Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ETIKA PASAR BEBAS DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT


Studi Kasus Pada PT Tirta Investama (Aqua) dan
PT Tirta Fresindo Jaya (Le-Mineralle)
Makalah Ini di susun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Bisnis
Dosen Pengampu: Zidni Husnia Fahrunnisa., M.Ak

Disusun oleh:
Wiyasto Dwi Handono 18133100066/B1

PROGRAM SARJANA AKUNTANSI


FAKULTAS BISNIS
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Etika Pasar Bebas dan
Persaingan Tidak Sehat Studi Kasus PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Tirta Fresindo Jaya
(Le-Mineralle) ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Zidni Husnia Fahrunnisa., M.Ak pada Mata Kuliah Etika Bisnis. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Etika Pasar Bebas dan Persaingan Tidak
Sehat bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Zidni Husnia Fahrunnisa., M.Ak, selaku
Dosen pengampu mata kuliah Etika Bisnis pada Program Sarjana Akuntansi Universitas
PGRI Yogyakarta yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 27 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.................................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI.............................................................................................................3
2.1. Pengertian Etika Pasar Bebas.............................................................................................3
2.2.1. Etika..............................................................................................................................3
2.2.2. Pasar Bebas..................................................................................................................3
2.2 Pengertian Persaingan Usaha..............................................................................................4
2.2.1. Persaingan....................................................................................................................4
2.2.2. Usaha.............................................................................................................................5
2.2.3. Persaingan Usaha.........................................................................................................5
2.3. Pengertian Persaingan Usaha Tidak Sehat........................................................................6
2.4 Perjanjian, Kegiatan, yang dilarang dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.......7
2.4.1 Jenis–Jenis Perjanjian yang dilarang.........................................................................7

2.4.2 Jenis–Jenis Kegiatan yang dilarang............................................................................8


2.5 Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha...............................................................9
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................................10
3.1. Kasus PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Tirta Fresindo Jaya (Le-Mineralle)...........10
3.2. Etika Pasar bebas pada kasus PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Tirta Fresindo Jaya
(Le-Mineralle).....................................................................................................................12
3.3. Bentuk persaingan tidak sehat PT Tirta Investama dan PT Tirta Fresindo Jaya........12
3.4. Peran KPPU dalam kasus PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Balina Agung Perkasa
sebagai Distributornya.......................................................................................................13
3.5. Solusi PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Balina Agung Perkasa.................................13
BAB IV...............................................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................................14
4.1. Kesimpulan.........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring berkembang tahun ke tahun transaksi antara beberapa perusahaan antar
negara sangat mudah yang sering di sebut pasar global. Namun demikian, tidak semua
pelaku usaha pasar menanggapi pasar global secara positif, dalam praktinya tidak
sedikit perusahaan melakukan kecurangan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan
untuk memperoleh keuntungan yang sebesarnya-besarnya dengan tanpa melibatkan
camur tangan pemerintah yang sering di sebut pasar bebas. Pasar bebas adalah suatu
pasar dimana harga barang-barang dan jasa disusun secara lengkap yang tidak saling
memaksa yang disetujui oleh para penjual dan pembeli, tanpa campur tangan
pemerintah dalam regulasi harga, penawaran dan permintaan.
Etika pasar bebas merupakan persaingan terjadi apabila ada beberapa pelaku
usaha bergerak dalam bidang usaha yang sejenis, bersama-sama menjalankan
perusahaan dalam daerah pemasaran yang sama, masing-masing berusaha semaksimal
mungkin melebihi yang lain untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.1
Namun demikian, tidak semua pelaku usaha menanggapi persaingan ini secara positif,
dalam praktiknya banyak dijumpai beberapa pelaku usaha yang memilih cara curang
atau cara yang tidak baik untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besanya,
seperti melakukan praktik monopoli perdagangan yang dapat menyebabkan
persaingan usaha tidak sehat.
Dampak negatif dari praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tidak
hanya mempengaruhi iklim bisnis dan pelaku, melainkan dapat meluas hingga
merugikan masyarakat dan negara. Praktik monopoli terjadi ketika hanya ada satu
atau beberapa pelaku usaha yang dapat memasuki suatu pasar, maka berakibat pada
terhambatnya pelaku usaha lain untuk memasuki pasar yang sama dan menciptakan
persaingan usaha tidak sehat dan menyebabkan produk-produk yang ada di pasar
tersebut menjadi tidak variantif.

