Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bentuk sediaan konvensional dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh
agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya tablet lepas lambat dirancang untuk
melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya pelepasannya lebih lama dan
memperpanjang kerja obat. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan
obatnya ke dalam tubuh agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya produk lain
dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya pelepasannya lebih lama
dan memperpanjang kerja obat (Ansel, 1989).
Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian
satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya,
secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus
menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk memelihara tingkat pengaruhnya selama
periode waktu yang diperpanjang biasanya 8 sampai 12 jam. Keunggulan tipe bentuk sediaan
ini menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa perlu mengulangi pemberian
unit dosis (Ansel, 1989).
Menurut Rao et al, (2001), tujuan utama dari sediaan lepas lambat adalah untuk
mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah atau jaringan selama waktu yang
diperpanjang. Keunggulan bentuk sediaan ini menghasilkan kadar obat dalam darah yang
merata tanpa perlu mengulangi pemberian unit dosis.
Sediaan sustained release atau sediaan lepas lambat merupakan bagian dari bentuk
controlled relese. Sediaan lepas lambat merupakan sediaan yang menyebabkan obat terlepas
ke dalam tubuh dalam waktu yang lama.
Sustained release berkembang dengan pesat dan banyak digunakan untuk berbagai
sediaan dengan berbagai macam rute pemberian. Karena terlalu banyak sediaan obat dalam
bentuk sustained release, maka makalah ini akan membahas sediaan sustained release yang
digunakan secara oral, transdermal dan rektal.

1
1.2 Tujuan
1. Memahami yang dimaksud dengan sediaan sustained release
2. Memahami keuntungan dan kerugian penggunaan sustained release
3. Memahami mekanisme kerja sediaan sustained release di dalam tubuh
4. Memahami rute pemberian sediaan sustained release
5. Memahami LDA sediaan obat lepas lambat

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sustained Release


Tablet lepas lambat adalah tablet yang dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan
tersedia dalam jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Istilah lepas lambat digunakan
untuk tujuan farmakope dan persyaratan pelepasan obat dijelaskan dalam masing-masing
monografi (Sumber: FI. IV).

2.2 Keuntungan Dan Kerugian Sediaan Sustained Release


Keuntungan bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan konvensional
menurut Ansel (1989) adalah sebagai berikut:
a. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.
b. Mengurangi frekuensi pemberian.
c. Meningkatkan kepatuhan pasien.
d. Mengurangi efek samping yang merugikan.
e. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan.
Kelemahan sediaan lepas lambat menurut Siregar dan Wikarsa (2010) adalah sebagai
berikut:
a. Biaya sediaan lepas lambat pada umumnya lebih mahal dibandingkan sediaan
konvensional.
b. Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat lepas secara
cepat.
c. Tidak semua jenis zat aktif sesuai dengan sediaan formulasi lepas lambat.
d. Pemberian sediaan lepas lambat tidak memungkinkan penghentian terapi dengan
segera.
e. Sediaan lepas lambat yang cenderung tetap utuh dapat tersangkut pada suatu tempat
di sepanjang saluran cerna.

3
2.3 Anatomi Sistem Pencernaan Manusia
(Adyana,2002) Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut

sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,

mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat - zat gizi ke dalam aliran darah

serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses

tersebut dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,

usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang

terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

Gambar 1. Sistem pencernaan manusia

1) Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya obat, makanan dan air pada

hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari

sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.Mulut merupakan jalan masuk untuk

4
sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Ludah dari

kelenjar ludah akan membantu proses penalanan obat. Proses menelan dimulai secara

sadar dan berlanjut secara otomatis.

2) Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari

bahasa yunani yaitupharynk. Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring didalam

lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung

kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak

bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut

dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan

lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan

perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.

