Disusun oleh:
Hadi Indrawan 1805364
Marhab Musaid 1807482
Risa Permatasari 1603746
Yanda Mochamad H. 1800259
Kelompok 2 PTE-A
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Seminar Pendidikan Agama Islam.
Makalah yang berjudul “Pandangan Mahasiswa Muslim DPTE Terhadap
Alat Potong Ayam Otomatis” ini bermuatan pemahaman mahasiswa Muslim
DPTE tentang hukum penyembelihan hewan dan permasalahan mengenai alat
pemotong mekanis untuk memberikan sedikit wawasan khususnya terhadap
rekan-rekan mahasiswa Muslim DPTE.
Selama penyusunan makalah ini, kami menghadapi banyak hambatan.
Namun dengan bantuan dari berbagai pihak, hambatan tersebut dapat diatasi
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Untuk itu kami
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang senantiasa memberikan dukungan semangat, doa, dan
materi selama proses penyusunan makalah.
2. Bapak Prof. Dr. H. Endis Firdaus, M. Ag. selaku Dosen Pengampu Mata
Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam.
3. Teman-teman seperjuangan PTE A 2018.
4. dan pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari proses penyusunan dan penulisan makalah ini belum
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat secara khusus
bagi kami dan pembaca pada umumnya.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
1.3. Manfaat Penelitian.........................................................................................3
1.4. Metode Penelitian..........................................................................................3
1.5. Sistematika Penulisan....................................................................................3
BAB II KAJIAN TEORI.......................................................................................4
2.1. Pengertian dan Hukum Penyembelihan Hewan............................................5
2.2. Cara Kerja Mesin Potong Ayam Otomatis....................................................8
2.3. Permasalahan Stunning Pada Penyembelihan Hewan untuk Dikonsumsi....9
2.4. Fatwa MUI Tentang Penyembelihan Hewan Secara Mekanis....................10
2.5. Batas Keterpaksaan Dalam Memakan Makanan Haram.............................11
2.6. Manfaat Memakan Makanan yang Halal....................................................13
2.7. Bahaya Memakan Makanan yang Haram...................................................14
2.8. Hasil Penelitian............................................................................................15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................16
3.1. Jenis Penelitian............................................................................................16
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................16
3.3. Popolasi dan Sampel Penelitian..................................................................16
3.4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data...........................................................16
BAB IV LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................19
4.1. Pendekatan Penelitian Penelitian...................................................................5
4.2. Hasil Kuisioner............................................................................................16
4.2.1. Pemahaman Mahasiswa Muslim DPTE Tentang Hukum Penyembelihan
Hewan dalam Islam......................................................................................16
BAB V PENUTUP................................................................................................19
5.1. Kesimpulan..................................................................................................25
ii
5.2. Kritik dan Saran...........................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
ُةBَوْ َذةُ َو ْال ُمتَ َر ِّديBBُةُ َو ْال َموْ قBَه َو ْال ُم ْنخَ نِقBٖ Bِت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمآ اُ ِه َّل لِ َغي ِْر هّٰللا ِ ب
ْ ُح ِّر َم
قٌ ۗ Bااْل َ ْزاَل ۗ ِم ٰذلِ ُك ْم فِ ْسBِ ُموْ ا بBب َواَ ْن تَ ْستَ ْق ِس ِ Bص ُ َُّوالنَّ ِط ْي َحةُ َو َمآ اَ َك َل ال َّسبُ ُع اِاَّل َما َذ َّك ْيتُ ۗ ْم َو َما ُذبِ َح َعلَى الن
ُ ت لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َواَ ْت َم ْم
ت َعلَ ْي ُك ْم ُ وْ َم اَ ْك َم ْلBBَوْ ۗ ِن اَ ْليBاخ َش َ اَ ْليَوْ َم يَ ِٕى
ْ وْ هُ ْم َوBرُوْ ا ِم ْن ِد ْينِ ُك ْم فَاَل ت َْخ َشBَس الَّ ِذ ْينَ َكف
وْ ٌرBBُا ِ َّن هّٰللا َ َغفBَف اِّل ِ ْث ۙ ٍم ف
ٍ ِ انB َر ُمتَ َجB ٍة َغ ْيBص َ طُ َّر فِ ْي َم ْخ َمBاض ْ ا فَ َم ِنBۗ Bًْت لَ ُك ُم ااْل ِ ْساَل َم ِد ْين
ُ ضي ِ نِ ْع َمتِ ْي َو َر
َّر ِح ْي ٌم
1
binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan
pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi
nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu
untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku
ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar,
bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.”
