Anda di halaman 1dari 65

MODUL FIELDTRIP

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM 2022

Disusun Oleh:

ASISTEN PRAKTIKUM MANAJEMEN


AGROEKOSISTEM 2022

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
MODUL VIRTUAL FIELDTRIP MANAJEMEN AGROEKOSISTEM
2022 ASPEK TANAH

I. TUJUAN
 Mempelajari indikator tanah sehat baik secara biologi, fisik dan kimia.
 Menganalisis macam-macam agroekosistem.
 Melakukan pengukuran indikator tanah sehat dan kesuburan tanah secara
cepat dan akurat di lapangan dan di laboratorium.
 Mampu melakukan perencanaan manajemen dalam suatu agroekosistem.

II. DASAR TEORI


Sistem pertanian intensif telah mendorong terjadinya degradasi sifat fisika,
kimia, maupun biologi tanah dibandingkan dengan hutan. Sistem pertanian
intensif menyebabkan terbukanya permukaan tanah pada saat yang lama. Pada
musim kemarau terik sinar matahari mengenai permukaan tanah secara langsung,
akibatnya terjadi percepatan proses-proses reaksi kimia dan biologi, salah satunya
adalah penguraian bahan organik tanah (dekomposisi). Sebaliknya, air hujan yang
jatuh selama musim penghujan tidak ada yang menghalangi sehingga memukul
tanah secara langsung, berakibat pada pecahnya agregat tanah, meningkatnya
aliran air di permukaan dan sekaligus mengangkut partikel tanah dan bahan-bahan
lain termasuk bahan organik (Widianto et al., 2004). Untuk tujuan perbaikan
pengelolaan tanah, pengenalan indikator-indikator kesehatan tanah sangat
dibutuhkan untuk penentuan strategi pengelolaan lahan. Indikator-indikator
kesehatan tanah dapat dikenali baik secara kualitatif (cepat, murah tetapi kurang
akurat) maupun kuantitatif (melalui pengukuran) (Lihat Tabel 1). Menurut FAO
guide line (2000), ada 3 kriteria dan indikator kesehatan tanah di tingkat plot yaitu
yang berhubungan dengan tingkat kegemburan tanah, ketersediaan hara, dan
keutuhan matriks tanah.
Tabel 1. Kriteria dan indikator kualitatif dan kuantitatif
Kriteria Indikator kualitatif Indikator kuantitatif
1 Kegemburan 1. Kepadatan tanah Bobot Isi Tanah, Berat Jenis Tanah dan
tanah porositas tanah
2. Sebaran akar Kedalaman akar efektif
3. Ketebalan seresah Berat masa seresah
4. Produksi Kascing Populasi dan biomasa cacing serta
produksi cast
2 Keseimbangan 5. Potensi Kesuburan dan C Organik, pH Tanah, eH, EC
hara kesehatan tanah
6. Gejala Konsentrasi hara secara visual
defisiensi/keracunan
3 Keutuhan 7. Erosi Kehilangan tanah, penutupan permukaa
matrix tanah
8. Longsor tebing Potensi Kehilangan tanah, manajemen
kemiringan dan tata air, penutupan lahan

Bahan organik tanah berperan penting dalam menyimpan dan melepaskan


unsur hara bagi tanaman. Handayanto (1996) menyatakan bahwa dekomposisi
bahan organik mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap
kesuburan tanah. Pengaruh langsung melalui mineralisasi yang melepaskan unsur
hara, sedangkan pengaruh tidak langsung sebagai buffer unsur hara sehingga tetap
menjaga ketersediaan unsur hara dalam tanah. Pada lahan-lahan pertanian intensif,
biasanya tingkat permukaan tanah lebih terbuka, dengan penutupan lapisan
seresah yang tipis, permukaan tanah terbuka. Dengan demikian tanah menjadi
lebih rentan terhadap erosi, tanah menjadi padat, berwarna pucat karena
kandungan bahan organik tanah menurun dan diikuti penurunan populasi biota.
Selain pemadatan tanah dan kandungan bahan organik tanah, para petani
seringkali menggunakan indikator cacing tanah sebagai penciri tanah sehat.
Petani berasumsi bahwa lahan yang banyak cacing tanahnya akan gembur
sehingga mudah diolah dan tanaman tumbuh baik. Pendapat tersebut diperkuat
oleh Jongmans et al. (2003) bahwa kualitas pori makro dan mikro tanah, tingkat
kepadatan tanah, dekalsifikasi dan dinamika bahan organik ditentukan oleh
aktivitas cacing tanah. Cara yang paling cepat untuk mengetahui ada/tidaknya
cacing tanah di lahan adalah melalui pengamatan kascing. Kascing adalah kotoran
yang ditinggalkan oleh cacing tanah, umumnya ditemukan di permukaan tanah.
Semakin banyak kascing ditemukan menunjukkan bahwa di lahan tersebut banyak
terdapat cacing tanah. Pada praktikum ini, kegiatan mahasiswa akan difokuskan
pada pengenalan dan pengukuran indikator kesehatan tanah di lapangan (Tabel 2).
Tabel 2. Kegiatan pengukuran di lapangan beberapa indikator kesehatan tanah
No Kriteria Indikator Parameter
- Manajemen Kandungan Bahan Ketebalan dan berat serasah,
Bahan Organik Organik biomassa Understorey,
BOT, Nekromassa
- Organisme Makroorganisme Jumlah Cacing dan non
Tanah cacing, kascing, bintil akar,
Ada/ Tidaknya bintil akar,
Nematoda

- Biofisik Manajemen LCC, Jenis tanaman tutupan


pengelolaan tutupan lahan+Tajuk+kanopi
lahan

- Kegemburan tanah Kepadatan Tanah Berat Isi Tanah


Berat Jenis Tanah
Porositas Total Ketahanan
Penetrasi Akar
Keutuhan matriks tanah (ada
tidaknya degradasi lahan dan
intensitasnya)

- Keseimbangan hara Potensi Kesuburan C Organik


dan kesehatan tanah pH (Derajat kemasaman
tanah)
eH (potensial redoks)
EC (Electrical Conductivity)

- Ketersediaan hara Kenampakan fisik Frekuensi temuan tanaman


tanaman, Gejala yang menunjukkan gejala
defisiensi/keracunan defisiensi

III. ALAT DAN BAHAN


Tabel 3. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini meliputi :
Alat Bahan
˗ Meteran panjang 50 m ˗ Plastik untuk tempat seresah
˗ Frame seresah ˗ Methilen blue untuk pengukuran
˗ Sekop porositas tanah

˗ Bor tanah ˗ Bahan kimia untuk analisa C-


˗ Ring sampel Organik tanah
˗ Cetok
˗ Tali Rafia
˗ Cangkul
˗ Pisau lapang
˗ Gunting dahan
˗ Timbangan
˗ Alat tulis seperti spidol permanen
˗ Hand Penetrometer
Gambar 1. Alat dan bahan yang digunakan
IV. PELAKSANAAN
1. Prosedur Analisis Bobot Isi Tanah
Berat isi adalah perbandingan antara massa tanah dengan volume partikel
ditambah dengan ruang pori diantaranya. Massa tanah ditentukan setelah kering
oven 1050C dan volumenya merupakan volume dari contoh tanah yang diambil di
lapangan, sehingga dinyatakan dalam g.cm-3. Berat isi merupakan suatu sifat tanah
yang menggambarkan taraf kemampatan tanah. Tanah dengan kemampatan tinggi
dapat mempersulit perkembangan perakaran tanaman, pori makro terbatas dan
penetrasi air terhambat (Darmawijaya, 1997).

Klasifikasi Berat Isi


Berat Isi (g.cm-3) Kelas

< 0,9 Rendah / ringan


0,9 – 1,2 Sedang / sedang
1,2 – 1,4 Tinggi / berat / mampat
> 1,4 Sangat tinggi / sangat berat/ sangat mampat
Sumber. Lab Fisika Jur. Tanah FP UB, 2006
Berat Isi tanah (BI) diamati menggunakan sampel tanah utuh.
Pengambilan sampel tanah utuh bertujuan untuk mengambil tanah pada kondisi
yang terjada dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Sampel tanah utuh untuk
penetapan bobot isi (bulk density), susunan pori tanah, pF, dan permeabilitas
tanah. Metode pengambilan sampel tanah utuh bisa berupa sampel tanah agregat
utuh atau menggunakan ring sampel atau blok BI.
a. Pengambilan sampel tanah utuh menggunakan ring sampel (Plot
sawah padi dan plot tumpangsari jeruk dan cabai)
- Menyiapkan alat dan bahan.
- Menekan ring sampel dengan balok penekan hingga tanah memenuhi
ring sampel.
- Meletakkan ring master diatas ring sampel.
- Menekan ring dengan balok penekan dan palu hingga tanah terisi
hingga setengah ring master.
- Mengambil ring dengan menggunakan pisau lapang.
- Memisahkan ring sampel dengan ring master.
- Memasukkan ring sampel beserta tanah ke dalam plastik, mengikat
plastik dengan karet dan memberi label.

b. Pengambilan sampel tanah utuh menggunakan blok BI (Plot Tegalan


Jagung)

Mengambil contoh tanah utuh dalam blok (kotak besi) dengan ukuran
panjang 20 cm, lebar 20 cm dan tinggi 10 cm (lihat Gambar 2). Contoh tanah
dalam blok ditimbang berat basahnya untuk kemudian diambil secukupnya
sebagai sub sampel untuk ditetapkan berat kering oven dan kadar air massanya
(g g-1), selanjutnya diukur berdasarkan volume blok atau kotak besi (Volume
tanah, Vt).

Gambar 2. Cara pengambilan contoh tanah menggunakan blok besi

Cara Kerja Pengukuran Berat Isi Tanah


Alat
- Cawan : Untuk tempat meletakkan tanah ke dalam oven
- Timbangan : Untuk menimbang tanah
- Pisau : Untuk merapikan sampel tanah
- Oven : Untuk mengoven sampel tanah
- Jangka sorong : Untuk mengukur tinggi dan diameter ring
- Ring : Sebagai tempat sampel tanah
- Buku dan alat tulis : Untuk menyatat hasil pengamatan
Bahan
- Sampel Tanah Utuh : Sebagai bahan percobaan

Langkah Kerja
Penetapan berat isi tanah untuk lebih jelas dapat dilihat pada persamaan berikut
:

BI= ( BBsub
BB
)× BKO
Vt
¿
¿

Keterangan:

BB sub = Berat basah tanah sub sampel (g)

BKO sub = Berat Kering oven tanah sub sampel (g)

BI = Berat Isi tanah (g cm-3)


BB = Berat basah tanah dalam blok atau kotak besi (g)
Vt = Volume tanah dalam kotak besi

Tabel 4. Hasil Pengamatan Berat Isi Menggunakan Ring Sampel


Plot Massa Massa Massa
Silinder Kadar Air
Pengamata Total Ring Total Sub Sampel
n Kotor (Mt (Mr) (Mt) (W)
Diame Tinggi + Mr) Tanah Tanah Kale
ter (p) Basah oven ng
(d) + Kaleng + (K
(Tb+K) Kaleng )
(To+K
)
cm cm gram gra gra gram gra gram
m m m
Sawah 5, 275 5,24 258,40 33,01 225,39 44,75 4,38
(Padi)
Tumpangs 5,14 5,05 245,42 33,01 212,41 44,9 4,38
ari (Jeruk
dan
Cabai)
Tabel 5. Hasil Pengamatan Berat Isi Menggunakan Blok BI
Plot Blok Massa Massa Massa Kadar Air Sub Sampel
Pengamatan Total Blok Total (W)
Diameter Tinggi (p) Kotor BI Tanah Tanah Kaleng
(d) (Mt + Mr (Mr) (Mt) Basah + oven (K)
Kaleng + Kaleng
(Tb+K) (To+K)

cm cm gram gram gram gram gram gram


Tegalan 8200 38,74 33,33 4,38
(Jagung)

Volume tanah (Vt) = 1/4 x π x d2 x p


Kadar air sub sampel (W) = Ma/Mp
Massa padatan (Mp) = Berat total / (1 + ka. Sub)
Berat Isi (BI) = Mp / Vt

Keterangan:
d = Diameter ring/blok
p = Tinggi ring/blok
Tb = Massa tanah basah sebelum dioven
To = Massa tanah oven
K = Massa Kaleng
W = Kadar air massa
Ma = Massa air
Mp1 = Massa padatan sub sample
Mp2 = Massa padatan dari berat total
π = 3,14

Tabel 6. Perhitungan Berat Isi


Plot Pengamatan Kadar Air Sub Vol. Tanah Massa Padatan Berat Isi (bρ)
(W) (Vt) (Mp)

gram cm3 g g cm-3

Sawah (Padi) 114,46


Tegalan (Jagung) 0,187
Tumpangsari (Jeruk 104,73
dan
Cabai)

2. Pengukuran Berat Jenis Tanah


Berat jenis adalah berat tanah kering per satuan volume partikel- partikel
padat (tidak termasuk volume pori-pori tanah). Berat jenis dari suatu tanah
menunjukkan kerapatan dari partikel secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan
sebagai perbandingan massa total dari partikel padatan dengan total volume tidak
termasuk ruang pori diantara partikel. Berat jenis ini penting dalam penentuan laju
sedimentasi, pergerakan partikel oleh air dan angin, serta perhitungan ruang pori
dalam tanah apabila bobot isinya telah diketahui. Berat jenis partikel tanah
mineral berkisar antara 2,60 - 2,70 g/cm3, sedangkan berat jenis partikel bahan
organik berkisar 1,30-1,50 /cm.

