam, studi tokoh terhadap Prof. Zakiyah Daradjat.

Dalam studi tokoh ini diharapkan adanya penilaian dari tokoh

pendidikan Islam lainnya, seperti Prof. Mastuhu, Prof. Azyumardi Azra,

dan sebagainya mengenai pemikiran pendidikan Islam Prof. Zakiyah

Daradjat.

c. Pendekatan Masalah Khusus Pendekatan ini bertujuan untuk

mempelajari secara intensif atau masalah khusus atau kejadian luar

biasa atau kejadian gawat yang menyangkut sang tokoh. Bagaimana

sang tokoh menghadapi persoalan baru yang sangat khusus dan

bahkan luar biasa itu? Pengetahuan tentang hal ini akan

mengungkapkan aspek-aspek yang laten dari psikodinamika

kehidupan sang tokoh. Misalnya, studi tokoh terhadap Gus Dur dalam

politik kenegaraan. Dari studi ini diharapkan akan dapat diungkap

berbagai persoalan psikologis yang sangat rumit di saat pelengseran

Gus Dur dari kursi kepresidenan, dan sebagainya.

d. Pendekatan construction of days Pendekatan ini tidak terbatas pada

cerita mengenai apa yang dialami sang tokoh pada hari kemarin tetapi

dapat pula dipilih hari-hari tertentu secara acak, misalnya hari-hari

yang biasa saja tanpa kejadian luar biasa. Namun dapat juga dipilih

suatu hari yang berbeda dari hari-hari biasa, seperti 100 hari pelantika

sang tokoh dalam jabatan tertentu, atau 100 hari pertama dari

pengangkatan dia menduduki jabatan tertentu, atau hari-hari disaat

153
mengalami masa sulit dalam perjalan hidupnya, atau hari-hari di saat

masa keemasan dalam perjalanan hidupnya, dan seterusnya. Dengan

kata lain, pendekatan ini lebih memfokuskan pada hari-hari tertentu

yang mempunyai nilai historis bagi sang tokoh selama karirnya atau

selama hidupnya.24

2. Metode Pengumpulan Data Dalam Penelitian Studi Tokoh

Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif tentang studi tokoh

meliputi data pengamatan, wawancara, dokumentasi dan catatan perjalanan

hidup sang tokoh.

a. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan salah satu tekhnik

pengumpulan data atau fakta yang cukup efektif untuk mempelajari

suatu sistem. Observasi membantu menegaskan atau menolak sera

melihat kembali tentang apa yang telah ditemukan lewat wawancara

maupun kuisioner.

Petunjuk- petunjuk yang dapat dipertimbangkan untuk melakukan

observasi yang efektif adalah sebagai berikut : Yang harus dilakukan

untuk melakukan observasi:

1) Rencanakan terlebih dahulu observasi yang harus dilakukan,

meliputi :

24 https://www.academia.edu/8753718/Studi_Tokoh_dalam_Penelitian_Kualitatif/hal_9

154
 Apa yang akan diobservasi.

 Dimana letak lokasi observasi.

 Kapan observasi akan dilakukan.

 Siapa yang akan melakukan observasi tersebut.

 Siapa yang diobservasi.

 Bagaimana melakukan observasi tersebut.

2) Meminta izin kepada pihak yang terlibat dan berwenang.

3) Bertindaklah dengan rendah hati.

4) Lengkapilah dengan catatan selama observasi.

5) Kaji ulang observasi dengan individu- individu yang terlibat.

Yang tidak boleh dilakukan

a. Mengganggu kerja individu yang diobservasi

b. Terlalu menekankan pada pekerjaan-pekerjaan yang tidak penting.

c. Jangan membuat asumsi-asumsi.25

b. Wawancara

Dalam melakukan wawancara dapat dilakukan tiga macam

pendekatan, yakni :

25

https://www.academia.edu/8753718/Studi_Tokoh_dalam_Penelitian_Kualitatif/hal_15

155
1) Dalam bentuk percakapan informal, yang mengandung unsur

spontanitas, kesantaian, tanpa pola atau arah yang ditentukan

sebelumnya.

2) Menggunakan lembar berisi garis besar pokok- pokok, topik atau

masalah yang dijadikan pegangan dalam pembicaraan.

3) Menggunakan daftar pertanyaan yang lebih rinci, namun bersifat

terbuka yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dan akan diajukan

menurut urutan dan rumusan yang tercantum.26

c. Dokumentasi

Data dalam suatu penelitian kebanyakan diperoleh dari sumber

manusia atau human resources, melalui observasi dan

wawancara.Akan tetapi ada pula sumber bukan manusia, non human

resources, diantaranya dokumen dan foto.

1) Dokumen

Dokumen terdiri atas tulisan pribadi seperti buku harian, surat- surat

dan dokumen resmi. Keuntungan bahan tulisan ini antara lain ialah

bahwa bahan itu telah ada, telah tersedia dan siap pakai.

Menggunakan bahan ini tidak meminta biaya, hanya memerlukan

waktu untuk mempelajarinya.banyak yang dapat ditimba

26

https://www.academia.edu/8753718/Studi_Tokoh_dalam_Penelitian_Kualitatif/hal_16

156
pengetahuan dari bahan itu, bila dianalisis dengan cermat

yang berguna bagi penelitian yang dijalankan.

Buku harian, member keterangan terinci mengenai pengalaman

pribadi, hal- hal yang terkandung dalam pikiran, dan hati sanubari

seseorang mengenai dirinya sendiri serta dunia sekitar, renungan

tentang nilai- nilai, hubungan dengan Tuhan dan manusia, harapan

dan kekecewaan dan lain sebagainya. Demikian pula surat- surat

pribadi kepada keluarga dekat memberikan data banyak mengenai

pandangan pandangan seseorang tentang berbagai hal.

Dokumen resmi, banyak terkumpul di tiap kantor dan lembaga.

Diantaranya ada yang mudah diperoleh dan terbuka untuk umum

untuk dibaca, akan tetapi ada pula yang bersifat intern bahkan ada

yang sangat dirahasiakaan.

Oleh sebab bahan dokumen besar manfaatnya dalampenelitian

hendaknya diselidiki apakah bahan ini tersedia di lembaga yang

dijadikan lapanga penelitian.Dokumen berguna karena dapat

memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok

penelitian, dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek

kesesuaian data, dan merupakan bahan utama dalam penelitian

historis.27

27https://www.academia.edu/8753718/Studi_Tokoh_dalam_Penelitian_Kualitatif/hal-
_18

157
2) Foto

Foto mempunyai keuntungan tersendiri, foto dapat menangkap,

“membekukan” suatu situasi pada detik tertentu dan dengan

demikian memberikan bahan deskriptif yang berlaku pada saat itu.

Foto bukan sekedar gambar. Banyak hal yang dapat dikorek dari

foto itu bila kita berusaha untuk memperhatikannya dengan cermat

dalam usaha untuk memahaminya lebih mendalam.28

3) Catatan-Catatan Perjalanan Hidup Sang Tokoh/Riwayat

Riwayat hidup adalah catatan singkat tentang gambaran diri

seseorang.Selain berisi data pribadi, gambaran diri itu paling tidak

harus diisi keterangan tentang pendidikan atau keahlian dan

pengalaman. Dengan data itu riwayat hidup akan memberikan

gambaran atau kualifikasi seseorang. Dari segi penampilannya

riwayat hidup tidak mempunyai bentuk standard. Riwayat hidup

ditulis seperti karangan singkat, diawali oleh judul dan ditutup oleh

rangkaian tanggal, tanda tangan dan nama. Sebenarnya riwayat

hidup termasuk surat keterangan, dalam hal ini keterangan

pribadi.29

28

https://www.academia.edu/8753718/Studi_Tokoh_dalam_Penelitian_Kualitatif/hal_19
29

https://www.academia.edu/8753718/Studi_Tokoh_dalam_Penelitian_Kualitatif/hal_19

158
G. JEJAK FISIK

Physical Traces (jejak yang ditinggalkan) merupakan tehnik evaluasi

yang dapat dimanfaatkan untuk melihat sejauh mana keberhasilan suatu

desain berdasarkan perilaku penggunanya. Teknik tersebut dapat melihat

lingkungan fisik sebagai cerminan dari aktifitas sebelumnya. Physical traces

dapat diketahui dengan memperhatikan lingkungan fisik di sekitar untuk

menemukan aktifitas sebelumnya. Secara tidak sadar manusia akan

meninggalkan jejak pada setiap aktifitasnya, seperti tapak kaki di tanah atau

bercak tangan di lantai.

Disisi lain, physical traces dapat mengubah perilaku manusia di

lingkungan, contohnya pada saat seseorang memasuki gedung baru tentu

perilakunya akan berbeda dengan saat ia berada di gedung sebelumnya

(Zeisel, 1980).

Haryadi (2010) menjelaskan bahwa perilaku dioperasionalisasikan

sebagai kegiatan manusia yang membutuhkan seting atau wadah kegiatan

yang berupa ruang. Berbagai kegiatan manusia saling berkaitan dalam satu

system kegiatan. Wadah-wadah berbagai kegiatan tersebut juga terkait dalam

suatu system pula. Keterkaitan wadah-wadah inilah yang membentuk tata

ruang yang merupakan bagian dari bentuk arsitektur. Secara tidak langsung

terdapat hubungan antara perilaku dan ruang dalam dua sudut pandang.

Pertama, sudut pandang dalam memahami pola perilaku, termasuk

keinginan, motivasi, dan perasaan, merupakan hal yang harus dipahami

159
dalam suatu ruang dikarenakan ruang merupakan perwujudan fisik dari

pola- pola tersebut.

Kedua, sudut pandang terhadap ruang mempengaruhi perilaku dan

jalannya kehidupan.

Ketiga aspek tersebut memiliki dampak yang besar dan menjadi

perhatian khusus bagi arsitek dan semua yang terlibat didalamnya

(Rapoport, 1969).

Seting perilaku atau behavioral setting dapat diartikan secara sederhana

sebagai suatu interaksi antara suatu kegiatan dengan tempat yang spesifik.

Behavior setting mengandung unsur-unsur sekelompok orang yang melakukan

suatu kegiatan, aktifitas atau perilaku dari sekelompok orang tersebut, tempat

dimana kegiatan tersebut dilakukan, serta waktu spesifik saat kegiatan

tersebut dilaksanakan (Haryadi, 2010).

Jadi Physical Traces adalah suatu metode penelitian dalam perilaku

manusia yang bertujuan untuk mengetahui jejak yang dapat menjadi acuan

perbaikan rancangan. Physical traces juga dapat digunakan sebagai analisis

pada rancangan suatu lingkungan dan menilai apakah lingkungan tersebut

sudah berfungsi secara efektif (Utami, 2003). Dalam hal ini jejak fisik atau

physical traces sangat membantu dalam implementasi penelitian tindakan

kelas.

160
BAB 6

ANALISIS WACANA DAN METODE PEMECAHAN MASALAH

A. Pengertian Analisis Wacana

Ada beberapa pengertian mengenai analisis wacana, diantaranya;

Menurut Pius A dan P (2009), wacana (discourse) merupakan ucapan,

perkataan atau tutur kata satu kesatuan.

Menurut Elsani (2007), wacana dapat dibedakan menjadi tiga macam

pandangan, yaitu wacana sebagai tata atur kalimat, bahasa, dan pengertian

bersama; wacana sebagai upaya untuk mengungkap maksud tersembunyi

dari para pelaku yang mengemukakan suatu pertanyaan; dan wacana

sebagai pandangan kritis terhadap hal-hal yang menekankan konstelasi

kekuatan yang terjadi pada proses pemaknaan. Dari aspek praksis, wacana

tidak lain adalah percakapan dua orang atau lebih, bertujuan mencurahkan

pikiran kepada orang lain untuk mendapatkan unppan balik dari orang yang

diajak berwacana. Wacana dibedakan menjadi dua macam, yaitu bebas

dan terkendali.

Wacana penting untuk dipahami, karena merupakan salah satu

kegiatan manusia yang sangat sering dilakukan dalam berinteraksi dengan

masyarkat. Wacana memiliki beberapa kesamaan arti dengan percakapan,

risalah, dan pidato.

Mengingat pengertian wacana yang sangat luas, maka wacana yang

masih menjadi fokus pembahasan adalah wacana yang memiliki beberapa

macam karakteristik, seperti dipahaminya wacana sebagai tindakan yang

162
mengasosiasikan antara bentuk interaksi dan hubungan seseorang dengan

orang lain.

Dipertimbangkannya konteks wacana, misalnya latar belakang,

situasi, peristiwa dan kondisi; ditempatkannya wacana dalam konteks sosial

tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan latar, peristiwa dan

kondisi seperti tersebut di atas; dan diperhatikan kecenderungan wacana

yang mampu membentuk dan melestarikan kekuasaan, yaitu hubungan

wacana yang dibahas dengan masyarakat (Andre Yuris, 2008).1

Sedangkan pengertian metode masalah; Menurut Hamalik

(1999:151) metode pemecahan masalah adalah suatu metode mengajar

dengan cara siswa dihadapkan pada suatu masalah yang harus

dipecahkannya berdasarkan data atau informasi yang akurat sehingga

mendapatkan suatu kesimpulan. Sedangkan pemecahan masalah adalah

suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan

memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat sehingga

dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat.

Metode pemecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik

berperan aktif dalam mempelajari, mencari dan menemukan sendiri

informasi atau data untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori atau

kesimpulan. Kemampuan memecahkan masalah harus ditunjang oleh

kemampuan penalaran, yakni kemampuan melihat hubungan sebab akibat

(Hamalik,1999:152).

1
Metodologi penelitian pendidikan tindakan kelas implementasi dan Pengembangannya.
Oleh: Prof. H.M. Sukardi, M.Ed., M.S., Ph.D. Hal 192-193

163
Metode pemecahan masalah banyak digunakan guru bersama

dengan penggunaan metode lain. Belajar memecahkan masalah adalah

suatu kegiatan dimana siswa hendaknya terbiasa mengerjakan soal-soal

yang tidak hanya memerlukan ingatan yang baik saja. Karena disamping

memberikan masalah-masalah yang menantang selama di kelas, seorang

guru matematika dapat saja memulai proses pembelajarannya dengan

mengajukan masalah yang cukup menantang dan menarik bagi siswa.

Siswa dan guru lalu bersama-sama memecahkan masalahnya tadi sambil

membahas teori-teori, definisi-definisi maupun rumus-rumus matematika.

Jadi dengan menggunakan metode ini guru tidak memberikan informasi

dulu, tetapi informasi diperoleh siswa setelah memecahkan masalah.

Dari uraian di atas, setidaknya ada sebelas analisis wacana dan

metode pemecahan masalah dalam penelitian tindakan kelas yang akan di

bahas yaitu sebagai berikut:

 Analisis dilema

Dilema merupakan suatu kondisi bila seseorang merasa ada

hambatan untuk mencapai tujuan yang dia inginkan, karena faktor yang

ada pada dia sendiri ataupun faktor-faktor yang berasal dari pihak lain

(Putro, dkk 1994) Tujuan dari tiap pihak tersebut direfleksikan dalam

bentuk posisi (yaitu, suatu skenario masa depan yang ditawarkan oleh

pihak tersebut secara terbuka oleh pihak lain), dan dia berusaha untuk

164
meyakinkan pihak lain untuk menerima posisi tersebut, kalau perlu dengan

janji (promise) ataupun dengan ancaman (threats).2

Sekali dilema berhasil dihilangkan, maka semua pihak akan

mencapai suatu penyelesaian, walaupun tidak selalu berarti mengarah

pada ”happy ending”. Dengan drama theory, setiap pihak akan dapat

memperkirakan bagaimana frame akan berubah, dengan mengetahui

dilema-dilema yang dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat pada suatu

frame tertentu (Bennet, 1998 dalam Putro dkk, 2009).

Dalam situasi konflik akan timbul dilema-dilema yang akan dihadapi

oleh pihak-pihak yang terlibat, yang akan menghambat terjadinya resolusi

(Bryan, 2003). Ada dua kelompok dilema yang terjadi dalam proses konflik.

1. Dilema konfrontasi

Dilema ini terjadi dalam kondisi dimana semua pihak tidak

mempunyai posisi yang sama (atau minimal ada satu pihak yang

mengusulkan posisi yang berbeda/tidak compatible dengan posisi

pihak lain), yang menyebabkan pihak yang mempunyai dilema

tersebut tidak credible dalam menerapkan ancamannya, yaitu

a. Threat dilemma

Pihak 1 menghadapi dilema ancaman terhadap pihak 2 bila

ancaman pihak 1 dianggap tidak serius (tidak dapat

dipercaya/credible) oleh pihak 2, karena pihak 2 mengetahui

bahwa ada future (skenario masa depan lain) selain posisi pihak

2 Analisis Dilema Dengan Drama Theory Sebagai Alat Bantu Pengambilan Keputusan
dalam Sebuah Konflik Oleh: Dini Turipanam Alamanda1, Abdullah Ramdani2, Yudi Agung
Firmansyah. Hal: 2

165
2 yang lebih disukai oleh pihak 1 daripada posisi ancaman.

Pihak 1 hanya dianggap menggertak (bluffing) saja oleh pihak

lain. Dalam kondisi seperti ini, pihak 1 perlu untuk membuat

agar ancamannya lebih dilihat serius (credible) oleh yang lain,

dengan negative emotion seperti marah, geram, ataupun

kebencian.

b. Rejection dilemma

Pihak 1 akan menghadapi rejection dilemma terhadap pihak 2

bila pihak 1 ada hambatan untuk meyakinkan pihak lainnya

bahwa dia serius dengan penolakannya terhadap posisi pihak

2, karena mungkin pihak 1 diragukan lebih menyukai posisi

ancaman dibandingkan posisi pihak 2. Dalam kondisi seperti ini,

pihak 1 perlu untuk membuat agar ancamannya lebih dilihat

serius (credible) oleh pihak 2 dengan negative emotion.

c. Positioning dilemma

Pihak 1 menghadapi positioning dilemma terhadap pihak 2, bila

pihak 1 lebih menyukai posisi pihak 2 dibandingkan dengan

posisinya sendiri. Namun, pihak 1 bisa menolak posisi pihak 2

dengan harapan untuk mendapatkan tawaran yang lebih baik,

atau karena posisi pihak 2 dianggap tidak realistik, ataupun

pihak 1 lebih menyukai posisi ancaman dibandingkan posisi

pihak 2, ataupun pihak 1 tidak percaya dengan pihak 2.

d. Persuasion dilemma

166
Pihak 1 akan menghadapi persuasion dilemma terhadap pihak

2 bila pihak 1 lebih menyukai posisi pihak 2 dibandingkan

dengan posisi ancaman, sehingga pihak 1 mengalami

hambatan untuk meyakinkan pihak 2 untuk menerima

posisinya. Ini terjadi dalam “chiken game”.

