Anda di halaman 1dari 26

CASE BESAR

DEMAM BERDARAH DENGUE

I Dewa Ayu Raina Kenovita Ardani (11.2016.322)

Pembimbing :
dr. Afaf Susilawati, SpA

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 27 NOVEMBER 2017 – 03 FEBRUARI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ANAK
Rumah Sakit : RSUD KOJA

Nama : I Dewa Ayu Raina Kenovita Ardani Tanda Tangan


Nim : 11.2016.322

Dr Pembimbing : dr. Afaf Susilawati, SpA

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. F Z A Suku bangsa: Jawa


Tanggal lahir : Jakarta, 27 September 2013 Agama : Islam
Umur : 4 tahun 2 bulan Pendidikan : -
Jenis kelamin: Laki-laki Masuk RS : 27 November 2017
Alamat : Rusun Koja Bawal I Lantai I Hubungan dengan orang tua: Anak
no 3 RT 05/RW 09 kandung

IDENTITAS ORANG TUA


AYAH
Nama : Tn. N Agama : Islam
Tanggal lahir : 30 Maret 1987 (30 tahun) Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Jawa Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Rusun Koja Bawal I Lantai I no 3 RT 05/RW 09

IBU
Nama : Ny. E Agama : Islam
Tanggal lahir : 1 Juli 1987 (30 tahun) Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Jawa Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Rusun Koja Bawal I Lantai I no 3 RT 05/RW 09

1
ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis (ibu) Tanggal: 29/11/2017 Jam: 12:15

Keluhan utama:
Demam sejak 3 hari SMRS (tanggal 24 november)

Riwayat penyakit sekarang:


3 hari smrs pasien mengeluh demam yang terjadi sepanjang hari, saat
diukur demam mencapai 38,8°c dan disertai dengan nyeri kepala. Ibu pasien
mengkompres namun panas tidak turun. Terdapat keluhan mual namun tidak
sampai muntah. Pasien mengeluh nyeri pada bagian ulu hati dan pegal-pegal pada
bagian punggung dan kaki. Keluhan bab cair maupun sulit bab disangkal. Terdapat
keluhan nyeri tenggorokan, makan dan minum masih normal. Keluhan bintik-
bintik merah, mimisan, perrdarahan pada gusi disangkal. Tidak terdapat keluhan
batuk dan pilek.
Sejak 2 hari smrs, demam tidak turun, saat diukur 38,5°c dan nyeri kepala.
Ibu pasien memberikan paracetamol lalu sempat turun demamnya. Masih terdapat
keluhan mual namun tidak sampai muntah. Keluhan nyeri pada bagian ulu hati dan
pegal-pegal pada bagian punggung dan kaki masih dirasakan. Keluhan bab cair
maupun sulit bab disangkal. Terdapat keluhan nyeri tenggorokan dan penurunan
nafsu makan, minum masih normal. Keluhan bintik-bintik merah, mimisan,
perrdarahan pada gusi disangkal.
Pada 1 hari smrs, demam kembali ada, saat diukur 38,6°c dan nyeri kepala
masih ada. Ibu pasien kembali memberikan paracetamol. Masih terdapat keluhan
mual namun tidak sampai muntah. Keluhan nyeri pada bagian ulu hati dan pegal-
pegal pada bagian punggung dan kaki masih dirasakan. Keluhan bab cair maupun
sulit bab disangkal. Terdapat keluhan nyeri tenggorokan dan penurunan nafsu
makan, minum masih normal. Pasien merasa lemas. Muncul sedikit bintik-bintik
merah pada tangan pasien.
Pada lingkungan sekitar tidak terdapat yang memiliki keluhan yang sama.
Ibu mengaku rajin menguras bak mandi, 1 kali seminggu. Terdapat banyak kaleng
yang terisi air hujan di depan rumah.

