Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PANDANGAN MAHASISWA MUSLIM DPTE TERHADAP


ALAT POTONG AYAM OTOMATIS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
yang diampu oleh Prof. Dr. H. Endis Firdaus, M. Ag.

Disusun oleh:
Hadi Indrawan 1805364
Marhab Musaid 1807482
Risa Permatasari 1603746
Yanda Mochamad H. 1800259
Kelompok 2 PTE-A

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Seminar Pendidikan Agama Islam.
Makalah yang berjudul “Pandangan Mahasiswa Muslim DPTE Terhadap
Alat Potong Ayam Otomatis” ini bermuatan pemahaman mahasiswa Muslim
DPTE tentang hukum penyembelihan hewan dan permasalahan mengenai alat
pemotong mekanis untuk memberikan sedikit wawasan khususnya terhadap
rekan-rekan mahasiswa Muslim DPTE.
Selama penyusunan makalah ini, kami menghadapi banyak hambatan.
Namun dengan bantuan dari berbagai pihak, hambatan tersebut dapat diatasi
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Untuk itu kami
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang senantiasa memberikan dukungan semangat, doa, dan
materi selama proses penyusunan makalah.
2. Bapak Prof. Dr. H. Endis Firdaus, M. Ag. selaku Dosen Pengampu Mata
Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam.
3. Teman-teman seperjuangan PTE A 2018.
4. dan pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari proses penyusunan dan penulisan makalah ini belum
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat secara khusus
bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Bandung, 29 September 2020

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
1.3. Manfaat Penelitian.........................................................................................3
1.4. Metode Penelitian..........................................................................................3
1.5. Sistematika Penulisan....................................................................................3
BAB II KAJIAN TEORI.......................................................................................4
2.1. Pengertian dan Hukum Penyembelihan Hewan............................................5
2.2. Cara Kerja Mesin Potong Ayam Otomatis....................................................8
2.3. Permasalahan Stunning Pada Penyembelihan Hewan untuk Dikonsumsi....9
2.4. Fatwa MUI Tentang Penyembelihan Hewan Secara Mekanis....................10
2.5. Batas Keterpaksaan Dalam Memakan Makanan Haram.............................11
2.6. Manfaat Memakan Makanan yang Halal....................................................13
2.7. Bahaya Memakan Makanan yang Haram...................................................14
2.8. Hasil Penelitian............................................................................................15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................4
3.1. Jenis Penelitian..............................................................................................5
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................8
3.3. Popolasi dan Sampel Penelitian....................................................................8
3.4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data.............................................................8
BAB IV PENUTUP..............................................................................................19
4.1. Kesimpulan..................................................................................................19
4.2. Kritik dan Saran...........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat, banyak usaha-usaha yang
memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut. Menurut Buhal dalam (Ngafifi,
2014), menyebutkan bahwa “Terobosan teknologi di bidang mikroelektronika,
bioteknologi, telekomunikasi, komputer, internet, dan robotik telah mengubah
secara mendasar cara-cara kita mengembangkan dan mentransformasikan
teknologi ke dalam sektor produksi yang menghasilkan barang dan jasa dengan
teknologi tinggi”. Salah satunya usaha pemotongan ayam, banyaknya permintaan
pasar dan didukung oleh teknologi terkini usaha usaha pemotongan ayam sudah
menggunakan mesin pemotong otomatis, dengan alat tersebut dapat menghemat
waktu, sumber daya manusia, dan dapat memproduksi daging dengan jumlah yang
banyak.

Dengan penggunaan teknologi tersebut menimbulkan banyak keraguan salah


satunya kehalalan daging hasil pemotongan menggunakan alat. Apabila
penyembelihan hewan yang sesuai dengan syariat Islam akan menjadikan daging
dari hewan tersebut suci dan halal untuk dimakan. Sebaliknya jika dalam proses
penyembelihannya tidak sesuai dengan hukum Islam maka bisa menjadi haram.
Aturan makanan halal dan haram telah dijelasakan dalam Al-Quran Surat Al-
Maidah (5) : 3. Allah SWT berfirman:

ُ‫ة‬Bَ‫وْ َذةُ َو ْال ُمتَ َر ِّدي‬BBُ‫ةُ َو ْال َموْ ق‬Bَ‫ه َو ْال ُم ْنخَ نِق‬Bٖ Bِ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمآ اُ ِه َّل لِ َغي ِْر هّٰللا ِ ب‬
ْ ‫ُح ِّر َم‬
‫ق‬ٌ ۗ B‫ااْل َ ْزاَل ۗ ِم ٰذلِ ُك ْم فِ ْس‬Bِ‫ ُموْ ا ب‬B‫ب َواَ ْن تَ ْستَ ْق ِس‬ ِ B‫ص‬ ُ ُّ‫َوالنَّ ِط ْي َحةُ َو َمآ اَ َك َل ال َّسبُ ُع اِاَّل َما َذ َّك ْيتُ ۗ ْم َو َما ُذبِ َح َعلَى الن‬
ُ ‫ت لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َواَ ْت َم ْم‬
‫ت َعلَ ْي ُك ْم‬ ُ ‫وْ َم اَ ْك َم ْل‬BBَ‫وْ ۗ ِن اَ ْلي‬B‫اخ َش‬ َ ‫اَ ْليَوْ َم يَ ِٕى‬
ْ ‫وْ هُ ْم َو‬B‫رُوْ ا ِم ْن ِد ْينِ ُك ْم فَاَل ت َْخ َش‬Bَ‫س الَّ ِذ ْينَ َكف‬
‫وْ ٌر‬BBُ‫ا ِ َّن هّٰللا َ َغف‬Bَ‫ف اِّل ِ ْث ۙ ٍم ف‬
ٍ ِ‫ ان‬B‫ َر ُمتَ َج‬B‫ ٍة َغ ْي‬B‫ص‬ َ ‫طُ َّر فِ ْي َم ْخ َم‬B‫اض‬ ْ ‫ا فَ َم ِن‬Bۗ Bً‫ْت لَ ُك ُم ااْل ِ ْساَل َم ِد ْين‬
ُ ‫ضي‬ ِ ‫نِ ْع َمتِ ْي َو َر‬
‫َّر ِح ْي ٌم‬

Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,


dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam

1
binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan
pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi
nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu
untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku
ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar,
bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.”