1
Wahyu Utami dan Yogabakti Adipradana S., Pengantar Hukum Bisnis Dalam Perspektif Teori dan Praktiknya di
Indonesia, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2017, hlm. 97

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana etika pasar bebas pada kasus PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Tirta
Fresindo Jaya (Le-Mineralle)?
2. Bagaimana bentuk persaingan tidak sehat PT Tirta Investama dan PT Balina
Agung Perkasa?
3. Bagaimana peran KPPU dalam persaingan usaha tidak sehat?
4. Solusi apa yang tepat pada kasus PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Tirta
Fresindo Jaya (Le-Mineralle)?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui etika pasar bebas pada kasus PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Tirta
Fresindo Jaya (Le-Mineralle).
2. Mengetahui bentuk persaingan tidak sehat PT Tirta Investama dan PT Balina
Agung Perkasa.
3. Mengetahui peran KPPU dalam persaingan usaha tidak sehat.
4. Mengetahui Solusi apa yang tepat pada kasus PT Tirta Investama (Aqua) dan PT
Tirta Fresindo Jaya (Le-Mineralle).

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Etika Pasar Bebas


2.2.1. Etika
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasaYunani) yang
berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.
A. Mustafa mengungkapkan etika sebagai ilmu yang menyelidiki
terhadap perilaku mana yang baik dan yang buruk dan juga dengan
memperhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang telah diketahui oleh
akal pikiran.
Menurur Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etika merupakan
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak).
Dapat disimpulakan dari beberapa teori di atas bahwa etika
merupakan perilaku baik dan buruk yang di perbuat oleh manusia.

2.2.2. Pasar Bebas


Adam smith, bahwa pasar bebas sudah memberikan kebebasan pada
masyarakat luas untuk bisa membuat dan melakukan kegiatan jual beli
barang sesuka hati mereka.
Disisi lain, David Ricardo menjelaskan bahwa pasar bebas adalah
suatu kegiatan perdagangan luar negeri yang melibatkan lebih dari dua
negara yang masing-masing diantaranya akan melakukan perdagangan tanpa
ada masalah dari pihak pemerintah.
Berdasarkan penjelasan dari para ahli diatas, bisa kita tarik kesimpulan
bahwa pasar bebas memiliki hubungan yang erat dengan kebijakan
pemerintah tentang suatu perdagangan.
Dapat disimpulakan dari beberapa teori di atas bahwa pasar bebas
merupakan proses kebebasan perdagangan yang melibatkan lebih dari dua
negara tanpa ada masalah dari pihak pemerintah.

3
2.2 Pengertian Persaingan Usaha
2.2.1. Persaingan
Persaingan berasal dari bahasa Inggris yaitu competition yang artinya
persaingan itu sendiri atau kegiatan bersaing, pertandingan, dan kompetisi.
Persaingan adalah ketika organisasi atau perorangan berlomba untuk
mencapai tujuan yang diinginkan seperti konsumen, pangsa pasar, peringkat
survei, atau sumber daya yang dibutuhkan.2
Menurut Andini dan Aditiya (2002), pengertian persaingan adalah
usaha untuk memperhatikan keunggulan masing-masing yang di lakukan
perseorangan atau badan hukum dalam bidang perdagangan, produksi, dan
pertahanan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan usaha
memperlihatkan keunggulan masing-masing yang dilakukan oleh
perseorangan (perusahaan, negara) pada bidang perdagangan, produksi,
persenjataan, dan sebagainya;
Sedangkan dalam kamus manajemen, persaingan adalah usaha-usaha
dari 2 pihak/lebih perusahaan yang masing-masing bergiat “memperoleh
pesanan” dengan menawarkan harga/syarat yang paling menguntungkan.
Persaingan ini dapat terdiri dari beberapa bentuk pemotongan harga,
iklan/promosi, variasi dan kualitas, kemasan, desain, dan segmentasi pasar.3
Dapat disimpulkan dari beberapa teori di atas bahwa persaingan
merupakan usaha dari 2 pihak/lebih yang menjalankan usaha pelaku antar
usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya masing-masing perusahaan.