2. Dilema kolaborasi

Kalau dilema konfrontasi berhasil dihilangkan, maka pihak-pihak

yang berinteraksi akan mempunyai posisi bersama, namun

mereka masih bisa menghadapi dilema kolaborasi, yaitu mereka

masih mempunyai kemungkinan untuk tidak satu sama lain atas

komitmen terhadap posisi bersama tersebut.

a. Trust dilemma

Pihak 1 menghadapi trust dilemma terhadap pihak 2 bila pihak

1 tidak yakin bahwa pihak 2 akan komit dengan posisi bersama

tersebut, dalam hal ini pihak 1 bisa juga berpindah ke posisi lain,

ataupun mencari cara agar dia yakin dengan komitmen pihak 2.

b. Cooperation dilemma

Pihak 1 mempunyai cooperation dilemma terhadap pihak 2 bila

pihak 1 juga tergoda untuk tidak berkomitmen dengan posisi

bersama ini, mungkin ada future lain yang lebih menarik

dibandingkan dengan posisi bersama tersebut. Dan kalau pihak

1 ingin menghilangkan dilema ini, maka pihak 1 bisa pindah ke

167
posisi lain, ataupun pihak 1 bisa meyakinkan pihak 2 bahwa dia

tetap berkomitmen dengan posisi bersama tersebut.3

 Analisis konten

Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat

pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak

dalam media massa. Analisis ini biasanya digunakan pada penelitian

kualitatif. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori

teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara

sistematis, kemudian diberi interpretasi.4

Berikut ini beberapa pengertian analisis isi berdasarkan pendapat dari

beberapa ahli:

1. Analisis isi merupakan suatu metode untuk mempelajari dan

menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif dan kuantitatif

terhadap pesan yang tampak (Berelson & Kerlinger).

2. Analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi

yang dapat direplikasi (ditiru) dan shahih datanya dengan

memerhatikan konteksnya (Krippendorf).

3. Analisis isi adalah sebuah metode penelitian dengan menggunakan

seperangkat prosedur untuk membuat inferensi yang valid dari teks

(Weber).

3
Analisis Dilema Dengan Drama Theory Sebagai Alat Bantu Pengambilan Keputusan dalam Sebuah
Konflik Oleh: Dini Turipanam Alamanda, Abdullah Ramdani, Yudi Agung Firmansyah. Hal 3

4
Desain Penelitian Analisis Isi (Content Analysis) Oleh: Jumal Ahmad Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah. Hal 2.

168
4. Analisis isi adalah pengujian yang sistematis dan dapat direplikasi

dari simbol-simbol komunikasi, dimana simbol ini diberikan nilai

numerik berdasarkan pengukuran yang valid, dan analisis

menggunakan metode statistik untuk menggambarkan isi

komunikasi, menarik kesimpulan dan memberikan konteks, baik

produksi ataupun konsumsi (Riffe, Lacy dan Fico).

5. Analisis isi adalah a technique for examinining information or

content in written or symbolic “suatu teknik untuk mengamati isi

informasi dalam tulisan atau simbol” (Newman).5

6. Analisis isi adalah content analysis is defined as a study of

particular aspect of the information contained in a document, film,

of other form of communicationt “analisis isi didefinisikan sebagai

studi tentang aspek khusus dari informasi yang terkandung dalam

bentuk dokumen, film, atau komunikasi lainnya”.

7. Teknik sistematis untuk menganalisis suatu pesan atau suatu alat

untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku kominikasi yang

terbuka dari komunikator yang terpilih (Rahmat Kriyantono).

Dari pengertian di atas, betapa pentingnya analisis isi atau konten ini

dalam melakukan penelitian tindakan kelas degan bidang studi bahasa,

semisal bahasa inggris, indonesia atau jawa yang pada prinsipnya saling

berkaitan untuk mengumpulkan data dan menganalisis isi dari sebuah

naskah atau teks. Yang termasuk isi sebuah teks atau naskah dalam hal

5
Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas (Implementasi dan Pengembangannya) Oleh:
Prof. H.M. Sukardi, M.Ed., M.S., Ph.D. Hal 185-186

169
ini, semua bentuk kata-kata, makna, gambar, simbol, ide tema, atau bentuk

pesan .lainnya. bentuk-bentuk pesan bisa jadi materi komunikasi yang

memiliki makna mengungkap isi dan maksud seseorang melakukan

sesuatu terhadap diri sendiri atau dengan orang lain, misalnya materi

komunikasi secara tertulis atau secara lisan.

Mengenai bagaimana penelitian tindakan kelas dengan menggunakan

metode analisis ini dilakukan, berikut ini akan ditunjukan langkah-langkah

penting yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti. Beberapa langkah

penting tersebut, yaitu:

1. Mempormulasikan pertanyaan penelitian

2. Menentukan unit analisis dalam analisis isi tersebut.

3. Menentukan poopulasi, misalnya semua artikel lima surat kabar

tahun 1965.

4. Menentukan sampel yang digunakan, misalnya surat kabar yang

mengangkat isu pendidikan dalam tahun tersebut.

5. Menentukan teknik sampling, misalnya random sampling.

6. Menentukan variabel dan mengontruksi kategori koding, misalnya

persepsi masyarakat tentang pendidikan pada tahun 1965.

7. Melakukan inferensi guna mengambil kesimpulan.

 Analisis Dokumen

Analisis dokumen merupakan aktivitas yang memuat sejumlah

kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk

digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian

170
dicari kaitannya dan ditafsirkan maknanya sebagai alat guna mendukung

atau menunjang terhadap suatu keterangan atau kejadian.

Dalam kegiatan penelitian tindakan kelas analisis dokumen lebih

cenderung dalam penelitian kualitatif. Kata dokumen berasal dari bahasa

latin yaitu docere, yang berarti mengajar. Pengertian dari kata dokumen ini

menurut Louis Gottschalk (1986; 38) seringkali digunakan para ahli dalam

dua pengertian, yaitu pertama, berarti sumber tertulis bagi informasi sejarah

sebagai kebalikan daripada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-

peninggalan terlukis, dan petilasan-petilasan arkeologis.

Pengertian kedua diperuntukan bagi surat-surat resmi dan surat-surat

negara seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah, konsesi, dan

lainnya.

Lebih lanjut, Gottschalk menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi)

dalam pengertiannya yang lebih luas berupa setiap proses pembuktian

yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik itu yang bersifat tulisan,

lisan, gambaran, atau arkeologis.

G.J. Renier, sejarawan terkemuka dari University College London,

(1997; 104) menjelaskan istilah dokumen dalam tiga

pengertian, pertama dalam arti luas, yaitu yang meliputi semua sumber,

baik sumber tertulis maupun sumber lisan; kedua dalam arti sempit, yaitu

yang meliputi semua sumber tertulis saja; ketiga dalam arti spesifik, yaitu

hanya yang meliputi surat-surat resmi dan surat-surat negara, seperti surat

perjanjian, undang-undang, konsesi, hibah dan sebagainya.

171
Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2007;216-217) menjelaskan istilah

dokumen yang dibedakan dengan record. Definisi dari record adalah setiap

pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang / lembaga untuk keperluan

pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting.

Sedang dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record,

yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.

Sedangkan menurut Robert C. Bogdan seperti yang dikutip Sugiyono

(2005; 82) dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu, bisa

berbentuk tulisan, gambar, karya-karya monumental dari seseorang. 6

 Analisis sosiometrik

Sosiometri merupakan salah satu metode psikologi sosial yang

dikembangkan oleh Jacob Lewi Moreno, MD (1889 - 1974), seorang dokter

yang beralih profesi sebagai psikiater, dibesarkan di Vienna, kemudian

pindah ke Amerika Serikat pada 1925, dan bekerja di bagian utara negara

bagian New York pada 1930-an. Moreno mengembangkan metode ini untuk

menganalisa hubungan antar emosi dalam suatukelompok. Metode ini

dapat digunakan untuk mengidentifikasi pemimpin informal, peringkat sosial

dan individu yang terisolir.

Moreno juga dikenal sebagai penemu dari metode terapi bermain

peran yang disebut psychodrama, selain itu Moreno merupakan inovator

cerdas sebagai pioneer group psychotherapy, teori peran sosial,

6
https://adzelgar.wordpress.com/2009/02/02/studi-dokumen-dalam-penelitian-kualitatif//

172
improvisational theater, dan aplikasi dari bermain peran dalam bisnis,

pendidikan dan lain sebagainya (Hoffman, 2001).7

Dari berbagai literatur berkaitan dengan sosiometri telah banyak

dirumuskan mengenai definisi sosiometri agar dapat dipahami dan

lebih berguna. Kata sosiometri berasal dari bahasa Latin " socius", yang

berartisosial dan " metrum", yang berarti mengukur.

Dengan mengartikan kedua kata tersebut tersirat bahwa, sosiometri

adalah salah satu cara untuk mengukur tingkat hubungan sosial antar

individu. Sosiometri mengukur pemilihan antar personal di dalam

sebuah kelompok yang mengacu pada kriteria tertentu. Namun dalam

pengertian yang luas, sosiometri merupakan bentuk pendekatan

multidimensi dimana tidak hanya meliputi teknik pengukuran, namun juga

metode-metode dan prinsip-prinsip yang dapat diikuti untuk membuat

kelompok yang lebih efektif dalam mencapai tujuan mereka dan lebih

bersifat pribadi yang memuaskan anggotanya (Hoffman, 2001).

Sosiometri dapat pula diartikan sebagai suatu metode atau teknik

untuk memahami individu terutama untuk memperoleh data tentang data

jaringan hubungan social antar individu dalam suatu kelompok,

berdasarkan preferensi pribadi antara anggota-anggota kelompok.

Preferensi pribadi dapat dinyatakan dalam bentuk kesukaan untuk

berada bersama dalam melakukan kegiatan tertentu, atau dinyatakan

7
E-sosiometri : Program Analisis Sosiometri Untuk Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah
Eko Susanto, M.Pd., Kons. Hal. 5-6

173
dalam ungkapan perasaan terhadap anggota-anggota kelompok untuk

melakukan suatu kegiatan tertentu.

Dalam hal ini sering terjadi bahwa dalam kegiatan yang berbeda

individu memilih teman yang berbeda pula (Susilo Raharjo, 2005). Moreno

sendiri mendefinisikan sosiometri sebagai “the mathematical study of

psychological properties of populations, the experimental technique of and

the results obtained by application of quantitative methods” (Hoffman,

2001). Berikut ini beberapa definisi sosiometri;

Sosiometri merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk

mengetahui hubungan yang ada diantara anggota dalam satu kelompok,

guru dapa tmenggunakan teknik ini untuk mengetahui struktur sosial kelas,

pemilihan bintang kelas, teman belajar kelompok dan sebagainya (A. Muri

Yusuf, 2005a).

Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang

hubungan sosial dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil sampai

sedang (10-50 orang), berdasarkan preferensi pribadi antara anggota-

anggota kelompok (WS. Winkel, 1997 ).8

Dari beberapa definisi sosiometri di atas dapat disimpulkan bahwa

sosiometri merupakan salah satu metode psikologi sosial untuk mengetahui

tingkat hubungan sosial antar individu di dalam sebuah kelompok yang

mengacu pada kriteria tertentu, kriteria ini terkait dengan pengalaman

individu di dalam berinteraksi dengan individu lain di dalam sebuah

8
E-sosiometri : Program Analisis Sosiometri Untuk Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Eko
Susanto, M.Pd., Kons. Hal. 07

174
kelompok, yang hasilnya dapat dijelaskan secara kuantitatif. Ukuran

hubungan antar individu dapat bermanfaat tidak hanya penilaian perilaku di

dalam kelompok, tetapi juga menjadi salah satu pertimbangan melakukan

bentuk intervensi yang dapat membawa perubahan kearah positif sesuai

dengan yang diharapkan. Untuk membangun suasana sebuah kelompok

dalam bekerja, sosiometri dapat menjadi perangkat canggih untuk

mengurangi konflik dan meningkatkan komunikasi, karena memungkinkan

anggota kelompok untuk melihat diri secara obyektif dan menganalisis

dinamika sendiri.

Tujuan metode sosiometri adalah untuk mengukur nilai stimulus sosial

individu atau dengan kata lain, nilai sosial individu atau nilai pribadi individu

menurut teman sejawatnya (Shertzer and Stone,1981:289).

Namun demikian, banyak diasumsikan, bahwa sosiometri hanya

mengukur popularitas seseorang di dalam sebuah kelompok, mengapa

demikian karena banyak tergantung pada kriteria pilihan khusus yang

digunakan.

Tujuan utama penggunaan teknik sosiometri adalah untuk menilai

hubungan antar orang, yang dipercaya ikut menjalankan fungsi

kepribadian. Sosiometri dapat pula digunakan sebagai metode dan model

analisis persahabatan dalam setting kelompok. Barclay (1966, Shertzer

and Stone, 1981:289) yang menyatakan bahwa sosiometri dapat digunakan

sebagai alat screening untuk mendeteksi individu yang perilakunya dalam

setting sosial tidak kongruen. Kennedy (1971, dalam Shertzer and Stone,

1981:289) hasil penelitiannya mendukung digunakannya teknik sosiometri

175
untuk tujuan asesmen sekolah berkenaan dengan penyesuaian diri siswa

di sekolah.

Sosiometri didasarkan pada kenyataan bahwa setiap orang membuat

pilihan dalam hubungan antar pribadi. Kapan pun orang berkumpul, hampir

dapat dipastikan individu membuat pilihan tempat duduk atau berdiri;

pilihan tentang siapa yang dianggap ramah, siapa yang menjadi idola dalam

kelompok, siapa yang dipercaya untuk menjaga rahasia, siapa yang dapat

membantu mengatasi kesulitan dan lain sebagainya.

Pilihan adalah fakta mendasar yang sedang berlangsung dalam setiap

hubungan manusia, baik pilihan terhadap orang atau pilihan terhadap

sesuatu. Terlepas dari motivasi itu diketahui atau tidak oleh pemilih, apakah

pilihannya rasional atau tidak rasional. Pemilih tidak memerlukan dasar

kebenaran khusus selama mereka spontan dan benar menurut pemilih

(Hoffman, 2001).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan digunakannya

teknik sosiometri adalah sebagai alat penyaringan untuk mengidentifikasi

pola hubungan antar individu pada suatu kelompok, terkait dengan

penyesuaian diri, ketertarikan, penolakan, popularitas, konflik dan potensi

kelompok yang dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk menciptakan

iklim kelompok yang positif dan mendukung pengembangan diri individu

 Analisis episode

Analisis episode merupaka aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan

seperti mengurai, membedakan, memilih sesuatu untuk digolongkan dan

dikelompokan kembali menurut kriteria tertentu yang dapat berdiri sendiri

176
kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan maknanya secara berjenjang

atau bertahap dalam suatu deretan peristiwa.

Seperti pada kegiatan cara peserta didik membaca nyaring sebuah

buku, kesalahan membaca nyaring terbesar adalah berupa keragu-raguan.

Timbulnya keragu-raguan dapat disebabkan oleh kurangnya rasa percaya

diri. Rasa percaya diri sebagai salah satu dimensi dari kesadaran akan

harga diri (self-esteem) bersumber pada dikotomi antara perlakuan orang

lain terhadap diri seseorang (penerimaan, penghargaan, persahabatan,

penghormatan, cinta kasih) dan hal-hal yang berasal dari diri sendiri

(inteligensi, kekuatan, bakat, keturunan, kekayaan, kode etik pribadi, dan

sebagainya) (campbell dalam Zuchdi, 1988:44). Untuk membantu

mengatasi keragu-raguan dapat diciptakan lingkungan pendidikan. baik di

rumah maupun di sekolah, yang memiliki suasana penerimaan,

penghargaan, persahabatan. penghormatan, cinta kasih" dan yang serupa

dengan ini.

Yang menarik dari hasil penelitian mengenai reaksi pernbaca

terhadap kesalahannya dalam membaca nyaring ialah adanya kesalahan

yang terbesar berupa berhenti sejenak (44,29%). Hal ini menujukkan bahwa

anak-anak banyak yang berhenti setelah melakukan kesalahan dan juga

berhenti (keragu-raguan) sebelum membaca suatu kata atau kelompok

kata, seperti tersebut di atas. Kalau kebiasaan ini juga dilakukan pada

wakhr membaca dalam hati, ketika mereka berada di kelas-kelas yang rebih

tinggi, sudah barang tentu kebiasaan ini akan mempengaruhi efisiensi

177
memhaca ataumenghambat kecepatan membaca. Oleh karena itu perlu

dilakukan upaya untuk mengatasinya.

Ditemukannya frekuensi reaksi koreksi diri vang sangat kecil (2,77%)

juga perlu ditanggapi dengan sungguh-sungguh. Kemampuan anak untuk

melakukan koreksi diri dalam belajar apa pun, termasuk belajar membaca,

perlu dikernbangka. Dalam hal ini. Brown (1980) menyatakan bahwa

koreksi diri menyebabkan anak bersikap secara internal dan eksternal

terhadap tindak bahasanya sendiri. Secara internal dia menjadi kritis

terhadap kesalahan sendiri dan berusaha tidak melakukan kesalahan yang

sama. Secara ekstemal dia bersikap terbuka dan mau menerirna kritik dari

orang lain. Selanjutnya dia pun akan mampu mengkritik kesalahan orang

lain sebagai refleksi bahwa dia memiliki kemauan dan kemampuan untuk

menghindari kesalahan yang sama.

Balikan guru yang berupa pembetulan (17,78%) jauh lebih besar

daripada peringatan (22,22%). Kenyataan ini menggambarkan bahwa guru

lebih cenderung memberikan contoh daripada memberikan peringatan agar

anak berusaha membetulkan kesalahannya. Temuan ini tidak berbeda

dengan hasil penelitian Schommer dan Wilkinson (1993), yakni bahwa guru

lebih banyak memberikan balikan jenis terminal feedback (mengatakan/

menunjukkan kata yang benar) daripada balikan jenis sustaining feedback

(memberikan peringatan untuk mencoba lagi).9

 Seminar penyelidikan tindakan

9
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/Analisis Episode Kesalahan Membaca Nyaring di
Sekolah Dasar Oleh Darmiyati Zuchdi. Hal: 7-8

178
Seminar penyelidikan tindakan merupakan salah satu cara

mewujudkan amalan refleksi atau pembinaan secara sistematik yang

berasaskan data terhadap pengajaran dan pembelajaran dalam sekolah.

Amalan refleksi ini membolehkan pelajar selaku bakal pendidik membuat

inovasi pengajaran dan pembelajaran di sekolah. Apabila proses membuat

refleksi secara kisaran dan lingkaran dalam suatu lembaga seperti seminar,

para pelajar selaku bakal pendidik dapat membuat bertambahnya

wawasan. Peningkatan profesionalisme keguruan perlu dilihat sebagai

sesuatu yang mempunyai kesinambungan dan perlu bermula daripada

bakal guru yaitu para pelajar.

Selain itu dengan adanya seminar penyelidikan tindakan dapat

dijadikan sebagai pendekatan perkembangan profesionalisme guru secara

sendiri maupun secara kolaboratif ke arah pengamalan reflektif. Kemahiran

menjalan penyelidikan tindakan adalah peralatan guru untuk

perkembangan profesionalisme secara sendiri. Akan tetapi, usaha

menjalankan penyelidikan di sekolah bukan hal mudah untuk dilaksanakan

karena terdapat halangan dan kekangan-kekangan seperti kesukaran guru

untuk mengubah kebiasaan yang telah lama dijalankan, kekurangan

kemahiran guru untuk mejalankan penyelidikan tindakan, serta kekurangan

dukungan dan pengiktirafan oleh pihak lain. dengan demikian, satu model

penyelidikan tindakan yang developmental adalah lebih sesuai (Toh, 2004).

Model ini mengambil kira kekangan tersebut dan berasaskan pada teori

179
perkembangan guru yang menekankan kepada proses perkembangan

yang beransur-maju.10

Pembinaan profesi guru dalam tulisan ini diartikan sebagai kegiatan

perencanaan, pengaturan dan penggunaan guru dengan berbagai ilmu

keguruan yang disertai dengan seperangkat latihan dan keterampilan

keguruan agar siap menjadi guru yang mampu mengemban tugas sesuai

dengan bidangnya serta dapat mencapai frestasi kerja yang efektik dan

efisien, dan dapat melaksanakan tugas belajar mengajar yang lebih baik.