2
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Perawatan antenatal : Teratur, di rumah sakit
KEHAMILAN
Penyakit kehamilan : Tidak ada

Tempat kelahiran : Rumah sakit


Penolong persalinan : Dokter
Cara persalinan : Spontan
Masa gestasi : 37 minggu (Aterm)
Keadaan bayi : Berat badan lahir : 3.100 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
KELAHIRAN
Lingkar kepala : Ibu lupa
Langsung menangis
Tidak pucat, biru, maupun kuning
Tidak kejang setelah lahir
Nilai APGAR : Ibu lupa
Kelainan bawaan : Tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : 10 bulan Menyebut “papa” / “mama” : 10 bulan
Tengkurap : 5 bulan Berbicara : 2 tahun
Duduk : 7 bulan Berjalan : 11 bulan
Berdiri : 9 bulan
*Ibu hanya mengira-ngira usia pada riwayat perkembangan

Gangguan perkembangan mental / emosi : Tidak ada

RIWAYAT IMUNISASI
Usia (bulan) Ulangan (Tahun)
Vaksin
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hepatitis B I II III
Polio I II III IV 2
BCG I
DPT I II III 2
Campak I 2
*Ibu mengatakan riwayat imunisasi lengkap dan sesuai jadwal
PENYAKIT DAHULU (Tahun, diisi bila ya (+), bila tidak (-))
(-) Sepis (-) Meningoencephalitis (-) Kejang demam

3
(-) Tuberkulosis (-) Pneumoni (-) Alergi lainnya
(-) Asma (-) Alergi Rhinitis (-) Gastritis
(+) Diare akut (-) Diare Kronis (-) Amoebiasis
(-) Disentri (-) Kolera (-) Difteri
(-) Tifus Abdominalis (-) DHF (-) Polio
(-) Cacar air (-) Campak (-) Penyakit Jantung
Bawaan
(-) Batuk rejan (-) Tetanus (-) ISK
(-) Demam Rematik Akut (-) Penyakit Jantung Rematik (-) Kecelakaan
(-) Glomerulonephritis (-) Sindroma Nefrotik (-) Operasi

RIWAYAT KELUARGA

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi √
Asma √
Tuberkulosis √
Hipertensi √
Diabetes √
Kejang Demam √
Epilepsy √

Riwayat Sosial Personal


Pasien merupakan anak tunggal dan diasuh oleh ibunya. Hubungan orang tua
dengan anak dekat. Keadaan tempat tinggal pasien bersih dan jauh dari sumber
penyakit, seperti tempat penampungan sampah dan bantaran sungai. Namun ibu
mengaku banyak tumpukan kaleng di depan rumah yang kalau hujan akan terisi air.
Baik di lingkungan rumah dan sekolah pasien, tidak ada yang mengalami gejala
seperti pasien. Ibu pasien juga selalu membekali makanan untuk dibawa ke sekolah,
sehingga pasien tidak makan di pinggir jalan atau jajan sembarangan. Sumber air
minum yang digunakan pasien di rumah adalah air galon.

ANAMNESIS SISTEM
Kulit

4
(-) Bisul (+) Rambut (-) Keringat malam (+) Demam
(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis

Kepala
(-) Trauma (-) Sinkop (+) Sakit Kepala (-) Nyeri pada sinus

Mata
(-) Merah (-) Nyeri (-) Sekret
(-) Kuning/icterus (-) Trauma (-) Ketajaman penglihatan menurun

Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran (-) Sekret
(-) Tinitus (-) Kehilangan pendengaran

Hidung
(-) Rhinnorhea (-) Tersumbat (-) Nyeri
(-) Gangguan penciuman (-) Sekret (-) Epistaksis
(-) Trauma (-) Benda asing/foreign body

Mulut
(-) Bibir kering (-) Lidah kotor (-) Gusi berdarah
(-) Selaput (-) Stomatitis (-) Gangguan pengecapan

Tenggorokan
(+) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara

Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher

Thorax (Jantung/Paru-Paru)
(-) Sesak napas (-) Mengi (-) Batuk
(-) Batuk darah (-) Nyeri dada (-) Berdebar-debar

