Anda di halaman 1dari 32

PATOFISIOLOGI

“Proses Perubahan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dan Asam Basa”

Dosen Pembimbing : I Wayan Sukawana, S.Kep.,Ners,M.Pd.

Oleh :

Kelompok 4/Kelas 1.2

1. Ni Made Dyana Puspitaningrum (P07120018 043)


2. Ida Ayu Made Mas Meliyana (P07120018 050)
3. Kadek Swamita Mahayuni (P07120018 055)
4. Komang Ayu Puspitasari (P07120018 061)
5. Ni Luh Putu Rima Arsenia (P07120018 076)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2019

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik serta dapat dibaca oleh semua pihak. Makalah ini disusun dengan
berbagai sumber yaitu melalui media cetak, media elektronik dan berbagi media
pendukung lainnya. Makalah ini dibuat dengan berbagai tujuan yaitu sebagai
tugas kuliah, menambah pengetahuan dibidang Patofisiologi yaitu dengan judul
“Proses Perubahan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dan Asam Basa”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran bahan kuliah
dengan harapan agar semua mahasiswa/mahasiswi dapat memahami materi ini
dengan baik.
Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam proses pembuatan makalah ini dan semoga makalah ini berguna
bagi semuanya. Serta kami sebagai tim penyusun mohon maaf apabila terdapat
kata, atau hal yang kurang tepat bahkan salah dalam penyusunan makalah
ini,terimakasih.

Denpasar , 15 Februari 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................ 1

Daftar isi ................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan .........................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Cairan dan Elektrolit ......................................................................5


2.2 Cairan dan Elektolit dalam Tubuh ................................................................5
2.3 Keseimbangan Cairan dan Elektrolit ............................................................6
2.4 Proses Edema ................................................................................................9
2.5 Hiper dan hipo elektrolit ...............................................................................14
2.6 Proses asidosis dan alkalosis .........................................................................16

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan .......................................................................................................29


3.2 Saran ..............................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................30

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar
(milieu exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa
darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi
lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh
terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup,
berkembang dan menjalankan tugasnya.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk memperkenalkan
keadaan normal disebut homeostatis. Homeostatis ini bergantung pada
kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara asam basa. Pengaturan
keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu : volume
cairan ektrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ektrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ektrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan.
Untuk mempertahankan kesehatan dibutuhkan keseimbangan asam basa
dalam tubuh. Keseimbangan ini dipertahankan oleh asupan, distribusi dan saluran
air dan elektrolit, serta pengaturan komponen-komponen tersebut oleh ginjal dan
paru.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan cairan dan elektrolit?
2. Apa saja cairan dan elektrolit dalam tubuh?

3
3. Apa saja yang termasuk dalam keseimbangan cairan dan elektrolit?
4. Apakah yang dimaksud dengan proses edema dan bagaimana proses
edema terjadi?
5. Apakah yang dimaksud dengan hiper dan hipo elektrolit ?
6. Bagaimanakah proses asidosis dan alkalosis ?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi cairan dan elektrolit
2. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam cairan dan elektrolit
dalam tubuh
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan proses odem dan
prosesnya
4. Untuk mengetahui pengertian hiper dan hipo elektrolit
5. Untuk mengetahui proses asidosis dan alkalosis

1.4. Manfaat Penulisan


Semoga makalah yang penyusun buat bermanfaat bagi para pembaca
khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat mengedukasi dan menambah
wawasan dalam hal proses perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
asam basa.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi Cairan dan Elektrolit

Cairan tubuh adalah cairan yang terdiri dari air dan zat terlarut (Price,
2006). Kemudian elektrolit itu sendiri adalah zat kimia yang menghasilkan
partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan
(Price, Silvia, 2006)

2.2 Cairan dan Elektolit dalam Tubuh

2.2.1 Cairan dalam Tubuh Manusia


Air menempati proporsi yang besar dalam tubuh. Seseorang dengan berat
70 kg bisa memiliki sekitar 50 liter air dalam tubuhnya. Air menyusun 75% berat
badan bayi, 70% berat badan pria dewasa, dan 55% tubuh pria lanjut usia. Karena
wanita memiliki simpanan lemak yang relative banyak (relative bebas- air),
kandungan air dalam tubuh wanita 10% lebih sedikit dibandingkan pria. Air
tersimpan dalam dua kompartemen utama dalam tubuh, yaitu : Cairan intraselular
(CIS).
CIS adalah cairan yang berada dalam sel di seluruh tubuh. Cairan ini
berfungsi sebagai media penting dalam proses kimia. Jumlahnya sekitar 2/3 dari
jumlah cairan tubuh atau 40% dari berat badan.
CES merupakan cairan yang terdapat di luar sel dan menyusun sekitar
30% dari total cairan tubuh. CES meliputi cairan intravascular, cairan interstisial,

5
dan cairan transeluler. Cairan interstisial terdapat dalam ruang antar-sel, plasma
darah, cairan serebrospinal, limfe, serta cairan rongga serosa dan sendi. Akan
tetapi, jumlahnya terlalu sedikit untuk berperan dalam keseimbangan cairan. Guna
mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta mempertahankan
pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah antara CIS
dan CES. Elektrolit yang berperan adalah : kation dan anion.
2.2.2 Elektrolit Utama Tubuh Manusia
Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan
nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan
dan tidak bermuatan listrik, seperti: protein, urea, glukosa, oksigen,karbon
dioksida dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium
(Na+),kalium (K+), Kalsium (Ca++),magnesium (Mg++), Klorida (Cl-),
bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-). Konsenterasi elektrolit
dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian yang lainnya,tetapi
meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum netralitas listrik
menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah
muatan-muatan positif.