Klasifikasi Berat Jenis


BJ Tanah mineral pada umumnya BJ Tanah organik

2,5 – 2,7 < 2,00


Sumber: Pengantar Fisika Tanah, Lab. Fisika Jurusan Tanah FP.UB.2007
Alat:
Piknometer : untuk tempat tanah yang telah dihaluskan
Mortar : untuk menghaluskan tanah
Pistil : untuk menghaluskan tanah
Timbangan : untuk menimbang
tanah Oven : sebagai pengering tanah
Corong : alat bantu untuk menuangkan air ke dalam piknometer
Botol semprot : untuk mengisi air
Baki : sebagai tempat sampel tanah
Bahan:
Tanah : Sebagai bahan percobaan
Air bebas udara : sebagai pengganti hotplate
Langkah kerja:

Tabel 7. Pengukuran Berat Jenis


Plot Massa (g) Massa Volume BJ
Pengamatan Padatan Padatan
L L + To L + To + A Mp Vp pρ
gram gram gram gram cm3 g.cm-3
Sawah (Padi)
Tegalan
(Jagung)
Tumpangsari
(Jeruk dan
Cabai)
Keterangan:
L = massa labu
To = massa tanah oven
A = massa air
Mp = massa padatan
Mp = ((L + To) – L) g
= To
Vp = volume padatan
100 cm3 = volume labu yang digunakan
*BJ air = 1 g/cm3, jadi 100 g air volumenya adalah
100 cm3 Vp = 100 – ((L + To + A) – (L + To)) cm3
BJ = Mp / Vp
3. Ketahanan Penetrasi Akar (Metode Hand Penetrometer)

Gambar 3. Komponen Hand Penetrometer

Komponen Hand Penetrometer:


- Batang skala
- Cicin skala
- Tangkai jarum
- Mata Jarum
- Per

Cara Merangkai:
- Buka tutup batang skala ,masukan per dan tutup kembali.
- Hubungkan tangkai dan mata jarum pada batang skala dengan cara di ulir.
- Setiap awal pengukuran cicin pada posisi 0.
Cara Kerja :
- Tepatkan telapak tangan pada penutup skala (Gambar 4).
Gambar 4. Tepatkan telapak tangan pada penutup skala
- Saat pengukuran posisi operator berdiri setengah jongkok
- Catatan: Operator diharapkan orang yang sama.
- Tekan perlahan-lahan sampai jarum masuk pada batas tertentu.
- Amati pergeseran cicin skala dan catat angka yang di tunjukan.
Rumus Perhitungan Ketahanan Penetrasi:
Ketahanan Penetrasi = Total gaya (cm)x grafitasi bumi x Kompresi per(N.cm-1) /
Luas ujung jarum (cm2)

Spesifikasi Hand Penetrometer


Per Kompresi per N Jaru Luas (Δ) cm 2
cm-1 m
1 50 1 0.25
2 100 2 0.50
3 150
Klas
Ketahanan penetrasi Klas
MPa
>2.5 Akar tanaman mulai terganggu

Tabel 8. Hasil Pengukuran Penetrasi Akar


Kompresi Luas Ujung Penetrasi
Plot Total Gaya (cm) per cm-1
Jarum (cm2) Akar (cm)
Pengamatan
Sawah (Padi) 3
Tegalan (Jagung) 2,1
Tumpangsari 4,4 dan 4,8
(Jeruk dan Cabai)
4. Pengamatan Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukkkan kasar dan halusnya tanah. Tekstur tanah
merupakan perbandingan antara butir–butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah
dikelompokkkan kedalam 12 kelas tekstur dibedakan berdasarkan presentase
kandungan pasir, debu dan liat. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah
dari fraksi tanah halus. Berdasarkan atas perbandingan banyaknya butir- butir
pasir, debu dan liat maka tanah dikelompokkan ke dalam beberapa macam kelas
tekstur. Kelas kasar terdiri dari pasir dan pasir berlempung. Kelas agak kasar
terdiri dari lempung berpasir dan lempung berpasir halus. Tanah-tanah yang
bertekstur pasir, karena butiran - butirannya berukuran lebih besar, maka setiap
satuan berat (misalnya setiap gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil
sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah-tanah bertekstur
liat, karena lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang
lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi.
Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia dari pada tanah bertekstur
kasar (Hardjowigeno, 2003).
Metode pengamatan tekstur tanah terdiri dari metode kualitatif dan
kuantitatif. Namun metode yang digunakan dalam fieldtrip kali ini yaitu metode
kualitatif dengan menggunakan metode feeling. Metode Feeling merupakan
metode penentuan tekstur tanah dengan perasaan atau alat indra dalam
menggolongkan tanah menjadi pasir, debu, atau liat. Sehingga kita dapat
menentukan kelas tekstur.
Kelas Tekstur

Gambar 5. Segitiga Tekstur


Pembagian tekstur berdasarkan kelas tekstur ada 12. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Hanafiah (2005).
1. Pasir (sandy) => Pasir mempunyai ukuran >2mm dan bersifat kasar dan tidak
lekat.
2. Pasir berlempung (loam sandy) => Tanah pasir berlempung ini memiliki
tekstur yang kasar. Akan membentuk bola yang mudah hancur karena daya
ikat pada partikel- partikel pasir berlempung tidak kuat. Dan juga akan sedikit
sekali lengket karena memang kandungan lempungnya sedikit.
3. Lempung berpasir (Sandy loam) => Rasa kasar pada tanah lempung berpasir
akan terasa agak jelas dan juga akan membentuk bola yang agak keras tetapi
akan mudah hancur.
4. Lempung (Loam) => Lempung tidak terasa kasar dan juga tidak terasa licin.
Dapat membentuk bola yang agak teguh dan dapat sedikit digulung dengan
permukaan yang mengkilat. Selain itu, lempung juga dapat melekat.
5. Lempung liat berpasir (Sandy-clay-loam) => Lempung liat berpasir terasa
agak jelas. Dapat membentuk bola agak teguh bila kering dan juga dapat
membentuk gulungan jika dipilin dan gulungan akan mudah hancur serta
dapat melekat.
6. Lempung liat berdebu (sandy-silt-loam) => Lempung liat berdebu memiliki
rasa licin yang jelas. Dapat membentuk bola teguh dan gulungan yang
mengkilat serta dapat melekat.
7. Lempung berliat (clay loam) => Lempung berliat akan terasa agak kasar.
Dapat membentuk bola agak teguh bila kering dan membentuk gumpalan bila
dipilin tetapi pilinan mudah hancur. Daya lekatnya sedang
8. Lempung berdebu (Silty Loam) => Lempung berdebu akan terasa agak licin.
Dapat membentuk bola yang agak teguh dan dapat melekat
9. Debu (Silt) => Debu akan terasa licin sekali. Dapt membentuk bola yang
teguh dan dapat sedikit digulung dengan permukaan yang mengkilap serta
terasa agak lekat.
10. Liat berpasir (Sandy-clay) => Liat berpasir akan terasa licin tetapi agak kasar.
Dapat membentuk bola dalam keadaan kering. Akan sukar untuk dipijit tetapi
mudah digulung serta memilliki daya lekat yang tinggi (melekat sekali).
11. Liat berdebu (Silty-clay) => Liat berdebu akan terasa agak licin. Dapat
membentuk bola dalam keadaan kering. Akan sukar dipijit tetapi mudah
digulung serta memiliki daya lekat yang tinggi (melekat sekali).
12. Liat (clay) => Liat akan terasa berat, dapat membentuk bola yang baik. Serta
memiliki daya lekat yang tinggi (melekat sekali).
Tabel 9. Hasil Pengukuran Tekstur Tanah
Plot Pengamatan Bor 1 Bor 2 Bor 3
Sawah (Padi) Lempung liat Liat berdebu -
berdebu
Tegalan (Jagung) Lempung liat Lempung liat Lempung berliat
berdebu berdebu
Tumpangsari (Jeruk dan Liat berdebu Liat berdebu Lempungliat
Cabai) berdebu
5. Penentuan Kandungan Bahan Organik Tanah
Alat dan Bahan
c. Erlenmeyer 500 ml
d. Gelas ukur 20 ml
e. Buret untuk FeSO4 1N
f. Pengaduk magnetis

Uraian Prosedur
a. 0.5 g contoh tanah halus (0.05 g untuk tanah organik; 2 g untuk tanah-tanah
yang mengandung bahan organik lebih kecil dari 1%) yang melalui ayakan
0.5 mm dimasukkan dalam labu erlenmeyer 500 ml.
b. 10 ml tepat larutan K2Cr2O7 1 N ditambahkan ke dalam erlenmeyer dengan
sebuah pipet
c. 20 ml H2SO4 pk kemudian ditambahkan, labu erlenmeyer digoyang-
goyangkan untuk membuat tanah dapat bereaksi sepenuhnya. Hati-hati, jaga
jangan sampai tanah menempel pada dinding sebelah atas labu sehingga
tidak ikut bereaksi. Biarkan campuran itu berdiam selama 20 – 30 menit.
d. Sebuah blanko (tanpa tanah) dikerjakan dengan cara yang sama
e. Kemudian larutan diencerkan dengan air sebanyak 200 ml dan sesudah itu
ditambahkan 10 ml H3PO4 85% dan 30 tetes penunjuk difenilamina
f. Larutan sekarang dapat dititrasi dengan larutan fero melalui buret.
Perubahan warna dari warna dari hijau gelap pada permulaan, berubah
menjadi biru kotor pada waktu titrasi berlangsung, dan pada titik akhir
warna berubah menjadi hijau terang
g. Apabila lebih dari 8 dan 10 ml K2Cr2O7 terpakai, ulangi dengan
mempergunakan contoh yang lebih sedikit
Pereaksi
a. H3PO4 85%
b. H2SO4 pekat (diatas 96%)
c. K2Cr2O7 1 N 49.04 g tepat K2Cr2O7 dilarutkan ke dalam H2O dan
diencerkan hingga 1 liter.
d. Penunjuk difenilamina ± 0.5 g difenilamina p.a dilarutkan dalam 20 ml
H2O dan 100 ml H2SO4 pekat.
e. Larutan fero 0.5 N
196.1 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dilarutkan dalam 800 ml H2O yang
mengandung 20 ml H2SO4 pk dan diencerkan hingga 1 liter. Dapat
digunakan sebagai ganti reagent, 5a suatu reagent yang digunakan oleh
Walkey sebagai berikut.
f. FeSO4 7 H2O 1N
278.0 g FeSO4 7 H2O dilarutkan ke dalam H2O yang mengandung 15 ml
H2SO4 pekat kemudian diencerkan hingga 1 liter.
Perhitungan :
100
%Bahan Organik= ×%C Organik
58

Tabel 10. Pengukuran Kandungan Bahan Organik Tanah


Lahan
ml blanko ml sampel %KA %C-Organik
Pengamatan
Sawah (Padi) 7,3
Tegalan (Jagung) 7,9
Tumpangsari (Jeruk 6,9
dan Cabai)

6. Mengukur biomasa tumbuhan bawah tanah


Pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah harus dilakukan dengan
metode 'destructive' (merusak bagian tanaman). Tumbuhan bawah yang diambil
sebagai contoh adalah semua tumbuhan hidup yang tumbuh dibawah tegakan
pohon berupa herba dan rumput-rumputan.
Prosedur kerja
a. Tempatkan kuadran aluminium di dalam SUB PLOT (20 m x 20 m) secara
acak seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6. Penempatan Kuadran (Titik Contoh) Dalam Sub Plot.
b. Potong semua tumbuhan bawah (herba dan rumbut-rumputan) yang
terdapat di dalam kuadran, pisahkan antara daun dan batang.
c. Masukkan ke dalam kantong kertas, beri label sesuai dengan kode TITIK
CONTOHnya.
d. Untuk memudahkan penanganan, ikat semua kantong kertas berisi
tumbuhan bawah yang diambil dari satu plot.
e. Masukkan dalam karung besar untuk mempermudah pengangkutan ke
laboratorium.
f. Timbang berat basah daun atau batang, catat beratnya dalam lembar
pengamatan 6.
g. Ambil sub-contoh tanaman dari masing-masing biomasa daun dan batang
sekitar 100- 300g. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100
g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.
h. Keringkan sub-contoh biomasa tanaman yang telah diambil dalam oven pada
suhu 80C selama 48 jam.
i. Timbang berat keringnya dan catat hasil pengukurannya

Tabel 11. Pengukuran Biomassa Tumbuhan Bawah


Sub-contoh
Sub-contoh Total berat
Berat Basah (g) Berat Basah
Berat Kering (g) kering
(g)
Lahan Pengamatan
Daun Batang Daun Batang Daun Batang g/0.25 g/m2
m2
Sawah (Padi)
Tegalan (Jagung)
Tumpangsari
(Jeruk
dan Cabai)

Pengolahan data
Hitung total berat kering tumbuhan bawah per kuadran dengan rumus sebagai
berikut:

BKsubcontoh ( g )
Total BK ( g )= ×Total BB (g)
BBsubcontoh ( g )
Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah
7. Menilai Ketebalan Seresah
Amati dan klasifikasikan ketebalan seresah permukaan yang ada dengan
jalan ambil 3 titik pengukuran dalam sub-plot (200 m2), tekan permukaan seresah
dengan tangan, dan tancapkan penggaris dan ukurlah ketebalan lapisan seresah
yang ada (cm).
Kegiatan praktikum diawali dengan membuat petak atau plot dan
membatasinya (bisa menggunakan raffia 20 m x 20 m atau menggunakan batas
alami petak lahan (prinsipnya diketahui luasnya). Petak tersebut dipakai untuk
semua pengukuran komponen indikator tanah seperti berat basah dan berat
kering seresah, pengamatan casting, dan pengambilan contoh tanah untuk analisa
C-Organik tanah. Sedangkan pengambilan contoh tanah untuk pengukuran bobot
isi dan porositas tanah dapat dilakukan di luar petak contoh.