2
Mudrajad Kuncoro, Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif, Jakarta: Erlangga, 2005, hlm. 86
3
B.N Maribun, Kamus Manajemen (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), hlm. 276

4
2.2.2. Usaha
Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar
perusahaan, usaha adalah setiap tindakan, perbuatan, atau kegiatan apapun
dalam bidang perekonomian yang dilakukan oleh setiap pengusaha atau
individu untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
Menurut Marbun (2003), pengertian usaha adalah kegiatan yang
dilakukan secara terorganisasi dan terarah untuk mencapai sasaran yang
sudah ditentukan secara tetap, baik yang dilakukan secara individu maupun
kelompok.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) usaha merupakan
kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai
suatu maksud; pekerjaan (perbuatan, prakarsa, ikhtiar, daya upaya) untuk
mencapai sesuatu.
Dapat disimpulkan dari beberapa teori di atas bahwa usaha merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

2.2.3. Persaingan Usaha


Dalam persaingan usaha terdapat para pelaku persaingan usaha yang
dapat dikatakan sebagai subjek dan objek dalam persaingan usaha. Yang
menjadi subjek dalam persaingan usaha adalah para penjual atau produsen
yang dalam hal ini memproduksi atau mengedarkan suatu barang, sedangkan
yang menjadi objek dalam persaingan usaha adalah konsumen dalam hal ini
orang yang menggunakan atau membeli suatu barang, persaingan usaha akan
tercipta jika terdapat penjual dan pembeli yang jumlahnya hampir berimbang.
Persaingan usaha terbagi menjadi dua, yaitu persaingan usaha
sempurna dengan persaingan usaha tidak sehat. Persaingan usaha sempurna
ini merupakan struktur pasar atau industri dimana terdapat banyak penjual
dan pembeli dan setiap penjual maupun pembeli tidak dapat mempengaruhi
keadaan pasar. Persaingan usaha sempurna memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Jumlah pembeli banyak dan jumlah penjual pun banyak;
b. Barang yang diperjual belikan homogen dalam anggapan konsumen;
c. Ada kebebasan mendirikan atau membubarkan perusahaan;
d. Sumber produksi bebas bergerak kemanapun;

5
e. Pembeli dan penjual mengetahui satu sama lain dan mengetahui barang-
barang yang diperjual belikan.
Sedangkan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan usaha
dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha. Persaingan usaha tidak sehat memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Jumlah pembeli sedikit jumlah penjual pun sedikit;
b. Barang yang diperjual belikan heterogen dalam anggapan konsumen;
c. Tidak ada kebebasan untuk mendirikan atau membubarkan perusahaan;
d. Pembeli dan penjual tidak mengetahui satu sama lain dan tidak
mengetahui barang-barang yang diperjual belikan.4

2.3. Pengertian Persaingan Usaha Tidak Sehat


Dalam Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1999, dirumuskan pengertian
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana dalam Pasal 1 angka 6 sebagai berikut:
“Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan Hukum atau menghambat
persaingan usaha.”
Berdasarkan pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli memberikan pengertian bahwa
persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antara pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan
dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) persaingan usaha tidak sehat
adalah usaha memperlihatkan keunggulan masing-masing yang dilakukan oleh
perseorangan (perusahaan, negara) pada bidang perdagangan, produksi, yang tidak
berjalan dengan baik atau sebagaimana mestinya.
Dapat disimpulkan bahwa persaingan usaha tidak sehat merupakan persaingan
antar pelaku antar usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak jujur atau
melakukan kecurangan.

