Anda di halaman 1dari 33

UPAYA PENINGKATAN PEREKONOMIAN

MASYARAKAT BANTEN MELALUI KEBIJAKAN


OTONOMI DAERAH
Dosen Pengampu: Mulhat, S.H., M.H.

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Rahmawati (4441200006)

Aaliyah Nurul Rahma (4441200009)

Nabila Alfina Rahman (4441200011)

Mutiara Annisa (4441200020)

Intan Natalya (4441200022)

Kelas 2A

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
yang berjudul “Upaya Peningkatan Perekonomian Masyarakat Banten Melalui
Kebijakan Otonomi Daerah” ini.
Dalam makalah ini dijelaskan pengertian otonomi daerah secara umum
hingga bagaimana upaya yang dilakukan dalam meningkatkan perekonomian
masyarakat banten serta dampak kebijakan tersebut. Adapun tujuan kami menyusun
makalah ini yang utama adalah untuk memenuhi tugas dari dosen yang pembimbing
kami dalam mata kuliah Kewarganegaraan.
Kami menyadari makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik dalam
bentuk isi maupun dalam bentuk tulisan dan penyusunannya. Untuk itu kami
meminta maaf dan mohon untuk maklumi atas segala kekurangan dan kesalahan
yang terjadi. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki tulisan kami di masa mendatang.
Kami harap semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua terutama bagi mahasiswa-mahasiswa yang mengampu mata kuliah
Kewarganegaraan.

Serang, 11 Juni 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I .................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3

1.3 Tujuan Makalah .................................................................................. 3

BAB II ................................................................................................................ 4

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4

BAB III ............................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ................................................................................................. 6

2.1 Proses Pembentukan Banten sebagai Provinsi Sendiri ...................... 6

2.2 Kebijakan Pemerintah Provinsi Banten dalam Upaya


Memaksimalkan Perekonomian di Wilayah Banten..................................... 7

2.3 Dampak Kebijakan yang Diberlakukan untuk Meningkatkan


Perekonomian Banten .................................................................................. 10

2.4 Faktor yang Mempengaruhi dalam Meningkatkan Perekonomian


Provinsi Banten ............................................................................................ 14

BAB IV ............................................................................................................. 26

PENUTUP ........................................................................................................ 26

3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 26

3.2 Saran .................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah (region) memiliki pengertian sebagai kesatuan ruang yang


memiliki ciri khas tertentu yang terdapat pada daerahnya berupa unsur fisik,
ekonomi, sosial atau pun budaya, sehingga menjadi pembeda dari wilayah
lain di sekitarnya. Didalam suatu daerah atau pun wilayah baik itu Kota,
Kabupaten, Kecamatan, atau Propinsi, pasti memerlukan suatu dana untuk
membangun daerah tersebut guna meningkatkan kesejahteraan di wilayah
tersebut. Tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah/wilayah
menjadi tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan
pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan akibat
pembangunan ekonomi tersebut. Salah satu indikator yang menjadi tolak ukur
keberhasilan pembangunan ekonomi ialah besarnya jumlah pengangguran di
wilayah tersebut. Apabila jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan
luasnya lapangan pekerjaan, maka akan berdampak pada meningkatkan
jumlah pengangguran di wilayah tersebut.
Banten merupakan propinsi yang baru dibentuk pada awal tahun 2000-
an, sehingga dapat dikatakan bahwa Banten merupakan salah satu propinsi
termuda yang muncul akibat pemekaran dari Propinsi Jawa Barat. Dengan
berpisahnya Banten dari Propinsi Jawa Barat menjadi Propinsi sendiri. artinya
bahwa semua kekuasaan untuk mengatur daerahnya telah diserahkan
seluruhnya kepada Propinsi Banten, langkah selanjutnya dan kebijakan
apapun yang akan diambil, berada di tangan Propinsi Banten tanpa adanya
campur tangan dari pemerintah. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Propinsi
Banten untuk menemukan cara bagaimana meningkatkan pertumbuhan

1
ekonomi di daerahnya sendiri menggunakan kewenangan otonomi daerah
yang telah diberikan selurhnya kepada Propinsi Banten.
Banten sebagai salah satu propinsi sentra industri di Indonesia, baik dari
industri dengan manufaktur berteknologi rendah atau pun manufaktur dengan
teknologi tinggi. Tidak hanya di bidang industri, bidang-bidang lain seperti
pertanian juga tumbuh dengan baik di propinsi ini. melihat potensi-potensi
yang ada di Propinsi Banten, sayang sekali jika potensi tersebut tidak
dikembangkan melalui kebijakan yang dibaut oleh Pemerintah Provinsi
Banten. Oleh karena itu, sejalan dengan hal tersebut, tujuan dari dibuatnya
makalah ini yaitu untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi Banten dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayahnya
menggunakan kewenangan otonomi daerah yang telah dilimpahkan
kepadanya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana awal mula terbentuknya otonomi daerah di Banten?

2. Apa saja kah kebijakan yang dibuat Pemerintah Provinsi Banten dalam
upaya memaksimalkan perekonomian di Wilayah Banten?
3. Apa dampak yang dihasilkan dari kebijakan yang diberlakukan untuk
meningkatkan perekonomian Banten?
4. Apa saja kah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dalam
meningkatkan perekonomian Provinsi Banten?
5. Bagaimana nilai laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten setelah
kebijakan Pemerintah Provinsi Banten diberlakukan

2
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui awal mula terbentuknya otonomi daerah di Banten.

2. Untuk mengetahui kebijakan yang dibuat Pemerintah Provinsi Banten


dalam upaya memaksimalkan perekonomian di Wilayah Banten
3. Untuk mengetahui dampak yang dihasilkan dari kebijakan yang
diberlakukan untuk meningkatkan perekonomian Banten.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dalam
meningkatkan perekonomian Provinsi Banten.
5. Untuk mengetahui nilai laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten
setelah kebijakan Pemerintah Provinsi Banten diberlakukan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Otonomi daerah merupakan hak,wewenang,dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus ekonomi rumah tangganya sendiri sesuai dengan Peraturan
Perundang-Undangan Nomor 22 Tahun 1999. Dari pengerian tersebut tampak
bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan
mengurus kepentingna sendiri.Dalam hal ini hak dan wewenang yang diberikan
terutama mengeola kekayaan alam dan ekonomi rumah tangganya sendiri

Negara Indonesia yaitu Negara kesatuan sebagai Negara kepulauan yang


terbagi menjadi daerah-daerah otonom dengan kondisi geografis dan potensi yang
berbeda tentunya dalam proses laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan serta kerjasama antar daerah tidak akan berimbang. Oleh karenanya
perlu dibuat oleh DPRD dibahas bersama-sama dengan Kepala Daerah untuk
mendapat persetujuan tertulis dalam menjalankan prinsip dan asas otonomi.

