Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) diantaranya
yaitu tuberculosis, campak, rubella, hepatitis, pertussis, difteri, polio, tetanus
neonatorum, meningitis, pneumonia, kanker leher Rahim akibat infeksi
human papilloma virus, Japanese encephalitis, diare akibat infeksi rotavirus
dan sebagainya. Penyakit-penyakit ini dapat mengakibatkan kesakitan,
kecacatan dan bahkan kematian terutama jika mengenai anak-anak yang
belum mendapatkan imunisasi rutin lengkap. Seorang anak usia kurang dari
5 tahun dikatakan memiliki status imunisasi rutin lengkap apabila telah
mendapatkan 1 dosis HB0, 1 dosis BCG, 4 dosis OPV, 4 dosis DPT-HB-
Hib, 1 doses IPV dan 2 dosis campak rubella (Petunjuk Teknis Bulan
Imunisasi Anak Nasional (BIAN), 2022).

Campak merupakan penyakit sangat menular yang disebabkan oleh virus


dan dapat mengakibatkan kematian. Kematian pada campak sebagian besar
disebabkan oleh komplikasi diantaranya diare, peumonia dan ensefalitis.
Indonesia termasuk ke dalam 10 negara dengan jumlah kasus campak
terbesar di dunia.

Data global baru yang diterbitkan oleh WHO dan UNICEF mengungkapkan
penurunan berkelanjutan terbesar dalam vaksinasi anak-anak dalam waktu
sekitar 30 tahun. Pada tahun 2021 saja, 25 juta anak melewatkan satu atau
lebih dosis vaksin difteri, tetanus, dan pertusis (DTP3) – melalui layanan
imunisasi rutin. Angka ini dua juta lebih banyak dari pada mereka yang
ketinggalan pada tahun 2020 dan enam juta lebih banyak dari pada tahun
2019 (Unicef, 2022).

7
8

Data menunjukkan bahwa 18 juta dari 25 juta anak tidak menerima dosis
tunggal DTP sepanjang tahun, sebagian besar dari mereka tinggal di India,
Nigeria, Indonesia, Ethiopia dan Filipina. Cakupan vaksin turun di setiap
wilayah, dengan wilayah Asia Timur dan Pasifik mencatat pembalikan
paling tajam dalam cakupan DPT3, turun sembilan poin persentase hanya
dalam dua tahun (Unicef, 2022).

Pada tahun 2018 cakupan desa Universal Child Immunization (UCI) di


Indonesia sebesar 82,13%. Tiga provinsi dengan capaian tertinggi yaitu
Jawa Tengah sebesar 99,93%, Bali (99,16%), dan Kepulauan Bangka
Belitung (97,44%). Global vaccine Action Plan menargetkan eliminasi
campak dan rubella di 5 regional WHO pada tahun 2020. Salah satu strategi
yang dipetakan The Global Measles & Rubella Strategic Plan 2012-2020
adalah mencapai dan mempertahankan tingkat kekebalan masyarakat yang
tinggi dengan memberikan dua dosis vaksin yang mengandung campak dan
rubella melalui imunisasi rutin dan tambahan dengan cakupan yang tinggi
(95%) dan merata. Pemberian imunisasi MR pada anak usia 9 bulan sampai
< 15 Tahun tahun dengan cakupan tinggi dan merata diharapkan akan
membentuk imunitas kelompok (herd immunity), sehingga dapat
mengurangi transmisi virus ke usia yang lebih dewasa dan melindungi
kelompok tersebut ketika memasuki usia reproduksi (Kementerian
Kesehatan RI, 2019).

Angka penemuan kasus dan kematian karena campak dan rubela di


Indonesia pada tahun 2014-2018 yang dilaporkan adalah 89.127 suspek
campak dengan 22 kematian , sedangkan hasil laboratorium adalah 19.392
positif campak dan 14.192 positif rubela

Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 89% kasus campak diderita oleh anak
usia di bawah 15 tahun. Sedangkan untuk rubela, kurang lebih 77%
penderita merupakan anak usia di bawah 15 tahun
9

Pada tahun 2021, cakupan imunisasi dasar lengkap secara nasional sebesar
84,2%. Angka ini belum memenuhi target Renstra tahun 2021, yaitu 93,6%.
Cakupan imunisasi dasar lengkap pada tahun 2021 hampir sama dengan
tahun 2020. Rendahnya cakupan ini dikarenakan pelayanan pada fasilitas
kesehatan dioptimalkan untuk pengendalian pandemi COVID-19.
(Kemenkes RI, 2021).

