Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan nikmat,

taufik, serta hidaya-nya,sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah ini tepat pada

waktunya.

Makalah ini saya buat dengan tujuan untuk memenuhi nilai tugas saya.Tak hanya itu, kami

juga berharap makalah ini bisa bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan pembaca pada

umunya. Walaupun demikian kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak

kekurangan. Maka dari itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan

makalah ini.

Akhirnya kata, kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan informasi dan ilmu yang

bermanfaat bagi kita semua. Kami juaga mengucapkan terima kami kepada pembaca yang

telah membaca makalah ini hingga akhir.


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................1
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
A.    Latar Belakang...........................................................................................................................3
B.     Rumusan Masalah.....................................................................................................................3
C.    Tujuan........................................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...................................................................................................................................4
A.    Strategi Berbasis Al-Qur’an Dan Sunnah Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Di MI.............4
B.     Metode Berbasis Al-Qur’an Dan Hadits Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak.......................10
BAB III................................................................................................................................................12
PENUTUP...........................................................................................................................................12
A.    Kesimpulan..............................................................................................................................12
B.     Saran.......................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam, terutama Pendidikan Akidah dan Akhlak merupakan sarana
penting untuk meningkatkan etika, moral dan SDM. Manusia secara umum dalam menjamin
keberhasilan tegaknya syari’at Islam dan keberlangsungan pembangunan suatu bangsa,
Namun sayangnya, berdasarkan pengamatan di lapangan banyak ditemukan pelaksanaan
pembelajaran masih kurang variatif, proses pembelajaran memiliki kecendrungan pada
metode tertentu (konvensional) dan tidak memperhatikan tingkat pemahaman siswa terhadap
informasi yang disampaikan. Siswa kurang aktif dalam proses belajar, siswa lebih banyak
mendengar dan menulis yang menyebabkan isi pelajaran sebagai hafalan sehingga siswa
tidak memahami konsep yang sebenarnya. Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh
pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih
fokus pada guru sebagai sumber utama pengatahuan.
Oleh karena itu, disini kami berusaha menyajikan berbagai strategi dan metode yang
berbasis al-Qur’an dan Hadits dalam pembelajaran Akidah Akhlak disekolah Dasar atau
Madrasah yang mungkin dapat dijadikan rujukan dalam mencari terobosan baru untuk
meningkatkan kualitas pendidikan serta mencapai tujuan bersama.

B.     Rumusan Masalah
    1.      Strategi yang bagaimanakah yang dapat digunakan dalam membelajarkan Aqidah Akhlak
di MI ?
    2.      Metode-metode apa saja yang dapat diterapkan dalam membelajarkan Aqidah Akhlak di
MI ?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan bentuk-bentuk strategi yang dapat digunakan dalam membelajarkan Aqidah
Akhlak di MI.!
2.      Mendeskripsikan macam-macam metode yang dapat diterapkan dalam membelajarkan
Aqidah Akhlak di MI.!
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Strategi Berbasis Al-Qur’an Dan Sunnah Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Di MI