2.3 Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

2.3.1 Keseimbangan Cairan

Pengaturan keseimbangan cairan terjadi melalui mekanisme haus,


hormone anti-diuretik (ADH), hormone aldosteron, prostaglandin, dan
glukortikoid. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai hal tersebut antara lain :
1. Rasa haus.

Rasa haus adalah keinginan yang disadari tehadap kebutuhan akan cairan.
Rasa haus biasanya muncul apabila osmolalitas plasma mencapai 295 mOsm/kg.
Osmoreseptor yang terletak di pusat rasa haus hipotalamus sensitive terhadap
perubahan osmolalitas pada cairan ekstrasel. Bila osmolalitas meningkat, sel akan
mengkerut dan sensasi rasa haus akan muncul akibat kondisi dehidrasi.
Mekanismenya adalah sebagai berikut :

6
a. Penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan renin, yang akhirnya
menghasilkan angiotensin II. Angiotensin II merangsang hipotalamus
untuk melepaskan substrat neuron yang bertanggungjawab meneruskan
sensasi haus.
b. Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotic
dan mengaktivasi jaringan saraf sehingga menghasilkan sensasi haus.
c. Rasa haus dapat diinduksi oleh kekeringan local pada mulut akibat status
hiperosmolar. Selain itu, rasa haus bisa juga muncul untuk menghilangkan
sensasi kering yang tidak nyaman akibat penurunan saliva.
2. Hormon ADH.

Hormon ini dibentuk di hipotalamus dan disimpan di dalam neurohipofisis


pada hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan
osmolalitas dan penurunan cairan ekstrasel. Selain itu, sekresi juga dapat terjadi
pada kondisi stres, trauma, pembedahan, nyeri, dan pada penggunaan beberapa
jenis anestetik dan obat- obatan. Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada
duktus pengumpul sehingga dapat menahan air dan mempertahankan volume
cairan ekstrasel. ADH juga disebut sebagai vasopresin karena mempunyai efek
vasokonstriksi minor pada arteriol yang dapat meningkatkan tekanan darah.

3. Hormon aldosteron.

Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja pada tubulus ginjal
untuk meningkatkan absorpsi natrium. Retensi natrium mengakibatkan retensi air.
Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium, kadar
natrium serum, dan sistem rennin-angiotensin.
4. Prostaglandin.

Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat di banyak


jaringan dan berperan dalam respons radang, pengontrolan tekanan darah,
kontraksi uterus, dan motilitas gastrointestinal. Di ginjal, prostaglandin berperan
mengatur sirkulasi ginjal, reabsorpsi natrium.

7
5. Glukortikoid.

Glukortikoid meningkatkan reabsorpsi natrium dan air sehingga


memperbesar volume darah dan mengakibatkan retensi natrium. Oleh karena itu,
perubahan kadar glukortikoid mengakibatkan perubahan pada keseimbangan
volume darah (Tambayong, 2000).

2.3.2 Keseimbangan Elektrolit

Keseimbangan elektrolit sangat penting karena total konsentrasi elektrolit


akan memengaruhi keseimbangan cairan, dan konsentrasi elektrolit berpengaruh
pada fungsi sel. Elektrolit berperan dalam mempertahankan keseimbangan cairan,
regulasi asam basa, memfasilitasi reaksi enzim dan transmisi reaksi
neuromuskular. Elektrolit yang terbanyak di dalam tubuh adalah kation dan anion.
a. Kation.

Kation yang terdapat dalam tubuh meliputi :


a. Natrium(Na+ ). Natrium merupakan kation utama dalam CES.
Konsentrasi normal natrium diatur oleh ADH dan aldosteron (di
ekstrasel). Natrium tidak hanya bergerak ke dalam dan keluar sel,
tetapi juga bergerak di antara dua kompartemen cairan utama.
Natrium berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan, hantaran
impuls dan kontraksi otot. Fungsi utama natrium adalah untuk
membantu mempertahankan keseimbangan cairan, terutama
intrasel dan ekstrasel, dengan menggunakan sistem “pompa
natrium-kalium”. Regulasi ion natrium dilakukan dengan asupan
natrium, hormone aldosteron dan haluaran urin.
b. Kalium(K+ ). Kalium merupakan kation utama yang terdapat
dalam CIS. Sumber kalium diperoleh dari pisang, brokoli, jeruk
dan kentang. Kalium penting untuk mempertahankan
keseimbangan asam-basa, serta mengatur trasmisi impuls jantung
dan kontraksi otot. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan
perubahan dan penggantian dengan ion kalium di tubulus ginjal.

8
c. Calcium(Ca2+ ). Membentuk garam bersama dengan fosfat,
carbonat, flouride di dalam tulangdan gigi untuk membuatnya
keras dan kuat, meningkatkan fungsi syaraf dan muscle,
meningkatkan efektifitas proses pembekuan darah dengan proses
pengaktifan protrombin dan thrombin. Sumber : susu dengan
kalsium tinggi,ikan dengan tulang,sayuran,dll.
b. Anion.

Anion yang terdapat dalam tubuh meliputi :


 Klorida (Cl- ). Klorida temasuk salah satu anion terbesar di cairan
ekstrasel. Klorida berfungsi mempertahankan tekanan osmotic
darah. Nilai normal klorida adalah 95-105 mEq/l.
 Bikarbonat(Cl- ). Bikarbonat merupakan buffer kimia utama dalam
tubuh yang terdapat di cairan ekstrasel dan intrasel. Regulasi
bikarbonat dilakukan oleh ginjal. Nilai normal bikarbonat adalah
22-26 mEq/l.
 Fosfat(PO4 2- ). Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan
intrasel dan ekstrasel. Fosfat berfungsi membantu pertumbuhan
tulang dan gigi serta menjaga keutuhannya. Selain itu, fosfat juga
membantu kerja neuromuscular, metabolisme karbohidrat, dan
pengaturan asam-basa. Kerja fosfat ini diatur oleh hormon
paratiroid dan diaktifkan oleh vitamin D.

