Anda di halaman 1dari 16

“Corak Kehidupan Masyarakat Masa Praaksara”

Oleh:
1. Anak Agung Sagung Istri Prabhaswari ( 05 / X IPA 5 )
2. Dhea Medika Rohmany ( 08 / X IPA 5 )
3. Gloria Bintary Ningtyas Boling ( 12 / X IPA 5 )
4. Luh Putu Rika Utami ( 28 / X IPA 5 )
5. Made Dandy Arya Wiratama ( 32 / X IPA 5 )
6. Muhammad Naashir ( 35 / X IPA 5 )
7. Ni Made Kristina Widyaningsih ( 37 / X IPA 5 )

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 DENPASAR

JALAN JENDRAL SUDIRMAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini
selesai tepat pada waktunya yang berjudul “Corak Kehidupan Pada Masa Praaksara
Indonesia”.

Makalah ini berisikan tentang sejarah bangsa Indonesia, khususnya sejarahIndonesia pada
Masa Praaksara di Indonesia, diharapkan makalah ini dapat menambahkanpengetahuan kita
semua.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu,kritik
dan saran dari guru dan teman-teman yang bersifat membangun, selalu kami harapkandemi
lebih baiknya makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga TuhanYang
Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ………………………………………………………………………………i

Daftar Isi ……………………………………………………………………………..ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………… 1


1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………… 1
1.3 Tujuan ………………………………………………………………… 1

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pola Hunian Manusia Purba Pada Masa Pra-aksara ……………………………….2

2.2 Kehidupan Manusia Pada Masa Berburu, Meramu dan Bercocok Tanam …………4

2.3 Sistem Kepercayaan …………………………………………………………….....8

BAB III : KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………… 12

Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………… 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Masa Praaksara adalah masa dimana manusia belum mengenal tulisan atau disebut masa
prasejarah atau nirleka yang artinya tidak adanya tulisan. Masa praaksara berlangsung dari
adanya manusia sampai manusia mengenal tulisan. Kita dapat mengetahui masa praaksara
melalui peninggalan-peninggalan yang bukan berupa tulisan seperti: fosil, artefak, dan alat-alat
yang digunakan pada masa praaksara.
Salah satu ciri kehidupan masyarakat pada masa awal adalah adanya cara hidup
berkelompok. Meskipun masih sangat sederhana, manusia purba telah mengerti akan pentingnya
kerja sama dalam kehidupan mereka.
Generasi penerus sekarang ini sudah banyak yang tidak mengenal sejarah-sejarah tentang
zaman praaksara atau kehidupan awal masyarakat. Padahal hal tersebut sangat penting bagi ilmu
pengetahuan. Tujuan kami menyusun makalah ini untuk menjelaskan tahapan perkembangan
pada masa praaksara.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pola hunian manusia purba pada masa Pra-aksara?
2. Bagaimanakah kehidupan manusia pada masa berburu,meramu dan bercocok tanam?
3. Bagaimanakah sistem kepercayaan manusia purba pada masa Pra-aksara?

1.3 Tujuan
Dalam menyelesaikan masalah yang telah dibahas sebelumnya, maka tujuan yang ingin
kami capai adalah:
1. Mengetahui pola hunian manusia purba pada masa Pra-aksara.
2. Mengetahui kehidupan manusia pada masa berburu,meramu dan bercocok tanam.
3. Mengetahui sistem kepercayaan manusia purba pada masa Pra-aksara.

1
BAB II
ISI

2.1 Pola Hunian Manusia Purba Pada Masa Pra-Aksara.

Ada 2 karakter khas hunian manusia purba, yaitu kedekatan dengan sumber daya air dan
adanya kehidupan di alam terbuka. Pola hunian manusia purba dapat dilihat dari letak geografis
situs-situs serta kondisi lingkungannya. Keberadaan air dimanfaatkan manusia sebagai sarana
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan melalui sungai, manusia dapat melakukan mobilitas
dari suatu tempat ke tempat lainnya.

Petunjuk yang dapat memberikan gambaran mengenai kehidupan manusia purba adalah
adanya sebaran sisa-sisa peralatan yang digunakan manusia purba pada waktu itu yang umumnya
berada di dasar atau di sekitar sungai. Kehidupan disekitar sungai menunjukkan pola hidup
manusia purba di alam terbuka. Manusia purba mempunyai kecenderungan untuk menghuni
lingkungan terbuka di sekitar aliran sungai. Manusia purba tersebut juga memanfaatkan berbagai
sumber daya lingkungan yang tersedia, salah satunya tinggal di gua-gua.

