Anda di halaman 1dari 18

FOTOPERIODISM

(Tugas Mata Kuliah Biologi Fungsi)

Dosen Pengampu :

Dr. Tri Jalmo. M.Si.


Dr. Dewi Lengkana, M.Sc.
Dr. Neni Hasnunidah, M.Si.

Disusun oleh :

Desi Purwanti (2023025012)


Yolanda Eka Putri (2023025009)

MAGISTER PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021

i
DAFTAR ISI

Cover ........................................................................................................................i
Daftar Isi .................................................................................................................ii
Kata Pengantar .......................................................................................................iii

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C. Tujuan .........................................................................................................2

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Fotoperiodisme ........................................................................ 3
B. Jam Biologis .............................................................................................. 3
C. Jenis Tumbuhan Berdasarkan Fotoperiodisme .......................................... 5
D. Peran Fitokrom dalam Fotoperiodisme .................................................... 7
E. Induksi Fotoperiodisme ............................................................................ 11

III. PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 13
B. Saran ......................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga
Makalah “Fotoperiodism” ini dapat disusun dengan baik. Makalah ini di susun
guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Fungsi.
Penulis menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan,
sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas kerjasama dan
keberhasilan, dalam penyusunan makalah ini.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bandar Lampung, 13 Juni 2021

Penulis

iii
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tumbuhan tidak bisa berbunga terlalu cepat sebelum organ-organ penunjang
lainnya siap, misalnya akar dan daun lengkap. Sebaliknya tumbuhan tidak
dapat berbunga dengan lambat, sehingga buahnya tidak sempurna misalnya
datangnya musim dingin. Kejadian tersebut penting artinya bagi tumbuhan
yang hidup di daerah 4 musim, sehingga mereka harus benar-benar dapat
memanfaatkan saat yang tepat untuk melakukan perkembangaannya.

Stimulus lingkungan yang paling sering digunakan oleh tumbuhan untuk


mendeteksi waktu dalam satu tahun adalah fotoperiode, yaitu suatu panjang
relatif malam dan siang. Respons fisologis terhadap fotoperiode, seperti
pembungaan, disebut fotoperiodisme. Penemuan fotoperiodisme merangsang
banyak sekali ahli fisiologi Tumbuhan untuk mengadakan penyelidikan
tentang proses itu lebih jauh dalam usahanya untuk menentukan mekanisme
aksi. Mereka segera menemukan bahwa istilah hari pendek dan hari panjang
merupakan salah kaprah (misnomer). Interupsi periode hari terang dengan
interval kegelapan tidak mempunyai efek mutlak pada proses pembungaan.
Oleh karena itu penulis akan mengeksplorasi fotoperiodism pada tumbuhan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan fotoperiodisme?
2. Bagaimana jam biologis pada fotoperiodisme?
3. Apa jenis tumbuhan berdasarkan fotoperiodisme?
4. Bagaimana peran fitokrom dalam fotoperiodisme?
5. Bagaimana induksi fotoperiodisme?
2

C. Tujuan
Adapun tujuan yang terdapat pada makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian fotoperiodisme
2. Mengetahui jam biologis pada fotoperiodisme
3. Mengetahui jenis tumbuhan berdasarkan fotoperiodisme
4. Megetahui peranan fitokrom dalam fotoperiodisme
5. Mengetahui proses induksi fotoperiodisme
3

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Fotoperiodisme
Fotoperioda yaitu rasio relatif mengenai lamanya penyinaran pada siang hari
dan malam. Sedangkan fotoperiodisme yaitu respon fisiologis suatu
tumbuhan terhadap fotoperioda. Istilah fotoperodisme digunakan untuk
fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh lama
penyinaran yang diterima oleh tumbuhan tesebut. Beberapa jenis tumbuhan
perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran, terutama
dengan kapan tumbuhan tersebut akan memasuki fase generatifnya, misalnya
pembungaan.

Menurut Lakitan (1994) pengaruh paling besar dari fotopriode adalah


masuknya Tumbuhan ke fase generatif. Beberapa tumbuhan akan memasuki
fase generatif (membentuk organ reproduktif) hanya jika tumbuhan tersebut
menerima penyinaran yang panjang >14 jam dalam setiap periode sehari
semalam, sebaliknya ada pula tumbuhan yang hanya akan memasuki fase
generatif jika menerima penyinaran singkat <10 Jam.