2.4 Proses Edema

2.4.1 Pengertian Edema

Edema adalah akumulasi abnormal cairan di dalam ruang interstitial (celah


di antara sel) atau jaringan tubuh yang menimbulkan pembengkakan. Pada kondisi
yang normal secara umum cairan tubuh yang terdapat diluar sel akan disimpan di
dalam dua ruangan yaitu pembuluh darah dan ruang – ruang interstitial. Apabila
terdapat gangguan pada keseimbangan pengaturan cairan tubuh, maka cairan

9
dapat berakumulasi berlebihan di dalam ruang interstitial sehingga menimbulkan
edema. Namun apabila cairan sangat berlebih maka kelebihan cairan adakalanya
dapat berkumpul di ruang ketiga yaitu rongga – rongga tubuh seperti perut dada
dan rongga perut.
2.4.2 Mekanisme Terjadinya Edema

Secara umum terdapat empat mekanisme terjadinya edema diantaranya


yaitu: (a) peningkatan permeabilitas mikrovaskuler; (b) peningkatan
tekanan hidrostatik intravaskuler; (c) penurunan tekanan osmotik
intravaskuler; dan (4) penurunan aliran limfatik.

1. Peningkatan permeabilitas mikrovaskuler

Peningkatan permeabilitas mikrovaskuler biasanya berkaitan dengan


reaksi awal dari mikrovaskuler terhadap peradangan (inflamasi) atau
rangsangan immunologis. Rangsangan ini menginduksi pelepasan
mediator lokal
menginduksi pelepasan mediator lokal yang menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas mikrovaskuler. Peningkatan permeabilitas
secara langsung disebabkan oleh mediator seperti histamin, bradikinin,
leukotrien, dan substansi P yang menyebabkan kontraksi sel endotel dan
pelebaran gap (celah) interendothelial. Selanjutnya, pelepasan sitokin
seperti interleukin-1 (IL-1), tumor necrosisfactor (INF), dan y-interferon
menginduksi penyusunan ulang sitoskeletal dalam sel endotel yang
mengakibatkan retraksi (penarikan kembali) sel endotel dan pelebaran
celah interendothelial yang lebih persisten. Pergerakan cairan intravaskular
melalui celah-celah ini ke interstitium menyebabkan terjadinya edema
lokal yang dapat mencairkan agen inflamasi akut. Reaksi ini berakhir
dengan terjadinya edema lokal dan akan kembali normal apabila
rangsangan yang terjadi mulai berkurang. Namun, sebahagian besar kasus
dapat berlajut mengakibatkan kebocoran protein plasma dan emigrasi
leukosit sebagai awal dari pembentukan eksudat inflamasi akut.

10
2. Peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler

Peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler dapat disebabkan oleh


peningkatan volume darah di mikrovaskuler yang mengakibatkan
peningkatan aliran aktif darah ke mikrovaskuler (hiperemia), seperti yang
terjadi pada peradangan akut. Peningkatan tekanan hidrostatik
intravaskuler juga dapat terjadi akibat dari akumulasi pasif darah
(kongesti), hal ini sering disebabkan oleh kegagalan jantung atau kompresi
dari vena lokal atau terjadi obstruksi. Peningkatan volume mikrovaskuler
dan adanya tekanan menyebabkan peningkatan filtrasi dan mengurangi
atau bahkan terjadi penyerapan cairan kembali ke pembuluh darah. Ketika
peningkatan tekanan hidrostatik mempengaruhi sebahagian dari
mikrovaskuler lokal, peristiwa ini disebut dengan edema lokal. Pada kasus
gagal jantung, kongesti dapat meningkatkan tekanan hidrostatik pada
sistem vena portal (gagal jantung kanan) yang dapat mengakibatkan
terjadinya asites (Gambar 1), sedangkan pada sistem vena pulmonary
(gagal jantung kiri) menyebabkan edema paru-paru dan apabila terjadi
peningkatan hidrostatik pada kedua sistem vena (gagal jantung umum)
akan menyebabkan terjadinya edema umum. Edema umum dapat
mengakibatkan penurunan volume sirkulasi plasma yang dapat
mengaktifkan berbagai pengaturan volume respon dari kompensasi.
Volume plasma meningkat melalui retensi natrium disebabkan oleh
aktivasi jalur renin-angiotensin-aldosteron dan retensi air dimediasi oleh
pelepasan hormon antidiuretik (ADH) diikuti dengan aktivasi volume
intravaskuler dan reseptor tekanan. Hasil dari volume intravaskuler yang
berlebihan semakin mempersulit pergerakan distribusi cairan yang diikuti
dengan terjadinya gagal jantung.

3. Penurunan tekanan osmotik intravaskuler

Penurunan tekanan osmotik intravaskuler biasanya terjadi karena


penurunan penurunan konsentrasi plasma protein terutama albumin
(hipoalbuminemia). Hipoalbuminemia dapat mengurangi tekanan osmotik

11
koloid intravaskuler yang mengakibatkan terjadinya peningkatan filtrasi
cairan dan penurunan absorbsi (penyerapan) yang puncaknya
mengakibatkan terjadinya edema. Hipoalbuminemia dapat terjadi karena
penurunan produksi albumin oleh hati atau terjadi kehilangan plasma yang
berlebihan. Penurunan produksi hepatik paling sering terjadi karena
kekurangan protein yang memadai untuk jalur sintesis sebagai akibat dari
kekurangan gizi atau malabsorbsi usus terhadap protein serta penyakit
pada hati yang berat dengan terjadinya penurunan massa hepatosit atau
gangguan fungsi hepatosit yang dapat menyebabkan kekurangan produksi
albumin. Kehilangan albumin dari plasma dapat terjadi pada penyakit
gastrointestinal yang ditandai dengan kehilangan darah yang parah seperti
pada infeksi yang disebabkan oleh parasit. Pada penyakit ginjal, dimana
glomerulus dan/atau fungsi tubular terganggu dapat mengakibatkan
hilangnya albumin bersama urin. Eksudasi plasma yang menyertai luka
bakar merupakan penyebab yang jarang menyebabkan kehilangan
albumin.