4
Jurnal Persaingan Usaha Komisi Pengawas Persaingan. Usaha edisi 4 (Desember 2010)

6
2.4 Perjanjian, Kegiatan, yang dilarang dalam hukum persaingan usaha di Indonesia
Pengertian perjanjian menurut versi Hukum persaingan terdapat dalam Pasal 1
ayat 7 UU No. 5 Tahun 1999: “perjanjian adalah suatu perbuatan dari satu atau lebih
pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain
dengan nama apa pun baik tertulis ataupun tidak tertulis.”
Sepintas bahwa definisi perjanjian pada pasal 1 diatas tidak berbeda dengan
perjanjian dalam Kitab Undang–Undang Hukum (KUH Perdata) Pasal 1313 “suatu
perbuatan denganmana satu orang atau lebih megikatkan dirinya kepada orang lain
atau lebih.”
2.4.1 Jenis–Jenis Perjanjian yang dilarang
a. Oligopoli
Oligopoli menurut UU Antimonopoli dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) yaitu:
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa,
sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
b. Penetapan Harga
Mengenai perjanjian penetapan harga ini dibedakan dalam (empat) macam
sebagaimana diatur dalam pasal 5-8 Undang-Undang Antimonopoli,yaitu:
a) Penetapan Harga (price fixing)
Perjanjian penetapan Harga (price fixing) ini diatur dalam ketentuan
Pasal 5 ayat (1) dan (2) selengkapnya dinyatakan bahwa:
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapan harga atas suatu barang dan/ atau jasa
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
bersangkutan yang sama.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) tidak berlaku:
I. Suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan, atau
II. Suatu perjanjian yang didasarkan undang- undang yang berlaku.

7
c. Diskrimininasi Harga
UU Nomor 5 Tahun 1999 telah mengantisipasi beberapa perilaku
pelaku usaha yang tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam
menciptakan kekuatan pasar yang cenderung anti persaingan. Salah satu
bentuk tindakan yang anti persaingan adalah Diskriminasi Harga.
Diskrimininasi Harga merupakan salah satu bentuk perjanjian yang
dilarang oleh UU No. 5/1999 yang dapat terjadi melalui penetapan harga
berbeda yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk barang dan atau jasa
yang sama dari suatu produsen berdasarkan kriteria tertentu, atau
mengenakan harga berbeda untuk pelanggan berbeda berdasarkan
tambahan yang tidak proporsional di atas biaya marjinal atau dapat juga
diartikan sebagai strategi penetapan harga non-linear yang mencoba untuk
dapat memperoleh surplus konsumen lebih banyak.
d. Perjanjian Tertutup
Perjanjian tertutup merupakan perjanjian yang mengkondisikan
bahwa pemasok dari satu produk akan menjual produknya hanya jika
pembeli tidak membeli produk pesaingnya, biasanya seorang distributor
mengkondisikan bahwa pemasok produk tidak akan menjual atau
memasok setiap produknya pada pihak tertentu.5

2.4.2 Jenis–Jenis Kegiatan yang dilarang


Adapun Jenis-jenis dari kegiatan yang dilarang menurut Undang–Undang
Antimonopoli adalah sebagai berikut:
1. Monopoli (Monopoly)
Diatur dalam ketentuan Pasal 17 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Antimonopoli menyatakan bahwa:
Pasal 17 ayat (1):
“pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.”

5
Ibid, hlm. 42.

8
2. Monopsoni
Monopsoni adalah menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang dan/atau jasa dalam pasar yang bersangkutan
sebagaimana diatur dalam Pasal ayat (1), dan (2).
3. Penguasaan Pasar
Penguasaan pasar ini adalah kegiatan yang dilarang karena dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat, sebagaimana yang diatur dalam pasal 19, 20, 21 UndangUndang
No.5 tahun 1999.
4. Persekongkonglan
Persekongkonglan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerja sama yang
dilakukan oleh pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar
bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersengkongkol.
Persengkongkolan diatur dalam Pasal 22, pasal 23, dan Pasal 24 Undang –
Undang Antimonopoli.

