Anda di halaman 1dari 10

PEMERIKSAAN AKUNTANSI 1

Disusun Oleh :

Ni Putu Mila Febriyanti (2115644138)

KELAS 3F

JURUSAN AKUNTANSI

PROGRAM STUDI D4 AKUNTANSI MANAJERIAL

POLITEKNIK NEGERI BALI

BADUNG

2023
INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN,
KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI (KEMENDIKBUD)

A. Sejarah Berdiriya
Sejak tahun 1948, pengawasan pendidikan mulai dirintis dalam bentuk inspeksi-
inspeksi di pusat yang tugasnya melakukan pembinaan dan pengawasan teknis
pendidikan dan kebudayaan, selanjutnya pada tahun 1949 mulai dibentuk inspeksi
daerah. Tahun 1957 dibentuk inspeksi Taman Kanak-Kanak (TK), dan Sekolah Rakyat
(SR) di kabupaten, Inspeksi Wilayah TK/SD di Kecamatan, sementara di tingkat pusat
dan propinsi dibentuk inspeksi SMP, SMA, pendidikan kejuruan, pendidikan jasmani dan
inspeksi kebudayaan. Kemudian tahun 1966 Inspeksi Pusat Berubah Menjadi Direktorat
dan di Propinsi dibentuk Kantor Daerah.
Memasuki tahun 1968 perintisan menggunakan nama pengawasan dan pemeriksaan
mulai dilakukan, kala itu bernama Bagian Pengawasan dan Pemeriksaan yang kemudian
ditingkatkan menjadi Biro Pengawasan dan Pemeriksaan Administrasi (BPPA), yang
berada di bawah Sekretariat Jenderal. Akhirnya nama Inspektorat Jenderal Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) dikukuhkan berdasarkan keputusan
Mendikbud Nomor 037/1969 tanggal 27 Mei 1969.
Perkembangan selanjutnya, sejalan dengan dinamika pembangunan nasional, struktur
organisasi Itjen mengalami beberapa kali perubahan. Inspektorat Jenderal mengalami
pengembangan organisasi hingga memiliki 12 inspektur (eselon II). Perubahan-
perubahan tersebut tertuang dalam Keppres Nomor 44 dan 45 Tahun 1974, Keppres
Nomor 27 Tahun 1978, dan Keppres Nomor 15 Tahun 1984.
Seiring bergulirnya era reformasi dan kemudian disusul dengan terbitnya Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, paradigma pengelolaan
pendidikan berubah dari semula cenderung sentralistik menjadi desentralistis.
Konsekwensinya, kewenangan Itjen Depdiknas mengalami perubahan yang cukup
berarti. Jumlah Inspektur dirampingkan dari 12 menjadi 10, kemudian 8, dan selanjutnya
menjadi 6 inspektur. Sebagai tindak lanjutnya, diterbitkan Kepmendiknas Nomor
030/0/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Itjen Depdiknas. Keputusan ini
mengukuhkan struktur organisasi Itjen Depdiknas terdiri atas Sekretariat dan enam
Inspektorat.
Selanjutnya, berdasarkan surat Menteri Pendidikan Nasional Nomor
61/MPN/OT/2004 tentang Penataan Organisasi Itjen serta penataan tugas dalam rangka
efisiensi dan efektivitas serta mempersempit rentang kendali pelaksanaan tugas
pengawasan fungsional organisasi Itjen Depdiknas mengalami perubahan. Inspektorat I
s.d. VI yang semula pola bidang beralih menjadi pola wilayah.
Perampingan berikutnya Itjen Depdiknas hanya mempunyai 4 Inspektur (eselon II)
yang membawahi masing-masing 75 auditor. Hal tersebut tertuang dalam Permendiknas
Nomor 12 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Jenderal
Depdiknas.
Diberlakukannya Permendiknas Nomor 5 Tahun 2009 Inspektorat Jenderal
Depdiknas akhirnya menambah satu Inspektorat lagi yakni Inspektorat Investigasi. Hal
tersebut tertuang dalam Permendiknas Nomor 65 Tahun 2008 tentang perubahan Atas
Permendiknas Nomor 12 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat
Jenderal Depdiknas. Sementara rincian tugas Unit Kerja di Lingkungan Itjen Depdiknas
diatur dalam Permendiknas Nomor 5 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Permendiknas
Nomor 20 Tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Itjen Depdiknas.
Kini, sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi Tata
Kerja Kemendikbudristek, nama resminya adalah Inspektorat Jenderal
Kemendikbudristek.

