Anda di halaman 1dari 9

SOAL TAKE HOME

SEMINAR AKUNTANSI KEUANGAN


MAGISTER AKUNTANSI

1. Samakah teori akuntansi keuangan dengan kerangka konseptual akuntansi

keuangan dan konsep prinsip pervasive laporan keuangan? Jelaskan dan berikan

argumentasi atas jawaban yang anda kemukakan.

2. Saat ini berkembang konsep seperti akuntansi untuk aset crypto maupun aset

bersejarah. Berdasarkan kriteria pengakuan dan pengukuran aset, apakah aset ini

bisa diakui dan diukur, jika tidak maka apa yang bisa anda usulkan sehingga aset

crypto maupun aset bersejarah dapat diakui dan diukur? Jelaskan jawaban anda.

3. Standar akuntansi keuangan manakah yang cocok untuk pelaporan keuangan di

Indonesia? Berbasis prinsip atau berbasis aturan? Jelaskan argumentasi atas

jawaban anda

4. Silakan anda download RUU Pelaporan Keuangan versi terbaru yang tampil

bersama file ini. Buatlah analisis anda pasal per pasal apakah anda setuju dengan

isi pasal tersebut atau tidak. Jika setuju ataupun tidak setuju, maka berikan

alasannya.

5. Menurut anda dari sisi cost – benefit constraint, apakah informasi yang sifatnya

forward looking ini lebih besar cost atau lebih besar benefitnya? Jelaskan jawaban