Strategi merupakn suatu cara, siasat yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Salah satu komponen penting yang menghubungkan tindakan dengan tujuan
pendidikan adalah metode dan strategi, sebab tidak mungkin materi pendidikan dapat
diterima dengan baik kecuali disampaikan dengan metode dan strategi yang baik.
Strategi belajar mengajar menurut konsep Islami, pada dasarnya adalah sebagai
berikut:
1.      Proses belajar mengajar dilandasi dengan kewajiban yang dikaitkan dengan niat
karena Allah SWT.
Niat sangat berperan dalam memberi makna dan hukum bagi pelaksanaan suatu amal
atau perbuatan. Ia adalah faktor  penentu bagi menetapkan suatu perbuatan baik, apakah
perbuatan tersebut termasuk ibadah atau tidak. Sebaliknya sabda Rasulullah SAW yang
artinya: “Segala perbuatan akan sah menurut niatnya. Dan bagi setiap orang akan
mendapatkan apa yang ia niatkan”. (HR. Bukhari & Muslim).
Begitu pula firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Bayyinah ayat 5 :
َ ِ‫وا ٱل َّز َك ٰو ۚةَ َو ٰ َذل‬
٥ ‫ك ِدينُ ۡٱلقَيِّ َم ِة‬ ْ ُ‫صلَ ٰوةَ َوي ُۡؤت‬ ْ ‫َو َمٓا ُأ ِمر ُٓو ْا ِإاَّل لِيَ ۡعبُد‬
ِ ِ‫ُوا ٱهَّلل َ ُم ۡخل‬
ْ ‫صينَ لَهُ ٱل ِّدينَ ُحنَفَٓا َء َويُقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan Shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5).
Kewajiban guru dalam menilai tujuan dan melaksanakan tugas mengajarkan ilmu
adalah karena niat untuk mendekatkan diri kepada Allah semata-mata. Tugas mengajarkan
dan mengamalkan ilmu dalam proses belajar mengajar adalah kewajiban pendidik, sedangkan
peserta didik mempunyai kewajiban menuntut ilmu pendidikan tersebut. Hal ini sudah
merupakan fitrah manusia yang terjadi dalam proses belajar mengajar, dimana kedua-duanya
saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Allah SWT memberikan potensi pada diri manusia
berupa fitrah yang melekat pada dirinya, panca indra serta daya fikir (akal) untuk
mendapatkan bermacam-macam ilmu melalui proses pembelajaran. Sebagaiman firman Allah
SWT yang berbunyi:
َ ٰ ‫َوٱهَّلل ُ َأ ۡخ َر َج ُكم ِّم ۢن بُطُو ِن ُأ َّم ٰهَتِ ُكمۡ اَل ت َۡعلَ ُمونَ َش ٗۡ‍ٔيا َو َج َع َل لَ ُك ُم ٱلسَّمۡ َع َوٱَأۡل ۡب‬
٧٨ َ‫ص َر َوٱَأۡلۡ‍ِٔف َدةَ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكرُون‬
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun dan Dia member kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.” (QS. An Nahl : 78).
Dengan dilandasi oleh niat yang kuat karena Allah dalam mempelajari agama, secara
otomatis siswa akan menggunakan pendekatan achieving dalam belajarnya yang berinci
khusus yang disebut ego-enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan
prestasi kekuatan dirinya dengan cara meraih indeks prestasin setinggi-tingginya.

2.      Konsep belajar mengajar dilandasi dengan niat ibadah


Bagian paling penting dalam pendidikan agama adalah mendidik murid agar baragama,
memahami agama (knowling), dan terampil dalam melaksanakan agama (doing). Dalam
pembelajaran bidang agama ini memerlukan pendekatan-pendekatan naql, aqal dan qalbu.
Selain itu juga, diperlukan sarana yang memadai sehingga mendukung terwujudnya
pembelajaran yang sesuai dengan karakter pendidikan agama.
Landasan ibadah dalam proses belajar mengajar merupakan amal saleh, karena melalui
peribadahan dapat banyak hal yang diperoleh oleh seorang muslim (guru dan murid) yang
kepentingannya bukan hanya mencakup individual, melainkan bersifat luas dan universal
serta tidak membuat kesenjangan antara ilmu agama dengan ilmu umum, akan tetapi semua
ilmu pengetahuan berasal dan harus sesuai dengan nilai uluhiyah.
Allah SWT menciptakan manusia bukannya tanpa tujuan, akan tetapi Dia menciptakan
mansia sesungguhnya dengan tujuan tertentu, yaitu untuk menyembah dan beribadah kepada-
Nya. Tujuan tesebut dijelaskan melalui firman-Nya dalam al-Qur’an yang berbunyi:
َ ‫ت ۡٱل ِج َّن َوٱِإۡل‬
٥٦ ‫نس ِإاَّل لِيَ ۡعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ۡق‬
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku.”(QS.Adz Dzariyat : 56).
Abdurrahman Al-Nawawi (1995) mengemukakan bahwa hikmah pendidikan disertai
ibadah adalah sebagai berikut:
a.       Dalam konsep islam, melalui ibadah manusia diajari untuk memiliki intensitas kesadaran
berfikir.
b.      Dimanapun seorang muslim berada, melalui kegiatan yang ditunjukkan semata-mata
untuk ibadah kepada Allah SWT, dia akan selalu merasa terikat oleh ikatan yang
berkesadaran, sistematis, kuat, serta didasarkan atas perasaan jujur dan kepercayaan diri.
c.       Ibadah yang terus-menerus dilakukan dalam kelompok yang padu, dibawah panji Allah
yang satu dan semuanya bermunajat kepada-Nya akan melahirkan rasa kebersamaan sehingga
kita terdorong untuk saling mengenal, saling menasehati atau bermusyawarah untuk mencari
ridho Allah SWT.
d.      Dalam islam ibadah dapat mendidik jiwa seorang untuk merasakan kebanggan dan
kemuliaan terhadap Allah SWT.
e.       Melalui ibadah, seorang muslimpun akan terdidik untuk memiliki kemampuan dalam
melakukan berbagai keutamaan secara konstan dan mutlak.
f.       Pendidikan yang berdasarkan ibadah dapat membekali manusia dengan muatan kekuatan
yang intensitasnya lebih tinggi dan abadi karena semuanya bersumber dari kekuatan Allah,
kepercayaan kepada Allah, optimism yang bersumber dari pertolongan Allah dan pahala
surge, serta kecerdasan dan cahaya yang bersumber dari Allah SWT.

3.      Di dalam proses belajar mengajar harus saling memahami posisi, guru sebagai guru
dan murid sebagai murid.
Dari semua pengertian terlihat penekanan pendidikan islam pada “bimbingan” bukan
pengajaran yang mengandung konotasi otoritatif pihak pelaksanaan pendidikan. Disini
seorang guru lebih berfungsi sebagai “fasilitator” atau penunjuk jalan kearah penggalian
potensi anak didik. Dengan demikian, guru bukanlah segala-galanya, sehingga cenderung
menganggap anak didik bukan apa-apa, manusia yang masih kosong yang perlu diisi.
Pendidikan hakikatnya adalah bapak rohani (spiritual father) bbagi anak didiknya yang
memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, sekaligus meluruskannya.
Oleh karena itu guru seharusnya menjadi pengganti dan wakil keduua orang tua anak
didiknya. Jadi hibungan psikologis antara guru dan anak didiknya seperti hubungan naluriah
antara kedua orang tua dengan anaknya, sehingga hubungan timbale balik yang harmonis
tersebut akan berpengaruh positif ke dalam proses pendidikan dan pengajaran.

4.      Harus menciptakan komunikasi yang seimbang, komunikasi yang jernih dan


komunikasi yang transparan.
Komunikasi adalah inti dari proses belajar mengajar. Untuk mencapai intraksi belajar
mengajar perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru dan murid yang akan mewujudkan
dua kegiatan efektif yaitu: kegiatan mengajar (usaha guru) dan kegiatan belajar (tugas siswa)
yang berdaya guna dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru sebagai
seorang pendidik dituntut untuk memiliki kompetensi dan keterampilan dalam hal ini.
Untuk mewujudkan pendidikan yang memiliki kompetensi kita dapat mengacu tuntunan
Rasulullah SAW, karena beliau satu-satunya pendidik yang paling berhasil dalam rentang
waktu yang begitu singkat. Keberhasilan Rasulullah SAW sebagai pendidik didahului oleh
bekal kompetensi yang berkualitas unggul dan kepeduliannya dalam paham
“iqra’bismirobbik”. Selanjutnya beliau mampu mempertahankan dan mengembangkan
kualitas iman, amal saleh, berjuang dan bekerja dan bekerja sama menegakkan kebenaran
serta mampu bekerja sama dalam kesabaran.
Jadi jelas bahwa keberhasilan suatu proses pembelajaran didukung juga oleh
komunikasi yang baik dan benar, sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi :
١٩ ‫ير‬ ۡ ُ ‫ص ۡو‬
َ َ‫ت ل‬ َ ۚ ِ‫ص ۡوت‬
ۡ ‫ك ِإ َّن َأن َك َر ٱَأۡل‬
ِ ‫ص ٰ َو‬ ۡ ‫ٱغض‬ ِ ‫َو ۡٱق‬
ۡ ‫ص ۡد فِي َم ۡشيِكَ َو‬
ِ ‫ت ٱل َح ِم‬ َ ‫ُض ِمن‬
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuuk-buruk suara ialah suara keledai”.(QS. Lukman : 19).
Ayat al-Qur’an di atas menyebutkan bahwa komunikasi hendaknya menggunakan
bahasa dan kata-kata yang tepat dan disesuaikan dengan pemahaman dan pengalaman para
peserta didik kita. Dari segi psikologis, latar belakang pengalaman orang yang diajak bicara
itu disebut opersepsi atau fieled experience. Efektivitas komunikasi ini disebutkan pula dalam
hadis Nabi dengan istilah biqadri ‘uqulihim (atas dasar  kemampuan akalnya): khathibunnas
biqadri ‘uqulihim (ajaklah manusia itu bicara, sesuai dengan kemampuan akalnya).