Oleh karena itu, kami tertarik membahas hal tersebut dan menuliskannya
dalam makalah yang berjudul “Pandangan Mahasiswa Muslim DPTE Terhadap
Alat Potong Ayam Otomatis”. Dengan demikian, besar harapan dari makalah ini
dapat bermanfaat dan menjadi pedoman kecil bagi Umat Islam khususnya rekan-
rekan mahasiswa Muslim di lingkungan DPTE FPTK UPI dalam
menyempurnakan amal dan ibadahnya kepada sang Khaliq Allah SWT.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman mahasiswa muslim DPTE FPTK UPI tentang
hukum penyembelihan hewan ternak khususnya pada ayam?
2. Bagaimana cara kerja mesin pemotong ayam otomatis?
3. Apakah ayam yang disembelih oleh mesin otomatis halal untuk
dikonsumsi?

1.3. Tujuan Penulisan


Dari rumusan masalah tersebut penulis dapat menyimpulkan tujuan dari
masalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui pemahaman mahasiswa muslim DPTE FPTK UPI
tentang hukum memakan daging hewan ternak yang disembelih,
2. Untuk mengetahui cara kerja mesin pemotong ayam otomatis,

2
3. Untuk mengetahui hukum mengkonsumsi hewan ternak yang disembelih
dengan mesin.

1.4. Manfaat Penelitian


Dari tujuan tersebut penulis dapat menyimpulkan manfaat dari masalah ini,
yaitu:
1. Meningkatkan pemahaman mahasiswa muslim DPTE FPTK UPI tentang
hukum penyembelihan hewan ternak terutama ayam,
2. Memberikan wawasan atau informasi tentang manfaat memakan
makanan yang halal, dan bahaya memakan makanan yang haram,
3. Memberikan wawasan dan pengetahuan tentang cara kerja mesin
pemotong hewan otomatis beserta hukumnya dalam Islam.

1.5. Metode Penelitian


Penulis menyusun makalah ini dengan menggunakan metode literatur yang
disusun dengan beberapa pertanyaan dari rumusan masalah. Dengan mengambil
data dari mahasiswa pendidikan teknik elektro di lingkungan Universitas
Pendidikan Indonesia.

1.6. Sistematika Penulisan


Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II
Kajian Teori, Bab III Metodologi Penelitian, dan Bab IV Hasil Penelitian dan
Pembahasan.

3
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Pengertian dan Hukum Penyembelihan Hewan


2.1.1. Pengertian Penyembelihan
Menurut Kamus Dewan dalam (Zain, 2019) kata penyembelihan berarti
perbuatan menyembelih/pemotongan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) kata penyembelihan adalah memotong atau menggorok leher.
Adapun dalam bahasa Arab penyembelihan terdapat beberapa kata sinonim
namun berbeda terminologinya di antaranya yaitu: Al-Zabhu, An-Nahru, dan
Al-’Aqru. Pengertian terminologi ketiganya dijelaskan dalam (Abduh, 2002)
disebutkan bahwa penyembelihan dibagi kepada tiga bagian yaitu:
1) Al-Zabhu yaitu memotong batang leher sebelah atas hewan yang bisa
ditangkap oleh manusia untuk disembelih dengan syarat tertentu.
2) Al-Nahru yaitu memotong batang leher sebelah bawah hewan. Cara ini
disunatkan untuk menyembelih unta. Sedangkan hewan lainnya seperti
sapi, kambing dan sejenisnya harus disembelih pada batang leher sebelah
atas.
3) Al-‘Aqru yaitu sembelihan darurah (terpaksa). Ia lakukan dengan cara
melukai hewan dengan kekerasaan yang membawa maut dimana- mana
bagian badannya.
Dari semua pengertian di atas, penulis menggunakan kata penyembelihan.
Penyembelihan (Al-Zabhu, Al-Nahru, dan Al-’Aqru) secara etimologis berarti
memotong, membelah, atau membunuh suatu hewan.

2.1.2. Hukum Penyembelihan Hewan


Hukum dan tata cara penyembelihan hewan untuk dikonsumsi sudah diatur
dalam agama Islam, tercantum dalam firman Allah SWT dan dilengkapi oleh
hadist Nabi Saw. Berikut adalah dalil-dalil yang mengatur tentang hukum
penyembelihan hewan.
Dalam mengonsumsi daging sembelihan diwajibkan untuk menyembelih
dengan menyebut nama Allah Swt.. Apabila hewan yang disembelih itu tanpa

4
menyebut nama Allah Swt. maka itu dilarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
‫ ا ِدلُوْ ُك ْم‬B‫ا ِٕى ِه ْم لِي َُج‬Bۤ Bَ‫ق َواِ َّن ال َّش ٰي ِط ْينَ لَيُوْ حُوْ نَ اِ ٰلٓى اَوْ لِي‬
ٌ ۗ ‫َواَل تَْأ ُكلُوْ ا ِم َّما لَ ْم ي ُْذ َك ِر ا ْس ُم هّٰللا ِ َعلَ ْي ِه َواِنَّهٗ لَفِ ْس‬
ࣖ َ‫ط ْعتُ ُموْ هُ ْم اِنَّ ُك ْم لَ ُم ْش ِر ُكوْ ن‬
َ َ‫ۚ َواِ ْن ا‬
“Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika
disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu
kefasikan. Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-
kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti
mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik.” (Q.S. Al-An’am [6]:
121).

Dijelaskan dalam ayat tersebut syarat utama penyembelihan hewan itu


haruslah meyebut nama Allah SWT. kemudian syarat lainnya adalah
menggunakan pisau yang tajam, dan memutus tenggorokan, kerongkongan, serta
kedua urat leher. Hal ini disandarkan dari hadist Rofi’ bin Khadij dari sabda Nabi
Shallalahu ‘alaihi wa Salam:

ْ‫َما َأ ْنهَ َر ال َّد َم َو ُذ ِك َر ا ْس ُم هللاِ َعلَ ْي ِه فَ ُكل‬


“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka
makanlah. Asal tidak menggunakan gigi dan kuku”. (HR. Al Bukhari &
Muslim) dalam Terjemah Bulughul Maram No. Hadist 1367 (Hassan,
2003).

