Anda di halaman 1dari 21

KASUS 5

CKD STAGE V PRO HD

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama Pasien : Ny.E
2. Tanggal Lahir : 01 April 1995 (25 tahun)
3. No. RM : C.64.34.08
4. Tinggi Badan : 158 cm
5. Berat Badan : 58 kg
6. Tanggal Masuk RS :
a. 25 Januari 2021 jam 01:10 → Masuk IGD
b. 25 Januari 2021 jam 07:00 → Masuk Rawat Inap Lantai 5 PU ( 5020)
7. Riwayat Penyakit Dahulu : CKD
8. Riwayat Penyakit Keluarga : -
9. Riwayat Pengobatan : -
10. Ketergantungan/kebiasaan : Tidak ada
11. Riwayat Alergi : Tidak ada
12. Anamnesa :
Pasien datang dengan keluhan sesak, demam negatif, batuk tidak ada, nyeri tenggorokan
tidak ada, nyeri ulu hati, mual muntah ada, dan diare 2 hari yang lalu.
13. Diagnosa : CKD on HD
B. DATA SUBJEKTIF PASIEN

Perkembangan Keluhan Pasien


Keluhan Pasien 25/01 26/01 27/01 28/01 29/01 30/01
Sesak √ √ √ √ √ -
Demam - - - - - -
Batuk √ √ √ √ √ √
Tidak ada keluhan - - - - - -
Skala nyeri 0 0 0 0 0 0
Keterangan :
-
C. DATA OBJEKTIF PASIEN

1. Data Fisiologi

Perkembangan Tanda-tanda Vital Pasien


Parameter 25/01 26/01 27/01 28/01 29/01 30/01 Ket.

TD 152/108 135/101 125/89 156/90 139/85 110/58 mmHg


Nadi 84 111 90 90 84 91 x/menit
Pernafasan 30 30 30 26 20 18 x/menit
Suhu 36,4 36,7 36,2 36,5 36,2 36,5 0
C
2. Hasil Pemeriksaan Penunjang Lain

Tanggal Pemeriksaan Hasil


01/02-2021(Jam 12:00) Radiologi (Radiografi Thorax) Foto thorax normal

3. Data Laboratorium

Parameter Hasil Nilai Normal / Rujukan


(25/01, jam 12:48)
HEMATOLOGI
Darah Tepi
Hemoglobin 6,0** 12,0 – 14,0 g/dL
Hematokrit 18,0 35 – 47 %
Leukosit 15,62** 3,6 – 11,0 103/µL
Trombosit 244** 150 – 440 103 /µL
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 1* 1-3%
Neutrofil Batang 3* 2-4%
Neutrofil Segmen 79** 40-70%
Limfosit 10* 20-40%
Monosit 7 2-8%
Gambaran Darah Tepi
Eritrosit : Mikrositik
Hipokrom
Anisositosis (+)
Poikilositosis (+)
Fragmentosit (+)
Rouleaux (++)
Lekosit : Jumlah
meningkat,Neutrofilia
- Blast 0 %
- Promielosit 0 %
- Mielosit 0 %
- Metamielosit 0 %
Atipik (Diff) 0 %
Trombosit : Jumlah cukup,
morfologi normal
Kesan Anemia mikrositik
hipokrom
Leukositosis dengan
neutrofilia absolut
Saran -Hitung Retikulosit
-CRP kuantitatif
-Albumin serum
-Serum
iron,TIBC,Feritin
-Kultur
mikroorganisme dan
resistensi

Keterangan :
* Hasil laboratorium < dari nilai normal
** Hasil laboratorium > dari nilai normal

Implikasi Klinik :
- Peningkatan eritrosit → Terjadi pada keadaan dehidrasi, kerusakan paru-paru kronik, polisitemia
dan syok (Kemkes, 2011:9)
- Penurunan MCV dan MCH → Terjadi pada keadaan anemia kekurangan zat besi
(Kemkes, 2011:13-14)
- Peningkatan natrium → Terjadi pada keadaan dehidrasi, aldosteronism, diabetes insipidus dan
diuretic osmotic (Kemkes, 2011:28)
- Nilai serum kreatinin 0,8 mg/dL → Klirens kreatinin dihitung berdasarkan rumus Cockroft-Gault
= 95,28 mL/menit → Stage 1 ≥ 90 artinya fungsi ginjal normal (KDIQO, 2012:5)

Parameter Hasil Nilai Normal / Rujukan


(25/01, jam 05:30)
HEMATOLOGI
Darah Tepi
Hemoglobin 6,4** 12,0 – 14,0 g/dL
Hematokrit 19,3 35 – 47 %
Leukosit 15,80** 3,6 – 11,0 103/µL
Trombosit 272** 150 – 440 103 /µL
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0* 1-3%
Neutrofil Batang 3* 2-4%
Neutrofil Segmen 86** 40-70%
Limfosit 8* 20-40%
Monosit 3 2-8%
KIMIA DARAH
HATI
SGPT 22 < = 31
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 80 < 100 : Bukan DM
100 – 199 : Belum Pasti DM
>= 200 : Kemumngkinan DM
GINJAL
Ureum 182.00 10.000 – 43.000 mg/dL
Kreatinin 14,26 0,5 – 1,30 mg/dL
eGFR 3,34 >60 ml/min/1.73m2 Berlaku
untuk usia > 16 tahun
Elektrolit
Na – K - Cl
- Natrium (Na) 99 135 – 147 mmol/L
- Kalium (K) 4,66 3,5 – 5,0 mmol/L
- Klorida (Cl) 70 95 – 105 mmol/L
IMUNOSEROLOGI
IgG Cov -2 Non Reaktif
IgM Cov-2 Non Reaktif

Keterangan :
* Hasil laboratorium < dari nilai normal
** Hasil laboratorium > dari nilai normal

Implikasi Klinik :
- Peningkatan eritrosit → Terjadi pada keadaan dehidrasi, kerusakan paru-paru kronik, polisitemia
dan syok (Kemkes, 2011:9)
- Penurunan MCV dan MCH → Terjadi pada keadaan anemia kekurangan zat besi
(Kemkes, 2011:13-14)
- Peningkatan natrium → Terjadi pada keadaan dehidrasi, aldosteronism, diabetes insipidus dan
diuretic osmotic (Kemkes, 2011:28)
- Nilai serum kreatinin 0,8 mg/dL → Klirens kreatinin dihitung berdasarkan rumus Cockroft-Gault
= 95,28 mL/menit → Stage 1 ≥ 90 artinya fungsi ginjal normal (KDIQO, 2012:5)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal / Rujukan


(28/01, jam 15:18)
SARS Cov2 Real Time Negatif
PCR IV - PH

Catatan :
- Hasil tersebut diatas hanya menggambarkan kondisi saat pengambilan specimen. Bila
timbul gejala klinis atau kontak dengan pasien terinfeksi setelah pemeriksaan, silahkan
hubungi dokter atau fasilitas kesehatan terdekat.
- Pemeriksaan ulang dapat dilakukan berdasarkan rekomendasi dokter.
- Jika hasil pemeriksaan Positif, harap segera memeriksakan diri ke dokter atau fasilitas
kesehatan terdekat.

Sspesimen : Swab
Parameter Hasil Nilai Normal / Rujukan
(27/01, jam 09:00)
HEMATOLOGI
Darah Tepi
Hemoglobin 8,3** 12,0 – 14,0 g/dL
Hematokrit 24,2 35 – 47 %
Leukosit 11,59** 3,6 – 11,0 103/µL
Trombosit 161** 150 – 440 103 /µL
KIMIA DARAH
Ginjal
Ureum 258.00 10.00 – 43.00 mg/dL
Kreatinin 21,54 0,5 – 1,30 mg/dL
eGFR 2,08 >60 ml/min/1.73m2 Berlaku
untuk usia > 16 tahun
ELEKTROLIT
Natrium ( Na) 136 135 – 147 mmol/L

Keterangan :
* Hasil laboratorium < dari nilai normal
** Hasil laboratorium > dari nilai normal

Implikasi Klinik :
- Peningkatan eritrosit → Terjadi pada keadaan dehidrasi, kerusakan paru-paru kronik, polisitemia
dan syok (Kemkes, 2011:9)
- Penurunan MCV dan MCH → Terjadi pada keadaan anemia kekurangan zat besi (Kemkes,
2011:13-14)
- Peningkatan natrium → Terjadi pada keadaan dehidrasi, aldosteronism, diabetes insipidus
dan diuretic osmotic (Kemkes, 2011:28)
- Nilai serum kreatinin 0,8 mg/dL → Klirens kreatinin dihitung berdasarkan rumus Cockroft-Gault
= 95,28 mL/menit → Stage 1 ≥ 90 artinya fungsi ginjal normal (KDIQO, 2012:5)
4. Profil Pengobatan