anda.
Jawaban

1. Pada dasar nya kerangka konseptual ini merupakan sistem yang berhubungan dengan
suatu dan konsep yang melandasi akutansi dalam pembuatan standar-standar yang konsisten
dalam menggambarkan sebuah sifat, fungsi, dan keterbatasan akutansi keuangan, yang
dimana menurut saya kerangka konseptual ini jika diibaratkan merupakan sebuah induk dari
muncul nya sebuah standar-standar yang ada dan berkembang hingga pada saat ini. Adapun
tujuan teori akuntansi merupakan sebuah kerangka acuan yang menjadi dasar dalam
pengembangan teknik-teknik akuntansi, yang dimana kerangka ini didasarkan dalam
pengembangan teknik akutansi dan terutama dalam penetapan suatu konsep dan prinsip
akuntansi.
Prinsip pervasif, disini menjelaskan suatu prinsip yang mewajibakan suatu perusahaan
dalam mempraktikan suatu pertimbangan dalam akuntansi untuk menciptakan hasil laporan
akuntansi yang andal dan relavan. Biasanya prinsip pervasif ini ditunjukan untuk dalam
membuat suatu pertimbangan terhadap perlakuan akuntansi atas suatu transaksi, yang
biasanya terjadi dalam keadaan yang tidak secara khusus diatur di dalam SAK-ETAP.
Dalam konsep dan prinsip pervasif SAK-ETAP yang mengatur prinsip pengakuan serta
pengukuran umum diatas, yang dimana ddapat memenuhi dari adanya pengakuan seperti
harta, kewajiban, pendapatan, dan beban maka dapat disimpulkan :
a. Adanya sebuah kemungkinan bahwa kegunaan ekonomi yang berhubungan
dengan elemen tersebut akan menyalur dari dalam entitas.
b. elemen tersebut memiliki biaya yang dpat diperhitungkan dengan andal. Yang
dimana pengukuran merupakan suatu proses dari penetapan total uang yang
dipergunakan perusahaan untuk mmengukur harta, kwajiban, dan pendapatan,
serta beban didalam laporan keuangan. Proses tersebut termasuk memilah
landasan pengukur tertentu dan landasan pengukur yang umum yaitu biaya
historis dan nilaiwajar.
2. Aset bersejarah termasuk kedalam sebuah aset yang sangat cukup penting bagi
kebudayaan dan sejarah dalam suatu bangsa, serta dapat menunjukan suatu entitas bagi
negara ataupun bangsa itu sendiri. Hal ini pun sejalan dengan federasi Accounting Standards
Board (2006) yang menyapaikan aset bersejarah merupakan sebuah aset dengan kualitas
sejarah, seni, ilmiah, teknologi, geofisik atau lingkungan yang dipegang dan dipelihara
untuk berkontribusi bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta dapat memberi manfaat
bagi entitas pemegangnya. Jika kita melihat statement yang di berikan oleh Accounting
Standards Board diatas dapat kita simpulkan aset bersejarah ini sangatlah penting dan perlu
dijaga ke orisinil lannya. Sebab aset bersejarah pun dapat dikatakan unik karena penilaian
dari aset bersejarah ini dapat diukur dari nilai, history, teknologi, dan pengetahuannya yang
dapat memberikan kontribusi atas budaya dan ilmunya. Dari pernyataan diatas maka dapat
saya simpulkan bahwa aset bersejarah merupakan sebuah aset tetap yang umurnya tidak
terbatas yang dimiliki oleh negara atau pemerintah. Akan tetapi jika kita lihat penjelasan dan
penafsiran akuntansi bersejarah dari para ahli dalam sebuah artikel memangmenyatakan aset
bersejarah itu dapat diakui sebagai aset tetap, tapi tidak sedikit juga penyataan para ahli dan
penelitian yang dilakukan salalu menghasilkan hasil yang sama. Masih banyak juga yang
menyatakan kontradiktif antar satu sama lain, terkait aset bersejarah ini dapat diakui atau
tidaknya. Hal ini sejalan dengan pernyataan hasil penelitian dari Rumini dkk (2019) yang
dimana hingga saat ini pelaporan aset bersejarah masih menjadi isu perdebatan oleh para
ahli ekonom dalam pengakuan item dengan peninggalan sejarah apakah harus diakui sebagai
aset atau harus diakui berbeda. Pasalnya tidak semua aset pemerintah dapat diakui sama dan
penilainnya. Sehingga dibutuhkan perlakuan khusus yang akan mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan.
Menurut saya yang pada dasarnya, ketika kita berbicara sebuah manfaat ekonomi maka
tidak akan lepas dari nilai perolehan. Yang dimana nilai perolehan ini memiliki nilai atau
beban yang bisa kita ukur dan dipertanggungjawabkan maka pada saat itupun aset bisa kita
akui. Sama halnya dengan aset bersejarah yang dimana aset bersejarah ini kan, memiliki
visualisasi yang beda-beda dan memiliki sebuah nilai, history, dan pengetahuannya. Apakah
bisa dipertanggung jawabkan? Bisa dipertanggung jwabkan, maka menurut sudut pandang
saya aset bersejarah ini dapat diakui. Hal ini pun didukung dengan adanya penjelasan dalam
PSAP no 07 tahun 2010 paragraf 64, 68, 69,dn 70 yang berisikan :
a. PSAP no 07 dalam paragraf 64, menjelaskan bahwa pemerintah tidak perlu
mengakui aset bersejarah di neraca, tapi aset itu harus diungkapkan dalam
catatan atas laporan keuangan.
b. PSAP no 07 di paragraf 68, menjelaskan bahwa aset sejarah wajib disajikan dlm
bentuk unit dengan tanpa nilai
c. PSAP no 07 pada paragraf 69, menjelaskan bahwa biaya-biaya seperti
perolehan, kontruksi, peningkatan, rekontruksi harus dibebankan yang
berlangsung yang ada pada periode berjalan.
d. PSAP no 07 dalam paragraf 70, menjelaskan bahwa aset bersejarah memberikan
potensi bermanfaat pada dalam suatu entitas.

Cryptocurency atau biasa kita kenal dengan mata uang digital yang dimana pemakaian
atau penggunaan nya harus dan wajib menggunakan jaringan (Online) ini memang sedang
hits pada saat era 20an sekarng. Cryptocurency ini di ciptakan berladaskan atas sebagai
bentuk media yang dapat menggatikan uang kartal yang beredar di luar. Yang dimana
banyak keunggulan yang dimiliki oleh mata uang sistem seperti sistem yang dimiliki oleh
mata uang kripto ini sangatlah kuat untuk mengamnkan suatu transaksi keuangan,
mengontrol, dan memverifikasi aset. Yang menariknya lagi kripto ini memiliki suatu tujuan
untuk membawa suatu paradigma baru dalam sistem moneter ataupun keuangan dengan
mengilangkan kepercayaan pada pihak ketiga dan menggantikan dengan bukti atau sistem
kriptografi. Dengan sistem dan paradigma baru inilah yang menjadi bentuk antusiasme para
entitas dalam menyabut perubahan kepada era digitalisasi yang menyeluruh. Karena sudah
tidak mungkin lagi jika dimasa depan para entitas ini sudah tidak membawa dompet dalam
berpergian, tapi hanya membawa handphone saja untuk melakukan transaksi dan aktivitas
diluar sana.