 Brainstorming

Brainstorming pertama kali dikembangkan oleh Alex Osborn pada

tahun 1963 di New York. Brainstorming adalah suatu situasi di mana

sekelompok orang berkumpul untuk menggeneralisasikan ide-ide baru

seputar area spesifik yang menarik.

Brainstorming dapat juga diartikan sebagai suatu teknik konferensi di

mana tiap-tiap kelompok berusaha mencari suatu solusi pada suatu

permasalahan yang spesifik melalui pemunculan ide-ide secara spontan

oleh masing-masing anggota kelompok.

Brainstorming merupakan alternatif upaya pengembangan

kemampuan berpikir kreatif. Brainstorming merupakan cara cerdas untuk

menggeneralisasikan ide-ide baru ataupun ide-ide yang kreatif. Dalam

brainstorming seseorang dapat mengkombinasikan ide-ide sendiri dengan

10
https://www.coursehero.com/file/95-Seminar-Penyelidikan-Tindakan-Tahun-2010-IPG-
KBL-7-8-Oktober-2010

180
ide orang lain untuk memunculkan ide baru atau pun menggunakan ide

orang lain untuk merangsang munculnya ide.

Didalam teknik brainstorming, semua partisipan berusaha

mengemukakan ide-ide mereka masing-masing dan kemudian ide lain

dimungkinkan dapat muncul dibangun dari ide-ide yang tadi dikemukakan.

Adapun aturan-aturan yang perlu diperhatikan dalam melakukan

brainstorming adalah:

1. Tidak ada kritik terhadap ide apapun, kecuali jika sesi brainstorming

dilakukan untuk mengevaluasi ide.

2. Ide harus ditulis tanpa diedit

3. Ide yang liar, lucu, atau kurang berbobot dapat diterima.

4. Semua jenis ide atau gagasan sangat diharapkan.

5. Memberikan kontribusi berdasar pendapat orang lain dapat

diterima.

Brainstorming dilakukan karena beberapa tujuan. Brainstorming

digunakan untuk membantu dalam:

1. mendefinisikan permasalahan yang terjadi;

2. mendiagnosa permasalahan-permasalahan;

3. merekomendasikan suatu kegiatan dengan memunculkan solusi

yang memungkinkan dan mengidentifikasikan dampak yang dapat

ditimbulkan dari solusi tersebut.

Tahap-tahap dalam melakukan brainstorming adalah sebagai berikut.

1. Persiapan (atau Preparation)

181
Brainstorming mendiskusikan pertanyaan atau permasalahan yang

aktual yang ingin dibahas. Peserta diberi kesempatan beberapa

waktu untuk berpikir dan “sleep on it” (berinkubasi)

2. Pencarian Fakta (Fact-Finding)

Dimulai dengan pendefinisian masalah, pertanyaan, atau isu yang

akan dipecahkan. Pertanyaan sebaiknya tidak terlalu meluas dan

bermakna ambigu. Pertanyaan yang dikemukakan dituliskan di

papan tulis atau white board. Diskusikan informasi yang berkaitan

dengan pertanyaan, yang dapat membantu peserta untuk berpikir.

3. Pemanasan (Warm-Up)

Pemanasan dilakukan secara sederhana, mungkin dapat dengan

cara mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang singkat dan

menggelikan untuk mempraktikkan brainstorming. Pertanyaan

dapat berupa apa saja yang bisa dipertanyakan dan tidak harus

berhubungan dengan pertanyaan utama yang diajukan.

4. Pencarian Ide (Idea Finding)

Moderator memotivasi peserta untuk mencari dan mengemukakan

ide-ide atau pun gagasan-gagasan yang kemudian dituliskan di

papan tulis/white board/kartu, dengan aturan sebagai berikut: tidak

ada kritik ataupun evaluasi, menuliskan apa pun ide atau gagasan

yang dipikirkan peserta (bahkan ide atau gagasan “gila” dan

janggal), kuantitas ide yang banyak sangat dibutuhkan, ide atau

gagasan tersebut dapat digabungkan, diubah atau diperbaiki,

182
dilakukan dengan gembira dan santai, serta terkadang waktu jeda

“diam” juga diperlukan bagi peserta untuk berpikir atau inkubasi.

5. Pencarian Solusi (Solution Finding)

Pada tahap ini, maka pengungkapan maupun pencarian ide

dihentikan. Ide-ide atau gagasan-gagasan yang tertampung

dievaluasi secara kritis tanpa mencari tahu siapa yang

mengungkapkan. Solusi atau ide apa yang mungkin dapat

direalisasikan atau tidak, berlandasan atau tidak? Apakah terlalu

sederhana atau sulit? Apa yang menjadi dampak atau konsekuensi

dari masing-masing solusi atau ide tersebut?

Langkah yang dilakukan pada tahap ini menyeleksi ide-ide atau

solusi dengan cara memberi tanda silang (X) atau menghapus ide

atau solusi yang kurang sesuai, guna memperoleh beberapa ide

atau solusi yang terbaik.

6. Pelaksanaan (Implementation)

Tahap ini dilakukan jika kegiatan brainstorming ditujukan untuk

menghasilkan ide yang dapat direalisasikan dalam bentuk tindakan,

maka hasil penemuan solusi atau ide diujicobakan dan diamati

apakah dapat mengatasi permasalahan tersebut.

 Diskusi kelompok

Diskusi kelompok adalah salah satu bentuk kegiatan yang

dilaksanakan dalam bimbingan. Kegiatan diskusi kelompok merupakan

kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan lebih dari satu individu.

Kegiatan diskusi kelompok ini dapat menjadi alternatif dalam membantu

183
memecahkan permasalahan seorang individu. Moh. Surya (1957:107)

mendefinisikan diskusi kelompok merupakan suatu proses bimbingan

dimana murid-murid akan mendapatkan suatu kesempatan untuk

menyumbangkan suatu pikiran masing-masing dalam memecahkan

masalah bersama, dalam diskusi ini tertanam pula tanggung jawab dan

harga diri.11

Moh. Uzer Usman (2005:94) menyatakan bahwa diskusi kelompok

merupakan suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang

dalam interaksi tatap muka yang informal dalam berbagai pengalaman atau

informasi, pengambilan kesimpulan atau pemecahan masalah.

Berdasarkan pengertian diskusi kelompok tersebut, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa diskusi kelompok yaitu suatu cara atau teknik bimbingan

yang melibtkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka, dimana

setiap anggota kelompok akan mendapatkan kesempatan untuk

menyumbangkan pikiran masing-masing serta berbagi pengalaman atau

informasi guna pemecahan masalah atau pengambilan keputusan. Dalam

diskusi kelompok anggota kelompok menunjuk moderatos (pimpinan),

menentukan tujuan dan agenda yang harus ditaati.

Kelebihan dan kelemahan metode diskusi kelompok

1. Beberapa kelebihan

a. Melibatkan semua siswa secara langsung dalam proses belajar

mengajar

11
https://idtesis.com//Metode-pembelajaran-diskusi-kelompok//

184
b. Setiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan bahan

pelajarannya masing-masing.

c. Dapat menumbuhkan dan mengembangkan cara berpikir dan

sikap ilmiah.

2. Beberapa kelemahan

a. Tidak dapat diramalkan sebelumnya mengenai bagaimana

hasilnya sebab tergantung kepada kepemimpinan siswa dan

partisipasi anggotanya.

b. Memerlukan keterampilan-keterampilan tertentu yang belum

pernah dipelajari sebelumnya.

c. Hanya dikuasi atau didominasi oleh beberapa siswa yang

menonjol.

d. Tidak semua topik dapat dijadikan pokok diskusi, tetapi hanya

hal-hal yang bersifat problematik saja yang dapat didiskusikan.

e. Memerlukan waktu yang banyak.

Selain kelebihan dan kekurangan dalam diskusi kelompok ada juga

hambatan dan syarat-syarat agar diskusi kelompok dapat berjalan dengan

baik, yaitu:

a. Adanya bermacam-macam faktor penghambat dalam usaha

mencapai tujuan belajar lewat formasi diskusi, baik yang ada

pada diri siswa maupun materi yang didiskusikan.

b. Setiap orang atau siswa menginginkan segera dicapainya

persetujuan atau kesimpulan.

Sedangkan syarat-syarat pelaksanaan metode diskusi adalah:

185
a. Pendidik menguasai masalah yang didiskusikan secara utuh.

b. Pokok-pokok masalah yang didiskusikan agar dipersiapkan lebih

awal.

c. Memberikan kesempatan secara bebas kepada peserta didik

untuk mengajukan pikiran, pendapat atau kritiknya.

d. Masalah yang didiskusikan diusahakan agar tetap pada

pokoknya.12

 Survei Masalah

Masalah adalah kesenjangan (discrepany) antara apa yang

seharusnya (harapan) dengan apa yang ada dalam kenyataan sekarang.

Kensenjangan tersebut dapat mengacu ke ilmu pengetahuan dan teknologi,

ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan dan lain sebagainya. Penelitian

diharapkan mampu mengantisipasi kesenjangan-kesenjangan tersebut.

Masalah yang perlu dijawab melalui penelitian cukup banyak dan bervariasi

misalnya masalah dalam bidang pendidikan saja dapat dikategorikan

menjadi beberapa sudut tinjauan yaitu masalah kualitas, pemerataan,

relevansi dan efisiensi pendidikan (Riyanto,2001:1)

Salah satu jenis penelitian dalam bidang pendidikan adalah penelitian

tindakan, yang dilakukan dengan menerapkan metode-metode pengajaran

ketika proses belajar berlangsung dikelas dengan harapan meningkatkan

prestasi belajar siswa.

12
https://idtesis.com//Metode-pembelajaran-diskusi-kelompok//

186
Perlu disadari bahwa masalah penelitian tindakan mempunyai ciri atau

karakteristik yang berbeda dengan penelitian konvensional yang biasa

dilakukan para peneliti pendidikan di perguruan tinggi. Peneliti tidak ada di

luar apa yang di teliti, tetapi berada di dalamnya (as an inquiry on practice

from within), dimana guru sebagai peneliti terlibat langsung dalam

pelaksanaan penelitian tindakan. Oleh karena itu, diharapkan dengan

memilih masalah yang tepat, guru sebagai peneliti selain dapat melakukan

perbaikan, peningkatan dan atau perubahan proses pembelajaran yang

lebih baik, berdampak pula terhadap diri guru, yaitu menumbuhkan sikap

dan kemauan untuk selalu berupaya memperbaiki, meningkatkan dan

melakukan perubahan atau timbulnya budaya untuk meneliti atau

menjadikan dirinya sebagai guru peneliti (teacher as researcher in his/hes

classroom). 13

Dalam survei masalah tidak setiap atau semua masalah baik untuk

diangkat sebagai masalah untuk penelitian tindakan, yaitu:

1. Masalah itu menunjukan suatu kesenjangan antara teory dan fakta

empirik yang dirasakan dalam proses pembelajaran atau

kesehariaannya tugas guru. Guru merasa prihatin, peduli dan

berniat untuk mengurangi atau menghilangkannya.

2. Adanya kemungkinan untuk dicarikan alternatif solusinya melalui

tidakan konkrit yang dapat dilakukan guru dan siswa.

13
https://ardhana12’s weblog/perumusan-masalah-penelitian-tindakan//

187
3. Masalah tersebut memungkinkan dicari dan diidentifikasi hal-hal

atau faktor yang menimbulkannya. Faktor-faktor penentu tersebut

merupakan dasar atau landasan untuk merumuskan alternatif

solusi terhadap masalah yang dipilih.

Hopkins (dalam Wiriaatmadja, 2007:80), mengemukakan pertanyaan-

pertanyaan berikut untuk menolong mencari fokus permasalahan, yaitu:

a. Apa yang sekarang sedang terjadi?

b. Apakah yang sedang berlangsung itu mengandung permasalahan?

c. Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasinya?

d. Saya ingin memperbaiki....

e. Saya mempunyai gagasan yang ingin saya cobakan di kelas ...

f. Apa yang dapat saya lakukan dengan hal semacam itu?

Apabila pertanyaan-pertanyaan di atas diperhatikan dan guru

menemukan pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi di kela, maka

benarlah guru telah menemukan fokus permasalahan untuk penelitian

kelas. Bersiap-siaplah untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya.

Sebagai contoh, ada beberapa kemungkinan dalam permasalahan yang

ditemukan terjadi dalam aspek–aspek pembelajaran seperti:

a. Suasana kelas yang kurang mendukung kelancaran proses belajar.

b. Metode pembelajaran yang kurang tepat untuk membahas pokok

kajian.

c. Buku teks yang kurang mendukung.

d. Media pembelajaran yang tidak ada atau kurang.

188
e. Sistem penilaian yang tidak sesuai, dan aspek lain yang mungkin

dinilai kurang.

Pada umumnya guru kurang atau belum menyadari bahwa apa yang

sedang dihadapi adalah masalah, dan tidak mempermasalahkan. Biasanya

sesuatu baru dianggap sebagai masalah jika guru telah merasa kewalahan,

tidak berdaya dan tidak mampu menghadapi sendiri. Maka cara yang

dilakukan guru:

1. Menuliskan semua hal yang dirasakan memerlukan perhatian,

kepedulian karena akan mempunyai dampak yang tidak

diharapkan terjadi, terutama yang terjadi dengan pembelajaran.

2. Kemudian dipilahkan dan diklasifikasikan menurut jenis atau

bidang permasalahannya, jumlah siswa yang mengalami, dan

tingkat frekuensi timbul.

3. Urutkan dari yang ringan, jarang terjadi, banyaknya siswa dan

masing-masing jenis permasalahannya.

4. Dari setiap urutan ambillah 3-5 masalah dan coba konfirmasikan

kepada guru yang mengajar mata pelajaran sejenis, baik di dalam

kelas sendiri atau guru disekolah lain.

5. Jika apa yang dirumuskan ternyata mendapat konfirmasi, maka

masalah tersebut memang merupakan masalah yang patut untuk

diangkat sebagai calon masalah.

6. Masalah yang telah dikonfirmasi tersebut kemudian dikaji

kelayakan dan signifikasinya untuk dipilih.

189
7. Pilihlah fokus permasalahan yang terbatas, yang berukuran kecil,

yang dapat dicari solusinya dalam waktu singkat yang tersedia

untuk melakuakan penelitian tindakan.

8. Pilihlah fokus permasalahan yang penting untuk diselesaikan

untuk kepentingan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran

sehari-hari dikelas.

9. Bekerjalah secara kolaboratif bersama mitra sejawar dalam

penelitian ini, tanyalah apakah dia pernah menghadapi

permasalahan yang semacam dengan masalah yang dihadapi

guru.

10. Sebaiknya fokus permasalahan yang dipilih relevan dengan tujuan

dan rencana perkembangan sekolah secara keseluruhan.

B. Peran Penting Perumusan masalah

Dalam merumuskan masalah, kiranya peneliti perlu memperhatikan

beberapa ketentuan yang biasanya berlaku yaitu dengan memperhatikan:

1. Aspek substansi;

2. Aspek formulasi; dan

3. Aspek teknis

Dari sisi aspek substansi atau isi yang terkandung, perlu dilihat dari

bobot atau nilai kegunaan manfaat pemecahan masalah melalui tindakan

seperti nilai aplikatifnya untuk memecahkan masalah serupa/mirip yang

dihadapi guru, kegunaan metodologik dengan ditemukannya model

tindakan dan prosedurnya, serta kegunaan teoritik dalam memperkaya atau

190
mengoreksi teori pembelajaran yang berlaku. Sedang dari sisi orisinalitas,

apakah pemecahan dengan model tindakan itu merupakan suatu hal baru

yang belum pernah dilakuan guru sebelumnya.

Pada aspek formulasi, seyogyanya masalah dirumuskan dalam

bentuk kalimat interogatif (pertanyaan), meskipun tidak dilarang

dirumuskan dalam bentuk deklaratif (pernyataan). Hendaknya dalam

rumusan masalah tidak terkandung masalah dalam masalah, tetapi lugas

menyatakan secara eksplisit dan spesifik tentang apa yang

dipermasalahkan.

Dan aspek teknis menyangkut kemampuan dan kelayakan peneliti

untuk melakukan penelitian terhadap masalah yang dipilih. Pertimbangan

yang dapat diajukan seperti kemampuan teoritik dan metodologik

pembelajaran, penguasaan materi ajar, kemampuan metodologi penelitian

tindakan, kemampuan fasilitas untuk melakukan penelitian seperti dana,

waktu, tenaga dan perhatian terhadap masalah yang akan dipecahkan.

Oleh karena itu berangkat dari permasalahan yang sederhana tetapi

bermakna, guru dapat melakukan di kelasnya dan tidak memerlukan biaya,

waktu dan tenaga yang besar.

 Kelompok kecil: pesta kerja deliberatif

Kata “deliberasi” berasal dari kata latin deliberatio yang artinya

“konsultasi”, menimbang-nimbang” atau “musyawarah”. Kebijakan

pendidikan bersifat deliberatif, jika proses pemberian alasan atau suatu

penetapan kebijakan pendidikan diuji lebih dahulu lewat konsultasi publik

atau lewat diskusi publik. Kebijakan pendidikan yang deliberatif ingin

191
mengingatkan intensitas partisipasi warga masyarakat dalam proses

pembentukan aspirasi dan opini agar kebijakan-kebijakan yang dihasilkan

semakin mendekati harapan pihak yang diperintah. Intensifikasi proses

deliberasi lewat diskusi publik itu merupakan jalan agar dampak kebijakan

yang dibuat memiliki hasil yang optimal, yaitu berguna untuk meningkatkan

kesejahteraan bersama, menghormati martabat manusia dan semakin adil.

Pemahaman tentang deliberatif sejalan dengan filsafat progresivisme

dan filsafat kontruktivisme. Filsafat progresivisme memandang bahwa

dengan proses pendidikan dengan metode learning by doing dan problem

solving, diharapkan anak didik mempunyai kecakapan memecahkan

masalah sosial. Adapun filsafat kontruksivisme memandang bahwaw tujuan

pendidikan adalah untuk merombak budaya lama dan membangun budaya

baru, melalui pendidikan nilai, sehingga terbentuk dunia baru dalam

pengawasan umat manusia (Jalaluddin dan Abdullah, 2007).

 Ketua netral

Ketua Netral merupakan istilah bahwasannya dalam suatu penelitian

harus memiliki karakteristik.

Inquiri, penelitian tindakan kelas berangkat dari permasalahan

pembelajaran riil yang sehari-hari dihadapi oleh pendidik dan peserta didik

(practice driven) dan (action drive). Tujuan penelitian tindakan adalah untuk

memperbaiki praksis secara langsung di sini dan sekarang.

Reflektif. Penelitian tindakan kelas memiliki ciri khusus, yaitu sikap

reflektif yang berkelanjutan. Kolaboratif. Upaya perbaikan proses dan hasil

pembelajaran tidak dapat dilakukan sendiri oleh pendidik, tetapi ia harus

192
berkolaborasi dengan pendidik lain.Dan suatu penelitian PTK harus

berprinsip:

 Berkelanjutan. PTK adalah upaya berkelanjutan secara siklustis.

 Integral. PTK merupakan bagian integral dari pembelajaran.

 Ilmiah. Diagnosis masalah bersandar pada kejadian nyata.

 Motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam.

 Lingkup. Masalah tidak dibatasi pada masalah pembelajaran di

dalam dan luar kelas.

193
BAB 7

METODE PENELITIAN KRITIS-REFLEKTIF DAN EVALUASI

A. Triangulasi

Merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari

berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila

peneliti mengumpulkan data yang sekaligus mengujji kredibilitas data,

yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan

data dan berbagai sumber data.1

Dalam triangsula seorang peneliti menggunakan teknik pengumpulan

data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang

sama. Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi partisipatif,

wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama

secara serempak.