Abdomen (Lambung/Usus)
(-) Rasa kembung (+) Nyeri epigastrium (-) Tinja berdarah

5
(+) Mual (-) Perut membesar (-) Tinja warna
dempul
(-) Muntah (-) Wasir (-) Tinja warna ter
(-) Muntah darah (-) Diare (-) Benjolan

Saluran kemih/Alat kelamin


(-) Disuria (-) Kencing menetes (-) Oliguria
(-) Poliuria (-) Kolik (-) Retensi urin
(-) Anuria (-) Hematuria (-) Eneuresis

Saraf dan otot


(-) Riwayat trauma (-) Kejang (-) Parestesi (-) Anestesi (-) Pingsan

Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Nyeri (-) Tophus (-) Sianosis (-) Deformitas

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal: 29/11/2017 Jam: 12:15

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 94/67 mmHg
Frekuensi nadi : 102 kali/menit
Frekuensi nafas : 22 kali/menit
Suhu tubuh : 37,7 oC

Data Antropometrik
Berat badan : 13 kg
Tinggi badan : 85 cm
Lingkar lengan atas : 11 cm
Berat badan / umur : 13 / 16 x 100% = 81,25% (Kurang dari persentile 5)
Tinggi badan / umur : 85 / 102 x 100% = 83,33% (Kurang dari persentile 5)
Berat badan / tinggi badan : 13 / 12 x 100% = 108,33% (Persentile 85)
Status gizi : Gizi baik

6
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kulit
Warna : Kuning langsat Effloresensi : Ptekie
Jaringan Parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak tampak
Pertumbuhan rambut : Merata Pembuluh darah : Tidak tampak
kolateral
Suhu raba : Hipertermi Lembab/Kering : Lembab
Keringat : Umum :- Turgor : Normal
Setempat : - Ikterus : Tidak ada
Lapisan lemak : Merata Edema : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : Tidak teraba Leher : Tidak teraba
Supraklavikula : Tidak teraba Ketiak : Tidak teraba
Lipat paha : Tidak teraba

Kepala
Bentuk : Normocephal Rambut : Hitam, merata
Ekspresi wajah : Normal, simetris P. darah temporal : teraba pulsasi

Mata
Exophthalamus : Tidak ada
Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Tidak ptosis dan edema, tidak ada bekas luka
Lensa : Jernih
Konjungtiva : Tidak anemis
Visus : Normal
Sklera : Tidak ikterik
Sekret : Jernih (+/+)
Gerakan Mata : Tidak terhambat
Lapangan penglihatan : Normal ke segala arah
Tekanan bola mata : Normal
Deviatio Konjugate : Tidak ada

7
Nistagmus : Tidak ada

Telinga
Tuli : Tidak Serumen : Ada
Selaput pendengaran : Intak Pendarahan : Tidak ada
Lubang : Lapang Cairan : Tidak ada
Penyumbatan : Tidak ada

Hidung
Bentuk: Normal Napas cuping hidung: - Sekret: Tidak ada

Mulut
Bibir : Tidak sianosis, lembab Trismus : Tidak ada
Tonsil : T1-T1 Faring : Hiperemis
Langit-langit : Hiperemis Selaput lendir : Tidak ada
Bau pernapasan : Tidak ada Lidah : Normal
Gigi geligi : Teratur Bercak Koplit: Tidak ada

Leher
Kelenjar Tiroid : Normal
Kelenjar Limfe : Tidak teraba membesar

Thoraks:
Paru-paru
- Inspeksi : Bentuk normal, gerakan dada simetris pada keadaan statis maupun
dinamis, tidak terdapat retraksi sela iga dan massa.
- Palpasi : Tidak terdapat retraksi sela iga, nyeri tekan, dan massa,
vocal fremitus merata.
- Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru, batas paru hati normal dengan
peranjakan 2 jari
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi dan wheezing (-/-)

