Wahyu Hidayat - Laporan Kasus Morbili
Wahyu Hidayat - Laporan Kasus Morbili
Dokter Pembimbing:
Disusun Oleh:
1
BAB I
Ilustrasi Kasus
1.3 Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis dengan Ibu pasien pada tanggal 02/01/2023 pukul 14:37 WIB di
IGD RS FMC.
2
keluhan serupa dan di lingkungan rumah pasien sedang tidak ada yang mengalami
keluhan serupa atau sedang sakit. Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat
keluhan serupa. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat, atau lingkungan.
operasi (-)
Kesan: Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu. Pasien juga belum pernah
mengalami keluhan serupa.
3
Kesan: Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga.
E. Riwayat Lingkungan
Orang tua pasien mengatakan bahwa tempat tinggalnya di daerah yang padat
penduduk.
F. Riwayat Imunisasi
Usia (bulan)
Jenis Vaksin
Lahir 1 2 3 4 5 6
Hepatitis B 1 2 3 4
Polio 0 1 2 3
BCG 1
DPT 1 2 3
Hib 1 2 3
3
PCV 1 2
3
Rotavirus 1 2
Kesan: Riwayat imunisasi dasar belum lengkap sesuai rekomendasi IDAI tahun
2020. Pasien belum melakukan imunisasi apa pun.
G. Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, atau alergen lingkungan dari pasien.
H. Status Gizi
4
BB/U -2 SD < Z score < 1 SD (Berat badan normal)
TB/U -2 SD < Z score < 2 SD (Perawakan normal)
BB/TB -2 SD < Zscore < 2 SD (Gizi baik)
Kesan : Status gizi baik, perawakan normal.
5
6
Personal Sosial Bahasa
Mengambil makanan P Mengetahui 3 kata sifat P
Gosok gigi tanpa bantuan P Mengartikan 5 kata P
Bermain ular tangga/kartu NO Menyebut 4 warna P
Berpakaian tanpa bantuan NO Mengerti 4 kata depan P
Memakai T-shirt P Bicara semua dimengerti P
Menyebutkan nama teman P Mengetahui 4 kegiatan P
Cuci dan mengeringkan tangan P Kegunaan 3 benda P
Adaptif – Motorik Halus Menghitung 1 kubus P
Memilih garis yang lebih panjang P Kegunaan 2 benda P
Mencontoh + P Menyebutkan 1 warna P
Menggambar orang 3 bagian P Mengerti 2 kata sifat P
Mencontoh O P Mengetahui 2 kegiatan P
Menggoyangkan ibu jari P Menyebut 4 gambar P
Menara dari kubus NO Bicara dengan dimengerti P
Meniru garis vertikal P Motorik Kasar
Menara dari 6 kubus NO Berdiri 1 kaki 3 detik P
Melompat dengan 1 kaki P
Berdiri 1 kaki 2 detik P
Berdiri 1 kaki 1 detik P
Loncat jauh P
Melempar bola lengan ke atas P
Keterangan :
P = Pass NO = No Opportunity
F = Fail R = Refusal
Kesan:
Tumbuh kembang anak normal sesuai usia
Keadaan Umum
KU Tampak sakit sedang
Kesadaran Kompos mentis (E4M6V5)
Nadi 124x/menit, reguler, kuat angkat
RR 38x/menit
Suhu 98% (room air)
SpO2 38˚C
Kepala dan Leher
Kepala Bentuk bulat, normosefal, tidak teraba benjolan
Rambut Warna hitam, distribusi merata, kuat, alopesia (-)
Mata Edema (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)
7
Telinga Serumen (-/-), sekret (-/-)
Hidung Nafas cuping hidung (-/-), sekret (+/+) bening
Bibir Mukosa bibir lembab, sianosis (-)
Lidah Lidah kotor (-)
Tonsil T1-T1, tenang, detritus (-)
Faring Hiperemis (-)
Leher Pembesaran KGB (-)
Toraks
Inspeksi Bentuk normal, retraksi sela iga (-)
Palpasi Benjolan (-), massa (-), nyeri tekan (-)
Perkusi Sonor
Auskultasi Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi Benjolan (-), massa (-)
Perkusi Tidak dilakukan
Auskultasi Bunyi jantung S1-S2 murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Datar, massa (-), bekas operasi (-)
Palpasi Supel, turgor <2 detik
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising Usus (+), normoperistaltik
Kulit
Warna Sawo matang
Sianosis Tidak ada
Ikterus Tidak ada
Ekstremitas Atas Kanan Kiri
Akral Hangat Hangat
Edema Tidak ada Tidak ada
Luka Tidak ada Tidak ada
Gerakan Aktif Aktif
Sianosis Tidak ada Tidak ada
CRT <2 detik <2 detik
8
Lesi Tidak ada Tidak ada
Ekstremitas
Kanan Kiri
Bawah
Akral Hangat Hangat
Edema Tidak ada Tidak ada
Luka Tidak ada Tidak ada
Gerakan Aktif Aktif
Sianosis Tidak ada Tidak ada
CRT <2 detik <2 detik
Lesi Tidak ada Tidak ada
9
1.8 Pemeriksaan Penunjang
10
Kesan: jantung tidak membesar, gambaran bronkopneumonia.