B. Struktur Organisasi

Inspektur Jendral
KEMENDIKBUD

Sekretaris Inspektur Inspektur Inspektur Inspektur Inspektur


Inspektorat Jendral Insvestigasi I II III IV

KABAG Pengolahan KABAG Bagian


Laporan Pengawasan Tata Usaha

C. Tugas Pokok dan Fungsi


• Tugas Pokok
Inspektorat Jenderal Kemendikbud adalah Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah (APIP) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tugas
Inspektorat Jenderal adalah melakukan pengawasan internal di lingkungan
Kemendikbud,

• Fungsi
1. Penyusunan kebijakan teknis pengawasan intern di lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan;
2. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, review, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya;
3. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan menteri;
4. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan;
5. Pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal;
6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh menteri.
KPK
(KOMISI PEMBERTASAN KORUPSI)

A. Sejarah Berdirinya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk pada tahun 2002 di saat tampuk
kekuasaan negara dipegang oleh Presiden Megawati Soekarno Putri. Pada saat itu,
kejaksaan dan kepolisian dianggap terlalu kotor, sehingga tidak efektif dalam melakukan
penegakan hukum pemberantasan korupsi. KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih
tugas pemberantasan korupsi dari lembaga hukum yang ada sebelumnya. KPK sebagai
stimulus upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Cikal bakal KPK bermula pada masa reformasi tahun 1999, lahir UU Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN serta UU
Nomor 31 Tahun 1999.Kemudian pada 2001 akhirnya lahir UU No 20 Tahun 2001
sebagai pengganti sekaligus pelengkap UU Nomor 31 Tahun 1999. Dengan UU Nomor
20 Tahun 2001, KPK pun terbentuk.
Jauh sebelum KPK benar-benar dibentuk, ide akan adanya lembaga khusus yang
melakukan pemberantasan korupsi sudah muncul di awal reformasi, saat tampuk
kekuasaan dipegang oleh Presiden BJ Habibie. Hal itu ditandai dengan lahirnya UU No.
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN. Selain
itu, juga dibentuk sejumlah komisi atau badan, seperti KPKPN, KPPU dan/atau lembaga
Ombudsman.
Saat tampuk kekuasaan dipegang oleh Presiden Abdurrahman Wahid, juga sebuah
tim gabungan yang dipimpin oleh Hakim Agung Andi Andojo yang bernama “Tim
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” (TGPTPK). Sayangnya, tim ini bubar
setelah judicial review di Mahkamah Agung. Di saat yang bersamaan, korupsi semakin
mekar, tumbuh bak jamur di musim huja yang membutuhkan upya serius untuk
memberantasnya. Berdasarkan hal tersebut, lahirlah UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang menjadi dasar berdirinya
KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia atau biasa disingkat KPK, adalah
lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.KPK di Indonesia bertugas sebagai
pencegah dan pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dalam
melaksanakan tugasnya. KPK didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Tahun 2002.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi amanat melakukan pemberantasan
korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga
negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari
lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran
KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar
upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi
lebih efektif dan efisien.
Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada enam asas, yaitu: kepastian
hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia. KPK bertanggung jawab kepada publik dan
menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.
KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua
merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Kelima pimpinan
KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal dari unsur pemerintahan dan unsur
masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih
kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK
bersifat kolektif kolegial.
Pimpinan KPK membawahkan lima bidang, yang terdiri atas: bidang Pendidikan dan
Peran Serta Masyarakat, bidang Pencegahan dan Monitoring, bidang Penindakan dan
Eksekusi, bidang Koordinasi dan Supervisi, serta bidang Informasi dan Data. Masing-
masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang Deputi. Pimpinan KPK juga membawahi
Inspektorat yang dipimpin oleh seorang Inspektur. KPK juga dibantu Sekretariat Jenderal
yang dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
Republik Indonesia, namun bertanggung jawab kepada pimpinan KPK.
Ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur sedemikian rupa sehingga
memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam aktivitas dan langkah-
langkah yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan operasional, KPK mengangkat
pegawai yang direkrut sesuai dengan kompetensi yang diperlukan.
Sepanjang perjalannya, UU KPK yang menjadi dasar berdirinya KPK terus
diupayakan untuk dilakukan perubahan oleh sejumlah pihak. Namun, upaya-upaya untuk
melakukan perubahan atau revisi terhadap UU KPK tersebut seringkali kandas karena
mendapat penolakan secara massif dari publik. Hingga pada akhirnya, di penghujung
2019, UU KPK direvisi melalui UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU
Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Revisi yang dilakukan pada 2019 tersebut meninggalkan sejumlah masalah. terjadi
pengabaian prinsip-prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
sehingga banyak pihak menilai bahwa revisi tersebut cacat secara formil karena
mengabaikan banyak ketentuan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP), sementara dari segi subtansi perubahan juga
dinilai melemahkan KPK dalam memberantas korupsi.
Sementara itu, dari segi waktu proses pembentukan, Perubahan UU KPK dilakukan
diwaktu yang tidak tepat dan penuh dengan penuh dengan intrik politik dan minim
partisipasi publik. Proses pembentukan dan pengesahan RUU Revisi menjadi UU
dilakukan disaat Hasil Pemilu 2019 telah diketahui. Pengesahan revisi tersebut dilakukan
hanya beberapa hari sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo untuk
periode pertama dan masa jabatan DPR periode 2014-2019. Padahal, di saat itu
penolakan terjadi secara besar-besaran dam peranan dan fungsi UU KPK sangat vital dan
strategis dalam upaya untuk memberantas korupsi.
B. Struktur Organisasi
SUSUNAN KEANGGOTAAN LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
No Nama Instansi/Lembaga Jabatan dalam Tim

1 Filri Bahuri Pimpinan KPK* Ketua Dewan Penasehat

2 Nawawi Pimpinan KPK* Anggota Dewan


Pomolango Penasehat

3 Alexander Pimpinan KPK* Anggota Dewan


Marwata Penasehat

4 Lili Pintauli Pimpinan KPK* Anggota Dewan


Siregar Penasehat

5 Nurul Ghufron Pimpinan KPK* Anggota Dewan


Penasehat

6 Wawan Wardiana Deputi Pendidikan dan Ketua Dewan Pengarah


Peranserta Masyarakat KPK*

7 Cahya H. Harefa Sekretaris Jenderal KPK* Anggota Dewan Pengarah

8 Prof. Arief Tokoh Pendidikan Anggota Dewan Pengarah


Rachman

9 Dian Novianthi Direktur Pendidikan dan Ketua LSP


Pelatihan Antikorupsi KPK*

10 Mita Koto Kasatgas Sertifikasi Direktorat Koordinator Harian LSP


Pendidikan dan Pelatihan
Antikorupsi KPK*

11 Sujanarko Direktur PJKAKI KPK Ketua Komite Etik

12 Sandri Justiana Fungsional Madya Direktorat Ketua Komite Skema


Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi Sekaligus
Antikorupsi KPK* Manager Bidang
Sertifikasi

13 Mohamad Rofie Fungsional Madya Direktorat Manajer Bidang


Hariyanto Pendidikan dan Pelatihan Administrasi & TI
Antikorupsi KPK* (Merangkap Kepala
TUK)
No Nama Instansi/Lembaga Jabatan dalam Tim

14 Rayhan Rusmil Fungsional Madya Direktorat Manajer Bidang Mutu,


Pendidikan dan Pelatihan Regulasi & Kerjasama
Antikorupsi KPK*

C. Tugas Pokok dan Fungsi


• Tugas Pokok
Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai
tugas-tugas sebagai mana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002
sebagai berikut:
1. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam melaksanakan tugas koordinasi
dengan instansi yang berwenang menaklukan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang;
a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
Tindak Pidana Korupsi.
b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
kepada instansi yang terkait
d. Melaksanakan dengan pendapat atau pertemuan instansi yang berwenang
melakukan Tindak Pidana Korupsi
e. Meminta laporan instansi terkait mengenaipencegahan Tindak Pidana
Korupsi
2. Melakukan super visi terhadap instansi yang berwenang melakukan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , instansi yang berwenang adalah badan
pemeriksa keuangan, badan pengawas keuangan dan pembangunan, komisi
pemeriksa kekayaan penyelenggaraan Negara, inspektorat dan departemen atau
lembaga pemerintah non departemen.
Dalam melaksanakan tugas super visi terhadap instansi yang berwenang melakukan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ialah Tindak Pidana Korupsi, yang
berwenang:
a. Melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi yang
menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan
tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan
public.
b. Mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana
korupsi yang sedang dilakikan oleh kepolisian atau kejaksaan
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana
Korupsi: dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
Tindak Pidana Korupsi, Komisi Tindak Pidana Korupsi berwenang mempunyai
tugas:
a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan
b. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang
bepergian keluar negri
c. Meminta keterangan kepada bank atau lemaga keuangan tentang keadaan
keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiks
d. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk
memblokir rekening yang diduga tersangka ataupun terdakwa
e. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada
instansi yang terkait
f. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan,
dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perijinan, lisensi serta
konsensi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang
diduga terbukti dengan adanya tindak pidana korupsi
g. Meminta bantuan kepada Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum
Negara lain untuk melakukan pencairan, penangkapan, dan penyitaan barang
bukti di luar negri
h. Meminta bantuan kepada polisi atau instansi lain yang terkait untuk
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan penyitaan, dalam
perkara Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan Tindak Pidana Korupsi. Dalam
melaksanakan tugas pencegahan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pemberantasan
Korupsi berwenang:
a. Melakukan pendaftaran, dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan
penyelenggaraan Negara
b. Menerima laporan dsn menetapkan status gratifikasi
c. Menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang
pendidikan
d. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan
tindak pidana korupsi
e. Melakukan kampanye anti Korupsi
f. Melakukan kerjasama bilateral atau multilateral dalam pelaksanaan Tindak
Pidana Korupsi
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah Negara dalam
melaksanakan tugas monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah Negara, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. Melakukan pengkajian terhadap system pengelola administrasi disemua
lembaga Negara dan pemerintah
b. Member saran kepada pimpinan lembaga Negara dan pemerintah untuk
melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian system pengelolaas
administrasi tersebut berpotensi korupsi
c. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, dewan perwakilan rakyat
Republik Indonesia, dan badan pemeriksa keuangan, jika saran Komisi
Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan
• Fungsi
Fungsi KPK (komisi pemberantasan korupsi) adalah melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi dan melakukan tindakan-tindakan dan pencegahan tindak
pidana korupsi serta melakukan penyelidikan, dalam penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi. KPK adalah lembaga Negara yang dibentuk dengan tujuan untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi. KPK bersifat indevenden dan bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Anda mungkin juga menyukai