Jantung:
- Inspeksi : Tidak terdapat retraksi sela iga dan massa, Ictus cordis tidak tampak,

8
- Palpasi : Tidak terdapat retraksi sela iga, nyeri tekan, dan massa, Teraba ictus
cordis pada linea midclavicularis kiri ICS IV.
- Auskultasi : Katup Mitral dan Trikuspid BJ I > BJ II, murni regular, murmur -,
Gallop -. Katup Aorta dan Pulmonal BJ II > BJ I, murni regular, murmur -, gallop -

Abdomen
- Inspeksi: Datar dan simetris, tampak ptekie, massa dan bekas operasi -.
- Auskultasi: Bising usus (+)
- Palpasi: Nyeri tekan (+) dan massa -, Turgor kembali cepat, tidak ada pembesaran
organ
- Perkusi: bunyi timpani di seluruh lapang abdomen

Ekstremitas (lengan & tungkai)


Akral hangat Tampak ptekie CRT < 2 detik

Alat Kelamin dan Colok Dubur : Tidak dilakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tidak dilakukan pemeriksaan lainnya

Refleks
Refleks Tendon Kanan Kiri
Refleks Fisiologis
Bisep + +
Trisep + +
Patella (KPR) + +
Achilles (APR) + +

Refleks Patologis - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium: 27/11/2017 Jam: 19:26 RSUD Koja

9
Hasil Unit Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 11,9 g/dL 11,5 ~ 14,5
Hematokrit 32,3 % 33 ~ 43
Leukosit 4780 /mm3 4000 ~ 12000
Trombosit 12000 /mm3 163000 ~ 337000

Pemeriksaan laboratorium: 28/11/2017 Jam: 15:20 RSUD Koja


Hasil Unit Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 10 g/dL 11,5 ~ 14,5
Hematokrit 28,2 % 33 ~ 43
Leukosit 2630 /mm3 4000 ~ 12000
Trombosit 19000 /mm 3
163000 ~ 337000

Pemeriksaan laboratorium: 29/11/2017 Jam: 12:15 RSUD Koja


Hasil Unit Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 11,1 g/dL 11,5 ~ 14,5
Hematokrit 30,3 % 33 ~ 43
Leukosit 3940 /mm3 4000 ~ 12000
Trombosit 40000 /mm3 163000 ~ 337000

KIMIA KLINIK
Elektrolit
Natrium (Na) 135 mEq/L 135 ~ 147
Kalium (K) 4,53 mEq/L 3,5 ~ 5,0
Clorida (Cl) 96 mEq/L 96 ~ 108
Gula Darah
Glukosa Darah Sewaktu 64 mg/dL <140
Serologi

10
Dengue DHF
Anti Dengue IgG (-) negatif (-) negatif
Anti Dengue IgM (+) positif (-) negatif

RINGKASAN (RESUME)
Anak laki-laki berusia 4 tahun datang dengan keluhan demam 3 hari smrs
(38,8°C, 38,5°C, 38,6°C) yang terjadi sepanjang hari dan disertai dengan nyeri
kepala. Ibu pasien sudah mengkompres dan memberi paracetamol. Terdapat
keluhan mual, nyeri pada bagian ulu hati dan pegal-pegal pada bagian punggung
dan kaki. Terdapat keluhan nyeri tenggorokan, penurunan nafsu makan, minum
masih normal. Muncul sedikit bintik-bintik merah pada tangan pasien pada hari ke
tiga demam. Terdapat banyak kaleng yang terisi air hujan di depan rumah.
Riwayat imunisasi lengkap
Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu 37,7 oC, status gizi baik. didapatkan
ptekie pada bagian esktremitas dan perut dan nyeri tekan epigastrium. Dari
pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 1011 g/dL, Ht 32,328,230,3%,
leukosit 26303940/mm3 , trombosit 120001900040000/mm3 dan anti dengue
IgM positif (+).

