Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya yang dilimpahkan kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah BIOFARMASI yang berjudul “Sustained Release” dengan baik dan tepat waktu.

Makalah tersebut disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliahBIOFARMASI.


Dalam penyusunan dan penyelesaian makalah, kami banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak yang senantiasa membantu dalam menyelesaikan makalah tersebut. Dan kami imgin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.Teti Indrawati,M.Si.,Apt selaku dosen
mata kuliah Biofarmasi yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun
makalah ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah tersebut masih terdapat


kekuranganya. Oleh karena, kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun. Namun, besar harapan agar makalah tersebut dapat bermanfaat bagi bagi pembaca
sekalian.

Jakarta, Desember 2018

Penulis

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan
obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama
dan memperpanjang aksi obat. Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release)
dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat
segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasillkan efek terapeutik yang diinginkan
secara berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk
mempelihara tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang, biasanya 8
sampai 12 jam (Ansel dkk, 2005).
Bentuk sediaan lepas lambat (Sustained release) banyak mendapatkan perhatian dalam
pengembangan sistem penghantaran obat karena dibandingkan bentuk sediaan konvensional,
bentuk lepas lambat memiliki beberapa kelebihan. Antara lain sediaan lepas lambat dapat
mengurangi efek samping, mengurangi jumlah penggunaan, mengurangi fluktuasi obat dan
secara umum dapat meningkatkan kenyamanan bagi pasien (Welling, 1997).
Menurut Rao et al, (2001), tujuan utama dari sediaan lepas lambat adalah untuk
mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah atau jaringan selama waktu yang
diperpanjang. Keunggulan bentuk sediaan ini menghasilkan kadar obat dalam darah yang
merata tanpa perlu mengulangi pemberian unit dosis.
Penghantaran obat ke reseptor atau tempat bekerjanya obat sering terhambat dengan
adanya efek samping obat ataupun karena pelepasan obat tidak sesuai pada tempat kerjanya.
Untuk itu, obat dibuat dalam bentuk controlled release atau sediaan lepas terkendali. Sediaan
lepas terkendali ini mengatur pelepasan obat di dalam tubuh yang dimaksudkan untuk
meningkatkan efektifitas obat pada reseptornya.
Sediaan sustained release atau sediaan lepas lambat merupakan bagian dari bentuk
controlled relese. Sediaan lepas lambat merupakan sediaan yang menyebabkan obat terlepas
ke dalam tubuh dalam waktu yang lama.

1.2. Rumusan Masalah


a. Bagaimana mekanisme pelepasan dan pelarutan obat dari sediaan Sustained release
(Sustained Release Drug Delivery System) ?
b. Bagaimana penjalanan obat pada sediaan sustained release dalam tubuh ?
c. Bagaimana nasib obat dalam tubuh pada sediaan sustained release ?

1.3. Tujuan
a. Secara teoritis, sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Biofarmasi
b. Untuk mengetahui dan memahami sistem penghantaran obat sediaan sustained release
c. Untuk mengetahui dan memahami perjalanan obat pada sediaan sustained release
d. Untuk mengetahui dan memahami nasib obat di dalam tubuh pada sediaan Sustained
Release

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sustained Release


2
Sustained release atau sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang
untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya
pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel et al., 2005).
Dalam beberapa keadaan penyakit, bentuk sediaan obat yang ideal adalah mampu
memberikan jumlah obat untuk sampai ke reseptor (tempat aksi obat) dan kemudian secara
konstan dipertahankan selama waktu pengobatan yang diinginkan. Pemberian obat dalam dosis
yang cukup dan frekuensi yang benar maka konsentrasi obat terapeutik steady state di plasma
dapat dicapai secara cepatdan dipertahankan dengan pemberian berulang dengan bentuk sediaan
konvensional peroral. Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari bentuk sediaan konvensional
peroral (Collett and Moreton, 2002).
Adapun keterbatasan bentuk sediaan konvensional peroral adalah: melepaskan secara
cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat dalam plasma dan di tempat
aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin untuk mempertahankan konsentrasi terapetik
secara konstan di tempat aksi selama waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat
menimbulkan overdosis atau underdosis jika nilai Cmax dan Cmin melewati jendela terapetik
obat. Obat dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih sering untuk
mempertahankan konsentrasi obat dalam jendela terapeutik, dan frekuensi pemberian obat yang
lebih sering dapat menyebabkan pasien lupa sehingga dapat menyebabkan kegagalan terapi
(Collett and Moreton, 2002).

Tablet konvensional atau kapsul hanya memberikan kadar puncak tunggal dan sementara
(transient). Efek farmakologi kelihatan sepanjang jumlah obat dalam interval terapeutik. Masalah
muncul ketika konsentrasi puncak dibawah atau diatas interval terapeutik, khususnya untuk obat
dengan jendela terapeutik sempit. Pelepasan orde satu yang lambat yang dihasilkan oleh sediaan
lepas lambat dicapai dengan memperlambat pelepasan dari bentuk sediaan obat. Pada beberapa
kasus, hal ini dapat diperoleh melalui proses pelepasan yang kontinyu (Jantzen and Robinson,
1996).

2.2. Anatomi Fisiologi Pencernaan

3
Lambung ialah salah satu dari suatu organ pencernaan makanan pada manusia.
Lambung berfungsi untuk menyimpan suatu makanan untuk sementara dan mengolah suatu
makanan tersebut agar bisa masuk ke usus kecil. Lambung mempunyai pH = 2 sehingga
bersifat sangat asam, sifat ini berfungsi agar lambung bisa menghancurkan suatu makanan
dan membunuh mikroorganisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Sebuah dinding
lambung disusun oleh 3 jenis otot, yaitu terdiri dari otot melingkar, memanjang, dan
menyilang, sehingga padaa saat otot-otot lambung ini berkontraksi akan terjadi gerakan
memutar makanan yang disebut gerakan peristaltik.

Bagian-bagian Lambung
1. Kardia
Kardia ialah suatu wilayah pertama dari sebuah lambung yang terletak
dibawah/setelah kerongkongan. karena itu, makanan akan memasuki kardia ketika
meninggalkan kerongkongan melalui sfingter esofagus bagian bawah.

2. Fundus
Fundus yaitu Dalam sebuah anatomi lambung, itu ialah bagian paling atas.
Dimana suatu gas dihasilkan Ketika pencernaan kimia terjadi di lambung,. Gas-
gas ini akan terakumulasi dalam fundus. Selain itu, fundus juga dapat menyimpan
suatu makanan yang tidak tercerna selama sekitar satu jam.

3. Korpus
Korpus ini ialah suatu wilayah utama lambung yang terletak di pusat organ, dan
disinilah sistem pencernaan kimia makanan terjadi.
4
4. Pilorus (lubang antara perut dan usus)
Pilorus ialah bagian yang menghubungkan lambung ke usus kecil. pilorus
Ini ialah bagian di mana suatu makanan dikumpulkan dan dicerna sebelum
memasuki sebuah usus kecil melalui sfingter pilorus.

Lambung Tersusun 4 Dinding Lapisan


1. Mucosa
Mucosa ialah suatu lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti
enzim, asam lambung, dan hormon. Lapisan yang satu ini berbentuk seperti palung
untuk memperbesar perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak
suatu volume getah lambung yang dapat dikeluarkan.

2. Submucosa
Submucosa ialah suatu lapisan dimana suatu pembuluh darah arteri dan vena dapat
ditemukan untuk menyalurkan suatu nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus
untuk membawa suatu nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel
tersebut.

3. Muscularis
Muscularis ialah suatu lapisan otot yang membantu perut dalam sistem pencernaan
mekanis. Lapisan yang satu ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yaitu otot melingkar,
memanjang, dan menyerong.

4. Gerak peristaltik (gerak menggelombang).


Gerak peristaltik ialah yang menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk.
Lapisan terluar itu yaitu serosa yang berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-
sel di lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi suatu gaya gesekan
yang terjadi antara perut dengan anggota tubuh lainnya.

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Obat Sediaan Sustained Release

Absorpsi atau penyerapan suatu zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat ke
dalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati membran biologik.
Penyerapan ini hanya dapat terjadi bila zat aktif berada dalam bentuk terlarut. Tahap ini
merupakan bagian dari fase biofarmasetik dan tahap awal dari fase farmakokinetika.

5
Penyerapan zat aktif bergantung pada berbagai parameter, terutama sifat fisikokimia
molekul obat. Dengan demikian proses penyerapan zat aktif terjadi apabila sudah dibebaskan
dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan biologis (Aiache, 1993).

Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan suatu organ, obat tersebut harus
melewati berbagai membrane sel. Pada umumnya, membrane sel mempunyai struktur lipoprotein
yang bertindak sebagai membrane lipid semipermeabel. Banyak obat mengandung substituen
lipofilik dan hidrofilik. Obat–obat yang lebih larut dalam lemak lebih mudah melewati
membrane sel daripada obat yang kurang larut dalam lemak atau obat yang lebih larut dalam air.

Menurut Siswandono dan Soekardjo (2000) Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi


proses absorpsi obat di saluran cerna antara lain:
1. Bentuk sediaan obat, meliputi ukuran partikel bentuk sediaan, adanya bahan-bahan
tambahan dalam sediaan.
2. Sifat kimia fisika obat, misalnya: bentuk garam, basa, amorf, kristal.
3. Faktor biologis, seperti: gerakan saluran cerna, luas permukaan saluran cerna,
waktu pengosongan lambung, banyaknya pembuluh darah dalam usus, aliran
(perfusi) darah dari saluran cerna.
4. Faktor-faktor lain, seperti: usia, interaksi obat dengan makanan, interaksi obat
dengan obat lain, penyakit tertentu.

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Sustained Release Drug Delivery System

1. Faktor fisikokimia.
a. Kelarutan dalam air
Sebagian besar obat adalah asam lemah atau basa lemah Obat dengan kelarutan
air rendah akan sulit digabungkan ke dalam mekanisme sustained release.Untuk obat
dengan kelarutan tinggi dan laju disolusi yang cepat, seringkali cukup sulit untuk
menghambat laju disolusi.Obat kelarutan air tinggi dapat larut dalam air atau cairan
gastrointestinal dengan mudah dan cenderung melepaskan bentuk sediaannya dalam
semburan dan dengan demikian diserap dengan cepat sehingga menyebabkan
peningkatan tajam konsentrasi obat darah dibandingkan dengan obat yang kurang

6
larut. Seringkali sulit untuk memasukkan obat yang larut dalam air dalam bentuk
sediaan dan menghambat pelepasan obat terutama bila dosisnya tinggi

b. Koefisien partisi (P (o / w))


Koefisien partisi didefinisikan sebagai fraksi obat dalam fase minyak sampai fase
berair yang berdekatan.Pengaruh obat menunjukkan bioavailabilitas yang sangat
banyak karena sifat lipofilik membran biologis. Obat yang memiliki koefisien partisi
rendah tidak sesuai untuk sistem pengiriman obat CR oral dan obat yang memiliki
koefisien partisi lebih tinggi juga tidak sesuai untuk sistem pengiriman obat SR oral
karena mereka tidak dapat keluar dari membran lipida setelah masuk ke membran [5].

c. Obat pKa dan ionisasi pada pH fisiologis


Obat-obatan yang sebagian besar ada dalam bentuk terionisasi adalah kandidat
yang buruk untuk sistem pengiriman obat Sustained Release oral. Sebagian besar
yang ada dalam bentuk terionisasi adalah kandidat yang buruk untuk sistem pelepasan
obat pelepas Sustained oral.Penyerapan obat-obatan yang berserikat juga baik,
sedangkan perembesan obat terionisasi dapat diabaikan karena tingkat penyerapan
obat terionisasi adalah 3-4 kali lebih kecil dari pada obat serikat. Kisaran pKa untuk
obat asam yang ionisasi sensitif terhadap pH berkisar 3,0-7,5 dan kisaran pKa untuk
obat dasar yang ionisasi sensitif terhadap pH sekitar 7,0-11,0 sangat ideal untuk
penyerapan positif optimum. Obat harus disatukan di lokasi sampai tingkat 0,1-5,0%
[2].

d. Stabilitas obat
Obat menjalani hidrolisis asam / basa dan degradasi enzimatik bila diberikan rute
oral. Jika obat dalam kondisi padat, degradasi akan terjadi pada tingkat yang
dikurangi, untuk obat-obatan yang tidak stabil di perut sehingga memperpanjang
persalinan ke seluruh saluran pencernaan bermanfaat.Jika obat diberikan dalam
bentuk sediaan pelepasan diperpanjang yang tidak stabil di usus halus dapat
menunjukkan penurunan ketersediaan hayatiHal ini terjadi karena fakta bahwa jumlah
obat yang lebih banyak diantarkan dalam usus kecil dan mengalami penurunan lebih
besar.

e. Ukuran molekuler dan difusivitas


Difusivitas tergantung pada ukuran & bentuk rongga selaput. Contoh obat yang
sulit dikendalikan laju pelepasan obat dari bentuk sediaan adalah protein dan peptida.