Oleh karena itu, kami tertarik membahas hal tersebut dan menuliskannya
dalam makalah yang berjudul “Pandangan Mahasiswa Muslim DPTE Terhadap
Alat Potong Ayam Otomatis”. Dengan demikian, besar harapan dari makalah ini
dapat bermanfaat dan menjadi pedoman kecil bagi Umat Islam khususnya rekan-
rekan mahasiswa Muslim di lingkungan DPTE FPTK UPI dalam
menyempurnakan amal dan ibadahnya kepada sang Khaliq Allah SWT.
2
3. Untuk mengetahui hukum mengkonsumsi hewan ternak yang disembelih
dengan mesin.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
4
menyebut nama Allah Swt. maka itu dilarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
ا ِدلُوْ ُك ْمBا ِٕى ِه ْم لِي َُجBۤ Bَق َواِ َّن ال َّش ٰي ِط ْينَ لَيُوْ حُوْ نَ اِ ٰلٓى اَوْ لِي
ٌ ۗ َواَل تَْأ ُكلُوْ ا ِم َّما لَ ْم ي ُْذ َك ِر ا ْس ُم هّٰللا ِ َعلَ ْي ِه َواِنَّهٗ لَفِ ْس
ࣖ َط ْعتُ ُموْ هُ ْم اِنَّ ُك ْم لَ ُم ْش ِر ُكوْ ن
َ َۚ َواِ ْن ا
“Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika
disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu
kefasikan. Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-
kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti
mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik.” (Q.S. Al-An’am [6]:
121).
Adapun dalam masalah pemotongan urat leher hewan yang ingin disembelih
terdapat perbedaan pendapat di kalangan mazhab-mazhab fikih, sesuai dengan
perbedaan tentang bagian yang wajib dipotong dalam penyembelihan tersebut.
Menurut Wahbah Zuhaili pada kitabnya Fiqh Islam Wa Adillatuhu dalam
(Rizaldi, 2017) menyebutkan bahwa menurut Mazhab Hanafi dan Maliki,
penyembelihan adalah memotong urat-urat kehidupan yang ada pada hewan itu,
yaitu empat buah urat tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat besar yang
terletak di bagian samping leher. Letak penyembelihan itu sendiri adalah di antara
bagian bawah leher, dengan tempat tumbuhnya jenggot yaitu tulang rahang
bawah.
5
Sedangkan menurut Mazhab Syafi`i dan Hanbali, penyembelihan adalah
tindakan menyembelih mewan tertentu yang boleh dimakan dengan cara
memotong tenggorokan dan kerongkongannya. Adapun posisi dan lokasi
pemotongan itu bisa dibagian bawah leher (Al-Halq) atau di bagian bawah leher
(labbah). Atau di situasi yang tidak memungkinkan dilakukannya penyembelihan
di leher, maka dilakukan penikaman dibagian mana saja dari tubuh hewan itu.
Dari penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan syarat penyembelihan
adalah:
1. Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah
keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya
halal menurut semua ulama.
2. Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher.
Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini
derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
3. Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher.
Sebagian ulama berpendapat bahwa sembelihannya halal. Ini merupakan
pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini.
