DISUSUN OLEH :
0041231516
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan
rahmat-Nya Karya Tulis Ilmiah berjudul “Kesiapsiagaan Masyarakat Kecamatan
Teluk Segara Kota Bengkulu dalam Menghadapi Bencana Tsunami.” dapat
diselesaikan sebagaimana mestinya.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun guna mengetahui seberapa jauh kesiapan
psikologis masyarakat jika sewaktu-waktu bencana yang tak diharapkan datang.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun oleh penulis dengan melalui berbagai rintangan,
baik itu dari luar maupun dari dalam diri penulis. Akan tetapi, berkat keikhlasan
dan kesabaran guru pembimbing, akhirnya proposal ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya doa,
dukungan, serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis
mengucapkan ribuan terima kasih kepada:
1. Allah SWT., karena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini dengan lancar.
2. Orang tua yang senantiasa memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
3. Bapak Sulhani, S. Pd. I selaku guru pembimbing yang telah membimbing,
memberikan doa serta dukungan, dan memberikan masukan hingga penulis
dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik.
4. Ibu Desmiyati, M.Pd selaku guru Karya Tulis Ilmiah yang telah
memberikan arahan.
5. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Semoga Allah SWT. senantiasa membalas kebaikan serta menjadi amal di
kemudian hari. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
kata sempurna dan perlu adanya pendalaman lebih lanjut. Oleh karenanya, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini yang akan dikaji lebih mendalam.
Penulis berharap Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Penulis
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
BAB I.......................................................................................................................................6
PENDAHULUAN...................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................9
KAJIAN PUSTAKA................................................................................................................9
BAB III..................................................................................................................................25
METODE PENELITIAN.......................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Bencana
2.1.1 Pengertian Bencana
Bencana adalah terjadinya kerusakan pada pola pola kehidupan normal,
bersipat merugikan kehidupan manusia, struktur sosial serta munculnya
kebutuhan masyarakat. Bencana dapat terjadi melalui suatu proses yang panjang
atau situasi tertentu dalam waktu yang sangat cepat tanpa adanya tanda-tanda.
Bencana sering menimbulkan kepanikan masyarakat dan menyebabkan
penderitaan dan kesedihan yang berkepanjangan, seperti: luka, kematian, tekanan
ekonomi akibat hilangnya usaha atau pekerjaan dan kekayaan harta benda,
kehilangan anggota keluarga serta kerusakan infrastruktur dan lingkungan (Heru
Sri Haryanto, 2001:35).
Bencana merupakan kejadian yang luar biasa, diluar kemampuan normal
seseorang menghadapinya, menakutkan dan juga mengancam keselamatan jiwa.
Akibat dari bencana ini ialah berbagai bangunan penting hancur, korban jiwa
berjatuhan serta berpengaruh pada kondisi psikologis dari mereka yang terkena
bencana. Bencana sering menimbulkan kepanikan masyarakat dan menyebabkan
penderitaan dan kesedihan yang berkepanjangan, seperti: luka, kematian, tekanan
ekonomi akibat hilangnya usaha atau pekerjaan dan kekayaan harta benda,
kehilangan anggota keluarga serta kerusakan infrastruktur dan lingkungan (Nani
Nurochman, 2007:3).
Bencana adalah keadaan yang menggangu kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang disebabkan oleh gejala alam atau perbuatan manusia (Deni
Hidayati, 2005-65). Roestam Sjarief menyebut bahwa bencana merupakan
gangguan atau kekacauan pada pola norma kehidupan. Gangguan atau kekacauan
biasanya terjadi dengan cara tiba-tiba dan tak disangka (Roestam Syarif, 2009:10)
Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, bencana
merupakan peristiwa yang dapat menganggu keberlangsungan hidup yang ada di
bumi, baik itu disebabkan faktor alam, non-alam, maupun manusia. Sehingga
dapat menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
gangguan psikologis.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, dikenal pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana.
a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
b. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
c. Bencana Non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
d. Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
e. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
f. Kegiatan Pencegahan Bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman
bencana.
g. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.
h. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera
mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada
suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
i. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
j. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
k. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar
semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca
bencana.
l. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
m. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana.
n. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi
kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi
kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
o. Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi
masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan
melakukan upaya rehabilitasi.
p. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
q. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian,
luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
r. Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan bantuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat.
s. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang
diberi tugas untuk menanggulangi bencana.
t. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa
keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai
akibat dampak buruk bencana.
u. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau
meninggal dunia akibat bencana.