Adapun dalam masalah pemotongan urat leher hewan yang ingin disembelih
terdapat perbedaan pendapat di kalangan mazhab-mazhab fikih, sesuai dengan
perbedaan tentang bagian yang wajib dipotong dalam penyembelihan tersebut.
Menurut Wahbah Zuhaili pada kitabnya Fiqh Islam Wa Adillatuhu dalam
(Rizaldi, 2017) menyebutkan bahwa menurut Mazhab Hanafi dan Maliki,
penyembelihan adalah memotong urat-urat kehidupan yang ada pada hewan itu,
yaitu empat buah urat tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat besar yang
terletak di bagian samping leher. Letak penyembelihan itu sendiri adalah di antara
bagian bawah leher, dengan tempat tumbuhnya jenggot yaitu tulang rahang
bawah.

5
Sedangkan menurut Mazhab Syafi`i dan Hanbali, penyembelihan adalah
tindakan menyembelih mewan tertentu yang boleh dimakan dengan cara
memotong tenggorokan dan kerongkongannya. Adapun posisi dan lokasi
pemotongan itu bisa dibagian bawah leher (Al-Halq) atau di bagian bawah leher
(labbah). Atau di situasi yang tidak memungkinkan dilakukannya penyembelihan
di leher, maka dilakukan penikaman dibagian mana saja dari tubuh hewan itu.
Dari penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan syarat penyembelihan
adalah:
1. Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah
keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya
halal menurut semua ulama.
2. Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher.
Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini
derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
3. Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher.
Sebagian ulama berpendapat bahwa sembelihannya halal. Ini merupakan
pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini.

2.2. Cara Kerja Mesin Potong Ayam Otomatis


Semakin pesat perkembangan teknologi dan tuntutan pasar maka tidak bisa
dipungkiri, kebutuhan masyarakat akan konsumsi daging adalah bagian dari geliat
ekonomi sehari-hari. Bagi masyarakat Muslim, konsumsi daging di Indonesia
biasa terkait dengan pengelolaan sembelihan ayam, kambing dan sapi. Selain itu,
daging juga kerap diperlukan dalam usaha industri skala besar. Hal ini
menunjukkan prinsip sederhana ekonomi bahwa mesti ada banyak suplai, saat
demand atau kebutuhan meningkat. Penyediaan daging skala besar pada industri,
memerlukan prinsip efisiensi dalam pengolahan dan penyembelihan. Penggunaan
mesin pemotong otomatis adalah hal yang sangat dibutuhkan, manfaat yang
didapatkan juga begitu besar di mana dengan penggunaan alat dapat menghemat
tenaga, waktu, dan biaya.
Dikutip dari CNN Indonesia (Gumelar, 2017) dalam artikel “Menengok
Proses Pemotongan Ayam Halal Secara Massal”, memuat cara kerja dari mesin

6
potong ayam yang halal yang terdapat pada salah satu Rumah Potong Ayam
(RPA) milik PT Matahari Abadi Panganindo di Cakung, Jakarta Timur. Berikut
adalah langkah-langkah pemrosesan potong ayam halal secara otomatis:
1. Ayam-ayam yang masih hidup didatangkan dari peternak
2. Setelah ayam hidup tiba di RPA, setiap ekor ayam digantungkan di mesin
penggantung dengan cara terbalik.
3. Pada saat digantung, ayam kemudian dilakukan proses stunning
(penyetruman) hingga tak sadarkan diri menggunakan alat penyetrum
dengan daya 12 V dan 4 A. Ayam dikondisikan supaya tetap hidup.
4. Kemudian, proses itu dilanjutkan dengan penyembelihan. Karena ayam
dipotong secara halal, maka penyembelihan masih dilakukan secara
manual dengan memutus tiga saluran utama, yaitu pembuluh darah,
kerongkongan, dan esofagus. Setelah itu, jeroan ayam akan dikeluarkan.
Dalam RPA mesin adalah penggerak utama, namun soal sembelih-
menyembelih, tetap di tangan manusia. Bayangkan mesin yang bergerak cepat,
sementara penyembelih dituntut untuk selalu mengucap Basmallah setiap kali
menyayat leher hewan. Dengan demikian perlu keterampilan khusus agar sekali
sayatan di leher ayam sudah langsung memotong nadi leher, esofagus dan trakea.
Pembacaan Basmallah pun sempat menjadi pekerjaan rumah bagi MUI, pada
1985 silam. Awalnya tutur MUI pernah memfatwakan penggunaan kaset yang
akhirnya dicabut kembali sebab pada dasarnya mengucap basmallah harusnya si
penyembelih, bukan orang lain.
Akhirnya, MUI mengeluarkan fatwa lebih baik. Penyembelih yang akan
bekerja di RPA, selain seorang Muslim, ia harus sudah mendapat sertifikasi MUI.
Sebelum bertugas melakukan penyembelihan dengan cepat, si pemotong
diwajibkan berniat, membaca doa dan Basmallah.

2.3. Permasalahan Stunning Pada Penyembelihan Hewan untuk Dikonsumsi


Pada umumnya mesin pemotong hewan otomatis ini untuk memenuhi capaian
efisiensi dan besarnya skala produksi tersebut, dilakukan tindakan tertentu pada
hewan sembelihan. Salah satu tindakan yang mempercepat adalah pemingsanan
atau dikenal dengan stunning. terdapat proses stunning yakni difungsikan agar

7
hewan itu pingsan dan agar mudah untuk disembelih. Stunning secara
konvensional digunakan dalam industri perternakan untuk mencapai imobilisasi
dan membuat hewan pingsan sebelum disembelih (Murphy, 1987) Menjadi suatu
permasalahan pada saat proses stunning itu termasuk ke dalam bentuk penyiksaan
hewan ataukah tidak.
Bila kita tilik kembali lagi Surat Al-Maidah (5): Ayat 3. Allah Swt.
berfirman:

ُ‫ة‬BBَ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمآ اُ ِه َّل لِ َغي ِْر هّٰللا ِ بِ ٖه َو ْال ُم ْن َخنِقَةُ َو ْال َموْ قُوْ َذةُ َو ْال ُمتَ َر ِّدي‬
ْ ‫ُح ِّر َم‬
.…‫َوالنَّ ِط ْي َحةُ َو َمآ اَ َك َل ال َّسبُ ُع اِاَّل َما َذ َّك ْيتُ ۗ ْم‬

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,


(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya….” (Q.S.
Al-Ma’idah [5] : 3).