Aturan 25/01/21 26/01/21 27/01/21


Nama Obat Dosis Rute P S S M P S S M P S S M
Pakai

Nacl 0,9 % 500 cc Infus Per 24 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √


jam
N-Acetilsistein 40 mg Oral 3 x2sehari 23.00 06.00 18.00 06.00 18.00
Vitamin D 1000 Oral 2 x sehari
tablet mg
Heparin 5000 ui IV 2 x sehari 06.00 18.00 06.00 18.00
Dexamethasone 6 mg Oral 1 x sehari
tablet
OMZ IV Extra 12.00
Ondansetron 8 mg IV Extra
Parasetamol 1 gr IV Extra
Amlodipine 10 mg Oral Extra
tablet
Candesartan 16 mg Oral 1 x sehari
Lasix tab 40 mg Oral
Isprinol tablet Oral 4 x sehari
L-cisin tablet Oral 2 x sehari
Zink tablet Oral 2 x sehari
Ataroc tablet 25 mcg Oral 3 x sehari
Azitromycin 500 mg Oral 1 x sehari
Levofloxacin 750 mg IV 1 x sehari
Vitamin C 1gr IV 2x sehari
Aturan 28/01/21 29/01/21 30/01/21
Nama Obat Dosis Rute P S S M P S S M P S S M
Pakai

Nacl 0,9 % 500 cc Infus Per 24 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √


jam
N-Acetilsistein 40 mg Oral 3 x2sehari 23.00 06.00 18.00 06.00 18.00
Vitamin D 1000 Oral 2 x sehari
tablet mg
Heparin 5000 ui IV 2 x sehari 06.00 18.00 06.00 18.00
Dexamethasone 6 mg Oral 1 x sehari
tablet
OMZ IV Extra 12.00
Ondansetron 8 mg IV Extra
Parasetamol 1 gr IV Extra
Amlodipine 10 mg Oral Extra
tablet
Candesartan 16 mg Oral 1 x sehari
Lasix tab 40 mg Oral
Isprinol tablet Oral 4 x sehari
L-cisin tablet Oral 2 x sehari
Zink tablet Oral 2 x sehari
Ataroc tablet Oral 3 x sehari
Azitromycin 500 mg Oral 1 x sehari
Levofloxacin 750 mg IV 1 x sehari
Vitamin C 1gr IV 2x sehari

Obat Pulang (30/01/2021 Jam 10.00)

Nama Obat Aturan Pakai Rute


Cefixime kap 2 x 200 mg Oral
Bicnat tablet 3 x 1 tablet Oral
Profenid Supp 3 x 1 Supp Supp
Lasix tablet 1 x 40 mg Oral
D. ASSESSMENT AND PLAN (IDENTIFIKASI, MANAJEMEN AND PLAN DRP)

Obat Assessment (Identifikasi DRP) Plan / Rekomendasi


Aturan Dosis Keterangan
Nama Obat Rute Problem Causes Intervensi Outcome
Pakai Literatur

N- Acetylcysteine Oral 3x2 Dewasa : P 1.2 C 3.1 Dosis terlalu I 1.2 Penulis resep O 0.0 Efek intervensi tidak diketahui Intervensi
sehari 1 kapsul 2 Efek rendah dilakukan
40 mg – 3 kali pengobat Memberikan Perlu konfirmasi kepada DPJP yang bersangkutan pada dokter
(400 – 600 an tidak Pemberian dosis informasi kepada mengenai dosis asetilsistein yang belum sesuai. penanggung
mg sehari) optimal acetylcysteine belum tepat DPJP mengenai jawab pasien
menurut regimen dosis dosis asetilsitein (DPJP)
perhari. yang belum sesuai.
Heparin IV 2 x 5000 Pasien P 2.1 C 1.3 Kombinasi obat- 1 4.1 Intervensi O 0.0 Efek intervensi tidak diketahui Intervensi
ui sehari CKD HD : Kejadian obat atau makanan-obat lain dilakukan
5000 – yang yang tidak tepat Perlu konfirmasi kepada DPJP yang bersangkutan pada dokter
10.000 tidak mengenai dosis heparin yang belum sesuai. penanggung
iu/hari diinginka Adanya interaksi obat Mengganti obat/ jawab pasien
n (non- “SERIUS” hindari penggunaan (DPJP)
alergi) - Heparin + azitromisin scr berdekatan
azitromisin meningkatkan
efek heparin dengan
menurunkan metabolisme.
Hindari atau Gunakan
Obat Alternatif.