6
potong ayam yang halal yang terdapat pada salah satu Rumah Potong Ayam
(RPA) milik PT Matahari Abadi Panganindo di Cakung, Jakarta Timur. Berikut
adalah langkah-langkah pemrosesan potong ayam halal secara otomatis:
1. Ayam-ayam yang masih hidup didatangkan dari peternak
2. Setelah ayam hidup tiba di RPA, setiap ekor ayam digantungkan di mesin
penggantung dengan cara terbalik.
3. Pada saat digantung, ayam kemudian dilakukan proses stunning
(penyetruman) hingga tak sadarkan diri menggunakan alat penyetrum
dengan daya 12 V dan 4 A. Ayam dikondisikan supaya tetap hidup.
4. Kemudian, proses itu dilanjutkan dengan penyembelihan. Karena ayam
dipotong secara halal, maka penyembelihan masih dilakukan secara
manual dengan memutus tiga saluran utama, yaitu pembuluh darah,
kerongkongan, dan esofagus. Setelah itu, jeroan ayam akan dikeluarkan.
Dalam RPA mesin adalah penggerak utama, namun soal sembelih-
menyembelih, tetap di tangan manusia. Bayangkan mesin yang bergerak cepat,
sementara penyembelih dituntut untuk selalu mengucap Basmallah setiap kali
menyayat leher hewan. Dengan demikian perlu keterampilan khusus agar sekali
sayatan di leher ayam sudah langsung memotong nadi leher, esofagus dan trakea.
Pembacaan Basmallah pun sempat menjadi pekerjaan rumah bagi MUI, pada
1985 silam. Awalnya tutur MUI pernah memfatwakan penggunaan kaset yang
akhirnya dicabut kembali sebab pada dasarnya mengucap basmallah harusnya si
penyembelih, bukan orang lain.
Akhirnya, MUI mengeluarkan fatwa lebih baik. Penyembelih yang akan
bekerja di RPA, selain seorang Muslim, ia harus sudah mendapat sertifikasi MUI.
Sebelum bertugas melakukan penyembelihan dengan cepat, si pemotong
diwajibkan berniat, membaca doa dan Basmallah.
7
hewan itu pingsan dan agar mudah untuk disembelih. Stunning secara
konvensional digunakan dalam industri perternakan untuk mencapai imobilisasi
dan membuat hewan pingsan sebelum disembelih (Murphy, 1987) Menjadi suatu
permasalahan pada saat proses stunning itu termasuk ke dalam bentuk penyiksaan
hewan ataukah tidak.
Bila kita tilik kembali lagi Surat Al-Maidah (5): Ayat 3. Allah Swt.
berfirman:
ُةBBَت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمآ اُ ِه َّل لِ َغي ِْر هّٰللا ِ بِ ٖه َو ْال ُم ْن َخنِقَةُ َو ْال َموْ قُوْ َذةُ َو ْال ُمتَ َر ِّدي
ْ ُح ِّر َم
.…َوالنَّ ِط ْي َحةُ َو َمآ اَ َك َل ال َّسبُ ُع اِاَّل َما َذ َّك ْيتُ ۗ ْم
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa binatang yang sekarat, apapun
sebabnya, baik karena tercekik, terpukul, jatuh, ditanduk, atau diterkam binatang
buas. Selama dia bisa disembelih dan mati karena disembelih maka statusnya
halal. Sehingga kecelakaan apapun yang menyebabkan binatang itu sekarat, harus
menyisakan hidup. Dalam arti, dia bisa bertahan hidup. Sehingga kita bisa
memastikan bahwa binatang ini mati karena kita sembelih, bukan mati karena
kecelakaan. Proses stunning membuat pingsan hewan sebelum disembelih
hukumnya berlaku sebagaimana ayat di atas. Selama stunning itu tidak
membunuh binatang, hanya pingsan, setelah disembelih secara syar’i, maka
statusnya halal. Tentunya binatang tersebut adalah binatang yang tidak
diharamkan oleh Allah Swt. untuk dikonsumsi.