Jika kita lihat pernyataan diatas memang sangat lah menarik, kita ulik karena ini akan
mempengaruhi dalam suatu kebiasaan yang sering kita lakukan dalam beraktivitas maupun
bertransaksi. Berbicara transaksi, cryptocurency ini menjadi sorotan oleh para praktisi dan
juga para masyarakat umum. Yang dimana, kita akan mempertanyakan bagaimana jika
dalam suatu transaksi dalam pembelian suatu barang kita menggunakan mata uang kripto?
Atau bagaimana jika perusahaan menerima pembayaran dari mata uang crypo? Bagaimana
pencatatannya? Jika kita kutip pernyatan Zigman (2015) menjelaskan bahwa, dalam
pengelolaan general ledger ada kurang lebih dua proses dalam praktek akuntansi ketika
menggunakan bitcoin dan sejenisnya yaitu :

a. Cara pembayaran
Umumnya melakukan sebuah transaksi pasti akan selalu ada tata caranya, sama
halnya dengan kripto yang dimana metode pembayaran dalam software
akuntansi, yang dapat juga menghubungkan dengan rekening bank bahwa
adanya uang mengendap, dan kemudian mengikuti prosedur penyedia layanan
bitcoin yang mengatur dan menerima bitcoin dalam bisnis. Dengan kata lain
bitcoin ini bisa kita perlakukansebagai akun kas atau setara kas, yang dimana
dapat diterangkan dalam PSAK 1 tentang kas atau PSAK 50 setara kas.
b. Mata uang asing
Dalam metode ini mata uang kripto ini dianggap sebagai mata uang asing, yang
dimana sistem akuntansi pun harus memahami mata uang baru tersebut serta
harga valuta terkait. Ketika mata uang kripto ini diakui sebagai mata uang asing
maka softwere akuntansi akan menteapkan harga setiap transaksi yang
dilakukan kedalam base currency,dengan landasan ini akan mempermudah
para akuntan dalam penyusunan pelaporan keuangan untuk memenuhi
persyaratan dalam pelaporan keuangan. Adapun beberapa standar yang bisa kita
kaji dan cukup berkaitan dalam mata uang kripto ini sepert PSAK 10 mata uang
asing, PSAK 19 aset tak berwujud, PSAK 50 instrumen keuangan, dan PSAK
16 tentang persediaan.

Jadi pada akhirnya, menurut saya Cryptocurency ini merupakan aset yang dapat diakui
dan tapi tidak bisa diukur. Jika kita berbicara diakui, mata uang kripto ini berada di akun kas
atau setara kas sesuai dengan PSAK 50 pp 03 kas adlaah aset keuangan yang merupakan
sebagai alat tukar. Walaupun mata uang kripto ini biasa digunakan sebagai media alat
penukaran pembayaran akan tetapi mata uang kripto ini belum bisa dianggap alat tukar yang
legal di beberapa negara. Dan jika berbicara apakah mata uang kripto ini bisa diukur, hal ini
masih cukup sulit karena jika kita melihat mata uang kripto ini digunakan sebagai diterima
sebagai alat pembayaran maka akan sesuai pada PSAK 58 sebagai aset tersedia untuk dijual.
Akan tetapi bila entitas menggunakan mata uang krpito ini sebagai trader maka mata uang
kripto ini akan dianggap sebuah persediaan sesuai dengan PSAK 14, dalam hal ini mungkin
mata uang kripto bisa saja disamakan dengan emas batangan. Dengan adanya fungsi dan
cara penggunaan ini, cukup sulit jadi nya untuk mengukur nilai sebuah mata uang kripto ini
apalgi melihat dengan keterbatasan standar yang ada pun masih belum memmumpuni dalam
mengukur aset tak berwujud.