5.      Mendidik dengan ketauladanan yang baik


Al-Qur’an memberikan contoh bagaimana manusia lewat meniru. Kisah tentang Qabil
yang dapat mengetahui bagaimana menguburkan mayat saudaranya, Habil yang telah
dibunuhnya. Yakni diajarkan oleh Allah dari menir seekor gagak yang menggali-gali tanah
guna menguburkan bangkai seekor gagak yang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
yang berbunyi :
‫ب‬ َ œ‫ َذا ۡٱل ُغ‬œَ‫ َل ٰه‬œ‫ت َأ ۡن َأ ُكونَ ِم ۡث‬
ِ ‫را‬œ ُ ‫ض لِي ُِريَ ۥهُ َك ۡيفَ يُ ٰ َو ِري َس ۡو َءةَ َأ ِخي ۚ ِه قَا َل ٰيَ َو ۡيلَت ٰ َٓى َأ َع َج ۡز‬
ِ ‫ث فِي ٱَأۡل ۡر‬ُ ‫ث ٱهَّلل ُ ُغ َرابٗ ا يَ ۡب َح‬
َ ‫فَبَ َع‬
٣١ َ‫صبَ َح ِمنَ ٱل ٰنَّ ِد ِمين‬ ۡ ‫ي َس ۡو َءةَ َأ ِخيۖ فََأ‬ َ ‫فَُأ ٰ َو ِر‬
“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak mengali-gali di bumi untuk
memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya.
Berkata Qabil “aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak
ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” karena itu jadilah dia seorang
diantara orang-orang yang menyesal”.(QS. Al-Ma’idah : 31).
6.      Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka dibutuhkan pembiasaan-
pembiasaan.
Dalam membelajarkan Aqidah Akhlak pembiasaan itu merupakan hal yang sangat
penting karena banyak kita lihat orang berbuat dan bertingkah laku hanya kebiasaan semata-
mata tanpa itu hidup kita akan berjalan lambat sekali sebab sebelum melakukan sesuatu kita
harus memikirkan dahulu apa yang akan kita lakukan.
Rasulullah SAW sendiri telah memerintahkan kepada parapendidik agar mereka
menyuruh anak-anak mereka mengerjakan shalat tatkala berumur tujuh tahun. Hal ini sesuai
dengan sabda beliau yang artinya:
“suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat, ketika mereka berusia tujuh tahun, dan
pukullah mereka jika enggan mengerjakan kalau mereka sudah berumur sepuluh tahun, dan
pisahkan antara mereka ketika mereka tidur”. (HR. Muslim).