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa binatang yang sekarat, apapun
sebabnya, baik karena tercekik, terpukul, jatuh, ditanduk, atau diterkam binatang
buas. Selama dia bisa disembelih dan mati karena disembelih maka statusnya
halal. Sehingga kecelakaan apapun yang menyebabkan binatang itu sekarat, harus
menyisakan hidup. Dalam arti, dia bisa bertahan hidup. Sehingga kita bisa
memastikan bahwa binatang ini mati karena kita sembelih, bukan mati karena
kecelakaan. Proses stunning membuat pingsan hewan sebelum disembelih
hukumnya berlaku sebagaimana ayat di atas. Selama stunning itu tidak
membunuh binatang, hanya pingsan, setelah disembelih secara syar’i, maka
statusnya halal. Tentunya binatang tersebut adalah binatang yang tidak
diharamkan oleh Allah Swt. untuk dikonsumsi.

2.4. Fatwa MUI Tentang Penyembelihan Hewan Secara Mekanis


Lembaga islam MUI telah menetapkan fatwa tentang penyembelihan hewan
secara mekanis. Berikut isi fatwa tersebut:
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada hari Senin, tanggal
24 Syawa1 1396 H/18 Oktober 1976 setelah:

8
Mendengar : Penjelasan lisan dan kemudian disusul dengan tertulis (lampiran II)
dari Pimpinan PD Dharma Jaya tentang cara-cara penyembelihan hewan dengan
sistem mekanisasi pemigsanan yang menggambarkan :

1) Bahwa penggunaan mesin untuk pemingsanan dimaksudkan


mempermudah roboh dan jatuhnya hewan yang akan disembelih di tempat
pemotongan dan untuk meringankan rasa sakit hewan dan
penyembelihannya dilakukan dengan pisau yang tajam memutuskan
hulqum (tempat berjalan nafas), mari' (tempat berjalan makanan), dan
wadajaain (dua urat nadi) hewan yang disembelih oleh juru sembelih
Islam, dengan terlebih dahulu membaca basmalah.
2) Bahwa hewan yang roboh dipingsankan di tempat penyembelihan apabila
tidak disembelih akan bangun sendiri lagi segar seperti semula
keadaannya, dan
3) Bahwa penyembelihan dengan sistem ini tidak mengurangi keluarnya
darah mengalir, bahkan akan lebih banyak dan lebih lancar sehingga
dagingnya lebih bersih.

Mengingat :

1) Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi penyembelihan hewan menurut


Islam, menurut empat mazhab dan mazhab para sahabat, dan
2) Hadis Nabi riwayat Muslim dari Syaddad bin Aus tentang ketetapan
berbuat ihsan dalam segala tindakan (lampiran I).

MEMUTUSKAN: Menetapkan / memfatwakan bahwa penyembelihan hewan


secara mekanis pemingsanan merupakan modernisasi berbuat ihsan kepada hewan
yang disembelih sesuai dengan ajaran Nabi dan memenuhi persyaratan ketentuan
syar'i dan hukumnya sah clan halal, dan oleh karenanya, diharapkan supaya kaum
Muslimin tidak meragukannya.

Penyembelihan hewan dengan menggunakan mesin otomatis atau secara


mekanis, menurut MUI hukumnya sah dan halal.

9
2.5. Batas Keterpaksaan Dalam Memakan Makanan Haram
Bagaimana hukumnya bila tidak mengetahui tata cara penyembelihan dari
daging hewan tersebut? Terdapat suatu hadist yang menyerupai seperti kasus ini
di dalam hadist dari Aisyah Radhiyallahu Anhaa dari Nabu Saw. beliau bersabda:

‫ ِإ َّن قَوْ ًما يَْأتُونَا بِاللَّحْ ِم اَل نَ ْد ِري َأ ُذ ِك َر ا ْس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه َأ ْم اَل‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫َأ َّن قَوْ ًما قَالُوا لِلنَّبِ ِّي‬
‫ ِديثِي‬B‫انُوا َح‬BB‫ َو َك‬: ‫ديث‬BB‫ة الح‬BB‫ا راوي‬BBَ‫ َي هَّللا ُ َع ْنه‬B‫ض‬ ْ َ‫ قَال‬. ُ‫ َس ُّموا َعلَ ْي ِه َأ ْنتُ ْم َو ُكلُوه‬: ‫ فَقَا َل‬،
ِ ‫ت عَاِئ َشةَ َر‬
‫َع ْه ٍد بِ ْال ُك ْف ِر‬
“Bahwasanya ada suatu kaum yang berkata kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya ada satu kelompok
manusia yang datang kepada kami dengan membawa daging, kami
tidak tahu apakah disembelih atas nama Allah ataukah tidak? Maka
beliau menjawab: “Sebutlah nama Allah oleh kamu atasnya dan
makanlah”. Aisyah menjawab, “Mereka pada saat itu masih baru
meninggalkan kekufuran”. (H.R. Bukhori No. 5083) dalam (Masyhar,
2011).