2.1.2 Jenis Bencana Alam
Bencana alam seringkali terjadi secara tiba-tiba dan merenggut korban
dalam jumlah besar. Untuk mengetahui cara penanganan bencana alam, terlebih
dahulu kita harus mengetahui jenis-jenis bencana alam yang dapat terjadi. Dari
buku panduan Bakornas PB, (2006:3-4) menyebutkan bahwa jenis-jenis bencana
alam diantaranya adalah:
a. Gempa bumi yang merupakan peristiwa pelepasan energi yang
menyebabkan pergeseran pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba,
penyebabnya antara lain: proses tektonik akibat pergeseran kulit/lempeng
bumi, aktivitas sesar dipermukaan bumi, pergerakan geopormologi secara
lokal, contohnya terjadi runtuhan tanah, aktivitas gunung api, ledakan
nuklir.
b. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang di kenal
dengan istilah ”erupsi”. Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan
panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami,
dan banjir lahar.
c. Tsunami. Tsunami adalah rangkaian gelombang laut dengan periode
panjang yang ditimbulkan oleh ganguan impluisif dari dasar laut. Tsunami
dapat disebabkan oleh gempa bumi diikuti dengan dislokasi/perpindahan
masa tanah/batuan yang sangat besar di bawah air laut/danau, tanah longsor
di dalam laut, letusan gunung api di bawah laut atau gunung api pulau.
Kecepatan tsunami sekitar 25-100 km/jam di dekat pantai, bahkan hingga
lebih 800 km/jam di laut dalam, ketinggian air tsunami bisa mencapai 5-40
meter.
d. Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa
batuan, bahan rombakan, tanah atau material campuran bergerak ke bawah
atau ke luar lereng akibat terganggunya kesetabilan tanah atau batuan
penyusun lereng.
e. Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal,
sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada
lahan rendah di sisi sungai. Curahan hujan dengan intensitas tinggi
merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir.
f. Kekeringan adalah hubungangan antara kesediaan air yang jauh di bawah
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.
g. Angin topan atau Badai merupakan pusaran angin kencang dengan
kecepatan angin 120 km/jam atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis
di antara garis balik utara dan selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat
dekat dengan khatulistiwa.
Selain itu, Menurut Kodoatie dan Sjarief (2009:65) Bencana yang
menumbulkan dan kerugian umat manusia, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Geologi (gempa bumi, tsunami, tanah longsor, gerakan tanah),
b. Hidro Meteorologi ( banjir, topan, banjir bandang dan kekeringan),
c. Biologi (epidemi, penyakit tanaman, hewan),
d. Teknologi ( kecelakaan trasportasi, industri),
e. Lingkungan (kebakaran, kebakaran hutan, penggundulan hutan),
f. Sosial (konflik dan terorisme).
2.1.4 Penanggulangan
Penanggulangan bencana alam atau mitigasi merupakan upaya
berkelanjutan demi mengurangi dampak bencana terhadap manusia juga harta
benda. Perbedaan tingkat bencana yang dapat merusak dapat diatasi dengan
menggerakan rangkaian mitigasi yang berbeda sesuai dengan sifat bencana alam
yang terjadi. Persiapan menghadapi bencana alam termasuk semua aktivitas yang
dilakukan sebelum terdeteksinya tanda-tanda bencana agar dapat memanfaatkan
pemakaian sumber daya alam yang tersedia, meminta bantuan, serta rencana
rehabilitasi. Kesiapan menghadapi bencana alam dimulai dari level sederhana
seperti masyarakat lokal. Jika sumber daya lokal kurang mencukupi, maka
wilayah tersebut bisa meminta bantuan ke tingkat pemerintahan yang lebih tinggi.
MASALAH SOLUSI
HASIL
Demikian pula ungkapan ibu Herna (50 tahun), warga kelurahan Berkas
pada saat yang sama, mengungkapkan:
“...aku dak pernah tau adonyo kegiatan pelatihan atau jugo
sosialisasi...”
Ibu Lusi (51 tahun), warga kelurahan Pasar Baru, saat wawancara pada
hari Senin, 15/11/2021 sekira pukul 17.00 Wib mengatakan:
“...sosialisasi memang ado..tapi idak merato warga yang diundang.
Ado keluargo yang dapek undangan, kami idak dapek undangan..”
Begitu juga dengan Ibu Indri (48 tahun), warga kelurahan Kebun Ros
ini pada saat wawancara hari Selasa, 16/11/2021 sekira pukul 9.45 Wib.
mengatakan:
“...tidak ada sosialisasi yang diselenggarakan paca gempa besar
terjadi.”
Berdasarkan hasil wawancara kepada delapan orang narasumber di atas,
dapat disimpulkan bahwa pelatihan mitigasi kebencanaan di kecamatan Teluk
Segara dilaksanakan hanya beberapa kali, tidak berkelanjutan, tidak melibatkan
dan menjangkau semua warga dalam kelurahan-kelurahan yang ada di
kecamatan Teluk Segara itu. Selain itu pula, pelatihan hanya dititikberatkan
pada mitigasi bencana Tsunami saja, sementara pelatihan mitigasi bencana
yang lainnya, seperti banjir, kebakaran belum dilaksanakan.
