Anda di halaman 1dari 11

pencegahan kekerasan seksual berbasis paradigma alquran surat annur ayat 33

Meilan Widianti Sari1, Salsabilah Triana Putri 2

Jurnal Agama
Institut Teknologi Garut
Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut 44151 Indonesia
Email : jurnal@itg.ac.id
1
2207015@itg.ac.id
2
2207002@itg.ac.id

Abstrak – Firman Allah SAW.:


Dan hamba-hambamu yang menginginkan suatu perjanjian, hendaklah kamu mengadakan
perjanjian dengan mereka jika kamu mengetahui bahwa di dalamnya ada kebaikan. (An
Nuur:33) Itulah perintah Allah kepada para majikan ketika budaknya ingin berdagang dengan
kitabah. Dengan kata lain, mereka harus memenuhi tuntutan budak mereka dengan membuat
kesepakatan bahwa budak yang bersangkutan dipersilakan untuk mencoba dan atas hasil usaha
mereka, budak harus membayar sejumlah harta yang tercantum dalam kontrak budak. budak
dua dari mereka sebagai hadiah untuk kemerdekaan penuh mereka. Kebanyakan ulama
berpendapat bahwa perintah dalam ayat ini adalah petunjuk dan saran, bukan perintah wajib
atau wajib, bahkan nakhoda bebas memilih apa yang disukainya. Dengan kata lain, jika ada
budak yang menginginkan buku darinya, maka tuan berhak memilih setuju atau tidak. Jika dia
setuju, tentu dia menandatangani buku budaknya, dan jika dia tidak setuju, dia tentu saja
menolaknya. As-Sauri,meriwayatkan dari Ash-Sha'b bahwa jika majikan menghendaki, dia
dapat menandatangani perjanjian buku yang ditawarkan oleh budaknya, dan jika tidak, dia dapat
menolaknya. Hal yang sama juga diriwayatkan oleh Ibn Wahb atas otoritas dari pria Isma'il ibn
Ayyasy atas otoritas Ata ibn Abu Rabah. Mereka mengatakan bahwa seorang master dapat
menandatangani kesepakatan buku jika dia mau, dan menolaknya jika dia tidak menyukainya.
Muqatil ibnu Hayyan dan Al-Hasan Al-Basri mengatakan hal yang sama. Para ahli lain percaya
bahwa tuan, jika budaknya menyarankan perdagangan buku, harus melakukan apa yang diminta
oleh budaknya. Pendapat mereka didasarkan pada makna lahiriah dari perintah yang terkandung
dalam ayat ini.

Kata Kunci – kitabah, otoritas,Paradigma Qur’ani.

I. PENDAHULUAN
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal
seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga
menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang
menjadi korban pelecehan tersebut." Menurut Kurnianingsih pelecehan seksual ini merupakan persoalan
yang seharusnya diletakkan pada perspektif gender, di mana pelecehan seksual merupakan manifestasi dari
besarnya sistem patriarkhi di mana laki-laki merupakan pengatur kepercayaan sosial.
Pelecehan seksual selalu terjadi di setiap tahun yang korbannya rata-rata adalah anak-anak dan perempuan.
WHO mengatakan bahwa kasus kekerasan dan perundungan mencapai sekitar 1 miliar dengan korban yaitu
anak-anak, salah satunya kekerasan seksual (Mkonyi et al., 2021). Selama pandemi yang terjadi di seluruh
dunia, kekerasan seksual mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dalam data KPAI, 2.556 anak
mengalami kekerasan seksual di Negara Indonesia. Kemudian salah satunya wilayah Jawa Timur, terdapat
700 kasus kekerasan pada anak dan perempuan Kekerasan seksual terdapat 41% dengan kasus yang tertinggi
daripada kekerasan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kekerasan seksual pada anak terus terjadi di setiap
tahunnya dan mengalami peningkatan(Sulandjari, 2017).

1
Jurnal Agama 1
Vol. xx; No. xx; <2022>; Hal x-x

Menurut Brodwin dan Orange dalam (Sari et al., 2015) pelecehan seksual merupakan tindakan kriminal
dalam aktivitas seksual dengan cara pelaku mengancam dan menghasut sehinggar korban tidak berdaya agar
melakukan hal seksualitas. Pelecehan seksual didasari unsur paksaan, mengancam, tidak dikehendaki korban,
dan diiming-imingi agar korban mengikuti perkataan pelaku. Bentuk dari pelecehan seksual yaitu non verbal
dan verbal. Tindakan pelecehan seksual tidak hanya pemerkosaan dan pencabulan, akan tetapi dapat berupa
memandangi, melihat, meraba dengan unsur paksaan sehingga anak tidak berdaya(Maharani et al., 2022).

II. METODE PENELITIAN

Metode yang di gunakan pada peneliatian ini adalah Metode penelitian kualitatif yang merupakan metode
penelitian untuk meneliti pada observasi dan pengamatan sebuah objek. Metode ini sering dipakai dalam
penelitian ilmu sosial dengan bentuk analisis dan kesimpulan yang bergantung pada ketajaman analisis
penelitian. Teknik pengumumpulan data dilakukan dengan cara gabungan dengan menekankan makna pada
generalisasi. Metode Kualitatif terdiri dari beberapa tahapan diantaranya, Menentukan Subjek Penelitian ,
Mengumpulkan Data, Analisis Data, Penyajian Data.