Tekak terdiri dari:

a. Bagian superior bagian yang sangat tinggi dengan hidung. Bagian superior disebut

nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang

gendang telinga

b. Bagian media

Bagian yang sama tinggi dengan mulut. Bagian media disebut orofaring,bagian ini

berbatas kedepan sampai diakar lidah

c. Bagian inferior

Bagian yang sama tinggi dengan laring. bagian inferior disebut laring gofaring yang

menghubungkan orofaring dengan laring.

5
3) Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu

makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui

kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring

pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga

bagian:

a. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

b. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

c. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus)

4) Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang

keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu :

a. Kardia

b. Fundus

c. Antrum

Obat masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin

(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi

masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai

gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan

enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :

a. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan
pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung.

6
b. Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin

guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai

penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

5) Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di

antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang

mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan

lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan

makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang

mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ),

lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan

lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas

jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

a. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak

setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua

belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale

dan berakhir di ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus

seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada

derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari

7
pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum

digitorum, yang berarti dua belas jari.Lambung melepaskan makanan ke dalam usus

dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan

masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna

oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk

berhenti mengalirkan makanan.

b. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian

kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan

(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter

adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam

tubuh dengan mesenterium.Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus

dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara

histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar

Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni

sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong

dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune

yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa

Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.

c. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem

pencernaan manusia) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah

duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7

8
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam

empedu.

6) Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan

rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.Usus besar terdiri dari :

1.  Kolon asendens (kanan)

2.  Kolon transversum

3.  Kolon desendens (kiri)

4.  Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna

beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar

juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk

fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan

pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

7) Usus Buntu (Sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi

adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon

menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa

jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora

eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh

umbai cacing.

9
8) Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada

organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat

menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau

peritonitis (infeksi rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix

(atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai

cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun

lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di

retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),

sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.

Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.

9) Rektum dan Anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan

yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ

ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong

karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika

kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk

buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material

di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk

melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan

10
ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak

terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak

yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk

menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan

limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan

sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter.

Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang

merupakan fungsi utama anus.

10) Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama

yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin.

Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum

(usus dua belas jari).

Pankreas terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :

1.  Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

2.  Pulau pankreas, menghasilkan hormon

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan

hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,

karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat

digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif

jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar

11
sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam

lambung.

11) Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan

memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Organ

ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam

tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia

juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan

dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati,

hepar.

Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan

pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena

yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati

sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati,

dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan

tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi

umum.

12) Kandung Empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir

yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses

pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan

berwarna hijau gelap bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan

12
empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari

melalui saluran empedu.

Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

1.  Membantu pencernaan dan penyerapan lemak


2.  Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb)
yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

2.4 Sifat Fisikokimia Dan Biologis Sediaan Sustained Release


Sifat fisikokimia dan biologis dari bahan obat yang akan diformulasikan sebagai
tablet lepas lambat merupakan faktor yang perlu diperhatikan. Sifat-sifat fisikokimia ini
akan mempengaruhi sifat fisikokimia tablet yang akan dihasilkan (Lee dan Robinson,
1978) :
a) Dosis
Produk yang digunakan peroral dengan dosis lebih besar dari 500 mg sangat sulit
untuk dijadikan sediaan lepas lambat karena pada dosis yang besar akan dihasilkan
volume sediaan yang terlalu besar yang tidak dapat diterima sebagai produk oral.
b) Kelarutan
Obat dengan kelarutan dalam air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi tidak
cocok untuk sediaan lepas lambat. Batas terendah untuk kelarutan pada sediaan lepas
lambat adalah 0,1 mg/ml.
c) Koefisien partisi
Obat yang mudah larut dalam air memungkinkan tidak mampu menembus
membran biologis sehingga obat tidak sampai ke tempat aksi. Sebaliknya, untuk obat
yang sangat lipofil akan terikat pada jaringan lemak sehingga obat tidak mencapai
sasaran.
d) Stabilitas obat
Bahan aktif yang tidak stabil terhadap lingkungan yang bervariasi di sepanjang
saluran cerna (enzim, variasi pH, flora usus) tidak dapat diformulasikan menjadi
sediaan lepas lambat.