c. Jalur-jalur evakuasi
Tempat evakusi atau tempat aman pusat pengungsian warga ditandai
oleh adanya tanda-tanda atau marka-marka arah jalur tempat evakuasi yang
mudah terlihat dan terbaca oleh setiap orang. Selain kemampuan pemerintah
maupun oleh swadaya masyarakat dalam membangun tempat evakuasi, perlu
pula pengawasan dan pemeliharaan agar tetap berfungsi. Apabila tanda-tanda
tersebut rusak atau bahkan sampai hilang karena dirusak atau dicuri orang yang
tidak bertanggungjawab, maka akan menimbulkan kebingungan warga mencari
atau menemukan jalur ke arah tempat aman dari bencana. Terkait hal ini,
beberapa narasumber yang penulis wawancarai memberi keterangan sebagaia
berikut:
Pak Syamsidi Tanjung (57 tahun) sebagai tokoh masyarakat di
kelurahan Malabero pada saat wawancara hari Minggu, 14/11/2021 sekira
pukul 10.15 Wib. menuturkan:
“...rambu jalur evakuasi yang dipasang pemerintah sudah banyak yang
rusak...lampu-lampu penerang untuk menerangi jalan mengarah ke
tempat evakuasi jugo la idak lagi..ado la dak blampu mungkin dicilok
orang..ado jugo mungkin bohlamnyo putus..singgonyo gelap lah..kalo
tejadi lagi gempo apo tsunami..nanggung kito”
Bapak Ujang Mukhtar (60 tahun) warga kelurahan Malabero, saat
wawancara pada hari Senin, 15/11/2021 sekira pukul 16.10 Wib
mengatakan:memberikan penjelasan:
“...kalu di sekitar lingkungan aku ini tanda arah jalur evakuasi
ado..mengarah ke masjid agung dan lapangan merdeka. Lapangan
merdeka ketinggiannyo sampai 400 dpl..jarak dari bibir pantai sekitar
sekilo. Misalnyo tsunami jugo ombak yang sampai kesini la bekurang
kekuatannyo..”
Ibu Eka (51 tahun) warga kelurahan Malabero saat wawancara pada
hari Senin, 15/11/2021 sekira pukul 16.50 Wib mengatakan:
“...tanda jalur evakuasi di sekitar rumah idaknyo. Namun aku dapek
arahan kalu ado gempa atau bencana alam lainnyo dianjurkan lari ke
tempat yang lebih tinggi. Tapi kito kan idak pacak sekendak ke tempat
tinggi itu kalu idaknyo tando-tandonyo yang dipasang...iyooo.”
Demikian pula sebagaimana diutarakan ibu Salehati (55 tahun), warga
kelurahan Pasar Melintang pada saat wawancara pada hari Minggu, 14/11/2021
sekira pukul 14.25 Wib. menjelaskan:
“...di sekitar siko idak ado tando-tando jalur evakuasi..”
Ibu Matulian (54 tahun) warga kelurahan Pasar Melintang menyebut
jalur evakuasi ini ini saat wawancara pada hari Minggu, 14/11/2021 sekitar
pukul 15.25 Wib. ujarnya:
“...aku cuma tau kalu ado bencana kito ke air sebakul tempat
bekumpulnyo...”
Bapak Merdiansyah (55 tahun) menyinggung masalah jalur evakuasi ini
ketika penulis wawancarai pada hari Minggu, 14/11/2021 sekitar pukul 15.25
Wib. ujarnya:
“...aku tahu arah jalur evakuasi dan titik-titik tempat aman bekumpul.
Masalahnyo..banyak pulo wargo yang idak tau..kareno tando-tando
arah jalur evakuasi lah banyak yang hilang..ado jugo yang la dak
ketengokan lagi tulisannyo..sampai kini ko lum ado dibuek lagi yang
baru...apo diperbaiki..”
Ibu Lita (61 tahun) warga kelurahan Sumur Meleleh pada saat
wawancara pada hari Minggu, 14/11/2021 sekira pukul 16.15 Wib
mengatakan:
“...kalu masyarakat asli pesisir rato-rato lah tau kemano lari
nyelamatkan diri..tau tempat bekumpul..kareno mereka sering dilatih
dan sering ngalami langsung dampak gempo meski tando-tando jalur
arah evakuasi la idak ado lagi...”
Begitu juga dengan Ibu Indri (48 tahun), warga kelurahan Kebun Ros
ini pada saat wawancara hari Selasa, 16/11/2021 sekira pukul 9.45 Wib.
mengatakan:
“...di sekitar rumah warga tidak ada tanda-tanda atau rambu jalur
evakuasi. Yang ada hanya di jalan utama depan bank indonesia..”