Otonomi daerah memberikan konsekuansi bagi setiap wilayah untuk


mengatur dan memaksimalkan semua potensi yang ada di wilayahnya, dengan
tujuan utama untuk mensejahtrakan masyarakat di wilayah tersebut. Salah satu
indikasi kesejahtraan masyarakat adalah jika pembangunan disuatu wilayah mampu
memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat. Indikator utama
yang dikaji dalam penulisan ini adalah Provinsi Banten, Laju inflasi, perkembangan
upah minimum dan perkembangan ketenaga kerjaan di Provinsi Banten. Hal
tersebut merupakan indikator secara umum bahwa otonomi daerah yang
dilaksanakan pada Provinsi Banten memberikan dampak terhadap perekonomian
masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi merupakan angka yang menujukkan kenaikan


kegiatan perekonomian suatu daerah setiap tahunnya. Tanggung jawab agen
(pemerintah daerah) kepada prinsipal (masyarakat) adalah memberikan pelayanan
publik (public service) yang baik kepada masyarakat melalui anggaran belanja
modal. Karena pertumbuhan ekonomi yang baik harus didukung dengan
infrastruktur atau sarana prasarana yang memadai guna memperlancar kegiatan

4
ekonomi masyarakat. Sedangkan sarana dan prasarana tersebut didapatkan dari
pengalokasian anggaran belanja modal yang sudah dianggarkan setiap tahunnya
dalam APBD. Dengan demikian, ada hubungan antara pertumbuhan ekonomi
dengang pengalokasian belanja modal.

Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk


melihat keberhasilan pembangunan suatu Daerah. Setiap Daerah akan berusaha
keras untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal dan menurunkan angka
kemiskinan. Namun, kondisi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia
pertumbuhan ekonomi yang dicapai ternyata juga diiringi dengan munculnya
permasalahan meningkatnya jumlah penduduk yang hidup dibawah garis
kemiskinan.

Dengan demikian yang menjadi latar beelakang dilaksanankannya otonomi


daerah secara nyata di Indonesia adalah ketidakpuasan masyarakat yang berada di
daerah yang kaya sumber daya alam namun kehidupan masyarakatnya tetap berada
dibawah garis kemiskinan.Walaupun secara Undang-Undang sudah sering
diterbitkan namun dalam kenyataannya pengelolaan kekayaan alam dan sumber
daya alam daerah masih diatur oleh pusat.Sehingga masyarakat daerah yang kaya
sumber daya alamnya merasa sangat dirugikan.Akhirnya,pada masa reformasi
dituntutlah pelaksanaan otonomi daerah. Sehingga lahirlah UU no 22 tahun 1999
dan pelaksanaan otonomi daerah mulai terealisasi sejak tahun 2000 secara bertahap.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Proses Pembentukan Banten sebagai Provinsi Sendiri


Pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru semakin
marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. Hingga Desember
2008 telah terbentuk 215 daerah otonom baru yang terdiri dari tujuh provinsi,
173 kabupaten, dan 35 kota. Dengan demikian total jumlahnya mencapai 524
daerah otonom yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota.
Provinsi Banten merupakan daerah otonom yang terbentuk berdasarkan
Undang- undang Nomor 23 Tahun 2000. Sebelum menjadi provinsi, Banten
bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada Orde Reformasi perjuangan
masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin
demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan
Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan Pekerja
Komite Panitia Propinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana
Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Propinsi Banten. Rapat
paripurna DPR RI pada tanggal 4 Oktober 2000 yang mengesahkan RUU
Provinsi Banten menjadi Undang- undang ditetapkan sebagai hari jadi
terbentuknya Provinsi Banten. pada tanggal 18 November 2000 dilakukan
peresmian Provinsi Banten dan pelantikan penjabat Gubernur H. Hakamudin
Djamal untuk menjalankan pemerintahan Provinsi Banten sampai terpilihnya
Gubernur definitif. Adapun periode Gubernur Banten sejak berdirinya sampai
sekarang adalah:
 Hakamudin Djamal sebagai Penjabat Gubernur Pertama (2000-2002)

 Djoko Munandar-Ratu Atut Chosiyah (2002-2005)

 Ratu Atut Chosiyah sebagai Plt Gubernur Banten (2005-2007)

 Ratu Atut Chosiyah-Masduki (2007-2012)

 Ratu Atut Chosiyah-Rano Karno (201

6
3.2 Kebijakan Pemerintah Provinsi Banten dalam Upaya Memaksimalkan
Perekonomian di Wilayah Banten
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah serangkaian usaha
kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,
memperluas kesempatan kerja dan mengarahkan pembagian pendapatan
secara merata. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia, kesempatan kerja
masih menjadi masalah utama. Pembangunan ekonomi mempunyai tujuan
antara lain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,
mengentaskan kemiskinan, menjaga kestabilan harga dengan selalu
memperhatikan tingkat inflasi, menjaga keseimbangan pembayaran,
perhatian yang cukup terhadap neraca perdagangan, pendistribusian
pendapatan yang lebih adil dan merata, dan mengatasi masalah pengangguran
dan kemiskinan.
Namun saat ini pembangunan ekonomi Indonesia mengalami
kemunduran yaitu terjadi krisis ekonomi dan politik tahun 1997/1998 yang
akhirnya melahirkan gerakan reformasi yang membawa perubahan besar dan
mendasar terhadap sistem tatakelola pemerintahan. Salah satu penyebab yang
berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah sumber daya manusia yang
ada disuatu wilayah tertentu. Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu
dapat menjadi pendorong maupun penghambat dalam pertumbuhan ekonomi.
Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan
penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk menambah
produksi. Disisi lain, akibat buruk dari penambahan penduduk yang tidak
diimbangi oleh kesempatan kerja akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi
tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan.
Provinsi Banten terdiri atas beberapa Kabupaten/Kota yang memiliki
latar belakang perbedaan antar wilayah. Perbedaan ini berupa perbedaan
karakteristik alam, sosial, ekonomi, dan sumber daya alam yang berbeda
disetiap Provinsi. Perbedaan tersebut menjadi hambatan dalam pemerataan
pembangunan ekonomi dikarenakan terkonsentrasinya suatu kegiatan
perekonomian yang berdampak meningkatnya pertumbuhan ekonomi
dibeberapa wilayah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Saat
ini Provinsi Banten masih memiliki kabupaten yang memiliki pertumbuhan