2. Faktor biologis

7
Perilaku penyerapan obat dapat mempengaruhi kesesuaiannya sebagai produk
pelepasan yang diperluas. Tujuan perumusan produk sustained release adalah dengan
menempatkan kontrol pada sistem pengiriman. Adalah penting bahwa laju pelepasan
jauh lebih lambat daripada tingkat penyerapan. Jika kita menganggap waktu transit
bentuk sediaan di daerah serapan saluran GI sekitar 8-12 jam, waktu paruh maksimal
untuk penyerapan. Jika tidak, bentuk sediaan akan keluar dari daerah absorptif sebelum
pelepasan obat selesai. Oleh karena itu, senyawa dengan tingkat penyerapan absorpsi
rendah adalah kandidat yang buruk. Beberapa kemungkinan alasan rendahnya
penyerapan adalah kelarutan air yang buruk, koordinat partisi kecil, hidrolisis asam dan
metabolisme atau tempat penyerapannya.
Distribusi obat dalam jaringan dapat menjadi faktor penting dalam kinetika
eliminasi obat secara keseluruhan. Karena tidak hanya menurunkan konsentrasi obat yang
beredar tetapi juga dapat membatasi laju keseimbangannya dengan darah dan jaringan
vaskular ekstra, akibatnya volume distribusi yang jelas mengasumsikan nilai yang
berbeda tergantung pada waktu terapi obat.Obat dengan volume yang jelas tinggi
distribusi, yang mempengaruhi laju eliminasi obat yang kandidat miskin untuk sistem
pengiriman obat SR oral. Untuk desain produk pelepasan yang berkelanjutan, ilmuwan
formulasi harus memiliki informasi tentang disposisi obat.Obat yang dimetabolisme
secara ekstensif tidak sesuai untuk sistem pengiriman obat SR. Obat yang mampu
menginduksi metabolisme, menghambat metabolisme, dimetabolisme di tempat
penyerapan atau efek first-pass adalah kandidat yang buruk untuk pengiriman SR, karena
akan sulit mempertahankan tingkat darah konstan.
Obat yang dimetabolisme sebelum penyerapan, baik dalam lumen atau jaringan
usus, dapat menunjukkan penurunan ketersediaan hayati dari sistem pelepasan yang
berkelanjutan.Sebagian besar dinding usus jenuh dengan enzim. Karena obat dilepaskan
pada tingkat yang lambat ke daerah ini, obat yang lebih rendah tersedia dalam sistem
enzim. Oleh karena itu, sistem harus dirancang agar obat tetap berada di lingkungan itu
untuk memungkinkan konversi obat yang lebih lengkap ke metabolitnya.
a) Waktu paruh
Waktu paruh obat adalah indeks waktu tinggalnya di tubuh. Jika obat
tersebut memiliki umur paruh pendek (kurang dari 2 jam), dosisnya
mungkin mengandung obat dalam jumlah sangat banyak. Di sisi lain, obat

8
dengan masa paruh eliminasi 8 jam atau lebih cukup terkontrol dalam tubuh,
bila diberikan dalam dosis konvensional dari dan sistem pengiriman obat
Pelepasan Berkelanjutan pada umumnya tidak diperlukan dalam kasus
tersebut. Idealnya, obat tersebut harus memiliki waktu paruh 3-4
jamformulasi sistem pengiriman obat [2-5].

b) Indeks terapeutik
Obat dengan indeks terapeutik rendah tidak sesuai untuk dimasukkan ke
dalam formulasi pelepasan yang berkelanjutan. Jika sistem gagal dalam
tubuh, pembuangan dosis mungkin terjadi, yang menyebabkan toksisitas.

c) Ukuran dosis
Jika dosis obat dalam bentuk dosis konvensional tinggi, maka kadal tersebut
kurang sesuai untuk SRDDS. Hal ini karena ukuran satuan dosis Pelepasan
oral yang berkelanjutan akan menjadi terlalu besar untuk diberikan tanpa
kesulitan.

d) Jendela penyerapan
Obat-obatan tertentu bila diberikan secara oral hanya diserap dari bagian
tertentu dari saluran gastrointestinal. Bagian ini disebut sebagai 'jendela
penyerapan'. Kandidat ini juga tidak cocok untuk SRDDS.

e) Hubungan respons konsentrasi plasma


Umumnya, konsentrasi obat plasma lebih bertanggung jawab atas aktivitas
farmakologis daripada dosis. Tapi obat yang memiliki aktivitas farmakologis
tidak tergantung pada konsentrasi plasma, adalah kandidat yang buruk untuk
sistem pengiriman obat oral SR.

f) Konsentrasi ketergantungan pada transfer obat


Transfer obat dari satu kompartemen ke yang lain, jika mengikuti proses
kinetik urutan nol maka obat tersebut adalah kandidat yang buruk untuk
sistem pengiriman SR oral. Ini harus menjadi urutan pertama kinetika.

2.5. Rute Pemberian Sediaan Sustained Release

1. Melalui oral

9
Pemberian obat oral adalah yang paling sering digunakan dan sangat nyaman,
aman dan sederhana. Ada yang lebih khusus kelompok per dosis oral bentuknya biasa
disebut sebagai sustained release, akting panjang (long acting), pelepasan bertahap,
bentuk sediaan pelepasan lambat.
Mode pemberian obat bentuk sediaan yang akan dirancang. Sustained release oral
menggunakan disolusi, difusi atau kombinasi dari kedua mekanisme tersebut, untuk
menghasilkan pelepasan obat yang lambat ke lingkungan GI.