8
1. Hewan yang berpotensi mati sebelum ritual pemotongan dilakukan,
ketika hewan menjadi sasaran teknik penyembelihan modern (pra -tawa
yang menakjubkan)
2. Teknik ini tidak disebutkan di mana pun dalam kitab suci agama
(misalnya pemingsanan sebelum penyembelihan, penyembelihan
mekanis)
3. Keyakinan bahwa teknik baru dapat mengurangi volume darah yang
hilang (misalnya pemingsanan sebelum penyembelihan, penyembelihan
mekanis)
4. Keraguan atas kemampuan teknik untuk memutuskan pembuluh darah
utama (misalnya penyembelihan mekanis)
5. Keyakinan bahwa beberapa teknik penyembelihan baru (misalnya
penyembelihan dengan preslaughter) adalah kejam. Komunitas Eblex
melaporkan bahwa beberapa Muslim percaya bahwa pemingsanan
menyakitkan bagi hewan (EBLEX, 2010)
6. Keyakinan bahwa beberapa teknik baru berdampak negatif pada
kualitas daging.
Mendengar : Penjelasan lisan dan kemudian disusul dengan tertulis (lampiran II)
dari Pimpinan PD Dharma Jaya tentang cara-cara penyembelihan hewan dengan
sistem mekanisasi pemigsanan yang menggambarkan :
9
wadajaain (dua urat nadi) hewan yang disembelih oleh juru sembelih
Islam, dengan terlebih dahulu membaca basmalah.
2) Bahwa hewan yang roboh dipingsankan di tempat penyembelihan apabila
tidak disembelih akan bangun sendiri lagi segar seperti semula
keadaannya, dan
3) Bahwa penyembelihan dengan sistem ini tidak mengurangi keluarnya
darah mengalir, bahkan akan lebih banyak dan lebih lancar sehingga
dagingnya lebih bersih.
Mengingat :
ِإ َّن قَوْ ًما يَْأتُونَا بِاللَّحْ ِم اَل نَ ْد ِري َأ ُذ ِك َر ا ْس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه َأ ْم اَل: صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َ َأ َّن قَوْ ًما قَالُوا لِلنَّبِ ِّي
ِديثِيBانُوا َحBB َو َك: ديثBBة الحBBا راويBBَ َي هَّللا ُ َع ْنهBض ْ َ قَال. ُ َس ُّموا َعلَ ْي ِه َأ ْنتُ ْم َو ُكلُوه: فَقَا َل،
ِ ت عَاِئ َشةَ َر
َع ْه ٍد بِ ْال ُك ْف ِر
“Bahwasanya ada suatu kaum yang berkata kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya ada satu kelompok
10
manusia yang datang kepada kami dengan membawa daging, kami
tidak tahu apakah disembelih atas nama Allah ataukah tidak? Maka
beliau menjawab: “Sebutlah nama Allah oleh kamu atasnya dan
makanlah”. Aisyah menjawab, “Mereka pada saat itu masih baru
meninggalkan kekufuran”. (H.R. Bukhori No. 5083) dalam (Masyhar,
2011).
Dari sabda Nabi Saw. di atas maka tidak mengapa apabila kita tidak
mengetahui kehalalan daging hasil sembelih tersebut dengan syarat membaca
Basmallah. Namun dengan catatan bahwa pada kasus tersebut adalah saat baru
meninggalkan kekufuran dalam artian masih sedang dalam tahap mengenal
Islam. Menjadi persoalan bagi kita yang telah mengetahui ilmu Islam untuk
mempertegas suatu keadaan dan menjauhi keragu-raguan karene memang sudah
mengenal ilmu Islam. Setidaknya ada usaha mempertanyakan lagi kehalalan
daging yang belum diketahui.