Hasil mewawancarai beberapa narasumber yang bertempat tinggal di
masing-masing kelurahan di kecamatan Teluk Segara, dapat disimpulkan
bahwa tanda-tanda atau rambu-rambu yang memberi petunjuk arah jalan
menuju ke tempat evakuasi apabila terjadi bencana alam tsunami, gelombang
tinggi, dan yang lainnya, banyak yang hilang, rusak, tulisan pudar. Tidak
semua tempat di masing-masing kelurahan terpasang rambu-rambu jalur
evakuasi, kalaupun ada tidak mudah terlihat, kecuali di pinggir-pinggir jalan
utama.
d. Fasilitas yang tersedia di kelurahan
Fasilitas diperlukan oleh warga pada saat ada kejadian luar biasa yang
tidak mampu ditanggulangi sendiri karena sifat dan jenis fasilitas itu bersifat
tidak umum. Di dalam menghadapi bencana, fasilitas kerap difungsikan untuk
melindungi, membantu dan meminimalisir resiko yang ditimbulkan. Dalam
penanganan kebencanaan yang sedang terjadi, fasilitas sering sekali tidak
mencukupi atau sering juga belum tersedia. Untuk mengetahui fasilitas-fasilitas
apa saja yang ada tersedia di setiap kelurahan di wilayah Kecamatan Teluk
Segara, penulis mewawancarai beberapa orang narasumber yang merupakan
warga dari masing-masing kelurahan.
Pak Syamsidi Tanjung (57 tahun) sebagai tokoh masyarakat di
kelurahan Malabero pada saat wawancara hari Minggu, 14/11/2021 sekira
pukul 10.15 Wib. menuturkan:
“...belum sgalonyo tepenuhi..padahal bengkulu lebih dulu daripado
aceh tkenai bencana...bengkulu 2000 aceh 2004...kalu berupo sirine itu
alarm. Ado dipasang dekek rumah makan marola jugo di veiw
tower..itu jugo idak lamo umurnyo..banyak tangan jail..rusak
jadinyo..kalu di kelurahan..pecaknyo idak jugo ado..biasonyo ditangani
bpbd atau bnpb..”
Bapak Ujang Mukhtar (60 tahun) warga kelurahan Malabero, saat
wawancara pada hari Senin, 15/11/2021 sekira pukul 16.10 Wib mengatakan:
“...fasilitas itu ado kalu bencano lah terjadi. Tenda misalnyo, itu
urusan bnpb apo bpbd, perawatan kesehatan, cidera, biasonyo ke
posko kesehatan ke rumah sakit. Sirene peringatan dini dak
bepungsi..cak mano pulo misalnyo pak rt ditugasi menjago sirine itu
kalo awak la ceme duluan...pastila nyelamatkan diri dulu...sama ajo
kek kito ko..kelakla sirene ko..nyawo kluargo lebi penting...”
Hanya dua narasumber yang memberikan penjelasan terkait fasilitas.
Narasumber lain dari kelurahan-kelurahan agak bingung menjawab ketika
penulis mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan ketersediaan
fasilitas. Berdasarkan pengamatan penulis di kelurahan-kelurahan, fasilitas
berupa peralatan bantu untuk melakukan pertolongan pertama pada saat
bencana terjadi, memang tidak tersedia di kelurahan. Fasilitas tenda dan
sebagainya menjadi wewenang BNPB dan BPBD atau instansi-instansi lintas
sektoral yang bergerak melakukan penyelamatan.
e. Relawan
Relawan adalah orang yang secara tulus mau membantu orang lain
yang sedang berada dalam kesusahan atau sedang dalam musibah. Pada situasi
tertentu, misalnya terjadinya bencana alam, peran relawan sangat diperlukan
untuk membantu banyak hal kepada para korban yang terdampak bencana
alam: mengevakuasi warga ke tempat yang lebih aman, memfasilitasi
pengobatan dan perobatan ke bagian kesehatan, membantu menyelamatkan
harta-benda korban, dan lain sebagainya. Dalam hal bencana alam yang pernah
terjadi di Bengkulu pada tahun 2000 di mana kecamatan Teluk Segara
terdampak paling serius, peran relawan selain relawan profesional, peran
relawan kelurahan pun sangat membantu. Pak Syamsidi Tanjung (57 tahun)
sebagai tokoh masyarakat di kelurahan Malabero pada saat wawancara hari
Minggu, 14/11/2021 sekira pukul 10.15 Wib. menuturkan:
“....relawan penting sekali! Suka tidak suka! Kito idak pacak bepangku
tangan sajo sementarorakyat kitokalang kabut tkenai bencano. Apolagi
sayo ko posisinyo dianggap tokoh pado waktu itu...tokoh
masyarakat..jadi harus turun membantu semampu kito, sesuai arahan,
sesuai prosedur sewaktu pelatihan tanggap bencana yang pernah sayo
ikuti.Tetanggo yanag idak knai bencana, meski panik, ikut memberikan
pertolongan. Banyak relawan dikerahkan pemerintah pemerintah untuk
mensosialisasikan tsunami dan gempa bumi...”