2. Melalui Intraokular
Hughes PM dkk. menunjukkan Retinoid mempunyai sistem penghantaran obat
intraokular SR. Implan intraokular biokompatibel mencakup retinoid komponen dan
polimer biodegradable yang efektif membantu pelepasan komponen retinoid ke mata
untuk sebuah jangka waktu yang Panjang. Agen terapeutik dari implan dapat dikaitkan
dengan matriks polimer biodegradable, seperti sebuah matriks yang secara substansial
bebas dari alkohol polivinil. Implanttersebut dapat ditempatkan di mata untuk merawat
atau mengurangi Terjadinya kerusakan okular, seperti retina kerusakan, termasuk
glaukoma dan vitreoretinopati proliferative
Robinson MR et al. dihasilkan intraokular (US20100247606) SRDDS dan
metode untuk merawat kondisi mata. Biokompatibel, implan SR dan mikrosfer
bioerodible untuk penempatan intra camcorder atau anterior vitreal termasuk agen
hipertensi anti-hipertensi dan polimer biodegradable yang efektif obati kondisi hipertensi
okuler (seperti glaukoma) oleh kambuhan jumlah terapeutik dari agen anti-hipertensi
jangka waktu antara 10 hari dan 1 tahun

3. Melalui Intravena
Teknologi pengiriman obat secara intravena diinginkan untuk obat dosis tinggi
yang perlu diberikan lebih dari 8 sampai 10 jam. Teknologi pengiriman pelepasan
intravena yang berkelanjutan ini akan memungkinkan bolus obat (sekitar 40 sampai 60%)
dikirim dengan cepat pada pemberian intravena diikuti oleh dosis yang tersisa (60 sampai
40%) yang dikirim dengan cara yang hampir nol dari pemberian intravena ini melalui 8
sampai 10 jam interval. Teknologi pengiriman obat ini perlu menggunakan bahan yang
sudah dikenal sebagai aman atau dapat dengan mudah memenuhi syarat untuk pemberian
parenteral pada manusia. Teknologi pengiriman obat ini seharusnya tidak menimbulkan
beban bagi perawat yang mengelola obat ini di lingkungan rumah sakit. Teknologi ini

10
harus dapat menerima sekitar 2 gram obat dengan kelarutan berair sekitar 0,75 gram
dalam 50 mL pada 25 ° C dan kira-kira 1 gram dalam 50 mL pada suhu 37 ° C selama
interval 8 sampai 10 jam

2.6. Kelebihan dan Kekurangan sediaan Sustained Release


2.6.1. Kelebihan Sediaan Sustained Release
Sediaan lepas lambat (sustained-release) memberikan keuntungan lebih banyak
dibanding bentuk sediaan konvensional, antara lain (Ansel, dkk, 2005):
1. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah sehingga efek farmakologisnya
lebih stabil.
2. Mengurangi frekuensi pemberian
3. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien
4. Mengurangi efek samping yang merugikan
5. Kondisi pasien lebih cepat terkontrol
6. Meningkatkan bioavabilitas pada beberapa obat
7. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan karena lebih sedikit satuan dosis
yang harus digunakan.

2.6.2. Kekurangan Sediaan Sustained Release


Selain keuntungan, sediaan lepas lambat juga memiliki beberapa kerugian (Collet dan
Moreton, 2002) antar lain:
1. Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional
2. Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat lepas
secara cepat
3. Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis
4. Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di
saluran cerna
5. Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tiba-tiba mengalami
6. keracunan maka untuk menghentikan obat dari system tubuh akan lebih sulit
dibanding sediaan konvensional.
7. Tidak dapat digunakan untuk obat yang memilki dosis besar (500 mg)

BAB III
PEMBAHASAN

11
3.1. Mekanisme Pelepasan dan Pelarutan Obat dari Sediaan Sustained release (Sustained
Release Drug Delivery System)
1. Single unit
Menggunakan satu mekanisme dimana dalam sistem pelepasan obat dapat
dilakukan dengan cara :
a. Modifikasi kimia
Jika suatu obat dibutuhkan dalam dosis yang terus menerus, maka masalah
utama adalah kelarutan. Jika bahan obat diabsobsi secara konsisten baik
seluruhnya ataupun sebagian melalui saluran gastrointestinal, maka dengan
menurunkan kelarutan dari bahan tersebut akan memperpanjang waktu
melarut. Dengan cara ini obat akan diabsorbsi lebih lambat dengan periode
waktu yang panjang, dan efek terapeutik menjadi lebih panjang dengan
menggunakan derivat / turunan dari obat yang mempunyai daya larut lebih
rendah. Efek toksik dapat diturunkan serta memperpanjang masa kerja obat

Gambar 2. Profil obat sustained release dalam darah

TL = Toxic Limit

ThL= Therapy Limit

b. Tablet erosi (erosion tablet)


Tablet erosi adalah tablet yang tidak hancur, tapi mengalami erosi /
pengikisan pada saat mengalami kontak dengan medium disolusi. Untuk
mengontrol laju erosi, ditambahkan polyethylen glycol distearate dalam
jumlah cukup. Sterotex (lemak nabati terhidrogenasi) dapat juga ditambahkan
sebagai basis lilin.

c. Sistem matriks

Matriks merupakan sebuah bentuk dari campuran bahan obat, bahan


tambahan, dan polimer yang tercampur secara homogen dalam bentuk padat.