7
ekonomi yang rendah, yaitu Kabupaten Pandeglang memiliki laju
pertumbuhan ekonomi lebih kecil dari lainnya.
Deputi Gubernur BI Rosmaya Hadi mengatakan, rapat koordinasi
pengembangan ekonomi daerah dihadiri berbagai pihak. Selain BI, ada
perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Perwakilan
Kementerian PUPR, Kementerian Perdagangan, Kemendes PDT,
Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, Bulog, Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan jajaran bupati dan wali
kota di Banten.
Provinsi Banten menurutnya, menghadapi sejumlah permasalahan
seperti kemiskinan, ketimpangan. Namun, daerah ini mengalami
pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional dan memiliki kontribusi
khususnya sektor manufaktur.
Berikut kebijakan dalam Memaksimalkan perekonomian di wilayah
Banten:
1. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar pedesaan
penyediaan listrik, saranan fasilitas umum sosial.
Pembangunan sarana dan prasarana memiliki peran yang sangat penting
dalam mendukung aktivitas ekonomi, sosial, budaya, serta kesatuan dan
persatuan bangsa terutama sebagai modal dasar dalam memfasilitasi
interaksi dan komunikasi di antara kelompok masyarakat serta mengikat
dan menghubungkan antarwilayah. Pembangunan sarana dan prasarana,
yang menjadi kesatuan dari suatu pembangunan, diharapkan dapat
menjadi motor penggerak pertumbuhan perekonomian di wilayah Banten.

2. Mempercepat pembangunan infrastruktur yang mendukung tumbuhnya


sektor ekonomi potensial.
Pembangunan infrastruktur dan pengembangan ekonomi makro
seharusnya memiliki hubungan timbal balik, karena pembangunan

8
infrastruktur menimbulkan ekspansi ekonomi melalui efek multiplier.
Sementara ekspansi ekonomi menimbulkan kebutuhan untuk memperluas
infrastruktur yang ada, untuk menyerap makin besarnya aliran barang dan
orang yang beredar atau bersirkulasi di seluruh perekonomian. Maka dari
itu sangat disarankan kepada pemerintah unuk memperbaiki dengan amat
cepat dalam pembangunan suatu insfrakstuktur di Banten.
3. Meningkatkan perkembangan sektor ekonomi potensial sebagai sumber
pertumbuhan baru sesuai karakteristik Banten.
Pembangunan ekonomi di setiap daerah mempunyai tujuan utama untuk
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah
yang dituangkan dalam beberapa prioritas kebijakan pembangunan
daerah. Prioritas kebijakan pembangunan wilayah tersebut dapat
ditetapkan sesuai dengan kondisi dan potensi utama wilayah
bersangkutan. Hal ini perlu dilakukan karena perkembangan sektor
ekonomi di wilayah Banten masih sangat kurang maksimal, sehingga
pemerintah perlu berupaya dalam hal tersebut.
4. Meningkatkan pengembangan sektor wisata di Banten.
Peningkatan pengembangan sektor pariwisata di Banten dengan cara pengembangan
destinasi desa wisata berbasis pertanian (agrowisata) dan geopark, serta wisata bahari
yang dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru serta penguatan daya tarik
daerah wisata melalui atraksi budaya dan aset budaya, seperti Dewi Tanjung Lesung
dan Sangiang Sira.
5. Mendorong pengembangan sektor pertanian dengan fokus pada upaya
meningkatkan nilai tambah hasil produk pertanian
Peran pemerintah melalui berbagai kebijakan dan program diharapkan
dapat mendorong dan menciptakan iklim usaha yang kondusif dan
menggairahkan petani/kelompok tani maupun pihak swasta/usahawan,
sehingga agribisnis dapat berkembang. Dalam hal ini pemerintah
bertindak sebagai fasilitator, regulator, motivator yang harus

9
menserasikan hubungan antar pelaku agribisnis tersebut, sehingga para
pelaku dapat berinteraksi secara proporsional dan tidak terjadi eksploitasi
yang bersifat kontradiktif. Para pelaku usaha bisa meraih keuntungan
yang seimbang. Dengan terjadinya keterpaduan berbagai unsur tersebut
(kelompok tani, swasta/usahawan dan pemerintah) diharapkan agribisnis
yang bersifat konsolidatif vertikal atau kemitraan tersebut dapat
berkembang.
6. Memperkuat sisi hukum dan regulasi untuk menciptakan kepastian usaha
sehingga dapat menjaga tingkat investasi di Banten.
UUD No.25 Tahun 2017, tentang penanaman modal. Fasilitas penanaman
modal diberikan dengan mempertimbangkan tingkat daya saing
perekonomian dan kondisi keilangan negara dan harus promotif
dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan negara lain. Pentingnya
kepastian fasilitas penanaman modal ini mendorong pengaturan secara
lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal, fasilitas hak atas tanah,
imigrasi, dan fasilitas perizinan impor. Meskipun demikian, pemberian
fasilitas penanaman modal tersebut juga diberikan sebagai upaya
mendorong penyerapan tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi
dengan pelaku ekonomi kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang
lebih menguntungkan kepada penanam modal yang menggunakan barang
modal atau mesin atau peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas
terkait dengan lokasi penanaman modal di daerah tertinggal dan di daerah
dengan infrastruktur terbatas yang akan diatur lebih terperinci dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.

3.3 Dampak Kebijakan yang Diberlakukan untuk Meningkatkan


Perekonomian Banten
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu tolok ukur yang digunakan
untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. Di dalam
suatu negara pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dari kenaikan output yang
tercemin 9 dari Produk Domestik Bruto (PDB). PDB adalah salah satu
indikator yang dijadikan ukuran terbaik dari kinerja perekonomian suatu

10
negara. Laju pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan
menggunakan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar
harga konstan. Pertumbuhan ekonomi juga merupakan bagaimana suatu
aktivitas ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pada
waktu tertentu. Aktivitas ekonomi sendiri yaitu penggunaan faktor-faktor
produksi untuk menghasilkan output (Indayani dan Hartono, 2020).
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Banten melakukan rapat koordinasi pengembangan
ekonomi Daerah Provinsi Banten. Pada rapat tersebut terdapat enam hal
penting yang harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan konsisten bersinergi
untuk daerah Banten. Didalam beberapa tahun terakhir, perekonomian Banten
mampu tumbuh di atas rata-rata nasional dan memberi kontribusi besar
khususnya di sektor manufaktur. Namun, perekonomian Banten masih
menghadapi sejumlah permasalahan yang juga terjadi di berbagai daerah
Indonesia seperti menekan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan.
Selain itu, ekonomi Banten juga menghadapi tantangan untuk terus
mengoptimalkan beberapa faktor pendukung daya saing ekonomi, seperti
infrastruktur fisik dan SDM. Adapun dampak dari 6 kebijakan yang
dibuat,diantaranya:
1. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar pedesaan
penyediaan listrik, saranan fasilitas umum sosial.\

 Dampaknya:

- Sejalan dengan terus meningkatnya jumlah penduduk dan


perbaikan kualitas hidup masyarakat, kebutuhan akan
ketersediaan sumberdaya listrik bagi permukiman, industri,
pertanian, perdagangan dan fasilitas sosial juga semakin
meningkat.