Incidence Rate Campak per 100.000 penduduk di Indonesia pada tahun


2011-2015 menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 9,2 menjadi 3,2
per 100.000 penduduk, namun incidence rate cenderung naik dari tahun
2015 sampai dengan 2017, yaitu dari 3,2 menjadi 5,6 per 100.000
penduduk. Kasus Campak dalam tiga tahun terakhir juga menunjukkan
peningkatan dibeberapa provinsi. Pada saat tertentu adanya peningkatan
kasus di suatu wilayah menyebabkan penetapan status Kejadian Luar Biasa
(KLB) pada wilayah tersebut. KLB suspect campak terjadi ketika ditemukan
5 atau lebih suspect campak dalam waktu 4 minggu berturut-turut, terjadi
mengelompok dan memiliki hubungan epidemiologi. KLB Campak pasti
terjadi ketika ada KLB suspect campak dengan hasil laboratorium > 2 IgM
Campak. KLB Rubella pasti terjadi ketika terdapat KLB suspect rubella
dengan hasil laboratorium > IgM Rubella (Kementerian Kesehatan RI,
2016).

Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang terbukti paling


cost-effective (murah), karena dapat mencegah dan mengurangi kejadian
kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I yang diperkirakan 2 hingga
3 juta kematian tiap tahunnya. Imunisasi program terdiri atas imunisasi
rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin terdiri atas
imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi
sebelum berusia satu tahun, sedangkan imunisasi lanjutan diberikan pada
anak usia bawah dua tahun (baduta), anak usia sekolah dasar dan wanita
usia subur (WUS). Imunisasi Campak/MR lanjutan diberikan pada anak usia
18 bulan sampai 24 bulan. Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang
10

bertujuan untuk menjamin terjaganya tingkat imunitas pada anak baduta dan
anak usia sekolah. Vaksin campak memiliki efikasi kurang lebih 85%,
sehingga masih terdapat anak-anak yang belum memiliki kekebalan dan
menjadi kelompok rentan terhadap penyakit campak apabila tidak
mendapatkan imunisasi lanjutan. Anak dapat mengalami gangguan
penglihatan bahkan menjadi buta. Namun yang lebih ditakutkan adalah
perburukan bahkan hingga kematian (Kementerian Kesehatan RI, 2019).

Penurunan ini disebabkan oleh banyak faktor termasuk peningkatan jumlah


anak yang hidup dalam kondisi konflik dan riskan di mana akses imunisasi
sering kali menantang, meningkatnya informasi yang salah dan masalah
terkait COVID-19 seperti gangguan layanan dan rantai pasokan, pengalihan
sumber daya ke upaya respons, dan berbagai kondisi yang membatasi akses
dan ketersediaan layanan imunisasi.

Adanya pandemic Covid-19 mengakibatkan pelaksanaan imunisasi rutin


tidak dapat berjalan optimal. Data beberapa tahun terakhir menunjukan
terjadinya penurunan cakupan imunisasi rutin, baik itu imunisasi dasar
maupun imunisasi lanjutan, yang cukup signifikan. Hal ini menyebabkan
jumlah anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi rutin lengkap sesuai
usia semakin bertambah banyak. Dampak dari penurunan cakupan tersebut
dapat kita lihat dari adanya peningkatan jumlah kasus PD3I dan terjadinya
kejadian luar biasa atau KLB PD3I seperti campak, rubella dan difteri di
beberapa wilayah.

Berdasarkan survei pendahuluan pada bulan Oktober Tahun 2022


Berdasarkan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia
melaporkan ada sebanyak 3.341 kasus campak oleh 223 kabupaten/kota di
31 provinsi selama tahun 2022, sebanyak 966 Kasus Campak di Provinsi
Banten di dapat dari data SKDR Provinsi Tahun 2022, Sedangkan untuk
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Serang di dapatkan kasus Campak
sebanyak 64 Anak usia 1-5 tahun yang di dapat dari laporan SKDR kota
11

serang sudah menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) campak. Penetapan kasus
campak didasarkan pada hasil pemeriksaan laboratorium pada 96 orang
yang diambil darahnya. Spesimen ini dikirim ke BKPK/Litbangkes. Hasil
Laboratorium didapatkan 96 orang dengan positif campak dengan alasan
imunisasi anak tidak lengkap.

Sesuai dengan ketetapan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia,


jika minimal 2 spesimen (+) IgM campak berarti sudah terjadi KLB campak
di daerah tersebut. Penetapan KLB campak ini juga berdasarkan pada
pengertian KLB campak dari WHO yaitu adanya 5 atau lebih kasus klinis
dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan
dibuktikan adanya hubungan epidemiologi (Kementrian Kesehatan RI,
2020)

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang


hubungan Kelengkapan Imunisasi Campak/MR Dengan KLB Campak Pada
Balita Usia 1 tahun sampai 5 tahun Di Wilayah kerja Dinkes Kota Serang
Banten Tahun 2022.