Lama hunian manusia purba di suatu lingkungan eksploitasi dipengaruhi oleh


ketersediaan bahan makanan. Pada waktu lingkungan sudah tidak ada bahan makanan, manusia
berpindah ke lingkungan baru di tepi sungai untuk membuat persinggahn yang baru. Di tempat
tinggal sementara tersebut akan mulai berkembang pola hunian.

Gambar 2.1 Gambar Gua Hunian Manusia Purba

2
Manusia mengenal tempat tinggal atau menetap semenjak masa Mesolithikum (batu
tengah) atau masa berburu dan meramu tingkat lanjut. Sebelumnya manusia belum mengenal
tempat tinggal dan hidup nomaden (berpindah-pindah). Setelah mengenal tempat tinggal,
manusia mulai bercocok tanam dengan menggunakan alat-alat sederhana yang terbuat dari batu,
tulang binatang ataupun kayu. Pada dasarnya hunian pada zaman praaksara terdiri atas tiga
macam, yaitu :

2.1.1 Nomaden

Nomaden adalah cara hidup berpindah pindah, pindah dari satu tempat ke tempat
yang satunya terus menurus. Pada dasarnya manusia sangat bergantung pada alam,
mereka memakan apa yang sudah disediakan oleh alam, seperti buah – buahan, daun –
daunan, dan umbi – umbian yang mereka tinggal petik atau pun gali dari tanah. Karena
pada saat itu mereka belom mengenal menanam atau pun bercocok tanam.
Pada masa nomaden ini disebut juga dengan “mengumpulkan makanan dan
berburu”, karena jika bahan makanan pada tempat yang mereka tempati sudah habis
maka, mereka akan berpindah ketempat yang menyediakan bahan makan. Selain itu
tujuan berpindah tempat mereka adalah untuk berburu binatang.

2.1.1.1Ciri ciri manusia nomaden adalah sebagai berikut;

a. Bergantung pada alam


b. Hidup berkelompok tidak lebih dari 10-15 orang
c. Belom mampu mengolah makanan
d. Hidup dari hasil berburu dan mengumpulkan bahan makan
e. Peralatan masih sangat sederhana terbuat dari batu dan kayu yang masih kasar

2.1.2 Semi nomaden

Kehidupan semi nomaden adalah cara hidup berpindah pindah, pindah dari satu tempat
ke tempat yang satunya dan membuat tempat tinggal sementara. Karena terbatasnya sumber daya
alam yang bisa dimanfaat oleh manusia pada saat itu, serta meningkatnya kebutuhan manusia
pada saat itu.

3
Pada masa semi nomaden diperkirakan manusia sudah mulai memelihara hewan, karena
hewan dapat sangat berguna dalam berburu dan mencari bahan makan.

2.1.2.1Ciri ciri manusia semi nomaden adalah sebagai berikut;

a. Mulai mengenal cara mengolah makanan

b. Membuat tempat tinggal sementara

c. Mulai menanam berbagai bahan makanan

d. Peralatan hidup sudah lebih baik dari sebelumnya

e. Tulang mulai digunakan sebagai alat membantu kehidupan

2.3 Menetap

Pada zaman ini manusia udah mulai membuat tempat tinggal permanen, karena sistem
nomaden yang tidak menguntungkan. Harus berpindah dari satu tempat ketempat lain, serta
membangun tempat tinggal sementara, sangat tidak efesian dan efektif.

2.3.1 Ciri ciri manusia yang menetap adalah sebagai berikut;

a. Mulai membangun tempat tinggal permanen

b. Dapat menyimpan bahan makanan dan hasil buruan dengan aman dan lebih lama

c. Sudah mengenal baik sistem pengolahan bahan makanan

d. Bercocok tanam dan mengenal sistem astonomi

e. Mulai mengenal sistem ternak hewan

f. Mulai mempunyai sistem kepercayaan

2.2 Kehidupan Manusia Pada Masa Berburu, Meramu dan Bercocok Tanam

4
2.2.1 Kehidupan Masyarakat Brburu dan Mengumpulkan Makanan (Meramu)

Dalam kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan (meramu) dibagi


menjadi sebagai berikut.