Tabel 12. Hasil Pengukuran Ketebalan Seresah


Lahan Pengamatan Ketebalan Seresah (cm)
Sawah (Padi)
Tegalan (Jagung)
Tumpangsari (Jeruk dan
Cabai)
8. Pengukuran Berat Massa Seresah
Nekromasa tidak berkayu adalah seresah daun yang masih utuh (seresah
kasar), dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian dan
berukuran > 2 mm (seresah halus). Pengambilan contoh 'nekromasa' (bagian
tanaman mati) dilakukan pada permukaan tanah yang masuk dalam SUB PLOT (5
m x 40 m). Pengambilan contoh necromass tidak berkayu dilakukan pada frame
berukuran 0.5 m x 0.5 m seperti Gambar di bawah. Contoh nercomass tidak
berkayu yang sudah diambil kemudian dimasukkan ke dalam tas kresek dan
ditimbang berat segarnya (BB). Contoh necromass tidak berkayu yang sudah
ditimbang dibawa ke laboratorium, kemudian di oven pada suhu 1050C selama 24
jam kemudian ditimbang berat keringnya (BK).
Tabel 13. Hasil Pengukuran Berat Massa Seresah
Berat Basah Berat Kering Berat Basah Berat Kering
Lahan
Seresah (gr) Seresah (gr) Necromass Necromass
Pengamatan
(gr) (gr)
Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2
Sawah (Padi) 34,6 114,4 15,3 39,6
Tegalan (Jagung)
Tumpangsari 45,96 39,75 9 7 7,81 18,95 6,9 12,3
(Jeruk
dan Cabai)
9. Berat Massa Kascing
1. Amati kondisi plot dan cari apakah dijumpai kascing,
2. Ambil kascing yang dijumpai di dalam plot,
3. Catat luasan frame untuk pengambilan kascing,
4. Timbang berat kascing (sebagai berat basah),
5. Masukkan kascing ke dalam kantong plastic,
6. Oven kascing dalam suhu 1050C selama 24 jam,
7. Timbang berat kering kascing (sebagai berat kering),
8. Catat berat keringnya

Gambar 7. Contoh plot pengambilan sampel seresah dan pengamatan kascing.


Tabel 14. Hasil Pengukuran Berat Massa Kascing
Berat Basah Kascing Berat Kering Kascing
Lahan Pengamatan
(gr) (gr)
Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2
Sawah (Padi)
Tegalan (Jagung)
Tumpangsari (Jeruk dan
Cabai)
10. Pengukuran Bintil Akar
Alat-alat yang diperlukan dalam pengamatan bintil akar adalah silet,
mistar, alat tulis, dan alat dokumentasi. Bahan yang diperlukan adalah akar
tanaman legum yang berumur 6 minggu.
Pemanenan kacang tanah
1. Membuat lingkaran dengan jari-jari 15 cm mengelilingi batang tanaman
legum
2. Mencabut tanaman legum secara perlahan
3. Membersihkan tanaman dari tanah yang menempel supaya memudahkan
perhitungan
4. Potong dan pisahkan tanaman dengan batang akar
5. Akar tanaman legum kemudian dicuci bersih dengan air mengalir secara
perlahan

Perhitungan Bintil Akar


1. Pisahkan akar utama dan cabang akar dengan cara memotongnya
menggunakan cutter
2. Hitung jumlah bintil akar secara terpisah antara akar utama dan cabang akar
3. Belah masing-masing bintil akar dengan menggunakan cutter dan amati
warna bagian dalamnya
4. Pisahkan bintil akar efektif dan bintil akar non-efektif sekaligus hitung
jumlah masing- masing bintil dan dicatat terpisah
5. Jumlahkan seluruh bintil akar efektif dan bintil akar non-efektif untuk
mendapatkan nilai bintil akar total.
11. Penentuan C-Organik, pH tanah, eH dan EC
Penentuan C-Organik Tanah (Metode Oksidasi Basah Walkey and Black)
Alat dan Bahan:
a. Labu erlenmeyer
b. K2Cr2O7 1 N
c. H2SO4 pekat
d. Difenilamina
e. Aquadest
f. Pipet
Prosedur analisis C-Organik Tanah
1. Sampel tanah kering udara yang telah lolos ayakan 0,5 mm sebanyak 0,5 gr
contoh dimasukan ke dalam labu erlenmeyer

2. Sebanyak 10 ml tepat larutan K2Cr2O7 1N ditambahkan ke dalam erlenmeyer


dengan sebuah pipet

3. Sebanyak 20 ml H2 SO4 pekat ditambahkan, labu erlenmeyer digoyang –


goyang kan untuk membuat tanah bereaksi. Biarkan campuran itu selama 20-
30 menit

4. Sebuah blanko tanpa tanah dikerjakan dengan cara yang sama


5. Kemudian larutan di encerkan dengan air sebanyak 200 ml dan sesudah itu
ditambahkan 10 ml H3Po4 85% dan 30 tetes penunjuk difenilamina

6. Larutan dititrasi dengan larutan feromell buret. Perubahan dari warna hijau
gelap pada permukaan,lalu menjadi biru tua pada waktu titrasi berlangsung,
pada titik akhir warna berubah menjadi hijau terang.
ml blanko−ml sampel × 3 100+%KA
7. Perhitungan % C-Organik ×
ml blanko× 0,5 100

Tabel 15 . Hasil Pengukuran C-Organik Tanah Metode Oksidasi Basah Walkey


and Black)
Sawah Tegalan Tumpang sari
Parameter
(Padi) (Jagung) (Lahan Jeruk dan
Pengamatan
Cabai)
Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2
% C- Organik 7,3 7,9 6,9

Penentuan pH tanah, eH (potensial redoks) dan EC (Electrical Conductivity)

Alat dan Bahan


a. pH meter
b. Fial film
c. Timbangan analitik
d. Mortar & pistil
e. Ayakan 2 mm
f. Gelas ukur
g. H2O dan KCl 10 ml
Prosedur Kerja
a. Sampel tanah kering udara diayak menggunakan ayakan 2 mm.
b. Untuk pengukuran pH H2O (1:1) sampel tanah sebanyak 10 gram
dimasukkan ke dalam fial film, lalu tambahkan 10 ml aquadest. Untuk
pengukuran pH KCl (1:1) sampel tanah sebanyak 10 gram dimasukkan ke
dalam fial film, lalu tambahkan 10 ml KCL.
c. Kocok selama ±10 menit lalu diamkan selama ±15 menit, sampai tanah
tersuspensi (mengendap dengan sempurna).
d. Alat dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan buffer pH 4 dan 7. Lalu ukur
sampel menggunakan pH meter hingga alat menunjukkan nilai yang stabil
(ready).
e. Selanjutnya untuk mengukur eH (potensial redoks) dan EC (Electrical
Conductivity) menggunakan sampel H2O (1:1) pada alat yang sama ,
hanya tinggal klik mode sampel satuan menunjukkan mV (eH) dan mS
(EC).
Tabel 16. Hasil Pengukuran pH tanah, eH dan EC
Lahan pH H2O pH KCl eH EC
Pengamatan Titik Titik Titik Titik Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2
1 2 1 2
Sawah (Padi) 5,8 4,6 29,8 0,25
Tegalan 6 5,5 192,5 0,32
(Jagung)
Tumpangsari 6,5 5,5 146,8 0,21
(Jeruk dan
Cabai)

12. Frekuensi Temuan Tanaman Yang Menunjukkan Gejala Defisiensi


Uraian Prosedur
a. Amati kondisi tanaman yang dijumpai di lahan, apakah dijumpai gejala
defisiensi unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg) dan atau defisiensi unsur
hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn)
b. Bandingkan kenampakan tanaman dengan gejala yang dijelaskan pada
Tabel x berikut,
c. Catat dan dokumentasikan jika menemukan gejala defisiensi pada
tanaman.

Tabel 17 . Gejala Defisiensi Unsur pada Tanaman


Unsur Hara Fungsi Gejala Gambar
N Sebagai bahan  Perubahan warna
(Nitrogen) menjadi pucat
dalam sintetis
(klorosis) terjadi pada
klorofil, protein, daun-daun tua.
dan asam amino  Secara keseluruhan
daun- daun
berwarna hijau
kekuningan (pucat)
 pertumbuhan
terhambat (kerdil)
P Untuk  Reduksi
(Fosfor) pertumbuhan,
merangsang
kerdil
pertumbuhan
 Warna hijau tua,
akar, khususnya bercak ungu pada
akar benih dan daun jagung,
 Menunda pemasakan
tanaman muda
 Pembentukan biji gagal
K Untuk  Daun-daun tua
(Kalium) (bagian bawah)
pembentukan
menjadi coklat atau
protein dan
menunjukkan flek-
karbohidrat flek terbakar pada tepi
daun dan ujung daun.
 Jerami tanaman
berbiji menjadi lunak

Mg Pembentukan zat  Tepi-tepi daun


(Magnesium) hijau daun helaian di sela-sela
tulang daun dan
(klorofil),
mengalami klorosis
karbohidrat, dan disertai
lemak dan perubahan warna
daun tua menjadi
senyawa minyak
bersemu merah muda
yang dibutuhkan  daun kadang-kadang
tanaman. menggulung mirip
dengan gejala
kekeringan.
Ca Merangsang Daun-daun muda yang
(Kalsium) pembentukan baru terbentuk berwarna
bulu- bulu akar, putih, titik tumbuh mati
mengeraskan (mati pucuk) dan
batang tanaman mengeriting.
dan merangsang
pembentukan
biji.
Zn Pengaktifan Timbul strip-strip karat
(Seng) bebrapa jenis pada daun tua dan disertai
enzim pada klorosis pada daun-daun
tanaman. dewasa, ukuran daun lebih
sempit-sempit
Fe Berfungsi dalam Klorosis terjadi pada
(Besi) proses helaian di sela-sela tulang
pernapasan daun muda, pada kasus
tanaman dan berat seluruh daun berubah
pembentukan zat warna menjadi kuning
hijau daun yang akhirnya putih.
(klorofil).
Cu Berfungsi dalam  Daun muda layu
(Tembaga) pembentukan zat tetap (ujungnya
terbakar) tanpa
hijau daun bercak atau gejala
(klorofil) dan klorosis
merupakan  Ranting atau tangkai
tepat dibwah ujung
bahan
dan pentul biji sering
pembentuk tak mampu tegak
beberapa jenis bila kekurangannya
parah.
enzim.
(S) Membantu Daun muda dengan urat
Belerang
pertumbuhan dan jaringan antar urat
anakan tanaman daun berwarna hijau
muda.

Tabel 18. Hasil Observasi Defisiensi Unsur Hara


Lahan Jenis Unsur Gejala yang
Pengamatan Plot Hara ditemukan
Foto

1
Sawah
(Padi)
2

1
Tegalan
(Jagung)
2
1
Tumpang
sari (Lahan
Jeruk dan 2
Cabai)

DAFTAR PUSTAKA
Hairiah, K., Sulistyani, H., Suprayogo, D., Widianto, Purnomosidhi, P., Widodo,
R. H., and Van Noordwijk, M. 2006. Litter layer residence time in forest
and coffee agroforestry systems in Sumberjaya, West Lampung.
Forest Ecology and Management, 224: 45-57.
Hairiah K and Rahayu S. 2007. Petunjuk praktis Pengukuran karbon
tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. World Agroforestry
Centre, ICRAF Southeast Asia. ISBN 979-3198-35-4. 77p
Jongmans, A. G., Pulleman, M. M., Balabane, M., Van Oort, F., Marinissen, J. C.
Y. 2003. Soil structure and characteristics of organic matter in two
orchards differing in earthworm activity. Applied Soil Ecology, 24:
219-232.
Karama, A.S., A.R. Marzuki dan I. Marwan. 1994. Penggunaan Pupuk Organik
Pada Tanaman Pangan. Simposium Hortikultura Nasional.
Van Noordwijk, M, Lusiana, B. dan Khasanah, N., 2004. WaNuLCAS 3.01.
Background on a model of Water Nutrient and Light Capture in
Agroforestry System. ICRAF, Bogor.246 p.
Widianto, Suprayogo D., Noveras H., Widodo R.H., Purnomosidhi P., Noordwijk
v.M., 2004. Alih Guna Hutan Menjadi Lahan Pertanian:Apakah
Fungsi Hidrologis Hutan Dapat Digantikan Sistem Kopi
Monokultur?. Agrivita Vol.26 No.1. Maret 2004. ISSN:0126- 0537.