B. Rumusan Masalah
KLB Suspek Campak-Rubela: Adanya lima (5) atau lebih kasus suspek
campak-rubela dalam waktu empat (4) minggu berturut-turut dan ada
hubungan epidemiologi.
KLB Campak Pasti: Apabila hasil pemeriksaan laboratorium minimum dua
(2) spesimen positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasus pada KLB
suspek campak-rubela atau hasil pemeriksaan kasus pada CBMS ditemukan
minimum dua (2) spesimen positif IgM campak dan ada hubungan
epidemiologi.

Pandemic Covid-19 mengakibatkan pelaksanaan imunisasi rutin tidak dapat


berjalan optimal. Data beberapa tahun terakhir menunjukan terjadinya
penurunan cakupan imunisasi rutin, baik itu imunisasi dasar maupun
imunisasi lanjutan, yang cukup signifikan. Hal ini menyebabkan jumlah
12

anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi rutin lengkap sesuai usia


semakin bertambah banyak. Dampak dari penurunan cakupan tersebut dapat
kita lihat dari adanya peningkatan jumlah kasus PD3I dan terjadinya
kejadian luar biasa atau KLB PD3I seperti campak, rubella dan difteri di
beberapa wilayah.
Selama ini jumlah kasus suspek campak yang dilaporkan sebagian besar
berasal dari pelaporan puskesmas, sementara itu peran Rumah Sakit (RS)
dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) swasta juga sangat berarti
dalam meningkatkan penemuan dan pelaporan kasus suspek campak.

Berdasarkan survei pendahuluan pada bulan Oktober 2022 dengan data yang
di dapat dari pelaporan petugas Puskesmas, Rumah sakit dan data dari
SKDR kota Serang ditemukan 64 kasus campak yang terjadi di wilayah
kerja Dinkes Kota Serang. Penetapan kasus campak rubella didasarkan pada
hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus Penderita Campak sebanyak 64
orang yang diambil darahnya. Spesimen ini dikirim dari Dinkes Kota Serang
kemudian di kirim ke BKPK/Litbangkes. Berdasarkan Hasil Penelitian
Epidemiologi Pasien tersebut di dapatkan dengan riwayat imunisasi yang
tidak lengkap sehingga dapat dikaitkan dengan kejadian KLB campak ini,
mengingat kasus meningkat dibeberapa wilayah di 16 Puskesmas Dinkes
Kota Serang .

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis hubungan Kelengkapan Imunisasi Campak/MR
Dengan KLB Campak Pada Balita Usia 1 tahun sampai 5 tahun Di
Wilayah kerja Dinkes Kota Serang Banten Tahun 2022.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui distribusi frekuensi kelengkapan imunisasi Campak/MR
pada balita Usia 1 tahun sampai 5 tahun Di Wilyah Kerja Dinas
kesehatan Kota Serang Banten Tahun 2022.
13

b. Diketahui hubungan kelengkapan Imunisasi Campak Dengan KLB


Campak Pada Balita Usia 1 tahun sampai 5 tahun Di Wilyah Kerja
Dinas kesehatan Kota Serang Banten Tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Serang
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar menentukan arah
kebijakan terkait dengan penangan Kejadian Luar biasa Campak. Serta
sebagai bahan evaluasi atas program sebelumnya.
2. Bagi Universitas Falatehan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk proses
pembelajaran terkait cakupan imunisasi dasar yang kaitannya dengan
kejadian luar biasa campak.
Sehingga dapat menjadi program dalam setiap asuhan yang diberikan
serta dapat dibuat rencana tindak lanjut dalam program komunitas.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya dalam pelayanan
imunisasi pada anak serta menjadikan penelitian ini sebagai titik awal
bagi peneliti untuk selalu melakukan update ilmu dengan melakukan
penelitian-penelitian lanjutan yang berkaitan dengan kejadian luar biasa
Campak.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan karena meningkatnya kasus KLB campak di
lingkungan kerja Dinas Kesehatan Kota Serang pada tahun 2022 yang
disebabkan karena rendahnya cakupan imunisasi Campak. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui hubungan kelengkapan Imunisasi Campak Dengan
KLB Campak Pada Balita Usia 1 Tahun sampai 5 Tahun di Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kota Serang Banten Tahun 2022. Metode dalam penelitian
ini merupakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional,
14

sampel dalam penelitian ini adalah balita usia1 tahun sampai dengan 5
Tahun yang terkena Campak. Intrumen dalam penelitian ini berupa data
Pelaporan Penelitian Epidemiologi dan Pelaporan SKDR dari 16 puskesmas
di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Serang .
15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Imunisasi
1. Definisi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi,
berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal
atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap
penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes
RI, 2017).

Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah


penularan penyakit dan upaya menurunkan angka kesakitan dan
kematian pada bayi dan balita (Mardianti & Farida, 2020). Imunisasi
merupakan upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam
mencegah beberapa penyakit berbahaya (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2020). Imunisasi merupakan upaya pencegahan
primer yang efektif untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi yang
dapat dicegah dengan imunisasi (Senewe et al., 2017).

2. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak bisa langsung dirasakan atau tidak langsung
terlihat. Manfaat imunisasi yang sebenarnya adalah menurunkan angka
kejadian penyakit, kecacatan maupun kematian akibat penyakit-penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi tidak hanya dapat
memberikan perlindungan kepada individu namun juga dapat
memberikan perlindungan kepada populasi Imunisasi adalah paradigma
16

sehat dalam upaya pencegahan yang paling efektif (Mardianti & Farida,
2020).

Imunisasi merupakan investasi kesehatan untuk masa depan karena


dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi, dengan
adanya imunisasi dapat memberikan perlindunga kepada indivudu dan
mencegah seseorang jatuh sakit dan membutuhkan biaya yang lebih
mahal.

3. Hambatan Imunisasi
Perbedaan persepsi yang ada di masyarakat menyebabkan hambatan
terlaksananya imunisasi. Masalah lain dalam pelaksanakan imunisasi
dasar lengkap yaitu karena takut anaknya demam, sering sakit, keluarga
tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi,
serta sibuk/ repot (Petunjuk Teknis Bulan Imunisasi Anak Nasional
(BIAN), 2022)

Pemahaman mengenai imunisasi bahwa imunisasi dapat menyebabkan


efek samping yang membahayakan seperti efek farmakologis, kealahan
tindakan atau yang biasa disebut Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
seperti nyeri pada daerah bekas suntikan, pembengkakan lokal,
menggigil, kejang hal ini menyebabkan orang tua atau masyarakat tidak
membawa anaknya ke pelayanan kesehatan sehingga mengakibatkan
sebagian besar bayi dan balita belum mendapatkan imunisasi (Petunjuk
Teknis Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN), 2022).

4. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi


Berdasarkan Info Datin Kementerian Kesehatan (2022), penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi yaitu :
a. Pada imunisasi wajib antara lain: polio, tuberculosis, hepatitis B,
difteri, campak rubella dan sindrom kecacatan bawaan akibat rubella
(Congenital Rubella Syndrome/CRS)
17

b. Pada imunisasi yang dianjurkan antara lain: tetanus, pneumonia


(radang paru), meningitis (radang selaput otak), cacar air. Alasan
pemberian imunisasi pada penyakit tersebut karena kejadian di
Indonesia masih cukup tinggi dapat dilihat dari banyaknya balita
yang meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I)
c. Pada imunisasi lain disesuaikan terhadap kondisi suatu negara
tertentu

5. Program Pemerintah untuk Imunisasi


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi, pokok-pokok kegiatan pemerintah
untuk imunisasi yaitu:
a. Imunisasi Rutin Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi
secara wajib dan berkesinambungan harus dilaksanankan pada
periode waktu yang telah ditetapkan sesuai dengan usia dan jadwal
imunisasi. Berdasarkan kelompok umur sasaran, imunisasi rutin
dibagi menjadi:
1) Imunisasi rutin pada bayi
2) Imunisasi rutin pada wanita usia subur
3) Imunisasi rutin pada anak sekolah

Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi rutin dibagi menjadi:


1) Pelayanan imunisasi di dalam Gedung dilaksanakan di
puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, rumah bersalin
dan polindes
2) Pelayanan imunisasi di luar Gedung dilaksanakan di posyandu,
kunjungan rumah dan sekolah
3) Pelayanan imunisasi rutin juga dapat diselenggarakan oleh
swasta seperti, rumah sakit, dokter praktik dan bidan praktik
18

b. Imunisasi Tambahan Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi


yang tidak wajib dilaksanakan, hanya dilakukan atas dasar
ditemukannya masalah dari hasil pemantauan dan evaluasi, yang
termasuk imunisasi tambahan meliputi
1) Backlog fighting
Backlog adalah upaya aktif di untuk melengkapi Imunisasi dasar
pada anak yang berumur 1-3 tahun. Dilaksanakan di desa yang
tidak mencapai (Universal Child Imumunization / UCI) selama
dua tahun.
2) Crash program
Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan
intervensi secara cepat karena masalah khusus seperti:
a) Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi
b) Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang
c) Desa yang selama tiga tahun berturut-turut tidak mencapai
(Universal Child Imumunization/ UCI). Kegiatan ini biasanya
menggunakan waktu yang relatif panjang, tenaga dan biyaya
yang banyak maka sangat diperlukan adanya evaluasi
indikator yang perlu ditetapkan misalnya campak, atau
campak terpadu dengan polio
3) PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Pekan Imunissai Nasional suatu kegiatan untuk memutus mata
rantai penyebaran virus polio atau campak dengan cara
memberikan vaksin polio dan campak kepada setiap bayi dan
balita tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi campak dan polio pada waktu PIN di
samping untuk memutus rantai penularan juga berguna sebagai
imunisasi ulangan.
4) Kampanye (Cath Up Campaign) Kegiatan-kegiatan imunisasi
maasal yang dilakukan secara bersamaan di wilayah tertentu
dalam upaya memutuskan mata rantai penyakit penyebab PD3I.
19