2.5 Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga Independen
yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintahan serta pihak lain. Komisi
bertanggung jawab kepada Prisiden. Komisi terdiri atas sesorang Ketua merangkap
anggota, wakil ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang
anggota.
KPPU sebagai badan independen yang merupakan Independent self regulatory
body adalah wujud dari Produk demokrasi yang dibentuk dalam tatanan Negara Republik
Indonesia. Sebagaimana layaknya Komisi pengawas persaingan usaha di negara lain,
KPPU juga diberikan kewenangan dan tugas yang sangat luas, yang meliputi wilayah
eksekutif, yudikatif, legislatif serta konsulatif. Walaupun demikian sementara kalangan
juga berpendapat bahwa meskipun KPPU bukan lembaga judical ataupun penyidik, tetapi
KPPU adalah Lembaga penegak Hukum yang tepat untuk menyelesaikan masalah
persaingan usaha6

6
Jonny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Bayu Media, Malang, 2006, Hal 6

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Kasus PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Tirta Fresindo Jaya (Le-Mineralle)
AQUA merupakan pelopor air minum dalam kemasan di Indonesia yang
didirikan tahun 1973. AQUA merupakan produk terkemuka di Indonesia dan
memiliki volume penjualan terbesar di dunia untuk kategori air mineral. AQUA
berasal dari 100% mata air pegunungan alami yang mengandung mineral seimbang
yang menyehatkan. AQUA adalah bagian dari kelompok usaha DANONE, salah
satu produsen produk makanan dan minuman terbesar di dunia. Di Indonesia sendiri,
unit usaha DANONE meliputi empat kategori utama, yaitu beverage (AQUA dan
Mizone), dairy (Milkuat, Activia), dan makanan bayi (Nutricia dan Sari Husada
dengan produknya seperti SGM, Vita Plus, Lactamil, dan Vitalac), serta medical
nutrition.
Sedangkan PT Tirta Fresindo Jaya yang merupakan anak perusahaan dari
Mayora Indah yang bergerak dibidang beverages. Selain Le-Mineralle perusahaan
ini juga memproduksi Teh Pucuk Harum, Kopiko 78, dan Q Guava. Le-Mineralle
hadir melayani kebutuhan konsumen Indonesia sejak tahun 2015. Pabrik Le-
Mineralle sendiri telah dibangun di beberapa daerah di Indonesia. Beberapa pabrik
antara lain lima pabrik yang sudah berdiri yakni di Ciawi, Sukabumi, Pasuruan,
Medan, dan Makassar. Serta dua pabrik baru di Cianjur dan Palembang pada akhir
2016.
Berdasarkan Putusan KPPU Nomor 22/KPPU-I/2016. Berawal dari adanya
dugaan pelanggaran pada Pasal 15 Ayat 3 dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat yang dilakukan oleh PT. Tirta Investama (Terlapor I) dan PT.
Balina Agung Perkasa (Terlapor II) yang dilaporkan oleh para pedagang ritel dan
eceran di wilayah Jabodetabek melapor kekantor Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU). Objek Perkara adalah Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Air
Mineral yang di produksi oleh Terlapor I (Danone Indonesia) yang dipasarkan oleh
Terlapor II diwilayah Cikampek, Cikarang, Bekasi, Babelan, Pulo Gadung, Sunter,
Prumpung, Kiwi, Lemah Abang, Rawagirang Cibubur, dan/atau Cimanggis atau
setidak-tidaknya di wilayah jangkauan pemasaran Terlapor II padatahun 2016.