2.2.1.1 Masyarakat Berburu dan Meramu Tingkat Awal.

Pada masa berburu dan meramu, lingkungan hidup manusia masih liar dan keadaan bumi
masih labil. Pada saat itu banyak terjadi letusan gunung berapi dan daratan tertutup hutan yang
lebat, serta berbagai binatang purba masih hidup di dalamnya.

Manusia pendukung pada masa itu adalahPithecanthropus erectus dan Homo wajakensis.
Kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan (meramu) telah ada semenjak manusia muncul di
permukaan bumi, begitu pula halnya dengan manusia Indonesia. Kegiatan berburu dan meramu
ini merupakan yang paling sederhana yang bisa dilakukan manusia, karena manusia dapat
mengambil makanan secara langsung dari alam dengan cara mengumpulkan makanan (food
gathering).

Kehidupan masyarakat berburu dan berpindah-pindah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

a. Belum mengenal bercocok tanam.


b. Kebutuhan makan mereka bergantung pada alam sehingga cara mereka mencari makanan
disebut dengan nama food gathering (mengumpulkan makanan) dan berburu.
c. Alat-alat kebutuhan mereka dibuat dari batu yang belum dihaluskan (masih sangat kasar).
d. Manusia purba hidup berkelompok dan tempat tinggal mereka berpindah-pindah dari
tempat yang satu ke tempat yang lain (nomaden) seiring dengan usaha memenuhi
kebutuhan hidupnya.

Ada dua hal yang menyebabkan masyarakat berburu berpindah tempat, yaitu pertama karena
binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di tempat yang mereka diami dan kedua
karena musim kemarau menyebabkan binatang buruan berpindah tempat untuk mencari sumber
air yang lebih baik.

5
2.2.1.2 Masyarakat Berburu dan Meramu Tingkat Lanjut

Masa berburu dan meramu tingkat lanjut berlangsung setelah zaman pleistosen. Corak
kehidupan masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut masih terpengaruh pada masa
sebelumnya. Kehidupan mereka masih bergantung pada alam. Mereka hidup dengan cara
berburu binatang di dalam hutan, menangkap ikan, dan dengan mengumpulkan makanan seperti
umbi-umbian, buah-buahan, daun-daunan, dan biji-bijian.

Alat-alat kehidupan yang digunakan pada berburu dan meramu tingkat lanjut, misalnya
kapak genggam, flake, dan alat-alat dari tulang. Pada masa itu juga telah dikenal gerabah yang
berfungsi sebagai wadah. Pola bermukim mereka mulai berubah dari nomaden menjadi
semisedenter. Ketika masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut telah mampu
mengumpulkan makanan dalam jumlah yang cukup banyak, mereka mulai lebih lama mendiami
suatu tempat.

Kemudian pengetahuan mereka berkembang untuk menyimpan dan mengawetkan


makanan. Daging binatang buruan diawetkan dengan cara dijemur setelah terlebih dahulu diberi
ramuan. Mereka bertempat tinggal di gua-gua (abris sous roche). Mereka memilih gua yang
letaknya cukup tinggi di lereng-lereng bukit untuk melindungi diri dari iklim dan binatang buas.

Masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut juga telah mengenal pembagian kerja.
Kegiatan berburu banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Kaum wanita yang tidak banyak terlibat
dalam kegiatan perburuan, lebih banyak di sekitar gua-gua tempat tinggal mereka. Karena
perhatian wanita ditunjukan kepada lingkungan yang terbatas, maka ia mampu memperluas
pengetahuannya tentang seluk-beluk tumbuh-tumbuhan yang dapat dibudidayakan. Pada tingkat
lanjut ini telah mengenal bercocok tanam meskipun dalam taraf yang sangat sederhana dan
dilakukan secara berpindah-pindah.

Mereka membuka lahan dengan cara menebang hutan, membakar, dan


membersihkannya. Setelah tidak subur lagi, tanah tersebut mereka tinggal untuk mencari lahan
yang baru. Pada masyarakat berburu dan meramu diduga telah muncul kepercayaan. Buktinya
adalah dengan ditemukannya bukti-bukti tentang penguburan yang ditemukan di Gua Lawa,
Sampung, Ponorogo, Jawa Timur;Gua Sodong, Besuki, Jawa Timur; dan Bukit Kerang, Aceh
Tamiang, Nangroe Aceh Darussalam.