7.      Evaluasi yang baik


Sasaran evaluasi tidak bertujuan mengevaluasi anak didik saja, tetapi juga bertujuan
mengevaluasi pendidikan, yaitu sejauh mana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan
tugasnya untuk mencapai tjuan pendidikan islam. Evaluasi ini ditekankan bukan hanya pada
IQ (aspek kognitif) saja yang dikuasai oleh peserta didik akan tetapi mencakup penilaian
terhadap keterampilan (skill), keagamaan (spiritual), perbuatan dan perubahan sikap (tingkah
laku) yang menjadi  sasaran setelah proses kegiatan pembelajaran serta pengamalan
(aplikasi) ilmu yang dioerolehnya setelah proses kegiatan pembelajaran. Sehingga hasil akhir
dari evaluasi yang ditekankan oleh pendidikan agama islam adalah keberhasilan dalam IQ
(kognitif), keberhasilan dalam emosi (tingkah laku), keberhasilan dalam aspek keagamaan
(spiritual) serta keberhasilan dalam mengamalkan ilmu (aplikasi).
Oleh karena itu evaluasi pendidikan iislam terutama dalam membelajarkan aqidah
akhlak dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a.       Evaluasi terhadap diri sendiri
Seorang muslim termasuk guru dan anak didik yang sadar dan baik adalah mereka yang
sering mengevaluasi diri sendiri (intropeksi) baik mengenai kelebihan yang harus
diperhatikan maupun kekurangan dan kelebihan yang harus dibenahi, karena evaluasi diri
sendiri bersifat lebih obyektif.
b.      Evaluasi kegiatan anak didik
Evaluasi ini harus disertai niat “amar ma’ruf nahi muunkar” yang bertujuan
memperbaiki (ishlah) bagi tindakan orang lain serta untuk terlaksananya suatu tujuan
pendidikan islam.
8.      Proses belajar mengajar akan lebih baik dan berhasil apabila diawali dan diakhiri
dengan do’a.
Do’a merupakan penyejuk dan penawar hati yang duka, melepaskan belenggu derita
yang dialami manusia selama hidupnya. Berdo’a adalah ibadah yang khas yang
menghubungkan hati dan pikiran manusia dengan tuhannya, yang mungkin dilakukan diawal,
sewaktu atausesudah suatu keinginan atau usaha dilaksanakan. Islam menganjurkan bahkan
mewajibkan kepada umat muslim untuk berdo’a dalam setiap kegiatan. Anjuran tersebut
terdapat di dalam al-Qur’an yang berbunyi :
٦٠ َ‫َوقَا َل َربُّ ُك ُم ۡٱدعُونِ ٓي َأ ۡستَ ِج ۡب لَ ُكمۡۚ ِإ َّن ٱلَّ ِذينَ يَ ۡست َۡكبِرُونَ ع َۡن ِعبَا َدتِي َسيَ ۡد ُخلُونَ َجهَنَّ َم دَا ِخ ِرين‬
“Dan tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu
sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.(QS. Al Mu’min : 60).
Syari’at islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja,
tetapi harus didirikan melalui proses pendidikan, karena pendidikan islam tidak hanya
bersifat teoritis saja tetapi juga praktis. Dalam pendidikan Islam, proses belajar mengajar
akan baik dan berhasil apabila diawali dan diakhiri dengan do’a. Do’a bukan sekedar
permohonan memperoleh kebaikan dunia saja, akan tetapi do’a lebih bertujuan untuk
menetapkan langkah-llangkah dalam upaya meraih kebaikan yang dimaksud, karena do’a
mengandung arti permohonan yang disertai usaha. Jika dalam proses belajar mengajar selalu
diawali dan diakhiri dengan do’a bikan hanya ilmu saja yang didapat, melainkan kemanfaatan
dan keberkahan dari ilmu tersebut akan diperoleh. Sebagaimana firman Allah SWT yang
berbunyi :
ٰ
َ َّ‫ع ِمن دُو ِن ٱهَّلل ِ َما اَل يَنفَعُكَ َواَل يَضُرُّ ۖكَ فَِإن فَ َع ۡلتَ فَِإن‬
١٠٦ َ‫ك ِإ ٗذا ِّمنَ ٱلظَّلِ ِمين‬ ُ ‫َواَل ت َۡد‬
“Dan janganlah kamu menyembah (berdo’a) apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak
(pula) member mudharat kepadamu selain Allah;  sebab jika kamu berbuat (yang demikian)
itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”.(QS. Yunus :
106).1