B. Jam Biologis
Jam biologi adalah fluktuasi periodik dalam biologi organisme yang sesuai
untuk menanggapi terjadinya perubahan secara periodik. Telah dijelaskan
bahwa perubahan fitokrom dapat mengontrol jam biologi tumbuhan. Jam
biologi akan memonitor fotoperiode supaya sinkron dengan panjang hari
yang aktual. Tanaman memiliki jam biologi tertentu, siklus biologi tumbuhan
selama 24 jam disebut dengan ritme circadian (Runkle, 2008). Penelitian
4

pada banyak organisme menunjukkan bahwa ritme circadian ini dikontrol


dari dalam tubuh tumbuhan yang disebut dengan jam/waktu biologi.
Tumbuhan tetap memerlukan signal harian dari lingkungannya secara kontinu
untuk mengukur waktu, sehingga tetap selalu berada pada selang waktu 24
jam tanpa adanya rangsangan lingkungan. Umumnya ritme circadian sedikit
berbeda dengan selang waktu 24 jam. Siklus terang-gelap pada siang atau
malam hari merupakan suatu faktor yang menyebabkan jam biologi itu
sinkron dengan lingkungannya (Runkle, 2008). Namun jam biologi tidak
dapat melakukan perubahan mendadak akibat adanya perubahan pada siklus
terang gelap. Hal ini juga dapat kita rasakan pada saat kita mengalami jet lag
pada waktu kita bepergian berkendaraan dari satu daerah waktu (time zome)
ke daerah waktu lainnya. Waktu biologis kita menjadi tidak sinkron lagi
dengan waktu di tempat kita berada. Pengangkutan tumbuhan yang melewati
beberapa daerah waktu, juga mengakibatkan hal yang sama. Tumbuhan
memerlukan waktu beberapa hari untuk mengembalikan jam biologis seperti
semula. Jam biologis merupakan suatu isolator internal yang mengikuti
waktu.

Dalam membahas irama biologi yang difokuskan pada irama sirkadian lebih
mudah menggunakan istilah yang digunakan dalam sistem osilasi fisik.
Osilasi adalah peristiwa yang teratur secara berirama terjadi pada tumbuhan,
seperti pada niktinasti contohnya adalah membuka dan menutupnya bunga,
bangun dan tidur daun, kecepatan pertumbuhan, kecepatan proses
metabolisme dan lain-lain. Sifat khas dari proses yang berirama ini adalah
akan terus berjalan dalam lingkungan artifisial, yang fluktuasi ritmiknya
(cahaya dan suhu) dihilangkan. Kejadian tersebut menunjukkan bahwa porses
berirama yang intrinsik atau berosilasi ini terjadi dan dikontrol dari dalam
tumbuhan.

Irama sirkardian dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: 1) Free running (berjalan
bebas), periodenya tidak tetap sehingga perangsangan atau mulainya siklus
osilasi tidak tetap; 2) Entrained (dapat diatur kembali), mencoba menuju pada
5

siklus 24 jam, terjadi penyesuaian kembali setiap hari (reset) pada siang atau
malam hari. Penyesuaian kembali dilakukan untuk melaksanakan osilasi pada
periode yang sama, yang disebut "rephrase" (Hasnunidah, 2016).

C. Jenis Tumbuhan Berdasarkan Fotoperiodisme


Berdasarkan panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu:
1. Tumbuhan Hari Pendek (Short-day Plant)
Tumbuhan hari pendek merupakan Tumbuhan yang akan berbunga jika
mendapat penyinaran yang lebih pendek dari panjang hari kritisnya.
Panjang hari kritis Tumbuhan hari pendek yaitu panjang maksimum
fotoperiode yang menyebabkan inisiasi perbungaan (Salisbury, 1992).