Sebagaimana hadist dari Nu’man bin Basyir RA. dari Nabi Saw. beliau
bersabda:
ت ُّ اس فَ َم ِن اتَّقَى
ِ بُهَاB الش ٌ َِإ َّن ْال َحالَ َل بَي ٌِّن َوِإ َّن ْال َح َرا َم بَي ٌِّن َوبَ ْينَهُ َما ُم ْشتَبِه
ِ َّي ٌر ِمنَ النBBِات الَ يَ ْعلَ ُمه َُّن َكث
وْ َل ْال ِح َمىBرْ عَى َحBBَالرَّا ِعى يBB َر ِام َكB َع فِى ْال َحBَت َوق ُّ َع فِىBَ ِه َو َم ْن َوقBض
ِ بُهَاBالش ِ ْ ِه َو ِعرBِا ْستَب َْرَأ لِ ِدين
ِ ك ِح ًمى َأالَ َوِإ َّن ِح َمى هَّللا ِ َم َح
ُار ُمه ٍ ِك َأ ْن يَرْ تَ َع فِي ِه َأالَ َوِإ َّن لِ ُكلِّ َمل
ُ يُو ِش
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas.
Di antara keduanya terdapat perkara syubhat (yang masih samar) yang
tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barang siapa yang menghindar
kan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya. Barang siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat,
maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada
pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan
yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah
larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara
yang diharamkan-Nya.” Hadist Riwayat Bukhori dan Muslim) disadur
dari buku tarjamah Bulughul Maram Bab Zuhud dan Wara’ dalam
(Hassan, 2003).
11
Musytabihat adalah segala sesuatu yang belum diketahui secara jelas
hukumnya, apakah termasuk halal atau termasuk haram. Mustabihat sifatnya nisbi,
artinya ketidakjelasan tersebut terjadi pada sebagian orang dan tidak pada semua
orang. Dengan demikian tidak ada satu pun sesuatu yang mustabihat secara
mutlak, di mana semua orang tidak mengetahui kejelasan hukumnya.
Halal, haram, dan syubhat melingkupi kehidupan manusia dari semua sisi
kehidupannya, bukan terbatas pada makan dan minum yang harus diperhatikan,
tetapi cara mendapatkan makanan dan minuman, bagaimana bertindak, bersikap
bahkan berpikir harus senantiasa mempertimbangkan haluan rambu yang ada
(Mahmud, 2017).
Syubhat merupakan wilayah atau jalur rawan. Karena itu, manusia dituntut
untuk selalu waspada agar tidak terjebak hingga menyebabkan celaka pada
dirinya. Syubhat merupakan jalur remang-remang yang memerlukan ketelitian dan
kejelian. Usaha mengurai syubhat adalah usaha yang membutuhkan ijtihad yang
sungguh-sungguh, upaya untuk menemukan dalil syariat, dan lain sebagainya
untuk memastikan apakah termasuk suatu yang halal atau haram. Demikian
rumitnya mengurai syubhat, sehingga dibutuhkan kekuatan, kesehatan, dan
ketepatan dalam berpikir, sebab tanpa dengan berpikir yang baik niscaya
seseorang akan sulit terhindar dari celaka yang disebabkan perkara syubhat.
Kegagalan dalam menanggapi perihal syubhat, akan mudah tergelincir pada
perkara yang haram, sedangkan pelaku haram mengakibatkan ancaman serius.
Sungguh beruntung jika status syubhat tersebut mengarah pada suatu yang halal,
tetapi jika suatu yang syubhat tersebut mengarah pada hal haram maka hal tersebut
tentu menjadi suatu hal yang bahaya bagi diri manusia.
12
mempengaruhi orang untuk memakan makanan halal. Dengan sampel konsumen
sebanyak 10 provinsi di bagian selatan Thailand. Ada beberapa indikatornya
yaitu seperti logo halal, agama, kesehatan, keamanan, dan lainnya. Hal yang
mengejutkan adalah hasil riset faktor kesehatan menjadi salah satu yang paling
tinggi. Dan diikuti dengan faktor lain seperti agama, pengolahan, komposisi, dan
lain sebagainya.