10
Terlapor I dan Terlapor II secara bersama-sama pernah menyampaikan
himbauan lisan kepada para pedagang Star Outlet (SO)mulai dari akhir tahun 2015
sampai dengan pertengahan tahun 2016, Terlapor I melalui Key Account Excecutive
dan Terlapor II melalui bagian penjualan.
Adanya bukti dokumen mengenai Form Sosialisasi Pelanggaran SO yang
memerintahkan bahwa penjual yang menjadi SO dari produk Terlapor I bersedia
untuk tidak menjual produk air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merek Le
Mineralle, dan bersedia menerima konsekuensi sanksi dari Terlapor I berupa
penurunan harga ke Wholeseller apabila menjual produk kompetitor sejenis dengan
merek Le Minerale. Form Sosialisasi SO tersebut wajib ditandatangani oleh
pedagang SO lengkap dengan nama pemilik dannomer telepon. Dan penyebaran
form sosialisasi dilakukan baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri oleh
pegawai Terlapor I dan/atauTerlapor II
Lalu ditemukannya bukti komunikasi e-mail terdapat komunikasi antara
pegawai perusahaan Terlapor I dengan Terlapor II mengenai tindakan degradasi toko
SO dengan pertimbangan toko SO masih menjual produk kompetitor. Dengan
adanya bukti berupa e-mail penurunan status SO pada pedagang, tindakan Terlapor I
dan Terlapor II dengan membuat program-program tersebut diatas adalah perilaku
anti persaingan yang bertujuan untuk mengikat para pedagang toko SO untuk Loyal
dan tidak menjual produk kompetitor (Le Mineralle). Tindakan Terlapor I dengan
Terlapor II dimaknai sebagai perbuatan bersama (concerted action) yang dapat
dikualifikasikan sebagai perjanjian tidak tertulis
Mengenai harga barang dan potongan harga menurut Peraturan Komisi
Nomor 5 Tahun 2011 mengenai Pedoman Pasal 15, diuraikan bahwaharga adalah
biaya yang harus dibayar dalam suatu transaksi barangdan/atau jasa sesuai
kesepakatan antara pihak di pasar bersangkutan. Berdasarkan peraturan tersebut
disebutkan bahwa potongan harga merupakan insentif yang diberikan oleh seorang
produsen kepada distributorataupun distributor kepada pengecernya, dimana harga
lebih murah dariharga yang dibayarkan. Fakta dari pedagang SO adanya larangan
kepadapara pedagang untuk tidak menjual produk kompetitor (Le Mineralle) dengan
sanksi degradasi status dari SO menjadi wholeseller (eceran)berimbas pada harga
pembelian atau pengambilan barang. Perbedaan harga SO dengan harga Wholeseller
memiliki selisih sebesar 3%.

11
3.2. Etika Pasar Bebas pada kasus PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Tirta
Fresindo Jaya (Le-Mineralle)
Pasar bebas adalah suatu pasar dimana harga barang-barang dan jasa disusun
secara lengkap yang tidak saling memaksa yang disetujui oleh para penjual dan
pembeli, tanpa campur tangan pemerintah dalam regulasi harga, penawaran dan
permintaan. Sistem ekonomi pasar bebas menjamin terlaksananya keadilan melalui
jaminan pelakuan yang sama dan fair bagi semua pelaku ekonomi. Syarat utama
untuk menjamin keberlangsungan sebuah sistem ekonomi pasar fair dan adil peran
aktif Pemerintah. Peran tersebut dapat dilakukan dengan bentuk campuran prinsip
non- intervention dan prinsip campur tangan, kondisi tersebut perlu dilakukan untuk
memelihara dan menegakkan rasa keadilan.
Peran Pemerintah dalam kasus yang terjadi antara PT Tirta Investama (Aqua)
dan PT Tirta Fresindo Jaya (Le-Mineralle) dilakukan oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) yang dilaporkan oleh para pedagang ritel dan eceran di
wilayah Jabodetabek. Dalam keputusan KPPU Nomor 22/KPPU-I/2016 PT. Tirta
Investama (Terlapor I) dan PT. Balina Agung Perkasa (Terlapor II) dinyatakan
bersalah oleh KPPU, karena terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat yang di
temukannya terdapat 3 bukti e-mail.