Tumbuhan hari pendek berbunga ketika panjang hari kurang dari


penyinaran kritis mereka. Mereka tidak dapat berbunga di bawah panjang
hari kritis atau jika sinyal cahaya buatan bersinar pada Tumbuhan selama
beberapa menit selama tengah malam; mereka membutuhkan inisiasi
kegelapan sebelum pembungaan dapat dimulai. Secara umum, Tumbuhan
hari pendek berbunga pada kondisi panjang hari yang lebih pendek (dan
malam tumbuh lebih panjang). Tumbuhan ini biasanya berbunga di
belahan bumi utara ketika musim gugur atau musim panas. Tumbuhan
yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari 12 jam sehari.
Tumbuhan hari pendek contohnya Mata lele (Lemna perpusilia), Padi
(Oryza sativa), Kembang wungu (Pharbitis nil), dan Xanthium
strumarium (Hasnunidah, 2016).

2. Tumbuhan Hari Panjang (Long-day Plant)


Tumbuhan hari panjang merupakan Tumbuhan yang akan berbunga jika
mendapat lama penyinaran lebih tinggi dari panjang hari kritis. Panjang
hari kritis tumbuhan hari panjang yaitu panjang minimum fotoperiode
yang menyebabkan inisiasi perbungaan (Salisbury, 1992). Tumbuhan ini
biasanya berbunga di belahan bumi utara selama akhir musim semi atau
6

awal musim panas sebagai masa dengan panjang hari yang lebih panjang.
Tumbuhan hari panjang akan berbunga jika terkena penyinaran lebih dari
12 jam sehari. Contoh tanaman hari panjang yaitu Pimpernel (Anagalis
arvensis), Lolium temulentum, Mustar putih (Sinapsis alba), dan Bayam
(Spinacia oleracea) (Hasnunidah, 2016).

3. Tumbuhan Hari Netral (Neutral-day Plant)


Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang
hari untuk pembungaannya. Tumbuhan netral merupakan tanaman yang
tidak dipengaruhi oleh fotopriode. Umumnya bunga muncul setelah
Tumbuhan mencapai umur atau ukuran tertentu. Contoh dari tanaman
netral yaitu timun (Cucumis sativus), stroberi (Fragaria vesca), jagung
(Zea mays) dan lain sebagainya (Hasnunidah, 2016).

Panjang hari disini bukan panjang hari secara mutlak, tetapi panjang hari
kritis. Tumbuhan hari panjang (LDP) mungkin memiliki panjang hari kritis
lebih pendek dari tumbuhan hari pendek (SDP). Dinyatakan bahwa tumbuhan
hari panjang akan berbunga apabila memperoleh induksi penyinaran yang
sama atau lebih dari panjang hari kritisnya dan sebaliknya tumbuhan hari
pendek akan berbunga, apabila memperoleh penyinaran sama atau lebih
pendek dari panjang hari kritisnya.
7

Gambar 1. Kontrol fotoperiodik perbungaan


Pada tahun 1940-an, para peneliti mempelajari bahwa perbungaan dan
respons-respons lain terhadap fotoperiode sebenarnya dikontrol oleh panjang
malam, bukan panjang siang. Kebanyakan di antara para saintis ini meneliti
cocklebur (Xanthium stumarium), tumbuhan hari-pendek yang berbunga
hanya jika siang hari berlangsung selama 16 jam atau lebih pendek lagi (dan
malam hari berlangsung setidaknya 8 jam). Para peneliti ini menemukan
bahwa jika bagian siang hari dari fotoperiode diputus oleh pemaparan sejenak
terhadap kegelapan, maka hal itu tidak berpengaruh pada perbungaan. Akan
tetapi, jika bagian malam hari dari fotoperiode disela bahkan oleh cahaya
remang-remang
beberapa menit saja, cocklebur tidak akan berbunga, dan ini ternyata berlaku
pula bagi tumbuhan hari-pendek yang lain. Cocklebur tidak responsif
terhadap
panjang siang hari, namun ia memerlukan setidaknya 8 jam kegelapan secara
terus menerus supaya dapat berbunga. Tumbuhan hari panjang sesungguhnya
tumbuhan malam pendek, apabila ditanam pada fotoperiode malam panjang
yang biasanya tidak menginduksi perbungaan, tumbuhan hari panjang akan
8

berbunga jika periode kegelapan terus menerus diperpendek selama beberapa


menit dengan pemberian cahaya.

Dengan demikian, respon fotoperiode tergantung pada suatu panjang malam


kritis. Tumbuhan hari pendek akan berbunga jika durasi malam hari lebih
lama di banding dengan panjang kritis (8 jam untuk cocklebur), tumbuhan
hari panjang akan berbunga ketika malam hari lebih pendek dibanding
dengan panjang malam kritis. Industri penanaman bunga telah menerapkan
pengatahuan ini untuk menghasilkan bunga diluar musimnya. Chrythemum
misalnya adalah tumbuhan hari pendek yang biasanya berbunga pada musim
gugur, tetapi perbungaannya dapat ditunda sampai hari ibu (amerika serikat,
red) pada bulan mei dengan cara menyelang setiap malam panjang dengan
seberkas cahaya, yang mengubah satu malam panjang menjadi malam
pendek.

D. Peran  Fitokrom dalam Fotoperiodisme


Fitokrom ialah sejenis pigmen yang tersusun dari protein dan memiliki
komponen yang dapat menyerap cahaya. Fitokrom berperan penting terhadap
tumbuhan hari panjang. Cahaya matahari yang diserap oleh fitokrom ialah
spektrum cahaya merah yang menyebabkan molekulnya berwarna biru atau
hijau kebiruan. Seperti pigmen pada mata manusia, fitokrom ialah pigmen
yang berfungsi sebagai penangkap cahaya atau pendeteksi cahaya atau
fotoreseptor. Fitokrom ditemukan pada pengaruh panjang gelombang cahaya
yang berbeda terhadap pembentukan bunga baik pada tanaman hari pendek
dan hari panjang. Sebagai penjelasan tentang pangaruh fitokrom dapat dilihat
pada gambar berikut:
9

Gambar 2. Pengaruh dapat balik dari cahaya merah dan merah jauh

Pada gambar nomor (1) menunjukkan efek pembentukan bunga pada tanaman
hari pendek dan hari panjang yang menerima kilatan cahaya selama periode
gelap kritisnya. Huruf R merupakan singkatan dari cahaya merah yang
memiliki panjang gelombang (λ) = 660 nm yang diketahui sebagai panjang
gelombang yang paling efektif untuk penginterupsian periode gelap. Gambar
nomor (2-4) menunjukkan pengaruh kilatan cahaya merah jauh (far red/FR)
dengan (λ) = 730 nm dalam mempengaruhi pembentukan bunga.

Pada gambar nomor (2) terlihat bahwa pengaruh cahaya merah (R) dapat
ditiadakan dengan pemberian secara berurutan cahaya merah jauh (FR).
Gambar nomor (3) dan (4) menunjukkan tidaklah penting berapa banyak
jumlah kilatan cahaya diberikan, tetapi hanya kilatan cahaya terakhirlah yang
akan mempengaruhi respon pembungaan terhadap panjang hari, urutan
pemberian: R-FR-R (Gambar nomor 3) memberikan hasil yang sama dengan
R saja dengan Gambar nomor (1) dan urutan pemberian: R-FR-R-FR
(Gambar nomor 4) menghasilkan pengaruh yang sama dengan R-FR (Gambar
2), karena kilatan cahaya terakhirlah yang menentukan respon biji. Dengan
kata lain, efek cahaya merah dan cahaya merah jauh bersifat dapat balik.
10

Ada 2 macam bentuk fitokrom yaitu fitokrom yang mengabsorpsi cahaya


merah (disingkat dengan Pr) dan yang mengabsorpsi cahaya merah jauh
(disingkat dengan Pfr). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4, apabila Pr
mengabsorpsi cahaya merah ((λ) = 660 nm) maka Pr tadi akan berubah
menjadi Pfr, dan apabila Pfr mengabsorpsi cahaya merah jauh ((λ) =730 nm)
maka akan berubah kembali menjadi Pr. Diketahui bahwa Pfr berubah
menjadi Pr dalam keadaan gelap.

Gambar 3. Perubahan antar dua bentuk fitokrom

Setiap hari perubahan bentuk dari Pfr menjadi Pr terjadi pada waktu gelap.
Pada saat matahari terbit fitokrom berubah dari bentuk Pr menjadi Pfr.
Perubahan bentuk fitokrom ini ialah yang mengontrol jam biologi tumbuhan
untuk dapat mengukur waktu antara permulaan perubahan Pfr menjadi Pr
pada saat matahari tenggelam dan perubahan Pr menjadi Pfr pada saat
matahari terbit.

