Anda di halaman 1dari 3

Halaqoh Fiqih Peradaban dengan tema Fiqih Siyasah dan Masalah kaum

Minoritas di Pondok pesantren Al falahiyyah Mlangi.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Halaqah Fiqih Peradaban.


Mengusung tema “Fiqih Siyasah dan Masalah kaum Minoritas” ahad, 18 September
2022 di Pondok Pesantren Al Falahiyyah Mlangi Yohyakarta. Halaqoh ini merupakan
halaqoh yang kesebelas dari 250 halaqoh yang di rencanakan secara berseri oleh
PBNU. Seri halaqah fiqih siyasah telah digelar mulai Agustus 2022 hingga Januari
2023. Secara keseluruhan, akan ada 250 halaqah, terdiri atas 75 halaqah di Jawa
Timur, 75 halaqah di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.

Halaqoh yang ke sebelas ini di hadiri oleh Gus Ulil Abshar Abdlla sebagai
penanggung jawab pelaksana Halaqoh dari PBNU sekaligus narasumber pertama.
Selain itu hadir narasumber yang lain yaitu Kyai Saiful Anwar, Dosen Pasca Sarjana
Ma’had Ali Lirboyo sekaligus tim penyusun Kitab Fiqhul Muathonah. Hadir juga
pembicara yang ke tiga Prof. Al Makin selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.

Halaqoh ini di lakukan dengan dua sesi. Sesi yang pertama yaitu pemaparan materi
dari tiga narasumber yang di pimpin oleh moderator. Kemudian istirahat, shalat dan
makan, dilanjutkan sesi yang ke 2 yaitu diskusi ilmiyyah dengan di bagi dua
kelompok masing-masing kelompok membahas satu tema yang sudah di tentukan
yaitu mengenai Ushulul Hadoroh dan Fiqih Aqoliyyat.

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam)


PBNU KH Ulil Abshar Abdalla menyebut bahwa program Halaqah Fiqih Peradaban
merupakan salah satu cara Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus
Yahya) menghidupkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Inilah yang menjadi visi
Gus Yahya dalam memimpin NU yang mana islam sebagai pusat peradaban dunia
sesuai fiqh siyasah Al lussunah Wal jamaah.

“Program Gus Yahya ini merupakan cara Gus Yahya menghidupkan Gusdur dengan
cara mengumpulkan ulama-ulama Nu bahkan Kyai-kyai kampung seluruh Indonesia
untuk diskusi mengenai fiqih siasah kemudian nantinya setelah selesai seluruh
halaqoh akan menghasilkan hal yang menjadi rujukan dunia, makanya ini bukan
halaqoh main-main”

Halaqoh yang di gelar ke sebelas kalinya ini menggundang Kyai-Kyai, Pengurus Rois
Syuriyah, Tanfidiyyah dan banom-banom NU se-DIY. Selain itu juga perwakilan dari
beberapa mahasiswa kampus yang ada di DIY seperti UIN, UNU dan Alma Ata.

Kyai Saiful Anwar Menjelaskan bahwa Fiqih siasah menjadi topik yang dibahas sejak
zaman rosulullah dengan adanya Piagam Madinah yang di tandatangani tokoh kaum
Muhajirin dan Anshar, serta tokoh Yahudi dan Nasrani dari Bani Qainuqa, Bani
Nadir, dan Bani Quraidah. Mereka menyatakan kesiapan untuk membangun Madinah
dan menjaga Madinah dari serangan musuhmusuhnya. Dengan demikian dapatlah
dikatakan bahwa Piagam Madinah merupakan sebuah “Konstitusi” yang berarti
Undang-undang dasar. Istilah konstitusi memang ditujukan kepada surat atau
dokumen resmi yang berisi pokok-pokok kenegaraan, dan ciri itu terdapat dalam
Piagam Madinah.

Dalam Piagam Madinah Nabi Muhammad SAW dalam kapasitasnya sebagai Nabi
dan kepala negara tidak memaksa untuk mengubah agama. Ia hanya mendakwakan
Islam. Soal konversi ke agama Islam tergantung kepada kesadaran mereka. Bahkan
Nabi SAW menciptakan kerukunan antar komunitas agama dan keyakinan yang ada.
Piagam imadinah telah memberi jaminan kebebasan beragama bagi orang-orang
Yahudi sebagai suatu komunitas dan mewujudkan kerja sama yang erat dengan kaum
muslimin. Lanjutnya.

Profesor Al Makin rector UIN Sunan Kalijaga Mengatakan bahwa Dalam metode
berpikir kita didorong oleh Gus Yahya untuk bisa perpikir kolektif atau secara
kelompok, diatas berpikir secara individu. Dalam menerapkan fiqih beradaban kita
juga harus melihat konsep sejarah kebelakang.

Dalam beperadaban dianggap maju jika memperlakukan dengan baik orang2 yang
lemeh . Sebagai kaum mayoritas islam harus bersikap lunak terhadap kaum yang
minoritas.
“Dahulu Muawwiyah sangat dekat dg tokoh² orang non muslim.yaitu kristen ortodoks
dengan timur dan mempekerjakan orang non muslim diistana bahkan setingkat wazir”
tuturnya.

“Dalam berpikir fiqih peradaban kita harus berpikir kolektif misal mengenai hukum
apa yg membuat ummayah berjaya kemudian jatun. Hukum yg membuat majapahit
jaya kemudian jatuh dan lain sebagainya”. Lanjutnya.

Gus Ulil menyampaikan bahwa beliau sangat bangga denggan adanypanjang dan
dengan tempat yang sederhana tetapi mampu menghasilkan gagasan besar dan diskusi
sangat bermakna. Beliau berharap semoga halaqoh ini menjadi inspirasi untuk
halaqoh-halaqoh selanjutnya yang masih sebayak 239 kali lagi halaqoh yang akan
dilaksanakan diseluruh wilayah di Indonesia.
Selain itu beliau juga meminta setiap hasil diskusi dalam setiap halaqoh dari panitia
untuk bisa menyetorkan dalam bentuk dokumen ke PBNU yang nantinya akan di
himpun oleh PBNU setelah seluruh halaqoh selesai dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai