Anda di halaman 1dari 7

NAMA : Azkiy Syifa’ Istighfarin

NIM : 40122009
Prodi : Profesi Apoteker (Kelas A)

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT


(Berdasarkan PerBPOM Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik)

(Credit By: Hash Micro)


Supply Chain Management merupakan pengelolaan suatu barang dan jasa yang
mencakup semua proses untuk mengubah bahan mentah menjadi produk siap pakai oleh
pelanggan melalui arus informasi, distribusi dan keuangan.
Seleksi, kualifikasi, persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan awal, beserta
pembelian dan penerimaannya, hendaklah didokumentasikan dan menjadi bagian dari
pengawasan sistem mutu suatu industri farmasi. Pengawasan yang dilakukan harus
memperhatikan resiko yang ditimbulkan oleh masing-masing bahan dengan
mempertimbangkan sumber pemasok, proses pembuatan, kompleksitas rantai pasokan dan
penggunaan akhir di mana bahan tersebut digunakan dalam produk obat. Bukti pendukung
untuk setiap persetujuan pemasok/bahan hendaklah disimpan. Personel yang terlibat dalam
kegiatan ini hendaklah memiliki pengetahuan terkini tentang pemasok, rantai pasokan, dan
risiko yang terkait. Jika memungkinkan, bahan awal hendaklah dibeli langsung dari pabrik
pembuat.
Seluruh penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan yang tersisa harus dicatat.
Catatan tersebut meliputi pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan,
tanggal pelulusan dan kadaluwarsa jika ada.
NAMA : Azkiy Syifa’ Istighfarin
NIM : 40122009
Prodi : Profesi Apoteker (Kelas A)

Untuk persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan aktif dan eksipien, diperlukan hal-
hal berikut:

a. Bahan Aktif
 Ketertelusuran rantai pasokan hendaklah ditetapkan dan risiko terkait, hendaklah
dinilai secara resmi dan diverifikasi berkala.
 Catatan rantai pasokan dan ketertelusuran untuk setiap bahan aktif (termasuk bahan
awal untuk pembuatan bahan aktif) hendaklah tersedia dan disimpan oleh pabrik
pembuat obat.
 Audit hendaklah dilakukan terhadap pabrik pembuat dan distributor bahan aktif
durasi waktu dan ruang lingkup yang tepat.
b. Eksipien
Eksipien dan pemasok eksipien hendaklah dikendalikan secara tepat
berdasarkan hasil penilaian risiko mutu yang resmi.

Audit dan Persetujuan Pemasok

 Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah bertanggung jawab


bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok bahan awal
dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
 Hendaklah dibuat daftar pemasok yang disetujui dan telah dikaji ulang untuk bahan
awal dan bahan pengemas.
 Hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam
daftar pemasok atau spesifikasi dengan mempertimbangkan riwayat pemasok dan
sifat bahan yang dipasok.
 Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara berkala.
NAMA : Azkiy Syifa’ Istighfarin
NIM : 40122009
Prodi : Profesi Apoteker (Kelas A)

REGULASI SERIALISASI DAN AGREGASI


Badan Pengawas Obat dan Makanan menyatakan bahwa masyarakat perlu dilindungi
dari obat dan makanan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan maka
untuk meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan yang komprehensif sebelum
dan selama obat dan makanan beredar, perlu didukung dengan sistem teknologi informasi
salah satunya diwujudkan dalam bentuk penerapan serialiasi 2D Barcode dalam sistem
pengawasan obat dan makanan.

Serialisasi 2D Barcode merupakan penetapan nomor seri unik untuk setiap unit yang
dapat terjual dari setiap produk resep yang terkait dengan informasi yang mencakup asal
produk, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, dimana produk harus didaftarkan agar langsung
tersambung dengan data dari regulator (BPOM). Penerapan 2D Barcode sebagaimana diatur
dalam Perka BPOM nomor 33 Tahun 2018 ini meliputi Obat dan Makanan yang diproduksi
dan diedarkan di dalam negeri dan/atau yang diimpor untuk diedarkan di wilayah Indonesia.
2D Barcode dapat dilakukan dengan metode otentifikasi dan identifikasi. 2D Barcode
dengan metode otentifikasi berlaku untuk Obat yang termasuk dalam golongan obat keras,
produk biologi, narkotika dan psikotropika. Sedangkan metode identifikasi berlaku untuk
obat yang termasuk dalam golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, obat tradisional,
suplemen kesehatan, kosmetika dan pangan olahan. 2D Barcode yang diterbitkan oleh Badan
POM berupa QR Code sedangkan 2D Barcode yang diterbitkan oleh Pelaku Usaha berupa
QR Code atau 2D Barcode yang dapat dibaca oleh Aplikasi Track and Trace Badan POM.
2D Barcode untuk Obat harus memuat informasi yang meliputi nomor
Izin Edar dan/atau nomor identitas produk yang berlaku secara internasional, nomor bets atau
kode produksi, tanggal kedaluwarsa dan nomor serialisasi.
NAMA : Azkiy Syifa’ Istighfarin
NIM : 40122009
Prodi : Profesi Apoteker (Kelas A)

- 2D Barcode Identifikasi

Pada Izin edar secara elektronik akan diterbitkan 2D Barcode yang terdiri dari
informasi: (90)XXXXXXXXXXXX(91)YYYYYY

Kode Informasi Jumlah karakter Formal data


(90)XXXXXXXXXXX (90) diikuti NIE Maksimal 16 Sesuai NIE produk
X produk (alfanumerik)
(91)YYYYYY (91) diikuti akhir Maksimal 6 YY-MM-DD
masa berlaku NIE (numerik) (Tahun-Bulan-
produk Tanggal)
2D barcode yang dicantumkan pada kemasan harus sesuai dengan 2D barcode yang
terdapat pada izin edar secara elektronik dan dapat dipindai BPOM Mobile