Kromofor dari sebuah fitokrom bersifat fotoreversibel, bergonta-ganti bentuk


antara kedua bentuk isomerik, bergantung pada warna cahaya yang diberikan.
Dalam bentuk isomer Pr-nya, sebuah fitokrom mengabsorpsi cahaya merah
(red, r) secara maksimal, sementara dalam bentuk isomer Pfr fitokrom
mengabsorpsi cahaya merah-jauh (far-red, fr): Interkonversi Pr↔Pfr, ini
merupakan suatu mekanisme saklar yang mengontrol berbagai peristiwa yang
diinduksi oleh cahaya dalam kehidupan tumbuhan. Pr adalah bentuk fitokrom
yang memicu banyak respons perkembangan tumbuhan terhadap cahaya.
Misalnya, Pr dalam biji selada yang terpapar cahaya merah akan diubah
11

menjadi Pfr sehingga merangsang respons-respons selular yang menyebabkan


germinasi.

Gambar 4. Fitokrom; mekanisme saklar molekular

Ketika biji-biji yang diterangi oleh cahaya merah kemudian dipaparkan ke


cahaya merah-jauh, Pfr diubah lagi menjadi Pr sehingga menghambat respons
germinasi. Tumbuhan menyintesis fitokrom sebagai Pr dan jika biji disimpan
dalam kegelapan, pigmen tersebut hampir seluruhnya terdapat dalam bentuk
Pr. Cahaya matahari mengandung cahaya merah dan cahaya merah-jauh,
namun pengubahan menjadi Pfr lebih cepat daripada pengubahan menjadi Pr.
Oleh karena itu, rasio Pfr terhadap Pr meningkat dalam pancaran cahaya
matahari. Ketika biji terpapar oleh cahaya matahari dalam jumlah yang
cukup, produksi dan akumulasi Pfr akan memicu germinasi biji.

Beberapa ahli memperkirakan bahwa mekanisme kerja photoreseptor


berhubungan sangat erat dengan ritme circadian (circadian rythme) tanaman.
Kedua bentuk photoreseptor (Pr dan Pfr) bisa berkonversi satu sama lain
tergantung jenis sinar yang diterimanya. Bila tanaman menerima lebih banyak
sinar merah, maka Pr akan terkonversi menjadi Pfr dan menyebabkan jumlah
Pfr bertambah, begitu pula sebaliknya. Konversi Pr menjadi Pfr dapat terjadi
bila tanaman berada pada fase gelap. Dan bila jumlah Pfr lebih banyak dari Pr
pada selang waktu tertentu, maka pertumbuhan apikal (apical dominace) akan
12

terhenti dan tanaman terinduksi (evocation) berubah ke fase generatif (De


Jong, 1981).

E. Induksi Fotoperiodisme
Induksi fotoperiodisme sangat penting dalam perbungaan atau lebih tepat
disebut induksi panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi
fotoperioda sangat bervariasi, ada tumbuhan untuk perbungaannya cukup
memperoleh induksi dari fotoperioda satu kali saja, tetapi tumbuhan lain
memerlukan induksi lebih dari satu kali. Xanthium strumarium untuk
perbungaannya memerlukan 8 x induksi fotoperioda yang harus berjalan terus
menerus. Apabila Tumbuhan ini sebelum memperoleh induksi lengkap,
mendapat gangguan atau terputus induksi fotoperiodanya, maka Tumbuhan
itu tidak akan berbunga. Kekurangan induksi fotoperioda tidak dapat
ditambahkan demikian saja, karena efek fotoperioda yang telah diterima
sebelumnya akan menjadi hilang. Untuk memperoleh induksi lengkap,
Tumbuhan tersebut harus mengulangnya dari awal kembali.

Di dalam menerima rangsangan fotoperioda ini, organ daun diketahui sebagai


organ penerima rangsangan. Ada 4 tahap yang terjadi dalam resepon
perbungaan terhadap rangsangan fotoperioda, pertama menerima rangsangan,
kedua transformasidari organ penerima rangsangan menjadi beberapa
polametabolisme baru yang berkaitan dengan penyediaan bahan untuk
perbungaan, ketiga pengangkuatan hasil metabolisme dan keempat terjadinya
respon pada titik tumbuh untuk menghasilkan perbungaan.