Demikian pula sebagaimana diutarakan ibu Salehati (55 tahun), warga
kelurahan Pasar Melintang pada saat wawancara pada hari Minggu, 14/11/2021
sekira pukul 14.25 Wib. menjelaskan:
“...memang dampaknyo dak sbrapo ke kami ini. Tapi selaku orang yang
pernah ngikutpelatihan penanggulangan bencana, yo..tepanggilah
untuk nolong wargo yang tkenai musibah itu...kito turun bantu
semampu kito. Kito terapke apo-apo yang pernah kito pelajari sewaktu
pelatihan dulu. Memang kerno panik tadi idak sgalonyo bejalan
normal. Namonyo jugo bencana alam sebesak itu..macam-macam
perasaan ni..”
Ibu Lita (61 tahun) warga kelurahan Sumur Meleleh pada saat
wawancara pada hari Minggu, 14/11/2021 sekira pukul 16.15 Wib
menceritakan pengalamannya:
“...saya aktif waktu itu sebagai relawan yang ada di BPBD. Wilayah
cakupan tugas luas meliputi beberapa kelurahan. Namun yang saya
utamakan terlebih dahulu keselamatan keluarga sendiri dan
memposisikan diri saya pada keadaan yang aman lalu kemudian baru
memutuskan memberikan bantuan pertolongan kepada warga
terdampak. Kita tidak boleh emosional. Karena di lapangan tingkat
emosi sangat tinggi dan rentan...”
Bapak Ujang Mukhtar (60 tahun) warga kelurahan Malabero, saat
wawancara pada hari Senin, 15/11/2021 sekira pukul 16.10 Wib
mengatakan:memberikan penjelasan:
“relawan bnpb ado di setiap kelurahan. Mereka tu membantu
mensosialisasikan mengenai bencana dan sekaligus simulasi...”
f. Kecemasan
Kecemasan merupakan gejala psikologis yang dialami seseorang pada
waktu tertentu di dalam kehidupannya karena seseorang itu menjadi merasa
tertekan sebagai akibat dari kejadian buruk yang timbul dan yang dirasakan.
Kecemasan akibat bencana alam bisa berupa merasa mual dan muntah-muntah,
gemetar, tegang, ketakutan sehingga menyebabkan tekanan jantung atau
tekanan darah tinggi, suka marah akibat emosi tidak stabil. Bagaimana tingkat
kecemasan penduduk warga kelurahan di dalam wilayah kecamatan Teluk
Segara pada saat terjadinya bencana? Beberapa narasumber yang penulis
wawancarai mengisahkan pengalamannya.
Pak Syamsidi Tanjung (57 tahun) sebagai tokoh masyarakat di
kelurahan Malabero pada saat wawancara hari Minggu, 14/11/2021 sekira
pukul 10.15 Wib. menuturkan:
“...taun duo ribu tu gempo mencapai 7,9 sr. Kejadiannyo malam ari.
Anak-anak masih kecik. Listrik idak mati atau memang belum sempat
dimatikan..untunglah! tapi dengan getaran sekuat itu bukan main
paniknyo kami. Aku, ibunyo, cepat nyelamatke anak-anak..kami
gendong ke luar..lari sekueknyo ke arah gedung daerah tu..kan daerah
itu agak tinggi...setiap melangkah teduduk...nak melangkah lagi
teduduk lagi. Jalanan ni cak digoyang-goyang. Nah..samo kalu kito
naik jembatan ayun diayun-ayunke pulo....yang kami takutke kalu
disusul tsunami..mujurlah idak ado. Swaktu aku tengok
besoknyo..alhamdulillah..rumah idak ngapo-ngapo..mungkin kerno
bangunan rumah di ate struktur pasir jadi idak patah apo retak..”
Bapak Ujang Mukhtar (60 tahun) warga kelurahan Malabero, saat
wawancara pada hari Senin, 15/11/2021 sekira pukul 16.10 Wib
mengatakan:memberikan penjelasan:
“...idak ado lagi yang aku pikirke..kelaklah reto tu...yang penting
keluargo dan nyawo..cubolah nak lari bae susah..jalanan tu pecak
begelombang..malam pulo..tiap melangkah selangkah
sempoyongan..tanah yang kito injak ni raso-rasonyo ngikut
tebenam..mujurlah cuma 2-3 menit...tapi kekuatan 7,9 sr tu idak maen-
maen...bini ku sampe muntah-muntah...idak pacak saling tolong..cari
selamat masing-masing..suaro-suaro ni bukan
maen...jejeritan...beserak senggonyo tobo-tobo ko ado yang kearah
mano..ado yang arah ke macam-macamlah..”
Demikian pula sebagaimana diutarakan ibu Salehati (55 tahun), warga
kelurahan Pasar Melintang pada saat wawancara pada hari Minggu, 14/11/2021
sekira pukul 14.25 Wib. mengisahkan:
“...ooii..takut jugo ceme jugo. Getarannyo keras nian. Malem pulo.
Kaco-kaco rumah ni begetar pecak dinding tu di gerak-
gerake...bayengke 7,9..pas ndak keluar pintu ne macet pulo
kuncinyo..dak biso dibuka...akibat panik tadi..rupo-ruponya sala mutar
kunci..lah di luar kami skluargo idak berani masuk-masuk lagi kalu
klak ado gempo susulan...kami negake tenda bae besamo-samo kawan
ado jugo kawan kito etnis tionghoa...”