Meskipun komunitas Muslim sangat berbeda dalam interpretasi mereka
tentang beberapa persyaratan penyembelihan halal, secara umum disepakati
bahwa daging harus halal, persyaratan berikut harus dipenuhi (Quran 5:3;
(Regenstein, Chaudry, & Regenstein, 2003); (Masri, 2009); (Fuseini, Wotton,
Hadley, & Knowles, 2017); (MS1500, 2009); (MUI HAS, 2012); (Miele, 2016);
(HFA, 2014)):
1. Hewan tersebut harus sehat pada saat disembelih
2. Hewan tersebut harus merupakan spesies yang diterima untuk
penyembelihan halal
3. Alat penyembelihan (pisau) harus tajam dengan pembedahan, ini harus
memutuskan pembuluh darah utama untuk memastikan kehilangan
darah yang cepat dan cukup yang menyebabkan kematian. Waktu yang
cukup harus diberikan agar darah yang mengalir keluar dari bangkai
4. Orang yang mengeluarkan darah dari hewan haruslah seorang Muslim,
penyembelih diharuskan melafalkan nama Tuhan pada setiap hewan
sebelum atau selama pemotongan leher. Selama penyembelihan halal,
selain penyembelih adalah seorang Muslim, ia diharapkan telah
mencapai usia kebijaksanaan dan harus waras.
Berikut adalah manfaat ketika mengonsumsi makanan yang halal dari segi
kesehatan:
1. Higienis,
2. Pemotongan vena jugularis meningkatkan efisiensi perdarahan hewan,
dan dengan demikian mencegah kerusakan mikrobiologis pada karkas,
3. Makanan halal bebas zat berbahaya,
4. Terhindar dari penyakit.
Adapun manfaatnya dari segi agama adalah sebagai berikut:
13
1. Menjaga akhlak,
2. Menjaga kekhusyukan shalat,
3. Mendatangkan rezeki,
4. Menjaga hati dan akal,
5. Mendapatkan ridha Allah Swt.
Penjelasan di atas juga dilandasi oleh sabda Nabi Saw. beliau bersabda:
أال وهي القلب، وإذا فسدت فسد الجسد كله،وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله
أال وهي،د كلهBBد الجسBBدت فسBB وإذا فس،هBBد كلBBلح الجسBBلحت صBBوإن في الجسد مضغة إذا ص
القلب
14
Kehatian-hatian akan memakan makanan yang haram berimbas pada tubuh
kita, bila dilihat dari redaksi hadist segumpal daging berasal dari makan makanan,
dan tubuh itu berasal dari sekumpulan gumpalan daging. Apabila kita memakan
makanan yang haram maka secara tidak langsung kita mengkonstruksi tubuh kita
menjadi rusak. Namun, bisa diartikan juga yang rusak adalah hati. Apabila
terbiasa melakukan hal yang haram maka iman seseorang itu akan sakit, sehingga
cenderung menganggap hal haram itu adalah hal yang biasa dilakukan.
Banyak penelitian dilakukan tentang mengkonsumsi makanan atau minuman
yang diharamkan agama, berdampak buruk bagi kesehatan (Mahmud, 2017).
Dengan hasil penelitian yang demikian, seakan-akan Allah swt. melarang manusia
untuk tidak mengonsumsi barang-barang tertentu bukan hanya agar manusia
tunduk terhadap segala perintahNya, tetapi demi kebaikan manusia itu sendiri.
Maka dari, haruslah selalu disadari bahwa segala larangan Allah Swt. kembalinya
kepada diri manusia itu sendiri.
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
16
responden, institusi, jurusan. Dalam intrumen tertulis pertanyaan mengenai
pemahaman agama sebanyak 9 pertanyaan. Berikut adalah tabel mengenai
indikator soal kuesioner yang diberikan pada responden oleh peneliti.
17
dan tanggapan anda tentang mesin
pemotong ayam otomatis?