Interaksi obat “
MONITORING”

- Heparin +
Dexametason
Kortikosteroid dapat
menurunkan efek Melakukan
antikoagulan dengan monitoring
meningkatkan
koagulabilitas darah,
sebaliknya, dapat merusak
integritas vaskular,
sehingga meningkatkan
risiko perdarahan.
Azitromisin Oral 500 mg/ 1 x 500 mg P 2.1 C 1.3 Kombinasi obat- 1 4.1 Intervensi O 0.0 Efek intervensi tidak diketahui Intervensi
hari sehari Kejadian obat atau makanan-obat lain dilakukan
yang yang tidak tepat Perlu konfirmasi kepada DPJP yang bersangkutan pada dokter
tidak mengenai obat yang belum sesuai. penanggung
diinginka Adanya interaksi obat Mengganti obat/ jawab pasien
n (non- “SERIUS” hindari penggunaan (DPJP)
alergi) - Azitromisin + scr berdekatan
Ondansentron

Keduanya meningkatkan
interval QTc. Hindari atau
Gunakan Obat Alternatif.
Hindari dengan sindrom
QT panjang
bawaanPemantauan EKG
direkomendasikan dengan
obat-obatan bersamaan
yang memperpanjang
interval QT, kelainan
elektrolit, CHF, atau
bradiaritmia.

- Azitromisin + Mengganti obat/


Kolkisin hindari penggunaan
scr berdekatan
azitromisin akan
meningkatkan kadar atau
efek kolkisin oleh
transporter eflux P-
glikoprotein (MDR1).
Hindari atau Gunakan
Obat Alternatif. Hindari
penggunaan colchicine
dengan P-gp inhibitor. Jika
penggunaan bersama
diperlukan, kurangi dosis
atau frekuensi colchicine
seperti yang
direkomendasikan dalam
informasi resep.
Penggunaan produk
kolkisin dalam
hubungannya dengan
inhibitor P-gp
dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan
ginjal atau hati.

Interaksi obat “ MINOR”

- Azitromisin +
Levofloxacin
azitromisin dan
levofloksasin keduanya
meningkatkan interval
QTc. Kecil / Signifikansi
Tidak Diketahui.

Levofloxacin IV 1 x 750 250mg/24 P 2.1 C 3.2 Dosis obat I 1.2 Penulis resep O 0.0 Efek intervensi tidak diketahui Intervensi
mg jam Kejadian terlalu tinggi dilakukan
sehari 500mg/48 yang Perlu konfirmasi kepada DPJP yang bersangkutan pada dokter
jam tidak Levofloxacin Memberikan mengenai dosis yang terlalu tinggi. penanggung
diinginka merupakan salah satu informasi kepada jawab pasien
n (non- obat yang perlu di DPJP mengenai (DPJP)
alergi) sesuaikan dosisnya pada dosis levofloxacin
pasien CKD, yang belum sesuai.
penggunaannya yang
terlalu tinggi
menyebabkan
bertambahnya
kerusakan ginjal.

Dexametason Oral 1 x 6 mg 0.75 – 9 P 2.1 C 1.3 Kombinasi obat-


mg/hari Kejadian obat atau makanan-obat
yang yang tidak tepat
tidak
diinginka Interaksi obat
n (non- “MONITORING”
alergi)
Dexametason +
Kolkisin

Deksametason akan
menurunkan tingkat atau
efek kolkisin dengan
mempengaruhi
metabolisme CYP3A4
enzim hati / usus. Gunakan
Caution / Monitor.
Intervensi
Ataroc Tab Oral 3 x 25 2 x 50 mcg P 2.1 C 1.3 Kombinasi obat- I 1.2 Penulis resep O 0.0 Efek intervensi tidak diketahui dilakukan
mcg sehari Kejadian obat atau makanan-obat pada dokter
yang yang tidak tepat Perlu konfirmasi kepada DPJP yang bersangkutan penanggung
tidak Memberikan mengenai obat yang diberikan. jawab pasien
diinginka informasi kepada (DPJP)
n (non- Interaksi obat ‘SERIUS” DPJP mengenai
alergi) penggunan yang
Procaterol + Dexametason belum sesuai.