11
1.11 Follw Up Hari Ketiga Perawatan
12
1.12 Diagnosis Banding
- Morbili
- Exanthema subitum
- Rubela
- Demam skarlatina
- Eritema infeksiosa
- Kawasaki disease
- Infeksi enterovirus
- Meningococcemia
- Varisela
- Demam rematik akut
1.15 Prognosis
- Ad Vitam : Bonam
- Ad Functionam : Bonam
- Ad Sanationam : Bonam
13
1.16 Follow Up
14
Bronkopneumonia ec suspek infeksi viral
A Suspek Covid-19
Status gizi: Gizi baik, perawakan normal
IVFD KAEN 1B 500 ml/24 jam
Seftriaxone 1x600 mg
P Puyer batuk (Ambroxol 10 mg + Salbutamol 1 mg + Dexametasone 0,01 mg) 3x1
pulv
Parasetamol IV 150 mg K/P
15
KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: kompos mentis
Nadi: 116x/menit, reguler, kuat angkat
RR: 26x/menit
Suhu: 36˚C
SpO2: 98% (room air)
Kepala: makula eritematosa (+)
O
Mata: konjungtivitis (-)
Hidung: sekert (+)
Mulut: bibir lembab, koplik spot (-)
Leher: makula eritematosa (+)
Thorax: ronkhi (-), makula eritematosa (+)
Abdomen: makula eritematosa (+)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik, makula eritematosa (+)
Morbili
A Bronkopneumonia suspek infeksi viral
Status gizi: Gizi baik, perawakan normal
IVFD KAEN 1B 500 ml/24 jam
Seftriaxone 1x600 mg
Puyer batuk (Ambroxol 10 mg + Salbutamol 1 mg + Dexametasone 0,01 mg) 3x1
P pulv
Puyer setirizine 1x1 pulv
Parasetamol IV 150 mg K/P
Apyalis drop 1x5 ml
16
IVFD KAEN 1B 500 ml/24 jam
Seftriaxone 1x600 mg
Puyer batuk (Ambroxol 10 mg + Salbutamol 1 mg + Dexametasone 0,01 mg) 3x1
P pulv
Puyer setirizine 1x1 pulv
Parasetamol IV 150 mg K/P
Apyalis drop 1x5 ml
BAB II
17
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Campak (measles atau morbili atau rubeola) merupakan penyakit infeksi virus yang
berasal dari genus Morbillivirus yang sangat menular yang memiliki gejala khas berupa
demam, cough, coryza, conjugtivitis, koplik spot, dan ruam makulopapular. Penyakit ini
terutama mengenai anak-anak. Pada kelompok yang berisiko, satu kasus campak dapat
menular menjadi 12-18 kasus baru. Hampir sekitar 90% orang yang terpapar dan belum
mendapatkan vaksinasi akan mengalami campak.1
2.2 Etiologi
Campak disebabkan oleh virus yang berasal dari famili Paramyxovirus (genus
Morbilivirus) dengan rantai tunggal RNA yang memiliki 1 tipe antigen. Manusia merupakan
satu-satunya pejamu alami bagi penyakit ini. Virus campak menginfeksi traktus respiratorius
atas dan kelenjar limfe regional dan menyebar secara sistemik selama viremia yang
berlangsung singkat dengan titer virus rendah. Viremia sekunder timbul dalam 5-7 hari saat
monosit yang telah terinfeksi menyebarkan virus ke dalam saluran pernapasan, kulit dan
organ-organ lainnya. Virus dapat ditemukan pada sekret saluran pernapasan, darah dan urin
penderita. Virus campak disebarkan melalui droplet berukuran besar dari saluran pernapasan
atas dan memerlukan kontak erat. Virus campak stabil pada suhu ruang selama 1-2 hari.