3.3. Bentuk persaingan tidak sehat PT Tirta Investama dan PT Balina Agung
Perkasa Dugaan pelanggaran PT. Tirta Investama (Terlapor I) dan PT. Balina
Agung Perkasa (Terlapor II) dinyatakan bersalah oleh KPPU, karena terbukti
melakukan persaingan usaha tidak sehat. Terlapor I dan Terlapor II secara bersama-
sama pernah menyampaikan himbauan lisan kepada para pedagang Star Outlet
(SO) mulai dari akhir tahun 2015 sampai dengan pertengahan tahun 2016,
Terlapor I melalui Key Account Excecutive dan Terlapor II melalui bagian
penjualan. Adanya bukti dokumen mengenai Form Sosialisasi Pelanggaran SO yang
memerintahkan bahwa penjual yang menjadi SO dari produk Terlapor I bersedia
untuk tidak menjual produk air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merek Le
Minerale, dan bersedia menerima konsekuensi sanksi dari Terlapor I berupa
penurunan harga ke Wholeseller apabila menjual produk kompetitor sejenis dengan
merek Le Minerale. Lalu ditemukannya bukti komunikasi e-mail terdapat
komunikasi antara pegawai perusahaan Terlapor I dengan Terlapor II mengenai
tindakan degradasi toko SO dengan pertimbangan toko

12
SO masih menjual produk kompetitor.

13
3.4. Peran KPPU dalam kasus PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Balina Agung
Perkasa sebagai Distributornya
Dalam kasus ini pihak KPPU menjatuhkan sanksi administratif yang berupa
denda akibat adanya dugaan pelanggaran pada Pasal 15 Ayat 3 dan Pasal 19 huruf a
dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan oleh PT. Tirta Investama
(Terlapor I) dan PT. Balina Agung Perkasa (Terlapor II) yang dilaporkan oleh para
pedagang ritel dan eceran di wilayah Jabodetabek melapor kekantor Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). PT. Tirta Investama (Terlapor I) dan PT.
Balina Agung Perkasa (Terlapor II) dinyatakan bersalah oleh KPPU, karena terbukti
melakukan persaingan usaha tidak sehat. Atas pelanggaran tersebut maka KPPU
mewajibkan PT Tirta Investama membayar denda senilai 13, 84 milyar dan PT
Balina Agung Perkasa sebagai distributornya 6,29 milyar karena terbukti melakukan
pelanggaran usaha tidak sehat kepada PT Tirta Fresindo Jaya (Le-Mineralle).

3.5. Solusi PT Tirta Investama (Aqua) dan PT Balina Agung Perkasa


Solusi akhir dari kasus PT. Tirta Investama (Terlapor I) dan PT. Balina
Agung Perkasa (Terlapor II) di tempuh melalui jalur hukum yang dilaporkan oleh
para pedagang ritel dan eceran di wilayah Jabodetabek yang melapor ke Kantor
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dimana perusahan PT. Tirta Investama
(Aqua) dan PT. Balina Agung Perkasa sebagai distributornya dikenai sanksi
administratif berupa membayar denda atas indikasi usaha tidak sehat yang investigasi
oleh KPPU dan di temukan terdapat 3 bukti e-mail. Atas pelanggaran tersebut maka
KPPU mewajibkan PT Tirta Investama membayar denda senilai 13, 84 milyar dan PT
Balina Agung Perkasa sebagai distributornya 6,29 milyar karena terbukti melakukan
pelanggaran usaha tidak sehat kepada PT Tirta Fresindo Jaya (Le-Mineralle)