Dapat menyebabkan
penurunan kadar kalium
serum, hendaknya
dilakukan penurunan dosis
atau penghentian
pengobatan/

Procaterol + Furosemide

Dapat menyebabkan
peningkatan aritmia,
penurunan kadar atau
penghentian pengobatan.

O 0.0 Efek intervensi tidak diketahui


Lasix tablet Oral 1 x 40 20-80 P 2.1 C 1.3 Kombinasi obat- I 1.2 Penulis resep Intervensi
mg mg/hari Kejadian obat atau makanan-obat Perlu konfirmasi kepada DPJP yang bersangkutan dilakukan
yang yang tidak tepat mengenai obat yang diberikan. pada dokter
tidak Memberikan penanggung
diinginka Interaksi obat “MINOR” informasi kepada jawab pasien
n (non- DPJP mengenai (DPJP)
alergi) Furosemide + Cefixime penggunan yang
Cefixime meningkatkan belum sesuai.
toksisitas furosemide
dengan sinergis
farmakodinamik,
berpotensi meningkatkan
nefrotoksisitas.
E. PEMBAHASAN

A. Definisi Chronic Kidney Desease (CKD)

Gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai abnormalitas yang terjadi pada struktur atau fungsi ginjal,
terjadi selama 3 bulan atau lebih yang memberikan implikasi pada kesehatan. Gagal ginjal kronik
atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) stage 5 juga disebut End Stage Renal Disease (ESRD) terjadi
ketika nilai GFR berada dibawah 15 ml/menit/1,73m2 .1 Bertambahnya insidensi ESRD berdampak
pada meningkatnya penggunaan terapi pengganti ginjal atau Renal Replacement Therapy (RRT).
Pada penyakit ginjal kronik stadium 5 memerlukan beberapa tindakan, berupa hemodialisis atau
transplantasi ginjal.

(Sumber : Adams, et.al., 1993:37)

B. Klasifikasi Chronic Kidney Desease (CKD)

Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar
diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar GFR, yang dihitung
menggunakan rumus Kockcroft-Gault.
( 140−𝑈𝑚𝑢𝑟) 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛
GFR pria(ml/menit/1,73 m2 ) =
72 𝑥 𝑆𝑒𝑟𝑢𝑚 𝐾𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑃𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 mg/dl

( 140−𝑈𝑚𝑢𝑟)𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛


GFR wanita(ml/menit/1,73 m2 )
72 𝑥 𝑆𝑒𝑟𝑢𝑚 𝐾𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑃𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 mg/dl
𝑥 0,85
=
(Wiza dkk, 2018)

C. Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD)

Ginjal berperan besar dalam homeostasis tubuh sebagai regulator yang mengatur agar volume dan
kadar bahan dalam cairan ekstraseluler tetap dalam batas normal. Hal ini dicapai dengan cara
mengatur pengeluaran sisa metabolisme dan mempertahankan bahan yang berguna di dalam tubuh.
Disamping itu ginjal juga berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa
tubuh, tekanan darah, eritropoiesis, metabolisme vitamin D dan beberapa fungsi endokrin yang lain.
(Sherwood, 2009).