LAMPIRAN
DAFTAR ASISTEN KELAS MAES TANAH / GENAP 2022

No. ASISTEN PRAKTIKUM NIM ASISTEN KELAS


1 Ahmad Doni Irawan 195040200111065 A
2 Ahmad Fatoni 185040201111048 B
3 Muhammad Rifqi Al Jauhary 196040300111014 C
4 Jiyanti Yana Saputri 196040300111013 D
5 Utik Tri Wulan Cahya 187040123111006 E
6 Dinna Hadi Sholikah 206040300011002 F
7 Siti Nur ‘Azizah 195040200111049 G
8 Abdurrachman Arief 196040300111004 H
9 R. Ay. Alvisa Talitha Radiananda 185040207111047 I
10 Rizkyana Noerishynta Damayanti 187040123111001 J
11 Rizkyana Noerishynta Damayanti 187040123111001 K
12 Jiyanti Yana Saputri 196040300111013 L
13 Muhammad Ridwan Rozali 195040207111140 M
14 Abdurrachman Arief 196040300111004 N
15 Muhammad Rifqi Al Jauhary 196040300111014 O
16 Beliana Zam Zam 185040201111163 P
17 Laily Rahma Fauzia 185040207111104 Q
18 Dinna Hadi Sholikah 206040300011002 R
Koordinator Asisten Mahasiswa : Muhammad Ridwan Rozali

LABORAN YANG TERLIBAT DALAM KEGIATAN PRAKTIKUM :


1. Sarkam [Laboran Lab. Biologi Tanah]
2. Ngadirin [Laboran Lab. Fisika Tanah]
3. Taufik [Laboran Lab. Fisika Tanah]

MODUL VIRTUAL FIELDTRIP MANAJEMEN AGROEKOSISTEM 2022


ASPEK BUDIDAYA PERTANIAN

FAKTOR ABIOTIK KOMPONEN AGROEKOSISTEM

Ekosistem terdiri atas dua komponen yaitu komponen biotik dan


komponen abiotik. Komponen abiotik menunjukkan benda mati dan kondisi
lingkungan yang mendukung kehidupan makhluk hidup contohnya tanah, air,
udara, iklim, cahaya matahari, cuaca, dan lain sebagainya. Sedangkan komponen
biotik menunjukkan makhluk hidup yang ada dalam ekosistem tersebut, termasuk
manusia, hewan, dan tumbuhan. Agroekosistem sendiri merupakan ekosistem
yang dimodofikasi dan dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung oleh
manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan atau sandang. Sehingga,
komponen ekosistem dan agroekosistem dapat dibedakan menjadi :
Komponen
Ekosistem Agroekosistem
Komponen Fisik (Abiotik) Komponen Fisik (Abiotik )
 Tanah  Tanah
 Air  Air
 Udara  Udara
 Iklim  Iklim
Kehidupan Liar (Biotik) Tanaman Budidaya
 Tumbuhan Kehidupan Liar
 Mikroflora dan mikrofauna  Tumbuhan
 Mesofauna  Mikroflora dan mikrofauna
 Makrofauna  Mesofauna
 Megafauna  Makrofauna
 MegafaunA
 OPT
1. Faktor Abiotik
Pertumbuhan tanaman dapat di kendalikan oleh susunan genetik tanaman
serta keadaan lingkungannya. Sedangkan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan pada tanaman secara garis besar terbagi menjadi
faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor abiotik adalah komponen penyusun
ekosistem yang terdiri dari benda-benda tak hidup. Faktor abiotik dapat terdiri
atas intensitas cahaya matahari, kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu,
curah hujan, serta kesuburan tanah. Masing-masing komponen abiotik ini dapat
berpengaruh pada kelangsungan hidup tanaman. Setiap tanaman memiliki kondisi
optimum tertentu untuk tetap hidup dengan baik. Keadaan lingkungan yang tidak
mendukung pertumbuhan tanaman akan berakibat pada penurunan tingkat
transpirasi, respirasi maupun penyerapan nutrisi bagi tanaman. Selain itu juga
dapat menyebabkan tanaman mudah mengalami gangguan OPT hingga
menyebabkan kematian bagi tanaman. Melalui pengaruhnya tersebut maka
masing-masing komponen abiotik ini memiliki peranan penting dan perlu
diperhatikan dalam budidaya tanaman untuk menciptkan keadaan yang optimum
bagi pertumbuhan tanaman.
2. Komponen Iklim
Iklim dapat diartikan sebagai keadaan cuaca rata-rata dalam waktu yang
relatif lama dan meliputi wilayah luas. Proses terjadinya cuaca dan iklim
merupakan kombinasi dari variabel-variabel atmosfir yang sama yang disebut
unsur-unsur iklim. Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Kondisi iklim dicirikan oleh unsur-unsur
atau komponen iklim antara lain suhu, angin, kelembaban, penguapan, curah
hujan serta lama dan intensitas penyinaran matahari. Besarnya pengaruh iklim
dalam pertumbuhan tanaman maka dirasa penting mengetahui dan mempelajari
komponen iklim yang akan memberikan keadaan optimum bagi pertumbuhan
tanaman. Beberapa komponen iklim diantaranya sebagai berikut.
Curah Hujan
Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam
penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak
mengalir. Curah hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang datanya diperoleh
dengan cara mengukurnya dengan menggunakan alat penakar hujan, sehingga
dapat diketahui jumlahnya dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan dibatasi
sebagai tinggi air hujan yang diterima di permukaan sebelum mengalami aliran
permukaan, evaporasi dan peresapan ke dalam tanah. Sedangkan Intensitas curah
hujan merupakan ukuran jumlah hujan per satuan waktu tertentu selama
hujan berlangsung (Chandra dan Suprapto, 2016). Alat yang dapat digunakan
dalam pengukuran curah hujan adalah ombrometer dan ombrograf. Ombrometer
merupakan alat pengukur curah hujan tipe kolektor. Sedangkan ombrograf
merupakan alat pengukuran curah hujan tipe perekam data (otomatis).
Cara penggunaan ombrometer :
 Menaruh gelas pengukur dibawah kran ombrometer
 Membuka kran ombrometer
 Apabila air yang turun dari kran melebih 25 mm maka sebelum
mencapai 25 mm kran ditutup terlebih dahulu dan selanjutnya
melakukan pembacaan dan catat hasil
 Pengukuran dilakukan sampai air di dalam bak penakar habis

Cara penggunaan ombrograf :


 Kertas grafik dipasang terlebih dahulu pada silinder yang berputar
teratur secara otomatis
 Penggantian kertas grafik dilakukan 1 minggu sekali
 Pencatatan curah hujan bersifat kumulatif dengan kapasitas
maksimum penampungan 60 mm
 Banyaknya curah hujan dan terjadinya hujan dapat dibaca dari kertas
grafik.
Intensitas
Intensitas cahaya adalah banyaknya cahaya ada pada suatu luas
permukaan, merupakan aspek lingkungan fisik yang sangat penting untuk
keselamatan dan kenyamanan kerja. Intensitas cahaya merupakan salah satu faktor
yang berperan penting bagi tanaman untuk proses fotosintesis. Dimana, semakin
sesuai intensitas cahaya bagi tanaman maka akan semakin baik proses
fotosintesis, dan semakin baik pula pertumbuhan tanaman. Selain itu besarnya
intensitas cahaya yang diteruskan ke permukaan lahan akan cenderung menurun
seiring bertambahnya umur suatu tanaman. Alat yang digunakan untuk mengukur
intensitas cahaya matahari yaitu lux meter, dengan cara penggunaan sebagai
berikut :
 Geser tombol off/on ke arah On
 Pilih kisaran range yang akan diukur (2000 lux, 20000 lux atau 50000
lux) pada tombol Range
 Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan
daerah yang akan diukur kuat penerangannya
 Lihat hasil pengukuran pada layar panel
Kelembaban
Kelembaban merupakan salah satu bagian dari iklim yang termasuk dalam
faktor abiotik atau faktor tidak hidup. Kelembabam dapat diartikan sebagai
konsentrasi atau kandungan uap air yang ada pada udara. Pertumbuhan tanaman
juga sangat dipengaruhi oleh kelembaban. Apabila kelembaban lingkungan berada
di luar batas, maka tanaman akan terganggu pertumbuhannya. Setiap golongan
tanaman memerlukan kelembaban udara yang berbeda-beda untuk perkembangan
optimalnya. Sama seperti faktor abiotik lainnya, kelembaban juga penting
diperhatikan dalam pertumbuhan tanaman. Kelembaban yang diluar batas
toleransi tanaman akan menyebabkan beberapa kendala dalam kelangsungan
hidup tanaman. Ketika kelembaban terlalu rendah, proses fotosintesis tidak dapat
berjalan dengan baik akibat beberapa gangguan pada zat-zat tanaman sehingga
tidak dapat menghasilkan energi yang cukup untuk tumbuhan hidup dan
menyebabkan tanaman akan mengalami kekeringan dan mati. Sedangkan pada
kelembaban yang terlalu tinggi, organisme pengganggu tanaman seperti jamur
dan bakteri dapat tumbuh berkembang dengan pesat dan menyebabkan kerusakan
atau pembusukan pada tumbuhan. Sehingga untuk berproduksi tinggi, maka
kelembaban udara disekitar tanaman harus dijaga dalam keadaan optimum.
Suhu
Suhu dapat diartikan sebagai ukuran atau derajat panas atau dinginnya
suatu benda atau sistem. Suhu di definisikan sebagai suatu besaran fisika yang
dimiliki bersama antara dua benda atau lebih yang berada dalam kesetimbangan
termal (Putra, 2007). Sebagai salah satu komponen dalam faktor abiotik, maka
pengaruh suhu juga penting dalam optimalisasi pertumbuhan pada tanaman.
Pentingnya suhu bagi tanaman dikarenakan, setiap tanaman memiliki suhu
optimum untuk kelangsungan hidupnya. Hal ini berkaitan dengan reaksi kimia
didalam setiap organisme akan dipengaruhi oleh suhu lingkungan disekitarnya.
Sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, maka harus
mememnuhi syarat tumbuh tanaman salah satunya suhu yang optimum. Jika suhu
sekitar kurang sesuai dengan syarat tumbuh maka reaksi kimia dari tanaman akan
terganggu yang menyebabkan tanaman tumbuh dengan kurang baik. Pada suhu
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, tanaman dapat kehilangan kemampuan
fisiologisnya seperti fotosintesis, respirasi, transpirasi, absorpsi air, dan nutrisi.
Tanaman yang tumbuh di suhu yang terlalu tinggi dari batas toleransi tanaman
akan menyebabkan kinerja enzim akan terganggu. Akibatnya, respirasi dan
transpor zat terganggu sehingga tanaman akan kekurangan nutrisi pada tumbuhan.
Secara normal tanaman akan menutup stomata untuk menghindari penguapan
berlebihan pada suhu tinggi. Jika hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan
tidak adanya pertukaran oksigen dan karbondioksida, atau artinya transpirasi zat
terganggu. Pengukuran suhu dan kelembaban dapat menggunakan alat thermo
hygrometer, dengan cara penggunaan sebagai berikut:
 Meletakkan thermo hygrometer pada tempat yang ingin diukur
kelembaban dan suhu udaranya.
 Menunggu tiga sampai lima menit.
 Mengamati skala yang ada pada thermo hygrometer, skala pada bagian
atas menunjukkan suhu udara (oC) sedangkan skala bagian bawah
menunjukkan kelembaban (%).