Dari sabda Nabi Saw. di atas maka tidak mengapa apabila kita tidak
mengetahui kehalalan daging hasil sembelih tersebut dengan syarat membaca
Basmallah. Namun dengan catatan bahwa pada kasus tersebut adalah saat baru
meninggalkan kekufuran dalam artian masih sedang dalam tahap mengenal
Islam. Menjadi persoalan bagi kita yang telah mengetahui ilmu Islam untuk
mempertegas suatu keadaan dan menjauhi keragu-raguan karene memang sudah
mengenal ilmu Islam. Setidaknya ada usaha mempertanyakan lagi kehalalan
daging yang belum diketahui.
Sebagaimana hadist dari Nu’man bin Basyir RA. dari Nabi Saw. beliau
bersabda:
‫ت‬ ُّ ‫اس فَ َم ِن اتَّقَى‬
ِ ‫بُهَا‬B ‫الش‬ ٌ َ‫ِإ َّن ْال َحالَ َل بَي ٌِّن َوِإ َّن ْال َح َرا َم بَي ٌِّن َوبَ ْينَهُ َما ُم ْشتَبِه‬
ِ َّ‫ي ٌر ِمنَ الن‬BBِ‫ات الَ يَ ْعلَ ُمه َُّن َكث‬
‫ وْ َل ْال ِح َمى‬B‫رْ عَى َح‬BBَ‫الرَّا ِعى ي‬BB‫ َر ِام َك‬B‫ َع فِى ْال َح‬Bَ‫ت َوق‬ ُّ ‫ َع فِى‬Bَ‫ ِه َو َم ْن َوق‬B‫ض‬
ِ ‫بُهَا‬B‫الش‬ ِ ْ‫ ِه َو ِعر‬Bِ‫ا ْستَب َْرَأ لِ ِدين‬
ِ ‫ك ِح ًمى َأالَ َوِإ َّن ِح َمى هَّللا ِ َم َح‬
ُ‫ار ُمه‬ ٍ ِ‫ك َأ ْن يَرْ تَ َع فِي ِه َأالَ َوِإ َّن لِ ُكلِّ َمل‬
ُ ‫يُو ِش‬

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas.
Di antara keduanya terdapat perkara syubhat (yang masih samar) yang
tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barang siapa yang menghindar

10
kan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya. Barang siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat,
maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada
pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan
yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah
larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara
yang diharamkan-Nya.” Hadist Riwayat Bukhori dan Muslim) disadur
dari buku tarjamah Bulughul Maram Bab Zuhud dan Wara’ dalam
(Hassan, 2003).

Musytabihat adalah segala sesuatu yang belum diketahui secara jelas


hukumnya, apakah termasuk halal atau termasuk haram. Mustabihat sifatnya nisbi,
artinya ketidakjelasan tersebut terjadi pada sebagian orang dan tidak pada semua
orang. Dengan demikian tidak ada satu pun sesuatu yang mustabihat secara
mutlak, di mana semua orang tidak mengetahui kejelasan hukumnya.
Halal, haram, dan syubhat melingkupi kehidupan manusia dari semua sisi
kehidupannya, bukan terbatas pada makan dan minum yang harus diperhatikan,
tetapi cara mendapatkan makanan dan minuman, bagaimana bertindak, bersikap
bahkan berpikir harus senantiasa mempertimbangkan haluan rambu yang ada
(Mahmud, 2017).
Syubhat merupakan wilayah atau jalur rawan. Karena itu, manusia dituntut
untuk selalu waspada agar tidak terjebak hingga menyebabkan celaka pada
dirinya. Syubhat merupakan jalur remang-remang yang memerlukan ketelitian dan
kejelian. Usaha mengurai syubhat adalah usaha yang membutuhkan ijtihad yang
sungguh-sungguh, upaya untuk menemukan dalil syariat, dan lain sebagainya
untuk memastikan apakah termasuk suatu yang halal atau haram. Demikian
rumitnya mengurai syubhat, sehingga dibutuhkan kekuatan, kesehatan, dan
ketepatan dalam berpikir, sebab tanpa dengan berpikir yang baik niscaya
seseorang akan sulit terhindar dari celaka yang disebabkan perkara syubhat.
Kegagalan dalam menanggapi perihal syubhat, akan mudah tergelincir pada
perkara yang haram, sedangkan pelaku haram mengakibatkan ancaman serius.
Sungguh beruntung jika status syubhat tersebut mengarah pada suatu yang halal,

11
tetapi jika suatu yang syubhat tersebut mengarah pada hal haram maka hal tersebut
tentu menjadi suatu hal yang bahaya bagi diri manusia.

2.6. Manfaat Memakan Makanan yang Halal


Makanan halal adalah makanan yang diwajibkan oleh umat islam. Karena
selain perintah dari Allah swt makanan hal juga memiliki banyak manfaat.
Sebelum membahas manfaat, ada satu riset mengenai “Mengapa sih orang-orang
lebih memilih makanan halal”. Riset itu dibuat oleh (Billah, 2020) dengan judul
Factors influencing Muslim and non-Muslim consumers’ consumption behavior:
A case study on halal food. Dalam riset tersebut memaparkan faktor-faktor yang
mempengaruhi orang untuk memakan makanan halal. Dengan sampel konsumen
sebanyak 10 provinsi di bagian selatan Thailand. Ada beberapa indikatornya
yaitu seperti logo halal, agama, kesehatan, keamanan, dan lainnya. Hal yang
mengejutkan adalah hasil riset faktor kesehatan menjadi salah satu yang paling
tinggi. Dan diikuti dengan faktor lain seperti agama, pengolahan, komposisi, dan
lain sebagainya.
Berikut adalah manfaat ketika mengonsumsi makanan yang halal dari segi
kesehatan:
1. Higienis,
2. Pemotongan vena jugularis meningkatkan efisiensi perdarahan hewan,
dan dengan demikian mencegah kerusakan mikrobiologis pada karkas,
3. Makanan halal bebas zat berbahaya,
4. Terhindar dari penyakit.
Adapun manfaatnya dari segi agama adalah sebagai berikut:
1. Menjaga akhlak,
2. Menjaga kekhusyukan shalat,
3. Mendatangkan rezeki,
4. Menjaga hati dan akal,
5. Mendapatkan ridha Allah Swt.

Penjelasan di atas juga dilandasi oleh sabda Nabi Saw. beliau bersabda:

‫ أال وهي القلب‬،‫ وإذا فسدت فسد الجسد كله‬،‫وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله‬

12
“Ketahuilah bahwa didalam tubuh (manusia) terdapat segumpal
daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya. Dan jika ia
rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Maka ketahuilah bahwa
segumpal daging itu adalah hati”. Hadist Riwayat Bukhori dan
Muslim) disadur dari buku tarjamah Bulughul Maram Bab Zuhud
dan Wara’ dalam (Hassan, 2003).