Observasi Partisipatif

Sumber Data
Wawancara Mendalam Sama

Dokumentasi

1 Https://Www.Konsistensi.Com/2013/04/Triangulasi-Sebagai-Teknik-Pengumpulan.Html

194
B. Ulasan Collegial

1. an inquiry on practice from within

Karakteristik pertama dari PTK adalah bahwa kegiatannya dipicu oleh

permasalahan praktis yang dihayati guru dalam pembelajaran di

kelas. Oleh sebab itu PTK bersifat practice driven dan action driven,

dalam arti PTK berujuan memperbaiki scara praktis, langsung disini,

sekarang atau sering disebut dengan penelitian praktis (practical

inquiry). Hal ini berarti PTK memusatkan perhatian pada

permasalahan spesifik konstekstual. Peran dosen LPTK pada tahap

awal adalah menjadi sounding board (pemantul gagasan) bagi guru

yang menghadapi permasalahan dalam pelaksanaan tugasnya

sehari-hari.

2. a collaborative effort between school teachers and teacher

educators.

Karena dosen LPTK tidak memiliki akses langsung, maka PTK

diselenggarakan secara colaboratif dengan guru yang kelasnya

menjadi kancah PTK. Karena yang memiliki kancah adalah guru

sehingga para dosen LPTK yang berminat melakukan PTK tidak

memiliki akses kepada kancah dalam peran sebagai praktisi. Oleh

sebab itu ciri kolaboratif harus secara konsisten tertampilkan sebagai

kerja sama kesejawatan dalam keseluruhan tahapan

penyelenggaraan PTK, mulai dari identifikasi permasalahan, serta

diagnosis keadaan, perancangan tindakan perbaikan, sampai dengan

195
pengumpulan dan analisis data serta reflektisi mengenai temuan di

samping dalam penyusunan laporan.

3. reflective practice made public.

Keterlibatan dosen LPTK dalam PTK bukanlah sebagai ahli

pendidikan yang tengah mengemban fungsi sebagai pembina guru

sekolah menengah atau sebagai pengembang pendidikan (missionary

approach), melainkan sebagai sejawat, di samping sebagai pendidik

calon guru yang seyogyanya memiliki kebutuhan untuk belajar dalam

rangka mengakrabi lapangan demi peningkatan mutu kinerjanya

sendiri. Dalam hubungan ini guru yang berkolaborasi dalam PTK

harus mengemban peran ganda sebagai praktisi yang dalam

pelaksanaan penuh keseharian tugas-tugasnya juga sekaligus secara

sistematis meneliti praksisnya sendiri. Apabila ini terlksana dengan

baik maka akan terbina kultur meneliti dikalangan guru, dan

merupakan suatu langkah strategis dalam profisionalisme jabatan

guru. Hal ini pelecehan profesi dalam bentuk penyedia jasa borongan

utuk membuatkan daftar angka kridit dalam proses kenaikan pangkat

fungsional guru yang menggejala akhir-akhir ini dapat diakhiri.2

C. Umpan balik kuliah

2 Http://C-Masnawi.Blogspot.Com/2009/11/Karakteristik-Penelitian-Tindakan-Kelas.Html

196
1. Pengertian Umpan Balik

Umpan balik merupakan sebuah proses di kelas yang telah menjadi

daya tarik tersendiri bagi para peneliti praktik pembelajaran sejak tahun

1970-an. Secara konsisten, para peneliti telah menemukan bukti-bukti

bahwa ketika guru mampu menggunakan prosedur umpan balik yang efektif

ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswanya. Bahkan, hasil studi

yang dilakukan Bellon, Bellon, dan Blank menunjukkan bahwa

dibandingkan dengan berbagai perilaku mengajar lainnya, pemberian

umpan balik akademik ternyata lebih berkorelasi dengan prestasi belajar

siswa. Dengan tanpa memandang kelas, status sosial ekonomi, ras, atau

keadaan sekolah, korelasi ini cenderung konsisten. Ketika umpan balik dan

prosedur korektif digunakan secara tepat ternyata sebagian besar siswa

dapat meningkatkan prestasi belajarnya hingga di atas 20%.3

Umpan balik yang efektif merupakan merupakan bagian integral dari

sebuah dialog instruksional antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa,

maupun siswa dengan dirinya sendiri, dan bukanlah sebuah praktik yang

terpisahkan. Sebagai upaya untuk mendapatkan umpan balik dari anak

didik, dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan penunjang di dalam

menyampaikan bahan pokok pelajaran.

Kebanyakan kegagalan seorang guru tidak selamanya terpulang pada

masalah penguasaan bahan pokok, tetapi juga disebabkan oleh masalah

penguasaan bahan penunjang. Guru yang hanya menguasai bahan

pelajaran pokok belum tentu berhasil megajar tanpa ditunjang oleh bahan

3 Http://Mdpurwa.Blogspot.Com/2013/12/Teknik-Umpan-Balik-Dalam-Pembelajaran.Html

197
penunjangnya. Karena pengetahuan yang telah dikuasai oleh anak didik

bermacam-macam, maka bahan penunjang sangat membantu guru dalam

menyampaikan bahan pelajaran pokok guna mendapatkan umpan balik

secara optimal dari anak didik di kelas.

2. Komponen Yang Terdapat Dalam Umpan Balik

Terkait dengan umpan balik yang efektif ini, Black dan Wiliam

mencatat tiga komponen penting yaitu:

a. Recognition of the desired goal.

Umpan balik diberikan sebagai respons atas kinerja siswa. Kinerja

siswa adalah kesanggupan siswa untuk dapat menunjukkan

penguasaannya atas berbagai tujuan pembelajarannya. Guru harus dapat

merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai secara jelas dan

dapat mengkomunikasikannya pada awal pembelajaran, baik tentang

wilayah materi, indikator kurikuler maupun penguasaan tujuan.

Salah satu metode yang cukup efektif untuk memastikan bahwa siswa

memahami tujuan pembelajarannya yaitu dengan cara melibatkan mereka

dalam menetapkan “kriteria keberhasilan” yang bisa dilihat atau didengar.

Misalnya, guru dapat memperlihatkan beberapa contoh produk sebagai

tujuan pembelajaran yang patut ditiru oleh para siswa, menunjukkan

kalimat-kalimat yang benar dengan ditulis menggunakan huruf kapital,

kesimpulan yang diambil dari data, penyajian tabel atau grafik dan

sejenisnya.

Apabila para siswa telah dapat memahami tentang kriteria

keberhasilan pembelajarannya, mereka akan terbantu untuk mengarahkan

198
belajarnya dan mereka akan lebih mampu untuk melaksanakan proses

pembelajarannnya

Selain memberikan pemahaman yang jelas tentang tujuan

pembelajaran, guru juga perlu memberikan kesempatan kepada siswa

untuk memahami indikator dari tingkat penguasaan tujuan

pembelajarannya, baik secara lisan, tertulis maupun dalam bentuk lainnya.

b. Evidence about present position

Istilah ”bukti” di sini menunjuk kepada informasi atau fakta tentang

kinerja yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran, khusunya tentang

sejauhmana tujuan pembelajaran telah tercapai dan sejauhmana tujuan

pembelajaran itu belum tercapai.

Grant Wiggin mengemukakan bahwa umpan balik bukanlah tentang

pemberian pujian atau celaan, persetujuan atau ketidaksetujuan, tetapi

sebagai usaha untuk memberikan nilai atau makna. Umpan balik pada

dasarnya bersifat netral yang menggambarkan apa yang telah dilakukan

dan tidak dilakukan siswa. Selain itu, bahwa umpan balik juga harus bersifat

obyektif, deskriptif dan disampaikan pada waktu yang tepat yakni pada saat

tujuan pembelajaran masih segar dalam benak siswa.

Salah satu cara pemberian umpan balik yang cukup bermakna yaitu

dengan membandingkan produk siswa dengan kriteria keberhasilan telah

telah dikomunikasikan sebelumnya. Contoh sederhana pemberian umpan

balik yaitu dengan membuat sebuah format tentang “Daftar Kriteria

Keberhasilan”. Dalam daftar tersebut, guru dapat memberikan tanda +

199
(plus) untuk menunjukkan tentang kriteria yang telah berhasil dipenuhi

siswa dan memberikan catatan tertentu untuk yang belum dipenuhinya.

c. Some understanding of a way to close the gap between the two.

Umpan balik yang efektif harus dapat memberikan bimbingan kepada

setiap siswa tentang bagaimana melakukan perbaikan. Black dan Wiliam

menegaskan bahwa setiap siswa harus diberi bantuan dan kesempatan

untuk melakukan perbaikan. Guru tidak hanya memberikan umpan balik

yang mencerminkan tentang kinerja yang berkaitan dengan tujuan

pembelajaran siswanya, tetapi juga harus dapat memberikan strategi dan

tips tentang cara yang lebih efektif untuk mencapai tujuan, serta

kesempatan untuk menerapkan umpan balik yang diterimanya.

Wiggins meyakini bahwa melalui siklus umpan balik ini dapat

menghasilkan keunggulan kinerja siswa. Oleh karena itu, siswa harus

senantiasa memiliki akses rutin terhadap kriteria dan standar-standar tugas

yang harus dituntaskannya; mereka juga harus memperoleh umpan balik

dalam upaya menyelesaikan tugas-tugasnya, mereka harus memiliki

kesempatan untuk memanfaatkan umpan balik untuk memperbaiki kerjanya

serta mengevaluasi kembali terhadap standar

3. Teknik-Teknik mendapatkan Umpan Balik

Untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik diperlukan beberapa

teknik yang sesuai dan tepat dengan diri setiap anak didik sebagai makhluk

individual, teknik-teknik tersebut antara lain:

1. Memancing Apersepsi Anak Didik

2. Memanfaatkan Teknik Alat Bantu yang Akseptabel

200
3. Memilih Bentuk Motivasi yang Akurat

4. Menggunakan Metode yang Bervariasi

1. Memancing Apersepsi Anak Didik

Disekolah guru berperan sebagai perancang atau perencana,

pengelola pengajaran dan pengelola hasil pembelajaran siswa. Peranan

guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa,

sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan

kedudukannya sebagai guru, ia harus menunjukkan perilaku yang layak

(bisa dijadikan teladan oleh siswanya). Tuntutan masyarakat khususunya

siswa dari guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi daripada

yang dituntut dari orang dewasa lainnya. (Tohirin, 2005: 152).

Pengajar perlu mengetahui sejauh mana bahan yang telah dijelaskan

dapat dimengerti oleh murid, karena dari sinilah tergantung apakah ia dapat

melanjutkan pelajaran atau kuliahnya dengan bahan berikutnya. Bilamana

murid belum mengerti bagian-bagian tertentu, pengajar haurs mengulangi

lagi penjelasannya. Pada umumnya murid juga tidak tahu sejauh mana

bahan yang diterangkan dapat mereka pahami. Hal ini kiranya dapat

dimaklumi, karena mereka tidak mempunyai waktu untuk memikirkan

pengetahuan yang baru saja mereka peroleh dari bahan yang diterangkan.

Bagaimana hal tersebut dapat dilakukan? Ada berbagai cara untuk itu. Cara

paling sederhana adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan selama atau

pada akhir jam pelajaran. Dengan cara itu pengajar akan menemukan apa

saja yang belum tersampaikan secara jelas.

201
Segala hal yang ternyata belum dimengerti secara jelas oleh pihak

murid. Hendaknya dicatat dan diulangi lagi pada kesempatan berikutnya.

Cara lain yang lebih baik dan akan memberi keterangan lebih pasti adalah

mengadakan ujian singkat. Serupa dengan yang disebut kuis, di akhir jam

pelajaran. Dengan ujian singkat itu murid dipaksa menuliskan. Sejauh mana

bahan yang telah diterangkan dapat mereka mengerti. Sering kali cara

demikian tidak mungkin terlaksana, karena memerlukan waktu cukup

banyak. Namun kadang kala cara tersebut dapat sangat bermanfaat,

karena itu salah satu cara memancing apersepasi anak didik.

Umpan balik tidak sama dengan penilaian. Umpan balik hanya

dimaksudkan untuk mencari informasi sampai dimana murid mengerti

bahan yang telah dibahas. Selain itu murid atau mahasisiwa juga diberi

kesempatan untuk memeriksa diri sampai di mana mereka mengerti bahan

tersebut. Sehingga mereka dapat melengkapi pengertian-pengertian yang

belum lengkap.

Itulah tadi bentuk-bentuk umpan balik yang dimaksudkan untuk

melihat. Sejauh mana suatu penjelasan dapat tersampaikan secara baik.

Dan dari sini kiranya telah mengetahui bahwa ada berbagai macam bentuk

umpan balik. Pilihan tentu saja paling tergantung pada pengajar yang

bersangkutan sendiri. Hal yang paling penting adalah sejauh mana uraian

yang diberikan dapat diterima secara jelas oleh murid. Pada umumnya

pengajar kurang memikirkan perlunya mengadakan umpan balik seperti itu.

Setelah seluruh kursus atau seluruh rangkaian pelajaran selesai diberikan.

Terlihat pada waktu ujian bahwa murid belum mengerti secara baik bahan

202
yang diajarkan. Dan itu berarti suatu keterlambatan. Sebaliknya, bilamana

pengajar menyadari pentingnya umpan balik, maka pengajaran yang ia

berikan akan menjadi lebih efektif.

Jam pelajaran selanjutnya tidak mungkin diberikan kalau pengajar

tidak tahu secara pasti hasil pelajaran sebelumnya. Pengajar dapat

mengetahui hasil pelajaran sebelumnya dengan cara:

1. Lewat kesan yang diperoleh selama jam pelajaran itu sendiri

2. Lewat informasi sederhana dari pihak murid melalui pertanyaan-

pertanyaan lisan yang diajukan oleh pengajar selama atau setelah

jam pelajaran

3. Lewat informasi tertulis dari pihak murid yang diperoleh melalui

ujian singkat

4. Mempelajari hasil tentamen atau ujian yang diadakan pada akhir

kursus (di sini murid dinilai).

Tiga hal yang pertama berhubungan dengan umpan balik yang

dilakukan terhadap tiap jam pelajaran atau jam kuliah. Kita sebut hal itu

sebagai umpan balik pelajaran atau kuliah. Sedangakan hal yang keempat

berhubungan dengan evaluasi pada akhir kursus. Maka kita sebut penilaian

kursus. Setiap umpan balik pengajaran menentukan isi pelajaran

berikutnya, oleh karena itu jelas, bahwa umpan balik tidak hanya perlu bagi

guru, tetapi bagi murid. (Rooijakkers,1993: 10-12)

Peserta didik adalah sang anak yang merupakan milik Sang Pencipta

dan milik dirinya sendiri, keberhasilannya akan sangat tergantung dari

pemanfaatan potensi yang dia miliki. Karenanya keaktifan peserta didik

203
dalam menjalani proses belajar mengajar merupakan salah satu kunci

keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan.

Peserta didik akan aktif dalam kegiatan belajarnya bila ada motivasi,

baik itu motivasi ekstrinsik maupun instrinsik. Beberapa hal yang dapat

merangsang tumbuhnya motivasi belajar aktif pada diri peserta didik, antara

lain :

a. Penampilan guru yang hangat dan menumbuhkan partisipasi positif

Sikap guru tampil hangat, bersemangat, penuh percaya diri dan

antusias, serta dimulai dan pola pandang bahwa peserta didik

adalah manusia-manusia cerdas berpotensi, merupakan faktor

penting yang akan meningkatkan partisipasi aktif peserta didik.

Segala bentuk penampilan guru akan membias mewarnai sikap

para peserta didiknya. Bila tampilan guru sudah tidak bersemangat

maka jangan harap akan tumbuh sikap aktif pada diri peserta didik.

Karena itu hendaknya seorang guru dapat selalu menunjukkan

keseriusannya terhadap pelaksanaan proses, serta dapat

meyakinkan bahwa materi pelajaran serta kegiatan yang dilakukan

merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik, sehingga

akan tumbuh minat yang kuat pada diri para peserta didik yang

bersangkutan.

b. Peserta didik mengetahui maksud dan tujuan pembelajaran

Bila peserta didik telah mengetahui tujuan dari pembelajaran yang

sedang mereka ikuti, maka mereka akan terdorong untuk

melaksanakan kegiatan tersebut secara aktif. Oleh karena itu pada

204
setiap awal kegiatan guru berkewajiban memberi penjelasan

kepada peserta didik tentang apa dan untuk apa materi pelajaran

itu harus mereka pelajari serta apa keuntungan yang akan mereka

peroleh. Selain itu hendaknya guru tidak lupa untuk mengadakan

kesepakatan bersama dengan para peserta didiknya mengenai tata

tertib belajar yang berlaku agar kegiatan pembelajaran dapat

berlangsung lebih efektif.

c. Tersedia fasilitas, sumber belajar, dan lingkungan yang mendukung

Bila di dalam kegiatan pembelajaran telah tersedia fasilitas dan

sumber belajar yang “menarik” dan “cukup” untuk mendukung

kelancaran kegiatan belajar mengajar maka hal itu juga akan

menumbuhkan semangat belajar peserta didik. Begitu pula halnya

dengan faktor situasi dan kondisi lingkungan yang juga penting

untuk diperhatikan, jangan sampai faktor itu memperlunak

semangat dan keaktifan peserta didik dalam mengikuti kegiatan

belajar.

d. Adanya prinsip pengakuan penuh atas pribadi setiap peserta didik

Agar kesadaran akan potensi, eksistensi, dan percaya diri pada diri

peserta didik dapat terus tumbuh, maka guru berkewajiban

menjaga situasi interaksi agar dapat berlangsung dengan

berlandaskan prinsip pengakuan atas pribadi setiap individu.

Sehingga kemampuan individu, pendapat atau gagasan, maupun

keberadaannya perlu diperhatikan dan dihargai. Dan yang penting

lagi guru hendaknya rajin memberikan apresiasi atau pujian bagi

205
para peserta didik, antara lain dengan mengumumkan hasil

prestasi, mengajak peserta didik yang lain memberikan selamat

atau tepuk tangan, memajang hasil karyanya di kelas atau bentuk

penghargaan lainnya.

e. Adanya konsistensi dalam penerapan aturan atau perlakuan oleh

guru di dalam proses belajar mengajar.

Perlu diingat bahwa bila terjadi kesalahan dalam hal perlakuan oleh

guru di dalam pengelolaan kelas pada waktu yang lalu maka hal itu

berpengaruh negatif terhadap kegiatan selanjutnya. Penerapan

peraturan yang tidak konsisten, tidak adil, atau kesalahan

perlakuan yang lain akan menimbulkan kekecewaan dari para

peserta didik, dan hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat

keaktifan belajar peserta didik. Karena itu di dalam memberikan

sanksi harus sesuai dengan ketentuannya, memberi nilai sesuai

kriteria, dan memberi pujian tidak pilih kasih.

f. Adanya pemberian “penguatan” dalam proses belajar-mengajar.

Penguatan adalah pemberian respon dalam interaksi belajar-

mengajar baik berupa pujian maupun sanksi. Pemberian

penguatan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan keaktifan

belajar dan mencegah berulangnya kesalahan dari peserta didik.