- Masyarakat mudah dalam menjangkau memenuhi kebutuhan


hidup khususnya dalam kasus koneksi internet yang
membutuhkan fasilitas sosial dan tenaga listrik sekaligus
memperbaiki perekonomian yang ada di pedesaan.

11
2. Mempercepat pembangunan infrastruktur yang mendukung tumbuhnya
sektor ekonomi potensial.
 Dampaknya:

- Terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas jalan kabupaten atau


kota yang dapat digunakan seluruh masyarakat.
- Mengoptimalisasi pemanfaatan dana desa untuk pembangunan
infrastruktur dan sarana desa yang dirasakan masyarakat Banten.
- Pengembangan dan pemberdayaan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDES) yang dapat mendongkrok ekonomi dan terjadi
peningkatan pendapatan daerah didesa.
3. Meningkatkan perkembangan sektor ekonomi potensial sebagai sumber
pertumbuhan baru sesuai karakteristik Banten.
 Didalam Perkembangan sektor industri, dampaknya ialah:

- Meningkatnya kapasitas SDM melalui pendidikan vokasi.


Contohnya seperti didalam: pembangunan dan penyelenggaraan
politeknik atau akademisi di kawasan industri.
- Terjadi peningkatan skala ekonomi dan kapasitas industri kecil
dan menengah (IKM) dengan pendampingan yang memastikan
jaminan produk, keamanan, dan standar.
- Terjadi Optimalisasi dalam penggunaan teknologi dan integrasi
IKM ke perekonomian digital melalui pengembangan e-smart
IKM dengan sentra di seluruh Indonesia.
 Didalam sektor pertanian, dampaknya ialah :

- Memperkuat kelembagaan petani melalui pengembangan


corporate farming. Sehingga agroindustri-agrobisnsis
berkembang.

12
- Peningkatan akses pembiayaan usaha pertanian antara lain melalui
penyaluran KUR pada sektor primer. Di dukung dengan asuransi
pertanian dan peternakan.
- Mengimplementasi intensifikasi pertanian, serta peningkatkan
efisiensi distribusi logistik dan perbaikan tata niaga pangan.
4. Meningkatkan pengembangan sektor wisata di Banten.

 Dampaknya:

- Menjadi uggulan destinasi pariwisata tematik, seperti wisata


bahari, sejarah, religi, dan tradisi seni budaya Banten.
- Penguatan branding dan promosi wisata di daerah juga terus
mengoptimalkan dalam terjadinya peningkatan dalam pemakaian
teknologi dan e-commerce.
5. Mendorong pengembangan sektor pertanian dengan fokus pada upaya
meningkatkan nilai tambah hasil produk pertanian.
 Dampaknya:

- Terjadinya pengeluaran / berkurangnya anggaran pendapatan


belanja daerah untuk mengsubsidikan para petani didalam
meningkatkan hasil produktivitas pertanian (pupuk, alat mesin,
benih,dan lainnya)
6. Memperkuat sisi hukum dan regulasi untuk menciptakan kepastian usaha
sehingga dapat menjaga tingkat investasi di Banten.
 Dampaknya:

- Mempengaruhi adanya pembuatan baru undang-undang daerah


yang mengatur tentang aturan untuk para UMKM diwilayah
Banten
- Keterbatasan dalam ruang lingkup para wirausaha.

- Mempengaruhi terjadinya peningkatan pajak yang diatur didalam


hukum dalam wirausaha berinvestasi.
Pada intinya semua didalam otonomi daerah ataupun kebijakan yang
ditetapkan oleh pemprov ataupun Pemda akan selalu mempunyai dampak
khususnya para masyarakat banten yang terkena dampak positif ataupu
negative.
13
3.4 Faktor yang Mempengaruhi dalam Meningkatkan Perekonomian
Provinsi Banten
Dalam upaya meningkatkan laju perekonomian Provinsi Banten yang
dilakukan oleh Pemerintah, tentu tidak akan pernah luput dari faktor-faktor
pendukung dan penghambat peningkatan perekonomian Provinsi Banten.
Salah satu faktor atau indikator yang dapat meningkatkan atau menghambat
kemajuan perekonomian ialah besarnya angka pengangguran. Hal ini
dikarenakan besarnya angka pengangguran menunjukkan tingkat
kesejahteraan akibat dari pembangunan ekonomi. Jumlah penduduk yang
semakin meningkat diikuti dengan jumlah angkatan kerja yang setiap
tahunnya meningkat akan meningkatkan angka pengangguran apabila tidak
diimbangi dengan peningkatan kesempatan kerja atau pembukaan lapangan
kerja baru (Dewi, 2010).
Pengangguran menjadi isu penting dalam pembangunan ekonomi di
Propinsi Banten. Terdapat beberapa indikator ekonomi yang dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat pengangguran antara lain tingkat
inflasi yang terjadi, besaran tingkat upah yang berlaku, laju pertumbuhan
penduduk, dan besarnya kesempatan kerja. Semakin tinggi tingkat inflasi dan
tingkat pertumbuhan penduduk, maka akan pengaruh terhadap tingkat
pengangguran pun akan semakin tinggi. Sedangkan semakin tinggi tingkat
upah dan semakin besar kesempatan kerja maka tingkat pengangguran pun
akan semakin rendah (Rizka, 2007)
Provinsi Banten termasuk kedalam Provinsi yang masih terbilang
muda. Semenjak berpisah dari Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000 lalu dan
membentuk sutau otonomi daerah sendiri, tingkat pengangguran terbuka
(TPT) yang terjadi di provinsi Banten selalu menjadi lebih tinggi
dibandingkan TPT nasional. Pada tahun 2018 menurut data BPS (Badan Pusat
Satistik, 2018), TPT Banten merupakan yang TPT dengan nilai tertinggi di
Indonesia yaitu TPT yaitu sebesar 8,52 jauh diatas TPT nasional yang hanya
5,34. Pengangguran yang tinggi di provinsi Banten ternyata dipengaruhi oleh
tingginya pengangguran yang berusia muda (pemuda). Provinsi Banten
memiliki TPT pemuda tahun 2018 sebesar 19,39%. Pada tahun 2018 angka
TPT pemuda provinsi Banten juga merupakan nilai tertinggi kedua di bawah
14
Provinsi Jawa Barat dengan nilai yang cenderung terus meningkat semenjak
tahun 2014. Perlu diketahui bahwa Ekonomi dikatakan mengalami
pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa yang dilakukan di negara
tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Dengan demikian,
pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian
dapat menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat
pada periode tertentu (Mustika, 2010). Oleh karena itu. apabila jumlah
pengangguran di suatu negara meningkat maka akan menurunkan tingkat
pertumbuhan ekonomi suatu negara, dikarenakan tambahan pendapatan yang
seharusnya terjadi tidak ada dan produksi barang dan jasa mengalami
penurunan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2017), dengan 5
indikator yaitu tingkat upah, realisasi PMDN (Perusahaan Modal Dalam
Negeri), realisasi PMA (Perusahaan Modal Asing), angka pengangguran, dan
jumlah angkatan kerja yang digunakan sebagai faktor-faktor yang dapat
menghambat atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten
tahun 1999-2013, dihasilkan bahwa:
1. Tingkat upah minimum provinsi (UMP) memiliki pengaruh signifikan
bahwa apabila nilai upah minimum mengalami peningkatan maka akan
berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi (PDB) akan mengalami
peningkatan. Tinggi rendahnya upah yang ditetapkan oleh pemerintah
akan berdampak pada kenaikan dan penurunan jumlah pengangguran di
negara tersebut. Semakin tinggi nilai upah, maka jumlah orang yang
bekerja akan mengalami penurunan (jumlah pengangguran semakin
meningkat). Hal ini dikarenakan besarnya upah yang diberikan akan
berpengaruh pada peningkatan biaya output yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan.
2. Realisasi PMDN memiliki pengaruh bahwa apabila PMDN mengalami
peningkatan, maka tingkat perekonomian provinsi Banten akan meningkat