Ibu Matulian (54 tahun) warga kelurahan Pasar Melintang ini saat
wawancara pada hari Minggu, 14/11/2021 sekitar pukul 15.25 Wib.
menceritakan pengalamannya:
“...masih..masih ingat! Yang 7,9 tu taun duo ribu. Kami lah tiduk galo.
Tebangun kareno lantai ni begoyang-goyang..kaco-kaco rumah ni
begetar. Kami sadar iko gempo besak...idak pikir panjang kami
melompat dari tempat tiduk..pas kaki ni nyampai lantai kami
teduduk...lantai pecak begelombang. Bangun lagi ke ruang tengah. Laki
ku cepat buka pintu. Anak kami gendong. Lari bae sepacaknyo ke mano
idak tau...di luar samo sajo tetanggo-tetanggo jugo belarian dak
keruan...”
Ibu Tati (51 tahun) warga kelurahan Berkas saat wawancara pada hari
Senin, 15/11/2021 sekira pukul 16.10 Wib mengisahkan:
“...anak aku masih kecik waktu itu..aku ketakutan, putus asa,
panik...cubolah kejadiannyo malem ari..listrik tibo-tibo mati.
Gemponya besak nian katonyo 7,9. Lantai rumah ni pecak dihentak
diayunkan...aku dengan anakku yang masih kecik dak sempet
keluar..aku cuma biso belindung di bawah meja makan bae sampe mato
ari nimbul paginyo...”
Nenek Siti (65 tahun) penduduk warga kelurahan Bajak yang penulis
wawancarai pada hari Sabtu, 13/11/2021 sekitar pukul 10.20 Wib.
mengisahkan:
“...aku panik nian..panik..takut...rumah ni rasonyo nak ambruk. Aku
sampai mual-mual oleh goncangannyo...”
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber dapat
disimpulkan bahwa pada saat gempa bumi tahun 2000 warga di setiap
kelurahan dalam wilayah kecamatan Teluk Segara merasakan kepanikan.
Kepanikan yang dialami kaum perempuan dewasa lebih tinggi dibanding kaum
laki-laki dewasa. Beberapa responden perempuan dewasa mengalami mual dan
muntah dan trauma. Sedangkan responden laki-laki dewasa lebih dapat
mengontrol emosi.
4.2 Pembahasan
Pengetahuan kebencanaan dapat diperoleh melalui pelatihan dan melalui
kegiatan sosialisasi. Mengedukasi merupakan salah satu cara yang tepat untuk
mempersiapkan komunitas dalam menghadapi bencana. Mengedukasi warga,
secara informal, dapat dijalankan melalui pelatihan dan sosialisasi sebagaimana
diutarakan di atas. Akan tetapi, pelatihan maupun sosialisasi yang dilaksanakan
terputus-putus dalam durasi waktu yang lama atau dengan kata lain tidak
berkesinambungan, akan menciptakan situasi yang kurang menguntungkan,
seperti hilangnya sifat tanggap dan berkurangnya kemampuan dalam menjalankan
tugasnya pada saat bencana sesungguhnya terjadi. Pentingnya pelatihan dan
sosialisasi ini menurut Ahayalimudin, untuk memperkuat kemampuan personal
dan memastikan kesiapan personal dalam menghadapi bencana. Gambaran yang
diperoleh di kecamatan Teluk Segara terkait pelatihan dan sosialisasi ini belum
sepenuhnya seperti yang diharapkan. Pelatihan dan sosialisasi yang terputus-putus
berdampak tidak baik bagi kesiapsiagaan warga dalam menghadapi bencana yang
sesungguhnya. Demikian pula apabila pelatihan dan sosialisasi hanya terpusat
kepada satu macam bencana seperti Tsunami saja, justru akan membingungkan
warga karena cara penanganan kebencanaan berbeda-beda, meskipun sifatnya
sama yaitu kerusakan harta benda sampai kehilangan nyawa.
Mengurangi resiko bencana dimulai dari cara bersikap para warga terhadap
bencana itu sendiri. Sikap dan perilaku positif dalam menghadapi bencana yang
sesungguhnya merupakan cermin dari keberhasilan pelaksanaan pelatihan dan
sosialisasi. Praktik-praktik di lapangan dapat diejawantahkan dalam menghadapi
bencana yang sesungguhnya. Meskipun warga di kelurahan-kelurahan dalam
kecamatan Teluk Segara telah mengalami perubahan perilaku, namun pada saat
kejadian gempa tahun 2007, warga masih panik. Terutama warga yang
berdomisili dekat dengan pantai, seperti warga kelurahan Malabero dan kelurahan
Pasar Baru. Bagi warga yang jauh dari bibir pantai, seperti warga kelurahan
Kebun Ros dan Kelurahan Bajak, tidak begitu panik sepanjang gempa yang terjadi
tidak menimbulkan gelombang tsunami. Hal ini disebabkan materi pelatihan dan
sosialisasi yang diberikan berbeda-beda oleh masing-masing dinas/instansi
maupun relawan yang menyelenggarakan pelatihan dan sosialisasi.