6
Dari mayat-mayat yang dikuburkan tersebut ada yang ditaburi dengan cat merah.
Diperkirakan cat tersebut berhubungan dengan upacara penguburan yang maksudnya adalah
untuk membuktikan kehidupan baru di alam baka.

Di dinding-dinding Gua Leang Pattae, Sulawesi Selatan ditemukan lukisan cap-cap


tangan dengan latar belakang cat merah. Menurut para ahli hal tersebut mungkin mengandung
arti kekuatan atau simbol kekuatan pelindung untuk mencegah roh-roh jahat. Ada beberapa
gambar jari yang tidak lengkap. Gambar tersebut dianggap sebagai tanda adat berkabung

Di Pulau Seram dan Papua juga ditemukan lukisan gua. Di dua tempat tersebut
ditemukan lukisan kadal. Diperkirakan lukisan tersebut mengandung arti lambang kekuatan
magis, yaitu sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau kepala suku yang sangat dihormati.

2.2.2 Kehidupan Masyarakat Bercocok Tanam dan Hidup Menetap.

Gambar 2.1 Gambar Manusia Purba Yang Sudah Mulai Tinggal menetap

2.2.2.1 Kehidupan Sosial Ekonomi.

Cara bercocok tanam dengan berhuma mulai dikembangkan sehingga munculah ladang-
ladang pertaian yang sederhana. Berhuma adalah bercocok tanam secara berpindah-pindah
dengan cara menebang,membakar, serta membersihkan hutan kemudian menanamnya dan
meninggalkannya setelah tanahnya tidak subur lagi.

7
Kehidupan masyarakat pada masa itu mengalami perkembangan yang sangat
pesat.Masyarakat praaksara pada masa itu sudah mulai memiliki tempat tinggal yang tetap.
Mereka memilih suatu tempat tertenu untuk meningkatkan hubungan antar manusia di dalam
kelompok masyarakat.

Kehidupan social yang dilakukan oleh masyarakat pada masa bercocok tanam terlihat
melalui jenis cara bekerja bergotong royong. Cara hidup bergotong royong ini merupakan salah
satu ciri kehidupan masyarakat yang besifat agraris.

Dalam kehidupan masyarakat bercocok tanam sudah terlihat peran pemimpin (primus
inter pares). Gelar primus inter pares di Indonesia adalah ratuatau datu(k) artina orang yang
terhormat dan yang patut dihormati karena kepemimpinannya, cakapannya, kesetiaannya, dll.

Kehidupan masyarakat pada amasa bercocok tanam dan menetap memiliki ciri-
ciri sebagai berikut.

a. Sudah mengenal bercocok tanam secara baik


b. Sudah mampu mengolah bahan makanan sendiri sesuai dengan kebutuhan.
c. Susah mempunyai tempat tinggal yang menetap secara tetap.
d. Peralatan yang dibuat dari batu lebih halus dan bermacam-macam.
e. Peradaban mereka sudah lebih maju, alat-alat rumah tangga dibuat lebih baik dan mereka
telah mengerti seni.

2.2.2.2 Kehidupan Budaya.

Kebudayaan masa praaksara pada masa bercocok tanam mengalami perkembangan


dengan hasil kebudayaan yang bervariasi (ada yang terbuat dari batu, tulang ataupun tanah liat).
Hasil kebudayaan pada masa bercocok tanam seperti, kapak persegi, kapak lonjong,dll.

2.3 Sistem Kepercayaan.

8
Gambar 2.3 Gambar Kepala Suku Yang Memimpin Suatu Ritual

Masa Praaksara, seiring dengan perkembangan kemampuan berpikir, manusia purba


mulai mengenal kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya yang disebut sistem
kepercayaan manusia purba/zaman pra aksara. Oleh sebab itu, mereka berusaha mendekatkan
diri dengan kekuatan tersebut. Caranya ialah dengan mengadakan berbagai upacara, seperti
pemujaan, pemberian sesaji, yang paling menonjol upacara penguburan orang meninggal
ataupun upacara ritual lainnya Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lukisan-lukisan di
dinding goa di Sulawesi Selatan dan juga berbagai alat ritual lainnya yang akan dijelaskan nanti.
Sistem kepercayaan masyarakat Indonesia zaman praaksara diperkirakan tumbuh pada masa
berburu.

Upacara sebagai bentuk ritual kepercayaan mengalami perkembangan seiring zaman.