12
Prinsip dasar matriks pertama kali dikembangkan oleh Higuchi (1963), dan
bentuknya dapat dilihat pada gambar 2.

Bahan obat yang mempunyai kelarutan di dalam medium pelarut (S),


terdispersi di dalam matriks, dimana matriks tersebut tidak terlarut didalam
medium pelarut. Konsentrasi obat di dalam matriks merupakan luas
permukaan matriks. Matriks tersebut berongga, dan akan menyebabkan cairan
masuk dari bulk liquid (dari arah kanan). Jadi akan ada bidang cairan, dimana
x = L cm dari permukaan (dimana x = 0) pada suatu waktu ( t ). Cairan
tersebut akan melarutkan bahan obat, sampai level L. Bagian dari matriks,
antara L dan h masih terdapat partikel padat yang belum seluruhnya melarut,
pada volume di sebelah kanan h (0 < x < h) seluruh partikel terlarut. Pada
volume L > x > h, cairan akan jenuh dengan bahan obat, tetapi jika x < h,
konsentrasi akan menurun hingga 0 pada batas pernukaan dengan cairan.
Umumnya produk sustained release menggunakan polimer dengan bobot yang
tinggi. Polimer - polimer yang umum digunakan adalah: polyethilen glycol
(PEG), polyvinyl pyrrolodin (PVP), hydroxypropyl methylcellulosa (HPMC),
dan methylcellulosa (MC).

Gambar 3. Skema matriks dalam 2 dimensi pada satu sisi (ke kanan)
mengarah ke cairan

d. Swelable matrice (hydrogel)


Hydrogel didefinisikan ‘jaringan polimer hidrofilik yang dapat menyerap
molekul air secara signifikan (> 20 % dari bobot kering) tanpa ikut melarut
dan kehilangan bentuk / strukturnya’. Polimer ini umumnya terdiri dari tipe
13
tersambung silang, dimana swelling dapat disebabkan oleh faktor lain seperti
tekanan van der wall, kristalisasi, ikatan hidrogen, ataupun ikatan ion.
Kebanyakan polimer akan mengembang di dalam air, dan polimer yang sering
digunakan untuk swellable matrice adalah HPMC.
Mekanisme dari pembentukan hydrogel dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pertama - tama, akan terbentuk lapisan gel pelindung dikeliling
tablet.
2. Pseudogel akan menyebabkan cairan masuk ke dalam tablet, dan hal
ini akan menyebabkan lapisan gel bertambah lebar sampai ke tablet.
3. Lapisan luar gel akan menyerap air lebih banyak dan akan terlarut
dalam medium pelarut.
4. Kondisi steady state tercapai pada saat pembentukan lapisan gel
seimbang dengan laju erosi.
5. Seluruh gel akan mengembang, kemudian tablet tersebut akan
menjadi tablet erosi.
6. Ketika proses pembentukan gel dan laju erosi berada pada kecepatan
yang sama, proses tersebut akan terus berulang sampai seluruh
bagian tablet menyerap cairan dan basah, dan erosi terus berlanjut
sampai seluruh bagian tablet terlepas dan larut.

Gambar 4. Prinsip mekanisme matriks hydrogel

e. Tablet mengapung (floatable tablet)


Salah satu kendala yang timbul pada bentuk sustained release adalah
waktu pengosongan lambung. Hal ini berbeda dari satu pasien ke pasien yang
lain, dari kondisi orang yang berpuasa dan tidak berpuasa, dan lain
sebagainya. Oleh sebab itu maka dibuat tablet yang dapat mengapung di
dalam cairan lambung.
Sheth (1978) mendeskripsikan komposisi dari tablet mengapung 0-80%
bahan obat dan 20-75% methylcellulose, HPC, HPMC, hydroxyethylcellulose,