15
3. Realisasi PMA memiliki pengaruh siginifikan bahwa apabila PMA
mengalami peningkatan, maka tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi
Banten akan mengalami peningkatan.
4. Angkatan kerja tidak berpengaruh signifikan artinya bahwa apabila
angkatan kerja mengalami peningkatan, maka tingkat pertumbuhan
ekonomi provinsi Banten akan mengalami penurunan. Tingginya jumlah
angkatan kerja pada suatu negara tanpa diseimbangi dengan kesempatan
kerja yang meningkat, maka akan meningkatkan jumlah pengangguran
dikarenakan persaingan untuk mendapatkan suatu pekerjaan akan sulit.
Oleh karena itu, bukan hanya dari pemerintah yang harus memperbanyak
dan memaksimalkan fungsi BLK (Balai Latihan Kerja), tetapi pemuda dan
pemudi yang ada juga harus dituntut untuk kreatif sehingga dapat
menghasilkan produk sendiri dan membuka lapangan kerja untuk yang
lain.
5. Jumlah penganggur di suatu negara memiliki tidak memiliki pengaruh
siginifikan artinya apabila jumlah penganggur meningkat, maka tingkat
pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan. Berdasarkan pada
Hukum Okun (Okun’s Law), yaitu hubungan antara tingkat pengangguran
dengan GDP (Gross Domestic Product), bahwa setiap terjadi peningkatan
presentase pengangguran suatu negara, maka setara dengan penurunan
terhadap GDP sebesar 2% (Griffith dan Wall, 2015).
Selain dari faktor-faktor diatas yang telah dijabarkan, kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah juga bisa menjadi faktor dalam meningkatkan
atau pun menghambat pertumbuhan ekonomi di Banten itu sendiri.
Kemudian, faktor-faktor pendukung lain seperti keadaan sumber daya alam,
infrastruktur di suatu wilayah, sumber daya manusia yang ada pada daerah itu
sendiri, dan teknologi yang memumpuni.
Suatu daerah atau Provinsi haruslah mengetahui sumber daya alam apa
yang menonjol di wilayah tersebut, dapat dimanfaatkan bagi masyarakat
untuk dikelola yang dengan demikian dapat menghasilkan produksi dan
lapangan kerja bagi masyarakat di wilayah tersebut. Namun, sumber daya

16
alam yang ada disuatu wilayah harus tetap diperhatikan agar tidak hilang
kelestariannya. Pembangunan infrastruktur yang memadai juga menjadi salah
satu faktor yang dapat menghambat atau meningkatkan pertumbuhan
ekonomi suatu daerah. Infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah daerah
seperti jalan tol, pelabuhan, sampai bandara dibangun untuk menunjang
aktivitas kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Kualitas dan produktivitas
sumber daya manusia di negara tersebut juga harus diperhatikan dan
dikembangkan oleh pemerintah salah satunya melalui BLK (Badan Latihan
Kerja) yaitu tempat untuk menampung masyarakat yang ingin mendapatkan
pelatihan sebagai bekal untuk mencari pekerjaan. Tidak hanya mendapatkan
pelatihan, namun disini mereka juga diberikan upah walaupun tidak banyak.
Kemudian, teknologi yang memumpuni juga bisa menjadi faktor pendukung
atau pun penghambat untuk pertumbuhan ekonomi di provinsi Banten.
Semakin canggih suatu teknologi maka akan berpengaruh terhadap
meningkatnya produktivitas suatu perusahaan yang mana dapat menghasilkan
produk lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Teknologi seperti
handphone, laptop, social media, haruslah dimanfaatkan sedemikian rupa
untuk dapat menghasilkan suatu barang dan jasa yang dapat dijual sehingga
dapat membantu dalam meningkatkan PDB suatu daerah.
Faktor lain seperti kemandirian keuangan daerah juga dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Suci, et al (2014) mengenai perkembangan kemandirian
keuangan daerah selama kurun waktu 2001-2011 kabupaten dan kota di
provinsi banten menunjukkan hasil yang cukup baik namun Dana
Perimbangan masih lebih tinggi daripada PAD (Pendapatan Asli Daerah)
artinya dana yang diberikan oleh pemerintah pusat masih lebih tinggi
dibandingkan dengan dana yang berasal dari daerah tersebut. Beberapa
daerah seperti Kota Cilegon mempunya rasio PAD tertinggi, Kota dan
Kabupaten Tangerang, serta Kabupaten Serang kurang, dan Kabupaten
Pandeglang dan Lebak yang sangat kurang. Kemampuan keuangan yang
relatif kurang menyebabkan kemandirian keuangan kabupaten dan kota
Provinsi Banten relatif masih rendah. Kemandirian keuangan daerah seperti

17
PAD (Penerimaan Asli Daerah) mempunyai pengaruh positif secara
seignifikan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten.
Semakin tinggi kemandirian keuangan suatu daerah, maka ketergantungan
terhadap bantuan pemerintah akan semakin menurun. Sehingga apabila PAD
di Banten meningkat, maka pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten pun
akan semakin meningkat.