4. Penurunan aliran limfatik

Penurunan aliran limfatik dapat mengurangi kemampuan sistem limfatik


untuk meneliminasi kelebihan cairan yang biasanya terakumulasi dalam
interstitium selama pertukaran cairan antar plasma dan interstitium. Hal ini
dapat terjadi karena tekanan pada pembuluh limfe oleh tumor atau
pembengkakan inflamasi, penyempitan pembuluh limfe akibat fibrosis
atau penyumbatan internal pembuluh limfe oleh trombus. Edema terjadi
akibat dari kerusakan kemampuan limfatik dan terlokalisir pada daerah
yang terkena dampak akibat gangguan pada pembuluh limfe.

12
2.4.3 Jenis-jenis edema di dalam tubuh

1. Edema perifer

Pembengkakan yang satu ini biasanya terjadi di pergelangan kaki, kaki,


tangan, dan lengan. Selain bengkak, edema perifer biasanya membuat
seseorang kesulitan untuk menggerakkan bagian tubuh tersebut. Edema perifer
biasanya menandai adanya masalah pada sistem peredarah darah, kelenjar
getah bening, dan ginjal.

2. Edema paru

Edema paru adalah kondisi saat paru-paru mengalami kelebihan cairan,


sehingga Anda menjadi sulit bernapas. Kondisi ini biasanya terjadi akibat
penyakit gagal jantung kongestif atau cedera paru akut. Orang yang
mengalami edema paru biasanya memiliki detak jantung yang lebih cepat
dari biasanya, lemas, dan batuk yang kadang disertai dengan darah.

Gejala ini biasanya akan semakin parah saat Anda berbaring. Edema paru
adalah kondisi serius, bahkan termasuk gawat medis. Pasalnya, edema di
paru ini bisa menyebabkan gagal napas hingga kematian.

3. Edema serebral

Sesuai dengan namanya, edema serebral terjadi di otak. Kondisi ini


muncul karena berbagai pemicu seperti saat kepala terhantam benda keras,
pembuluh darah yang tersumbat atau pecah, memiliki tumor, hingga reaksi
alergi.

Edema serebral termasuk kondisi yang mengancam nyawa. Gejalanya


biasanya meliputi sakit kepala, leher kaku atau sakit, hilang ingatan
sebagian atau seluruhnya, linglung, mual, muntah, dan pusing.

13
4. Edema makula

Edema makula adalah komplikasi serius retinopatidiabetik. Kondisi ini


terjadi ketika cairan menumpuk di bagian mata yang disebut makula,
tepatnya di tengah retina. Hal ini terjadi saat pembuluh darah yang rusak di
retina mengeluarkan cairan ke makula. Akibatnya, pembengkakan pun
tidak bisa dihindari. Edema makula biasanya membuat seseorang
mengalami gangguan penglihatan, termasuk dalam melihat warna.

5. Edema pedal

Edema pedal terjadi saat cairan berkumpul di kaki bagian atas dan bawah.
Kondisi ini paling sering menyerang orang yang lebih tua atau hamil. Oleh
karena itu, orang yang mengalami edema pedal biasanya sulit bergerak
karena kaki sering kali mati rasa.

6. Limfedema

Limfedema adalah pembengkakan di lengan dan kaki yang disebabkan


oleh kerusakan pada kelenjar getah bening. Kerusakan ini paling sering
terjadi akibat perawatan kanker seperti operasi dan radiasi. Bahkan, kanker
itu sendiri juga bisa menghambat kelenjar getah bening dan menyebabkan
penumpukan cairan.

2.5 Hiper dan hipo elektrolit

Ada dua macam kelainan elektrolit yang terjadi ; kadarnya terlalu tinggi
(hiper) dan kadarnya terlalu rendah (hipo). Peningkatan kadar konsentrasi
Natrium dalam plasma darah atau disebut hipernatremia akan mengakibatkan
kondisi tubuh terganggu seperti kejang akibat dari gangguan listrik di saraf dan
otot tubuh. Natrium yang juga berfungsi mengikat air juga mengakibatkan
meningkatnya tekanan darah yang akan berbahaya bagi penderita yang sudah
menderita tekanan darah tinggi. Sumber natrium berada dalam konsumsi makanan

14
sehari-hari kita; garam, sayur-sayuran dan buah-buahan banyak mengandung
elektrolit termasuk natrium.

Banyak kondisi yang mengakibatkan meningkatnya kadar natrium dalam


plasma darah. Kondisi dehidrasi akibat kurang minum air, diare, muntah-muntah,
olahraga berat, sauna menyebabkan tubuh kehilangan banyak air sehingga darah
menjadi lebih pekat dan kadar natrium secara relatif juga meningkat. Adanya
gangguan ginjal seperti pada penderita Diabetes dan Hipertensi juga menyebabkan
tubuh tidak bisa membuang natrium yang berlebihan dalam darah. Makan garam
berlebihan serta penyakit yang menyebabkan peningkatan berkemih (kencing)
juga meningkatkan kadar natrium dalam darah.