Nilai GFR pasien dibawah 2,08 ml/min yang menandakan pasien menderita gagal ginjal disertai
dengan peningkatan kadar kreatinin serta ureum pada hasil cek laboratorium terakhir pada tanggal 27
januari yaitu ureum 258.00 nilai normal 10.00 – 43.00 mg/dL sedangkan nilai kreatinin 21,54 nilai
normal 0,5 – 1,30 mg/dL. Seperti yang diketahui penyakit gagal ginjal dapat menyebabkan azotemia
dan uremia berat. Azotemia adalah peningkatan abnormal bahan-bahan sisa nitrogen di dalam darah,
misalnya ureum, asam urat, dan kreatinin (Corwin, 2009). Karena peningkatan kadar tersebut pasien
diberi L-Cisin ( Kolkisin) dan Dexametason. Pemberian kolkisin dinilai kurang tepat karena
sekresinya yang tinggi dalam ginjal serta pemberian dexametason dapat menyebabkan kerusakan
iskemik di ginjal karena efeknya menurunkan produksi prostaglandin yang berperan dalam aliran darah
ginjal. Maka sebaiknya untuk profilaksis bisa diberika allopurinol dengan memperhatikan nilai bersihan
kreatinin pasien. Untuk opasien dengan nilai kreatinin < 5 ml/min bisa diberi dosis 50 mg/ minggu
dikombinasikan dengan analgetic. ( Muanalia, 2018).
Pada hasil data laboratorium pasien menunjukan anemia mikrositik hipokrom, ditandai dengan
penurunan hemoglobin dan hal ini dikarenakan karena pasien dengan CKD memiliki risiko
kehilangan darah yang disebabkan oleh disfungsi platelet (trombopati). Salah satu penyebab
kehilangan darah pada pasienini adalah dari proses terapi dialisis terutama hemodialisis. Pada gagal
ginjal kronis produksi eritropoietin akan menurun sehingga akan membuat produksi darah di sumsum
tulang juga ikut menurun sehingga terjadinya anemia. Pemberian zink pada pasien dinilai tepat, Zink
erperan sebagai bagian dari enzim karbonik anhidrase esensial yang terdapat dalam sel darah merah
serta diperlukan untuk aktifitas enzim dismutase superoksida yang berfungsi melindungi permukaan
sel darah merah dari kerusakan terutama ketika pasien post hemodialsis. ( Desi dkk, 2018).

Pemberian Levofloxacin pada pasien CKD perlu penyesuaian dosis, dikarenakan efek levofloxacin
dalam jumlah banyak dapat menurunkan fungsi ginjal ( nefrotoksisitas). Tingginya volume distribusi
disebabkan oleh resusitasi cairan yang kemungkinan tidak adekuat sehingga butuh penyesuaian dosis
untuk memaksimalkan efikasi dan meminimalkan toksisitas obat. Kondisi ginjal yang memburuk
secara patologis yang juga disebabkan oleh sepsis bisa memperpanjang waktu paruh eliminasi obat.
Hal ini mengakibatkan obat terakumulasi dalam tubuh. (Hidayanti dkk, 2014). Berikut perhitungan
adjustment dose menurut konversi Giusti-Hayton :

1. Perhitungan ClCr sesuai Berat Badan Pasien

( 140 − 25) 𝑥 58
72 𝑥 21,54 𝑥 0,85 = 4,3 𝑚𝑙/𝑚𝑖𝑛

2. Konversi Giusti Hayton

1 − 0,75 (1 − 4,3 ) = 0,23925


100

3. Dosis Maintenance

250 x 0,23925 = 119,6 mg/hr

Dosis harian levofloxacin menurut Drug Informaton Handbook tahun 2010 adalah 250 mg/ 24
jam dan 500 mg/48 jam, dosis tersebut berlaku untuk ginjal yang tidak mengalami kerusakan.
Pada kasus ini pasien diberi dosis 750 mg sehari, dosis tersebut belum tepat dan terlalu tinggi.
Dosis yang diperlukan setelah konversi adalah 119,6 mg/hr. Penyesuaian dosis harus dilakukan
pada penyakit ginjal sesuai dengan klirens kreatinin atau Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).
Penghitungan LFG dapat dilakukan dengan rumus Cockroft-Gault Kesalahan dalam penyesuaian
dosis obat pada penderita
gangguan ginjal dapat menyebabkan efek samping, toksisitas, outcome yang buruk, sehingga
biaya pengobatan bertambah, dan peningkatan lama rawat inap. Penyesuaian dosis akan
mengoptimalkan efek terapi pada penderita gangguan ginjal (Fahimi et al., 2012).

Data objektif pasien menunjukan bahwa pasien mengalami peningkatan tekan darah selama
beberapa hari. Target tekanan darah pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal sebagai faktor
disarankan < 140/90 mmHg. Pasien mendapatkan terapi amlodipine dengan dosis 10 mg (tepat) ,
Calcium Channel Blocker golongan dihidropiridin digunakan secara luas pada pasien hipertensi
dengan hemodialisis untuk menurunkan tekanan darah. Sebuah studi acak mengatakan bahwa
amlodipin menurunkan tekanan darah secara signifikan pada pasien hipertensi dengan
hemodialisis yang dibandingkan dengan pemberian plasebo. Pasien juga mendapat candesartan
16 mg perhari, namun dosis yang diberikan belum tepat. Dosis harian candesartan untuk CKD
stage V 4 mg/ hari. Tingginya pemberian dosis tersebut dapat berdampak pada peningkatan
ureum dan asam urat sehingga memperparah kerja ginjal. (Nadia dkk, 2019).