Berikut ini adalah gambaran dari suatu tumbuhan dalam menerima


rangsangan fotoperiodik.
13

Gambar 5. Tumbuhan dalam menerima rangsangan fotoperiodik

Gambar tersebut menunjukkan proses induksi akibat dari rangsangan


fotoperiodik. Rangsangan fotoperiodik akan ditangkap oleh fitokrom dan
kriptokrom yang ada pada daun. Selanjutnya akibat adanya rangsangan
fotoperiodik yang diterima gen CONTANS (CO) menjadi aktif. Gen CO ini
akan mengaktifkan Flowering Locus T (FT) mRNA transkripsi. Selanjutnya
FT mRNA transkripsi akan mensintesis protein FT. Protein FT merupakan
suatu stimulus yaitu berupa hormon yang disebut dengan hormon Florigen.
Hormon florigen yang dibentuk masuk ke dalam floem dan ditranspor ke
pucuk meristem apikal. Pada pucuk meristem apikal hormon florigen ini akan
mengaktifkan gen-gen pada pucuk meristem apikal sehingga mengubah fase
vegetatif suatu tanaman menjadi fase reproduktif (Hopkins, 2009). Hormon
florigen sendiri masih belum diketahui secara pasti bagaimana struktur
kimianya. Sampai sekarang hormon ini masih menjadi hormon hipotesis yang
terus diadakan penelitian tentang cara mengisolasi hormon ini. Hormon
florigen pertama kali dicetuskan oleh Mikhail Chailakhyan pada tahun 1937.

III. PENUTUP
14

A. Kesimpulan
Fotoperodisme adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran atau
panjang pendeknya hari yang dapat merangsang pembungaan. Berdasarkan
panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran
kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga
jika terkena penyinaran lebih dari 12 jam (14-16 jam) sehari. Tumbuhan hari
netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hari untuk
pembungaannya.

Fitokrom merupakan reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh


tumbuhan untuk mencerap (mendeteksi) cahaya. Tumbuhan menggunakan
fitokrom untuk mengatur beberapa aspek fisiologi adaptasi terhadap
lingkungan, seperti fotoperiodisme (pengaturan saat berbunga pada
tumbuhan), perkecambahan, pemanjangan dan pertumbuhan kecambah
(khususnya pada dikotil), morfologi daun, pemanjangan ruas batang, serta
pembuatan (sintesis) klorofil.

B. Saran
Penulisan makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan oleh karena
itu kritik dan saran oleh pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan dalam
penulisan selanjutnya.
15

DAFTAR PUSTAKA

Ashari,S.1998, Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Jakarta: Penerbit Rineka

Campbell. 2003. Biologi edisi ke-5. Penerbit. Jakarta : Erlangga.

Cipta. Dwidjoseputo.1990.Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia


pustaka.

Dwijoseputro, D.,1978. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia

Guslim,2007. Agroklimatologi. Medan: USU Press.

Hadisoesilo,S dan Kuntadi, 2007. Kearifan Tradisional Dalam Budidaya Lebah


Hutan (Apis dorsata). Bogor: Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
dan Konservasi Alam.

Hasanuddin, A. 2003. Manajemen Koloni Lebah Madu. Pematang Siantar:


Departemen Kehutanan, Pusat Diklat Pendidikan dan Latihan Kehutanan,
Balai latihan Kehutanan.

Hasnunidah, N., dan Suwandi, T. 2016. Fisiologi Tumbuhan. Bandarlampung:


Innosains.

Hopkins. 2009. Introduction to plant physiology Fourth Edition.USA: John Wiley


& Sons, Inc.

Lakitan. 1994. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.Jakarta: PT raja Gravindo


Persada.

Mugnisjah,W.Q. dan Setiawan, A. 1995. Produksi Benih. Bogor: Penerbit Bumi


Aksara Jakarta, bekerjasama dengan Pusat antar Universitas-Ilmu Hayat,
Institut Pertanian.

Salisbury, F. B. and Rose, C. W. 1992. Plant Physiology. Wadsworth Publishing.


Fort Collins. Colorado.

Sasmitamihardja, dkk.1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan, FMIPA-ITB.

Anda mungkin juga menyukai