Sedangkan hiponatremia atau menurunnya kadar natrium dalam darah


dapat disebabkan oleh kurangnya diet makanan yang mengandung natrium,
sedang menjalankan terapi dengan obat diuretik (mengeluarkan air kencing dan
elektrolit), terapi ini biasanya diberikan dokter kepada penderita hipertensi dan
jantung, terutama yang disertai bengkak akibat tertimbunnya cairan. Muntah-
muntah yang lama dan hebat juga dapat menurunkan kadar natrium darah, diare
apabila akut memang dapat menyebabkan hipernatremia tapi apabila berlangsung
lama dapat mengakibatkan hiponatremia, kondisi darah yang terlalu asam
(asidosis) baik karena gangguan ginjal maupun kondisi lain misalnya diabetes
juga dapat menjadi penyebab hiponatremia. Akibat dari hiponatremia sendiri
relatif sama dengan kondisi hipernatremia, seperti kejang, gangguan otot dan
gangguan syaraf.

Disamping natrium, elektrolit lain yang penting adalah kalium. Fungsi


kalium sendiri mirip dengan natrium, karena kedua elektrolit ini ibarat kunci dan
anak kunci yang saling bekerja sama baik dalam mengatur keseimbangan osmosis
sel, aktivitas saraf dan otot serta keseimbangan asam – basa.

Kondisi hiperkalemia atau meningkatnya kadar kalium dalam darah


menyebabkan gangguan irama jantung hingga berhentinya denyut jantung,
Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan yang harus segera diatasi karena

15
mengancam jiwa. Beberapa hal yang menjadi penyebab meningkatnya kadar
kalium adalah pemberian infus yang mengandung kalium, dehidrasi, luka bakar
berat, kenjang, meningkatnya kadar leukosit darah, gagal ginjal, serangan jantung
dan meningkatnya keasaman darah karena diabetes. Keadaan hiperkalemia ini
biasanya diketahui dari keluhan berdebar akibat detak jantung yang tidak teratur,
yang apabila dilakukan pemeriksaan rekam jantung menunjukkan gambaran yang
khas.

Kondisi yang berkebalikan terjadi pada hipokalemia, penderita biasanya


mengeluhkan badannya lemas dan tak bertenaga. Hal ini terjadi mengingat fungsi
kalium dalam menghantarkan aliran saraf di otot maupun tempat lain. Penyebab
hipokalemia lebih bervariasi, penurunan konsumsi kalium akibat kelaparan yang
lama dan pasca operasi yang tidak mendapatkan cairan mengandung kalium
secara cukup adalah penyebab hipokalemia. Terapi insulin pada diabet dengan
hiperglikemia, pengambilan glukosa darah ke dalam sel serta kondisi darah yang
basa (alkalosis) menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-
sel tubuh.Akibatnya kalium dalam darah menjadi menurun.

Kehilangan cairan tubuh yang mengandung kalium seperti muntah


berlebih, diare, terapi diuretik, obat-obatan, dan beberapa penyakit seperti
gangguan ginjal dan sindroma Cushing (penyakit akibat gangguan hormon) ju7ga
menyebabkan penurunan kalium dalam darah. Penanganan kondisi hipokalemia
adalah dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalium tinggi seperti
buah-buahan, mengobati penyakit penyebabnya dan apabila kadar kalium darah
rendah sekali dapat dikoreksi dengan memasukkan kalium melalui infus.

2.6 Proses Asidosis dan Alkalosis

Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung
asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan
menurunnya pH darah. Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu
banyak mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang

16
menyebabkan meningkatnya pH darah. Alkadosis dan alkalosis bukan merupakan
suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit.

Kadar asam basa (pH) dalam darah diukur dengan skala pH, dari 1-14.
Kadar pH darah normal berkisar antara 7,35 sampai 7,45. Darah seseorang dinilai
terlalu asam bila pH kurang dari 7,35. Kondisi tersebut dinamakan asidosis.
Sedangkan darah dengan nilai pH lebih besar dari 7,45, dikategorikan terlalu basa,
atau disebut dengan alkalosis.

Keseimbangan asam basa dipengaruhi oleh fungsi paru-paru. Manusia


bernapas menghirup oksigen dan membuangnya dalam bentuk karbondioksida
(CO2). CO2 adalah zat yang bersifat asam, sehingga jumlah CO2 yang keluar
akan memengaruhi keseimbangan pH darah, sehingga dapat menimbulkan
asidosis atau alkalosis. Asidosis dan alkalosis yang disebabkan oleh gangguan
pada paru-paru atau pernapasan disebut dengan asidosis respiratorik dan alkalosis
respiratorik.

Asidosis dan alkalosis juga dapat terjadi ketika produksi asam basa dalam
tubuh tidak seimbang atau bisa juga terjadi akibat ginjal tidak bisa membuang
kelebihan asam atau basa dari dalam tubuh. Asidosis dan alkalosis yang terjadi
akibat dua kondisi di atas disebut asidosis metabolik dan alkalosis metabolik.

 Asidosis

Merupakan peningkatan sistemik konsentrasi ion hydrogen (H+) yang


disebabkan oleh :

- Kegagalan paru untuk mengeliminasi karbon dioksida (CO2)


- Akumulasi produk-produk asam pada metabolism, yang melibatkan asam
karbonat (tidak mudah menguap)
- Peningkatan konsentrasi H+
- Hilangnya anion bikarbonat basa (HCO3-) yang disebabkan oleh diare
persiten
- Kegagalan ginjal untuk mereabsorbsi HCO3- atau menyekresi H+

17
 Alkalosis

Merupakan penurunan sistemik konsentrasi H+ yang mungkin disebabkan


oleh :

- Hilangnya CO2 berlebih selama hiperventilasi


- Hilangnya asam laktat selama muntah
- Penyerapan basa secara berlebih

 Asidosis Metabolik

Merupakan ketidakseimbangan asam-basa yang ditandai dengan kelebihan


asam dan kekurangan HCO3-

Memahami Asidosis Metabolik :