Pasien dengan penyakit ginjal kronik mengalami abnormalitas pada kaskade koagulasi. Hal ini
mungkin menjelaskan mengapa pada pasien PGK dapat terjadi 2 kejadian hemostatis yang
berlawanan, perdarahan dan kecenderungan thrombosis. Pasien mendapat terapi heparin 5000
iu/hari (tepat). Antikoagulan harus diperhatikan antara manfaat dan risiko yang ditimbulkannya,
antara pencegahan kejadian tromboemboli dan risiko perdarahan terutama pada pasien dengan
kondisi khusus seperti penyakit ginjal kronik (PGK). ( Wiza dkk, 2018).

Data subjektif pasien menunjukan pasien mengalami batuk dan sesak dan mendapat N-
asetilsitein dan dexametason untuk menurunkan keluhan. Pemberian N-asetilsistein belum tepat
karena dosis terlalu rendah. Dosis harian N-asetilsitein 3 x 200 mg sehari/ 600 mg sehari untuk
effervescent. N-Acetylcysteine mampu menurunkan kejadian-kejadian kardiovaskuler pada
pasien-pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis, N-Acetylcysteine merupakan
obat antioksidan dan anti-inflamasi yang bermanfaat untuk pasien yang menjalani dialisis.
Farmakokinetik N-Acetylcysteine oral tampaknya berbanding lurus dengan dosis yang diberikan,
dan tidak terakumulasi dalam plasma pada pemberian dosis berulang. Penggunaan CCB, ARB, ,
vitamin C, zink dapat mempengaruhi respon inflamasi pasien dalam mekanisme yang berlainan
dari masing-masing obat yang akhirnya dapat berpengaruh terhadap kadar hs-CRP. Studi
menemukan bahwa N-Acetylcysteine sebagai antioksidan dan anti-inflamasi secara efektif
menurunkan kadar IL-6. Oleh karena itu, pemberian N-Acetylcysteine mampu menurunkan
kejadian kardiovaskuler pada pasien-pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.
(Ratih dkk, 2015).
Untuk sesak yang dikeluhkan, pasien mendapat ataroc tablet yang berisi procaterol.
penyakit gagal ginjal kronis (CKD) akan menyebabkan komplikasi berupa sesak nafas, hal ini
terjadi akibat ketidak mampuan ginjal untuk mencuci darah dan cairan tubuh yang harusnya
dikeluarkan melalui ginjal akan menumpuk pada tubuh. Kondisi ini akan menyebabkan
peningkatan cairan pada paru-paru akibatnya paru-paru tidak dapat dengan baik mengambil
oksigen dari udara yang di hirup. Kondisi lainnya adalah gagal ginjal akan membuat kemampuan
pembersihan kreatinin berkurang, sehingga terjadinya peningkatan kreatinin didalam darah,
kondisi ini akan menyebabkan gangguan kemampuan darah dalam menghantarkan oksigen
dengan baik. Kondisi gangguan pada darah ini akan menyebabkan tubuh kekurang oksigen,
sehingga tubuh akan mengkompensasi dengan cara bernafas cepat seperti halnya orang sesak.
Pemberian ataroc dinilai kurang tepat karena ataroc menimbulkan efek interaksi obat dengan
furosemide serta dexamethasone, penggunaan furosemid aman untuk gagal ginjal kronis dapat
menurunkan penumpukan cairan pada rongga paru dengan pengeluran urin dalam dosis yang
tepat, dosis yang diberikan 4 x 40 mg/hari, dosis harian 600 mg/hari kurang tepat karena dapat
memperparah fungsi ginjal. Interaksi anatar ataroc dengan dexametason dan furosemide dapat
menurunkan kadar kalium berlebihan, oleh karena itu disarankan adanya pergantian obat atau
penurunan dosis obat. (Revya Bahtiar, 2016).