Penguatan yang sifatnya positif dapat dilakukan dengan kata-kata;

bagus! baik!, betul!, hebat! Namun semua itu tidak disajikan dengan

cara berpura-pura tetapi harus tulus dari nurani guru. Dan

sebagainya, atau dapat juga dengan gerak; acungan jempol, tepuk

206
tangan, menepuk-nepuk bahu, menjabat tangan dan lain-lain. Ada

pula dengan cara memberi hadiah seperti hadiah buku, benda

kenangan atau diberi hadiah khusus berupa; boleh pulang duluan

atau pemberian perlakuan menyenangkan lainnya.

g. Jenis kegiatan Pembelajaran menarik atau menyenangkan dan

menantang

Agar peserta didik dapat tetap aktif dalam mengikuti kegiatan atau

melaksanakan tugas pemebelajaran perlu dipilih jenis kegiatan

atau tugas yang sifatnya menarik atau menyenangkan bagi peserta

didik di samping juga bersifat menantang. Pelaksanaan kegiatan

hendaknya bervariasi, tidak selalu harus di dalam kelas, diberikan

tugas yang dikerjakan di luar kelas seperti di perpustakaan, dan

lain-lain. Penerapan model “belajar sambil bekerja” (learning by

doing) sangat dianjurkan, di jenjang sekolah dasar antara lain

dilakukan belajar sambil bernyanyi atau belajar sambil bermain.

Untuk lebih mengaktifkan peserta didik secara merata dapat

diterapkan pemberian tugas pembelajaran secara individu atau

kelompok belajar (group learning) yang didukung adanya

fasilitas/sumber belajar yang cukup. Sekiranya tersedia dianjurkan

penggunaan media pembelajaran sehingga pelaksanaan

pembelajaran dapat lebih efektif.

h. Penilaian hasil belajar dilakukan serius, obyektif, teliti dan terbuka

Penilaian hasil belajar yang tidak serius akan sangat

mengecewakan peserta didik, dan hal itu akan memperlemah

207
semangat belajar. Karena itu, agar kegiatan penilaian ini dapat

membangun semangat belajar para peserta didik maka hendaknya

dilakukan serius, sesuai dengan ketentuannya, jangan sampai

terjadi manipulasi, sehingga hasilnya dapat obyektif. Hasil

penilaiannya diumumkan secara terbuka atau yang lebih baik

dibuatkan daftar kemajuan hasil belajar yang ditempel di kelas. Dari

daftar kemajuan belajar tersebut setiap peserta didik dapat melihat

prestasi mereka masing-masing tahap per tahap.

Jika siswa belum biasa bekerja efektif dalam kelompok, maka guru

boleh menetapkan tugas masing-masing anggota kelompok dengan

mempertim-bangkan beberapa hal seperti :

Kelompok itu kecil (dua sampai tiga siswa) dan guru menetapkan

anggota kelompok tugas itu dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat

saja tugas itu sederhana perintah-perintah jelas dan diberikan selangkah-

demi-selangkah guru perlu menyediakan sumber belajar guru

menerangkan dengan jelas peran setiap siswa di dalam kelompok penilaian

bersifat informal dan guru perlu membahas dan mendiskusikan tugas itu

dengan siswa

Hal penting dari tugas ini adalah belajar bekerjasama. Untuk siswa-

siswa yang sudah lebih berpengalaman bekerja dengan cara ini, guru dapat

menetapkan tugas dan karakteristik kelompok yang lebih tinggi/ komplek

seperti :

a. Kelompok dapat lebih besar dan kadang-kadang siswa boleh

memilih siapa anggota kelompoknya.

208
b. Tugas dapat ditambahkan lebih banyak, tetapi dengan batas waktu

yang jelas dan ditetapkan oleh guru

c. Tugas dapat dibagi dalam bagian-bagian atau merupakan suatu

pilihan dari sejumlah pilihan yang ditetapkan guru

d. Beberapa perintah/instruksi pengerjaan tugas membolehkan siswa

untuk memberikan saran, misalnya dalam pendekatan, memilih

metode eksperimen, atau memutuskan bentuk produk pekerjaan

yang akan mereka hasilkan

e. Beberapa sumber belajar dapat dipilih oleh siswa dan peran siswa

dalam kelompok dapat beragam dan beberapa keputusan tentang

peran ini dapat dibuat oleh siswa-siswa

Penilaian dapat dibicarakan dengan siswa melalui diskusi informal

dengan kriteria terstruktur formal, serta penilaian individual atau kelompok

dapat dilakukan kondisi ini, keterampilan bekerjasama turut dikembangkan.

Kalau kemandirian siswa/ kelompok mulai tampak, tugas dapat ditingkatkan

menjadi tugas-tugas yang lebih luwes, yang mulai melimpahkan sebagian

tugas dan penyelesaiannya kepada siswa/ kelompok. Dengan cara seperti

ini, siswa akan terdorong untuk melakukan kegiatan lebih mandiri yang

dicirikan dengan beberapa hal antara lain;

Mereka memutuskan jumlah dan anggota kelompok tugas dapat

tersebar untuk masa yang panjang atau lama melalui siswa-siswa

berunding dengan guru membahas jumlah waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan tugas- tugas mungkin rumit, para siswa perlu memilah-

milah perincian setepatnya dari beberapa bagian pekerjaan

209
Ada bebarapa perilaku guru yang disarankan untuk

diimplementasikan agar pengajaran yang efektif bisa terwujud, dan bisa

memancing apersepsi anak didik, perilaku tersebut adalah:

a. Menggunakan suatu system aturan tertentu dalam menghadapi

hal-hal atau prosedur tertentu.

b. Mencegah agar perilaku siswa yang salah tidak berketerusan.

c. Mengarahkan tindakan dengan disiplin secara tepat.

d. Bergerak ke seluruh ruang kelas untuk mengamati siswa.

e. Situasi-situasi yang menggangu diatasi dengan cara-carayang

bijaksana (dengan cara-cara non verbal, isyarat, pesan-pesan,

kedekatan, kontak mata, dan lain-lain).

f. Memberikan tugas-tugas yang menarik minat siswa, terutama

apabila mereka bekerja secara bebas.

g. Menggunakan cara yang memungkinkan siswa melaksanakan

tugas-tugas belajar dengan arahan seminimal mungkin.

h. Memanfaatkan waktu pembelajaran sebaik mungkin dan siswa

harus terlibat aktif dan produktif dalam melaksanakan tugas-tugas

pembelajaran.

i. Menggunakan cara-cara tertentu untuk mendapatkan perhatian

siswa.

j. Tidak memulai berbicara kepada kepada kelas sebelum semua

siswa memeberikan perhatian.

k. Menggunakan suatu system pemeriksaan tugas-tugas.

210
l. Menghubungkan bahan yang diajarkan dengan aktifitas yang harus

dilakukan siswa.

m. Menggunakan teknik-teknik yang memberikan kemudahan

perpindahan secara beragsur dari aktifitas yang konkret ke yang

lebih abstrak.

n. Menggunakan campuran pertanyaan dari peringkat yang rendah

dan tinggi.

o. Menyadari apa yang sedang berlangsung di dalam kelas.

p. Dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran.

q. Menunjukkan sikap memelihara, menerima, dan menghargai anak.

r. Memberikan respon yang memdai terhadap makna, perasaan, dan

penggalaman peserta didik.

s. Mengarahkan pertanyaan kepada banyak siswa yang berbeda-

beda, dan bukan hanya kepada siswa tertentu.

t. Menggunakan berbagai teknik untuk membantu siswa dalam

memperbaiki respons yang keliru atau salah.

u. Memberikan penghargaan dan ganjaran untuk memotivasi siswa.

v. Menggunakan kritik yang halus dalam mengomunikasikan harapan

kepada siswa yang lebih pandai.

w. Menerima insiatif siswa yang disampaikan melalui pertanyaan,

bahasan, atau saran-saran. (Surya: 1997: 144-115).

D. Profil Pelajaran

211
Profil Pendidikan Kewarganegaraan SD sebagai Pendidikan Nilai Dan

Moral (Pkn Sebelum & Setelah Kurikulum 1994)

Dalam perkembangannya, Pendidikan Kewarganegaraan telah

mengalami beberapa kali perubahan istilah dimana perubahan tersebut

bertujuan untuk memperbaiki isi dan tujuan dari Pendidikan

Kewarganegaraan itu sendiri. Pada awalnya Pendidikan Kewarganegaraan

pernah muncul dalam kurikulum SMP/SMA tahun 1956 dengan istilah

Kewarganegaraan yang merupakan bagian dari mata pelajaran Tata

Negara. Kemudian terus mengalami perubahan hingga pada tahun 2003,

semua tingkat pendidikan menggunakan nama dan kurikulum yang bary

berubah menjadi pendidikan Kewarganegaraan hingga saat ini.

Pendidikan Kewarganegaraan Sebelum Kurikulum 1994

1. Tahun 1956 Kewarganegaraan membahas cara memperoleh dan

kehilangan kewarganegaraan

2. Tahun 1962 Kewarganegaraan Membahas tentang Pemerintahan

Indoesia Berdasarkan Undang-undang dasar 1945.

3. Tahun 1968

SD Sejarah serta geografi Indonesia dan Civics

SMP Sejarah Indonesia dan Konstitusi termasuk Undang-undang Dasar

1945

SMA Pasal-pasal Undang-undang Dasar 1945 tentang tatanegara,

sejarah, geografi dan ekonomi

Pendidikan Kewarganegaraan pada Masa dan Setelah Kurikulum 1994

212
1. Tahun 1994 Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan materi

pembelajarannya berdasarkan butir-butir setiap sila Pancasila.

2. Tahun 2004 Pendidikan Kewarganegaraan diberlakukan kurikulum

berbasis kompetensi

3. Tahun 2006 Pendidikan Kewarganegaraan diberlakukan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

4. Tahun 2013 Pendidikan Kewarganegaraan diberlakukan kerangka

Kualifikasi Nasional Indonesia Kurikulum 2013 (KKNI-K13)

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu bidang kajian ilmiah

dan program pendidikan demokrasi di sekolah melalui

1. Civic Intellegence

2. Civic Responbility

3. Civic Partisipation

Dengan Kompetensi penguasaan bahan ajar pendidikan

kewarganegaraan mencakup aspek :

1. Civic Knowledge

2. Civic Skills

3. Civic Ethic

E. Kursus pembelajaran / formulir evaluasi guru

Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan

oleh seorang guru atau dosen dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi

adalah suatu proses mengukur dan menilai (Uno, 2006). Sedangkan Bloom

dalam Daryanto (2007) mengungkapkan bahwa evaluasi sebagaimana

dapat dilihat adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk

213
menetapkan apakah dalam keyataan terdapat perubahan dalam diri siswa

dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam diri siswa.4

Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk

mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan

hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu

kesimpulan.Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau

keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk

pengambilan keputusan Sesuai pendapat Grondlund dan Linn (1990)

mengatakan bahwa evaluasi pembelajran adalah suatu proses

mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras

sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan

pembelajaran.

Untuk memeperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi

dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu

proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau

gejala berdasarkan atura-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan

yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation)

kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.

Evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan

menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam

pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi

dalam bidang pembelajaran. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk

menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf

4Https://Pengetahuanolahraga.Wordpress.Com/2011/07/16/Evaluasi-Proses-
Pembelajaran/

214
kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan

pengajaran guru. Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran

dan penilaian. Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran

dibedakan atas evaluasi diagnostik, selektif, penempatan, formatif dan

sumatif. Bila ditinjau dari sasarannya, evaluasi pembelajaran dapat

dibedakan atas evaluasi konteks, input, proses, hasil dan outcom. Proses

evaluasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan,

pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan.

Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan

oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian,

guruakan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat

khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta

didik. Adapun langkah-langkah pokok dalam penilaian secara umum terdiri

dari:

1. perencanaan,

2. pengumpulan data,

3. verifikasi data,

4. analisis data, dan

5. interpretasi data.

Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan,

bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang

telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar

(learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana

tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai.

215
Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan

pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai

Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Dalam konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki beberapa

tujuan, antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti

kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

2. Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran.

3. Untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya.

4. Untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan

siswa dalam rangka perbaikan.

Selain fungsi di atas, penilaian juga dapat berfungsi sebagai alat

seleksi, penempatan, dan diagnostik,guna mengetahui keberhasilan suatu

proses dan hasil pembelajaran. Penjelasan dari setiap fungsi tersebut

adalah:

a. Fungsi seleksi. Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk

keperluan seleksi, yaitu menyeleksi calon peserta suatu lembaga

pendidikan/kursus berdasarkan kriteria tertentu.

b. Fungsi Penempatan. Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk

keperluan penempatan agar setiap orang (peserta pendidikan)

mengikuti pendidikan pada jenis dan/atau jenjang pendidikan yang

sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing.

c. Fungsi Diagnostik. Evaluasi diagnostik berfungsi atau dilaksanakan

untuk mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami peserta didik,

216
menentukan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan

belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesulitan belajar tersebut.

Teknik Penilaian Proses dan Hasil Belajar

Untuk keperluan evaluasi diperlukan alat evaluasi yang bermacam-

macam, seperti kuesioner, tes, skala, format observasi, dan lain-lain. Dari

sekian banyak alat evaluasi, secara umum dapat dikelompokkan menjadi

dua, yakni alat tes dan nontes. Khusus untuk evaluasi hasil pembelajaran

alat evaluasi yang paling banyak digunakan adalah tes. Oleh karena itu,

pembahasan evaluasi hasil pembelajaran dengan lebih menekankan pada

pemberian nilai terhadap skor hasil tes, juga secara khusus akan

membahas pengembangan tes untuk meningkatkan validitas dan

reliabilitas tes sebagai alat evaluasi.

1. Teknik Tes

Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum”

artinyapiring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah

serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan

untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan,

kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh sesesorang atau

kelompok.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa tes

merupakan alat ukur yang berbentuk pertanyaan atau latihan,

dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada

seseorang atau sekelompok orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk

pertanyaan, maka tes harus dapat memberikan informasi mengenai

217
pengetahuan dan kemampuan obyek yang diukur. Sedangkan

sebagai alat ukur berupa latihan, maka tes harus dapat

mengungkap keterampilan dan bakat seseorang atau sekelompok

orang.

Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat

digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan

keadaan psikis atau tingkah laku individu.Dengan demikian berarti

sudah dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi yang

tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak diukur baik berupa

psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat membandingkan

antara seseorang dengan orang lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau alat untuk

mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau

serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau

sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah

laku atau prestasi siswa tersebut. Prestasi atau tingkah laku

tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan intruksional

pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat

materi yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat

pula menunjukkan kedudukan siswa yang bersangkutan dalam

kelompoknya.

Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil

belajar, tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu:

218
a. Untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi

atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu.

b. Untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam

kelompok, tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan

pembelajaran tertentu.

Fungsi

a. lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan program

pembelajaran, sedang fungsi

b. lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-

masing individu peserta tes.

Tes Menurut Tujuannya

Dilihat dari segi tujuannya dalam bidang pendidikan, tes dapat dibagi

menjadi:

a. Tes Kecepatan (Speed Test)

Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes (testi) dalam hal

kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat

spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata

pelajaan yang telah dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk

menjawab atau menyelesaikan seluruh materi tes ini relatif singkat

dibandingkan dengan tes lainnya, sebab yang lebih diutamakan

adalah waktu yang minimal dan dapat mengerjakan tes itu

sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan

tepat penyelesaiannya.Tes yang termasuk kategori tes kecepatan

219
misalnya tes intelegensi, dan tes ketrampilan bongkar pasang suatu

alat.

b. Tes Kemampuan (Power Test)

Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes dalam

mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan

tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan.

Kemampuan yang dievaluasi bisa berupa kognitif maupun

psikomotorik. Soal-soal biasanya relatif sukar menyangkut

berbagai konsep dan pemecahan masalah dan menuntut peserta

tes untuk mencurahkan segala kemampuannya baik analisis,

sintesis dan evaluasi.

c. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)

Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi hal yang telah diperoleh

dalam suatu kegiatan. Tes Hasil Belajar (THB), baik itu tes harian

(formatif) maupun tes akhir semester (sumatif) bertujuan untuk

mengevaluasi hasil belajar setelah mengikuti kegiatan

pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu. Makalah ini akan

lebih banyak memberikan penekanan pada tes hasil belajar ini.

d. Tes Kemajuan Belajar ( Gains/Achievement Test)

Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan adalah tes

untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan

kondisi akhir testi setelah pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi

awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir testi digunakan post-

tes.

220
e. Tes Diagnostik (Diagnostic Test)

Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mendiagnosis

atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran dalam belajar,

mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesukaran

belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesukaran atau kesulitan

belajar tersebut.

f. Tes Formatif

Tes formatif adalah penggunaan tes hasil belajar untuk mengetahui

sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam

suatu program pembelajaran tertentu.

g. Tes Sumatif

Istilah sumatif berasal dari kata “sum” yang berarti jumlah. Dengan

demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui

penguasaan siswa dalam sekumpulan materi pelajaran (pokok

bahasan) yang telah dipelajari.

Bentuk Tes

Dilihat dari jawaban siswa yang dituntut dalam menjawab atau

memecahkan persoalan yang dihadapinya, maka tes hasil belajar dapat

dibagi menjadi 3 jenis :

a. Tes lisan (oral test)

b. Tes tertulis (written test)

c. Tes tindakan atau perbuatan (performance test)

221
Penggunaan setiap jenis tes tersebut seyogyanya disesuaikan

dengan kawasan (domain) perilaku siswa yang hendak diukur. Misalnya tes

tertulis atau tes lisan dapat digunakan untuk mengukur kawasan kognitif,

sedangkan kawasan psikomotorik cocok dan tepat apabila diukur dengan

tes tindakan, dan kawasan afektif biasanya diukur dengan skala perilaku,

seperti skala sikap.

Pendekatan Acuan Dalam Evaluasi

Pendekatan merupakan sudut pandang seseorang dalam mempelajari

sesuatu. Dengan demikian pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang

seseorang dalam menelaah atau mempelajari evaluasi. Uno (2006)

menyatakan bahwa ada 2 (dua) jenis acuan penilaian dalam pengambilan

keputusan saat evaluasi yaitu:

1. Penilaian acuan patokan (PAP)

Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada apa yang dapat dilakukan

oleh peserta didik. Dengan kata lain, kemampuan-kemampuan apa

yang telah dicapai peserta didik sesudah menyelesaikan satu bagian

kecil dari suatu keseluruhan program. Jadi penilaian acuan patokan

meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh peserta didik dan bukan

membandingkan seseorang peserta didik dengan teman sekelasnya,

melainkan dengan suatu kriteria atau patokan yang spesifik. Kriteria yang

dimaksud adalah suatu tingkat pengalaman belajar yang diharapkan

tercapai sesudah selesai kegiatan beljar atau sejumlah kompetensi

dasar yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar

222
berlangsung (Arifin, 2009).

Tujuan dari PAP adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau

kompetensi yang ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. PAP

sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar

sebab peserta didik diusahakan untuk mencapai standar yang telah

ditentukan dan hasil belajar peserta didik dapat diketahui derajat

pencapaiannya.

Dengan menggunakan PAP kita akan melakukan pengambilan

keputusan yang mengacu pada nilai baku yang telah ditentukan terlebih

dahulu sebelum ujian. Nilai baku ini merupakan kriteria kelulusan. Nilai

baku tersebut dapat berupa persyaratan jumlah nilai misal ≥ 60 maka

mahasiswa yang memiliki nilai 60 atau lebih dinyatakan lulus. Dapat juga

nilai lulus tersebut berupa persyaratan jumlah sasaran belajar misalnya

5 sasaran belajar, yang artinya jika mahasiswa sudah mencapai 5

sasaran belajar berarti lulus. Dengan menggunakan PAP akan

memungkinkan mutu pendidikan dapat dipertahankan. Hanya siswa

yang dapat menyamai atau melampaui nilai baku yang dapat lulus.