2.7. Bahaya Memakan Makanan yang Haram


Sejatinya Islam adalah agama yang mudah, dalam artian memudahkan dalam
menjalankan syariat bagi umat Islam. Islam menganjurkan makanan yang halal
karena nilai manfaat dari makanan tersebut, begitu juga sebaliknya makanan
haram dilarang karena terdapat madhorot (bahaya) apabila mengonsumsi makanan
yang haram. Sebagaimana hadist yang telah dikutip sebelumnya yang
diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir RA. dari Nabi Saw. beliau bersabda:

‫ أال وهي‬،‫د كله‬BB‫د الجس‬BB‫دت فس‬BB‫ وإذا فس‬،‫ه‬BB‫د كل‬BB‫لح الجس‬BB‫لحت ص‬BB‫وإن في الجسد مضغة إذا ص‬
‫القلب‬

“Ketahuilah bahwa didalam tubuh (manusia) terdapat segumpal daging,


jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya. Dan jika ia rusak maka
rusaklah seluruh tubuhnya. Maka ketahui lah bahwa segumpal daging
itu adalah hati”. (Hadist Riwayat Bukhori dan Muslim) disadur dari
buku tarjamah Bulughul Maram Bab Zuhud dan Wara’ dalam (Hassan,
2003).

Kehatian-hatian akan memakan makanan yang haram berimbas pada tubuh


kita, bila dilihat dari redaksi hadist segumpal daging berasal dari makan makanan,
dan tubuh itu berasal dari sekumpulan gumpalan daging. Apabila kita memakan
makanan yang haram maka secara tidak langsung kita mengkonstruksi tubuh kita
menjadi rusak. Namun, bisa diartikan juga yang rusak adalah hati. Apabila
terbiasa melakukan hal yang haram maka iman seseorang itu akan sakit, sehingga
cenderung menganggap hal haram itu adalah hal yang biasa dilakukan.
Banyak penelitian dilakukan tentang mengkonsumsi makanan atau minuman
yang diharamkan agama, berdampak buruk bagi kesehatan (Mahmud, 2017).

13
Dengan hasil penelitian yang demikian, seakan-akan Allah swt. melarang manusia
untuk tidak mengonsumsi barang-barang tertentu bukan hanya agar manusia
tunduk terhadap segala perintahNya, tetapi demi kebaikan manusia itu sendiri.
Maka dari, haruslah selalu disadari bahwa segala larangan Allah Swt. kembalinya
kepada diri manusia itu sendiri.

14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian kecil ini adalah penelitian
kuantitatif di mana data penelitian berupa angka-angka yang dianalisis tiap
nilainya. Penelitian ini juga memakai metode penelitian deskriptif untuk
menggambarkan keterkaitan hasil penelitian dengan variabel yang lain. Penulis
menyebarkan kuesioner mengenai pemahaman hukum memakan daging
sembelihan dalam Islam di lingkungan mahasiswa Muslim DPTE FPTK UPI.
Kuesioner yang diberikan menggunakan pertanyaan dan opsi pilihan yang terukur.
3.2.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini diberikan kepada mahasiswa Muslim jurusan elektro di
lingkungan DPTE FPTK UPI. Penyebaran tautan kuesioner daring dilakukan pada
Kamis, 24 September 2020 dan akses ditutup pada Jumat, 25 September 2020.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah kepada mahasiswa Muslim jurusan
elektro di lingkungan DPTE FPTK UPI.
3.4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Penelitian yang dilaksanakan berjudul “Pandangan Mahasiswa Muslim DPTE
Terhadap Alat Potong Ayam Otomatis”. Penelitian ini hanya memiliki satu
variabel. Maka dari itu, stimulus pada penelitian ini adalah berupa “Hukum
Penyembelihan Hewan Menggukanan Alat Mekanis” dengan respon “Pemahaman
Hukum Penyembelihan dalam Islam”.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penyebaran
kuesioner secara daring menggunakan media google form. Instrumen penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang diisi oleh reponden
dengan pemahaman dan opini masing-masing responden. Di awal kuesioner
penulis mengajukan pertanyaan mengenai informasi personal seperti nama
responden, institusi, jurusan. Dalam intrumen tertulis pertanyaan mengenai
pemahaman agama sebanyak 9 pertanyaan. Berikut adalah tabel mengenai
indikator soal kuesioner yang diberikan pada responden oleh peneliti.

15
Tabel 3.1 Indikator Pemahaman Generasi Muslim Milenial terhadap
Pluralisme Agama di Lingkungan Pergaulan Sehari-Hari.
No
Indikator Soal Pertanyaan Kuesioner
.
Presentase konsumen daging
1 Apakah anda konsumen daging ayam?
ayam
Presentase pemahaman tentang Apakah anda mengetahui hukum
2 hukum penyembelihan dalam penyembelihan hewan sesuai aturan
hewan Islam?
Mengetahui pengamalan hukum Bagaimana sikap anda tentang
3 Islam penyembelihan ayam harus sesuai
dengan hukum Islam?
Pemahaman batasan darurat Jika proses penyembelihan tidak
4 sesuai syariat Islam maka daging ayam
yang kita peroleh menjadi tidak halal.
Pemahaman batasan darurat Mengapa anda memilih jawaban
5
tersebut?
Pemahaman teknologi pangan Apakah anda mengetahui cara kerja
6
mesin pemotong ayam otomatis?
Pemahaman penggunaan Apakah anda setuju penyembelihan
7 teknologi pangan dalam Islam ayam dengan penggunaan mesin
pemotong ayam otomatis?
Refleksi penggunaan teknologi Alasan jika tidak setuju
8
pangan dalam Islam
Pemahaman tentang kehalalan Apa tanggapan anda mengenai
makanan memakan makanan yang tidak
9 diketahui tata cara penyembelihannya
dan tanggapan anda tentang mesin
pemotong ayam otomatis?

16
Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti mengolah data yang terkumpul
dengan metode analisis data deskriptif.
BAB IV
LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif, karena survei yang dilakukan yaitu dengan menggunakan angket
pertanyaan yang memuat pertanyaan-pertanyaan mengenai pemahaman
mahasiswa Muslim tentang hukum penyembelihan hewan dalam Islam di
lingkungan DPTE FPTK UPI. Pelaksanaan survei via Google Form yang
disebarkan secara dalam jaringan (online).