3.5 Nilai Laju Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Banten


Perekonomian Banten pada triwulan IV-2011 tumbuh sebesar minus
0,08 persen (q to q), menurun bila dibandingkan dengan triwulan III-2011
yaitu sebesar 2,93 persen. Penurunan pertumbuhan ini lebih dipenagruhi oleh
pengaruh musiman yaitu penurunan aktivitas sektor ekonomi yang selalu
terjadi di triwulan IV setiap tahunnya, terutama pada aktivitas perdagangan
luar negeri.Pada triwulan IV, hampir semua sektor (kecuali sektor pertanian
dan industry pengolahan) tumbuh positif dengan pertumbuhan tertinggi
dicapai oleh sektor listrik, gas dan air bersih, yaitu sebesar 3,36 persen, diikuti
oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 2,86 persen, sektor
bangunan sebesar 2,43 persen, sektor jasa – jasa sebesar 1,57 persen, sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,47 persen. Sementara sektor
lainnya tumbuh sebesar 1,41 persen, yakni sektor pertambangan dan
penggalian serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Banten, atas Dasar Harga
Konsan (Juta Rp).

18
Sumber: BKPN Provinsi Banten, 2012
 Inflasi
Hal lain yang menjadi indikator dalam keberhasilan sebuah wilayah
dalam meningkatkan perekonomian masyarakatdan wilayahnya adalah
laju inflasi. Berikut adalah laju inflasi pada Propinsi Banten pada tahun
2006 hingga 2010.
Tabel 2. Laju Inflasi Pertumbuhan Inflasi Provinsi Banten

Sumber: BKPN Propinsn Banten, 2012 (diolah)

Dengan demikian terllihat bahwa sejak 2006 – 2010 rata - rata 0,2 persen serta
dibandingkan periode tahun lalu maka tidak banyak mengalami perubahan yang
signifikan.
 Upah Minimum
Upah minimum merupakan upah Bulanan terendah yang terdiri dari
Upah pokok dan Tunjangan Tetap. Upah minimum Propinsi mengalami
progres dari tahun ketahun walaupun tidak terlalu signifikan. Upah
mimimum mencerminkan seberapa besar kaum buruh atau pekerja dapat
memeuhi kebutuhannya dan disisi lain upah minimum ditetapkan
berdasarkan kesepakatan pemerintah, pengusaha dan buruh/ pekerja.
Berikut adalah Perkembangan Upah minimum Propinsi Banten selama 5
Tahun Terakhir.

Tabel 3 Upah Minimum Provinsi Banten

Sumber: BKPN Propinsi Banten, 2012.

19
 Perkembangan Ketenagakerjaan di Propinsi Banten

Berdasarkan data Berita Resmi Statistik Provinsi Banten


No.54/11/36/Th.VII, 6 November 2013, perkembangan keadaan
ketenagakerjaan di Banten pada Agustus 2013 dibandingkan Agustus
2012 menunjukkan adanya perbaikan yang digambarkan adanya
peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dan penurunan tingkat
penganguran terbuka. Penduduk yang bekerja pada Agustus 2013
mencapai 4.637,0 ribu orang atau bertambah sekitar 31,2 ribu orang
dibanding Agustus 2012, yaitu sebesar 4.605,8 ribu orang. Pada periode
Agustus 2012 - Agustus 2013, jumlah penganggur mengalami penurunan
dari 519,2 ribu orang menjadi 509,3 ribu orang atau turun sekitar 9,9 ribu
orang.
Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) pada periode yang sama juga
mengalami penurunan yaitu dari 10,13 persen menjadi 9,90 persen atau
turun sekitar 0,23 poin. Sementara itu, selama periode satu tahun terakhir
(Agustus 2012 – Agustus 2013), terjadi penurunan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) yang relatif kecil sebesar 1,5 poin. Secara
sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja
dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Adapun penduduk
bekerja pada kegiatan formal mencakup kategori berusaha dengan
dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk
mereka yang bekerja pada kegiatan informal.
Berdasarkan klasifikasi sederhana itu, maka pada Agustus 2013
sekitar 2.799,0 ribu orang (60,4 persen) bekerja pada kegiatan formal dan
1.838,0 ribu orang (39,6 persen) bekerja pada kegiatan informal. Kondisi
selama Agustus 2012 - Agustus 2013, penduduk bekerja dengan status

20
berusaha dibantu buruh tetap bertambah sekitar 11,3 ribu orang dan
penduduk bekerja berstatus sebagai buruh/karyawan bertambah sebesar
92,8 ribu orang. Peningkatan ini menyebabkan jumlah penduduk yang
bekerja pada kegiatan formal bertambah sebesar 104,1 ribu orang dan
persentase penduduk bekerja pada kegiatan formal naik dari 58,5 persen
pada Agustus 2012 menjadi 60,4 persen pada Agustus 2013.
Sementara itu penduduk bekerja pada kegiatan informal selama
periode satu tahun terakhir berkurang sekitar 72,9 ribu orang atau
menurun dari 41,5 persen pada Agustus 2012 menjadi 39,6 persen pada
Agustus 2013. Penurunan ini berasal dari kategori berusaha sediri dan
berusaha dibantu buruh tidak tetap dan pekerja keluarga atau tidak
dibayar. Secara keseluruhan laju pertumbuhan rata-rata sektor
perekonomian di Provinsi Banten mengalami peningkatan pada periode
setelah otonomi daerah. Secara umum otonomi daerah berdampak positif
terhadap pertumbuhan perekonomia di Provinsi Banten, walaupun tidak
mengalami perubahan angka yang sangat signifikan baik pada PDRB,
tingkat inflasi maupun keadaan ketenagakerjaan.
Perekonomian Banten pada triwulan III 2020 mengalami perbaikan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara quarter to quarter, terdapat
pertumbuhan sebesar 4,55%, namun secara year on year masih
terkontraksi cukup sebesar -5,77%. Kontraksi pertumbuhan ekonomi
provinsi Banten pada triwulan III 2020 secara umum didorong oleh masih
berlanjutnya penurunan seluruh komponen dari sisi pengeluaran serta
penurunan hampir seluruh sektor utama dari sisi lapangan usaha. Kondisi
tersebut didorong oleh pandemi COVID-19 yang masih berlanjut
walaupun sudah menunjukkan perbaikan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) wilayah Banten
mengalami penurunan pada tahun 2020. Pos Pendapatan APBD wilayah
Banten yang meliputi Provinsi Banten, 3 Kotamadya, dan 5 Kabupaten
mengalami penurunan sebesar -2,9% dibandingkan tahun 2019. Di sisi
lain, pos Belanja wilayah Banten hanya meningkat sebesar 1,6%
dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan III 2020,