Penilaian acuan norma (PAN)

Pada umumnya PAN dipergunakan untuk seleksi, disisi lain

penggunaan PAN merupakan cara pengambilan keputusan dengan

menggunakan norma kelas atau norma kelompok sebagai acuan

pengambilan keputusan.

Tujuan PAN adalah untuk membedakan peserta didik atas kelompok-

kelompok tingkat kemampuan, mulai dari yang terendah sampai yang

223
tertinggi. Adapun norma ini tidak dapat ditentukan sebelum ujian tetapi

justru setelah ujian ini terselenggara. Akan didapatkan kurva dengan rata-

rata sebagai nilai rata-rata kelas ditetapkan sebagai norma kelulusan.

Dengan PAN ini maka jumlah kelulusan akan menjadi tinggi karena

hasil tidak terikat pada nilai baku yang telah ditentukan terlebih dahulu.

Namun standar mutu pendidikan dengan demikian akan menurun.

Oleh sebab itu penggunaan PAN sulit untuk mengevaluasi standar mutu

pendidikan, disamping PAN kurang memacu mahasiswa untuk mencapai

prestasi tinggi. Oleh karena itu sebaiknnya PAN digunakan sebagai

diagnostik maupun seleksi karena lebih tepat menggambarkan kemampuan

umum mahasiswa dibandingkan dengan PAP.

F. Kritik kurikulum

Menurut Tracey Yani Harjatanaya, Dewan Pembina Yayasan

Perguruan Sultan Iskandar Muda (Kompas.com, 2 Mei 2012), sekurang-

kurangnya ada empat hal yang bisa diperbaiki guna meningkatkan kualitas

pendidikan Indonesia.5

Pertama, berhubungan dengan akses dan infrastruktur. Infrastruktur

yang dimaksud di sini tidak hanya mencakup sarana dan prasarana yang

ada di lingkungan sekolah. Dalam kaitan ini pemerintah harus dapat

menyediakan infrastruktur jalan dan transportasi yang memadai agar anak

dapat bersekolah dengan nyaman. Hal tersebut dapat terlihat pada kasus

anak-anak di Banten yang harus menantang maut menyeberangi jembatan

5Https://Www.Kompasiana.Com/Hitchiker_12324/54f36db97455137d2b6c74ae/Kritik-

Atas-Kebijakan-Dan-Kurikulum-Pendidikan-Nasional

224
yang runtuh di atas arus Sungai Ciberang yang deras agar bisa sekolah,

tak boleh lagi terjadi. UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara

mendapatkan pendidikan yang layak dan negara dalam hal ini berkewajiban

memenuhi hak itu.

Kedua, program pendidikan dasar gratis memang dari segi kuantitas

dapat dikatakan berhasil karena angka partisipasi siswa SD hampir

mencapai 100 persen, tetapi tidak dari segi kualitas. Badan Pusat Statistik

(2010) mencatat, 13 persen siswa SD tidak menyelesaikan pendidikan.

UNESCO, dalam Global Monitoring Report 2011 juga melaporkan, 80

persen dari murid kelas IV SD di Indonesia masih memiliki kemampuan

membaca di bawah standar internasional.

Ketiga, privatisasi dalam bidang pendidikan -walau diperlukan untuk

menunjang kinerja pemerintah- telah memperlebar jurang pencapaian

prestasi antara anak dari keluarga berkecukupan dan anak dari keluarga

tak mampu.Salah satu contoh dapat dilihat dari dominasi siswa/siswi dari

sekolah swasta yang meraih prestasi di ajang olimpiade ataupun kompetisi

bergengsi lain. Ketimpangan ini dapat terjadi karena sekolah swasta

dengan uang sekolah yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah

negeri, mempunyai anggaran lebih besar untuk terus memperbaharui

infrastruktur dan fasilitasnya. Sekolah swasta juga memiliki daya tarik lebih

kuat bagi calon guru dengan kompetensi yang tinggi. Selain gaji yang lebih

tinggi, lingkungan kerja pun lebih baik.

Keempat, mengacu pada ketiga hal di atas, dapat dipastikan

kesetaraan akan kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa/siswi di

225
seluruh pelosok Indonesia sulit tercapai. Padahal, pendidikan seyogianya

mempersiapkan siapa saja, baik yang terlahir di keluarga kaya maupun

miskin, untuk bisa mendapatkan kesejahteraan hidup.

Uraian dari Prof. Tilaar dan Tracey Yani di atas, cukup bisa

menggambarkan bahwa dalam menghadapi proses globalisasi dan efeknya

dalam perkembangan peradaban dunia, kita wajib mempersiapkan

masyarakat kita untuk mampu menghadapi situasi tersebut di saat sudah

benar-benar menerpa bangsa kita.

Caranya adalah dengan membangun pola pendidikan yang ideal

berdasarkan pada evaluasi menyeluruh terhadap struktur, pola dan teknis

pada kurikulum pendidikan nasional yang ada, kemudian membangun yang

baru, yang memang realistis untuk diterapkan dan bertujuan membangun

kompetensi rakyat Indonesia melalui pola pendidikan yang berkualitas

dalam rangka mencerdaskan bangsa ini agar mampu dan siap dalam

menghadapi proses globalisasi di segala bidang sambil tetap

mempertahankan kebudayaan asli bangsa ini.

Penerapan pendidikan gratis di daerah-daerah oleh Pemerintah

Daerah, seringkali menyesatkan, khususnya pada sekolah-sekolah negeri,

tanpa mempedulikan kualitas sekolah dan diimplementasikan sama rata.

Hal ini seringkali hanya dijadikan komoditas politik dalam membangun

popularitas dan kosmetik politik untuk meraih suara pada setiap kontestasi

politik memperebutkan kekuasaan. Ini sebetulnya justru memberikan rasa

ketidakadilan pada penerapannya. Bagaimana sekolah menjadi gratis

untuk setiap siswa, tanpa melihat latar belakang status sosial ekonomi

226
keluarga siswa, padahal biaya yang digunakan adalah anggaran Negara

yang sudah seharusnya digunakan secara tepat, yaitu subsidi hanya bagi

yang membutuhkan.

Penerapan sekolah gratis ini, selain hanya membebani anggaran

biaya pendidikan, yang sebetulnya bisa digunakan untuk membiayai

kegiatan yang lain, seperti membuat pelatihan untuk meningkatkan

kompetensi guru misalnya, juga memuat sekolah akhirnya memiliki

ketergantungan yang tinggi pada anggaran Negara dan tidak mampu

menarik iuran dari masyarakat untuk menerapkan program-program

mandiri yang dianggap perlu, guna meningkatkan kualitas sekolahnya

sendiri.

Kemudian lagi, banyak terjadi praktek-praktek yang tidak sehat dalam

memilih sekolah, khususnya pada siswa yang memiliki latar belakang

keluarga yang kaya ataupun orang tua yang pejabat, akhirnya

mendapatkan kesempatan untuk memasuki sekolah-sekolah yang favorit

yang sudah dikenal memiliki kualitas pola pendidikan yang bagus. Dan

pada akhirnya, menutup kesempatan bagi siswa yang sebetulnya memiliki

tingkat kompetensi yang tinggi serta bakat minat yang memadai untuk bisa

mendapatkan kualitas pendidikan yang baik di sekolah-sekolah favorit.

Ada pula dogma yang terlanjur mengakar pada masyarakat Indonesia,

yaitu akan menjadi apa setelah sekolah, yang juga pada akhirnya

mempengaruhi pola kurikulum. Tren masyarakat dan dunia kerja yang

menekankan pencapaian akademis, membuat persekolahan yang

bertumpu pada ekonomi pasar secara tidak langsung berperan

227
memperuncing ketidaksetaraan ekonomi-sosial yang ada. Meminjam

rumusan Pierre Bourdieu, anak dari keluarga kaya punya tendensi untuk

bertahan di piramida sosial atas, karena mereka ditunjang budaya keluarga

yang sejalan dengan budaya dominan, yaitu materi dan jaringan yang tidak

dimiliki anak yang terlahir di keluarga miskin.

Namun begitu, walaupun masih banyak kendala dan tantangan besar

dalam dunia pendidikan Indonesia, bukan berarti tidak dapat dibenahi.

Bantuan pendidikan, seperti bantuan operasional sekolah dan anggaran

pendidikan yang mencapai 20 persen dari total APBN/APBD, serta klaim

bahwa kurikulum 2013 adalah merupakan hasil evaluasi dari kurikulum

2006, bisa menjadi awal yang baik. Namun, tanpa arah yang jelas,

komitmen dan konsistensi dalam penerapannya dari semua pihak, masalah

yang dipaparkan di atas tak akan pernah terselesaikan.

Pola kurikulum pendidikan nasional yang menjadikan siswa didik

menjadi obyek sekaligus subyek pendidikan, yang menekankan pada

penilaian dan assessment menyeluruh di tingkat individual, sebagai hasil

dari evaluasi kompetensi siswa didik dan peningkatan kompetensi guru

dalam melakukan implementasi kurikulum, serta penekanan pada aspek

psikologis dan tugas perkembangan siswa sebagai pendukung utama

pencapaian akademis, menjadikan kurikulum pendidikan nasional menjadi

lebih fokus dan tajam dalam menghasilkan pendidikan bermutu bagi setiap

anak. Dan hal itu haruslah terimplementasi tanpa melihat latar belakang

sosial dan ekonomi, harus berlandaskan pada nilai demokrasi,

228
kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan sehingga bisa menjadi solusi yang

tepat bagi perbaikan dan masa depan bangsa yang lebih

G. Evaluasi Wacana

Instrumen yang diperlukan dalam PTK haruslah sejalan dengan

prosedur dan langkah-langkah PTK. Menurut Herawati Susilo dan Kisyani

Laksono (2008) instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat

keberhasilan tindakan dapat dipahami dari dua sisi, yakni sisi proses

pengamatan, dan sisi hal yang diamati. Dari sisi proses – bagan alir,

instrumen dalam PTK harus dapat menjangkau masalah yang berkaitan

dengan input (kondisi awal), proses (saat berlangsung), dan output

(hasil). 6

Instrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi

akar masalah beserta pendukungnya. Misalnya, jika akar masalah adalah

kemampuan awal siswa dianggap kurang; dalam hal ini tes kemampuan

awal dapat menjadi instrumen yang tepat.

Instrumen yang digunakan pada saat proses pembelajaran

berlangsung berkaitan erat dengan tindakan yang dipilih. Dalam tahap ini

banyak format yang tersedia, akan tetapi format yang digunakan

hendaknya sesuai dengan tindakan yang dipilih.

Instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi pencapaian

hasil berdasarkan kriteria dan atau indikator yang telah ditetapkan.

Misalnya, nilai 75 ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan, maka

6Https://Www.Researchgate.Net/Publication/324029673_Penelitian_Tindakan_Kelas_Ap

a_Dan_Bagaimana_Melaksanakannya

229
pencapaian hasil yang sampai pada angka 75 perlu untuk dilakukan

tindakan lagi –ada siklus berikutnya.

Selain dari sisi proses, instrumen PTK dapat pula dipahami dari

sisi hal yang diamati. Menurut Reed dan Bergermann (1992), ditinjau

dari hal yang diamati, instrumen dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis,

yaitu:

1. Instrumen untuk mengamati guru (observing teachers),

2. Instrumen untuk mengamati kelas (observing classroom), dan

3. Instrumen untuk mengamati perilaku siswa (observing students).

Instrumen yang digunakan untuk mengamati guru merupakan alat

yang terbukti efektif untuk mempelajari metode dan strategi yang

diimplementasikan guru di kelas, misalnya

a. pengelolaan kelas,

b. kemampuan guru menerapkan metode pembelajaran tertentu,

atau keterampilan mengajar lainnya, yang memuat secara rinci

peristiwa yang terjadi di kelas berdasarkan sekuensi (urutan

kronologis) mulai dari membuka pelajaran, menjelaskan,

melakukan variasi, mengajukan pertanyaan, sampai pada kegiatan

menutup pelajaran.

Instrumen untuk mengamati kelas sangat bermanfaat karena dapat

mengungkapkan praktik-praktik pembelajaran yang menarik dalam kelas.

Di samping itu, pengamatan ini juga dapat menunjukkan strategi yang

digunakan guru dalam menangani hambatan dan kendala pembelajaran

yang terjadi.

230
Catatan kelas meliputi deskripsi tentang lingkungan fisik kelas, tata

letak, dan manajemen kelas. Instrumen untuk siswa digunakan untuk

mengamati perilaku siswa secara individual atau berkelompok sebelum,

saat berlangsung, dan setelah selesai pembelajaran. Perubahan setiap

individu diamati dalam durasi waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan

tindakan, pada saat implementasi tindakan, dan setelah tindakan.

231
BAB 8

PENYUSUNAN PROPOSAL DAN CONTOH HASIL


PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Proposal Penelitian Tindakan Kelas

Melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran merupakan salah satu tuntutan kompetensi guru, oleh karena itu

siapapun guru dan calon guru dituntut mampu melakukan penelitian tindakan kelas

untuk peningkatan keprofesionalan mereka. Slameto (2015) menjelaskan dalam

penyusunan usulan penelitian atau proposal penelitian perlu dilakukan beberapa

kegiatan pokok, yaitu; (1) mendeskripsikan dan menemukan masalah dengan

berbagai metode atau cara, (2) menentukan cara pemecahan masalah dengan

pendekatan, strategi, media, atau kiat tertentu, (3) memilih dan merumuskan masalah

baik berupa pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan masalah dan cara

pemecahannya, (4) menetapkan tujuan pelaksanaan PTK sesuai dengan masalah

yang ditetapkan, (5) memilih dan menyusun persfektif, konsep, dan perbandingan

yang akan mendukung dan melandasi pelaksanaan PTK, (6) menyusun siklus yang

berisi rencana-rencana tindakan yang diyakini dapat memecahkan masalah-masalah

yang telah dirumuskan, (7) menetapkan cara mengumpulkan data sekaligus

menyusun instrumen yang diperlukan untuk menjaring data, (8) menetapkan dan

menyusun cara-cara analisis data.

Bagian pokok proposal terdiri dari 3 yaitu: (1) pendahuluan: latar belakang,

rumusan masalah dan pemecahannya, tujuan dan manfaat penelitian; (2) kajian

pustaka: kajian teori, kajian hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesis,

dan (3) rencana penelitian: setting dan subyek penelitian, prosedur PTK, pengumpulan

dan analisis data.

232
1). Pendahuluan

Pendahuluan proposal penelitian berisi latar belakang permasalahan,

permasalahan penelitian, cara pemecahan masalah, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian.

a. Latar Belakang Masalah

Dalam latar belakang permasalahan diuraikan urgensi penanganan

permasalahan yang diajukan itu melalui PTK. Untuk itu, harus ditunjukkan fakta – fakta

yang mendukung, baik yang berasal dari pengamatan guru selama ini maupun dari

kajian pustaka. Dukungan beberapa hasil penelitian–penelitian terdahulu akan lebih

mengokohkan argumentasi mengenai urgensi serta signifikansi permasalahan yang

akan ditangani melalui PTK yang diusulkan.

Menuliskan kenyataan yang ada (kondisi awal). Kondisi awal sesuai dengan

permasalahan yang diteliti, Contoh: ”Permasalahan pokok, misalnya hasil belajar

matematika bagi peserta didik kelas V rendah” diuraikan berdasarkan fakta rendahnya

itu dibuktikan dari mana, berapa rata-rata nilai ulangan harian, berapa banyak peserta

didik yang belum tuntas, ’siapa” saja yang belum tuntas, dan sebagainya (sesuai data

riel dari SD tersebut). Kemudian menetapkan masalah pokok yaitu yang mengandung

kondisi awal dari subyek yang diteliti. Selain itu menuliskan masalah lain yaitu masalah

yang mengandung kondisi awal permasalahan yang menyelimuti guru sebagai

peneliti: misalnya selama ini belum memanfaatkan alat peraga tertentu dalam

pembelajaran matematika; berdasarkan fakta bila belum menggunakan alat peraga,

menggunakan cara apa.

Menuliskan harapan yang dituju (kondisi akhir), yaitu kondisi setelah dilakukan

penelitian. Harapan yang dituju (kondisi akhir) dapat berupa kondisi akhir yang diteliti

atau bagi subyek penelitian (peserta didik/guru/kepsek), maupun kondisi akhir peneliti.

233
Kondisi akhir yang diteliti (peserta didik), misalnya meningkatnya hasil belajar

matematika pada operasi hitung bilangan pecahan. Berapa nilai rata-rata ulangan

harian yang diharapkan setelah penelitian, mengapa perlu ditingkatkan. Kondisi akhir

peneliti (guru), misalnya memperbaiki proses pembelajaran dengan memanfaatkan

penggunaan alat peraga tertentu.

b. Permasalahan Penelitian

Menulis masalah yaitu kesenjangan antara kenyataan dan harapan;

Kesenjangan yang dimaksud adalah (1) kesenjangan antara kondisi awal dan kondisi

akhir masalah pokok dari subyek penelitian. (2) kesenjangan antara kondisi awal dan

kondisi akhir masalah lain dari peneliti. Menulis masalah yang dihadapi yaitu adanya

kesenjangan antara harapan (kondisi akhir) dengan kenyataan (kondisi awal):

Masalah yang diteliti, nilai ulangan kenyataan (kondisi awal)-nya masih rendah,

harapan (kondisi akhir)-nya meningkat; Masalah peneliti, kondisi awal

pembelajarannya belum memanfaatkan alat peraga, harapan (kondisi akhir)-nya

menggunakan alat peraga.

Permasalahan yang diusulkan untuk ditangani melalui PTK itu dijabarkan

secara lebih rinci dalam bagian ini. Masalah hendaknya benar-benar di angkat dari

masalah keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui

PTK. Sebaliknya permasalahan yang dimaksud seyogyanya bukan permasalahan

yang secara teknis metodologi di luar jangkauan PTK. Uraian permasalahan yang ada

hendaknya didahului oleh identifikasi masalah, yang dilanjutkan dengan analisis

masalah serta diikuti dengan refleksi awal sehingga gambaran permasalahan yang

perlu di tangani itu nampak menjadi perumusan masalah tersebut. Dalam bagian ini

dikunci dengan perumusan masalah tersebut.

234
c. Cara Pemecahan Masalah

Dalam bagian ini dikemukakan cara yang diajukan untuk memecahkan masalah

yang dihadapi. Alternatif pemecahan yang diajukan hendaknya mempunyai landasan

konseptual yang mantap yang bertolak dari hasil analisis masalah. Di samping itu, juga

harus terbayangkan kemungkinan kemanfaatan hasil pemecahan masalah dalam

rangka pembenahan dan peningkatan implementasi program pembelajaran berbagai

program sekolah lainnya. Selain itu harus dicermati artikulasi kemanfaatan PTK

berbeda dari kemanfaatan penelitian formal.

Menulis cara pemecahan masalah, perlu adanya: identifikasi masalah,

pembatasan masalah dan perlu adanya solusi. Pada saat melakukan identifikasi

masalah, guru sudah harus mengkaji berbagai literatur yang relevan. Identifikasi

Masalah pada umumnya berupa pertanyaan, banyaknya pertanyaan selalu lebih dari

satu sehingga banyaknya pertanyaan lebih banyak dari banyaknya rumusan masalah.

Penggunaan kalimat tanya dimulai dari yang komplek (holistik) sampai yang spesifik

(atomistik). Kalimat tanya tersebut tidak harus dijawab, karena hanya sebagai

identifikasi masalah; Kalimat tanya tersebut harus mengacu/ mengandung variabel

pada masalah pokok (Y).