13
Beberapa sifat biologis yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan lepas
lambat (Lee dan Robinson, 1978):
a) Absorbsi
Obat yang lambat diabsorbsi atau memiliki kecepatan absorbsi yang bervariasi
sulit untuk dibuat sediaan lepas lambat. Batas terendah harga konstanta kecepatan
absorbsi untuk sediaan oral adalah sekitar 0,25/jam dengan asumsi waktu transit
gastrointestinal 10-12 jam.
b) Volume distribusi
Obat dengan volume distribusi yang benar-benar tinggi dapat mempengaruhi
kecepatan eliminasinya sehingga obat tersebut tidak cocok untuk dibuat sediaan lepas
lambat.
c) Durasi
Obat dengan waktu paro yang pendek dan dosis yang besar tidak cocok untuk
dijadikan sediaan lepas lambat sedang obat dengan waktu paro yang panjang dengan
sendirinya akan mempertahankan kadar obat pada indeks terapetiknya sehingga tidak
perlu dibuat sediaan lepas lambat. Bahan aktif berwaktu paruh biologis relatif pendek,
misalnya 1 jam, mungkin sulit diformulasi menjadi sediaan lepas lambat karena
ukurannya juga menjadi terlalu besar.
d) Indeks terapetik
Obat dengan indeks terapi yang kecil memerlukan kontrol yang teliti terhadap
kadar obat yang dilepaskan dalam darah, sehingga tidak sesuai untuk sediaan lepas
lambat karena berisiko tinggi terjadinya efek toksik. Oleh karena itu, sediaan lepas
lambat dapat berperan dalam mengontrol pelepasan obat agar tetap dalam indeks
terapetiknya.

2.5 Mekanisme Pelepasan Sustained Release


Mekanisme pelepasan sustained release (Gunawan, Setyadi. Suprapto , 2010)
a. Difusi
Pada mekanisme ini, obat dapat berdifusi keluar melalui sistem matriks.. Pada
sistem reservoir, inti obat dienkapsulasi dalam membran polimer, sehingga difusi obat
melalui membran dapat dikendalikan kecepatan pelepasannya. Mekanisme pelepasan

14
obat yang terjadi berawal dari terlarutnya obat di dalam membran dan diikuti oleh
difusi dan terlepasnya obat dari permukaan pada sisi lain dari membran.
Jika polimer tidak larut air, maka kelarutan obat dalam membran merupakan
faktor penting yang mendorong terjadinya difusi melintas membran. Sedangkan jika
membran merupakan polimer larut air, sebagian polimer akan terlarut membentuk
saluran-saluran yang merupakan panjang lintasan difusi yang bersifat konstan.

 
b. Disolusi
Obat disalut dalam bahan polimerik dan kecepatan disolusi polimer menentukan
kecepatan pelepasan obat. Sistem ini dapat digunakan untuk menahan pelepasan obat
melalui cara yang berbeda-beda. Salah satunya dengan menempatkan partikel-partikel
obat ke dalam penyalut yang masing-masing memiliki ketebalan yang bervariasi,
akibatnya pelepasan obat akan terjasi secara bertahap. Partikel obat yang memiliki
lapisan penyalut yang paling tipis akan memberikan pelepasan yang segera, sehingga
dapat memenuhi konsentrasi obat yang dibutuhkan pada tahap awal pemberian dosis,
sedangkan lapisan penyalut yang lebih tebal akan memenuhi kadar obat yang
dibutuhkan utuk menjaga agar konsentrasi obat tetap konstan di dalam tubuh.
c. Osmosis
Penempatan membran semipermeabel di sekeliling tablet, partikel atau larutan
obat, menyebabkan adanya pembentukan perbedaan tekanan osmotik antara bagian
dalam dan bagian luar tablet sehingga memompa larutan obat keluar dari tablet 
melalui celah kecil dan memberikan sifat pelepasan obat yang diperlama. Pada sistem
ini, membran semipermeabel digunakan untuk mengendalikan kecepatan pelepasan