1
Strategi merupakn suatu cara, siasat yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Salah satu komponen
penting yang menghubungkan tindakan dengan tujuan pendidikan adalah metode dan strategi,
B.     Metode Berbasis Al-Qur’an Dan Hadits Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak
Banyak metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran agama islam, yang hamper
tidak berbeda jauh dengan metode-metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran mata
pelajaran lain. Namun yang lebih spesifik dalam pembelajaran Agama Islam terutama
pembelajaran Aqidah Akhlak menurut Abdurrahman Saleh (1969) meliputi; metode ceramah,
Tanya jawab, Diskusi, Demonstrasi, Sosiodrama, dan Pemberian Tugas.
Keaneka ragaman Metode ini mengakibatkan guru harus memahami proses belajar
mengajar dan pronsip-prinsip dasar dalam metode pendidikan Islam yang meliputi: prinsip
kesesuaian dangan psikologi anak, menjaga tujuan pelajaran, memelihara tahap kematangan,
dan partisipasi praktikal.
Menurut Sadali dkk (1997), metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran agama
islam, yaitu: metode diakronis, sinkronis-analitis, pemecahan masalah, empiris dan aneka
sumber.
1.      Metode Diakronis
Metode Diakronis adalah suatu metode mengajar agama Islam yang menonjolkan asfek
sejarahnya. Metode ini memberikan kemungkinan kepada peserta didik untuk mengadakan
studi perbandingan (komparatif) tentang berbagai hasil penemuan dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Peserta didik juga dapat mengadakan studi tentang intraksi tentang ilmu
pengetahuan agama dan disiplin ilmu lain sehingga tampak relevansi, hubungan sebab-akibat
atau integralnya. Lebih lanjut, peserta didik juga dapat menelaah sejarah kejadian dan
lahirnya setiap bagian, komponen, dan system agama islam.
2.      Metode Sinkronis-analitis
Metode Sinkronis-analitis adalah sebuah metode pendidikan agama islam yang member
kemampuan analitis teoritis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan, mental
intelek. Metode ini tidak semata-mata mengutamakan segi pelaksanaan atau aplikasi praktis.
3.      Metode Pemecahan Masalah
Metode Pemecahan Masalah merupakan latihan untuk para peserta didik dengan
menghadapkannya pada berbagai masalah suatu cabang ilmu agama dengan alternative
pemecahannya.2

2
Banyak metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran agama islam, yang hamper tidak berbeda jauh dengan metode-metode yang
dapat digunakan dalam pembelajaran mata pelajaran lain.
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa strategi dan metode yang
berbasis al-Qur’an dan sunnah mutlak diperlukan dalam proses belajar mengajar terutama
dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di Sekolah Dasar atau Madrasah, karena tanpa mengajar
menggunakan Startegi atau Metode yang sesuai dengan materi pembelajaran maka bisa
dikatakan tidak mungkin tujuan pembelajaran tersebut bisa dicapai.
Adapun Strategi yang berbasis al-Qur’an dan Sunnah yang dapat digunakan antara lain:
proses belajar mengajar dilandasi dengan kewajiban yang dikaitkan dengan niat karena Allah
SWT, konsep belajar mengajar harus dilandasi dengan niat Ibadah, di dalam proses belajar
mengajar harus saling memahami posisi guru sebagai guru dan murid sebagai murid, harus
menciptakan komunikasi yang seimbang, komunikasi yang jernih, dan komunikasi yang
transparan, mendidik dengan ketauladanan yang baik, untuk memperoleh hasil yang
maksimal maka dibutuhkan pembisaan-pembisaan, evaluaisi yang baik, dan proses belajar
mengajar akan lebih baik

B.     Saran
Saran yang dapat kami sampaikan kepada semua pendidik dalam pembahsan masalah
ini adalah agar selalu memperhatikan semua jenis dan bentuk strategi maupun metode yang
dapat diterapkan dalam proses pembelajaran terutama dalam membelajarkan Aqidah dan
Akhlak di jenjang Sekolah Dasar agar dapat apa yang menjadi tujuan pembelajaran tersebut
bisa tercapai, yang selanjutnya diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan.

  
DAFTAR PUSTAKA

Fathurrohman, Pupuh & M. Sobry Sutikno. 2009. Strategi Belajar Mengajar; Strategi


Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum &KonsepIslami.
Bandung: PT Refika Aditama.
Nata, H. Abuddin.2013. Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan
Pertengahan. Jakarta: Rajawali Pers.
Khalakul Khairi Ahmad. 2012. Pembelajaran Aqidah Akhlak.
Umar Bukhari, 2011, Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Amzah.

Anda mungkin juga menyukai