Pembatasan Masalah diperlukan adanya pembatasan masalah agar penelitian

lebih terfokus; Langkah awal, membatasi banyaknya variabel yang diteliti, variabel apa

saja. Membatasi atau menjelaskan variabel terikat, misalnya untuk peserta didik mana,

kelas berapa, semester kapan, tahun kapan, materi apa dan sebagainya. Membatasi

atau menjelaskan variabel bebas (X), misalnya, alat peraganya apa, apa yang

dilakukan, siapa yang melakukan, kapan tindakan itu akan dilakukan.

235
d. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dikembangkan dari identifikasi dan pembatasan masalah,

umumnya berbentuk kalimat tanya. Kalimat tanya pada rumusan masalah lebih terinci

karena telah melalui identifikasi dan pembatasan masalah. kalimat tanya yang

diajukan mengacu ke variabel pada masalah pokok (Y) dan variabel pada masalah

lain yang diteliti (X). Kalimat tanya pada rumusan masalah kelak harus terjawab

setelah pelaksanaan tindakan. Kualitas penelitian sangat dipengaruhi oleh kualitas

jawaban bukan hanya banyaknya rumusan masalah. Rumusan masalah akan dipakai

sebagai dasar untuk penentuan teori yang akan digunakan; Selain itu juga sebagai

arah dalam menentukan judul penelitian, sebagai arah dalam menentukan metode

penelitian dan sebagai arah dalam menentukan jenis penelitian.

e. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan PTK hendaknya dirumuskan secara jelas.paparkan sasaran antara dan

akhir tindakan perbaikan perumusan tujuan harus konsisten dengan hakekat

permasalahan yang dikemukakan dalam bagian–bagian sebelumnya. Dengan

sendirinya, artikulasi tujuan PTK berbeda dari tujuan formal. Sebagai contoh dapat

dikemukakan PTK di bidang IPA yang bertujuan meningkatkan prestasi peserta didik

dalam mata pelajaran IPA melalaui penerapan strategi PBM yang baru, pemanfaatan

lingkungan sebagai sumber belajar mengajar dan sebagainya. Pengujian atau

pengembangan strategi PBM baru bukan merupakan rumusan tujuan PTK.

Selanjutnya ketercapaian tujuan hendaknya dapat diverfikasi secara obyektif.Syukur

apabila juga dapat dikuantifikasikan.

Di samping tujuan PTK, juga perlu diuraikan kemungkinan kemanfaatan

penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan–

keuntungan yang dijanjikan, khususnya bagi peserta didik sebagai pewaris langsung

236
(direct beneficiaries) hasil PTK di samping bagi guru pelaksana PTK, bagi rekan-rekan

guru lainnya serta mungkin bagi para dosen LPTK sebagai pendidik guru. Berbeda

dari konteks penelitian formal, kemanfaatan bagi pengembangan ilmu, teknologi dan

seni tidak merupakan prioritas dalam konteks PTK, meskipun kemungkinan

kehadirannya tidak ditolak.

2). Kajian Pustaka

Pada bagian ini berisi kajian teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir

dan hipotesis tindakan. Uraikan dengan jelas kajian teori dan pustaka yang

menumbuhkan gagasan yang mendasari rancangan penelitian tindakan. Kemukakan

juga teori, temuan dan bahan penelitian lain yang mendukung pilihan tindakan untuk

mengatasi permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini digunakan untuk menyusun

kerangka berpikir atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian

akhir dapat dikemukakan hipotesis tindakan yang menggambarkan indikator

keberhasilan tindakan yang diharapkan/diantisipasi.

a. Kajian Teori

Pada kajian teori dipaparkan landasan substantive dalam arti teoritik atau

metodologi yang dipergunakan peneliti dalam menentukan alternatif yang akan

diimplementasikan. Tinjauan pustaka berisi falsafah dasar, teori, dan konsep yang

sangat erat kaitannya dengan scope penelitian yang akan didilakukan. Teori-teori yang

diambil harus relevan dengan: (1) permasalahan dilihat dari isinya, dan (2) variabel

yang diteliti dilihat dari judul/sub judul yang ditulis pada kajian teori terutama variabel

tindakan (X) harus dijelaskan bukan hanya teori tentang apa dan mengapa penting,

tetapi bagaimana secara teoritis implementasi variabel X dalam pembelajaran.

Tinjauan pustaka diambil dari teori-teori yang terbaru dan dari berbagai aliran. Untuk

237
keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian baik pengalaman peneliti pelaku PTK

sendiri yang relevan maupun pelaku–pelaku PTK lain disamping terhadap teori–teori

yang lazim termuat dalam berbagai kepustakaan. Setelah itu dilanjutkan dengan

ulasan teoritik.

b. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang telah ada atau dilakukan sebelumnya, relevan dengan

permasalahan dan variabel yang diteliti perlu dikaji untuk menghindari duplikasi.

Penelitian yang relevan yang perlu dikaji baik yang dilakukan oleh peneliti sendiri

maupun oleh orang lain. Kajian ini menjadi dasar ulasan penelitian-penelitian empiris

yang berkaitan dengan teori yang digunakan sebagai landasan. Argumentasi logis dan

teoretik diperlukan bukan hanya untuk membuat ulasan, tetapi juga untuk menyusun

kerangka teori/konseptual. Dari sini akan nampak celah atau kesempatan yang

membedakan penelitian kita dan penelitian sebelumnya.

c. Kerangka Pikir

Dalam kerangka teori atau pikir, peubah dicantumkan sebatas yang diteliti dan

dapat dikutip dari dua atau lebih karya tulis. Kerangka teori sebaiknya menggunakan

acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dan acuan-acuan yang

berupa hasil penelitian terdahulu. Semakin banyak sumber bacaan, semakin baik,

dengan jumlah minimal 10 (sepuluh) sumber, baik dari teks book atau sumber lain

misalnya jurnal, artikel dari majalah, koran, internet dan lain-lain.

Kerangka pemikiran yang berisi penjelasan teoritik digunakan untuk

mendiagnosis masalah. Dari diagnosis ini, kemudian dilanjutkan dengan memodelkan

penelitian yang kita buat. Di sini terkandung teori dasar dan referensi penelitian

terdahulu. Kerangka pemikiran bisa juga dibantu dengan menampilkan bagan yang

238
akan membantu mempermudah pembaca mengetahui arah penelitian dan bagi

peneliti bisa sebagai petunjuk penguraian variabel dan indikator instrument penelitian.

Pada akhir kerangka teori penulis menyusun model teori dengan memberi

keterangan. Model teori dimaksud merupakan kerangka pemikiran penulis dalam

penelitian yang sedang dilakukan. Kerangka itu dapat berupa kerangka dari ahli yang

sudah ada, maupun kerangka yang berdasarkan teori-teori pendukung yang ada. Dari

kerangka teori yang sudah disajikan dalam sebuah skema, harus dijabarkan jika

dianggap perlu memberikan batasan-batasan, maka asumsi-asumsi harus

dicantumkan.

d. Hipotesis Penelitian

Hipotesis diturunkan dari kerangka pemikiran. Berdasarkan rumusan masalah

penelitian, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran, maka dapat diturunkan hipotesis

atau dugaan. Hipotesis berisi hipotesis tindakan, bukan hipotesis statistik maupun

hipotesis penelitian. Dengan demikian merupakan jawaban sementara berdasarkan

pada kajian teori dan kerangka berpikir. Selain itu hipotesis menjawab rumusan

masalah yang diajukan, dan merupakan hipotesis tindakan bukannya hipotesis

penelitian.

3). Rencana Penelitian

Pada rencana penelitian ini dipaparkan setting penelitian dan karakteristik

subjek penelitian, variabel yang akan diselidiki, rencana tindakan, data dan cara

pengumpulannya, indikator kinerja dan analisis data yang akan dilakukan.

a. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian

Pada bagian setting penelitian dan karakteristik subjek ini disebutkan di mana

penelitian tersebut akan dilakukan, di kelas berapa dan bagaimana karakteristik dari

239
kelas tersebut seperti komposisi peserta didik pria dan wanita, latar belakang sosial

ekonomi yang mungkin relevan dengan permasalahan, tingkat kemampuan dan lain

sebagainya. Aspek substantive permasalahan, juga dikemukakan pada bagian ini.

b. Variabel yang Akan Diteliti

Pada bagian variabel yang akan diselidiki ditentukan variabel-variabel

penelitian yang dijadikan titik-titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi.

Variabel tersebut dapat berupa (1) variabel input yang terkait dengan peserta didik,

guru, bahan pelajaran, sumber belajar, prosedur evaluasi, lingkungan belajar, dan lain

sebagainya; Namun dalam PTK, lazimnya variabel X yaitu tindakan guru merupakan

variabel (2) proses penyelenggaraan KBM seperti interaksi belajar-mengajar,

keterampilan bertanya, guru, gaya mengajar guru, cara belajar peserta didik,

implementasi berbagai metode mengajar di kelas yang inovatif, dan sebagainya, dan

(3) varaibel output (Y) seperti rasa keingintahuan peserta didik, kemampuan peserta

didik mengaplikasikan pengetahuan, motivasi peserta didik, hasil belajar peserta didik,

sikap terhadap pengalaman belajar yang telah digelar melalui tindakan perbaikan dan

sebagainya.

c. Rencana Tindakan

Pada bagian rencana tindakan ini digambarkan rencana tindakan yang akan

dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran, seperti:

a) Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK

yang diprakarsai seperti penetapan entry behavior. Pelacakan tes diagnostik

untuk menspesifikasi masalah. Pembuatan skenario pembelajaran dengan

minimal 4 kali pertemuan tatap muka (penyajian materi, penilaian hasil

belajar peserta didik, analisis hasil penilaian, dan tindak lanjut yang dapat

berupa pengajaran, remedial dan pengayaan), pengadaan alat–alat dalam

240
rangka implementasi PTK, dan lain–lain yang terkait bdengan pelaksanaan

tindakan perbaikan yang perlu ditetapkan sebelumnya. Disamping itu juga

diuraikan alternatif–alternatif solusi yang akan dicobakan dalam rangka

perbaikan masalah.

b) Implementasi tindakan yaitu skenario kerja tindakan perbaikan dan prosedur

tindakan yang akan diterapkan.

c) Observasi dan Interpretasi yaitu uraian tentang prosedur perekaman atau

observasi dan penafsiran data mengenai proses dan produk dari

implementasi tindakan perbaikan yang dirancang.

d) Analisis dan Refleksi yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil

pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan

perbaikan yang akan digelar, personel yang akan dilibatkan serta kriteria dan

rencana bagi tindakan daur berikutnya

d. Data dan Cara Pengumpulannya

Pada bagian data dan cara pengumpulannya ini ditunjukkan dengan jelas jenis

data yang akan dikumpulkan yang berkenaan dengan baik variabel X yaitu proses

tindakan guru dan respon siswa maupun dampak tindakan perbaikan (variabel Y) yang

di gelar, yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau

kekurang-berhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan. Format data

dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya. Di samping itu teknik

pengumpulan data setiap variabel yang diperlukan juga harus diuraikan dengan jelas

seperti melalui pengamatan partisipatif, pembuatan jurnal harian, observasi aktivitas

di kelas (termasuk berbagai kemungkinan format dan alat bantu rekam yang akan

digunakan) penggambaran interaksi dalam kelas (analisis sosiometrik), pengukuran

hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen dan sebagainya. Selanjutnya dalam

241
prosedur pengumpulan data PTK ini tidak boleh dilupakan bahwa sebagai pelaku PTK,

para guru juga harus aktif sebagai pengumpul data, bukan semata-mata sebagai

sumber data.

Akhirnya semua teknik pengumpulan data yang digunakan harus mendapat

penilaian kelaikan yang cermat dalam konteks PTK yang khas itu. Sebab meskipun

mungkin saja memang menjanjikan mutu rekaman yang jauh lebih baik, penggunaan

teknik perekaman data yang canggih dapat saja terganjal keras pada tahap tayang

ulang dalam rangka analisis dan interpretasi data.Validasi diperlukan agar diperoleh

data yang valid. Validitas yang akan digunakan perlu disesuaikan dengan data yang

akan dikumpulkan. Untuk data kuantitatif (berbentuk angka) umumnya yang divalidasi

instrumennya. Validitas yang digunakan, validitas teoretik maupun validitas empirik.

Untuk itu diperlukan kisi-kisi agar terpenuhinya validitas teoretik. Data kualitatif

(misalnya observasi, wawancara), dapat divalidasi melalui triangulasi: triangulasi

sumber, data berasal dari beberapa sumber. Atau triangulasi metode, data berasal

dari beberapa metode.

e. Indikator Kinerja

Pada bagaian Indikator kinerja ini tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan

yang akan dipakai, ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya

untuk tindak perbaikan melalui PTK jika bertujuan mengurangi kesalahan konsep

peserta didik, misalnya, perlu ditetapkan kriteria keberhasilan dalam bentuk

pengurangan (jumlah jenis dan atau tingkat kegawatan) miskonsepsi yang

tertampilkan yang patut diduga sebagai dampak dari implementasi tindakan perbaikan

yang dimaksud.

242
f. Analisis Data

Analisis data yang akan digunakan sesuai dengan metode dan jenis data yang

dikumpulkan. Pada PTK, data yang dikumpulkan dapat berbentuk kuantitatif maupun

kualitatif. Pada PTK tidak harus menggunakan uji statistik, tetapi bisa saja cukup

dengan deskriptif. Data kuantitatif menggunakan analisis diskriptif komparatif yaitu

membandingkan misalnya nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus 1 dan nilai tes

setelah siklus 2. Data kualitatif hasil pengamatan maupun wawancara menggunakan

analisis diskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap-tiap siklus.

g. Bagian Akhir

Pada bagian akhir proposal berisi daftar pustaka dan lampiran. Daftar pustaka

yang akan dipakai dalam penelitian disusun menurut urutan abjad pengarang

hendaknya pustaka benar–benar relevan dan sungguh–sungguh akan dipergunakan

dalam penelitian. Pada proposal telah digunakan minimal 5 sumber untuk setiap

variabel dan untuk kaitan antar variabel minimal 3 sumber. Semua sumber diharapkan

yang terbit kurang dari 10 tahun. Bagian lampiran dapat berisi rancangan pelaksanaan

pembelajaran (RPP), lembar observasi, panduan diskusi/refleksi, instrumen penelitian

yang akan digunakan, dan lain-lain. Hal–hal lain yang dapat memperjelas karakteristik

kancah PTK yang diusulkan dapat disertakan dalam usulan penelitian ini.

243
Lampiran 1

DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................
ABSTRAK ................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................
DAFTAR TABEL .....................................................................................
DAFTAR GAMBAR .................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................


A. Latar Belakang...............................................................................
B. Fokus Penelitian ............................................................................
C. Rumusan Masalah .........................................................................
D. Manfaat Penelitian .........................................................................
1. Secara Teoretik ........................................................................
2. Secara Praktis, bermanfaat bagi .............................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................


A. Konsep Penelitian Tindakan .........................................................
B. Konsep Model Tindakan ................................................................
C. Penelitian Yang relevan .................................................................
D. Kajian Teoretik ...............................................................................
E. Hipotesis Tindakan ........................................................................

BAB III METODOLOGI PENDIDIKAN .....................................................


A. Tujuan Penelitian ...........................................................................
B. Tempat Penelitian ..........................................................................
C. Metode Penelitian ..........................................................................
D. Prosedur Penelitian Tindakan ........................................................
E. Kriteria Keberhasilan Tindakan ......................................................
F. Sumber Data..................................................................................
1. Subjek Penelitian......................................................................
2. Partisipan Yang Terlibat ...........................................................
G. Hasil intervensi tindakan yang diharapkan.....................................
H. Teknik Pengumpulan Data ............................................................
I. Analisis Data dan Interprestasi Hasil Analisis ................................

244
PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE
PEMANFAATAN LINGKUNGAN ALAM SEKITAR KEBUN SEKOLAH
DI KELAS IV SDN MERUYA UTARA 03 PAGI JAKARTA BARAT

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris tentang hasil belajar IPA
yang diselenggarakan di SDN Meruya Utara 03 Pagi Jakarta Barat, pada materi
“Struktur dan Fungsi Bagian Tumbuhan”. Penelitian ini menggunakan metode action
research yang menekankan kepada pembelajaran IPA dengan menggunakan
pemanfaatan lingkungan alam sekitar.Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN
Meruya Utara 03 Pagi Jakarta Barat yang berjumlah 35 siswa. Partisipasi yang lain
adalah peneliti utama dan dua orang observer dari unsur teman sejawat disekolah
yang sama. Tehknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui tes (ulangan harian) dan hasil observasi.Penelitian ini memberikan hasil bahwa
pencapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada pembelajaran (mastery learning)
berlangsung pada siklus ke II sebesar 80,57%.Penelitian ini menyimpulkan: 1)
pemanfaatan lingkungan alam sekitar dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada
kompetensi dasar “Struktur dan Fungsi Bagian Tumbuhan” dan terdapat hubungan
antara keberhasilan pembelajaran langkah-langkah operasional pembelajaran, yang
dirancang dalam penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti.
Kata kunci : Pemanfaatan Lingkungan Alam Sekitar, hasil IPA, Struktur dan Fungsi
Bagian Tumbuhan.