15
obat. Kecepatan pelepasan obat dapat konstan selama konsentrasi obat melewati
membran juga tetap.

d. Swelling
Ketika suatu polimer kontak dengan air, maka terjadi penyerapan air yang
menyebabkan polimer dapat mengembang, sehingga obat yang terdispersi di dalam
polimer akan berdifusi keluar. Akibatnya, pelepasan obat bergantung pada dua proses
kecepatan yang simultan yaitu antara proses berdifusinya air ke dalam polimer dan
peregangan rantai polimer.
e. Proses Erosi
Pada sistem ini, polimer pada matriks akan mengalami erosi atau pengikisan
karena terbentuk ikatan labil akibat reaksi yang terjadi secara hidrolisis maupun
enzimatis. Seiring dengan terkikisnya polimer, maka obat akan dilepaskan ke dalam
medium di sekitarnya.

2.6 Rute Pemberiaan Sediaan Sustained Release


1. Sediaan Sustained Release Oral
Gambaran ideal sediaan obat sustained release dalam hubungannya dengan
efek aras kadarnya dalam darah. Dengan dosis tunggal hanya dapat dipertahankan
aras kadar darah yang efektif dalam waktu terbatas untuk kemudian turun sampai di
bawah aras efektif. Dengan dosis ganda memang dapat diperpanjang periode waktu
efektifnya, tetapi menghasilkan puncak aras yang supramaksimal sehingga terjadi
efek samping toksik. Dengan dua kali pemakaian dosis tunggal memang juga dapat

16
diperpanjang efek yang diperlukan tetapi tetap ada periode waktu yang tidak efektif.
Beberapa contoh obat sustained release adalah sebagai berikut :
a. Captopril
Captopril adalah angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor
(penghambat ACE) yang mengandung sulfydryl. ACE mengkatalisa konversi
decapeptide angiotensin I menjadi decapeptide menjadi angitensin II yang
merupakan vasokonstriktor arterial yang kuat dengan menghambat aktivitas
vasokonstriktor dari ACE.
Komposisi : captopril 12,5mg, 20mg, 50mg
Indikasi : hipertensi ringan-sedang (pad hipertensi berat digunakan
jika terapi standar tidak efektif atau tidak dapat digunakan), gagal jantung
kongestif (digunakan bersama dengan diuretik dan jika mungkin dengan
digitalis).
Kontra indikasi : hipersensitivitas, wanita hamil atau berpotensi hamil, ibu
menyusui, penderita gagal ginjal, stenosis aortik.
Efek samping : sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, konfusi, malaise,
rasa kering dimulut, infeksi rongga mulut, gangguan pengecapan atau
disgeusia, lemah, demam, ruam kulit, pruritus, kemerahan pada wajah daan
leher.
b. Propranolol HCl
Propranolol adalah β-blocker non kardioselektif memiliki aktivitas
stabilisasi membran, tetapi tidak memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik
pada dosis terapi dengan keamanan, perhatian dan IO sebagaimana umumnya
kelompok β-blocker seperti atenolol.
Komposisi : propranolol HCl 10mg
Indikasi : aritmia yang diinduksi oleh cathecolamine, nervous dan
fibrilasi, takikardia supraventikular paroksimal dan aritmia veentikular tertentu,
semua tipe pengobatan hipertensi berkaitan dengan angina pectoris klasikal.
Kontra indikassi : syok kardiogenik, riwayat asma bronkial atau
bronkospasme dan asidosis metabolik, bradikardia, hipotensi, gangguan
sirkulasi darah parah pada arteri periferr, blok jantung derajat II dan III, sick