Penderita campak menularkan virus selama 1-2 hari sebelum timbulnya gejala (sekitar 5 hari
sebelum timbulnya ruam) sampai 4 hari setelah timbulnya ruam.2
2.3 Epidemiolgi
Pada tahun 2020 penyebaran kasus suspek campak hampir terdapat di seluruh
Indonesia, hanya 3 provinsi yang tidak terdapat kasus suspek campak. Pada tahun 2021,
terdapat 2.931 kasus suspek campak, menurun jika dibandingkan tahun 2020 yaitu sebesar
3.434 kasus. Kasus suspek campak terbanyak terdapat di Provonsi Jawa Tengah (493 kasus),
DKI Jakarta (489 kasus), dan Jawa Timur (366 kasus).3
18
Gambar 1. Sebaran kasus suspek campak di Indonesia tahun 2020 dan 2021. (Diadaptasi dari Kementerian
Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia tahun 2021. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2021.)
Suspek campak pada tahun 2021 tersebar hampir di seluruh wilayah di Indonesia,
dengan Incidence Rate (IR) sebesar 0,48 per 100.000 penduduk. Angka tersebut menurun jika
dibandingkan dengan tahun 2020 sebesar 1,14 per 100.000 penduduk. Penurunan jumlah
kasus suspek campak pada tahun 2021 seiring dengan penemuan kasus suspek campak yang
menurun dilaporkan oleh provinsi dikarenakan adanya pandemi Covid 19.3
Gambar 2. Jumlah kasus suspek campak per bulan di Indonesia tahun 2021. (Diadaptasi dari Kementerian
Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia tahun 2021. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2021)
19
Jika dilihat distribusi kasus suspek campak per bulan pada tahun 2021, dapat
diketahui bahwa tren kasus suspek campak cenderung rendah pada awal tahun dan meningkat
pada bulan Oktober, November dan Desember. Jumlah kasus suspek campak tertinggi pada
bulan Desember (695 kasus), sedangkan jumlah terendah terdapat pada bulan Juli (71 kasus).
Penurunan jumlah kasus ini antara lain disebabkan oleh adanya Pandemi Covid 19 yang
menyebabkan tenaga surveilans di semua level fokus pada penanggulangan pandemi Covid
19 sehingga program surveilans lainnya termasuk surveilans PD3I tidak dapat berjalan sesuai
standar yang telah ditetapkan.3
Gambar 3. Proporsi suspek campak berdasarkan umur di Indonesia tahun 2021. (Diadaptasi dari Kementerian
Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia tahun 2021. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2021)
Proporsi kasus suspek campak terbesar terdapat pada kelompok umur >14 tahun
(29,3%) dan ururtan kedua terdapat pada kelompok umur 1-4 tahun (26,7%), sedangkan
proporsi kasus suspek terendah terdapat pada kelompok umur 10-14 tahun dan suspek dengan
umur yang tidak diketahui, dengan presentase masing-masing sebesar 10,8% dan 0%.3
2.4 Patofisiologi
20
Gambar 4. Replikasi virus campak (Diadaptasi dari Ferren M, Horvat B, Mathieu C. Review measles
encephalitis: towards new therapeutics. Viruses. 2019;11(1017):3. Doi: 10.3390/v11111017)
(A) (1) untuk menginfeksi sel, virus campak berikatan dengan reseptor yang ada
dipermukaan sel; (2) dan menginisiasi terjadinya fusi virus melalui membran sel; (3) fusi
virus melalui membran sel memfasilitasi terjadinya pengantaran genom virus ke dalam
sitoplasma. (4) RNA virus mengalami transkripsi pada mRNA; (5) yang selanjutnya
diterjemahkan menjadi protein virus; (6) terjadi pematangan glikoprotein virus saat proses
transport ke permukaan sel; (7) proses replikasi RNA anti-genomik beruntai positif dimulai di
sitoplasma; (8) dan berfungsi sebagai templat untuk sintesis RNA genomik beruntai negatif
baru; (9) protein virus mengalami proses assembling pada permukaan sel, menyebabkan
terbentuknya virion baru; (10) atau terjadinya fusi sel ke sel; (B) Hemaglutinin (H) berikatan
dengan reseptor virus di permukaan sel, mengakibatkan pengaktifan protein fusion (F) yang
akan memfasilitasi terjadinya penyatuan dua sel dan memungkinkan terjadinya transport
ribonucleocapsid (RNP) ke sitoplasma sel target.4
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara,
sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal
21
infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus
masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear,
kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan
sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel
mononuklear yang terinfeksi menyebakan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel
Warthin), sedangkan limfosit T (termasuk T-supressor dan T-helper) yang rentan terhadap
infeksi, turut aktif membelah.5
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap,
tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke
dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran
napas, kulit, kandung kemih dan usus.5
Pada hari ke 9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran napas dan konjungtiva,
akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus
dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis
dari sistem saluran napas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva
yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem
saluran pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit
berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang
merupakan tanda khas untuk membantu penegakkan diagnosis.5
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan
imunofluorosens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak dan diduga terjadi
suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan
memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan
lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat
menyebabkan gizi kurang.5
22
2.5 Gejala Klinis
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik terhadap campak dan tidak membantu
dalam menegakkan diagnosis. Leukopenia menjadi salah satu tanda campak. Pada pasien
dengan ensefalitis akut, pada pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan peningkatan
23
protein, limfositik pleositosis, dan kadar glukosa yang normal. Kultur virus campak belum
tersedia secara umum. Pemeriksaan serologis untuk antibodi IgM, yang timbul dalam waktu
1-2 hari setelah ruam dan bertahan selama 1-2 bulan, memperkuat diagnosis klinis.