- 2D Barcode Otentifikasi

a. 2D Barcode otentifikasi dihasilkan aplikasi track and trace BPOM sesuai permintaan
Pelaku Usaha berupa informasi yang selanjutnya dapat diubah menjadi 2D Barcode.
b. Informasi minimal pada 2D Barcode sebagai berikut.
(90)XXXXXXXXXXXX(10)WWWWWW(17)VVVVVV(21)YYYYYYYYYYYYYYYY;
atau
(01)XXXXXXXXXXXX(10)WWWWWW(17)VVVVVV(21)YYYYYYYYYYYYYYYY.

Kode Informasi Jumlah Formal data


karakter
(90)XXXXXXXX (90) diikuti NIE Maksimal 16 Sesuai NIE produk
XXXX produk (alfanumerik)
(10)WWWWWW (10) diikuti No 1-20 Sesuai No bets atau lots
bets atau lots (alfanumerik)
(17)VVVVVV (17) diikuti akhir Maksimal 6 YY-MM-DD
masa kadaluarsa (numerik) (Tahun-Bulan-Tanggal)
produk
(21)YYYYYYYY (21) diikuti no 1-20 1. Jika 2D Barcode dihasilkan
YYYYYYYY serialisasi (alfanumerik) aplikasi Track and Trace
produk BPOM : serialisasi akan
dihasilkan oleh aplikasi
BPOM
2. Jika 2D Barcode dihasilkan
pelaku usaha secara mandiri
maka serialisasi mengikuti
kebijakan yang pelaku usaha
tetapkan
(01)XXXXXXXX (01) diikuti 14 (numerik) Dihasilkan oleh pihak ke-3
XXXX identitas produk melalui keanggotaan
NAMA : Azkiy Syifa’ Istighfarin
NIM : 40122009
Prodi : Profesi Apoteker (Kelas A)

secara
internasional
yaitu GTIN
(Global Trade
International
Number)

a. 2D Barcode yang dicantumkan pada kemasan harus sesuai dengan 2D Barcode


yang dilaporkan kepada BPOM
b. 2D Barcode yang dihasilkan oleh Aplikasi Track and Trace BPOM meliputi kode
primer, sekunder dan tersier.
- Kode primer adalah kode level pertama yang dicetak pada kemasan.
- Kode sekunder adalah kode level kedua yang memuat informasi dari beberapa
kode primer.
- Kode tersier adalah kode level ketiga yang memuat informasi dari beberapa kode
sekunder. c)
c. Selanjutnya kode primer, sekunder, dan tersier dapat digunakan untuk
menghasilkan sistem agregasi. Sistem agregasi adalah sistem pemberian kode
yang memuat informasi detail produk yang berada dalam kode primer yang
tercantum pada kode sekunder sedangkan detail produk pada kode primer dan
kode sekunder tercantum dalam kemasan tersier.
d. Sistem agregrasi tidak wajib digunakan

Pencantuman 2D Barcode dalam kemasan produk obat dan makanan dengan dua 2D
Barcode Dalam hal terdapat dua 2D Barcode yang dicantumkan dalam kemasan produk obat
dan makanan maka 2D Barcode dari BPOM harus mencantumkan tulisan “BPOM RI” seperti
contoh di bawah:
NAMA : Azkiy Syifa’ Istighfarin
NIM : 40122009
Prodi : Profesi Apoteker (Kelas A)

HAZARDOUS SITUATION
Terjadi kesalahan para proses kompresi tablet yang menyebabkan tablet menjadi
terlalu keras.

Process Requirement Proses Kompresisudah memenuhi syarat


Hazard Proses Kompresi tidak memenuhi syarat
Hazard Situation Salah pengaturan alat/salah set up
Harm Tablet terlalu keras, tablet sulit hancur
Severity 8
Occurance 6
Detection 8
RPN-1 24

RISK CONTROL

Aksi yang dapat dilakukan / dipilih ialah mengurangi resiko dan mencegah resiko antara lain
sebagai berikut:

 Melakukan pengecekan ulang berdasarkan SOP dan membaca ketentuan jarak antara
Upper ponches dan Lower ponches
 Melakukan pelatihan atau training kepada operator yang akan mengoperasikan alat
 Mendeteksi ejection pertama atau memperhatikan tablet ketika tablet pertama jadi
 Membaca indicator error dengan cepat dan segera mengatasinya
 Melakukan pemeriksaan alat rutin
 Mengontrol tekanan dan kecepatan mesin sesuai ketentuan agar tidak terjadi laminasi
 Mengecek granul pada proses pengisian die

RISK REDUCTION

Before After
Severity 8 8
Occurance 6 2
Detection 8 6
NAMA : Azkiy Syifa’ Istighfarin
NIM : 40122009
Prodi : Profesi Apoteker (Kelas A)

RISK REVIEW

Setelah dilakukan pencegahan resiko, occurance dapat dikendalikan dan


diminimalisir terjadinya kesalahan. Namun, dapat timnbul masalah lainnya seperti formulasi
yang buruk akibat bahan baku yang buruk atau pada proses granulasi yang dapat
mengakibatkan mutu fisik tablet tidak terjamin.

RISK COMMUNICATION

Decision maker dan stakeholder : Kepala pabrik, kepala bagian produksi, kepala
bagian Quality Assurance, dan kepala bagian Quality Control.

Anda mungkin juga menyukai