4.2 Hasil Kuisioner


Penyebaran kuesioner/angket pertanyaan dilakukan secara terarah
melalui media sosial Line dan WhatsApp yang dikhususkan untuk mahasiswa
Muslim DPTE. Dari angket yang disebar kepada 44 responden terdapat 43
responden yang menjawab.

17
18
19
4.2.1. Pemahaman Mahasiswa Muslim DPTE Tentang Hukum Islam dalam
Penyembelihan Hewan
Pada riset kecil ini kami menyebarkan angket mengenai “Pemahaman
Mahasiswa Muslim DPTE Tentang Hukum Islam dalam Penyembelihan Hewan”,
angket yang disebarkan berjumlah 44 angket dengan jumlah responden yang
menjawab hanya 43. Data tersebut dijadikan sebagai pembahasan penulisan
makalah ini.

Dari hasil angket pertanyaan yang disebar didapatkan data bahwa 43 dari 44
responden menjawab 97.7% menjawab mereka adalah konsumen daging ayam,
kemudian ketika ditanyakan mengenai pemahaman mereka mengenai hukum
penyembelihan hewan sesuai aturan Islam 95.3% dari 43 responden menjawab
memahami tentang hukum penyembelihan hewan sesuai dengan syariat.
Selanjutnya, tentang sikap penyembelihan haruslah sesuai dengan hukum Islam
ada 2.3% menjawab tidak setuju, kemudian ketika ditanyakan permasalahan
kehalalan daging ayam yang disembelih tidak sesuai syariat Islam 11.6%
menjawab tidak setuju bahwa daging yang tidak disembelih sesuai syariat menjadi
tidak halal.

Dari 11.6% menyatakan tidak masalah memakan daging yang tidak


disembelih sesuai syariat Islam memiliki alasan bahwa karena mereka tidak tahu
apa-apa mengenai kehalalan daging tersebut, sehingga menurut mereka halal saja
untuk makan daging ayam yang tidak diketahui cara penyembelihannya. Ada juga
responden yang menjawab tidak setuju hanya karena ingin saja menjawab tidak
setuju untuk daging yang tidak disembelih sesuai syariat menjadi tidak halal
(cenderung tidak memiliki alasan).

Menyangkut hal tentang mesin pemotong ayam otomatis 55.8% responden


menjawab tidak setuju dengan penyembelihan/pemotongan ayam dengan
menggunakan mesin otomatis dengan kebanyakan alasan yang dihimpun bahwa
karena tidak mengetahui tata cara penyembelihannya sesuai atau tidak dengan
hukum Islam. Ada pula yang menjawab tidak setuju karena mempermasalahkan
penyiksaan hewan pada proses stunning yakni penyetruman terhadap hewan yang
akan disembelih/dipotong. Kemudian 44.2% responden menjawab setuju dengan

20
penggunaan mesin pemotong ayam otomatis dengan alasan prosedur
pemotongannya sesuai dengan syariat. Sedangkan 8 responden menjawab tanpa
alasan.

Diketahui pula bahwa sebagian besar responden tidak mengetahui tentang


cara kerja mesin pemotong ayam otomatis, 53.5% responden menjawab tidak
mengetahui tentang cara kerja dari mesin pemotong mekanis, dan sebagiannya
lagi 46.5% mengetahui tentang cara kerja dari mesin pemotong mekanis.

Dari data yang didapat maka diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa
Muslim DPTE adalah konsumen daging ayam, sebagian besar juga mengetahui
tentang hukum Islam dalam penyembelihan hewan khususnya ayam sebagai
syarat halal untuk dikonsumsi, namun yang masih menjadi pertentangan adalah
pada penggunaan alat mekanis untuk menyembelih hewan. Pendapat tersebut
terbagi menjadi dua pendapat yang hasilnya hampir mencapai skala persentase
55.8% tidak setuju dan 44.2% setuju.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Kamus Dewan dalam (Zain, 2019) kata penyembelihan berarti
perbuatan menyembelih/pemotongan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) kata penyembelihan adalah memotong atau menggorok leher.
Adapun dalam bahasa Arab penyembelihan terdapat beberapa kata sinonim
namun berbeda terminologinya di antaranya yaitu: Al-Zabhu, An-Nahru, dan
Al-’Aqru. Pengertian terminologi ketiganya dijelaskan dalam (Abduh, 2002)
disebutkan bahwa penyembelihan dibagi kepada tiga bagian yaitu:

1. Al-Zabhu yaitu memotong batang leher sebelah atas hewan


2. Al-Nahru yaitu memotong batang leher sebelah bawah hewan.
3. Al-‘Aqru yaitu sembelihan darurah (terpaksa).

Dari semua pengertian di atas, penulis menggunakan kata penyembelihan.


Penyembelihan (Al-Zabhu, Al-Nahru, dan Al-’Aqru) secara etimologis berarti
memotong, membelah, atau membunuh suatu hewan.

Adapun dalam masalah pemotongan urat leher hewan yang ingin


disembelih terdapat perbedaan pendapat di kalangan mazhab-mazhab fikih, sesuai
dengan perbedaan tentang bagian yang wajib dipotong dalam penyembelihan
tersebut. Menurut Wahbah Zuhaili pada kitabnya Fiqh Islam Wa Adillatuhu
dalam Rizaldi, 2017 menyebutkan bahwa menurut Mazhab Hanafi dan Maliki,
penyembelihan adalah memotong urat-urat kehidupan yang ada pada hewan itu,
yaitu empat buah urat tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat besar yang
terletak di bagian samping leher. Letak penyembelihan itu sendiri adalah di antara
bagian bawah leher, dengan tempat tumbuhnya jenggot yaitu tulang rahang
bawah.

Sedangkan menurut Mazhab Syafi`i dan Hanbali, penyembelihan adalah


tindakan menyembelih mewan tertentu yang boleh dimakan dengan cara
memotong tenggorokan dan kerongkongannya. Adapun posisi dan lokasi

22
pemotongan itu bisa dibagian bawah leher (Al-Halq) atau di bagian bawah leher
(labbah). Atau di situasi yang tidak memungkinkan dilakukannya penyembelihan
di leher, maka dilakukan penikaman dibagian mana saja dari tubuh hewan itu.