Pemeriksaan foto rongten dada dapat memperlihatkan adanya infiltrat interstitial dan perihiler
yang mengindikasikan terjadinya pneumonia campak atau superinfeksi bakteri.2
Tanda
Diagnosis Masa Prodromal Karakteristik Ruam
Patognomonik
Makulopapular, berkonfluens
Mulai timbul di belakang telinga dan
Gejala: demam perbatasan rambut kepala, kemudian
Koplik spot
tinggi, batuk, menyebar ke muka, dada, perut punggung
(menghilang
Morbili pilek, dan kemudian ekstremitas.
dalam 12-24
konjungtivitis Ruam muncul bersamaan dengan
jam)
Durasi: 3-4 hari meningkatnya suhu tubuh pada hari ke 4-5.
Warna: coklat kemerahan
Durasi: 5-6 hari
Makulopapular, diskrit
Mulai timbul di daerah dada kemudian Limfadenopati
Gejala: demam menyebar ke muka dan ekstremitas. oksipital
Exanthema
tinggi mendadak. Ruam muncul setelah demam mereda pada posterior pada 3
Subitum
Durasi: 3-4 hari hari ke 3-4. hari pertama
Warna: merah muda infeksi
Durasi: 2 hari
Makulopapular
Mulai timbul di daerah retrourikular atau Pembesaran
Gejala: demam pada muka lalu menyebar secara kelenjar getah
Rubela ringan, malaise kraniokaudal ke bagian lain dari tubuh. bening
Durasi: 1-4 hari Ruam timbul setelah demam menghilang. (retroaurikular
Warna: merah muda dan oksipital)
Durasi: 2-3 hari
Erupsi punctiform Lidah berwarna
Gejala: demam Mulai timbul di daerah leher, dada dan merah
tinggi, batuk, nyeri daerah fleksor lalu menyebar ke seluruh strawberry
Demam tenggorokan, tubuh. (strawberry
Skarlatina muntah. Ruam muncul bersamaan dengan timbulnya tongue) serta
Durasi: 12 jam – 2 demam. tonsilitis
hari Warna: merah yang menjadi pucat bila eksudativa atau
dilakukan penekanan. membranosa
Eritema Gejala: demam, Fase inisial: Slapped cheek rash disertai -
Infeksiosa (Fifth malaise, mialgia circumoral pallor.
Disease) dan sakit kepala. Durasi: 1-4 hari
Makulopapular eritematosa, simetris.
Muncul di daerah batang tubuh, kemudian
24
memudar dari arah pusat (gambaran seperti
renda).
Ruam retikular, dapat timbul disertai rasa
gatal, tidak mengalami deskuamasi dan
dapat timbul kembali saat olahraga, mandi,
menggosok badan, atau saat stres.
Durasi: 2-40 hari (rata-rata 11 hari)
Ruam muncul 7-10 hari setelah gejala
Bibir, mulut
dan lidah
Gejala: demam
mengering dan
remiten, nyeri Makulopapular, generalisata
merah,
tenggorokan, Ruam timbul bersamaan dengan timbulnya
Kawasaki Disease straberry
konjungtivitis demam.
tounge. Telapak
bilateral Durasi: 5-7 hari
tangan dan kaki
Durasi: 2-5 hari
membengkak
merah.
Gejala: demam
umumnya tidak Umumnya makulopapular, diskrit, tidak
tinggi dan gatal dan menyeluruh.
Infeksi menghilang saat Pada infeksi virus Coxsackie dimulai
-
Enterovirus timbulnya ruam dengan vesikel di mulut yang membesar
(terkadang timbul menjadi luka, serta timbul eksantema di
bersamaan dengan tangan, kaki dan perineum.
ruam)
Makulopapular, petekie dan purpura, tidak
Gejala: demam,
ada distribusi khusus.