17
sinus syndrome, feokromositoma yang tidak terobati, gagal jantung tidak
terkontrol, angina prinzmetal.
Efek samping : tangan dan kaki terasa dingin, gangguan saluran cerna,
lemah otot, lesu, gangguan tidur, perubahan suasana hati, kesemutan,
kemerahan dan kekeringan pada mata, klaudikasi intermiten, parestesia,
pusing, trombositopenia, ruam kulit, gangguan penglihatan, halusinasi dan
psikosis, hipoglikemia pada anak.
c. Dipyridamole
Dipyridamole adalah penghambat reuptake adenosine dan penghambat
phosphodi-esterase yang memiliki aktivitas vasodilatasi dan antiplatelet.
Komposisi : dipyridamole 25mg, 50mg, 75mg
Indikasi : insufisiensi koroner, semua kondisi dimana penurunan
daya rekat dan penggumpalan trombosit betul-betul dipertimbangkan untuk
efektifitas terapi, untuk prostesis katub jantung yang digunakan dalam
kombinasi antikoagulan.
Efek samping : gangguan lambung, mual, muntah, diare, sakit kepala,
pusing, vertigo, kemerahan pada wajah, ruam kulit.
d. Verapamil
Komposisi : verapamil HCl 80mg, 240mg
Indikasi : pengobatan angina pektoris, takiaritmia sptparok-sismal
supraventikulartakikardia, atrial fibrilasi/flutter dengan respon ventrikular cepat
(kecuali dalam sindrom WPW), denyut ventrikular prematur, isoptin SR,
hipertensi.
Kontra indikasi : hipotensi atau syok kordiogenik, gangguan kondukssi
( AV blok tingkat 2 dan 3, SA blok), sick sinus syndrome, penderita dengan
atrial flutter.
e. Vita long C
Komposisi : vit-C 500mg
Indikasi : meningkatkan daya tahan tubuh terutama saat flu, infeksi,
luka, masa kehamilan dan menyusui, membantu penyerapan zat besi,

18
mencegah kelainan akibat defisiensi vitamin C , bermanfaat bagi mereka yang
membutuhkan vitamin C lebih banyak.
2. Sediaan Sustained Release Transdermal
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 %
berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9
meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari
letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata,labium minus
dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak
tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal
dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan
epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm
adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. (Ganong,
2008). Contoh sediaan transdermal : Scopolamin patch dan Nitrogleserin patch
a. Scopolamine
Scopolamine adalah antimuska-rinik amine tersier yang bekerja sentral
dan periferal. Hyocine dan hyocine butilbromide digunakan untuk pengobatan
mabuk perjalanan, mual dan muntah.
Komposisi : (Hyocine-N-Butylbromide)
Indikasi : antitukak saluran cerna
Kontra indikasi : glaukoma sudut sempit, pembengkakan prostat yang
berakibat terjadi retensi kemih, penderita ileus paralitik atau stenosis, bayi usia
< 12bulan.
Efek samping : efek samping ini biasanya bersifat reversibel, hilang jika
terapi dihentikan. Berbeda dengan atropine, scopalamin dapat menyebabkan
depresi sentral dan simptom mengantuk dan lelah.
Interaksi obat : efek sedatif dari scopolamine ditingkatkan oleh alkohol
dan depresan SSP.
b. Nitroglycerine Patch
Nitroglycerine adalah vasodilator yang digunakan untuk pengobatan gagal
jantung, angina pektoris dan infark miokardium.