Salah satu indikator menentukan kesiapsiagaan terhadap kebencanaan yang
ada di sebuah wilayah antara lain ketersediaan media informasi yang memberi
petunjuk, arah, tujuan harus ke mana masyarakat mengungsikan diri untuk
sementara di tempat-tempat aman dari bencana. Media itu disebut rambu-rambu
arah jalur evakuasi. Panel rambu-rambu itu harus dipasang di tempat-tempat yang
strategis dan tepat dan mudah terlihat dan dibaca masyarakat. Tak terkecuali
pemasangannya di wilayah kelurahan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh
dari warga masing-masing kelurahan di kecamatan Teluk Segara diperkuat dari
hasil pengamatan penulis di lokasi, memang membenarkan bahwa panel rambu-
rambu jalur evakuasi banyak yang tidak terlihat lagi. Kemungkinannya hilang
dicuri. Panel rambu-rambu yang masih berdiri, tulisannya sudah pudar bahkan ada
yang sudah terkelupas.
Fasilitas untuk mendukung pemberian pertolongan pada saat bencana alam
terjadi merupakan wewenang instansi yang memang ditugasi seperti BPNB dan
BPBD serta instansi lintas sektoral yang masing-masing dibebani tugas dan
tanggungjawab dalam menangani kebencanaan. Kelurahan hanya merupakan
mitra bagi instansi-instansi tersebut. Pihak kelurahan akan berkoordinasi dan
bertugas memberikan informasi terkait warganya yang terdampak dan butuh
pertolongan menyeluruh. Fasilitas berupa tempat evakuasi bisa saja berada jauh
dari kelurahan terdampak bencana. Demikian pula fasilitas kesehatan hingga
pengobatan akibat trauma dimana biasanya terletak di tempat-tempat khusus yang
tidak terkena bencana alam. Disinilah peran relawan profesional dibutuhkan.
Relawan sebagai ujung tombak dalam mengelola keselamatan warga
masyarakat setiap saat siaga bencana. Petugas sekaligus relawan di BNPB
maupun di BPBD bersiaga 24 jam penuh. Keberadaan relawan profesional amat
diperlukan dan ada di setiap kelurahan. Akan tetapi mengingat luasnya cakupan
wilayah yang harus diawasi, ditambah lagi macam bencana alam yang bisa terjadi
beragam macamnya; gempa bumi, banjir, kebakaran, tanah longsor, sampai
bencana kekeringan, maka jumlah relawan perlu diperbanyak. Relawan tingkat
kelurahan yang berasal dari tenaga sukarela masyarakat warga kelurahan harus
terus menerus dilatih berkesinambungan agar keahlian mereka lebih meningkat
dan secara mandiri mampu memberikan aksi dan solusi bila bencana terjadi.
Sebagian besar responden yang diwawancarai menyoroti perihal relawan ini.
Mereka berharap jika relawan yang ada bersikap profesional dan jumlahnya
mencukupi, setidaknya akan membantu warga tidak mengalami kepanikan, karena
warga merasa ada yang membimbing atau mengarahkan dan menenteramkan.
Pada umumnya kaum perempuan yang mudah sekali cemas, ketakutan, gelisah,
mudah putus asa, keberadaan relawan yang dapat memberikan nasihat,
menenteramkan, dan mendinginkan pikiran kacau, amat diperlukan.
Kepanikan yang timbul saat bencana terjadi diakibatkan oleh situasi yang
dianggap seseorang sangat tidak menentu dan tidak menguntungkan. Reaksi
secara psikologis tergambar dalam tingkat kecemasan, ketakutan, depresi, sampai
halusinasi. Reaksi secara psikologis setiap orang berbeda. Namun, reaksi
psikologis yang muncul dari kaum perempuan dewasa lebih kentara dibandingkan
kaum lelaki dewasa. Salah satu dasarnya adalah cara pengendalian emosi yang
tidak sama, cara memandang kejadian yang sedang terjadi dan langsung ia alami
dengan pesimis, seolah tidak ada jalan keluarnya. Maka, dalam kejadian bencana
misalnya gempa bumi atau bencana lainnya, kaum perempuan lebih banyak
mengalami perasaan mual bahkan sampai muntah. Trauma ringan sampai berat.