Meningococcemia muntah, gelisah -
Ruam muncul bersamaan dengan demam.
Durasi: 1 hari
Warna: kemerahan
Papul kecil
berwarna
Gejala: demam
Makula-papul-vesikel-krusta. merah yang
ringan, malaise,
Muncul di mulai dari batang tubuh secara cepat
dan anoreksia
Varisela berubah
yang dapat timbul kemudian kepala, wajah, dan ekstremitas,
(sentrifugal). menjadi seperti
1 hari sebelum
tetesan air
timbulnya ruam
dengan dasar
eritematosa.
Gejala: artitis Eritema marginatum atau ruam serpiginosa, Didahului oleh
berpindah, nonpruritik infeksi
Demam Rematik umumnya Muncul di batang tubuh dan ekstremitas, streptokokus 2-
Akut melibatkan sendi- sentrifugal, berbatas tegas, lesi tampak lebih 6 minggu
sendi besar jelas saat pasien mandi atau berendam air sebelumnya
Durasi: 4 minggu hangat. (faringitis)
25
Gambar 5. Skema diagram empat penyakit eksantema akut makulopapular (Diadaptasi dari Soedarmo SS,
Gama H, Hadinegoro SR, Satari IH, editors. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Edisi kedua. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2012.)
Berobat Jalan
Pasien dengan infeksi campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan dengan
mengutamakan terapi suportif, pengobatan simptomatis misalnya paracetamol untuk
menurunkan demam, dan pemberian vitamin A. Pasien campak juga harus diisolasi dan
disarankan untuk menggunakan masker sampai dengan 4 hari timbulnya ruam agar
mengurangi risiko penularan.6-9
26
World Health Organization (WHO) merekomendasikan setiap anak yang terdiagnosis
campak harus mendapatkan 2 dosis vitamin A yang diberikan dengan jeda 24 jam. Pemberian
vitamin A tersebut bertujuan untuk mencegah kerusakan pada mata ataupun kebutaan akibat
campak dan juga untuk menurunkan angka kematian akibat campak.6-8
Dosis tambahan diberikan dalam waktu 2-4 minggu pada anak yang sebelumnya
mengalami defisiensi vitamin A atau anak yang mengalami komplikasi pada mata akibat
campak.6-8
Pada bayi dan anak yang tidak mengalami dehidrasi, orang tua harus tetap diedukasi
untuk mempertahankan status rehidrasi anak dengan minum atau menyusui dan mendorong
anak untuk tetap makan.8
Persiapan Rujukan
Perisapan rujukan untuk campak dari fasilitas kesehatan primer terutama dilakukan
pada mereka yang memenuhi indikasi untuk dirawat di RS, yaitu:8
Selain hal-hal tersebut, ada pula kelompok berisiko yang diindikasikan rawat untuk monitor
klinis lebih lanjut, yaitu sebagai berikut:8
27
- Anak dengan gizi buruk, terutama yang mengalami defisiensi vitamin A
- Pasien imunokompromais, misalnya kanker, mendapatkan pengobatan imunosupresif,
atau HIV
Medikamentosa
Terapi medikamentosa yang diberikan kepada pasien dengan infeksi campak berupa
pengobatan simptomatis berdasarkan gejala yang dirasakan pasien misalnya antipiretik,
seperti paracetamol, untuk mengatasi demam. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan
apabila terdapat kecurigaan infeksi sekunder bakteri seperti pneumonia, dan otitis media.