III. HASIL DAN DISKUSI

A. Tahap Menentukan Subjek Penelitian

Kasus yang kami ambil di karenakan sedang maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi
dimana-mana, Salah seorang mahasiswi kampus swasta di Kota Semarang menjadi korban pelecehan
oleh dosennya sendiri. Dia dipaksa oleh dosennya untuk berhubungah badan sejak setahun terakhir.
Korban mengenal Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual sesungguhnya merujuk kepada
tindakan bernuansa seksual yang kemudian disampaikan melalui kontak fisik atau kontak non-fisik, yang
menyasar kepada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang. Pelaku saat semester tiga. Pelaku
kemudian kerap mengirim pesan ke korban, mengajak jalan, nonton dan merayunya dengan barang-barang
mewah. Awalnya, korban menolak ajakan pelaku. Namun, pelaku selalu melakukan bujuk rayu kepada
korban. Namun saat pacaran, korban dipaksa untuk melakukan hubungan seksual antara tahun 2020
hingga 2021. Saat itu, korban diancam akan mendapatkan nilai jelek jika tak mau menuruti permintaan
pelaku. Ia terus dipaksa untuk memuaskan nafsu bejat pelaku. Korban pun menyadari dan ingin keluar dari
hubungan gelap tersebut. Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke kampus dan pelaku dicopot serta
dikeluarkan dari kampus tempatnya mengajar.

Tahap Pengumpulan Data


‫هّٰللا‬
‫َت اَ ْي َمانُ ُك ْم فَكَاتِبُوْ هُ ْم اِ ْن َعلِ ْمتُ ْم فِ ْي ِه ْم خَ ْيرًا‬ َ ‫ف الَّ ِذ ْينَ اَل يَ ِج ُدوْ نَ نِكَاحًا َح ٰتّى يُ ْغنِيَهُ ُم ُ ِم ْن فَضْ لِ ٖه ۗ َوالَّ ِذ ْينَ يَ ْبتَ ُغوْ نَ ْال ِك ٰت‬
ْ ‫ب ِم َّما َملَك‬ ِ ِ‫َو ْليَ ْستَ ْعف‬
ۢ‫ض ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا ۗ َوم ْن يُّ ْكر ْهه َُّّن فَاِ َّن هّٰللا َ ِم ْن‬ ۤ ْ ٰ ‫هّٰللا‬
ْٓ ‫ال ِ الَّ ِذ‬
َ ‫ي ا ٰتى ُك ْم َۗواَل تُ ْك ِرهُوْ ا فَتَ ٰيتِ ُك ْم َعلَى البِغَا ِء اِ ْن اَ َر ْدنَ ت ََحصُّ نًا لِّتَ ْبتَ ُغوْ ا َع َر‬ ِ ‫و َّٰاتُوْ هُ ْم ِّم ْن َّم‬
ِ َ
ِ ‫بَ ْع ِد اِ ْك َرا ِه ِه َّن َغفُوْ ٌر ر‬
‫َّح ْي ٌم‬
“Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang
mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan
duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang
(kepada mereka) setelah mereka paksa.”(Q.S. An-Nur ayat 33)(Mutik, 2016).

 Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Asma’ binti Murtsid, pemilik kebun kurma, sering
dikunjungi wanita-wanita yang bermain-main dikebunnya tanpa berkain panjang sehingga

2 https://jurnal.itg.ac.id/
Jurnal Agama 1
Vol. xx; No. xx; <2022>; Hal x-x

kelihatan gelang-gelang kakinya. Demikian juga dada dan sanggul-sanggul mereka kelihatan.
Berkatalah Asma’: “Alangkah buruknya (pemandangan) ini.” Turunnya ayat ini (QS: 24 An-
Nuur: 31) sampai, … ‘auratin nisa’… (…aurat wanita…) berkenaan dengan peristiwa tersebut,
yang memerintahkan kepada kaum Mukminat untuk menutup aurat mereka. [Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Hatim dari Muqatil yang bersumber dari Jabir bin ‘Abdillah](Syofrianisda, 2020).
 6 Tafsiran ( 3 classic , 3 Kontemporer )
 Tafsiran Classic
 Tafsir Ibnu kasir
Firman Allah Saw.:
Dan budak-budak yang kalian miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah
kalian buat perjanjian dengan mereka, jika kalian mengetahui ada kebaikan pada
mereka. (An Nuur:33) Ini adalah perintah dari Allah ditujukan kepada para tuan, bila
budak-budak mereka menginginkan transaksi kitabah. Yaitu hendaknya mereka
memenuhi permintaan budak-budak mereka dengan mengikat perjanjian, bahwa
budak yang bersangkutan dipersilakan berusaha dan dari hasil usahanya itu si budak
harus melunasi sejumlah harta yang telah dituangkan dalam perjanjian mereka
berdua, sebagai imbalan dari kemerdekaan dirinya secara penuh. Kebanyakan ulama
berpendapat bahwa perintah dalam ayat ini merupakan perintah arahan dan anjuran,
bukan perintah harus atau wajib, bahkan si tuan diperbolehkan memilih apa yang
disukainya. Dengan kata lain, bila budaknya ada yang menginginkan transaksi
kitabah darinya, maka si tuan berhak memilih setuju atau tidaknya. Jika ia setuju,
tentu menandatangani transaksi kitabah budaknya, dan jika tidak setuju, tentu ia
akan menolaknya. As-Sauri telah meriwayatkan dari Asy-Sya'bi, bahwa jika si tuan
menghendakinya,ia boleh menandatangani transaksi kitabah yang diajukan
budaknya, dan jika tidak menghendakinya, ia boleh menolaknya. Hal yang sama
telah diriwayatkan oleh Ibnu Wahb dari Isma'il ibnu Ayyasy, dari seorang lelaki, dari
Ata ibnu Abu Rabah(Syofrianisda, 2020). Disebutkan bahwa seorang tuan jika suka,
boleh menandatangani transaksi kitabah itu, dan jika tidak suka, boleh menolaknya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan dan Al-Hasan Al-Basri.
Ulama yang lain berpendapat bahwa seorang tuan jika budaknya mengajukan
transaksi kitabah, diwajibkan baginya memenuhi apa yang diminta oleh budaknya.
Pendapat mereka berdasarkan kepada makna lahiriah dari perintah yang terkandung
dalam ayat ini. Imam Bukhari mengatakan bahwa Rauh telah meriwayatkan dari
Ibnu Juraij, bahwa ia pernah bertanya kepada Ata, "Apakah wajib atas diriku
memenuhi permintaan budakku yang mengajukan transaksi kitabah dengan
sejumlah harta?" Ata menjawab, "Menurut hemat saya tiada lain bagimu kecuali
wajib memenuhi permintaannya." Amr ibnu Dinar mengatakan bahwa ia pernah
bertanya kepada Ata, "Apakah engkau lebih mementingkan orang lain daripada dia
(budak yang meminta kitabah)?" Ata menjawab, "Tidak." Kemudian ia menceritakan
kepadaku, Musa ibnu Anas pernah menceritakan kepadanya bahwa Sirin pernah
mengajukan transaksi kitabah kepada Anas, sedangkan Sirin mempunyai harta yang
banyak, tetapi Anas menolak. Maka Sirin segera menghadap kepada Khalifah Umar
untuk melaporkan kasusnya. Khalifah Umar berkata (kepada Anas), "Penuhilah
transaksi kitabah-nya!" Anas menolak. Maka Khalifah Umar memukulnya dengan
cambuk, lalu membacakan kepadanya firman Allah Swt.: hendaklah kalian buat
perjanjian dengan mereka, jika kalian mengetahui ada kebaikan pada mereka. (An
Nuur:33) Akhirnya Anas mau membuat perjanjian kitabah dengan Sirin. Hal yang
sama telah disebutkan oleh Imam Bukhari secara ta'liq. Abdur Razzaq
meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa
ia pernah bertanya kepada Ata, "Apakah wajib bagiku melakukan transaksi kitabah
dengannya (si budak) bila aku telah memberitahukan kepadanya sejumlah harta
(yang harus dibayarnya untuk kemerdekaannya)?" Maka Ata menjawab, "Menurut
hemat saya tiada lain kecuali wajib belaka." Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada

https://jurnal.itg.ac.id/ 3
Jurnal Agama 1
Vol. xx; No. xx; <2022>; Hal x-x

kami Muhammad ibnu Bakr, telah menceritakan kepada kami Sa’id, dari Qatadah,
dari Anas ibnu Malik, bahwa Sirin bermaksud membuat perjanjian kitabah
kepadanya, tetapi Anas menolak. Maka Khalifah Umar berkata kepada Anas, "Kamu
harus menerima perjanjian kitabah-nya." Sanad asar ini sahih. Sa'id ibnu Mansur
telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Juwaibir, dari
Ad-Dahhak yang mengatakan bahwa perintah ini merupakan 'azimah (keharusan).
Hal inilah yang dianut oleh Imam syafii dalam qaul qadim-nya. Sedangkan dalam
qaul Jadid ia mengatakan bahwa perintah ini tidak wajib karena berdasarkan sabda
Rasulullah Saw. yang mengatakan: Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan
hati yang senang. Ibnu Wahb mengatakan, Malik pernah mengatakan bahwa duduk
perkara yang sebenarnya menurut pendapat kami pemilik budak tidak diwajibkan
memenuhi permintaannya, jika si budak meminta pembuatan perjanjian kitabah.
Dan aku belum pernah mendengar seseorang pun dari kalangan para imam yang
menekankan terhadap seseorang untuk melakukan transaksi kitabah terhadap
budaknya. Imam Malik mengatakan bahwa sesungguhnya hal itu semata-mata
sebagai anjuran dari Allah Swt. dan perizinan dari-Nya bagi manusia, akan tetapi
tidak wajib. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Sauri, Abu Hanifah, dan Abdur
Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya. Akan tetapi, Ibnu Jarir memilih
pendapat yang mengatakan wajib karena berdasarkan makna lahiriah ayat. Firman
Allah Swt.: jika kalian mengetahui ada kebaikan pada mereka. (An Nuur:33)
Menurut sebagian ulama, yang dimaksud dengan kebaikan dalam ayat ini ialah
dapat dipercaya. Menurut sebagian ulama lainnya adalah kejujuran. Sebagian ulama
yang lain mengatakan harta, dan sebagian lagi mengatakan keahlian dan profesi.
Abu Daud telah meriwayatkan di dalam himpunan hadis mursal-nya melalui Yahya
ibnul Abu Kasir, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan dengan
makna firman-Nya: hendaklah kalian buat perjanjian dengan mereka, jika kalian
mengetahui ada kebaikan pada mereka. (An Nuur:33) Rasulullah Saw. bersabda:
Jika kalian mengetahui bahwa mereka mempunyai profesi (keahlian), dan janganlah
kalian melepaskan mereka menjadi beban bagi orang lain. Firman Allah Swt.: dan
berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepada
kalian. (An Nuur:33) Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna ayat
ini. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa makna ayat ialah bebaskanlah dari
mereka sebagian utang kitabah mereka. Sebagian lainnya mengatakan
seperempatnya, ada yang mengatakan sepertiganya, ada yang mengatakan
separonya, ada pula yang mengatakan sebagiannya tanpa batas. Ulama lainnya
mengatakan bahkan makna yang dimaksud dari firman Allah Swt.: dan berikanlah
kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan kepada kalian. (An
Nuur:33) Yaitu bagian yang telah ditetapkan oleh Allah bagi mereka dari harta zakat.
Pendapat yang terakhir ini merupakan pendapat yang dikemukakan oleh Al-Hasan
dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, serta ayahnya dan Muqatil ibnu Hayyan,
lalu dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibrahim An-Nakha'i telah mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah
yang dikaruniakan kepada kalian. (An Nuur:33) Anjuran ini ditujukan kepada semua
orang dan tuan budak yang bersangkutan serta orang lainnya. Hal yang sama telah
dikatakan oleh Buraidah ibnul Hasib Al-Aslami dan Qatadah. Ibnu Abbas
mengatakan bahwa Allah memerintahkan kepada kaum mukmin agar menolong
budak-budak (untuk memerdekakan dirinya). Dalam keterangan yang lalu telah
disebutkan sebuah hadis dari Nabi Saw. yang mengatakan bahwa ada tiga macam
orang yang pasti mendapat pertolongan dari Allah, antara lain ialah budak mukatab
yang bertekad melunasi utangnya. Pendapat pertama merupakan pendapat yang
terkenal. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Isma'il, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Ibnu Syabib, dari Ikrimah,
dari Ibnu Abbas, dari Umar, bahwa ia menulis perjanjian kitabah terhadap seorang
budak yang memintanya, budak tersebut dikenal dengan sebutan Abu Umayyah.