5) Imunisasi dalam Penanggulangan KLB Pelaksanaan kegiatan


Imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan situasi
epidemiologi penyakit. (Kemenkes RI, 2017)

6. Jadwal Imunisasi
Gambar 2.1
Jadwal imunisasi IDAI tahun 2020 (IDAI, 2020)

Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 - 18 Tahun, makna warna pada jadwal imunasi
yaitu, kolom biru menandakan jadwal pemberian imunisasi optimal sesuai usia.
Kolom kuning menandakan masa untuk melengkapi imunisasi yang belum
lengkap. Kolom merah muda menandakan imunisasi penguat atau booster.

Kolom warna kuning tua menandakan imunisasi yang direkomendasikan untuk


daerah endemik. Imunisasi yang merupakan rekomendasi (Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2020) antara lain :
20

a. Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B monovalen paling baik diberikan kepada bayi segera
setelah lahir sebelum berumur 24 jam, didahului penyuntikan vitamin
K1 minimal 30 menit sebelumnya. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif,
segera berikan vaksin HB dan immunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada
ekstrimitas yang berbeda, maksimal dalam 7 hari setelah lahir.
Imunisasi HB selanjutnya diberikan bersama DTwP atau DTaP (IDAI,
2020).
b. Vaksin polio
Vaksin Polio 0 sebaiknya diberikan segera setelah lahir. Apabila lahir di
fasilitas kesehatan diberikan bOPV-0 saat bayi pulang atau pada
kunjungan pertama. Selanjutnya berikan bOPV atau IPV bersama
DTwP atau DTaP. Vaksin IPV minimal diberikan 2 kali sebelum
berusia 1 tahun bersama DTwP atau DTaP (IDAI, 2020).
c. Vaksin BCG
Vaksin BCG sebaiknya diberikan segera setelah lahir atau segera
mungkin sebelum bayi berumur 1 bulan. Bila berumur 2 bulan atau
lebih, BCG diberikan bila uji tuberkulin negatif. (IDAI, 2020).
d. Vaksin DPT
Vaksin DPT dapat diberikan mulai umur 6 minggu berupa vaksin
DTwP atau DTaP. Vaksin DTaP diberikan pada umur 2, 3, 4 bulan atau
2, 4, 6 bulan. (IDAI, 2020).
e. Vaksin Hib
Vaksin Hib diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Kemudian booster
Hib diberikan pada usia 18 bulan di dalam vaksin pentavalent (IDAI,
2020).
f. Vaksin pneumokokus (PCV)
PCV diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan dengan booster pada umur
12- 15 bulan. Jika belum diberikan pada umur 7-12 bulan, berikan PCV
2 kali dengan jarak 1 bulan dan booster setelah 12 bulan dengan jarak 2
bulan dari dosis sebelumnya. (IDAI, 2020).
21

g. Vaksin rotavirus
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama mulai umur
6 minggu, dosis kedua dengan internal minimal 4 minggu, harus selesai
pada umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali,
dosis pertama 6-12 minggu, dosis kedua dan ketiga dengan interval 4
sampai 10 minggu, harus selesai pada umur 32 minggu (IDAI, 2020).
h. Vaksin influenza
Vaksin influenza diberikan mulai umur 6 bulan, diulang setiap tahun.
(IDAI, 2020).
i. Vaksin MR/MMR
Vaksin MR / MMR pada umur 9 bulan berikan vaksin MR. Bila sampai
umur 12 bulan belum mendapat vaksin MR, dapat diberikan MMR.
Umur 18 bulan berikan MR atau MMR. Umur 5-7 tahun berikan MR
(dalam program BIAS kelas 1) atau MMR (IDAI, 2020).
j. Vaksin jepanese encephalitis (JE)
Vaksin JE diberikan mulai umur 9 bulan di daerah endemis atau yang
akan bepergian ke daerah endemis. Untuk perlindungan jangka panjang
dapat berikan booster 1-2 tahun kemudian (IDAI, 2020).
k. Vaksin varisela
Vaksin varisela diberikan mulai umur 12-18 bulan. (IDAI, 2020).
l. Vaksin hepatitis A
Vaksin hepatitis A diberikan 2 dosis mulai umur 1 tahun, dosis ke-2
diberikan 6 bulan sampai 12 bulan kemudian (IDAI, 2020).
m. Vaksin tifoid
Vaksin tifoid polisakarida diberikan mulai umur 2 tahun dan diulang
setiap 3 tahun (IDAI, 2020).
n. Vaksin human papilloma virus (HPV)
Vaksin HPV diberikan pada anak perempuan umur 9-14 tahun 2 kali
dengan jarak 6-15 bulan (atau pada program BIAS kelas 5 dan 6).
(IDAI, 2020).
22

o. Vaksin dengue
Vaksin dengue diberikan pada anak umur 9-16 tahun dengan seropositif
dengue yang dibuktikan adanya riwayat pernah dirawat dengan
diagnosis dengue (pemeriksaan antigen NS-1 dan atau uji serologis
IgM/IgG antidengue positif) atau dibuktikan dengan pemeriksaan
serologi IgG anti positif (IDAI, 2020).

B. Kejadian Luar Biasa Measles / Morbiili


Campak (measles) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
campak dan ditularkan melalui udara ataupun kontak langsung dengan
penderita. Gejala yang ditimbulkan yaitu demam, batuk, pilek, dan
bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3-5 hari setelah menderita
demam. Komplikasi penyakit campak ini adalah radang paru-paru, infeksi
pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi, dan radang pada otak
yang dapat menyebabkan kerusakan otak secara permanen (menetap)
(Lisnawati, 2011)

Infeksi alami karena penyakit campak cenderung menimbulkan antibodi


lebih baik dibanding antibodi yang terbentuk karena vaksinasi campak.
Setelah terjadi infeksi virus, maka terjadi respons seluler segera yg
kemudian diikuti oleh respon imunitas pada saat timbulnya rash. Bila pada
seorang anak tidak terdeteksi adanya titer antibodi campak, maka anak
tersebut kemungkinan masih rentan. Penyembuhan terhadap penyakit
campak tergantung kepada kemampuan respon dari T-cell yang adekuat.
Anak yang dilahirkan dari ibu yang sudah mempunyai kekebalan terhadap
campak akan mempunyai kekebalan (maternal antibodi).
Dengan adanya maternal antibodi, anak-anak akan terlindung dari penyakit
campak untuk beberapa bulan, namun biasanya antibodi akan sangat
berkurang setelah anak berumur 6 – 9 bulan, yang menyebabkan anak
menjadi rentan terhadap penyakit campak. Oleh sebab itu seorang anak
harus diberikan imunisasi campak ketika sudah berusia 9 bulan dan diulang
pada saat anak berusia 18 bulan. Suatu infeksi dengan kadar virus yang
23

tinggi kadang kala dapat melampaui tingkat perlindungan dari maternal


antibodi sehingga anak dapat terserang penyakit campak pada umur 3 – 4
bulan (biasanya terjadi pada anak gizi buruk).
Penyakit campak dikenal juga sebagai morbili atau measles, merupakan
penyakit yang sangat menular (infeksius) disebabkan oleh Morbilivirus
yang merupakan virus RNA. Campak akan menyerang hampir 100% anak
yang tidak kebal terhadap virus tersebut. Campak adalah penyakit infeksi
sistemik yang dimulai infeksi pada bagian epitel saluran pernafasan di
nasopharing. Virus campak dikeluarkan dari nasopharing mulai dari masa
prodromal sampai 3 -4 hari setelah rash.
Virus campak ditularkan melalui droplet yang keluar dari hidung, mulut
atau tenggorokan orang yang terinfeksi virus campak pada saat bicara,
batuk, bersin atau melalui sekresi hidung. Masa penularan adalah empat (4)
hari sebelum timbul rash sampai dengan empat (4) hari setelah timbul rash.
Puncak penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3
hari pertama sakit. Masa inkubasi penyakit campak adalah 7 – 18 hari, rata-
rata 10 hari.
Gejala penyakit campak adalah sebagai berikut:
- Panas badan biasanya > 38o C selama 3 hari atau lebih, disertai salah
satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair
- Bercak kemerahan/rash/ruam yang dimulai dari belakang telinga
berbentuk makulopapular selama 3 hari atau lebih, beberapa hari
kemudian (4-7 hari) akan menyebar ke seluruh tubuh
- Tanda khas (patognomonis) ditemukan Koplik’s spot atau bercak
putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa
bucal)
- Bercak kemerahan makulopapular setelah 7 – 30 hari akan
- berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) dan disertai kulit
bersisik. Untuk kasus yang telah menunjukkan hiperpigmentasi
maka perlu dilakukan anamnesis dengan teliti, dan apabila pada
masa akut (permulaan sakit) terdapat gejala-gejala yang telah
24

disebutkan sebelumnya maka kasus tersebut merupakan kasus


suspek campak.

Seperti halnya campak, rubella (campak jerman) disebabkan oleh virus


rubella yang termasuk dalam famili togavirus, virus ini akan cepat mati oleh
sinar ultra violet, bahan kimia, bahan asam, dan pemanasan. Rubella pada
umumnya merupakan penyakit infeksi akut yang ringan, disebarkan melalui
udara dan droplet. Gejala klinis yang mencolok yaitu timbulnya ruam yang
bersifat sementara (kira-kira 3 hari), demam ringan, ruam kulit,
pembengkakan kelenjar getah bening, dan pembengkakan otak atau
gangguan perdarahan, kadang menimbulkan sakit sendi (arthritis atau
arthralgia). Walaupun jarang, dapat terjadi komplikasi lain pada sistem
syaraf dan trombositopenia. Apabila penyakit ini menjangkit ibu hamil,
maka dapat terjadi sindrom rubella kongenital (Congenital Rubella
Syndrome/CRS) pada bayi yang dilahirkan (IDAI, 2017)

Rubela adalah penyakit akut dan mudah menular yang sering menginfeksi
anak dan dewasa muda yang rentan. Penyakit ini mempunyai gejala klinis
yang ringan dan 50% tidak bergejala, akan tetapi yang menjadi perhatian
dalam kesehatan masyarakat adalah efek teratogenik apabila rubela ini
menyerang pada wanita hamil terutama pada masa awal kehamilan. Rubela
disebabkan oleh togavirus jenis Rubivirus yang juga termasuk golongan
virus RNA. Virus campak maupun rubela cepat mati oleh sinar ultra violet,
bahan kimia, bahan asam dan pemanasan. Virus rubela dapat melalui sawar
placenta sehingga bila menginfeksi janin pada masa awal kehamilan akan
menyebabkan abortus, lahir mati atau cacat bawaan (Congenital Rubella
Syndrome/CRS) apabila bayi tetap hidup. Risiko infeksi dan cacat
congenital paling besar terjadi selama trimester pertama kehamilan.
25

C. Kerangka Teori

Penyelenggaraan Program Imunisasi MR

INPUT PROCESS OUTPUT IMPACT

Tenaga Perencanaan Pencapaian target Mencapai target


Dana Pelaksanaan Tingkat eliminasi campak
Sarana Pengelolaan Rantai keberhasilan (measles) dan
Prasarana Vaksin pengendalian rubella
Metode Penanganan Limbah pada tahun 2023
Standar Tenaga Evaluasi
dan
Pelatihan Teknis
Pencatatan dan
Pelaporan
Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi

Evaluasi

Bagan 2.3 Kerangka Teori

Bagan 2.2
Kerangka Teori
Sumber : (Azwar, 2010); Ditjen P2P Kemenkes RI, 2019)
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah justifikasi ilmiah terhadap penilaian yang
dilakukan dan memberi landasan yang kuat terhadap topik yang dipilih
sesuai dengan identifikasi masalahnya (Hidayat & Uliyah, 2015). Kerangka
konsep terdiri dari variabel dependent dan variabel independen.

Independent Dependen

Kelengkapan Imunisasi
KLB Campak
Campak

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Alat Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur Ukur
Variabel Dependen
1 KLB Campak Kejadian luar biasa Data Balita Penelitian 1. Ya Ordinal
penyakit campak di yang Epidemiol 1. Tidak
wilayah kerja Dinkes terinfeksi ogi
Kota Serang pada virus
balita Campak
Variabel Independent
1 Kelengkapan Kelengkapan Data Balita Penyelidi 1. Lengkap Ordinal
imunisasi imunisasi Campak yang kan 2.Tidak
Campak pada balita usia 1-5 terinfeksi Epidemiol Lengkap
tahun virus ogi
Campak

C. Hipotesis Penelitian

16
17

Hipotesis di dalam sebuah penelitian berarti jawaban sementara penelitian,


patokan duga, atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan
dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2015). Hipotesis dalam penelitian
ini adalah:
1. Ha : Ada hubungan Kelengkapan Imunisasi Dasar Dengan KLB
Campak Pada Balita Usia 12-24 Bulan Di Puskesmas Taktakan Kota
Serang Banten Tahun 2022.
2. Ho : Tidak hubungan Kelengkapan Imunisasi Dasar Dengan KLB
Campak Pada Balita Usia 12-24 Bulan Di Puskesmas Taktakan Kota
Serang Banten Tahun 2022.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survey analitik yaitu survey atau penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.
Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau
antara faktor risiko dengan faktor efek.
Rancangan dalam penelitian ini yaitu survey cross sectional. Rancangan
cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi
antara faktor – faktor risiko dengan efek pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinya
tiap subjek penelitian hanya di observasi sekali saja dan pengukuran
dilakukan terhadap status karakter atau variable subjek pada saat
pemeriksaan. (Notoatmodjo, 2015).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Serang
Provinsi Banten pada bulan November 2022 s/d Januari 2023.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita usia 1 sampai 5 tahun
yang terdampak Virus Campak yang berada di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kota Serang Provinsi Banten yaitu 30 balita.
2. Teknik Sampling
Tekhnik Pengambilan Sampel dalam penelitian ini menggunakan Total
Sampling. Total Sampling adalah Teknik Pengambilan Sampel dimana
jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2018).