Pemberian antibiotik ini oleh WHO dapat disarankan diberikan empiris untuk gram positif
dan Staphylococcus aureus, seperti ampicilin, bila tidak terdapat fasilitas untuk melakukan
kultur atau sesuai kultur bila dapat dilakukan.1,8
Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan infeksi campak antara
lain pemberian cairan yang cukup untuk menghindari dehidrasi. Rekomendasi WHO adalah
pemberian ORS sebagai pengganti cairan yang hilang melalui diare dan muntah. Kecukupan
nutrisi, baik dengan makanan dan ASI yang adekuat juga perlu diperhatikan. Berat badan dan
asupan nutrisi anak dipantau setiap hari. Selain itu, pasien juga dapat dikonsultasikan pada
ahli gizi, terutama pada keadaan malnutrisi atau kurang gizi.6,8,9
Terapi suportif terutama rehidrasi sangat diperlukan pada campak, baik dengan
rehidrasi oral bila pasien masih dapat makan dan minum, maupun parenteral. Cairan rehidrasi
yang disarankan WHO pada anak dehidrasi adalah oral rehydration salts (ORS) yang
mengandung glukosa 13,5 g/L, natrium klorida 2,6 g/L, kalium klorida 1,5 g/L, trisodium
citrate dihydrate 2,9 g/L, dengan total osmolaritas 245 mOsm/L. 8 Pada keadaan muntah atau
diare dengan atau tanpa dehidrasi, anak harus diberikan cairan ORS dalam 4 jam pertama
dengan dosis sebagai berikut:
28
Berat
<5kg 5-8kg 8-11kg 11-16kg 16-30kg >30kg
Badan
ORS 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000
dalam mL mL mL mL mL mL mL
Berat badan yang digunakan adalah berat badan estimasi untuk usia 1 sampai 10
tahun, yaitu usia dalam tahun ditambah 4, kemudian dikalikan 2. Pada terapi rehidrasi ini,
anak harus terus dipantau klinis, tanda vital, dan status hidrasi.8
Pemberian cairan pada anak dengan dehidrasi berat adalah dengan memberikan ORS
sampai menunggu pemasangan infus. Kemudian, setelah infus terpasang, anak dapat diterapi
dengan larutan isotonik, seperti normal salin (NS) atau NaCl 0,9% dan ringer laktat (RL)
ditambah dengan cairan dekstrosa 10% atau 5% dengan jumlah 100 mL/kgBB.8
Pemberian cairan ini harus disertai dengan pemantauan klinis dan status hidrasi setiap
15 sampai 30 menit. Cara pemberian cairan pada anak yang mengalami dehidrasi pada
campak adalah sebagai berikut.8
2.9 Komplikasi
Otitis media merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada infeksi campak.
Pneumonia interstisial (pneumonia campak) atau pneumonia bakterial dapat timbul akibat
infeksi bakteri sekunder oleh Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, atau
Streptococcus Grup A. Pasien dengan gangguan imunitas seluler (cell mediated immunity)
29
dapat mengalami pneumonia sel raksasa (pneumonia Hecht), yang umumnya berakibat fatal.
Anergi yang berkaitan dengan campak dapat mengaktivasi tuberkulosis laten. Miokarditis
dan limfadenitis mesenterika merupakan komplikasi yang jarang terjadi.5
Ensefalomielitis terjadi pada 1-2 per 1000 kasus dan umumnya timbul 2-5 hari setelah
terjadinya ruam. Ensefalitis dini mungkin terjadi karena infeksi langsung virus pada jaringan
otak, sedangkan ensefalitis yang timbul kemudian merupakan proses demielinisasi dan
mungkin merupakan fenomena imunopatologis. Panensefalitis skelrotik subakut (subacute
sclerosing panencephalitis/ SSPE) merupakan komplikasi neurologis lambat yang terjadi
pada infeksi campak yang ditandai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan
intelektualitas secara progresif, dan disusul dengan kematian. SSPE diperkirakan terjadi pada
1/1.000.000 kasus campak, rata-rata 8-10 tahun setelah terjadinya campak. Belum ada terapi
yang efektif untuk penyakit ini.5
2.10 Prognosis
Edukasi pasien pada atau measles atau rubeola meliputi diisolasi selama masa
infeksiusnya. Selain itu, upaya rehidrasi serta pemberian nutrisi adekuat harus diusahakan.
Promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya infeksi campak berupa himbauan untuk
melakukan vaksinasi mulai pada bayi berusia 9 bulan, sesuai jadwal imuniasi nasional.8
Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga pasien yang sedang menderita campak meliputi edukasi
bahwa campak merupakan penyakit yang sangat menular. Maka dari itu, pada masa infeksius
30
yaitu minimal 5 hari sebelum dan 4 hari setelah rash muncul, pasien harus diisolasi dan
disarankan untuk mengenakan masker.8
Selain itu, pasien dan keluarga harus diedukasi mengenai tatalaksana suportif yang
perlu dilakukan untuk mencegah komplikasi antara lain asupan cairan dan nutrisi yang