4 https://jurnal.itg.ac.id/
Jurnal Agama 1
Vol. xx; No. xx; <2022>; Hal x-x

Ketika ia datang dengan membawa cicilannya yang telah jatuh tempo, Umar
berkata, "Hai Abu Umayyah," pergilah dan jadikanlah itu modalmu untuk membayar
transaksi kitabah-mu" Abu Umayyah menjawab, "Wahai Amirul Mu’minin, sudikah
kiranya engkau meringankan beban cicilanku hingga akhir cicilan?" Khalifah Umar
menjawab, "Aku merasa khawatir bila tidak dapat meraih hal itu (yang dianjurkan
oleh ayat)." Lalu Umar membaca firman-Nya: hendaklah kalian buat perjanjian
dengan mereka, jika kalian mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah
kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan kepada kalian. (An
Nuur:33) Ikrimah mengatakan bahwa hal tersebut merupakan permulaan cicilan
yang ditunaikan dalam Islam. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Harun ibnul Mugirah, dari
Anbasah, dari Salim Al-Aftas, dari Sa'id Ibnu Jubair yang mengatakan bahwa dahulu
Khalifah Umar bila hendak membuat perjanjian kitabah terhadap seorang budak,
maka ia tidak membebaskan sesuatu pun dari budak itu dalam cicilan pertamanya
karena khawatir bila si budak yang bersangkutan tidak mampu yang pada akhirnya
sedekah yang diberikannya itu akan kembali lagi kepada dirinya. Tetapi bila telah
jatuh tempo cicilan terakhirnya, maka ia membebaskan dari budak itu sejumlah apa
yang disukainya. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan berikanlah kepada mereka sebagian
dari harta Allah yang dikaruniakan kepada kalian. (An Nuur:33) Ibnu Abbas
mengatakan, "Bebaskanlah mereka dari sebagian tanggungannya." Hal yang sama
telah dikatakan oleh Mujahid, Ata, Al-Qasim ibnu Abu Buzzah, Abdul Karim ibnu
Malik Al-Jazari, dan As-Saddi. Muhammad ibnu Sirin mengatakan sehubungan
dengan makna ayat, bahwa ia suka bila seseorang membebaskan budak mukatab-nya
dari sebagian tanggungannya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Al-Fadl ibnu Syazan Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami
Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, dari Ibnu
Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata ibnus Sa-ib, bahwa Abdullah ibnu Jundub
pernah menceritakan kepadanya dari Ali r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda,
"Seperempat dari perjanjian kitabah."Tetapi hadis ini garib, predikat marfu '-nya
tidak dapat diterima, yang lebih mendekati kebenaran predikatnya adalah
mauqufnya sampai kepada Ali r.a., seperti apa yang telah diriwayatkan oleh Abu
Abdur Rahman As-Sulami rahimahulah bersumber dari dia. Firman Allah Swt.: Dan
janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian melakukan perzinaan. (An
Nuur:33), hingga akhir ayat. Dahulu di masa Jahiliah bila seseorang dari mereka
mempunyai budak perempuan, ia melepaskannya untuk berbuat zina dan
menetapkan atas dirinya pajak yang ia pungut di setiap waktu. Setelah Islam datang,
maka Allah melarang orang-orang mukmin melakukan hal tersebut. Latar belakang
turunnya ayat yang mulia ini menurut apa yang telah disebutkan oleh sejumlah
ulama tafsir—baik dari kalangan ulama Salaf maupun Khalaf— berkenaan dengan
Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul. Dia mempunyai banyak budak perempuan yang
sering ia paksa untuk melakukan pelacuran karena mengejar pajak dari mereka,
menginginkan anak dari mereka, dan beroleh kepemimpinan dari perbuatannya itu
menurut dugaannya. Beberapa asar yang membicarakan hal ini: Al-Hafiz Abu Bakar
Ahmad ibnu Amr ibnu Abdul Khaliq Al-Bazzar rahimahullah telah mengatakan di
dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Daud Al-
Wasit, telah menceritakan kepada kami Abu Amr Al-Lakhami (yakni Muhammad
ibnul Hajjaj), telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Az-
Zuhri yang menceritakan bahwa dahulu Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul mempunyai
seorang budak perempuan yang dikenal dengan nama Mu'azah, dia memaksanya
untuk melacur. Setelah Islam datang, maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: dan
janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian melakukan perzinaan. (An
Nuur:33), hingga akhir ayat. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Sufyan, dari
Jabir sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan

https://jurnal.itg.ac.id/ 5
Jurnal Agama 1
Vol. xx; No. xx; <2022>; Hal x-x

dengan budak perempuan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul yang dikenal dengan nama
Masikah(Ash-Shallabi, 2008). Abdullah ibnu Ubay memaksanya untuk melacur,
sedangkan Masikah cukup cantik rupanya, tetapi Masikah menolak. Maka Allah
menurunkan ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan janganlah kalian paksa budak-budak
wanita kalian melakukan perzinaan. (An Nuur:33) sampai dengan firman-Nya: Dan
barang siapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa (itu).
(An Nuur:33) Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar telah mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sa'id, telah
menceritakan kepada kami Al-A'masy, telah menceritakan kepadaku Abu Sufyan
dari Jabir yang telah mengatakan bahwa dahulu seorang budak wanita milik
Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul yang dikenal dengan nama Masikah sering dipaksa
oleh tuannya melacur. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian
paksa budak-budak wanita kalian melakukan perzinahan. (An Nuur:33). sampai
dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah
mereka dipaksa (itu). (An Nuur:33) Al-A'masy menjelaskan bahwa dia telah
mendengarnya dari Abu Sufyan ibnu Talhah ibnu Nafi'. Hal ini menunjukkan
kebatilan pendapat orang yang mengatakan bahwa Al-A'masy tidak mendengar asar
ini dari Abu Sufyan. Sesungguhnya pendapat ini merupakan suatu kekeliruan,
menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar. Abu Daud At-Tayalisi telah
meriwayatkan dari Sulaiman ibnu Mu'az, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas, bahwa seorang budak perempuan milik Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul
melacur di masa Jahiliah hingga ia melahirkan banyak anak dari perbuatan lacurnya.
Pada suatu hari Abdullah ibnu Ubay menegurnya, "Mengapa kamu tidak melacur
lagi? Si budak wanita menjawab, "Demi Allah, aku tidak akan melacur lagi." Maka
Abdullah ibnu Ubay memukulinya. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan
janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian melakukan perzinaan. (An
Nuur:33) Al-Bazzar telah meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami
Ahmad ibnu Daud Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abu Amr Al-Lakhami
(yakni Muhammad ibnul Hajjaj), telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa dahulu seorang budak
wanita milik Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul yang dikenal dengan nama Mu'azah
sering dipaksa oleh tuannya melacur. Setelah Islam datang, turunlah ayat berikut,
yaitu firman-Nya: Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian
melakukan perzinaan, sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian. (An
Nuur:33) sampai dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang memaksa mereka,
maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada
mereka) sesudah mereka dipaksa (itu). (An Nuur:33) Abdur Razzaq mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, bahwa seorang lelaki dari
kalangan Quraisy menjadi tawanan perang sejak Perang Badar. Dia menjadi tawanan
Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, sedangkan Abdullah ibnu Ubay mempunyai seorang
budak wanita yang dikenal dengan nama Mu'azah. Tawanan Quraisy itu
menginginkan budak wanitanya, sedangkan budak wanita itu adalah seorang yang
telah masuk Islam. Maka budak wanita itu menolak karena ia sudah masuk Islam.
Sementara itu Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul memaksa budaknya untuk melakukan
pelacuran dengan lelaki Quraisy tersebut, bahkan memukulinya agar ia mau. Tujuan
Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul ialah agar budak wanitanya itu dapat mengandung
dari lelaki Quraisy itu, yang pada akhirnya ia akan menuntut tebusan anaknya. Maka
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian paksa budak-budak
wanita kalian melakukan pelacuran, sedangkan mereka sendiri menginginkan
kesucian. (An Nuur:33) As-Saddi mengatakan bahwa ayat yang mulia ini diturunkan
berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, pemimpin kaum munafik. Dia
memiliki seorang budak wanita bernama Mu'azah. Apabila dia kedatangan tamu,

6 https://jurnal.itg.ac.id/
Jurnal Agama 1
Vol. xx; No. xx; <2022>; Hal x-x

maka ia mengirimkan budak wanitanya kepada tamu itu agar si tamu berbuat zina
dengannya. Tujuannya ialah agar ia beroleh imbalan dari tamunya, juga kehormatan.
Maka budak wanita itu lari menemui Abu Bakar r.a. dan mengadukan perlakuan
tuannya. Kemudian Abu Bakar menceritakan hal tersebut kepada Nabi Saw. Maka
Nabi Saw. Memerintahkan kepada Abu Bakar agar membelinya dari tangan tuannya.
Abdullah ibnu Ubay merasa terkejut, lalu berkata, "Siapakah yang akan membelaku
dari perlakuan Muhamad? Dia dapat mengalahkan kami dalam urusan budak kami."
Maka Allah menurunkan firman-Nya ini berkenaan dengan mereka. Muqatil ibnu
Hayyan mengatakan, telah sampai kepadaku —hanya Allah Yang Maha Mengetahui
— bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang laki-laki yang memaksa
dua orang budak wanita miliknya (untuk melacur), nama salah seorang budak
wanita itu ialah Masikah yang menjadi milik orang Ansar, sedangkan yang lainnya
adalah ibunya bernama Umaimah, dan Mu'azah serta Arwa mengalami nasib yang
sama. Lalu Masikah dan ibunya datang menghadap kepada Nabi Saw. dan
menceritakan tentang peristiwa yang dialaminya. Maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya sehubungan dengan peristiwa itu: Dan janganlah kalian paksa budak-
budak wanita kalian melakukan pelacuran. (An Nuur:33). Yakni perzinaan(Diawati,
2011).

 Tafsir At-Thabari
Menurut Imam al-Thabari, perempuan boleh membuka bagian tubuhnya yang tidak
termasuk bagian dari aurat. Sebab, hal tersebut tidak diharamkan. Itulah yang
dimaksud dengan kalimat illâ mâ zhahara minhâ(Utami, 2020).