14
atau sodium carboxymethylcellulose (campuran dari bahan-bahan tersebut).
Komposisi ini akan menghasilkan produk yang akan mengapung yang
diformulasikan dengan 2 (dua) lapisan tablet dengan komposisi yang dapat
mengapung pada cairan lambung.
f. Tekanan osmotik (osmotic pump)
Prinsip tekanan osmotic dapat dilihat pada gambar 4. Inti tablet (core
tablet) yang mengandung bahan obat dan elektrolit (contoh; NaCl) dilapisi
dengan film yang dapat ditembus oleh molekul air (water permealbe) tetapi
tidak larut dalam air. Pada bagian luar tablet tersebut dibuat lubang dengan
seksama (diameter tertentu) sampai lapisan film. Pada saat kontak dengan
cairan pelarut (contoh; air), cairan pelarut akan masuk ke dalam tablet (dengan
cara difusi pada awalnya melalui lubang yang dibuat).
Elektrolit dan obat akan terlarut dan membentuk larutan jenuh dan akan
menghasilkan tekanan osmotik yang akan mendorong obat keluar melalui
lubang. Tekanan osmtoik ini dipengaruhi oleh kelarutan elektrolit, ekivalensi
ion, dan temperatur.

Gambar 5. Mekanisme tekanan osmotic

2. Multiple unit
Bentuk majemuk dari sustained dapat dilakukan dengan cara mikroenkapsulasi,
dengan mekanisme dari sistem matriks ganda, penyalutan molekul obat (film,
campuran film), sistem pompa osmotik ganda, dan tablet mikrokapsul.

3. Mucho adhesive system


Menggunakan prinsip dari bioadhesi untuk memaksimalkan pelepasan obat.
Bioadhesi merupakan peristiwa dimana jaringan biologis melekat pada pada jaringan
lain yang meliputi biologis dan non-biologis. Jika tempat terjadinya bioadhesi berada
pada membrane mukosa, maka disebut mucoadhesive. Produk lepas terkontrol
memungkinkan lokalisasi obat pada daerah saluran GI mucoadhesive yang dapat
15
memperpanjang kontak obat dengan membran absorbsi dan lokalisasi penghantaran
obat ke organ target.
Dalam pemberian sistem pelepasan obat terkontrol beberapa hal menjadi
pertimbangan yang perlu diperhatikan. Hal ini meliputi rute pemberian obat, tipe
pelepasan obat, penyakit yang diderita, pasien, lama terapi, dan karakteristik obat.
Faktor-faktor ini saling berhubungan yang akan menentukan pemilihan untuk rute
pemberian, formulasi dari pelepasan obat, dan lama terapi. Karakteristik obat sangat
penting kaitannya dengan formulasi bentuk sediaan sustained release, sifat fisikokimia
dan faktor biologi dari obat merupakan hal yang sangat penting.

3.2. Nasib Obat dalam Tubuh pada Sediaan Sustained Release


Obat sustained release yng diberikan secara oral akan masuk ke saluran perncernaan,
yang kemudia akan melewati 3 tahap :
1. Liberasi
Setelah obat masuk kedalam sistem pencernaan, maka obat yang mulanya
merupakan depot zat aktif akan menuju ketempat penyerapan. Pada sedian
sustained release ketika sediaan sustained release kontak dengan cairan saluran
cerna maka zat aktif yang terlarut tidak langsung larut, karena yang terlarut
dengan cairan saluran cerna yaitu lapisan penyalut dimana lapisan penyalut
tersebut akan terkikis dan terlarut dalam cairan saluran pencernaan.