adekuat, memastikan kulit dalam keadaan bersih dan kering, membersihkan mata secara hati-
hati dengan kain dan air bersih, berkumur dengan air garam bersih minimal 4 kali sehari, dan
menghindari makanan pedas.8,10
Pada keadaan dimana asupan makanan dan minuman haris dipertahankan namun anak
terus-menerus muntah dan diare, letargi atau mengalami penurunan kesadaran, kemungkinan
menggunakan cairan parenteral dan nasogastric tube (NGT) harus dijelaskan untuk
mempertahankan nutrisi dan cairan.8
Vaksinasi
Vaksinasi campak merupakan program yang dapat mencegah infeksi campak dan
komplikasinya. Pengendalian campak di Indonesia menerapkan jadwal standar termasuk
pemberian dosis vaksin campak pada anak usia 9 bulan.11 Vaksin hidup campak mencegah
terjadinya infeksi campak dan direkomendasikan sebagai vaksin MMR (measles, mumps dan
rubela) untuk anak berusia 12-15 bulan dan 4-6 tahun. Vaksin MMRV (MMR yang
dikombinasi dengan vaksin varisela) merupakan vaksin alternatif yang dapat diberikan pada
anak berusia 12 bulan hingga 12 tahun. Dosis kedua MMR bukan merupakan dosis penguat
(booster) tetapi ditujukan untuk mengurangi angka kegagalan vaksin yang telah diberikan
pertama kali, yaitu sebesar 5%.2 Strategi pengendalian campak di Indonesia melalui
vaksinasi, yaitu:11
31
- Catch-up campaign campak untuk anak sekolah
- Introduksi pemberian dosis vaksinasi campak kedua melalui kegiatan BIAS untuk
kelas 1 pada tahun berikutnya setelah catch-up campaign
32
BAB III
Diskusi
3.1 Anamnesis
Pasien anak laki-laki, usia 3 tahun 4 bulan, dibawa oleh orang tuanya ke IGD RS
FMC dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS. Ibu pasien mengatakan sebelumnya pasien
sempat mengalami demam sejak 2 hari SMRS. Demam naik turun, dirasa lebih tinggi ketika
malam hari, namun tidak dilakukan pengukuran suhu menggunakan termometer. Selain itu
pasien juga mengalami batuk berdahak, terus-menerus, dahak berwarna putih 2 sejak hari
SMRS. Pasien pilek encer berwarna bening sejak 2 hari SMRS. Ibu pasien mengatakan nafsu
makan dan minum pasien berkurang. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien baru pertama kali
mengalami keluhan serupa dan di lingkungan rumah pasien sedang tidak ada yang mengalami
keluhan serupa atau sedang sakit. Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat keluhan
serupa. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat, atau lingkungan.
Pada hari ketiga perawatan di RS, ibu pasien mengatakan pasien batuk kering
sesekali, sesak, pilek encer berwarna bening, demam, mata merah, dan timbulnya ruam
kemerahan di seluruh tubuh. Nafsu makan dan minum pasien menurun.
Pada anamnesis anak dengan keluhan sesak, perlu ditanyakan identitas anak (usia
anak), onset munculnya sesak, dan kronologis timbulnya sesak, misalnya: didahului demam,
batuk, pilek, ada tidaknya riwayat tersedak, mata merah, timbulnya ruam kemerahan, serta
riwayat tubuh dan ekstermitas membiru. Selain itu, perlu ditanyakan riwayat sesak
sebelumnya atau riwayat sesak pada keluarga.
Pada kasus ini ditemukan sesak dengan batuk berdahak berwarna putih, terus-
menerus, pilek encer berwarna bening, dan demam naik turun, terutama tinggi dimalam hari
pada 4 hari pertama sakit yang merupakan tanda adanya infeksi saluran napas atas dan
bawah. Pada hari ketiga perawatan ditemukan batuk kering sesekali, sesak, pilek encer
berwarna bening, demam, mata merah, dan ruam merah pada seluruh tubuh yang merupakan
tanda terjadinya campak.
33
3.2 Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis hari ketiga perawatan didapatkan berat badan 12 kg dengan
panjang badan 92 cm. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis,
frekuensi nadi 124 x/menit, reguler, kuat angkat, frekuensi napas 38x/menit, saturasi 98%
(room air), suhu 38˚C. Pada pemeriksaan ditemukan sekret bening pada hidung dan suara ronkhi
pada auskultasi paru.
Pada pemeriksaan fisis hari ketiga perawatan didapatkan keadaan umum pasien
tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, frekuensi nadi 120 x/menit, reguler, kuat
angkat, frekuensi napas 28x/menit, saturasi 98% (room air), suhu 36,5˚C. Pada pemeriksaan
ditemukan ruam makulopapular berkonfluens pada wajah, leher, tubuh, dan ke empat ekstremitas,
konjungtivitis, sekret bening pada hidung, dan suara ronkhi pada paru.
Pada pemeriksaan fisis, kita perlu memeriksa keadaan umum, kesadaran, dan tanda-tanda
vital pasien terlebih dahulu. Pada pasien sesak, umumnya akan didapatkan takipneu dan desaturasi.