 Tafsir Al-Qurtubi
Menurut Imam Qatadah dan Miswar bin Makhzamah berpendapat bahwa yang
boleh dilihat termasuk juga celak mata, gelang, setengah dari tangan yang dalam
kebiasaan wanita Arab dihiasi dengan pacar, anting, cincin dan
semacamnya(Restiviani, 2020)

 Tafsiran Kontemporer
 Tafsir Ala-Maududi
Hendaklah orang-orang yang tidak mampu menikah memelihara kesucian dirinya
sampai Allah memberikan kekayaan kepada mereka dari karunia-Nya Dan tulislah
akta pembebasan untuk budak-budakmu yang menginginkan kebebasan mereka se-
bagai pengganti pembayaran - jika kamu melihat ada kebaikan didalamnya - dan
berikan mereka dari kekayaan yang telah Allah berikan kepada Anda Dan janganlah
kamu memaksa budak perempuanmu untuk berzinah demi keuntungan dunia sedan-
gkan mereka ingin tetap suci. Dan barang siapa yang memaksa mereka untuk berzi-
nah, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) setelah
tunduknya mereka pada paksaan tersebut(Restiviani, 2020).

 Tafsir Marwan Hadidi bin Musa


Ayat ini berkenaan dengan orang yang tidak mampu menikah, Allah memerin-
tahkannya untuk menjaga kesucian dirinya dan mengerjakan sebab-sebab yang dapat
menyucikan dirinya, seperti mengalihkan pikirannya dengan menyibukkan dirinya
dan melakukan saran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu berpuasa. Baik karena
miskinnya mereka (tidak sanggup menyiapkan mahar atau memberikan nafkah),
atau miskinnya.wali atau sayyid mereka atau karena keengganan mereka (wali atau
sayyid) menikahkan mereka. Sehingga mereka dapat menikah. Salah satu cara
dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan adalah mukatabah, yaitu seo-
rang hamba sahaya boleh meminta kepada tuannya untuk dimerdekakan, dengan
perjanjian bahwa budak itu akan membayar jumlah uang yang ditentukan. Pemilik

https://jurnal.itg.ac.id/ 7
Jurnal Agama 1
Vol. xx; No. xx; <2022>; Hal x-x

budak itu hendaklah menerima perjanjian itu kalau budak itu menurut pandangannya
sanggup melunasi perjanjian itu dengan harta yang halal. Untuk mempercepat lunas-
nya perjanjian itu hendaklah budak-budak itu ditolong baik oleh tuannya dengan
diringankan sedikit bebannya atau oleh orang lain dengan harta yang diambilkan
dari zakat atau dari harta mereka. Disebutkan, “Harta Allah yang dikaruniakan-Nya
kepadamu” untuk mengingatkan bahwa harta yang ada di tangan kita adalah berasal
dari Allah, oleh karena itu berbuat baiklah kepada hamba-hamba Allah sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepada kita. Syaikh As Sa’diy berkata, “Mafhum ayat ini
adalah, bahwa seorang hamba sahaya apabila tidak meminta mukatabah, maka ma-
jikannya tidak diperintahkan memulai menawarkan mukatabah, dan bahwa apabila
dia tidak mengetahui kebaikan pada budaknya, bahkan yang diketahui malah seba-
liknya, seperti ia tidak punya usaha sehingga menjadi beban orang lain, terlantar,
atau ada sesuatu yang dikhawatirkan jika dimerdekakan seperti membuatnya
melakukan kerusakan, maka majikannya tidak diperintahkan melakukan mukatabah,
bahkan dilarang melakukannya karena di dalamnya terdapat sesuatu yang
dikhawatirkan tersebut.” Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sam-
pai kepada Jabir, ia berkata, “Abdullah bin Ubay bin Salul berkata kepada hamba sa-
hayanya yang perempuan, “Pergilah! Lakukanlah pelacuran untuk kami.” Maka Al-
lah menurunkan ayat, “Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu un-
tuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena
kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi.” Yakni memperoleh upah
dari pelacuran itu, karena di zaman Jahiliyyah terkadang wanita budak dipaksa
melakukan pelacuran agar majikannya memperoleh upah. Selanjutnya Allah Sub-
haanahu wa Ta'aala mengajak orang yang telah memaksa tersebut untuk bertobat.
Oleh karena itu, hendaknya dia bertobat kepada Allah dan menghentikan perbuatan-
nya itu. Apabila dia telah bertobat dan berhenti dari melakukan hal itu, maka Allah
akan mengampuni dosa-dosanya dan merahmatinya(RABIATUL ADAWIYAH et
al., 2019)

 Tafsir Fayiz bin Sayyaf As-Sariih


Hendaklah menjaga kesucian} hendaklah mengendalikan diri dari perbuatan haram
dan zina {orang-orang yang belum menikah yang belum mampu menikah karena
kesulitan baik mahar maupun memberi nafkah, merkipun dia memerlukannya
{sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karuniaNya. dan hamba
sahaya yang kalian miliki menginginkan perjanjian (menebus diri)} Hamba yang
kalian miliki baik laki-laki maupun perempuan menginginkan akad mukatabah
(menebus diri), dimana hamba laki-laki berkata kepada tuannya, aku ingin
melakukan perjanjian (menebus diri) denganmu menggunakan harta untuk perkara
ini, maka putuskanlah hal itu terhadapku dan bebaskanlah aku, lalu tuannya
berkata,”Aku menerimanya” atau hal semacam itu {hendaklah kalian membuat
perjanjian dengan mereka} maka buatlah perjanjian dengan mereka dengana akad
mukatabah {jika kalian mengetahui ada kebaikan} amanah dan kemampuan untuk
berusaha {pada mereka. Berilah mereka sebagian harta Allah yang dikaruniakan
kepada kalian. Janganlah memaksa hamba sahaya perempuan kalian} hamba sahaya
perempuan kalian {untuk melakukan pelacuran} melakukan zina {jika mereka
menginginkan kesucian} menjaga diri dari hal itu {karena kalian mencari} mencari
{keuntungan kehidupan duniawi. Siapa saja yang memaksa mereka, maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang setelah mereka
dipaksa