 Langkah 1
Seiring H+ mulai menumpuk dalam tubuh, bufer kimia dalam sel dan
cairan ekstraselular berikatan dengannya
 Langkah 2
Kelebihan H+ yang tidak dapat diikat bufer dengan penurunan pH dan
merangsang kemoreseptor dalam medulla untuk meningkatkan kecepatan
pernafasan. Kecepatan pernafasan yang meningkat tersebut menurunkan
tekanan parsial karbon dioksida arterial (PaCO2), yang memungkinkan
lebih banyak H+ berikatan dengan HCO3-
 Langkah 3
Ginjal yang sehat mencoba melakukan kompensensasi untuk asidosis
dengan menyekresi kelebihan H+ ke dalam tubulus renalis
 Langkah 4
Setiap saat H+ disekresikan ke dalam tubulus renalis, ion natrium (Na+)
dan HCO3- diabsorbsi dari tubulus dan kembali ke darah
 Langkah 5

18
Kelebihan H+ dalam cairan ekstraselular berdifusi ke dalam sel, untuk
mempertahankan keseimbangan muatan melewati membran, sel-sel
melepaskan kalium (K+) ke dalam darah
 Kelebihan H+ mengubah keseimbangan normal ion-ion K+, Na+, dan
kalsium (Ca+), menyebabkan penurunan eksitabilitas sel-sel saraf

 Factor yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik :


- Kelebihan produksi asam-asam metabolic : ketoasidosis diabetic, asidosis
laktat, malnutrisi, kelaparan, alkoholisme kronik
- Hilangnya HCO3- secara berlebih : melalui saluran cerna (diare, suction
usus) dan kehilangan melalui gagal ginjal (gagal ginjal,
hiperaldosteronisme)
- Penyebab-penyebab lain : intoksikasi salisilat, keracunan eksogen,
penurunan oksigen atau perfusi jaringan, olahraga berlebih, aktivitas
kejang, demam, pankreastitis, gagal hati

 Penyebab terjadi asidosis metabolic

Perubahan Tandan dan gejala


Perubahan kadar pH Nyeri kepala, malaise, dan letargi
yang berkembang menjadi pusing
dan stu[or
Perubahan keseimbangan elektrolit Depresi system saraf pusat (SSP),
karena kelebihan H+ perubahan ekektrokardiogram
(menyebabkan gangguan (gelombang T tinggi, kompleks
eksibilitas neural) QRS melebar, interval PR
memanjang)
Mekanisme kompensasi paru Pernafasan kussmaul
untuk mengeluarkan CO2
Penurunan curah jantung yang hipotensi

19
disebabkan oleh meningkatnya pH
Gangguang pencernaan Anoreksia, mual, muntah, diare,
kemunngkinan dehidrasi
Penurunan respons vascular yang Kulit hangat, kemerahan
sensitive pH terhadap stimulus
simpatis

 Komplikasi
a. koma
b. paralis
c. aritmia ventricular
d. lemah
 Pengobatan
- Natrium bikarbonat (NaHCO3) IV (untuk anion gap tinggi yang berat pada
pasien-pasien dengan pH kurang dari 7,20 dan kehilangan HCO3-) untuk
menetralisasi keasama darah
- Pemantauan elektrolit plasma (terutama K) selama pemberian terapi
NaHCO3- (kadar K kemungkinan turun seiring kenaikan pH) untuk
mencegah atau mengobati ketidakseimbangan
- Cairan IV untuk memperbaiki asidosis metabolic anion gap normal dan
deficit volume cairan ekstraselular
- Ventilasi mekanis (jika perlu) untuk mempertahankan kompensasi
respirasi
- Antibiotic untuk mengobati infeksi
- Dialysis untuk mengobati gagal ginjal atau toksisitas obat tertentu
- Again-agen antidiare untuk mengobati kehilangan HCO3- akibat diare

 Alkalosis Metabolik

Ketidakseimbangan asam-basa yang ditandai dengan penurunan jumlah H+


dan peningkatan jumlah HCO3-

20
 Memahami alkalosis metabolic
 Langkah 1

Bersamaan dengan HCO3- menumpuk dalam tubuh, bufer kimia berikatan


dengan ion-ion.

 Langkah 2

Kelebihan HCO3- yang tidak berikatan dengan bufer kimiawi menaikkan


kadar pH serum yang mengakibatkan penekanan kemosresptor dalam
medulla. Hal ini menyebabkan penurunan tingkat pernafasan yang
mrningkatkan paco2. CO2 tambahan bergabung dengan air untuk
membentuk asam karbonat (H2CO3)

 Langkah 3

Bila kadar HCO3- melebihi 28 mEq/L, glomerulus ginjal tidak lagi


mereabsorbsi kelebihan HCO3-. Kelebihan HCO3- diekskresi dalam
urine ; H+ tertahan

 Langkah 4

Untuk mempertahankan keseimbangan elektrokimiawi, ginjal


mengekskresi kelebihan Na+, H2O, dan HCO3-

 Langkah 5

Penurunan kadar H+ dalam cairan ekstraselular menyebabkan ion-ion


berdifusi keluar dari sel. Untuk mempertahankan keseimbangan muatan
melewati membrane sel, K+ ekstraselular bergerak ke dalam sel

 Langkah 6

21
Seiring berkurangnya kadar H+, ionisasi Ca berkurang. Penurunan ionisasi
tersebut membuat sel-sel saraf lebih permeable terhadap Na+. Na+ yang
bergerak ke dalam sel-sel saraf merangsang implus neural dan
menimbulkan eksitabilitas berlebih system saraf perifer dan SSP.