18
BAB IV
LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
19
20
21
4.2.1. Pemahaman Mahasiswa Muslim DPTE Tentang Hukum
Penyembelihan Hewan dalam Islam
Pada riset kecil ini kami menyebarkan angket mengenai “Pemahaman
Mahasiswa Muslim DPTE Tentang Hukum Islam dalam Penyembelihan Hewan”,
angket yang disebarkan berjumlah 44 angket dengan jumlah responden yang
menjawab hanya 43. Data tersebut dijadikan sebagai pembahasan penulisan
makalah ini.
Dari hasil angket pertanyaan yang disebar didapatkan data bahwa 43 dari 44
responden menjawab 97.7% menjawab mereka adalah konsumen daging ayam,
kemudian ketika ditanyakan mengenai pemahaman mereka mengenai hukum
penyembelihan hewan sesuai aturan Islam 95.3% dari 43 responden menjawab
memahami tentang hukum penyembelihan hewan sesuai dengan syariat.
Selanjutnya, tentang sikap penyembelihan haruslah sesuai dengan hukum Islam
ada 2.3% menjawab tidak setuju, kemudian ketika ditanyakan permasalahan
kehalalan daging ayam yang disembelih tidak sesuai syariat Islam 11.6%
menjawab tidak setuju bahwa daging yang tidak disembelih sesuai syariat menjadi
tidak halal.
22
penggunaan mesin pemotong ayam otomatis dengan alasan prosedur
pemotongannya sesuai dengan syariat. Sedangkan 8 responden menjawab tanpa
alasan.
Dari data yang didapat maka diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa
Muslim DPTE adalah konsumen daging ayam, sebagian besar juga mengetahui
tentang hukum Islam dalam penyembelihan hewan khususnya ayam sebagai
syarat halal untuk dikonsumsi, namun yang masih menjadi pertentangan adalah
pada penggunaan alat mekanis untuk menyembelih hewan. Pendapat tersebut
terbagi menjadi dua pendapat yang hasilnya hampir mencapai skala persentase
55.8% tidak setuju dan 44.2% setuju.
23
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Menurut Kamus Dewan dalam (Zain, 2019) kata penyembelihan berarti
perbuatan menyembelih/pemotongan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) kata penyembelihan adalah memotong atau menggorok leher.
Adapun dalam bahasa Arab penyembelihan terdapat beberapa kata sinonim
namun berbeda terminologinya di antaranya yaitu: Al-Zabhu, An-Nahru, dan
Al-’Aqru. Pengertian terminologi ketiganya dijelaskan dalam (Abduh, 2002)
disebutkan bahwa penyembelihan dibagi kepada tiga bagian yaitu:
Adapun dalam masalah pemotongan urat leher hewan yang ingin disembelih
terdapat perbedaan pendapat di kalangan mazhab-mazhab fikih, sesuai dengan
perbedaan tentang bagian yang wajib dipotong dalam penyembelihan tersebut.
Menurut Wahbah Zuhaili pada kitabnya Fiqh Islam Wa Adillatuhu dalam Rizaldi,
2017 menyebutkan bahwa menurut Mazhab Hanafi dan Maliki, penyembelihan
adalah memotong urat-urat kehidupan yang ada pada hewan itu, yaitu empat buah
urat tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat besar yang terletak di bagian
samping leher. Letak penyembelihan itu sendiri adalah di antara bagian bawah
leher, dengan tempat tumbuhnya jenggot yaitu tulang rahang bawah.
24
(labbah). Atau di situasi yang tidak memungkinkan dilakukannya penyembelihan
di leher, maka dilakukan penikaman dibagian mana saja dari tubuh hewan itu.