FAKTOR BIOTIK PADA AGROEKOSISTEM


Faktor hidup yang meliputi semua makluk hidup di bumi yang terdiri dari
manusia, hewan, tumbuhan dan mikroba. Dalam Ekosistem tumbuhan berperan
sebagai produsen, hewan sebagai konsumen dan mikroorganisme berperan
sebagai decomposer Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme
yang meliputi individu, populasi, komonitas, ekosistem dan biosfer.
Agroekosistem adalah komonitas tanaman dan hewan yang berinteraksi dengan
lingkungan fisik yang telah dimodifikasi oleh manusia untuk memproduksi bahan
makan, serat, bahan bakar, dan produksi lainnya untuk konsumsi manusia dan
processing. Agroekosistem merupakan pemegang faktor kunci dalam pemenuhan
kebutuhan pangan suatu bangsa.
Komponen biotik yang terdiri dari semua jenis tanaman, hewan, dan
mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu agroekosistem sangat
menentukan produtivitas pertanian. Oleh sebab itu komponen-komponen biotik
seperti itu penting adanya dalam menjaga keseimbangan agroekosistem.
Komponen biotik merupakan suatu komponen ekosistem berupa makhluk hidup
yang tinggal dalam suatu ekosistem. Komponen biotik bermacam-macam
jenisnya, antara lain hewan, tumbuhan, manusia, bahkan mikro-organisme
sekalipun. Setiap komponen memiliki peranan masing-masing yang sangat erat
kaitannya dalam pemenuhan kebutuhan akan makanan, hal ini yang menyebabkan
keseimbangan di dalam ekosistem.
a. KOMPONEN BIOTIK BERDASARKAN PERAN DAN FUNGSINYA
PRODUSEN (AUTOTROF)
Produsen adalah makhluk hidup yang mampu mengubah zat anorganik
menjadi zat organik (organisme autotrof). Contoh: Tumbuhan hijau berklorofil,
fitoplankton, lumut, alga.
KONSUMEN (HETEROTROF)
Konsumen merupakan organisme yang tidak dapat menyusun zat makanan
sendiri, tetapi memakai atau menggunakan zat makanan yang dibuat organisme
lain. Contoh: Manusia, hewan
DEKOMPOSER (PENGURAI)
Dekomposer merupakan pengurai makhluk hidup atau organisme yang
memiliki fungsi tertentu sehingga mampu menguraikan sampah atau sisa-sisa
makanan dari makhluk hidup yang sudah mati. Dekomposer juga disebut
perombak, yang memungkinkan zat-zat organik dapat terurai dan mengalami daur
ulang kembali sehingga membentuk hara. Contoh: Bakteri dan Jamur.
b. GULMA
Gulma adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki kehadirannya pada suatu
lahan pertanian dan menyebabkan berbagai kerugian pada tanaman budidaya.
Seperti persaingan cahaya, persaingan nutrisi, persaingan air, ataupun Alelopati
Klasifikasi Gulma
Berdasarkan morfologi dan botaninya
1. Gulma Golongan Rumput (grasses)
Ciri ciri: memiliki batang bulat atau agak pipih dan rata-rata
berongga. Daun-daun soliter pada buku-buku (ruas), tersusun dalam dua
deret, umumnya memiliki tulang daun sejajar. Contoh: Cynodon dactylon
(L.), Imperata cylindrica (L.)
2. Gulma golongan teki (sedges)
Ciri ciri: Batang umum nya berbentuk segitiga, kadang-kadang juga
bulat dan biasanya tidak berongga. Daun tersusun dalam tiga deretan, tidak
memiliki lidah lidah daun(ligula). Contoh: Cyperus bervifolius, Cyperus
rotundus L.
3. Gulma golongan daun lebar (Broadleaves)
Ciri ciri: Daun lebar dengan tulang daun berbentuk jala, gulma ini
biasanya tumbuh pada akhir masa budi daya. Contoh: Ageratum conyzoides
L., Amaranthus spinosus L.
Berdasarkan Siklus Hidup
1. Gulma Semusim (Annual Weeds)
Ciri-ciri: Siklus hidup gulma semusim mulai dari berkecambah,
berproduksi, sampai akhimya mati berlangsung selama satu tahun. Pada
umumnya, gulma semusim mudah dikendalikan, namun pertumbuhannya
sangat cepat karena produksi biji sangat banyak. Contoh: Amaranthus sp.
2. Gulma Dua Musim (Biannual Weeds)
Ciri-ciri: Siklus hidup gulma dua musim lebih dari satu tahun, namun
tidak lebih dari dua tahun. Pada tahun pertama gulma ini menghasilkan
bentuk roset, pada tahun kedua berbunga, menghasilkan biji, dan akhimya
mati. Contoh: Aretium sp.
3. Gulma Tahunan (Perennial Weeds)
Ciri-ciri: Siklus hidup gulma tahunan lebih dari dua tahun dan
mungkin tidak terbatas (menahun). Jenis gulma ini kebanyakan berkembang
biak dengan biji. Gulma tahunan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Contoh: Cynodon dactylon
Berdasarkan Habitat Tumbuh
1. Gulma Air (Aquatic Weeds)
Ciri-ciri: Pada umumnya gulma air tumbuh di air, baik mengapung,
tenggelam, ataupun setengah tenggelam. Gulma air dapat berupa gulma
berdaun sempit, berdaun lebar, ataupun teki-tekian. Contoh: Monochoria
vaginalis, Cyperus iria
2. Gulma Daratan (Terestrial Weeds)
Ciri-ciri: Gulma daratan tumbuh di darat, antara lain di tegalan dan
perkebunan. Jenis gulma daratan yang tumbuh di perkebunan sangat
tergantung pada jenis tanaman utama, jenis tanah, iklim, dan pola tanam.
Contoh: Ageratum conyzoides, Axonopus compressus
c. PENGAMATAN DAN IDENTIFIKASI GULMA
Alat dan Bahan
1. Petak kuadrat berukuran 1m x 1m atau 0,5 m x 0,5 m
2. Pisau
3. Kamera
4. Kertas Gambar A3
5. Buku Flora
6. Kantong plastik
7. Kalkulator Analitik
8. Alkohol 75%
Cara Kerja
1. Mengidentifikasi jenis gulma berdasarkan morfologinya pada areal
pertanaman. Gunakan petak kuadrat (petak contoh) berukuran 0,5 m x 0,5
m. Tempatkan secara acak sebanyak 3 kali ulangan.
2. Dokumentasikan setiap petak contoh. Dokumentasi harus mencakup
semua jenis gulma yang terdapat dalam petak contoh.
3. Hitung populasi setiap spesies gulma dalam petak contoh.
4. Catat nama spesies gulma dan populasinya pada blanko pengamatan.
Gunakan nama lokal ketika anda pengamatan di lapang.
5. Selanjutnya anda bisa melakukan identifikasi mandiri dengan bantuan
literatur untuk mengetahui nama ilmiah dari spesies gulma yang anda
dapatkan.

Gambar 1. Ilustrasi Pengamatan Gulma pada Lahan

Gambar 2. Contoh Pengamatan Gulma pada lahan jagung dimana Persegi Merah
adalah Petak Frame pengamatan.
LER (Land Equivalent Ratio) atau NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan)
Multiple cropping merupakan salah satu bentuk dari program intensifikasi
pertanian alternatif yang tepat untuk memperoleh hasil pertanian yang optimal.
Keuntungan pola tanam Multiple cropping selain diperoleh frekuensi panen lebih
dari satu kali dalam setahun, juga berfungsi untuk menjaga kesuburan tanah. Pola
tanam Multiple cropping dalam implementasinya harus dipilih dua atau lebih
tanaman yang cocok sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien
mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif sekecil-kecilnya. Tingkat
produktivitas tanaman Multiple cropping diketahui dapat meningkatkan
produktivitas tanaman dengan keuntungan panen yang lebih tinggi yakni antara 20
- 60% dibandingkan pola tanam monokultur. Untuk mengevaluasi keuntungan
atau kerugian yang ditimbulkan dari pola tanam polikultur dengan monokultur
dapat dihitung dari LER (Land Equivalent Ratio) atau Nilai Kesetaraan Lahan
(NKL). Nilai NKL ini menggambarkan suatu areal yang dibutuhkan untuk total
produksi monokultur yang setara dengan satu ha produksi Multiple cropping.
Multiple cropping tanaman pangan di lahan tanaman tahunan yang belum
menghasilkan perlu dipertimbangkan sebagai alternatif pengembangan tanaman
pangan. Sistem tanam Multiple cropping merupakan bagian integral darikegiatan
ekstensifikasi dan intensifikasi yang bertujuan untuk melipat gandakan hasil
pangan, dan memecahkan masalah kerusakan sumber daya alam atau
memperbaiki lingkungan hidup. Multiple cropping atau sistem tanam ganda
merupakan usaha petanian untuk mendapatkan hasil panen lebih dari satu kali dari
satu jenis atau beberapa jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam satu
tahun. Ada beberapa jenis sistem multiple cropping, seperti mixed cropping, relay
planting, intercropping dan lain-lain. Intercropping (tumpangsari) merupakan
salah satu jenis multiple cropping yang paling umum dan sering dilakukan oleh
petani di Indonesia. Biasanya pada system tumpangsari, hasil dari masing-masing
jenis tanaman akan berkurang apabila dibandingkan dengan system monokultur,
tetapi hasil secara keseluruhan lebih tinggi.
Multiple cropping merupakan sistem budidaya tanaman yang dapat
meningkatkan produksi lahan. Peningkatan ini dapat diukur dengan besaran yaitu
LER (Land Equivalent Ratio) atau NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan). Sebagai
contoh nilai NKL atau LER = 1,8; artinya bahwa untuk mendapatkan hasil atau
produksi yang sama dengan 1 hektar diperlukan 1,8 hektar pertanaman secara
monokultur. Dengan nilai tersebut berarti lahan multiple cropping mampu
meningkatkan produktivitas hingga 80% secara keseluruhan apabila dibandingkan
dengan sistem tanam monokultur.
RUMUS:
HA 1 HB 1
NKL= +
HA 2 HB 2
HA1 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara tumpangsari
HB1 = Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara tumpang sari
HA2 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara monokultur
HB2 = Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara monokultur
Contoh soal
Komoditas: Tanaman Kacang Panjang dan Tomat
1.1 Multiple Cropping
Jenis tanaman Luas Lahan Dalam kg
Kacang Panjang 60 kg
200 m2
Tomat 150 kg
1.2 Monokultur
Jenis tanaman Luas Lahan Dalam kg
Kacang Panjang 200 m2 60 kg
Tomat 200 m2 150 kg

Jadi LER/NKL
HA1 = 60
HB1 = 150
HA2 = 80
HB2 =220
HA 1 HB 1
NKL= +
HA 2 HB 2
60 150
NKL= + =0,75+0,68=1,43
80 220
Nilai LER/NKL dari 1,43 menunjukkan bahwa 43 persen hasil keuntungan
diperoleh ketika ditanam sebagai tumpang sari dibandingkan bila sebagai
ditanam monokultur. Dengan kata lain tanaman harus ditanam pada luasan lahan
1,43 ha dengan system monokultur untuk mendapatkan tingkat hasil yang sama
seperti yang diperoleh dari luasan lahan 1 ha dengan system tanaman tumpang
sari.
FORM PENGAMATAN FAKTOR ABIOTIK
Lokasi Pengamatan:

Komoditas Tinggi Kemiringan Curah


budidaya Suhu Intensitas Kelembaban Tempat (mdpl) lahan (%) hujan
Padi
31,6 650 57 480 10 148
monokultur
Jagung
31,6 564 71 480 15 148
monokultur
Tumpangsasi
jeruk dan 30,5 340 72 480 20 148
cabai

FORM PENGAMATAN FAKTOR BIOTIK


Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Gulma Jumlah Gulma Plot ke- D1 D2


Nama Lokal Nama Ilmiah 1 2 3 Total
Alang-alang Imperata 8 4 7 19 6,9 4,2
cylindrica (L.)
Beauv
Rumput kremah Alternanthera 1 3 3 7 4,8 2,4
sessils
Rumput teki Cyperus rotundus 2 1 2 13 6,5 3
Patikan kerbau Euphorbia hirta 2 1 2 5 9 5,2
L.
Bayam liar Amaranthus 1 3 0 4 7,1 5,5
spinosus L.
Krokot Portulaca 4 9 5 18 3,5 3
oleracea L.
1. Menghitung SDR
a. Kerapatan adalah jumlah dari tiap-tiap spesies dalam tiap unit area
Jumlah spesies tersebut
Kerapatan Mutlak ( KM ) =
Jumlah Plot
KM Spesies tersebut
Kerapatan Nisbi ( KN ) = x 100 %
Jumlah KM Seluruh Spesies
b. Frekuensi ialah parameter yang menunjukkan perbandingan dari jumlah
kenampakannya dengan kemungkinannya pada suatu petak contoh yang
dibuat.
Plot yang terdapat spesies tersebut
Frekuensi Mutlak ( FM ) =
Jumlah Plot
FM Spesies tersebut
Frekuensi Nisbi ( FN ) = x 100 %
Jumlah FM Seluruh Spesies

c. Dominansi ialah parameter yang digunakan untuk menunjukkan luas suatu


area yang ditumbuhi suatu spesies atau area yang berada dalam pengaruh
komunitas suatu spesies.
Luas basal area spesies tersebut
Dominansi Multak ( DM )=
Luas seluruh area contoh
DM Spesies tersebut
Dominansi Nisbi ( DN )= x 100 %
Jumlah DM Seluruh Spesies
(d 1∗d 2)2
Luas Basal Area ( LBA )=
4
d. Menentukan Nilai Penting (Importance Value = IV)
Importance Value (IV) = KN + FN + DN
e. Menentukan Summed Dominance Ratio (SDR)
Summed Dominance Ratio (SDR)= IV/3
Tabel. Perhitungan Analisa Vegetasi 21 Hari Setelah Tanam

Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR


Alang-alang 6.33 105.56 1.00 50.00 0.52 0.000069 44.75 200.31 66.77
Rumput
kremah 2.33 38.89 1.00 50.00 0.64 0.000085 55.25 144.14 48.05
Rumput teki 4.33 72.22 1.00 50.00 0.52 0.000069 44.75 166.97 55.66
Petikan
kerbau 1.67 27.78 1.00 50.00 0.64 0.000085 55.25 133.03 44.34
Bayam liar 1.33 22.22 1.00 50.00 0.52 0.000069 44.75 116.97 38.99
Krokot 6.00 100.00 1.00 50.00 0.64 0.000085 55.25 205.25 68.42
Dari tabel SD, hitung indeks keragaman Shannon-Weiner (H`)
H =−∑ ( ¿ ln ¿ )
'
N N
Keterangan:
ni = Jumlah angka penting suatu jenis spesies
N = Jumlah total angka penting seluruh spesies
ln = Logaritme natural (bilangan alami)
Nilai tolak ukur indeks keanekaragaman H’:
H’ < 1,0 :
 Keanekaragaman rendah,
 Miskin (produktivitas sangat rendah) sebagai indikasi adanya tekanan
ekologis yang berat ,dan ekosistem tidak stabil
1,0 < H’ < 3,322 :
 Keanekaragaman sedang,
 produktivitas cukup,
 kondisi ekosistem cukup seimbang,
 tekanan ekologis sedang.
H’ > 3,322 :
 Keanekaragaman tinggi,
 stabilitas ekosistem mantap,
 produktivitas tinggi

FORM PENGAMATAN NKL / LER


Penggunaan lahan : Padi monokultur

Luas lahan petani 2000 m2


Jenis Tanaman 1 Padi
Jenis Tanaman 2 Jagung
Produktivitas tanaman 1 pada lahan monokultur (ton/Ha) 1,5 ton
Produktivitas tanaman 2 pada lahan monokultur (ton/Ha) 1,7 ton
Produktivitas tanaman 1 pada lahan multiple cropping (ton/Ha) 0,7 ton
Produktivitas tanaman 2 pada lahan multiple cropping (ton/Ha) 0,6 ton
HA 1 HB 1
LER/NKL = +
HA 2 HB 2
0,7 0,6
= 1,5 + 1,7
= 0,47 + 0,35
= 0,82
Nilai NKL/LER menunjukkan bahwa sistem penanaman tumpangsari tidak
lebih efisisen daripada sistem penanaman monokultur

Penggunaan lahan : Jagung monokultur

Luas lahan petani 3000 m2


Jenis Tanaman 1 Jagung
Jenis Tanaman 2 Kedelai
Produktivitas tanaman 1 pada lahan monokultur (ton/Ha) 2,5 ton
Produktivitas tanaman 2 pada lahan monokultur (ton/Ha) 1 ton
Produktivitas tanaman 1 pada lahan multiple cropping (ton/Ha) 1,5 ton
Produktivitas tanaman 2 pada lahan multiple cropping (ton/Ha) 0,6 ton
HA 1 HB 1
LER/NKL = +
HA 2 HB 2
1,5 0,6
= 2.5 + 1
= 0,6 + 0,6
= 1,2
Nilai NKL/LER menunjukkan bahwa 20% hasil keuntungan diperoleh ketika
ditanam secara tumpangsari dibandingkan secara monokultur.

Penggunaan lahan : Tumpangsari Jerik dan Cabai

Luas lahan petani 4000 m2


Jenis Tanaman 1 Jeruk
Jenis Tanaman 2 Cabai
Produktivitas tanaman 1 pada lahan monokultur (ton/Ha) 8 ton
Produktivitas tanaman 2 pada lahan monokultur (ton/Ha) 2 ton
Produktivitas tanaman 1 pada lahan multiple cropping (ton/Ha) 6 ton
Produktivitas tanaman 2 pada lahan multiple cropping (ton/Ha) 1,5 ton
HA 1 HB 1
NKL= +
HA 2 HB 2
6 1.5
= +
8 2
= 0.75 + 0.75
= 1.5
Nilai NKL/LER menunjukkan bahwa 50% hasil keuntungan diperoleh ketika
ditanam secara tumpangsari dibandingkan secara monokultur
DAFTAR ASISTEN MANAJEMEN AGROEKSISTEM BP 2022

No. ASISTEN PRAKTIKUM NIM ASISTEN KELAS


1 Aditya Fadlani 195040201111085 A
2 Oky Diah Permatasari 195040201111001 B
3 Nikita Nabila Sayyidah 195040201111036 C
4 Fikry Ikhtiarini 195040201111114 D
5 Aulitha Meisya 195040200111157 E
6 Hana Syifa Salsabila Hasibuan 195040201111098 F
7 Indah Permata Satuhuningrum 195040207111190 G
8 Twenty Imelda Permata 185040200111061 H
9 Hanifatul Diyah Khumairoh 185040200111074 I
10 Yani Kurniawan 195040200111156 J
11 Adzra choirunnisa 195040201111079 K
12 Tarisa Ayu Lestari 195040201111163 L
13 Nurina Aida Ramadhani 195040200111069 M
14 Shendy Citra Oktaviana Dewi 195040200111152 N
15 Kurnia Novita Sari 195040201111150 O
16 Rifqi Setiawan 175040207111061 P
17 Putri Amanda Cahyarani 195040201111110 Q
18 Valencia Evelyn Victoria 195040200111288 R

Koordinator Asisten Mahasiswa : Kurnia Novita Sari


MODUL VIRTUAL FIELDTRIP MANAJEMEN AGROEKOSISTEM 2022
ASPEK HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

TUJUAN PRAKTIKUM
a. Untuk mengeksplorasi dan mengidentifikasi keanekaragaman Arthropoda pada
agroekosistem
b. Untuk mengetahui peran masing-masing Arthropoda pada agroekosistem
c. Untuk mengeksplorasi dan mengidentifikasi keanekaragaman penyakit pada
tanaman pangan dan hortikultura pada agroekosistem
d. Untuk merencanakan agroekosistem yang baik secara teoritis

I. PENGAMATAN HAMA

Serangga termasuk ke dalam filum Arthropoda yang memiliki ciri kaki


beruas, tubuh bilateral simetris dan dilapisi oleh exosceleton/ kutikula yang keras.
Selain serangga, dalam filum ini terdapat hewan lain yaitu laba-laba (arachnida),
kepiting (decapoda), udang (crustacea), lipan dan luwing (myriapoda). Serangga
digolongkan dalam kelas insecta (hexapoda), karena memiliki 6 buah kaki.
Jumlah kaki menjadi ciri khas serangga yang membedakannya dengan hewan lain
dalam phylum tersebut.
Serangga merupakan golongan hama terbesar. Diantara hama lainnya,
jumlah hama dari kelompok serangga menduduki peringkat tertinggi dan
mayoritas. Hal ini selain disebabkan perkembangbiakan serangga yang pesat, juga
dikarenakan penyebarannya sangat cepat dan luas. Saat ini terdapat kurang lebih
2-3 juta spesies serangga yang sudah ditemukan, 800.000 spesies diantaranya
sudah berhasil teridentifikasi. 5.000 spesies termasuk bangsa capung (Odonata),
20.000 spesies bangsa belalang (Orthoptera), 170.000 spesies bangsa kupu-kupu
dan ngengat (Lepidoptera), 120.000 bangsa lalat dan kerabatnya (Diptera), 82.000
spesies bangsa kepik (Hemiptera), 360.000 spesies bangsa kumbang (Coleoptera),
dan 110.000 spesies bangsa semut dan lebah (Hymenoptera). Keragaman serangga
yang besar dan tinggi menyebabkan serangga sangat berperan dalam ekosistem
dan siklus energi di alam.
Kondisi sistem ekologi dalam agroekosistem juga dikaji dengan melihat
dinamika komposisi peran dari jumlah individu spesies yang terkoleksi, lintas
waktu ataupun lokasi dalam hamparan (lanskap) yang sama, sehingga cara ini
sesuai untuk menilai atau memahami kondisi ekologis yang dikaitkan dengan
pengembangan tindakan preventif dalam pengelolaan hama. Arthropoda yang
berperan dalam pengamatan ini antara lain : hama, musuh alami (predator dan
parasitoid), serta arthropoda lain (pengurai dll).
Keseimbangan komposisi peran dari total individu yang terkoleksi dijadikan
sarana untuk memahami kondisi ekologi lahan. Metode yang digunakan berupa
pendekatan fiktorial dengan menggunakan grafik tiga dimensi untuk
menggambarkan posisi dari komposisi peran. Untuk memahami metode ini akan
dipaparkan suatu contoh hipotetik data komposisi peran dari hasil koleksi dan
identifikasi arthropoda dari 7 waktu pengambilan contoh pada musim tanam
sebelumnya (Tabel 1).

Tabel 1. Komposisi peran arthropoda pada pertanaman kentang di kecamatan


Antah berantah MT 1997/1998

Waktu Jumlah Individu Presentase


Pengamatan
(MST)
Hama MA SL Total Hama MA SL
1 10 10 20 40 25,0 25,0 50,0
2 15 30 15 60 25,0 50,0 25,0
3 10 40 30 80 12,5 50,0 37,5
4 0 20 40 80 22,5 25,0 50,0
5 25 25 50 100 25,0 25,0 50,0
6 30 40 30 100 25,0 40,0 30,0
7 40 40 40 120 33,3 33,3 33,3
Keterangan : MA (Musuh Alami), SL (Serangga Lain)
Dari Tabel 1 terlihat bahwa pada setiap waktu pengamatan terkomposisi
peran dari arthropoda yang dikoleksi, sehingga dapat dikaji bahwa jumlah hama
relatif sedikit dibandingkan dengan musuh alami dan serangga lain. Diperkirakan
bahwa kondisi ekologi lahan tersebut relatif sehat, karena kemungkinan besar
musuh alami berperan besar mengendalikan populasi hama. Ketersediaan
serangga lain juga dapat menjamin kelangsungan hidup musuh alami jika
populasi hamanya rendah khususnya untuk predator yang umumnya polifag.
Namun apabila lahan tersebut didominasi oleh hama dengan sedikit musuh alami
dan serangga lain, maka dapat terjadi kondisi lain. Pemahaman kondisi ekologis
berdasarkan komposisi peran yang ditampilkan dalam bentuk tabel sering kali
sangat sulit dilakukan, terutama jika waktu pengamatannya banyak, serta
komposisi perannya tidak konsisten antar waktu. Untuk mengatasi hal tersebut,
penyajian dalam bentuk grafik atau cara fiktorial sering dilakukan. Penyajian
secara fiktorial tersebut setiap komposisi akan digambarkan/diwakili oleh satu
koordinat dalam suatu tata dari tiga aksis/sumbu yang tergambarkan sebagai garis
tinggi dari segitiga sama sisi, yang titik sudutnya mewakili peran (Gambar 1A).
Garis tinggi yang berujung pada salah satu sudut peran, misalnya sudut hama,
merupakan garis skala persentase hama dengan skala 0% di dasar garis
(perpotongan dengan sisi yang berhadapan) dan skala.
Penentuan posisi koordinat komposisi peran dapat dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut (misalnya saja akan ditentukan posisi koordinat dan
komposisi peran dari hasil pengamatan minggu pertama, yaitu 25% hama – 25%
musuh alami – 50% serangga lain, untuk pekerjaan ini hanya diperlukan dua dari
tiga data tersebut, dipilih saja % hama dan serangga lain) :
a. Tentukan titik 25% pada skala sumbu hama, lalu tarik garis sejajar dengan
sisi dasar sumbu tersebut. Garis sejajar tersebut merupakan garis 25%
komposisi hama (sebut sebagai Gh25) (Gambar 1A).
b. Lakukan hal yang sama untuk titik 50% serangga lain, untuk membuat
garis 50% serangga lain (Gsl50) (Gambar 1B).
c. Perpotongan antara garis Gh25 dan Gsl50 merupakan titik koordinat
komposisi pada pengamatan minggu pertama (Gambar 1B). Jika kita ingin
memeriksa, garis Gma25 juga akan melewati titik koordinat tersebut.

Gambar 1. Cara penyajian segitiga fiktorial


Kondisi ekologis yang tidak sehat atau bahaya dapat dideteksi jika
sajian fiktorial menunjukkan bahwa ekosistem tersebut terdapat sedikit serangga
lain dan musuh alami, sehingga memerlukan penanganan khusus dalam upaya
pengendalian. Ekosistem semacam ini banyak dijumpai di pertanaman rumah
kaca, serta pada lahan-lahan yang tinggi penggunaan racun kimianya.