 Factor penyebab alkalosis metabolik :


- Kehilangan asam, retensi basa, atau mekanisme ginjal dihubungkan
dengan kadar K dan klorida dalam serum yang rendah
- Kehilangan asam secara kritis :
a. muntah kronik
b. drainase pipa nasogastric atau lavase tanpa penggantian elektrolit yang
adekuat
c. fistula
d. pengguanaan steroid dan diuretic tertentu (furosemide, thiazid, asam
etakrinat)
e. transfuse darah massif
f. penyakit chusing, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom barter
- Retensi HCO3- berlebih (menyebabkan hiperkapnia kronik)
a. asupan berlebih bikarbonat soda atau antacid lain atau alkali yang dapat
diabsorpsi
b. jumlah cairan IV berlebih dengan konsentrasi HCO3- atau laktat tinggi
c. perubahan kadar elektrolit ekstraselular
d. K plasma rendah, menyebabkan peningkatan eksresi H+ melalui ginjal

 Apa yang terjadi pada alkalosis metabolic ?

Perubahan Tanda dan gejala


Penurunan perfusi serebral Iritabilitas, mencubit-cubit seprei
(carphology), kedutan, serangan
kejang, konfusi
Hipoklemia Aritmia
Respons kompensasi bila alkalosis Pernafasan lambat, dangkal

22
respiratorius yang berat menjadi
gagal nafas
Penurunan aliran darah, perifer Spasme karpal ( tanda trousseau,
(selama pemeriksaan tekanan darah kemungkinan tanda tetanus yang
berulang) akan terjadi )

 Komplikasi
a. koma
b. serangan kejang
 Cara pengobatan
- kalium klorida dan larutan garam normal (kecuali pada gagal jantung )
untuk menggantikan kehilangan akibat drainase lambung
- penghentian deuretik dan suplemen kalium klorida untuk mencegah
kehilangan elektrolit lebih lanjut
- asetazolamid oral atau IV untuk meningkatkan ekskresi HCO3- renal dan
memperbaiki alkalosis metabolic tanpa ekspansi volume yang cepat

 asidosis respiratorius
- ketidakseimbangan asam-basa yang ditandai dengan penurunan ventilasi
alveolar
- disebabkan oleh ketidakmampuan system pulmonal untuk membersihkan
CO2 dari tubuh
- menyebabkan hiperkapnia (Paco2 lebih dari 45 mmHg) dan asidosis (pH
kurang dari 7,35)
- dapat akut (atau kegagalan mendadak pada ventilasi) atau kronik (penyakit
paru jangka Panjang)

 memahami asidosis respitarius


 Langkah 1

23
Bila ventilasi pulmonal berkurang. CO2 yang masih ada bercempur
dengan H2O membentuk H2CO3. H2CO3-. H2CO3 berlebih
menyebabkan penurunan pH
 Langkah 2
Seiring penurunan kadar pH 2,3 diphoshoglycerate (2,3,-DPG)
meningkat dalam sel darah merah dan menyebabkan perubahan
hemoglobin (Hb) yang membuat Hb melepaskan O2. Hb yang
berubah menjadi alkali yang kuat, mengambil H+ dsan CO2
sehingga mengeliminasi beberapa H+ bebas dari CO2
 Langkah 3
Setiap saat Paco2 meningkat, CO2 terbentuk di semua jaringan dan
cairan. CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3, yang
kemudian pecah menjadi H+ bebas dan HCO3-. Peningkatan
jumlah CO2 dan H+ bebas merangsanng pusat pernafasan untuk
meningkatkan laju peningkatan laju pernafasan pengeluaran lebih
banyak O2 dan membantu menurunklan kadar CO2 dalam darah
dan jaringan lain.
 Langkah 4
CO2 dan H+ menyebabkan pembuluh darah serebral mengelami
dilatasi yang meningkatkan aliran darah ke otak
 Langkah 5
Dengan kegagalan mekanisme pernafasan, Paco2 uang meningkat
merangsang ginjal menjaga HCO3- dan Na+ dan mengekresi H+,
beberapa ammonium (NH4). HCO3- tambahan dan Na menyatu
membentuk NaHCO3 ekstra yang kemudian mampu melakukan
bufer H+ bebas lebih banyak lagi
 Langkah 6
Bersamaan dengan konsentrasi H+ meliputi mekanisme
kompensasi tubuh, H+ masuk ke dalam sel dan K+ ke luar.
Kurangnya O2 secara bersamaan menyebabkan peningkatan

24
produksi anaerob asam laktat, yang kemudian mengganggu
keseimbangan asam-basa.

 Factor penyebab
a. Obat-obat yang menurukan pusat pernafasan (opioid,
anestesi umum, hipnotik, alcohol, sedative)
b. Trauma SSP (cedera dapat medulla dapat mengganggu
kerja ventilasi)
c. Henti jantu jantung
d. Apnea tidur (sleep apnea)
e. Alkalosis metabolik kronik
f. Terapi ventilasi
- Tekanan akhir ekspirasi positif tinggi (PEEP)
dengan berkurangnya curah jantung (dapat
menyebabkan hiperkapnia)
g. Penyakit neuromuscular (miastenia gravis, sindrom
Guillain Barre, poliomyelitis), otot pernafasan tidak dapat
memberikan respon secara tepat terhadap kerja pernafasan
h. Obstruksi jalan nafas, sindrom gawat nafas akut, penyekit
paru obstreuktif kronik, asma
i. Pneumotoraks besar, pneumonia yang luas, edema paru,
thrombosis paru, embolisme paru
 Hal yang terjadi pada asidosis respiratorius

Perubahan Tanda dan gejala gejala


Edema serebral dan aktifitas Gelisah, konfusi, takut,
SSP tertekan (akibat dilatasi somnolen, tremor halus
pembuluh darah serebral dan (asteriksis), koma, nyeri kepala,
peningkatan aliran darah ke dyspnea dan takipnea,
otak) papilledema, reflex tertekan ],
hipoksemia (kecuali jika pasien
mendapatkan O2), takikardia

