PENULURAN HIV PADA REMAJA Latar belakang: Remaja merupakan kelompok beresiko untuk penularan HIV/AIDS, karena masa remaja adalah masa individu berada pada mobilitas sosial yang paling tinggi karena akan membuka peluang baginya untuk terpapar terhadap berbagai perubahan sosial, kultural, budaya, serta fisik maupun psikologis. Akibatnya remaja tersebut mempunyai kerentanan yang tinggi terhadap penularan berbagai jenis penyakit salah satunya HIV/AIDS. Faktor penyebab adalah kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS. Kalangan remaja berusia 15-24 tahun merupakan kelompok yang rentan terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Infeksi HIV di kalangan anak-anak dan remaja pada tahun 2020 yaitu 2,8 juta anak dan remaja hidup dengan HIV. Sejumlah 120.000 anak-anak dan remaja meninggal karena penyebab terkait AIDS (UNICEF, 2020). Di Indonesia diperkirakan terdapat 543.100 orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di tahun 2020 (Kemenkes RI, 2020). Tujuan : Kasus ini bertujuan untuk menganalisis resiko yang mempengaruhi atas terjangkitnya HIV pada remaja, serta memberikan rekomendasi untuk menangani proses penularan serta pencegahan pada remaja Metode : Untuk keperluan analisa tulisan ini menggunakan data dari hasil Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia 2017: Kesehatan Reproduksi Remaja (SDKI). Dilaksanakan bersama oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Kesehatan (KEMENKES). Batasan usia remaja yang digunakan dalam SDKI yaitu penduduk yang berusia 15-24 tahun dan belum kawin. SDKI 2017 menggunakan empat macam kuesioner, salah satunya kuesioner Remaja. Seluruh kuesioner SDKI 2017 mengacu pada kuesioner DHS (Demographic Health Survey) 2015 versi terbaru yang sudah mengakomodasi beberapa isu internasional terbaru. Data yang digunakan untuk keperluan tulisan ini hanya mengambil informasi yang ada keterkaitan dengan pengetahuan dan sikap remaja terhadap HIV-AID. Selanjutnya data tersebut dikelompokkan berdasarkan kelompok social demoghafi, kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi . Selanjutnya dari masing-masing tabel diintepretasi secara kualitatif. Hasil : Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data 75% remaja berusia 14-16 tahun. Usia remaja tersebut memiliki resiko kehamilan seperti kelahiran prematur. Hasil penelitian menunjukkan 48% responden di usia remaja berpendidikan SMA. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan membuat seseorang tersebut cenderung memperoleh informasi secara baik dari orang lain maupun sumber informasi lainnya meliputi: koran,medsos, maupun sumber informasi lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 54% remajabekerja, banyak kalangan remaja setelah lulus SMA tidak melanjutkan ke perguruan tinggi (Sulistiono etal., 2019). Dalam hal ini, kalangan remaja akan mendapatkan berbagai sumber informasi dari teman. Pengetahuan remaja yang baik terkaitprogram PPIA belum bisa dijadikan tolok ukur bahwa remaja telah memiliki sikap yang mendukung pelaksanaan pemeriksaan HIV. Hal ini dapat terlihat dari cakupan tes HIV pada kalangan remaja yang masih terbatas. Kalangan remajamenganggap dirinya adalah orang baik sehinggatidak diperlukan pengetahuan terkait status HIV (Suarnianti & Haskas, 2021). Kesenjangan daripengetahuan terhadap sikap remaja terkait tes HIV yang perlu difasilitasimelaluikebijakan pendukung. Kualitas serta kuantitas dari konseling memiliki pengaruh terhadap pengetahuan kalangan remaja tentang infeksi HIV. Konselor melakukan bimbingan secara komunikatif dan terampil dalam menggali informasi sehingga kalangan remaja bersedia melakukan tes HIV. Hal tersebut diperlukan untuk menciptakan suatu konseling HIV yang berkualitas. Dengan pelaksanaan konseling HIV yang berkualitas, maka dapat memberikan peningkatan terhadap pengetahuan serta kesadaran untuk melakukan pemeriksaan HIV pada kalangan remaja. Pengetahuan remaja terkait HIV tidak menjamin kesadaran remaja tersebut dalam pemeriksaan HIV. Remaja mengetahui HIV dapat menular kepada teman, saudara, atau anaknya di kemudian hari, namun kesadaran tes HIV masih rendah. Rendahnya cakupan tersebut dipengaruhi oleh kurangnya klinik VCT yang memadai sertatidak ada dukungan dari keluarga maupun tenaga kesehatan (Mahdalena & Maharani, 2022). Pengetahuan serta sikap remaja usia subur terkait HIV dan PPIA harus luas (Simangunsong etal., 2020). Pengetahuan tersebut perlu diimbangi dengan sikap yang baik. Dalam hal ini, pemangku kebijakan harus memfasilitasi fenomena tersebut. Rekomendasi ; Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi menularnya HIV pada remaja, di antaranya adalah : Faktor usia, Orang-orang dengan usia muda lebih rentan terhadap infeksi HIV karena berbagai faktor sosial, yang mengurangi kemampuan mereka untuk menghindari berbagai perilaku berisiko. Ini termasuk: Terbatasnya akses maupun informasi seputar edukasi seksual, terutama kesehatan organ reproduksi. Faktor Pergaulan, Faktor penularan HIV adalah dari hubungan seks yang bebas seperti berganti pasangan, tidak menggunakan alat kontrasepsi atau melakukan hubungan seks dibawah umur atau masih remaja. Hal tersebut sangat meningkatkan resiko seseorang terinfeksi virus HIV. Penularan HIV dapat dicegah melalui langkah-langkah sebagai berikut: Saling setia terhadap pasangan, hindari berganti-ganti pasangan. Hindari penggunaan narkoba terutama melalui jarum suntik.1 Des 2021 Hindari penggunaan narkoba terutama melalui jarum suntik. Serta Edukasi HIV yang benar mengenai cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya, dapat membantu mencegah penularan HIV di masyarakat Menghindari Penggunaan Alat Pribadi Bersama Orang Lain. Menghindari Penggunaan Jarum Suntik Bersama. Melakukan Sunat untuk Pria. Menghindari Penggunaan Obat-Obatan Terlarang. Penggunaan Antiretroviral (ARV) Rutin Melakukan Skrining HIV