Dari penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan syarat


penyembelihan adalah:

1. Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah


keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya
halal menurut semua ulama.
2. Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher.
Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini
derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
3. Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher.
Sebagian ulama berpendapat bahwa sembelihannya halal. Ini
merupakan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini.

Semakin pesat perkembangan teknologi dan tuntutan pasar maka tidak bisa
dipungkiri, kebutuhan masyarakat akan konsumsi daging adalah bagian dari geliat
ekonomi sehari-hari. Bagi masyarakat Muslim, konsumsi daging di Indonesia
biasa terkait dengan pengelolaan sembelihan ayam, kambing dan sapi. Selain itu,
daging juga kerap diperlukan dalam usaha industri skala besar. Hal ini
menunjukkan prinsip sederhana ekonomi bahwa mesti ada banyak suplai, saat
demand atau kebutuhan meningkat. Penyediaan daging skala besar pada industri,
memerlukan prinsip efisiensi dalam pengolahan dan penyembelihan. Penggunaan
mesin pemotong otomatis adalah hal yang sangat dibutuhkan, manfaat yang
didapatkan juga begitu besar di mana dengan penggunaan alat dapat menghemat
tenaga, waktu, dan biaya.

Penyembelihan hewan dengan menggunakan mesin otomatis atau secara


mekanis, menurut MUI hukumnya sah dan halal.

Banyak penelitian dilakukan tentang menkonsumsi makanan atau


minuman yang diharamkan agama, berdampak buruk bagi kesehatan (Mahmud,

23
2017). Dengan hasil penelitian yang demikian, seakan-akan Allah swt. melarang
manusia untuk tidak mengonsumsi barang-barang tertentu bukan hanya agar
manusia tunduk terhadap segala perintah-Nya, tetapi demi kabaikan manusia itu
sendiri. Maka dari, haruslah selalu disadari bahwa segala larangan Allah Swt.
kembalinya kepada diri manusia itu sendiri.

B. Kritik dan Saran

Populasi manusia yang semakin bertambah membuat tuntutan akan


sumber daya makanan semakin banyak, salah satunya pada konsumsi daging
ayam. Seperti yang kita ketahui bahwa populasi masyarakat Indonesia banyak
yang orang muslim. Kehalalan suatu makanan yang dikonsumsi sangat menjadi
pertimbangan. Apalagi di era industri 4.0 sekarang ini teknologi terus
berkembang, sehingga sangat dipertanyakan oleh beberapa pihak mengenai
kehalalan ayam potong yang menggunakan mesin potong. Maka dari itu
pemerintah harus tegas melakukan pemerataan sertifikasi halal pada segala produk
ayam potong. Sehingga masyarakat muslim tidak kesulitan dalam memilih produk
ayam potong

Demikian makalah ini kami susun. Terima kasih atas antusias dari
pembaca yang telah bersedia dan mau menelaah juga mengimplementasikan isi
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurang hubungan atau keterkaitannya dengan judul
makalah ini. Tim Penulis banyak berharap para pembaca agar memberikan saran
dan kritik konstruktif kepada Tim Penulis demi kesempurnaan makalah ini juga
untuk penulisan makalah di kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna
bagi Tim Penulis dan lebih khususnya juga para pembaca yang dirahmati Allah
Swt.

24
25
DAFTAR PUSTAKA

Jauharotus, A. Syukriya1, Durrotul, H. Faridah. (2019). Science and Technology


Studies of The Causes of Prohibited Foods in Islamic Law. Surabaya:
Faculty of Science and Technology and Center for Research and
Development of Halal Products, Universitas Airlangga.
Murphy, B.D., Hasiak, R.J., and Sebranek, J.G. (1987). Effect of Antemortem
Electrical Stunning on Functional Properties of Turkey Muscle. Poultry
Science 67:1062-1068.
Karodia, M. Anis. (2007). The Muslim methods of animal slaughter and its
scientific and social relevance in non‐Muslim societies. Republic of South
Africa: Public Health State Veterinarian in Mafikeng.
Fuseini, A., Wotton, SB., Hadley, PJ., and Knowles, TG. (2017). The
compatibility of modern slaughter techniques with halal slaughter: a
review of the aspects of ‘modern’ slaughter methods that divide scholarly
opinion within the Muslim community. UK: Universities Federation for
Animal Welfare.
Ngafifi, M. (2014). Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam
Perspektif Sosial Budaya. Jurnal Pembangunan Pendidikan Vol. 2 (1), Hal.
33-47.
Rizaldi, Adi. (2017). Hukum Mengonsumsi Janin Hewan Sembelihan (Studi
Komparatif Imam Abu Hanifah dan Imam Asy –Syafi`i. Skripsi thesis,
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Zain, Mohammad Hilmy. (2019). Praktik Penyembelihan Penjagal Ayam Ditinjau
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Ngunut). Skripsi, IAIN
Tulungagung.
Al-Quran Al-Karim terjemah Kemenag. Tersedia di:
<https://quran.kemenag.go.id/sura/6/121>
Gumelar, Galih. CNN Indonesia. (2017). Menengok Prosek Pemotongan Ayam
Halal Secara Masal. Tersedia di:
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170617172702-92-222478/me
nengok-proses-pemotongan-ayam-halal-secara-massal>

26
Mahmud, Amir. (2017). Kajian Hadis tentang Halal, Haram, dan Syubhat. Jurnal
Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017.
Billah, Arif., Ahbabur, Md., Rohman., and Hossein, Md., Bin Tariq. (2020).
Factors Influencing Muslim and Non-Muslim Consumers’ Consumption
Behavior: A Case Study on Halal Food. Journal of Foodservice Business
Research Pages 324-349.
Abduh, M. (2002). Studi Perbandingan Konsep Pelaksanaan Penyembelihan
Binatang Ternak Sapi antara Rumah Sembelihan (Arbotoir) Gong
Medang dan Rumah Sembelihan (Tradisioanal) Dikampung Rawa Besut
Terengganu Menurut Hukum Islam. Skripsi UIN Suska.
Masyhar. (2011). Terjemah Shahih Bukhori. Jakarta: Almahira.
Hassan, A. (2003). Tarjamah Bulughul Maram. Bandung: CV. Diponegoro.

27

Anda mungkin juga menyukai