25
dan aritmia atrial dan
ventricular, hipertensi, hipotensi
dengan vasodilatasi (nadi kuat
dan perifer hangat pada asidosis
berat

 Komplikasi
a. Henti jantung
b. Gangguang kardiovaskular dan SSP yang berat
c. Syok
 Cara pengobatannya
a. Koreksi penyebab untuk memperbaiki ventilasi alveolar
b. Inserensi jalan nafas artifisial (intubasi endotrakeal atau
trakeotomi), ventilasi mekanis, terapi oksigen untuk
mempertahankan ventilasi adekuat
c. Bronkodilator IV atau aerosol untuk membuka jalan nafas
nafas yang mengalami konstruksi
d. PEEP untuk mencegah kolaps alveolar
e. Bronskoskopi untuk mengeluarkan sekresi berlebih yang
tertahan

 Alkalosis Respiratoius
Ketidakseimbangan asam-basa yang ditandai dengan Paco2 kurang
dari 35 mmHg dan pH darah lebih dari 7,45 yang disebabkan oleh :
- Hiperventilasi alveolar
- Hipokapnia atau Paco2 di bawah normal, yang
terjadi bila paru mengeluarkan lebih banyak CO2
daripada yang dihasilkan sel-sel
 Memahami alkalosis respiratorius

 Langkah 1

26
Bila ventilasi pulmonal meningkat di atas jumlah yang diperlukan
untuk mempertahankan kadar CO2 normal, jumlah CO2 yang
berlebih dikeluarkan. Kehilangan CO2 tersebut menyebabkan
hipokapnia (penurunan Paco2), yang menyebabkan penurunan
produksi H2CO3, kehilangan H+ dan HCO3-, dan kehilangan H+
akhirnya peningkatan pH

 `Langkah 2

H+ ditarik ke luar sel-sel dan masuk ke dalam darah pada


pertukaran untuk K+H+ yang masuk ke dalam darah bercampur
dengan HCO3- membentuk H2CO3, yang menurunkan pH

 Langkah 3

Hipokapnia merangsang corpus carotis, corpus aortae dan medulla


yang menyebabkan peningkatan nadi tanpa menaikkan tekanan
darah

 Langkah 4

Hipokapnia menyebabkan vasokonstriksi serebral yang mendorong


penurunan aliran darah serebral. Hipokapnia juga mengeksitasi
medulla, pons, dan begian lain system saraf otonom secara berlebih

 Langkah 5

Bila hipokapnia terjadi lebih dari 6 jam, ginjal meningkatkan


sekresi HCO3 dan mengurangi eksresi H+

 Langkah 6

Paco2 rendah terus-menerus meningkatkan hipoksia serebral dan


perifer akibat vasokontriksi. Alkalosis yang berat menghambat

27
ionisasi Ca yang sebaliknya menyebabkan peningkatan
eksitabilitas saraf dan kontraksi otot

 Factor penyebab

a. Dari paru : hipoksemia berat, pneumonia, penyekit paru


interstisial, penyakit pembuluh darah paru, asma akut,
hiperventilasi
b. Dari luar paru : ansietas, demam, toksisitas aspirin, asidosis
metabolic, penyakit SSP (peradangan atau tumor), sepsis,
syok, gagal hepar, kehamilan

 Yang terjadi pada alkalosis respiratorius

Perubahan Tanda dan gejala


Hipoksemia Tanda-tanda kardianal : nafas
dalam, cepat (lebih dari 40
kali/menit : seperti pernafasan
Kussmaul pada asidosis
diabetic)
Penurunan aliran darah serebral Kepala ringan atau pusing dan
darah serebral dan eksitabilitas agitasi; parestesi sirkumoral dan
SSP perifer; spasme karpal, kedutan
(dapat berkembang menjadi
tetanus), dan kelemahan otot

 Komplikasi

a. Aritmia yang tidak memberikan respons terhapada


pengobatan konvensional
b. Tetanus hipokkalsemik
c. Periode apnea

28
d. Serangan kejang

 Cara pengobatannya

a. Koreksi penyebab untuk mengurangi hiperventilasi alveolar


b. Oksigen untuk hipoksemia akut
c. Bernafas ke dalam kantong kertas untuk meningkatkan
kadar CO2 dan menyembuhkan hiperventilasi yang
disebabkan oleh ansietas berat
d. Penyesuaian volume tidal dan ventilasi per menit untuk
mencegah hiperventilasi

BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Jadi uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa :
Cairan dan elektrolit adalah suatu hal yang sangat penting didalam tubuh.
Cairan tubuh merupakan cairan yang berupa air dan zat terlarut. Sedangkan
elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik
yang disebut ion jika berada dalam larutan.
Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35
hingga 7.45. Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan asam dan basa
agar proses metabolisme dan fungsi organ dapat berjalan optimal. Keseimbangan
asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem organ yakni paru dan
ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2) dan ginjal berperan dalam
pelepasan asam.

3.2. Saran

29
Demi kesempurnaan makalah ini, kami sangat mengharapkan kritikan
dan saran yang bersifat membangun kearah kebaikan demi kelancaran dan
kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Tambayong, jan.2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan.Jakarta : Buku


Kedokteran EGC

Sudiono,Janti dkk.2003.Ilmu patologi.Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Tamher, Sayuti dan Heryati.2011.Patologi Untuk Mahasiswa Keperawatan :


Buku Kesehatan

Vanatta,John C dan Fogelman,Morris J. 2010.Buku Saku Moyer


Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit. Tangerang : Binarupa
Aksara Publisher

Lippincot dkk. 2013.Buku Saku Patofisiologi Menjadi Sangat


Mudah.Jakarta:EGC

30
https://www.alodokter.com/gangguan-keseimbangan-asam-basa diakses pada
tanggal 15 Februari 2019

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/48 diakses pada tanggal


15 Februari 2019

31

Anda mungkin juga menyukai