Mereka melakukan upacara tidak hanya berkaitan dengan leluhur, akan tetapi berkaitan dengan
mata pencaharian hidup yang mereka lakukan. Misalnya ada upacara khusus yang dilakukan oleh
masyarakat pantai khususnya para nelayan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat pantai ini,
yaitu penyembahan kekuatan yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa inilah yang
mereka anggap memberikan kemakmuran kehidupannya. Sedang di daerah pedalaman atau
pertanian ada upacara persembahan kepada kekuatan yang dianggap sebagai pemberi berkah
terhadap hasil pertanian

2.3.1Macam-macam Kepercayaan

9
A. Animisme adalah kepercayaan terhadap roh yang mendiami semua benda. Manusia purba
percaya bahwa roh nenek moyang masih berpengaruh terhadap kehidupan di dunia. Mereka juga
memercayai adanya roh di luar roh manusia yang dapat berbuat jahat dan berbuat baik. Roh-roh
itu mendiami semua benda, misalnya pohon, batu, gunung, dsb. Agar mereka tidak diganggu roh
jahat, mereka memberikan sesaji kepada roh-roh tersebut.

B. Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang
dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup.
Mereka percaya terhadap kekuatan gaib dan kekuatan itu dapat menolong mereka. Kekuatan gaib
itu terdapat di dalam benda-benda seperti keris, patung, gunung, pohon besar, dll. Untuk
mendapatkan pertolongan kekuatan gaib tersebut, mereka melakukan upacara pemberian sesaji,
atau ritual lainnya.

C. Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja karena
memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi, ular, dan harimau.
Hewan yang dianggap suci juga bisa berasal dari mimpi, misal seseorang memimpikan kura-
kura, maka hewan suci yang dipujanya adalah kura-kura. Biasanya orang-orang yang
menggangap suatu hewan suci akan pantang makan daging hewan itu dan tidak membunuh serta
melindungi hewan itu.

2.3.2 Barang-barang Peninggalan Sistem Kepercayaan Zaman Pra-Aksara

1. Menhir adalah tiang atau tugu batu yang berfungsi sebagai prasasti dan melambangkan
kehormatan arwah nenek moyang.

2. Dolmen adalah meja batu untuk meletakkan sesaji.

3. Peti Kubur Batu adalah lempeng batu besar berbentuk kotak persegi panjang berfungsi sebagai
peti jenazah.

10
4. Sarkofagus, adalah batu besar yang di pahat berbentuk mangkuk terdiri dari dua keeping yang
ditangkupkan menjadi satu. Berfungsi sebagai peti jenazah.

5.Waruga, adalah peti kubur batu berukuran kecil, berbentuk kubus dan memiliki tutup

6. Punden Berundak adalah bangunan berupa batu susunan batu berundak seperti candi.
Digunakan untuk upacara pemujaan.

11
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan.
Pada saat masa praaksara manusia purba masih hidup dengan mengandalkan
sumber daya lingkungan yang tersedia, oleh sebab itu kelompok manusia purba akan
hidup secara nomaden (misalnya jika makanan di daerah 1 sudah semakin menipis maka
kelompok manusia purba akan berpindah ke daerah 2) selain itu manusia purba juga
hidup dengan cara berburu dan meramu karena pada saat zaman itu bumi masih labil dan
terdapat banyak hewan" purba.
Namun setelah perkembangan masyarakat dan peradaban telah ditemukan
penemuan baru dalam rangka penguasaan sumber alam bertambah cepat (berbagai
tumbuhan dan hewan mulai dipelihara dan dijinakkan). Kehidupan kebudayaan manusia
praaksara pada masa bercocok tanam mengalami perkembangan dengan hasil
kebudayaan yang bervariasi (kapak persegi, kapak lonjong, mata panah).
Masyarakat pada zaman praaksara telah mengenal adanya sistem kepercayaan.
Mereka sudah mengetahui adanya kehidupan setelah meninggal dan mereka percaya akan
kehidupan di alam lain. Mereka meyakini bahwa roh orang yang sudah meninggal akan
senantiasa dihormati oleh sanak kerabatnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.uny.ac.id/13778/14/18.%20LAMPIRAN%201.pdf

https://www.academia.edu/30090386/Corak_kehidupan_Masyarakat_Masa_Pra_aksara_
1_Pola_Hunian

13

Anda mungkin juga menyukai