Tarekat Sejarah & Perkembangan: Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Akhlak Tasawuf Dosen Pengampu
Tarekat Sejarah & Perkembangan: Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Akhlak Tasawuf Dosen Pengampu
Disusun Oleh:
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terleasasikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara sosiologis dengan lebih mendalam, tampak ada hubungan antara latar belakang
lahirnya trend dan pola hidup sufistik dengan perubahan dan dinamika kehidupan
masyarakat. Sebagai contoh adalah munculnya gerakan kehidupan zuhud dan ‘uzlah yang
dipelopori oleh Hasan al-Bashri (110 H.) dan Ibrahim Ibn Adham (159 H.). Gerakan ini
muncul sebagai reaksi terhadap pola hidup hedonistik (berfoya-foya), yang dipraktekkan
oleh para pejabat Bani Umayyah1. Demikian juga berkembangnya tasawuf filosofis yang
dipelopori oleh Abu Mansur Al-Hallaj (309 H.). dan Ibn Arabi (637 H.), tampaknya tidak
bisa terlepas dari adanya pengaruh gejala global masyarakat Islam, yang cenderung
tersilaukan oleh berkembangnya pola hidup rasional. Hal ini merupakan pengaruh
berkembangnya filsafat dan kejayaan para filosof peripatetik, seperti; al-Kindi, Ibn Sina,
Al-Farabi, dan lain-lain. 2
Adapun tarekat, sebagai gerakan kesufian populer (massal), sebagai bentuk terakhir
gerakan tasawuf, tampaknya juga tidak begitu saja muncul. Kemunculannya tampaknya
lebih dari sebagai tuntutan sejarah, dan latar belakang yang cukup beralasan, baik secara
sosiologis, maupun politis pada waktu itu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tarekat?
2. Bagaimana sejarah turunnya aliran Tarekat?
3. Bagaimana perkembangan aliran Tarekat?
4. Apa amalan-amalan Tarekat?
C. Tujuan Masalah
i. Untuk mengetahui tujuan adanya aliran Tarekat.
ii. Untuk mengetahui amalan-amalan Tarekat.
iii. Untuk mengetahui unsur-unsur Tarekat.
iv. Untuk mengetahui syarat-syarat mempelajari Tarekat.
v. Untuk memahami sejarah turunnya aliran Tarekat.
1
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1973, h.64.
2
Aliran Teologi dan Filsafat Islam , Jakarta : Bumi Aksara, 1995, h. 101.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tarekat
1. Pengertian Tarekat
ْ َا
َّ الjamaknya طرقdan طرق
Dari segi bahasa, kata tarekat berasal dari kata ط ِر يْق
yang bermakna jalan, lorong atau gang. Kata tersebut diturunkan menjadi bentuk
َ yang memiliki arti jalan atau cara metode.
masdar (kata benda) dari kata ط ِر يْقة
Secara terminologi beberapa ilmuwan memiliki pengertian tentang tarekat:
a. Al-Jurjani (w.816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh
salik (para penempuh jalan) menuju Allah Swt melalui tahapan-tahapan.
b. Harun Nasution (w.1998 M) tarekat adalah jalan yang harus ditempuh
oleh seseorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah
Swt.
c. Aboebakar Atjeh (w. 1953 M), tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam
melakukan suatu ibadah yang sesuai dengan ajaran yang ditentukan Nabi
dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in. secara turun temurun.
d. Abu Al-Wafa Al-Taftazani, tarekat diartikan sekumpulan sufi yang
tunduk dalam aturan-aturan tertentu yang terperinci dalam tindakan
spiritual, hidup secara berkelompok di dalam ruang-ruang peribadatan
atau berkumpul secara berkeliling dalam momen-momen tertentu, serta
membentuk majelis-majelis ilmu dan sikir secara organisasi.
e. Nurcholish Madjid (w. 2005 M), tarekat adalah jalan menuju Allah
guna mendapatkan ridha-Nya dengan mentaati ajaran-ajaran-Nya.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa tarekat adalah
sebuah metode atau jalan dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan
diri dari sifat-sifat tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji dan
memperbanyak zikir semata-mata untuk dekat kepada Allah Swt.3
3
Akhlak Tasawuf XII
2
2. Tujuan Tarekat
Tujuan tarekat adalah menggapai ridha Allah SWT dengan membersihkan
jiwa, dan menjaga hawa nafsu untuk melepaskan diri dari pelbagai bentuk ujub,
takabur, riya, hubbud dunya (cinta dunia).4
4
Zamroji Saerozi, al-Tadzkirat al-Nafi’ah fi silsilati al-Thariqtaini al-Qadiriyah Wa al-Naqsya bandiyah. Jilid 1, Pare:
TP,1983, h.13-14.
5
Akhlak Tasawuf XII h.25
3
4. Syarat-syarat mempelajari Tarekat
a. Menjalani syariat dengan tujuan yang benar, yaitu menjalaninya dengan
sikap ‘ubūdiyyah dan dengan niat menghambakan diri kepada Allah Swt.
b. Haruslah memandang gurunya memiki rahasia keistimewaan yang akan
membawa muridnya kehadapan Ilahi.
c. Harus menjalani tata krama yang dibenarkan oleh ajaran agama.
d. Bertingkah laku yang bersih sejalan dengan tingkah laku Nabi
Muhammad Saw.
e. Menjaga kehormatan, menghormati gurunya baik ada maupun tiada,
hidup ataupun mati, menghormati sesama saudaranya pemeluk agama
Islam, hormat terhadap yang lebih tua, saying kepada yang lebih muda,
dan tabah atas permusuhan antar saudara.6
6
Akhlak Tasawuf XII h.26
7
Dzikir memang bermanfa’at ganda, di samping ia berfungsi sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah
sekaligus untuk membersihkan jiwa, tetapi susah untuk rnengidentifisirnya. mana yang dahulu di antara keduanya.
8
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia , Bandung : Mizan, 1992, h. 83 – 84.
4
3. Zuhud dan Wara’
Kedua prilaku sufistik ini akan sangat mendukung upaya tazkiyat al-
nafsi, karena zuhud adalah tidak adanya ketergantungan hati pada harta dan
hal-hal yang bersifat dunia lainnya. Dan Wara’ adalah sikap hidup yang
selektif, orang yang berprilaku demikian tidak berbuat sesuatu, kecuali
benar-benar halal dan benar-benar dibutuhkan.9
4. Khalwat atau ‘uzlah
Mengasingkan diri dari hiruk pikuknya urusan duniawi. Sebagian
tarekat tidak mengajarkan khalwat dalam artian fisik, karena menurut
kelompok tarekat ini khalwat cukup dilakukan secara hati (khalwat
qalbiyah).10
5. Muraqabah
Kontemplasi atau muraqabah duduk bertafakkur atau mengheningkan
cipta dengan penuh kesungguhan hati, dengan penghayatan bahwa dirinya
seolah-olah berhadapan dengan Allah, meyakinkan hati bahwa Allah
senantiasa mengawasi dan memperhatikannya.11
6. Melaksanakan Syari’at
Dalam tarekat (yang kebanyakan merupakan jama’ah para sufi sunni),
menepati syari’at merupakan bagian dari bertasawuf (meniti jalan
mendekati kepada Tuhan). Karena menurut keyakinan para sufi sunni,
justru prilaku kesufian itu dilaksanakan dalam rangka mendukung tegaknya
syari’at. Seperti: Shalat, bersuci dari hadas, puasa, maupun haji12.
7. Melaksanakan amalan-amalan sunnah
Di antara cara yang diyakini dapat membantu untuk membersihkan jiwa
dan segala macam kotoran dan penyakit-penyakitnya, adalah amalan -
amalan sunnah. Sedangkan di antara amalan-amalan tersebut yang diyakini
memiliki dampak besar terhadap proses dan sekaligus hasil dari tazkiyat aI-
nafsi adalah: membaca al-Qur’an dengan menghayati arti dan maknanya,
melaksanakan shalat malam (tahajjud), berdzikir di malam hari, banyak
berpuasa sunnah dan bergaul dengan orang-orang shaleh.13
9
Sayid Abi Bakar at-Makky, ibid.,h. 10,20.