DIAGNOSIS PENYAKIT TUMBUHAN


A. Penyebab Penyakit
Penyakit tanaman adalah situasi di mana proses hidup suatu tanaman
menyimpang dari keadaan normal dan menimbulkan kerusakan, sehingga
tanaman itu tidak dapat tumbuh dan berkembang biak seperti biasa, bahkan dapat
menyebabkan matinya tanaman tersebut. Adapun penyakit dapat dikategorikan
menjadi penyakit abiotik dan penyakit biotik.
 Faktor Abiotik
Penyakit abiotik merupakan penyakit tanaman yang disebabkan oleh
penyebab penyakit non infeksius atau tidak dapat ditularkan dari satu tanaman ke
tanaman lain. Adapun penyebab penyakit abiotik dapat dikelompokan yaitu :
1. Suhu tinggi, rendah dan sinar matahari
Beberapa tanaman tertentu dapat mengalami kerusakan dengan adanya suhu
yang terlalu tinggi disertai dengan sinar matahari yang terik. Daun-daun muda
tanaman terutama tanaman semusim dapat mengalami kelayuan permanen dan
akhirnya mati. Gejala kerusakan ini disebut sun-scald. Kerusakan tanaman yang
disebabkan oleh suhu tinggi dan sinar matahari yang terik ini dapat meningkat
dalam keadaan kelembaban yang terlalu rendah.
Suhu rendah menimbulkan kerusakan pada buah dan sayuran. Kerusakan
yang terjadi disebabkan karena terbentuknya kristal-kristal es intraseluler atau
interseluler maupun keduanya. Selain itu suhu yang rendah dapat menimbulkan
lapisan frost pada tanah sehingga menghalangi akar untuk menyerap air yang
diperlukan untuk mengimbangi transpirasi yang dilakukan oleh daun.
2. Kelembaban Tanah
Keadaan tanah dengan kelembaban yang sangat rendah dapat menimbulkan
kelayuan dan kematian tanaman. Sebaliknya kelembaban tanah yang terlalu tinggi
akan menyebabkan terjadinya pembusukan di dalam tanah, yang berakibat
kematian pada tanaman.
3. Keracunan dan Defisiensi Mineral
Tanaman memiliki respon yang berlainan terhadap keasaman tanah. Tanah
yang bersifat asam dapat meracuni beberapa jenis tanaman tertentu. Tanaman-
tanaman yang mengalami keracunan akan menunjukan gejala yang bervariasi dari
perubahan warna (klorosis), layu, bercak, penebalan daun, kerdil sampai mati.
Defisiensi mineral pada jenis tanaman yang berlainan kemungkinan akan
menunjukan gejala yang sama, akan tetapi sulit untuk menentukan secara tepat
jenis mineral apa yang mengalami defisiensi.
4. Senyawa kimia pestisida
Kerusakan tanaman yang termasuk kategori ini biasanya disebabkan oleh :
a. Pemakaian pestisida yang salah, misalnya : salah jenis pestisida, dosisnya
tidak tepat, dan aplikasinya tidak sesuai.
b. Keracunan tanaman karena sisa-sisa pestisida yang menguap (fumigan).
c. Residu pestisida yang fitotoksik.

 Faktor Biotik
Faktor biotik merupakan penyakit tanaman yang disebabkan oleh suatu
organisme infeksius bukan binatang, sehingga dapat ditularkan dari satu tanaman
ke tanaman lainnya. Organisme yang dapat menyebabkan suatu penyakit tanaman
disebut patogen tanaman. Patogen tanaman meliputi organisme-organisme sebagai
berikut :
1. Jamur/Cendawan/Fungi
Jamur adalah salah satu organisme penyebab penyakit yang menyerang
semua bagian tumbuhan, mulai dari akar, batang, ranting, daun, bunga, hingga
buahnya. Penyebaran jenis penyakit ini dapat disebabkan oleh air, serangga, atau
sentuhan tangan. Jamur merupakan mikroorganisme bermembran (eukariotik),
tidak mempunyai klorofil, berkembangbiak secara seksual dan atau aseksual
dengan membentuk spora, tubuh vegetatif (somatik) berupa sel tunggal atau
berupa benang-benang halus (hifa, miselium) yang biasanya bercabang- cabang,
dinding selnya terdiri dari sellulose dan atau khitin bersama-sama dengan
molekul-molekul organik kompleks lainnya. Jamur dibedakan berdasarkan ada
tidaknya sekat pada hifa dan cara perkembangbiakannya, sehingga jamur
dibedakan menjadi empat kelompok kelas, yaitu : Phycomycetes, Ascomycetes,
Basidiomycetes, dan Deuteromycetes.
Penyakit ini menyebabkan bagian tumbuhan yang terserang, misalnya buah,
akan menjadi busuk. Jika menyerang bagian ranting dan permukaan daun, akan
menyebabkan bercak- bercak kecokelatan. Dari bercak – bercak tersebut akan
keluar warna putih atau oranye yang dapat meluas ke seluruh permukaan
ranting atau daun sehingga pada akhirnya kering dan rontok.
Contoh penyakit yang disebabkan oleh jamur adalah sebagai berikut :
a) Penyakit pada padi.
Penyakit pada ruas batang dan butir padi disebabkan oleh jamur
Pyricularia oryzae. Ruas – ruas batang menjadi mudah patah dan tanaman padi
akhirnya mati. Selain itu, terdapat pula penyakit yang menyebabkan daun pedi
menguning. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Magnaporthegrisea.
b) Penyakit embun tepung.
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Peronospora parasitica. Jamur ini
kadang- kadang menyerang biji yang sedang berkecambah sehingga biji menjadi
keropos dan akhirnya mati. Jamur ini menyerang daun pertama pada kecambah
sehingga tumbuhan menjadi kerdil. Tumbuhan kerdil dapat tumbuh terus tapi
pada daun - daunnya terdapat bercak – bercak hitam. Untuk memberantas jamur
ini dilakukan pengendalian secara kimia, yaitu dengan pemberian fungsida pada
tanaman yang terserang jamur.

Gambar 2. Jamur penyebab penyakit

2. Bakteri
Bakteri patogen dapat membusukkan daun, batang, dan akar tumbuhan.
Bagian tumbuh tumbuhan yang diserang bakteri akan mengeluarkan lendir keruh,
baunya sangat menusuk, dan lengket jika disentuh. Setelah membusuk, lama-
kelamaan tumbuhan akan mati. Tumbuhan yang diserang bakteri dapat diatasi
dengan menggunakan bakterisida.
Bakteri merupakan mikroorganisme prokariotik bersel tunggal. Terdapat
kurang lebih 200 jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tanaman.
Berbagai jenis bakteri yang terutama berbentuk batang, hanya terdiri dari enam
genus (marga), yaitu :
• Agrobacterium famili Rhizobiaceae gram negatif
• Corynebacterium famili Corynebacteriaceae gram positif
• Erwinia famili Enterobacteriaceae gram negatif
• Pseudomonas famili Pseudomonadaceae gram negatif
• Streptomyces dari famili gram positif
• Xanthomonas famili Pseudomonadaceae gram negative
Contoh penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah penyakit yang
menyerang pembuluh tapis batang jeruk (citrus vein phloem degeneration atau
CVPD). CVPD disebabken oleh bakteri Serratia marcescens. Gejalanya adalah
kuncup daun menjadi kecil dan berwarna kuning, buah menjadi kuning, sehingga
lama- kelamaan akan mati. Penyakit CVPD yang belum parah dapat disembuhkan
dengan terramycin, yang merupakan sejenis antibiotik.

Gambar 3. Bakteri penyebab penyakit

3. Virus
Virus merupakan kesatuan ultramikroskopik yang hanya mengandung satu
atau dua bentuk asam nukleat yang dibungkus oleh senyawa protein kompleks.
Asam nukleat dan protein disintesis oleh sel inang yang sesuai dengan
memanfaatkan mekanisme sintesis dari sel-sel inang untuk menghasilkan
substansi viral (asam nukleat dan protein).
Contoh penyakit yang disebabkan oleh virus antara lain penyakit daun
tembakau yang berbercak – bercak putis. Penyakit ini disebabkan oleh virus TMV
(tabacco mosaic virus) yang menyerang permukaan atas daun tembakau. Virus
juga dapat menyerang jeruk. Penularan melalui perantara serangga.
4. Nematoda
Nematoda berbentuk cacing tetapi dalam taksonomi bukan merupakan
cacing (Vermes), berukuran sangat kecil, panjangnya berkisar antara 300-1.000
μm, meskipun beberapa jenis mempunyai panjang sampai 4 mm. Secara umum
nematoda berbentuk seperti belut, tubuh tidak bersegmen, simetris bilateral,
transparan, tidak mempunyai rongga tubuh (pseudocelumate), tubuh dilapisi
lapisan kutikula yang lembut sehingga memudahkan bergerak, dan tidak berkaki
maupun anggota tubuh lain.
Gejala dan Tanda Penyakit Biotik
Spesimen tanaman berpenyakit dapat dikenal dari gejala-gejala dan tanda-
tanda yang khusus. Gejala adalah perubahan penampilan tanaman atau bagian-
bagiannya yang dapat dilihat, yang muncul karena suatu penyakit (Tabel 2).
Gejala dapat merupakan akibat dari gangguan terhadap kemampuan tanaman
untuk melakukan fotosintesis secara efisien, berkembang-biak, menyerap air, atau
mengangkut zat-zat hara.

Tabel 2. Beberapa Gejala Umum Penyakit

Gejala Uraian

Antraknos (anthracnose) Uraian Jejak hitam, nekrosis, disebabkan


oleh Colletrotricinum

Embun hitam (black mildew) Koloni jamur parasit (Meliolales) yang hitam
dan rapat, biasanya di permukaan daun
tanaman tropik

Hawar (blight light) Kematian jaringan tanaman yang terjadi


secara cepat dan menyebar luas

Kanker Jejas nekrosis yang sering terdapat pada


batang berkayu, cabang atau akar
Rebah semai (damping off) Kerebahan dan pembusukan semai dekat
permukaan tanah sebelum muncul atau
segera setelah muncul di atas tanah,
disebabkan oleh jamur seperti Pyhtium dan
Rhizoctonia

Mati pucuk (dieback) Kerontokan daun sebagian, kematian ranting


dan cabang, dan bahkan kematian seluruh
bagian tanaman

Bulai, embun berbulu (downy mildew) Bloom' keputih-putihan pada daun dan
batang yang disebabkan oleh koloni
sporangiofor dan sporangia anggota
Peronosporales

Enasi (enation) Pertumbuhan abnormal dan kecil dari


jaringan inang, sering berupa perluasan
mendatar dari pembuluh-pembuluh, terutama
pada daun dan bunga

Fasiasi (fasciation) Pertumbuhan berlebihan (proliferasi) pada


tunas yang tampak sebagai berkas-berkas
tipis dan mendatar dari tunas yang
melengkung atau keriting

Puru (gall) Pembengkakan yang abnormal atau tumor

Gummosis (gummosis) Keluamya getah dari jaringan inang

Lesion, belur (lesion) Areal tertentu dan terbatas dari jaringan yang
sakit

Mosaik (mosaic) Variasi tak sempuma dari wama hijau muda


dan hijau tua pada daun, yang merupakan
jala dari banyak penyakit virus

Filodium (Phyllod) Bunga yang berubah bentuk menjadi struktur


seperti daun

embun tepung "Bloom' seperti tepung berwama putih di


permukaan Tanaman, terdiri atas miselium
jamur, konidiofor dan konidia jamur

Bisul, pustule (pustule) Lepuh di tempat munculnya jamur

Buncak akar Pembengkakan atau puru pada akar yang


disebabkan oleh nematode tertentu

Busuk (TOT) Pelunakan dan disintergrasi jaringan tanaman


oleh enzim yang dihasilkan pathogen

Karat Bisul yang dibentuk oleh jamur karat


(Uredinales)

Kudis (scab) Areal sakit kasar, dangkal, menyerupai kerak

Lepuh (scald) Jaringan yang tampak seakan-akan terbakar


oleh air panas

Lubang gotri (chor hole) Lapisan koloni saprobi yang rapat dari
jamur yang berwama gelap dan dangkal
(seringkali Capnodiales) yang hidup pada
kotoran serangga (seringkali afid atau kutu)
pada permukaan daun dan cabang

Menghijau (Irescence) Munculnya wama hijau di bagian-bagian


tanaman yang biasanya tidak berwarna hijau,
terutama pada bunga

Layu (wilt) Hilangnya pembengkakan dan terkulainya


bagian-bagian tanaman

Sapu setan (wiches' broom) Proliferasi (pertumbuhan yang tidak teratur


dan berlebihan) pada kuncup dan tunas yang
muncul pada atau dekat tempat yang sama

Tanda adanya penyakit adalah adanya patogen yang dapat dilihat, misalnya
tubuh buah atau kotoran yang berkaitan dengan penyakit. Beberapa tanda umum
penyakit salah satunya pada jamur adalah:
• Askomata, aservuli, konidiofor, piknidia, struktur tubuh buah jamur kecil
yang menghasilkan konidia
• Basidiokarp, tubuh buah Polyporales atau Agaricales
• Miselium, massa hifa jamur (benang-benang jamur)
• Ooze, cairan lengket yang keluar dari luka atau lubang
• Rizomorf, untaian hifa jamur seperti tali (seringkali berwarna tua).