19
Dosis : Nitroglycerin transdermal patch: 5-20 mg/24 jam patch
digunakan topical sekali sehari periode patch-on dari 12-16 jam & periode
patch-off dari 8-12 jam.
Kontra indikasi : hipovolemia tak terkoreksi atau hipotensi berat,
peningkatan tekanan intrakranial, idiosinkrasi terhadap nitroglycerine,
perikarditis konstriktif dan perikardial tamponade, anemia berat, hipoksemia
arterial, pendarahan otak berat, pasien dengan kecendrungan glaukoma sudut
tertutup.
Efek samping : sakit kepala, pusing, kemerahan pada wajah dan leher,
berdebar, hipotensi ortostatik, takikardia, vertigo, kebingungan, lemah, mual,
nyeri perut, takikardia, bradikardia paradoksial, muntah-muntah, banyak
berkeringat, gelisah, otot berkedut, rasa tidak enak ditulang dada.
3. Sediaan Sustained Release Rektal
Secara rektal supositoria digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat
diserap oleh mukosa dalam rektum. Aksi kerja awal dapat diperoleh secara cepat,
karena obat diabsorpsi melalui mukosa rektal langsung masuk kedalam sirkulasi
darah, serta terhindar dari pengrusakan obat dari enzim didalam saluran gastro-
intestinal dan perubahan obat secara biokimia didalam hepar. Obat yang diabsorpsi
melalui rektal beredar dalam darah tidak melalui hati dahulu hingga tidak mengalami
detoksikasi atau biotransformasi yang mengakibatkan obat terhindar dari tidak aktif.
Contoh produk sustained release rektal yang ada di pasaran :
a. Atenolol Suppositoria
Atenolol adalah β-blocker kardioselektif yang kurang atau tanpa aktivitas
stabilisasi membran yang signifikan dan aktivitas simpatomimetik intrinsik
pada dosis terapi.
Komposisi : atenolol 50mg, 100mg
Indikasi : hipertensi angina pektoris
Kontra indikasi : hipersensitivitas, bradikardia, blok jantung II dan III, syok
kardiogenik, gagal jantung yang nyata, penyakit vaskuler perifer, asma
bronkial, gangguan fungsi ginjal, hipotensi, hipertiroidisme, asidosis
metabolik, sick sinus syndrome, feokromositoma yang tidak diobati.

20
Efek samping : gangguan saluran cerna, nafas ,SSP, peningkatan serum
trigliserida, hipoglikemik, rasa dingin pada ujung anggota tubuh, kelesuan
otot, bradikardia, kejang bronkus, ruam dan mata kering, parestesia, pruritus,
halusinasi, gangguan penglihatan, hipotensi postural yang mungkin
berhubungan dengan sinkope.
b. Aceclofenac Suppositoria
Indikasi : Pengobatan simtomatik rheumatoid arthritis, pengobatan

spondilitis, jaringan lunak rematik disertai nyeri.

Efek samping : mual, muntah, diare, nyeri epigastrium, pencernaan yg

terganggu, perut kembung, anoreksia, sembelit, peningkatan sementara

transaminase hati, sakit kepala, pusing, gangguan tidur (insomnia atau

mengantuk), perangsangan; dalam beberapa kasus – gangguan sensorik,

disorientasi, gangguan memori, pandang, pendengaran, rasa rasa, kebisingan

di telinga, kejang, ruam kulit; jarang – gatal-gatal, bronkospasme, reaksi

anafilaksis sistemik; dalam beberapa kasus – eksim, eritema multiforme,

eritroderma, vaskulitis, pneumonitis,

Kontra indikasi : Erosif dan ulseratif lesi pada saluran pencernaan pada fase

akut, perdarahan gastrointestinal, Gangguan hati berat atau penyakit hati aktif,

insufisiensi ginjal berat, penyakit ginjal progresif, ibu hamil dan menyusui.

21
BAB III
PEMBAHASAN

1. Sediaan Sustained Release Oral


No Nama Zat Aktif Bentuk Mekanisme Liberasi, Disolusi, dan
Sediaan Absorpsi
1. Verapamil (isoptin SR) Tablet Verapamil bersifat asam lemah sehingga
dilepaskan di dalam lambung dan
terdisolusi di dalam cairan lambung, zat
aktif akan tertahan pelepasannya dan
akan terabsorpsi di lambung dan sebagian
di usus.
2. Vitamin C (vitalong C) Tablet Vitamin C bersifat asam kuat sehingga
diberi penyalut agar lepas di dalam usus
halus sehingga tidak lepas di lambung
dan mengiritasi lambung. Vitamin C akan
terdisolusi dan larut dalam cairan usus
halus dan tertahan zat aktifnya. Vitamin
C akan diabsorpsi di dalam usus halus