10
Di antara kelompok tarekat yang hanya melakukan khalwat Qalbiyah, adalah Tarekat Qadiriyah beserta-cabang-
cabangnya.
11
A. Warson Munawir, Kamus Arab-lndonesia, Yogyakarta; aI-Munawir. 1984. h.557.
12
Abd.Aziz Dahlan, Tasawaf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Tinjauan filosofis, Jakarta: Yayasan Paramadina,t.th. h. 125
13
Sayid Abi Bakar al-Makky, Kifayat al-Atqiya’ Wa minhaj al-Ashfiya’, Surabava: Maktabah Sahabat 1lmu, t.th, h.4
5
B. Jama’ah
1. Khataman
Kegiatan ini merupakan upacara ritual yang biasanya dilaksanakan
secara rutin di semua cabang kemursyidan. Ada yang menyelenggarakan
sebagai kegiatan mingguan, tetapi banyak juga yang menyelenggarakan
kegiatannya sebagai kegiatan bulanan14.
14
Tarekat dan Politik Kasus Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyah di Desa Mranggen Demak Jateng (tesis),
Jakarta : PPS – UI, 1993. h.188
6
pada periode ini adalah: Tarekat Qadiriyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat
Naqsabandiyah, Tarekat Rifaiyah.
Pada abad ini sejumlah sufi bergabung dengan seorang guru (syaikh) dan
tunduk di bawah aturan-aturan tertentu. Komunitas ini sering berkumpul secara
kolektif dan periodik di pusat-pusat pertemuan sufi dan pertemuan-pertemuan
ruhani lainnya. Selain pertemuan internal komunitas, terdapat juga beberapa
asosiasi atau warga masyarakat umum yang datang kapan saja untuk mendapatan
wejangan dari sang guru sufi, disela-sela menjalani aktifitas kehidupan sehari-
hari.
15
Saifulah Muzani (Ed), Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran Prof. DR. Harun Nasution , Bandung : Mizan, 1996,
h. 366.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tarekat sebagai para peniti jalan spiritual (salik) dan Sufi, pada dasarnya
memiliki tujuan yang sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila
Allah). Akan tetapi sebagai organisasi para salik yang kebanyakan diikuti
masyarakat awam, dan para pemula (thalib al - mubtadi’in), maka akhirnya dalam
tarekat terdapat tujuan lain yang diharapkan akan dapat mendukung tercapainya
tujuan pertama dan utama tersebut. Sehingga secara garis besar orang bertarekat
karena memiliki tiga tujuan pokok. Ketiga tujuan pokok , yaitu; tazkiyatun nafsi
(penyucian jiwa), taqarrub ila Allah (mendekatkan diri kepada Allah), mengambil
berkah (tabarruk).
B. Saran
Kami sadar bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah ini dengan sumber-
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
8
DAFTAR PUSTAKA
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1973, h.64.
Aliran Teologi dan Filsafat Islam , Jakarta : Bumi Aksara, 1995, h. 101.
Abd.Aziz Dahlan, Tasawaf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Tinjauan filosofis, Jakarta: Yayasan
Paramadina,t.th. h. 125
Sayid Abi Bakar al-Makky, Kifayat al-Atqiya’ Wa minhaj al-Ashfiya’, Surabava: Maktabah
Sahabat 1lmu, t.th, h.4
Tarekat dan Politik Kasus Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyah di Desa Mranggen Demak
Jateng (tesis), Jakarta : PPS – UI, 1993. h.188
Saifulah Muzani (Ed), Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran Prof. DR. Harun Nasution ,
Bandung : Mizan, 1996, h. 366.
9
10