B. Tahap Analisis Data


Teknik Pengumpulan Data

8 https://jurnal.itg.ac.id/
Jurnal Agama 1
Vol. xx; No. xx; <2022>; Hal x-x

Tujuan dari pengumpulan data ini adalah untuk menunjang kebutuhan penelitian, adapun metode
pengumpulan data penelitian ini, yaitu :
1) Studi Literatur untuk mendapatkan referensi dari jurnal maupun buku yang berkaitan
dengan penelitian ini.
2) Penelitian lapangan yang dilakukan adalah dengan mewawancarai para ahli yang
bersangkutan dan dosen yang membantu validasi hasil penelitian untuk mengetahui apakah
yang di kerjakan teradapat kekeliruan atau tidak. Wawancara yang pertama terhadap Kiyai
untuk memvalidasi apakah tafsiran-tafsiran yang di gunakan sudah sesuai atau tidak,
kemuadian Wawancara yang kedua terhadap dosen ahli kemahasiswaan untuk menanyakan
tepat atau tidaknya solusi yang kami buat. Dan yang ketiga memvalidasi hasil jurnal yang
kami buat kepada dosen pengampu.

Ringkasan Tafsir
Dan budak-budak yg kalian miliki yg menginginkan perjanjian, hendaklah kalian untuk perjanjian
menggunakan mereka, bila kalian mengetahui terdapat kebaikan dalam mereka. Ini merupakan perintah
menurut Allah ditujukan pada para tuan, jika budak-budak mereka menginginkan transaksi kitabah. Yaitu
hendaknya mereka memenuhi permintaan budak-budak mereka menggunakan mengikat perjanjian, bahwa
budak yg bersangkutan dipersilakan berusaha & menurut output usahanya itu si budak wajib melunasi
sejumlah harta yg sudah dituangkan pada perjanjian mereka berdua, menjadi imbalan menurut kemerdekaan
dirinya secara penuh. Ulama yg lain beropini bahwa seseorang tuan bila budaknya mengajukan transaksi
kitabah, diwajibkan baginya memenuhi apa yg diminta sang budaknya. Imam Bukhari berkata bahwa Rauh
sudah meriwayatkan menurut Ibnu Juraij, bahwa dia pernah bertanya pada Ata, "Apakah harus atas diriku
memenuhi permintaan budakku yg mengajukan transaksi kitabah menggunakan sejumlah harta?" Ata
menjawab, "Menurut irit aku tiada lain bagimu kecuali harus memenuhi permintaannya." Amr ibnu Dinar
berkata bahwa dia pernah bertanya pada Ata, "Apakah kamu lebih mementingkan orang lain daripada dia
(budak yg meminta kitabah)?" Ata menjawab, "Tidak." Kemudian dia menceritakan kepadaku, Musa ibnu
Anas pernah menceritakan kepadanya bahwa Sirin pernah mengajukan transaksi kitabah pada Anas,
sedangkan Sirin memiliki harta yg banyak, namun Anas menolak.

Solusi
Solusi dari permasalahan diatas dari pelecehan seksual:
a) Pendampingan
Pendampingan berupa konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, advokasi, dan/atau bimbingan
sosial dan rohani.
b) Perlindungan
Jaminan keberlanjutan pendidikan atau pekerjaan, penyediaan rumah aman, dan korban atau saksi
bebas dari ancaman yang berkaitan dengan kesaksian yang diberikan.
c) Pengenaan sanksi administratif
Sanksi terdiri dari tiga golongan, yaitu ringan, sedang, dan berat. Bentuk sanksi yang dijatuhkan
dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai rekomendasi satuan tugas. Selain itu, sanksi
yang diberikan tidak mengesampingkan peraturan lain.
d) Pemulihan korban
Melibatkan psikolog, tenaga medis, pemuka agama, dan organisasi pendamping korban. Masa
pemulihan tidak mengurangi hak pembelajaran dan/atau kepegawaian.
e) Bicaralah dengan pelaku
Anda dapat mencoba menyelesaikan sendiri situasi tersebut dengan menjelaskan kepada orang yang
melecehkan Anda bahwa perilakunya tidak diinginkan. Namun, ini hanya disarankan jika Anda
merasa aman dan nyaman melakukannya.
f) Beritahu seseorang
Pelecehan seksual bukanlah sesuatu yang harus Anda tangani sendiri. Di tempat kerja, mungkin ada
baiknya berbicara dengan staf SDM, yang dapat membantu Anda memutuskan apa yang harus