Semakin pesat perkembangan teknologi dan tuntutan pasar maka tidak bisa
dipungkiri, kebutuhan masyarakat akan konsumsi daging adalah bagian dari geliat
ekonomi sehari-hari. Bagi masyarakat Muslim, konsumsi daging di Indonesia
biasa terkait dengan pengelolaan sembelihan ayam, kambing dan sapi. Selain itu,
daging juga kerap diperlukan dalam usaha industri skala besar. Hal ini
menunjukkan prinsip sederhana ekonomi bahwa mesti ada banyak suplai, saat
demand atau kebutuhan meningkat. Penyediaan daging skala besar pada industri,
memerlukan prinsip efisiensi dalam pengolahan dan penyembelihan. Penggunaan
mesin pemotong otomatis adalah hal yang sangat dibutuhkan, manfaat yang
didapatkan juga begitu besar di mana dengan penggunaan alat dapat menghemat
tenaga, waktu, dan biaya.
25
manusia untuk tidak mengonsumsi barang-barang tertentu bukan hanya agar
manusia tunduk terhadap segala perintah-Nya, tetapi demi kabaikan manusia itu
sendiri. Maka dari, haruslah selalu disadari bahwa segala larangan Allah Swt.
kembalinya kepada diri manusia itu sendiri.
Demikian makalah ini kami susun. Terima kasih atas antusias dari pembaca
yang telah bersedia dan mau menelaah juga mengimplementasikan isi makalah
ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurang hubungan atau keterkaitannya dengan judul makalah ini.
Tim Penulis banyak berharap para pembaca agar memberikan saran dan kritik
konstruktif kepada Tim Penulis demi kesempurnaan makalah ini juga untuk
penulisan makalah di kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
Tim Penulis dan lebih khususnya juga para pembaca yang dirahmati Allah Swt.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Rizaldi, A. (2017). Hukum Mengonsumsi Janin Hewan Sembelihan (Studi
Komparatif Imam Abu Hanifah dan Imam Asy –Syafi`i. Skripsi UIN
SUSKA.
Zain, M. H. (2019). Praktik Penyembelihan Penjagal Ayam Ditinjau. Skripsi,
IAIN.
Murphy, B.D., Hasiak, R.J., and Sebranek, J.G. (1987). Effect of Antemortem
Electrical Stunning on Functional Properties of Turkey Muscle. Poultry
Science 67:1062-1068.
Ngafifi, M. (2014). Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam
Perspektif Sosial Budaya. Jurnal Pembangunan Pendidikan Vol. 2 (1), Hal.
33-47.
Rizaldi, Adi. (2017). Hukum Mengonsumsi Janin Hewan Sembelihan (Studi
Komparatif Imam Abu Hanifah dan Imam Asy –Syafi`i. Skripsi thesis,
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Zain, Mohammad Hilmy. (2019). Praktik Penyembelihan Penjagal Ayam Ditinjau
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Ngunut). Skripsi, IAIN
Tulungagung.
Al-Quran Al-Karim terjemah Kemenag. Tersedia di:
<https://quran.kemenag.go.id/sura/6/121>
Gumelar, Galih. CNN Indonesia. (2017). Menengok Prosek Pemotongan Ayam
Halal Secara Masal. Tersedia di:
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170617172702-92-222478/me
nengok-proses-pemotongan-ayam-halal-secara-massal>
Mahmud, Amir. (2017). Kajian Hadis tentang Halal, Haram, dan Syubhat. Jurnal
Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017.
Billah, Arif., Ahbabur, Md., Rohman., and Hossein, Md., Bin Tariq. (2020).
Factors Influencing Muslim and Non-Muslim Consumers’ Consumption
Behavior: A Case Study on Halal Food. Journal of Foodservice Business
Research Pages 324-349.
Abduh, M. (2002). Studi Perbandingan Konsep Pelaksanaan Penyembelihan
Binatang Ternak Sapi antara Rumah Sembelihan (Arbotoir) Gong
Medang dan Rumah Sembelihan (Tradisioanal) Dikampung Rawa Besut
Terengganu Menurut Hukum Islam. Skripsi UIN Suska.
28
Masyhar. (2011). Terjemah Shahih Bukhori. Jakarta: Almahira.
Hassan, A. (2003). Tarjamah Bulughul Maram. Bandung: CV. Diponegoro.
29