2. Disolusi
Proses pelarutan sediaan sustained release berbeda dengan sediaan
konvensional, pada sediaan konvensional, obat setelah mengalami proses liberasi
akan langsung mengalami proses pelarutan. Misalnya, dari bentuk tablet dan
kapsul dapat langsung mengalami proses pelarutan, seiiring terjadinya proses
disintegrasi dan disagregasi.
Sedangkan pada sediaan sustained release, medium masuk ke sediaan
diikuti dengan pengembangan polimer yang digunakan dalam sediaan. Setelah itu,
zat aktif akan berdifusi ke permukaan dan dilepaskan dari sediaan. Namun, zat
aktif akan dilepaskan sedikit-sedikit, sehingga efektivitas obat akan diperpanjang.
3. Absorpsi
Tahap ini merupakan bagian dari fase biofarmasetik dan awal fase farmakokinetik
jadi tahap ini benar-benar merupakan masuknya zat aktif dalam tubuh.
Penyerapan zat aktif tergantung pada berbagai parameter terutama sifak fisiko-
16
kimia molekul obat. Dengan demikian proses penyerapan zat aktif terjadi apabila
sebelumnya sudah dibebaskan dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan
biologi setempat.
3.3. Perjalanan Obat dalam Tubuh pada Sediaan Sustained Release
Obat yang diberikan pada pasien, akan banyak mengalami proses sebelum tiba
pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi
menjadi tiga tingkat atau fase, yaitu fase biofarmasetik atau farmasi, fase farmakokinetik,
dan fase farmakodinamik.
Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai
tempat aksinya dalam kosentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon. Tercapainya
kosentrasi obat tergantung dari jumlah obat yang diberikan, tergantung pada keadaan dan
kecepatan obat diabsorbsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke
bagian lain dari badan. Berikut proses perjalanan obat dalam tubuh, meliputi :
1. Absorpsi
Setelah mengalami proses pelepasan dan pelarutan makan zat aktif akan
terabsorpsi. Zat aktif dapat terabsorpsi dilambung dan dapat juga terabsopsi di
usus. Zat aktif yang terabsorpsi di usus biasanya merupakan zat aktif yang
dapat terurai dengan cairan lambung, sehingga zat aktif tidak akan
menghasilkan efek farmakologi.
Pada obat yang diabsorpsi di lambung, jika lambung dalam keadaan
kosong maka proses absorpsi akan lebih cepat dengan cara filtrasi atau difusi
pasif. Zat aktif yang berukuran kecil akan dengan mudah masuk ke peredaran
darah. Sedangkan pada zat aktif yang memiliki derajat ionisasi yang rendah
akan memiliki bentuk tak terionisasi yang lebih larut dalam lemak sehingga
penyerapannya akan lebih besar. Jika lambung dalam keadaan penuh, zat aktif
akan berdifusi lebih lambat, karena adanya pengenceran obat dalam lambung
dan kontak dengan permukaa tempat absorpsi terbatas yang akibatnya
absorpsi ke dalam pembuluh darah lebih sedikit.
Pada obat yang diabsorpsi di usus terjadi di bagian pertama usus halus dan
usus bagian bawah. Bagian pertama duodenum merupakan bagian yang
memegang peranan penting dalam proses absorpsi karena adanya getah
empedu dan getah pancreas yang dapat melarukan lemak sehingga akan
mempermudah proses absorpsi. Bagian usus yang lain merupakan tempat
terjadinya absorpsi dengan difusi pasif untuk sejumlah senyawa larut lemak
atau bagian yang tidak terionkan (lipofil).
2. Distribusi
Zat aktif yang telat diabsorpsi dari saluran cerna sebelum di didisribusi ke
seluruh tubuh akan dibawa kehati terlebih dahulu dan dihati akan mengalami
metabolism. Baru setelah dimetabolisme zat aktif dan metabolitnya akan
didistribusikan ke seluruh tubuh.
3. Metabolisme dan Ekskresi
17
Pada proses metabolisme senyawa obat akan diubah menjadi senyawa
yang lebih polar sehingga kurang larut dalam lemak dan kebih mudah larut
dalam air yang akibatnya akan lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Pada
proses metabolism enzim yang berperan dalam proses ini yaitu enzim
mikrosom yang terdapat pada reticulum endoplama dan enzim nonmikrosom.
Pada proses ekskresi terjadi melalui ginjal, feses, paru-paru, kulit dan air
susu. Ekskresi dapat berupa obat aktif atau pun senyawa metabolitnya.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Sistem pelepasan obat bentuk sediaan sustained release bertujuan untuk
mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah atau jaringan selama waktu
yang diperpanjang.
2. Sistem pelepasan obat bentuk sediaan sustained release akan dilepaskan sedikit
demi sedikit sehingga jumlah obat yang terlarut di tempat terjadinya absorpsi juga
sedikit demi sedikit, sehingga efektivitas obat akan diperpanjang.
3. Sistem pelepasan obat bentuk sediaan sustained release memberikan konsentrasi
obat dalam plasma yang konstan (atau mendekati) selama periode waktu setelah
obat diberikan. Selama konsentrasi plasma obat dipertahankan dalam waktu yang
lama, dengan menggunakan bentuk sediaan sustained release efek samping dapat
diminimalkan, frekuensi pemberian obat dapat dilakukan, dan peningkatan
kebutuhan pasien dapat dicapai khususnya untuk terapi jangka panjang.
4. Mekanisme Pelepasan dan Pelarutan Obat dari Sediaan Sustained release
(Sustained Release Drug Delivery System), meliputi :
1. Single unit ( Modifikasi kimia ; tablet erosi ; sistem matriks; tablet mengapug
dan tekanan osmotic)
2. Multiple unit
3. Mukoadhesive sistem

18
DAFTAR PUSTAKA

Aiache, 1982, Biofarmasetika, diterjemahkan oleh Widji Soeratri, Edisi II, 438-460,Airlangga
Press, Jakarta.

Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, 490-492, 502-508,
diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Indrawati, T., 2018, Perjalanan Obat Peroral dalam Tubuh, Penerbit Salemba Medika, Jakarta

Shargel, L., and Yu, A. B. C., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
diterjemahkan oleh Fasich, dan Siti Sjamsiah, Edisi II, 21-25, 88-99, Penerbit Universitas
Airlangga, Surabaya

19

Anda mungkin juga menyukai