Selain itu, kita juga perlu memeriksa suhu tubuh pasien dan laju nadi pasien. Pada pasien dengan
penurunan kesadaran harus segera ditinjak lanjut dengan terapi ABC sesuai kebutuhan. Setelah itu,
kita perlu melakukan pemeriksaan sistematis dari ujung rambut hingga ujung kaki pada pasien. Pada
pasien sesak disertai batuk dan pilek, perlu diperiksa ada tidaknya sekret atau kongesti pada hidung,
ada tidaknya hiperemis pada faring, serta apakah ada pembesaran tonsil pada pasien. Amati dada
pasien dan periksa apakah ada bentuk abnormal atau bagian dada yang tertinggal ketika bernapas.
Periksa juga ada tidaknya otot bantu napas, yang ditandai dengan adanya retraksi atau napas cuping
hidung. Lakukan palpasi dada pasien untuk memeriksa apakah ada benjolan dan perkusi untuk
memeriksa apakah ada cairan yang masuk ke dalam paru. Lakukan aukultasi untuk memeriksa
keadaan paru. Sebagai tambahan pada pasien dengan kecurigaan terjadinya infeksi campak perlu
diperhatikan adanya tanda khas yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisis seperti adanya
konjungtivitis pada mata, sekret hidung, koplik spot pada mukosa bucal serta adanya ruam
makulopapular yang timbul pertama kali di bagian wajah atau perbatasan rambut wajah lalu menyebar
ke batang tubuh dan ke empat ekstremitas.
Pada pemeriksaan fisis di IGD (hari pertama perawatan), ditemukan adanya takipneu, sekret
bening pada hidung dan ronkhi pada auskultasi paru. Pemeriksaan fisis pada hari ketiga didapatkan
ruam makulopapular berkonfluens pada wajah, leher, tubuh, dan ke empat ekstremitas, konjungtivitis,
sekret bening pada hidung, dan suara ronkhi pada paru, yang merupakan tanda suatu infeksi campak.
34
3.3 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan: hemoglobin 10,9 gr/dL, leukosit 4.700/µL,
hematokrit 36,0 %, dan trombosit 268.000/µL. Hasil PCR SARCOV-2 negatif. Pada
pemeriksaan foto thoraks didapatkan hasil gambaran bronkopneumonia.
Pasien mendapatkan terapi cairan dengan IVFD KAEN 3B sebanyak 500 ml/24 jam,
antibiotik ceftriaxone 1x600 mg, puyer batuk (ambroxol 10 mg + salbutamol 1 mg +
dexametasone 0,01 mg) 3x1 pulv, puyer cetirizine 2x2,5 mg, parasetamol IV 150 mg K/P,
dan kapsul vitamin A 200.000 IU 1x1 (diberikan selama 2 hari).
Pada pasien campak prinsip tata laksananya adalah berupa terapi suportif meliputi
pemberian cairan, antitusif, antipiretik, dan pemberian suplementasi vitamin A. Pada keadaan
terjadinya komplikasi berupa bronkopneumonia maka perlu diberikan antibiotik sesuai
dengan panduan tatalaksana bronkopneumonia pada anak. Rekomendasi pemberian antibiotik
pada pasien usia 3 tahun adalah dengan pemberian antibiotik golongan sefalosporin dengan
dosis yang disesuaikan untuk anak.
3.5 Prognosis
- Ad vitam : bonam
35
- Ad functionam : bonam
- Ad sanationam : bonam
Daftar Pustaka
1. Strebel PM, Orenstein WA. Measles. N ENGL J MED. 2019 July 25;381(4):351. Doi:
10.1056/NEJMcp1905181
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behram RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial. Edisi Update Keenam. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2018.h.407-
410.
3. Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia tahun 2021. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. 2021.
4. Ferren M, Horvat B, Mathieu C. Review measles encephalitis: towards new
therapeutics. Viruses. 2019;11(1017):3. Doi: 10.3390/v11111017.
5. Soedarmo SS, Gama H, Hadinegoro SR, Satari IH, editors. Buku ajar infeksi dan
pediatri tropis. Edisi kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012.h.109-18.
6. WHO. Measles. December 2019.
https://www.who.int/news-room/fact-sheet/detail/measles
7. Stinchfield PA, Orenstein WA. Vitamin A for the management of measles in the
United State. Infectious Disease in Clinical Practice. 2020;28(4):181-187. Doi:
10.1097/IPC. 0000000000000873
8. IDI. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. 2017.
9. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim Infection Prevention and
Control-Recommendations for Measels in Healthcare Settings. July 2019.
https://www.cdc.gov/infectioncontrol/guidelines/measles/index.html
10. WHO. Guide for clinical case management and infection prevention and control
during a measeles outbreak. 2020.
11. Kemenkes RI. Situasi campak dan rubella di Indonesia. 2018.
https://pusdatin.kemenkes.go.id
36