14
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Peran pemerintah dalam kasus yang terjadi antara PT Tirta Investama (Aqua)
dan PT Tirta Fresindo Jaya (Le-Mineralle) dilakukan oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) yang mendapat laporkan dari para pedagang ritel dan
eceran di wilayah Jabodetabek. Dalam keputusan KPPU Nomor 22/KPPU-I/2016
PT. Tirta Investama (Terlapor I) dan PT. Balina Agung Perkasa (Terlapor II)
dinyatakan bersalah oleh KPPU, karena menemukan 3 bukti e-mail melakukan
persaingan usaha tidak sehat.
Bentuk persaingan usaha tidak sehat pada PT. Tirta Investama (Terlapor I)
dan PT. Balina Agung Perkasa secara bersama-sama pernah menyampaikan
himbauan lisan kepada para pedagang Star Outlet (SO) mulai dari akhir tahun 2015
sampai dengan pertengahan tahun 2016, melalui Key Account Excecutive dan bagian
penjualan. Bentuk kecurangan tidak sehat terbukti memerintahkan bahwa penjual
yang menjadi SO dari produk Terlapor I bersedia untuk tidak menjual produk air
minum dalam kemasan dengan merek Le Minerale, dan bersedia menerima
konsekuensi sanksi dari Terlapor I berupa penurunan harga ke Wholeseller apabila
menjual produk kompetitor sejenis dengan merek Le Minerale.
Peran KPPU pada PT. Tirta Investama (Terlapor I) dan PT. Balina Agung
Perkasa menjatuhkan sanksi administratif yang berupa denda akibat adanya dugaan
pelanggaran pada Pasal 15 Ayat 3 dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. Atas pelanggaran tersebut maka KPPU mewajibkan PT Tirta Investama
membayar denda senilai 13, 84 milyar dan PT Balina Agung Perkasa sebagai
distributornya 6,29 milyar karena terbukti melakukan pelanggaran usaha tidak sehat
kepada PT Tirta Fresindo Jaya (Le-Mineralle).
Solusi akhir dari kasus PT. Tirta Investama (Terlapor I) dan PT. Balina
Agung Perkasa (Terlapor II) di tempuh melalui jalur hukum yang dilaporkan oleh
para pedagang ritel dan eceran di wilayah Jabodetabek yang melapor ke Kantor
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Atas pelanggaran tersebut maka
KPPU mewajibkan PT Tirta Investama membayar denda.

15
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, S., & Ardana, I. C (2009). Etika Binis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.
Hendro, Tri, S. P (2012). Etika Bisnis Modern Pendekatan Pemangku Kepentingan
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Ailandoe, Arus Akbar & Ilyas, Wirawan B. 2018. Pokok-Pokok Hukum Bisnis. Salemba
Empat: Jakarta.
Wahyu Utami dan Yogabakti Adipradana S., Pengantar Hukum Bisnis Dalam Perspektif
Teori dan Praktiknya di Indonesia, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2017, hlm. 97
Mudrajad Kuncoro, Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif, Jakarta: Erlangga,
2005, hlm. 86
B.N Maribun, Kamus Manajemen (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), hlm. 276
Jurnal Persaingan Usaha Komisi Pengawas Persaingan. Usaha edisi 4 (Desember 2010)
Ibid, hlm. 42.
Jonny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Bayu Media, Malang, 2006, Hal 6
DUGAAN PELANGGARAN PASAL 15 AYAT (3) HURUF B DAN PASAL 19 HURUF A
DAN B UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM PRODUK AIR MINUM
DALAM KEMASAN AIR MINERAL
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Keputusan KPPU Nomor 22/KPPU-I/2016
Undang-undang No. 3 Tahun 1982
Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 1 ayat 6
Undang–Undang Hukum (KUH Perdata) Pasal 1313
Undang–Undang Antimonopoli
Undang-Undang Pasal 15 Ayat 3 dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
https://kabar24.bisnis.com/read/20170711/16/670224/persaingan-usaha-tidak-sehat-asal-
mula-kasus-aqua-vs.-le- minerale#:~:text=Le%20Minerale%20ini%3F,dan%20Persaingan
%20Usaha%20Tidak%20S ehat.&text=%E2%80%9CAqua%20dituduh%20melarang
%20outlet%20di%20Jabetabek%20 untuk%20menjual%20produk%20Le%20Minerale.
https://tirto.id/le-minerale-versus-aqua-bertarung-di-pasar-berlanjut-di-pengadilan-c9Sa
https://www.tribunnews.com/bisnis/2017/12/19/kppu-perang-dagang-vs-le-minerale-
produsen-aqua-terbukti-jalankan-persaingan-bisnis-tidak-sehat

16

Anda mungkin juga menyukai