Pemberian azitromisin oral harus diperhatikan karena terjadi beberapa interaksi antar obat.
Seperti yang diketahui azitromisin merupakan inhibitor enzim CYP450. Interaksi obat yang
serius antara azitromisin Ondansentron, kolkisin serta heparin perlu diperhatikan antara
mengganti obat ataupun tidak memberikan obat secara bersamaan. Begitu dengan levofloxacin
dan ondansentron, dosis levofloxacin yang terlalu tinggi dapat menyebabkan nefrotoksisitas serta
dan jika diberikan bersamaan dengan ondansentron dapat memenyebabkan henti jantung secara
mendadak. Menurut (Teti dkk, 2019) pemberian domperidone dapat dianjurkan untuk pasien
CKD dan tidak ada interaksi yang serius dengan levofloxacin.
ASUHAN KEFARMASIAN

1. Pemantauan Terapi Obat Pasien


a. Melakukan visite ke pasien untuk mengetahui kondisi pasien sehubungan dengan
penentuan/pemastian terapi obat pasien
b. Melakukan konfirmasi kepada DPJP terkait obat, dosis serta interaksi antar obat.
2. Konseling Pengobatan Pasien
a. Memberikan informasi pada pasien bahwa sebaiknya rutin melakukan hemodialisa
b. Memberikan informasi kepada pasien agar tidak mengkonsumsi makan yang tinggi
natrium dan purin.
F. DAFTAR PUSTAKA

Adams HP., Bendixen BH., Kappelle LJ., Biller J., Love BB., Gordon DL., Marsh EE. Classification
of Subtype of Acute Ischemic Stroke. Definitions for Use in a Multicenter Clinical Trial.
TOAST. Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment. Stroke. 1993;24:35-41. Doi:
10.1161/01.STR.24.1.35. Diakses melalui http://stroke.ahajournals.org/ by guest on
September 14, 2014.

DiPiro, J.T., Wells, B.G., andSchwinghammer, T.L., 2015, Pharmacotherapy: A Patophysiologic


Approach (9th edition),Mc.Graw Hill, New York.

Drug interaction checker, terdapat di: http://www.drugs.com

Drug interaction checker, terdapat di: http://www.medscape.com

Fahimi F, Emami S, Farokhi FR, 2012, ‘The rate of antibiotic dosage adjustment in renal
dysfunction’, Iranian Journal of Pharmaceutical Research. Vol.11(1): 157-161.

Gabay M., 2015, The Clinical Practice of Drug Information, Jones and Bartlett Publisher, Chicago,
United States of America. Gitawati, R., 2008, Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya,
Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbangkes, Media Litbang Kesehatan Volume
XVIII.

Husna Nadia dkk., EVALUASI PENGGUNAAN TERAPI ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN


GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS. Media Ilmu Kesehatan Vol 8
No.1.2019.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik.

Lacy CF, Amstrong LL, Goldman MP and Lance LL. 2008-2009. Drug Information Handbook. 17th
Edition. American Pharmacists Association.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.
Mozaffarian D, Roger VL, Benjamin EJ, Berry JD, et al., 2013, Heart disease and stroke
statistics 2013 update : a report from the American Heart Association. Circulation,
pp.127:e6-e245.

Muanalia, 2018, Hubungan Kadar Asam Urat Terhadap Kadar Ureum Dan Kreatinin Pada Penderita
Gagal Ginjal Kronik. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Ratih Tri Kusuma Dewi dkk., 2015. Pengaruh Pemberian N-Acetylcysteine Oral terhadap High
Sensitivity C Reactive Protein (Hs-CRP) pada Pasien Hemodialisis Kronis. Jurnal Penyakit
dalam Indonesia Vol.2 No.4.

Revya Bahtiar. 2016. UPAYA PENATALAKSANAAN POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF PADA
PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sherwood, L., 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi VI. Jakarta : EGC

Teti Suryati Tuloli dkk., Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis Di Rsud Toto Kabila Periode 2017-2018. Universitas Negeri
Gorontalo. 2019.
Wildayani Desi dkk., 2019. Pengaruh Pemberian Tablet Zink dan Besi terhadap Kadar Hemoglobin
dan Feritin pada Ibu Hamil Anemia Defisiensi Besi. UNAD

Wiza Erlanda dkk., 2018. PENGGUNAAN ANTIKOAGULAN PADA PENYAKIT GINJAL


KRONIK. Jurnal Kesehatan ANDALAS.

Anda mungkin juga menyukai