18
19

D. Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data Sekunder. Persiapan
yang dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan penelitian yaitu
menentukan masalah yang dituangkan dalam judul penelitian. Setelah
disetujui, kemudian penelitian dilakukan dengan proses perizinan. Kegiatan
pengumpulan data dilakukan dengan Menggunakan data Penyelidikan
Epidemiologi Balita yang terinfeksi virus campak yang ada di Wilyah kerja
Dinas Kesehatan Kota Serang.

Instrument penelitian yang digunakan adalah Data Penyelidikan


Epidemiologi balita yang terinveksi virus Campak yang Berada di Wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kota Serang.

E. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini meliputi editing, coding, entry data
dan cleaning
1. Editing
Melakukan pemeriksaan pada data-data yang telah diperoleh apakah
dapat dibaca, jelas, relevan dan apakah data yang diperoleh sesuai
dengan penelitian yang dilakukan. Proses editing dalam penelitian ini
dilakukan di tempat penelitian.
2. Coding
Merubah data yang terkumpul ke bentuk lain yang lebih ringkas dengan
menggunakan kode. Setelah dilakukan editing, selanjutnya penulis
memberikan kode tertentu pada tiap variabel sehingga memudahkan
dalam melakukan analisis data.
3. Entry data
Memindahkan data ke dalam komputer. Pengorganisasian data
sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlahkan, disusun dan
ditata untuk disajikan dan dianalisa.
20

4. Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali
data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak.

F. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel
dari hasil penelitian. Pada umumnya, dalam analisa ini hanya
menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo,
2015). Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun
variabel independen. Analisa ini dilakukan dengan cara mentabulasi
yang diteliti dan dihitung presentasi dengan menggunakan rumus :
F
P= × 100 %
N
Keterangan :
P = Presentasi
F = Frekuensi jawaban yang benar
N = Jumlah seluruh observasi

2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat yaitu dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkolerasi. Dengan tujuan untuk melihat hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk
membuktikan adanya hubungan antar dua variabel tersebut digunakan
uji statistik Chi Squere dengan batas kemaknaan α 0,05 (Notoatmodjo,
2015). Kemudian dilakukan penghitungan Odds Ratio (OR), nilai OR
merupakan estimasi risiko terjadinya outcome sebagai pengaruh adanya
variabel independen. Estimasi Convidence Interval (CI) OR ditetapkan
pada tingkat kepercayaan 95%. Rumus Chi Squere (X2) yang digunakan
adalah :
21

2
(O−E)
x =∑
2
E

Keterangan :
X2 = nilai chi squere
O = frekuensi observasi
E = frekuensi harapan
Hasil akhir uji statistik adalah untuk mengetahui apakah keputusan jika
Ho ditolak atau Ho diterima (gagal ditolak). Dengan ketentuan apabila
P value ≤ 0.05 maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan yang bermakna,
jika P value > 0.05 maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan yang
bermakna antar variable (Notoatmodjo, 2015).
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A. (2010). Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara.


Petunjuk Teknis Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN), (2022).
Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2015). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
(Aulia (ed.)). Health Books Publishing.
IDAI. (2017). Pedoman Imunisasi di Indonesia. In Edisii keenam. Indonesian
Pediatric Society Committed in Improving The Health of Indonesian
Children.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2020). Jadwal Imunisasi IDAI 2020. Indonesian
Pediatric Society Committed in Improving The Health of Indonesian
Children. idai.or.id/tentang-idai/pernyataan-idai/jadwal-imunisasi-idai-2020
Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
Kemenkes RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020. Kementerian
Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016.
Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019.
Kementerian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI. (2020). Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi pada
Masa Pandemi COVID-19. Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehata,
34

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian


Kesehatan.
Lisnawati, L. (2011). Generasi Sehat melalui Imunisasi (Cetakan 1). Trans Info
Media.
Mardianti, & Farida, Y. (2020). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan
Status Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Desa Rengasdengklok Selatan
Kabupaten Karawang. Jurnal Kebidanan Indonesia, 11(1), 17–29.
Notoatmodjo, S. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Senewe, M. S., Rompas, S., & Lolong, J. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kepatuhan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar Di
Puskesmas Tongkaina Kecamatan Bunaken Kota Madya Manado. Jurnal
Keperawatan, 5(1), 1–12.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.
Unicef. (2022). Kampanye Imunisasi Kejar Mengatasi Penurunan Signifikan pada
Imunisasi Anak di Indonesia. Unicef.
https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/kampanye-imunisasi-
kejar-mengatasi-penurunan-signifikan-pada-imunisasi-anak-di

Anda mungkin juga menyukai