Berhalusinasi bahkan delusi. Bagi kaum lelaki, sifat-sifat agresifisme muncul
seketika, seperti gampang marah, mudah tersinggung, sukar diajak berbicara.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil dari penelitian di lapangan dimana pengambilan data dengan cara
mewawancarai responden dan melakukan pengamatan langsung terhadap
kondisi yang ada saat ini, kesimpulan yang dapat diambil:
1. Kesiapsiagaan masyarakat ditandai oleh adanya pelatihan dan sosialisasi
yang diselenggarakan pemerintah, dilakukan simultan baik pra maupun
pasca bencana. Adanya relawan profesional di setiap kelurahan yang siap
sedia memberikan bantuan. Tersedianya fasilitas yang memadai yang selalu
siap digunakan setiap waktu manakala bencana terjadi. Terpasangnya
rambu-rambu yang memberi petunjuk ke arah tempat evakuasi. Fakta di
lapangan menggambarkan bahwa fasilitas yang menandai taraf
kesiapsiagaan warga masyarakat dalam kecamatan Teluk Segara belum pada
taraf siaga. Hal ini dibuktikan dimana sebagian besar rambu-rambu tidak
berfungsi karena rusak bahkan hilang. Pelatihan maupun sosialisasi tidak
merata dan tidak berkesinambungan. Jumlah relawan profesional dari BNPB
dan BPBD maupun masyarakat kelurahan masih sangat terbatas.
2. Kecemasan warga masyarakat di kecamatan Teluk Segara tergolong tinggi.
Hal ini dibuktikan, khususnya pada perempuan, akibat bencana terjadi
mereka masih mengalami trauma. Pada kejadian bencana gempa, kaum
perempuan banyak yang merasa mual dan juga muntah-muntah. Peringatan
dini melalui bunyi sirine hanya membuat masyarakat waspada tidak sampai
kepada panik. Hal ini disebabkan fasilitas sirine tersebut lebih banyak tidak
berfungsi karena rusak sebab kurangnya perawatan dan akibat perbuatan
tangan-tangan jahil, walau ada bencana bunyi sirine tidak pernah terdengar.
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan:
1. Pemerintah Daerah
Mengingat indikator kesiapsiagaan masyarakat sangat kompleks, maka
pemerintah daerah hendaknya melakukan setidaknya:
a. Memperbanyak rambu jalur arah tempat evakuasi yang dipasang tidak
hanya di jalan-jalan utama melainkan juga dipasang di setiap jalan dalam
kelurahan.
b. Melengkapi setiap kelurahan dengan fasilitas untuk pertolongan pertama
pada saat bencana terjadi yang bersifat ringan dan tepat guna, sehingga
tidak harus menunggu dari BNPN atau pun BPBD.
c. Melatih secara terus menerus relawan kelurahan serta menambah jumlah
personil.
2. Kelurahan
Pihak kelurahan sebagai ujung tombak pemerintahan di wilayah kelurahan
hendaknya:
a. Mengajukan model pelatihan terpadu yang dilaksanakan berkelanjutan
bagi warga masyarakat kelurahan yang melibatkan laki-laki dan
perempuan dewasa.
b. Mengajukan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan operasional individu
relawan, seperti tanda pengenal khusus berupa rompi, baju dan celana,
sepatu, lampu senter dan yang dianggap memang diperlukan.
c. Memetakan jumlah bangunan rentan bencana serta tipografi wilayah.
d. Memetakan penduduk Lansia, anak-anak kecil serta wanita hamil sebagai
sasaran utama dalam penyelamatan jika bencan terjadi.
3. Relawan
Sebagai relawan di kelurahan, hendaknya:
a. Sukarela mau dan bersedia mengikuti pelatihan tanpa pamrih.
b. Membagi pengetahuannya kepada warga yang bukan relawan, sehingga
warga biasa sudah mempunyai bekal pengetahuan yang dapat diterapkan
ketika bencana terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedure Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Hidayati, Deni, 2005. Panduan Siaga Berbasis Masyarakat. Jakarta: LIPI Press.
Setiawan, 2021.
Sri, Heryanto Heru, 2001. Motivasi dan Kesehatan Mental. Surabaya: Jurnal
Anemia.
PEDOMAN WAWANCARA
1. Pelatihan dalam bentuk apa yang pernah Saudara ikuti dalam rangka
penanggulangan bencana alam tsunami?
2. Siapa penyelenggaranya? Dan berapa lama pelatihan yang diadakan?
3. Apakah pelatihan tersebut berkesinambungan?
4. Apa yang Saudara alami dan rasakan perubahan dalam diri Saudara, seperti
sikap dan perilaku setelah mengikuti pelatihan?
5. Pelatihan ini Saudara ikuti dengan keterpaksaan atau suka-rela?
6. Saudara bisa jelaskan, jalur-jalur evakuasi di kelurahan saudara jika bencana
tsunami terjadi?
7. Saudara bisa jelaskan, fasilitas yang aman di wilayah kelurahan saudara yang
dapat dijadikan tempat evakuasi jika bencana tsunami terjadi?
8. Apakah saudara termasuk relawan?
9. Berapa banyak relawan kelurahan yang siap bekerja jika terjadi bencana di
kelurahan ini?
10. Apakah relawan kelurahan (jika saudara tahu) juga aktif mengikuti pelatihan
penanggulangan bencana?