II. INTENSITAS PENYAKIT


Serangan penyebab penyakit biotik (patogen) dapat mengakibatkan
terjadinya kerusakan pada tanaman. Tingkat kerusakan tanaman tersebut
dinyatakan dalam suatu nilai atau angka yang disebut intensitas penyakit.
Penghitungan intensitas penyakit didasarkan pada data yang didapatkan dari
pengamatan gejala penyakit. Dengan demikian suatu standar pengamatan gejala
penyakit sangat diperlukan agar kita mendapatkan data intensitas penyakit yang
dapat dipercaya. Untuk mendapatkan standar pengamatan gejala penyakit yang
baik kita melakukan penilaian terhadap gejala penyakit.
A. Penilaian Penyakit
Metode penilaian penyakit di lapangan harus memenuhi beberapa syarat
utama yakni :
1. Bersifat komprehensif, artinya dapat digunakan untuk pengamatan
bermacam-macam penyakit, bahkan bila mungkin untuk pengamatan segala
macam penyakit.
2. Memenuhi ketepatan pada skala tingkat praktek, penilaian penyakit dapat
dilakukan dengan penelitian atau ekonomi. Bila digunakan untuk keperluan
penelitian, penilaian penyakit memerlukan ketepatan yang tinggi. Sebaliknya
bila untuk menentukan dampak ekonomi suatu penyakit tidak perlu terlalu
tinggi. Dengan demikian untuk yang terakhir ini cukup diciptakan suatu
metode penilaian penyakit yang lebih sederhana.
3. Bersifat objektif. Karena sifatnya cenderung subjektif, penilaian penyakit
sangat dipengaruhi oleh pengamat, baik ditinjau dari tingkat pengetahuannya
tentang penyakit.
Pada dasarnya penilaian penyakit dibagi menjadi 2 cara, yaitu :
1. Metode Mutlak
Intensitas penyakit dinyatakan dalam jumlah persen
tanaman atau bagaian tanaman yang sakit terhdap jumlah
tanaman atau bagian tanaman yang diamati seluruhnya, atau
dengan rumus :

a
IP= ×100 %
a+b
Keterangan
IP : Intensitas Penyakit
a : Jumlah tanaman atau bagian tanaman yang sakit
b : Jumlah tanaman atau bagian tanaman yang sehat
Metode ini digunakan untuk :
a. Penyakit yang dapat menyebabkan tanaman mati secara menyeluruh,
misalnya penyakit layu dan damping off pada berbagai tanaman.
b. Penyakit yang walaupun tidak mengakibatkan tanaman mati secara
menyaluruh, dapat mengakibatkan tanaman kehilangan hasil yang setara
dengan terjadinya kematian tanaman secara menyeluruh. Misalnya
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus.
c. Penyakit yang walaupun tidak menyebabkan kematian tanaman, dapat
mengakibatkan kehilangan hasil secara total. Misalnya penyakit gosong
bengkak (Ustilago maydis) pada jagung dan penyakit neck blas (Pyricularia
oryzae) pada padi.
2. Skala Deskriptif (Skor Penyakit)
Skala deskriptif adalah angka yang menggambarkan tingkat kerusakan
tanaman atau bagian tanaman oleh penyakit. Skala ini diperoleh dengan membagi
gejala penyakit dalam beberapa kategori atau kelas, dari mulai bebas penyakit
sampai penuh dengan penyakit. Dalam praktek pekerjaan ini dikenal dengan
pemberian skor penyakit (skoring penyakit pada tabel 3)

Tabel 3. Skoring Penyakit


Skor Uraian
Peyakit
0 Tidak ada infeksi
1 Luas penukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang
mencapai 10%
2 Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih
besar dari 10% sampai dengan 25%
3 Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih
besar dari 25% sampai dengan 50%
4 Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih
dari 50%

Intensitas serangan dihitung berdasarkan rumus:

I=
∑ (n . v) × 100 %
Z .N
Keterangan :
I = Intensitas Serangan
n = jumlah daun dari tiap katagori serangan
v = nilai skala tiap katagori serangan
Z = nilai skala dari katagori serangan tertinggi
N = jumlah daun yang diamati

Pengambilan contoh
Untuk mengamati tingkat kerusakan tanaman karena penyakit tidak
mungkin dilakukan pada semua tanaman atau bagian tanaman yang ada di
wilayah pengamatan atau petak pengamatan. Oleh karena itu, kegiatan
pengamatan harus didahului dengan pekerjaan pengambilan contoh atau sampel
yang akan menentukan kualitas data yang diperoleh dari pengamatan terhadap
contoh tersebut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh untuk
pengamatan penyakit tanaman adalah :
1. Penyakit sering memperlihatkan pengaruh batas (border effect), yaitu
kecedrungan bahwa intensitas penyakit lebih besar atau lebih kecil di bagian
tepi dari petak atau lahan.
2. Pengamat cenderung mengambil contoh yang gejala penyakitnya mencolok.
Guna menghindarinya, dianjurkan menggunakan metode yang sifatnya
objektif. Teknik pengambilan contoh dengan mengambil tanaman contoh pada
garis yang ditarik secara diagonal pada petak contoh.
3. Unit contoh dan ukuran contoh. Unit contoh atau unit sample adalah unit yang
diamati, diukur, atau dihitung untuk memperoleh data yang dikehendaki;
sedangkan ukuran contoh atau ukuran sample adalah jumlah unit sample yang
diambil dalam suatu kegiatan pengamatan.

Contoh Penghitungan Intensitas Penyakit


1. Penyakit Tungro Pada Padi
Intensitas penyakit dihitung berdasarkan pengamatan tanaman yang sakit
atau sehat, tanpa memperhatikan berat ringannya penyakit. Misalnya dari
pengamatan terhadap 30 rumpun contoh. Didapatkan adanya 6 rumpun yang
menunjukkan gejala tungro.
6
Intensitas Penyakit= ×100 %=20 %
30
2. Penyakit Blast Pada Padi
Pengamatan pada tanaman contoh menggunakan skala deskriptif (skor penyakit).
Rumus yang digunakan untuk menghitung intensitas penyakit adalah:

( Nn ..vZ ) ×100 %
4
IP=∑
i=0

n0 v 0+n 1 v 1+n 2 v 2+n 3 v 3+n 4 v 4


IP= ×100 %
N.Z

Misalnya dari pengamatan terhadap 30 rumpun contoh didapatkan data sebagai


berikut:

Skor Penyakit (v) Jumlah Rumpun (n) n.v

0 5 0
1 10 10
2 10 20
3 5 15
4 0 0
0+10+20+15+0
IP= ×100 %=37,5 %
30 × 4

IV. PELAKSANAAN FIELDTRIP PENGAMATAN


KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DAN PENYAKIT GUNA
PERENCANAAN AGROEKOSISTEM YANG BERKELANJUTAN

Metode Pelaksanaan Fieldtrip


a. Waktu
Pelaksanaan Fieldtrip Manajemen Agroekosistem dilaksanakan pada hari
Sabtu-Minggu, Tanggal 10-11 April 2021. (khusus aspek HPT fieldtrip dimulai
Sabtu, 10 April untuk pemasangan perangkap dan tgl 11 April melakukan
pengamatan dan pengambilan data. Mulai pukul 08.00-selesai.
b. Tempat
Fieldtrip Manajemen Agroekosistem dilakukan di Desa Karang Widoro dan
Desa Tegalweru, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Terdapat tiga penggunaan lahan yang digunakan yaitu sawah, tegalan dan kebun.
Komoditas yang digunakan yaitu padi pada lahan sawah, jagung pada lahan
tegalan, dan jeruk tumpang sari dengan cabai pada lahan kebun. Lahan sawah dan
tegalan berlokasi di Desa Karang widoro, sedangkan lahan kebun berada di Desa
Tegalweru.
c. Alat dan Bahan
1. Sweep net
2. Yellow Sticky Trap
3. Pitfall
4. Kantung plastik
5. Kain kasa/kapas
6. Deterjen
7. Alkohol
8. Kuas
9. Lup / kaca pembesar
10. Mikroskop Stereo
11. Lembar kerja pengamatan dan Alat Tulis

d. Cara Kerja Pengamatan Keanekaragaman Arthropoda


1. Bacalah dengan seksama buku panduan praktikum dan pahamilah.
2. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
3. Perangkap yellow sticky trap dan pitfall diletakkan pada hari sebelumnya.
Penggunaan yellow sticky trap diletakkan 3 titik per plotnya. Sedangkan,
penggunaan pitfall diletakkan 5 titik per plotnya.

Gambar 4. Peletakan yellow sticky trap


Gambar 5. Peletakan pitfall

4. Penggunaan sweep net menggunakan metode sweeping dengan pola zig-


zag. Caranya yaitu dengan mengayunkan sweep net sebanyak 3 kali
kemudian serangga yang tertangkap dimasukkan ke dalam plastik. Begitu
seterusnya sampai mengikuti pola.
5. Serangga yang telah terperangkap dikumpulkan dan segera diidentifikasi.
6. Apabila belum segera diidentifikasi hendaknya serangga tersebut disimpan
di lemari pendingin.
7. Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan segitiga fiktorial
berdasarkan komposisi peran arthropoda yang ditemukan
8. Tabel hasil pengamatan (Tabel 4)
9. Buatlah analisa pembahasan dan tarik kesimpulan tentang kondisi ekologis
pada petak lahan tersebut dan disusun dalam laporan yang terstruktur.

Tabel 4. Komposisi peran arthropoda di dalam petak lahan


Titik Jumlah Individu Persentase
Sampling Hama MA SL Total Hama MA SL

Keterangan: MA (Musuh Alami), SL (Serangga Lain)

e. Cara Kerja Pengamatan Penyakit


1. Tentukan titik-titik pengambilan sampel secara diagonal.
2. Menghitung intensitas penyakit pada tanamn sampel menggunakan skala
deskriptif (skor penyakit) dan metode mutlak disesuaikan dengan jenis
penyakit yang menyerang tanaman tersebut.

Tabel 5. Pengamatan Penyakit dan Intensitas penyakit

∑ ❑ Daun
No.
Nama
Gejala
∑ ❑ Daun yang Intensitas
dalam satu
Penyakit terserang penyakit Serangan
tanaman
HASIL PENGAMATAN ARTHROPODA DALAM FIELDTRIP

1. Perangkap YST

Titik Peran
Pengambilan Arthropoda Musuh Serangga
Sampel Hama
Alami Lain
Plot Sawah Diptera (Lalat

Penggorok Daun)
Diptera (Lalat

Penggorok Daun)
Diptera (Asilidae) √
Aranae (Laba-laba) √
Hymenoptera (Parasit

Telur Penggerek)
Diptera (Lalat) √
Hemiptera (Kepik) √
Hymenoptera (Parasit

Penggerek Telur)
Plot Jagung Thysanoptera (Thrips

sp)
Diptera (Lalat

Penggorok Daun)
Diptera (Lalat

Penggorok Daun)
Diptera (Lalat

Penggorok Daun)
Plot Jeruk Hymenoptera (Parasit

Penggerek Telur)
Diptera (Lalat

Penggorok Daun)
Diptera (Lalat

Penggorok Daun)
Hymenoptera (Parasit

Penggerek Telur)

2. Perangkap Pitfall

Peran
Titik Arthropoda Musuh Serangga
Hama
Pengambilan Alami Lain
Sampel
Plot Sawah Hymenoptera (Semut) √
Hemiptera

(Nilaparvata lugens)
Plot Jagung Hymenoptera (Semut) √
Diptera (Lalat

Penggorok)
Plot Jeruk Thysanoptera

(Thrips)

3. Perangkap Sweepnet

Titik Peran
Pengambilan Arthropoda Musuh Serangga
Sampel Hama
Alami Lain
Plot Sawah Lepidoptera (Agrotis

ipsilon)
Diptera √
Orthoptera
(Atractomorpha √
crenulata)
Orthoptera (Jangkrik) √
Orthoptera √
Hemiptera (Leptcorisa

oratorius)
Plot Jagung Lepidoptera

(Scirpophaga innotata)
Plot Kebun
Jeruk

HASIL PENGAMATAN PENYAKIT DALAM FIELDTRIP

Metode
Titik
Perhitungan
Pengambilan Nama Penyakit Patogen Penyebab
Intensitas
Sampel Penyakit
Penyakit
Plot Sawah Bacterial Leaf Blight Xanthomonas
Membandingka
n sampel
dengan awetan
basah di
laboratorium
Plot Jagung Bercak daun pada Helminthopsporium
Membandingka
jagung
n sampel
dengan awetan
basah di
laboratorium
Plot Kudis jeruk Sphacelona fawcetti Membandingka
n sampel
Kebun
dengan awetan
Jeruk basah di
laboratorium

DAFTAR ASISTEN MANAJEMEN AGROEKSISTEM HPT 2022

No. ASISTEN PRAKTIKUM NIM ASISTEN KELAS


1 Putri Setya Rianti 185040200111021 A
2 Fadel Muhammad Hamdoen 195040207111130 B
3 Muhammad Chen Chen 195040200111162 C
4 Dearosa Permana 195040200111112 D
5 Lusiana 195040200111029 E
6 Insan Aqmal Zulfikar 195040201111051 F
7 Nur Adinda Laraswati 195040201111171 G
8 Jefri Dwi Prayogi 185040201111044 H
9 Sonia Berliana, S.P. 216040701011001 I
10 Nur Firhan 195040201111174 J
11 Hasby 195040201111033 K
12 Chornelius Glori Yulio 195040200111133 L
13 Saddam Bima Saputra 195040207111146 M
14 Edwin Setiawan 195040201111164 N
15 Choirun Nisa 185040200111187 O
16 Aini Fitriyatin Mubarokah 185040200111029 P
17 Anissa Yulia Lestari 185040200111086 Q
18 Alvina Eka Rahmawati 195040200111121 R

Koordinator Asisten Mahasiswa : Chornelius Glori Yulio

Anda mungkin juga menyukai