21
realisasi pendapatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota mencapai 68,4%
sedangkan realisasi belanja terealisasi 50,9%. Sama halnya dengan
APBD Provinsi Banten, realisasi Dana Transfer ke wilayah Banten dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercatat lebih rendah
dibanding realisasi triwulan yang sama tahun 2019. Realisasi mencapai
62,4% hingga triwulan III 2020, lebih rendah dibandingkan triwulan II
2019 sebesar 38,6%.
Inflasi Provinsi Banten pada triwulan III 2020 tercatat sebesar
1,63% (yoy), lebih rendah dibandingkan historis inflasi 3 tahun terakhir
maupun inflasi triwulan II 2020 yang masing-masing sebesar 3,46%
(yoy) dan 2,49% (yoy). Angka tersebut berada dibawah realisasi inflasi
regional Jawa yang mencapai 1,66% (yoy) namun di atas inflasi Nasional
yang tercatat sebesar 1,46% (yoy). Berlanjutnya penurunan Iaju inflasi
pada triwulan III didorong oleh menurunnya tekanan pada kelompok
Makanan, Minuman, dan tembakau dikarenakan tersedianya pasokan
yang cukup di pasaran ditengah masih berlangsungnya Pembatasan
Sosial Berskala Besar di beberapa wilayah di Provinsi Banten.
Stabilitas keuangan di Provinsi Banten pada triwulan III 2020 dalam
kondisi yang baik, tercermin dari tren positif pertumbuhan indikator
utama perbankan antara lain Aset, DPK, dan penyaluran kredit yang
berada dalam kondisi positif serta risiko kredit yang masih berada di
bawah batas 5%. Aset tumbuh sebesar 8,03% (yoy), DPK tumbuh 7,75%
(yoy), kredit tumbuh 2,36% (yoy). Dari sisi NonPerforming Loan di level
2,51% (yoy). Dari sisi kinerja keuangan korporasi, adanya pandemic
COVID-19, membuat kinerja keuangan korporasi pada triwulan II 2020
terpantau sedikit menurun. Dalam laporan keuangan perusahaan sampai
dengan triwulan II 2020, rasio rentabilitas korporasi yang ditunjukkan
oleh rasio Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE) dan profit
margin menunjukkan arah yang menurun.
Tingkat ROA mengalami penurunan dari 6,11% di triwulan I 2020
menjadi 5,43% di triwulan II 2020. Demikian juga dengan ROE
mengalami penurunan dari 12,29% menjadi 11,53% di triwulan I 2020.

22
Kondisi serupa juga terjadi pada tingkat profit margin juga menunjukkan
penurunan dari 9,72% menjadi 9,36%. Sementara itu, dari sisi
intermediasi perbankan di Provinsi Banten tercatat mengalami
penurunan yang dicerminkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) yang
menurun. Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 164,61% menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 175,27%. Dari sisi risiko,
rasio NonPerforming Loan (NPL) tercatat meningkat yaitu 2,51%, lebih
tinggi dari tw II 2020 sebesar 2,28%. Namun demikian, rasio NPL
tersebut masih berada di bawah threshold sebesar 5%.
Seiring membaiknya pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten pada
triwulan III 2020, kinerja transaksi Sistem Pembayaran (SP) tercatat
mengalami peningkatan. Transaksi non tunai melalui RTGS maupun
kliring tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Namun demikian, transaksi KUPVA BB tercatat
mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Penurunan transaksi valuta asing antara lain didorong oleh berkurangnya
kunjungan ke luar negeri sehubungan dengan penyebaran virus corona
yang berlangsung sejak Desember 2019. Dari sisi Sistem Pembayaran
Tunai, pada triwulan III 2020, total perputaran uang melalui Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten tercatat mengalami net
outflow sebesar Rp1,74 triliun, meningkat dibandingkan dengan posisi
periode sebelumnya yang mencatat net outflow sebesar Rp1,71 triliun.
Kondisi net outflow tersebut terjadi karena adanya peningkatan
pengeluaran pemerintah untuk jaring pengaman sosial dan penyediaan
layanan kesehatan khususnya untuk menghadapi pandemi COVID-19.
Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Banten pada periode Agustus 2020
mengalami penurunan seiring dengan menurunnya jumlah angkatan kerja
disertai dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Lebih lanjut,
pandemi COVID-19 telah menyebabkan kesejahteraan hidup masyarakat
di Provinsi Banten mengalami penurunan. Penurunan ini dicerminkan
oleh meningkatnya angka kemiskinan baik di pedesaan maupun di

23
perkotaan. Garis Kemiskinan yang meningkat sebesar 4,74% dengan
jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten menjadi 5,90%.
Lebih lanjut, kenaikan angka kemiskinan tersebut mendorong
meningkatnya ketimpangan masyarakat sebagaimana ditunjukkan oleh
angka gini ratio pada Maret 2020. Gini Ratio Provinsi Banten meningkat
0,363 pada Maret 2020. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten pada
triwulan berjalan diperkirakan membaik dibanding triwulan sebelumnya,
Namun, pertumbuhan keseluruhan pada tahun 2020 diperkirakan
menurun dibandingkan pertumbuhan tahun 2019. Di sisi penawaran,
sebagian lapangan usaha utama diperkirakan akan tumbuh meningkat
antara lain industri pengolahan, perdagangan, pertanian, akomodasi &
makan minum, dan transportasi & pergudangan.
Di sisi perkembangan harga, pada triwulan berjalan masih akan
mencatatkan tren inflasi. Namun, laju inflasi Provinsi Banten pada
triwulan IV 2020 diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan III
2020 disebabkan tren penurunan harga komoditas emas perhiasan.
Berdasarkan kelompok komoditas, inflasi tersebut akan didominasi oleh
kelompok bahan makanan, makanan dan minuman jadi serta tembakau
dan kelompok barang pribadi lainnya. Secara tahunan, inflasi pada tahun
2020 diperkirakan lebih rendah dibanding tahun 2019. Masih berlakunya
Pembatasan Sosial Berskala Besar hingga pertengahan triwulan IV dan
masih tertahannya konsumsi masyarakat menjadi downside factor yang
menahan laju inflasi lanjutan sehingga inflasi pada tahun 2020
diprakirakan berada dibawah sasaran inflasi nasional sebesar 3,0% ± 1%.
Pada triwulan I 2021, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan
melanjutkan tren peningkatan. Hal ini didorong oleh peningkatan
Konsumsi Rumah Tangga karena dilanjutkannya stimulus fiskal oleh
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Masuknya vaksin
COVID-19 di Indonesia pada awal Desmeber dan pada awal Januari
diprakirakan mendorong optimisme masyarakat terhadap kondisi
ekonomi. Secara keseluruhan, pada tahun 2021 ekonomi diprakirakan
akan kembali meningkat dikarenakan base effect yaitu terkontraksinya

24
perekonomian pada tahun 2020. Lebih lanjut, adanya vaksin dan
penerapan protokol kesehatan yang ketat dan disiplin menjadi prasyarat
bagi tercapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dari sisi perkembangan
harga, pada tahun 2021, inflasi diprakirakan masih berada pada sasaran
inflasi nasional sebesar 3,0% ± 1%.
Perkembangan otonomi daerah tidak dapat serta merta dapat
memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat di suatu
wilayah, karena banyak aspek lain seperti keadaan politik ataupun
ketersediaan kelembahaan yang memadai untuk mendukung
peningkatakan perekonomian masyarakat disuatu wilayah. Sehingga
dengan demikian dibutuhkan sebuah keterkaitan dan sinergian semua
aspek dapatmemperbaiki perekonomian masyarakat di sebuah wilayah
sebagai konsekuensi daripenetapan otonomi daerah.