3. Principles bases Vs Rules Based


Sebagai mana kita ketahui standar akuntansi inidigunakan untuk menjadi acuan para
praktisi dalam penyusunan financial statement, untuk mengasilkan sebuah informasi yang
berkualitas. Mengacu pada skandal terbesar dalam sejarah akuntansi yaitu enron, yang
dimana fenomena ini menjadi awal mula dalam perubahan standarisasi akuntansi dari rule
based menjadi principles based. Hal ini menjadi soratan publik dan pada akhir nya
diadakan lah sebuah pertemuan oleh kongres Amerika serikat untuk menetapkan sebuah
undang- undang baru yang di sebut Sarbanes-Oxley Of 2002 (SOX 2002). Yang dimana isi
dari undung-undang ini berbunyi mengenai aturan perudangan yang berlaku di Amerika
Serikat ynag mengharuskan setiap perusahaan untuk membuat sebuah Financial Statement
ynag berkualitas. SOX ini pun meminta bantuan pada Securities and Exchange Comission
(SEC) untuk melakukan penyelidikan pada perubahan standar akuntansi rule based menjadi
principles based (Nelson, 2003). Jika kita ulik permasalahan rules based dengan principle
based ini kita harus mengetahui dulu terkait penjelasan, kelebihan maupun kekurangan dari
masing masing standarisasi ini.
Rules Based, jika kita artikan secara gamblang rule ini beratikan sebuah aturan dan
Based ini beratikan dasar atau standar, maka jika berbicara rule based merupakan sebuah
standar yang berisikan aturan-aturan dalam pembuatan proses penyajian financial statement.
Hal ini pun didukung dengan pernyataan (Schipper, 2003) yang menyatakan rules based
system akuntan dapat memperoleh petunjuk implementasi secara detail sehingga mengurangi
ketidakpastian dan menghasilkan aplikasi aturan-aturan spesifik dalam standar mekanisnya.
Diaharapkan dengan diterapkannya rulesbased ini dapat menyajikan sebuah standar yang
memuat syarat khusus yang wajib diikuti sehingga dengan adanya syarat ini diharapkan
dapat berdampak pada informasi kontekstual dari sisi transaksi yang diabaikan (Kurniawati,
2011).
Dalam penerapan rules base ini pun memilikii beberapa manfaat yang menurut Schipper
(2003) diantaranya adalah
a. Memperkuat komparabilitas
b. Memperkuat verifiabilitas
c. Menurunkan kemungkinan perselisihan
d. Menurunkan risiko ligasi

Principle Based disini merupakan sebuah standar yang dibahas dari SOX 2002, yang
dimana principle based ini merupakan sebuah konsep yang dapat mendeskripsikan tujuan
utama dalam Financial Statement serta dapat menyampaikan sebuah dasar untuk
mendeskripsikan tujuan itu sendiri. Penafsiran diatas terkait pendeskripsian disini
merupakan hasil judgements yang diberikan dengan melihat hasil financial statemnt suatu
perusahaan. Hal ini pun sejalan dengan pernyataan Ferring (2004) yagn menjelaskan standar
principle based ini merupakan standar yang menggunakan pemahaman teoritis dan konsep
yang cakupannya luas pada penggunaan metode akuntansi atas sebuah transaksi. Standar
akuntansi principle based dapat menghasilkan informasi yang lebih relavan bagi para
pengguna laporan keuangan, yang dimana biasanya dalam penggunaan profesional
judgments ini memiliki peran yang cukup berpengaruh pada tingginya tingkat pengungkapan
pada financial statement.

Dalam penerapan Priciple based ini memiliki beberapa manfaat yang dimaana para
manajer lebih mudah dan merefleksikan transaksi atau kejadian ekonomi yang
mendasarinya, meskipun hal sebaliknya dapat terjadi. Standar akuntansi principle based
dapat memungkinkan para praktisi untuk dapat menerapkan profesional judgments untuk
lebih fokus pada merefleksikan suatu kejadian atau transksi ekonomi secara subtansial.
Jadi pada akhirnya jika kita melihat bagusanmana dalam penerapan standar principle
based atau rules based di Indonesia, menurut saya melihat pada tahun 2012 Indonesia ini
sudah menerapkan principle based jadi suka tidak suka kita harus mengikuti dan
menerapkan standar principle based ini. Walaupun indonesia menerapkan principle based
dalam penyajian financial statement bukan berarti rules based ini sudah tidak terpakai lagi
dalam standar diindonesia. Seperti dalam lembaga pemerintahan, kita masih menerapkan
standar rules based ini, mengingat di sektor keuangan negara kita dalam posisi peraturan
perundangan menjadi penentu dalam pengambilan keputusan. Dan rules based ini menjadi
dasar pada akuntansi dan audit keuangan sebagai baseline dan filosofi dari sektor publik,
maka dari itu standar rules based masih digunakan. Jadi jika disuruh memilih principle
based atau rules based, saya lebih memilih keduanya karena standar ini memiliki fungsi,
peran, dan manfaat nya di masing-masing standar.

4. Pasal 1
5.

Anda mungkin juga menyukai