https://jurnal.itg.ac.id/ 9
Jurnal Agama 1
Vol. xx; No. xx; <2022>; Hal x-x

dilakukan. Anda mungkin juga ingin berbicara dengan teman atau anggota keluarga tepercaya
tentang apa yang terjadi.
g) Informasikan
Jika Anda dilecehkan di tempat kerja, sekolah, atau universitas, cari tahu kebijakan dan prosedur
mereka untuk mencegah dan menangani pelecehan seksual. Mereka mungkin sudah memiliki proses
untuk menghadapi situasi ini dan mendukung Anda.
h) Membuat catatan
Dokumentasikan semua yang terjadi, termasuk kapan itu terjadi, nama-nama orang yang melihat apa
yang terjadi, dan apa yang telah Anda lakukan untuk menghentikannya. Akan sangat berguna untuk
membawa catatan ini saat berbicara dengan manajer atau staf SDM sehingga mereka tahu persis apa
yang telah terjadi, dan kapan.
i) Simpan bukti apapun
Simpan pesan teks, komentar media sosial, catatan, dan email. Bukti ini juga dapat membantu jika
Anda mengajukan keluhan.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Sebab di turunkannya Q.S An-Nur ayat 33, Muslim meriwayatkan dari Abu Sufyan dari Jabir bin
Abdillah bahwa Abdullah bin Ubay pernah mengatakan kepada seorang budak wanitanya, “Pergilah
dan melacurlah untuk kami!” Maka Allah menurunkan ayat ini. Muslim juga meriwayatkan dari ini
bahwa seorang budak wanita milik Abdullah bin Ubay, yang benama Masikah, dan seorang budak
wanita yang lain yang benama Umaimah, dipaksa oleh Abdullah untuk berzina, lalu keduanya
mengadukan hal itu kepada Nabi saw.. Maka Allah menurunkan ayat ini.
2. Tafsiran classic dari Q.S An-Nur ayat 33, Ayat ini berkenaan menggunakan orang yg nir bisa
menikah, Allah memerintahkannya buat menjaga kesucian dirinya & mengerjakan karena yg bisa
menyucikan dirinya, misalnya mengalihkan pikirannya menggunakan menyibukkan dirinya &
melakukan saran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu berpuasa. Baik lantaran miskinnya mereka
(nir bisa menyiapkan mahar atau menaruh nafkah), atau miskinnya.wali atau sayyid mereka atau
lantaran keengganan mereka (wali atau sayyid) menikahkan mereka. Sehingga mereka bisa menikah.
Salah satu cara pada kepercayaan Islam buat menghilangkan perbudakan merupakan mukatabah,
yaitu seseorang hamba sahaya boleh meminta pada tuannya buat dimerdekakan, menggunakan
perjanjian bahwa budak itu akan membayar jumlah uang yg ditentukan. Pemilik budak itu hendaklah
mendapat perjanjian itu jika budak itu berdasarkan pandangannya bisa melunasi perjanjian itu
menggunakan harta yg halal. Untuk meningkatkan kecepatan lunasnya perjanjian itu hendaklah
budak-budak itu ditolong baik sang tuannya menggunakan diringankan sedikit bebannya atau sang
orang lain menggunakan harta yg diambilkan berdasarkan zakat atau berdasarkan harta mereka.
3. Tafsiran kontemporer dari Q.S An-Nur ayat 33, Ayat ini berkenaan menggunakan orang yg nir bisa
menikah, Allah memerintahkannya buat menjaga kesucian dirinya & mengerjakan karena-karena yg
bisa menyucikan dirinya, misalnya mengalihkan pikirannya menggunakan menyibukkan dirinya &
melakukan saran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu berpuasa. Baik lantaran miskinnya mereka
(nir bisa menyiapkan mahar atau menaruh nafkah), atau miskinnya.wali atau sayyid mereka atau
lantaran keengganan mereka (wali atau sayyid) menikahkan mereka. Sehingga mereka bisa menikah.

10 https://jurnal.itg.ac.id/
Jurnal Agama 1
Vol. xx; No. xx; <2022>; Hal x-x

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, kami
dapat menyelesaikan jurnal ini yang berjudul “Pencegahan Bullying Dalam Pendidikan Karakter Melalui
Peran Teman Sebaya” Penulisan jurnal ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas Agama 1, tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak, cukup sulit bagi kami untuk menyelesaikan tugas jurnal ini. Oleh sebab
itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepada Allah SWT yang selalu dengan segala rahmat serta karunia-Nya yang memberikan kemuda-
han, kekuattan, dan kelancaran bagi peneliti dalam menyelesaikan jurnal ini;
2. Bapa Muhammad Syauqi Mubarok, M.Pd. selaku dosen pengampu kami yang selalu memberikan
masukkan dan mengarahkan kami dalam menyelesaikan jurnal penelitian ini;
3. Bapa Encep selaku dosen yang telah membantu validasi hasil dari jurnal ini;
4. Bapa Deden Saeful Furqon S.Pd.I selalu ustadz yang telah membantu validasi hasil jurnal ini;
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun untuk memperbaiki kekurangan dalam
membuat jurnal ini. Semoga dapat memberikan manfaat kepada kita semua, khususnya bagi Program Studi
Sistem Informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shallabi, A. M. (2008). Biografi Umar bin Al-Khathab. Pustaka Al-Kautsar.


Diawati, Z. A. (2011). KONSEPSI KEHIDUPAN MANUSIA DALAM AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Mawdu’i).
Maharani, R. F., Wulandari, M. D., Psi, S., & Psikolog, M. P. (2022). Efektivitas Media Sex Education
Islamic (SEI) Untuk Meningkatkan Perlindungan Diri Anak Dari Pelecehan Seksual Di SD Muhtadin
Kota Madiun. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mutik, R. A. (2016). Konsep Jilbab Dalam Perspektif Al-Qur’an (Nilai-Nilai Pendidikan yang Terkandung
dalam Surat Al Ahzab Ayat 33 dan 59, Al A’raf Ayat 26 dan 31, dan An Nur Ayat 31). Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan.
RABIATUL ADAWIYAH, U., Halim, A., & Iqbal, A. (2019). MAKAR DALAM PERSPEKTIF AL-QUR‟ AN
(KAJIAN TAFSIR TEMATIK). UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDINJAMBI.
Restiviani, Y. (2020). Wanita Dan Tabarruj Perspektif Al Quran (Kajian Terhadap Surat Al-Ahzāb Ayat 33).
Liwaul Dakwah: Jurnal Kajian Dakwah Dan Masyarakat Islam, 10(1), 85–100.
Sulandjari, R. (2017). Literasi media sebagai pengantisipasi pelecehan seksual pada anak dan remaja (studi
kasus di kelurahan pudakpayung kecamatan banyumanik kotamadia semarang). Majalah Ilmiah
Inspiratif, 2(3).
Syofrianisda, S. (2020). Karakteristik Pakaian Wanita Muslimah dalam Tinjauan Al-Qur’an dan Hadis.
Istinarah: Riset Keagamaan, Sosial Dan Budaya, 2(1), 91–105.
Utami, S. A. (2020). Konsep Pengasuhan Anak dalam Penafsiran QS. Ali Imran ayat 33-37 (Studi
Komparatif Kitab Tafsir Jâmi’al-Bayân dan Tafsir Al-Misbah).

https://jurnal.itg.ac.id/ 11

Anda mungkin juga menyukai