2. Sediaan Sustained Release Transdermal


No. Nama Zat Aktif Bentuk Mekanisme Liberasi, Disolusi, dan
Sediaan Absorpsi
1. Scopolamin Patch Obat langsung masuk ke dalam aliran
darah melalui kulit secara difusi.
2. Nitrogliserin Patch Obat langsung masuk ke dalam aliran
darah melalui kulit secara difusi

22
3. Sediaan Sustained Release Rektal
No Nama Zat Aktif Bentuk Mekanisme Liberasi, Disolusi, dan
. Sediaan Absorbsi
1. Atenolol Supositoria Pelepasan terjadi di mukosa rektal lalu
masuk ke sirkulasi darah. Zat aktif
terlarut di cairan dubur dan penyerapan
terjadi melalui sel epitel denganm
mekanisme transport aktif
2. Aceclofenac Supositoria Pelepasan terjadi di mukosa rektal lalu
masuk ke sirkulasi darah. Zat aktif
terlarut di cairan dubur dan penyerapan
terjadi melalui sel epitel denganm
mekanisme transport aktif

23
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tablet lepas lambat adalah tablet yang dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif
akan tersedia dalam jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Istilah lepas lambat
digunakan untuk tujuan farmakope dan persyaratan pelepasan obat dijelaskan dalam masing-
masing monografi
Pada sediaan sustained release oral sediaan tablet yang mengandung zat aktif bersifat
asam kuat akan dilepaskan di usus halus, sedangkan zat aktif asam lemah akan dilepaskan di
lambung.Sediaan sustained release oral akan terdisolusi dan diabsorpsi di dalam lambung
ataupun usus halus dan zat aktifnya akan tertahan dan melepaskannya secara terus menerus.
Mekanisme kerja obat lepas lambat mencakup Difusi, Disolusi, Osmosis, Swelling, dan
Proses erosi.Sediaan sustained release oral yang ada di pasaran seperti isoptin SR dan
Vitalong C
Pada sediaan sustained release transdermal zat aktif obat akan langsung masuk ke
dalam sistem aliran darah melalui kulit secara difusi . Contoh produk sustained release
transdermal yaitu Scopolamin Patch dan Nitrogliserin Patch.
Pada sediaan sustained releaserectal Pelepasan terjadi di mukosa rektal lalu masuk
ke sirkulasi darah. Zat aktif terlarut di cairan dubur dan penyerapan terjadi melalui sel epitel
denganm mekanisme transport aktif. Contoh produk sustained release rektal yaitu Atenolol
Suppositoria dan Aceclofenac Suppositoria
.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Lee, V. H. L. and J. R. Robinson, 1978, Sustained and Controlled Release Drugs


Delevery System, Marcel Dekker, New York.
2. Gunawan, Setyadi. Suprapto , 2010 , Formulasi Sediaan Tablet Matrik Sustained
Release Teofilin: Studi Optimasi Pengaruh Tekanan Kompressi Dan Matrik Etilselulosa Dan
Hpmc Dengan Model Factorial Design
3. Wikarsa, Saleh. Valentina, Lenny Mauilida. 2011 , Formulasi Tablet Lepas
Lambat Dipiridamol Dengan Sistem Mengapung.
4. Ansel,H.C. 1998.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV.UIPress,
Jakarta.
5. Shargel.2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan edisi kelima.
Percetakan Universitas Airlangga : Surabaya
6. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
7. Adyana. Kemal. 2002. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia . Bandung : Jurusan
Pendidikan Biologi. FMIPA UPI.
8. Ritiasa Ketut, dkk. 2013. Info Obat , Parama Abhipraya, Jakarta.

25
26

Anda mungkin juga menyukai