245
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................. i
ABSTRAK ................................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


E. Latar Belakang............................................................................... 1
F. Fokus Penelitian ............................................................................ 6
G. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
H. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
3. Secara Teoretik ........................................................................ 7
4. Secara Praktis, bermanfaat bagi ............................................. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 9


F. Konsep Penelitian Tindakan ......................................................... 9
G. Konsep Model Tindakan ................................................................ 21
1. Hasil Belajar IPA....................................................................... 21
2. Metode Pemanfaatan Lingkungan alam Sekitar Kebun Sekolah 34
3. Karakteristik Siswa kelas IV SD................................................ 42
H. Penelitian Yang relevan ................................................................. 45
I. Kajian Teoretik ............................................................................... 46
J. Hipotesis Tindakan ........................................................................ 48

BAB III METODOLOGI PENDIDIKAN ..................................................... 49


J. Tujuan Penelitian ........................................................................... 49
K. Tempat Penelitian .......................................................................... 49
L. Metode Penelitian .......................................................................... 49
M. Prosedur Penelitian Tindakan ........................................................ 51
N. Kriteria Keberhasilan Tindakan ...................................................... 58
O. Sumber Data.................................................................................. 59
3. Subjek Penelitian...................................................................... 59
4. Partisipan Yang Terlibat ........................................................... 59
P. Hasil intervensi tindakan yang diharapkan..................................... 60
Q. Sumber Data.................................................................................. 60
R. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 61
1. Hasil Belajar IPA....................................................................... 62
a. Definisi Konseptual ............................................................ 62
b. Definisi Operasional ............................................................ 62
c. Kisi-kisi Instrumen ............................................................... 63
d. Uji Coba Penelitian.............................................................. 65
2. Data Pantauan Tindakan Penelitian ......................................... 65
a. Definisi Konseptual Metode Pemanfaatann
Lingkungan Alam Sekitar Kebun Sekolah ........................... 65
b. Defini Operasional............................................................... 66

246
S. Analisis Data dan Interprestasi Hasil Analisis ................................ 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 68


A. Deskripsi Hasil Penelitian .............................................................. 68
1. Siklus I ..................................................................................... 68
1) Deskripsi data siklus I ......................................................... 68
a. Perencanaan tindakan siklus I ...................................... 68
b. Pelaksanaan tindakan penelitian siklus I ....................... 69
c. Observasi tindakan siklus I .......................................... 75
d. Refleksi Tindakan Pada Siklus I .................................... 78
2) Analisis Tindakan pada Siklus I .......................................... 87
2. Siklus II .................................................................................... 90
1) Deskripsi Data Siklus II ...................................................... 90
a. Perencanaan tindakan pada siklus II ............................ 90
b. Pelaksanaan tindakan penelitian pada siklus II ............. 91
c. Observasi tindakan pada siklus II ................................. 96
d. Refleksi Tindakan pada Siklus II ................................... 99
2) Analisis Tindakan Pada Siklus II ......................................... 101
B. Pemeriksaan Keabsahan Data ..................................................... 104
C. Interprestasi Hasil Analisis Data .................................................. 105
D. Pembahasan ................................................................................. 108
1. Siklus I ..................................................................................... 108
2. Siklus II .................................................................................... 114

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .................................. 132


A. KESIMPULAN................................................................................ 132
B. IMPLIKASI .................................................................................... 134
C. SARAN .......................................................................................... 135

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 137


LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 139
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 250

247
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Langkah-langkah Penerapan Metode Pemanfaatan ......................... 52


Lingkungan Alam Sekitar Kebun Sekolah

Tabel 3.2 Kisi – kisi soal instrumen hasil belajar ............................................... 64


Tabel 4.1 Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa (positif dan negatif)
Selama proses belajar mengajar pada siklus I ................................... 76

Tabel 4.2 Tabel hasil pengamatan dan refleksi siklus I ..................................... 80

Tabel 4.3 Distribusi Nilai Hasil Belajar IPA Sebelum Tindakan


(siklus I) ............................................................................................ 88

Tabel 4.4 hasil pengamatan dan refleksi siklus II .............................................. 89

Tabel 4.5 Distribusi Nilai Hasil Belajar IPA Sebelum


Tindakan (siklus II) ............................................................................ 97

Tabel 4.6 Distribusi Nilai Hasil Belajar IPA Sesudah


Tindakan (siklus II) ............................................................................ 102

Tabel 4.7 Rangkuman pencapaian KKM pada kompetensi dasar


struktur dan fungsi bagian tumbuhan ................................................ 103

Tabel 4.8 Perbandingan aktivitas siswa (PAS)


antara siklus I dan siklus II ................................................................ 106

Tabel 4.9 Perbandingan KKM sebelum dan setelah tindakan


pada siklus I ...................................................................................... 107

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA pada Siklus I ........................ 109

Tabel 4.11 Sumber data pengamatan aktivitas guru


dan pengamatan aktivitas siswa siklus I .......................................... 110

Tabel 4.12 Perbandingan KKM sebelum dan setelah tindakan


pada siklus II ................................................................................... 113

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA pada Siklus II........................ 115

Tabel 4.14 Sumber data pengamatan aktivitas guru dan pengamatan


aktivitas siswa siklus II ................................................................... 116

Tabel 4.15 Perbandingan Hasil Pengamatan Aktivitas Guru


(siklus I dan siklus II) ...................................................................... 119

Tabel 4.16 Perbandingan hasil pengamatan aktivitas siswa


(siklus I dan siklus II) ......................................................................... 122

Tabel 4.17 Perbandingan hasil pengamatan aktivitas siswa


(siklus I dan siklus II) ......................................................................... 126

248
TAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus PTK menurut Kurt Lewin ............................................ 13


Gambar 2.2 Siklus PTK menurut Kemmis & McTaggart........................... 14
Gambar 2.3 Siklus PTK Model John Elliott ............................................... 17
Gambar 2.4 Siklus PTK Model Dave Ebbut.............................................. 19
Gambar 2.5 Siklus PTK Model Sanford & Kemmis .................................. 20
Gambar 4. 1 diagram batang persentase aktivitas siswa siklus I ............ 78
Gambar 4. 2 diagram batang persentase aktivitas siswa pada siklus II .. 99
Gambar 4.3 Perbandingan KKM Siklus I dan KKM Siklus II .................... 107
Gambar 4.4 Distribusi nilai hasil Belajar IPA Siklus I ............................... 112
Gambar 4.5 Distribusi nilai hasil Belajar IPA Siklus II .............................. 118
Gambar 4.6 Perbandingan hasil belajar siklus I dan siklus II ................... 122
Gambar 4.7 Perbandingan hasil pengamatan aktivitas guru dan
aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II .............................. 131

249
DAFTAR PUSTAKA

Alamanda, Dini Turipanam Analisis Dilema Dengan Drama Theory Sebagai


Alat Bantu Pengambilan Keputusan dalam Sebuah. 2017.

Arikunto, Suharsimi. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara. 2006.

Darmadi, Hamid. Desain dan Implementasi Penelitian Tindakan Kelas (Ptk).


Jakarta : Alfabeta. 2017.

Dimyati dan Mujiono. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 1994.

Davydd J. Greenwood., Morten Levin. Introduction to Action Research: Social


Research for Social Change 2nd. USA : SAGE publications. 2009.

Elliot, John., Action research for educational change (Developing Teachers &
Teaching). Penerbit : Open University Press. 1991.

Hendriana, Heris., Afrilianto. Langkah Praktis Penelitian Tindakan Kelas Bagi


Guru. Bandung: Refika Aditama. 2017.

Hutabarat, EP. Cara Belajar, Pedoman Praktis untuk Belajar Secara Efesien
dan Efektif , Jakarta : BPK gunung mulia. 1988.

Jumal, Ahmad Desain Penelitian Analisis Isi (Content Analysis). Penerbit :


Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah. 200.

Kemmis, Stephen., McTaggart, Robin., Nixon, Rhonda. The Action Research


Planner: Doing Critical Participatory Action Research. Penerbit :
Springer. 2014

Nasution,S, Dedaktik Azas Azas Mengajar, Bandung: Jemars. 1982.

Roseffendi. E.T. Pengajaran Matematika Moderen, Bandung: Tarsito. 1999.

Sanjaya, Wina. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana. 2010.

Saminanto. Ayo Praktik PTK : Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: RaSAIL


Media Group, 2010.

Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. PT.Rineka Cipta:


Jakarta. 2003.

250
251

Susanto, Eko. E-sosiometri : Program Analisis Sosiometri Untuk Bimbingan


Dan Konseling Di Sekolah, M.Pd., Kons. Hal. 5-6

Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Sinar Baru


Algesindo. 1983.

Sukardi. Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas, Implementasi Dan


Pengembangannya. Jakarta: Bumi Aksara. 2017.

Suryadi, Asip., Ika Berdiati. Menggagas Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru.
Jakarta : Rosda. 2018.

Wallace, Michael J. Action Research for Language Teachers (Cambridge


Teacher Training and Development). Penerbit : Cambridge University
Press. 1998.

Wiratmaja, Rochiati, Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2008.

Slameto, S. (2015). Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan


Kelas. Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 5(2), 60-69.
https://doi.org/10.24246/j.scholaria.2015.v5.i2.p60-69

Nurati, Yakti. (2016). Peningkatan hasil belajar IPA melalui metode


pemanfaatan lingkungan alam sekitar kebun sekolah di kelas IV SDN
Meruya Utara 03 Pagi Jakarta Barat . Jakarta: Program Studi Pend.
Dasar PPS UNJ.

Sumber Internet:

http://www.multimedia.smktarunabhakti.net/blog/2015/06/22/4-kompetensi-
yang-harus-di-miliki-guru-profesional.
http://www.kompasiana.com/7khusfatun_khasanah-
./55003221a33311926f510563/ peran-ptk-dalam-meningkatkan-
profesionalisme-guru
http://media.neliti.com/media/publications/138125-ID-sekolah-unggulan-
pendekatan-pengembangan.pdf
http://education-mantap.blogspot.com/2013/06/pembelajaran-dengan-
inkuiri.html
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/risalah/article/viewFile/9534/918
3
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/ppm-ptk-anyar.pdf
http://www.inirumahpintar.com/2016/10/pengertian-tujuan-manfaat-refleksi-
dalam-pembelajaran.html

251
252

http://bambangnursuwahjo.blogspot.com/2010/05/guru-efektif-dan-
reflektif.html
http://ojs.fkip.ummetro.ac.id/index.php/ekonomi/article/download/148/119
http://soetandyo.wordpress.com/2010/08/02/guru-profesionalisme-guru-dan-
upaya-untuk-meningkatkan-kwalitasnya.
http://nhingz-anwar.blogspot.com/2012/05/mengajar-sebagai-profesi.html
http://lpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2015/02/Penelitian-
Tindakan-Kelas-PTK-legiman.pdf
http://www.slideshare.net/vividiana/peningkatan-profesionalisme-guru-
melalui-reflektif-teaching
http://inggrisonline.com/pengertian-tujuan-ciri-narrative-text-dan-contohnya/
http://fitriahartina011.blogspot.com/2015/11/analisis-rancangan-penelitian-
naratif.html
http://diahphie.blogspot.com/2014/05/laporan-pengamatan-peserta-didik.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Aide-m%C3%A9moire
http://file.upi.edu/direktori/fip/jur._pedagogik/196108141986031
babang_robandi/makalah_laporan_ptk_babang.pdf.
http://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-analisis.html.
http://kamusbahasaindonesia.org/studi%20kasus/mirip
KamusBahasaIndonesia.org
http://id.wikipedia.org/wiki/Buku_harian.
http://sulistiyaingwarni.blogspot.com/2015/03/menulis-jurnal.html
http://goresannhanie.blogspot.com/2014/01/tehnik-proyektif.html
http://maria_c.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/42273/proyektif+5+%28
Teknik-teknik+Proyektif%29.pdf.
http://file.upi.edu/direktori/fip/jur._psikologi/196605162000122-
herlina/tes%20proyeksi-
penggunaan%20%26%20pendekatan.pdf/hal_2
http://www.academia.edu/8753718/Studi_Tokoh_dalam_Penelitian_Kualitatif/
hal_4
http://adzelgar.wordpress.com/2009/02/02/studi-dokumen-dalam-penelitian-
kualitatif.
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/Analisis Episode Kesalahan Membaca
Nyaring di Sekolah Dasar Oleh Darmiyati Zuchdi. Hal: 7-8
http://www.coursehero.com/file/95-Seminar-Penyelidikan-Tindakan-Tahun-
2010-IPG-KBL-7-8-Oktober-2010.
http://idtesis.com//Metode-pembelajaran-diskusi-kelompok.
http://ardhana12’s weblog/perumusan-masalah-penelitian-tindakan.
http://www.konsistensi.com/2013/04/triangulasi-sebagai-teknik-
pengumpulan.html
http://c-masnawi.blogspot.com/2009/11/karakteristik-penelitian-tindakan-
kelas.html
http://mdpurwa.blogspot.com/2013/12/teknik-umpan-balik-dalam-
pembelajaran.html
http://pengetahuanolahraga.wordpress.com/2011/07/16/evaluasi-proses-
pembelajaran.

252
253

http://www.kompasiana.com/hitchiker_12324/54f36db97455137d2b6c74ae/kr
itik-atas-kebijakan-dan-kurikulum-pendidikan-nasional.
http://www.researchgate.net/publication/324029673_penelitian_tindakan_kela
s_apa_dan_bagaimana_melaksanakannya.

253
BIODATA PENULIS

Rudi Ritonga adalah Dosen Universitas Trilogi Pada


Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
(PGSD). Selain itu Aktif di Yayasan dan berbagai
Lembaga Pelatihan. Lahir di Pekanbaru pada tanggal
06 Juni 1989. Ia mendapat gelar Sarjana Pendidikan
Guru Sekolah Dasar di Universitas Negeri Riau (2012),
Magister Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas
Negeri Jakarta dengan Predikat cum laude (2014),
juga menyelesaikan pendidikan Magister Manajemen
Sumber Daya Manusia di STIE-PBM cum laude (2014), dan saat ini telah
menyelesaikan program Doktor Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas
Negeri Jakarta (2020). Selain itu ia Aktif sebagai konsultan pengembangan di
beberapa perguruan tinggi swasta seperti STIE Bisnis Manajemen (2014-2018),
President University (2014-2016), STIA Menara Siswa (2015-sekarang). Ia pernah
menjadi Ketua Program Studi PGSD Universitas Trilogi (2016-2017) dan (2020-
sekarang), Dekan FKIP Universitas Trilogi (2017-2019), Direktur Administrasi
Tempat Uji Kempetensi/TUK Pengembangan Bisnis dan Manajemen (2015-2018),
serta Ketua Yiesa Rich Foundation (2018-sekarang). Ia juga aktif melakukan
penelitian khususnya bidang Pendidikan Guru Sekolah Dasar seperti
Pengembangan Media Pembelajaran berbasis Permainan Tradisional,
Implementasi Teknososiopreneur di SD, Pendidikan Karakter berbasis
pengembangan model pembelajaran berbasis Budaya. Selain itu, Ia juga aktif
menulis beberapa buku yang sudah terbit : Konsep dan Aplikasi Pengembangan
Pendidikan, Analisis Konsep Kewirausahaan Teori dan Aplikasi, Evaluasi
Pendidikan, Manajemen Bisnis Pengelolaan Pendidikan.
BIODATA PENULIS

Rossi Iskandar adalah Dosen Universitas Trilogi Pada


Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).
Selain itu Aktif di berbagai Lembaga Pelatihan. Lahir di Ciamis
04 Maret 1992. Ia mendapat gelar Sarjana Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah di Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati Bandung (2014), Magister Pendidikan Dasar di
Universitas Negeri Jakarta dengan Predikat cum laude
(2017). Kemudian pada tahun (2020-sekarang) ia melanjutkan
ke jenjang Doctoral (S3) Pendidikan Dasar Universitas Negeri
Jakarta. Selain itu ia Aktif sebagai Direktur Bimbel Smart
Education Center (2019-2023), Kepala Biro Admisi dan
Pemasaran Universitas Trilogi (2019-2020), ia juga pernah menjadi Kepala Biro
Perpustakaan Universitas Trilogi (2019), Koordinator Kelas Ekstensi dan Karyawan
(2019), Asisten Profesor di Universitas Negeri Jakarta (2016-2017), Pengurus Jurnal
Universitas Trilogi (2019) serta aktif di berbagai Asosiasi diantaranya Himpunan Dosen
PGSD Indonesia, Asosiasi Dosen Indonesia. Ia juga aktif melakukan penelitian baik
dalam skala Nasional dan Internasional khususnya dalam bidangke SDan. Ia aktif juga
dalam pengabdian kepada masyarakat diantaranya sebagai Koordinator
Pendampingan Desa Mandiri Lestari desa Pasarean Kecamatan Pamijahan Kabupaten
Bogor (2018-2019), Tenaga Ahli Kementerian Tenaga Kerja RI Dirjen Produktivitas
dalam Peningkatan Pengembangan Kawasan Desa Terpadu di Kabupaten Bogor
Kecamatan Pamijahan (2018)
BIODATA PENULIS

YUSEP RIDWAN, S.Si., M.Pd. lahir di Tasikmalaya, 11 September


1982, merupakan putra dari Bapak Uus Usman Firdaus dan Ibu
Apong Omih. Menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sukamaju,
MTsN Pamoyanan, SMAN 1 Ciawi Tasikmalaya. Melanjutkan
kuliah S1 di Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta (2006) pada
jurusan matematika terapan. Pada tahun 2012 menyelesaikan
magister (S2) pada bidang Studi Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan, Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

Sejak tahun 2006-sampai sekarang, bekerja sebagai


peneliti di Swamedia Research and Communication yang bergerak dibidang survey
opini publik dan evaluasi baik di pemerintah maupun swasta, PT. KIE Indonesia, Kumon
Indonesia, sebagai Programmer Matematika (2007), Energi Efficentrum, Kepala Riset
dan Data (2008), Trust Indonesia, sebagai manager penelitian (2009), dan Badan
Koordinator Bidang Sumber Daya Manusia, Divisi Riset dan Data (2010-2014).

Disamping melakukan penelitian, ia juga pernah mengajar di Universitas Az-


Zahra Jakarta (Statistika dan metodologi penelitian), Sekolah Tinggi Agama Islam Al-
Ayubi (Statistika, Metodologi penelitian dan Media pembelajaran), Universitas Islam As-
Syafi’iyah (Kapita Selekta Sains dan Teknologi), Instruktur pelatihan Statistika, SPSS,
dan Iteman di Universitas Negeri Jakarta. Dosen Statistika 1-2, Metodologi Penelitian
dan Media Pembelajaran di STAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta dan Dosen di IKIP
Siliwangi Bandung pada program S1 Pendidikan Matematika.

Di samping sebagai peneliti dan pengajar, ia juga mengabdikan diri di pondok


pesantren Al Ma’mun dan menjadi Kepala Sekolah di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Nurul Huda Tasikmalaya.
BIODATA PENULIS

RIZQON HALAL SYAH AJI Adalah Dosen tetap Fakultas Ekonomi


dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Lahir di Brebes, pada 5 April 1979 dari Ayah KH. Tajuddin Noor
dan Ibu Hj. Toinah. Bergabung dengan UIN Jakarta pada tahun
2011 dan bertugas mengampu mata kuliah rumpun ilmu kuantitatif
pada program studi Ekonomi Islam. Kemudian pada tahun 2015
mutasi ke Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan bergabung dengan
Program Studi Ekonomi Pembangunan. Pada tahun 2016, Rizqon
diberi tanggung jawab sebagi sekretaris program Studi Ekonomi Pembangunan.
Jenjang pendidikan formal Strata-1 ditempuhnya di Universitas Islam As-Syafi’iyah
Jakarta sebagai Mahasiswa Jurusan Matematika Terapan dengan konsentrasi Statistika
terapan dan pada akhir studinya ia dikukuhkan Menjadi Wisudawan Terbaik Pertama
tingkat Universitas pada tahun 2005. Ketika duduk sebagai mahasiswa matematika
(2003), Ia memegang amanah sebagai Ketua Badan Pekerja Ikatan Himpunan
Mahasiswa Statistika Indonesia (IHMSI). Perjalanan pendidikan formalnya dilanjutkan
pada program Magister Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan di Universitas
Indonesia dan lulus pada tahun 2009 di bawah bimbingan pakar Ekonometrik Indonesia
yakni Prof. Dr. I Gusti Ngurah Agung. Seiring dengan kesibukannya di perkuliahan
tingkat Magister, Ia banyak berguru seputar riset kuantitatif khususnya untuk survei dan
jejak pendapat umum di Lembaga Pendidikan Pengembangan Penelitian Ekonomi
Sosial (LP3ES), di bawah mentor langsung pioner Survei Politik Indonesia yakni KH.
Enceng Shobirin Nadj sekaligus sebagai Direktur Center for the Study of Development
and Democracy (CESDA). Pada tahun 2005, ia juga merintis lembaga survei bersama
mentornya yang diberi nama Lembaga Survei Swamedia Research & Communication
(SRC) hingga sang mentor wafat (2020). Ia meneruskan pendidikan pada tingkat
Doktoral (2017) di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) pada disiplin Ilmu Ekonomi
dan Lulus pada tahun 2020. Pada Tahun 2020 juga, Rizqon bergabung dengan Yayasan
Pengembangan Pendidikan Indonesia Jakarta (YPPIJ/Universitas Trilogi) sebagai staf
khusus Yayasan di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Ir. Arissetyanto Nugroho, sekaligus
ditugaskan untuk mengajar mata kuliah metodologi penelitian pada program studi
Magister Manajemen. Banyak karya-karya ilmiah yang telah ditorehnya dalam bidang
Ilmu Ekonomi maupun sosial pada jurnal Internasional maupun jurnal nasional
bereputasi. Karya terpopuler yang Ia tulis adalah buku dengan Judul Ansor dan
Tantangan Kebangsaan; Sebuah Refleksi Demografi Politik Dari Social Capital
Menuju Human Capital yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Republika (2015).

Anda mungkin juga menyukai