25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Secara keseluruhan upaya peningkatan perekonomian masyarakat


Banten melalui kebijakan otonomi daerah. Didalam laju pertumbuhan rata-
rata sektor perekonomiannya mengalami peningkatan pada periode setelah
otonomi daerah dengan ditetapkannya beberapa kebijakan yang ada. Secara
umum otonomi daerah berdampak positif terhadap pertumbuhan
perekonomian di Propinsi Banten, walaupun tidak mengalami perubahan
angka yang sangat signifikan baik pada PDRB, tingkat inflasi maupun
keadaan ketenagakerjaan.
Perkembangan otonomi daerah tidak dapat serta merta dapat
memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat di suatu wilayah,
karena banyak aspek lain seperti keadaan politik, pembangunan infrastruktur,
ataupun ketersediaan kelembahaan yang memadai untuk mendukung
peningkatakan perekonomian masyarakat disuatu wilayah. Dengan demikian,
dibutuhkan sebuah keterkaitan dan sinergian semua aspek dapat memperbaiki
perekonomian masyarakat di sebuah wilayah sebagai konsekuensi dari
penetapan otonomi daerah.

4.2 Saran
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian
data maupun dalam segi penulisan. Untuk itu, saran dan kritikan dari pembaca
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah
ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita terutama mengenai otonomi
daerah.

26
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Dema. 2021. “Wilayah dan Tata Ruang”.


https://www.studiobelajar.com/wilayah-dan-tata-ruang/, diakses pada 14 Juni
2021 pukul 18.48 WIB.

Arius, J. 2012. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskian di Indonesia. Jurnal


Kajian Ekonomi, 1(1). April 2012.

Badan. 2010. “Bab 7 sarana dan prasarana”.


https://www.bappenas.go.id/files/5213/5227/0290/bab-7---
sarpras2010093012323327727 20110128112920 2926 7.pdf, diakses
pada 14 Juni 2021 pukul 19.45 WIB.

Badan Penghubung Provinsi Banten (BPPD). 2019. “Infrastruktur”.


https://penghubung.bantenprov.go.id/PotensiInvestasi/topic/81, diakses
pada 13 Juni 2021 pukul 22.30 WIB.

Bank Indonesia. 2021. “Laporan Perekonomian Provinsi Banten November 2020”.


https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/lpp/Pages/Laporan-
Perekonomian-Provinsi-Banten-November-2020.aspx, diakses pada 14
Juni 2021 pukul 19.00 WIB.

Budi, Okky. 2020. “Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan


Eknomi”. https://lifepal.co.id/media/faktor-yang-mempengaruhi-
pertumbuhan-ekonomi/, diakses pada 13 Juni 2021 pukul 04.50 WIB.

Cut, G. 2015. Strategi Pembangunan Pertanian dan Perekonomian Pedesaan


Melalui Kemitraan Usaha Berwawasan Agribisnis. AGRISAMUDRA,
Jurnal Penelitian, Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2015

Dewi. 2010. Analisis Tingkat Pengangguran dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi di Propinsi Sumatera Utara. Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.

Dhona S. “Otonomi Daerah dan Perekonomian Masyarakat Propinsi Banten”.


http://repository.ut.ac.id/2300/1/dhona_shahreza.pdf , diakses Pada 15
Juni Pukul 16.30 WIB
27
Gischa, Serafica. 2020. “5 Kebijakan Pemerintah untuk Mengatasi Masalah
Ekonomi”.https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/24/070000069/5
-kebijakan-pemerintah-untuk-mengatasi-masalah-
ekonomi?page=all#page2, diakses pada 13 Juni 2021 pukul 22.10 WIB.

Griffiths, A., Wall, S. 2005. Applied Economics. 9-th Edition. England: Financial
Time Prentice Hall, Pearson Education Limited.

Harjono, K. Dhaniswara. 2007. Hukum Penanaman Modal. Jakarta: PT. Raja


Grafindo.

Investement, Indonesia. 2017. “Infrastruktur di Indonesia”.


https://www.indonesiainvestments.com/id/bisnis/risiko/infrastruktur/item
381, diakses pada 15 Juni pukul 15.45 WIB.

Mustika, C. A. D. 2010. Analisis Tingkat Pengangguran dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi di Kota Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro.

Nugroho, R. E. 2017. Analisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Ekonomi di Propinsi Banten. Journal of Industrial Engineering and
Management Systems, 10 (1), pp. 46-56.

Prabandari, R. 2014. “Analisis Potensi Pertumbuhan”.


https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/22438, diakses Pada 15
Juni Pukul 16.20 WIB.

Rivai, Bahtiar. 2017. “6 Kebijakan Pembangan Ini Akan Dilakukan di Banten”.


https://finance.detik.com/moneter/d-3780071/6-kebijakan-pembangunan-
ini-akan-dilakukan-di-banten, diakses pada 13 Juni 2021 pukul 15.38
WIB.

Rizka, F. K. 2007. Analisis Tingkat Pengangguran dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi di Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Saharudin, Didu., Nurul Islamiah. 2017. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan


Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Banten. Jurnal
EKONOMI-Qu, Volume 7 Nomor 1 April 2017

Sani, S. 2016. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia. Jurnal


28
Criksetra, Volume 5, Nomor 9, Februari 2016

Shahreza, Dhona. 2013. “Otonomi Daerah dan Perekonomian Masyarakat Propinsi


Banten”. http://repository.ut.ac.id/2300/1/dhona_shahreza.pdf, diakses
pada 13 Juni pukul 19.10 WIB.

Siregar, Ihsan Dian. 2017. “Enam Kebijakan Dongkrak Ekonomi Banten”.


https://m.medcom.id/ekonomi/makro/eN4x5VyN-enam-kebijakan-
dongkrak-ekonomi-banten, diakses pada 13 Juni 2021 pukul 20.46 WIB.

Suci, S. C., Asmara, A. 2014. Pengaruh Kemandirian Pangan Keuangan Daerah


terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Banten. Jurnl
Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, 3(1), pp. 8-22.

Wahhab. 2020. “Jenis Usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDES)”.


https://dppkbpmd.bantulkab.go.id/jenis-usaha-badan-usaha-milik-desa-
bumdes/, diakses pada 13 Juni 2021 pukul 15.45

29
30

Anda mungkin juga menyukai