DIAGNOSIS KERJA:
Demam berdarah dengue (dengue hemoragic fever)
Didasarkan: demam, nyeri kepala, mual, nyeri pada bagian ulu hati dan pegal-pegal
pada bagian punggung dan kaki. Nyeri tenggorokan, penurunan nafsu makan.
Muncul sedikit bintik-bintik merah pada tangan pasien pada hari ke tiga demam.
Terdapat banyak kaleng yang terisi air hujan di depan rumah. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan suhu 37,7 oC, didapatkan ptekie pada bagian esktremitas dan perut
dan nyeri tekan epigastrium. Dari pemeriksaan penunjang Hb: 1011 g/dL, Ht 32,3
28,230,3%, leukosit 26303940/mm3 , trombosit 120001900040000/mm3
dan anti dengue IgM positif (+). Hasil Ht terendah adalah 28,2 dan tertinggi adalah
32,3 dengan selisih lebih dari 20% maka terdapat plasma leakage.

DIAGNOSIS BANDING:
Demam typhoid

11
Yang mendukung: ada kemiripian yaitu, demam, nyeri kepala, nyeri otot, anoreksia,
mual. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh meningkat.
Yang tidak mendukung: Sifat demam yang meningkat perlahan-lahan dan terutama
pada sore hingga malam hari, bradikardia relative, dan hasil lab yang mengkonfirmasi
DBD.

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
 IVFD Asering 40cc/jam
 Paracetamol syrup 3 x 1½ cth (jika demam)
 Ranitidine tab 2x15mg

Non medikamentosa
 Tirah baring.
 Makan makanan yang bergizi dan perbanyak minum

Edukasi
 Menyuruh pasien untuk tirah baring dan makan makanan begizi serta minum
yang banyak
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan ulang darah rutin

PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsional : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

12
Pendahuluan
Demam berdarah dengue (DBD) bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi
masyarakat di Indonesia. DBD merupakan penyakit infeksi yang diakibatkan oleh
virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor, dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk. DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, dengan
prevalensi terbanyak pada anak 4-10 tahun. DBD telah terjadi di lebih dari 100 negara
pada daerah tropis dan subtropics khususnya di wilayah Asia Tenggara dan jumlah
penderita DBD cukup banyak di indonesia dengan perbebaan jumlah tiap daerah
masing-masing. Penyakit ini bisa menimbulkan efek yang ringan sampai dengan
kematian tergantung derajat keberatan penyakit yang dialami. DBD bisa berkembang
jadi demam berdarah dengan syok(DSS) dengan angka kematian yang cukup tinggi.

Definisi
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut akibat infeksi virus
dengue yang dibawa oleh nyamuk (vektor), dan ditularkan melalui gigitan nyamuk.
dengan manifestasi yang beragam, mulai dari demam akut sampai syndrome renjatan
yang dapat menyebabkan mortalitas.1

Etilogi
Setidaknya terdapat 4 serotipe dari virus dengue, dengue 1,2,3,4 (DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4), dengan serotipe DEN-3 yang dominan di Indonesia dan
paling banyak berkaitan dengan kasus berat dengan masa inkubasi sekitar 4-10 hari
lalu diikuti dengan DEN-2. Merupakan bagian dari family Flaviviridae. Tidak
terdapat reaksi silang antara serotipe Dengue dengan Flavivirus lainnya. Nyamuk
betina meletakan memberikan imunitas seumur hidup, namun tidak ada imunitas
silang dengan jenis serotipe lain.1,2
Virus dengue disebarkan oleh nyamuk (vector) yang berada dalam family
Stegomyia, yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sering ditemukan pada
daerah tropis. Nyamuk ini mempunyai warna dasar hitam telurnya di dinding tempat
perindukannya 1-2cm di atas permukaan air. Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas
menjadi larva, lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi
pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur hingga menjadi dewasa
memerlukan waktu kira-kira 9 hari. Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah

13
tempat-tempat yang berisi air bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah
penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah penduduk.3
Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah manusia pada siang hari yang
dilakukan baik di luar maupun di dalam rumah. Dilakukan dari pagi sampai petang
dengan dua puncak waktu, yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum
matahari terbenam (15.00-17.00). Tempat istirahat Aedes aegypti berupa semak-
semak atau tanaman rendah, dan juga berupa benda-benda yang tergantung di dalam
rumah seperti pakaian. Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas kira-kira 10 hari.3

Epidemiologi
Demam berdarah dengue (DBD) telah terjadi di lebih dari 100 negara pada
daerah tropis dan subtropics khususnya di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan
Karibia. Kasus demam berdarah dengue merupakan penyebab utama kematian pada
anak di beberapa negara di Asia. Pada tahun 1995, lebih dari 200.000 kasus demam
dengue dan lebih dari 5.500 kasus demam berdarah dengue terjadi di Amerika selatan
dan tengah. Diperkirakan sekitar 50 juta atau lebih kasus dengue terjadi setiap tahun
di seluruh dunia dengan 400.000 kasus demam berdarah dengue. Sejak tahun 1968
sampai 2009 WHO mencatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia tenggara. Pada saat ini jumlah kasus tinggi dengan rata-rata 10-25
per 100.000 penduduk, namun angka kematian berkurang menjadi <2%. Kejadian
Luar biasa terbesar di Indonesia terjadi pada tahun 1998 dengan angka kejadian 3159
per 100.000 penduduk. Pada tahun 2008 didapatkan kasus sebanyak 16.9292 atau 44
kasus per 100.000 penduduk dengan 166 meninggal. Selama tahun 2009 didapatkan
18.631 penderita atau 50 orang per 100.000 penduduk. 4 Angka kejadia DBD tertinggi
berdasarkan data 2015 yaitu di Provinsi Bali 208,7 per 100.000 penduduk, diikuti
dengan Kalimantan timur 183,12 per 100.000 penduduk dan Kalimantan tenggara
120,08 per 100.000. Umur terbanyak yang menderita DBD ini pada keolpok umur 4-
10 tahun.2, 4, 5

Patofisiologi
Teori untuk terjadinya penyakit ini masih diperdebatkan namun yang banyak
digunakan adalah hipotesis infeksi sekunder (seconday heterologous infection theory)
atau teori antibody dependent enhancement (ADE).6

14
Pada hipotesis infeksi sekunder seseorang akan menderita DBD/DHF apabila
mendapatkan infeksi berulang oleh serotipe virus dengue yang berbeda dalam jangka
waktu tertentu yang berkisar antara 6 bulan – 5 tahun. Sedangkan teori ADE
menyatakan bahwa adanya antibodi yang timbul justru bersifat mempercepat replikasi
virus pada monosit atau makrofag.6
Infeksi virus Dengue dimulai saat vector mengambil darah host dan
memasukkan virus Dengue yang kemudian berikatan dan masuk kedalam sel host
melalui proses endositosis. Selama terjadi internalisasi dan asidivikasi endosom, virus
berfusi dengan membran vesikuler mengakibatkan masuknya nukleokapsid menuju
sitoplasma dengan genome tanpa amplop (uncoatinggenome). Selanjutnya proses
translasi terjadi dimembran retikulum endoplasma, suatu protein intermediate rantai
negatif terbentuk dan menjadi dasar dicetaknya beberapa rantai RNA virus (vRNA).
Sehingga terbentuklah protein virus dalam jumlah yang banyak. Pematangan virus
terjadi dikompartemen golgi dan akhirnya akan disekresikan keluar sel menuju
sirkulasi. Mekanisme imunopatogenesis infeksi virus dengue melibatkan respon
humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus
juga melibatkan limfosit T baik T-helper (CD4) dan Tsitotoksik (CD8), monosit dan
makrofag, sitokin serta aktivasi komplemen. Terjadinya infeksi makrofag, monosit
atau sel dendritic oleh virus. Dengue melalui proses endositosis yang dimediasi
reseptor dan atau melalui ikatan kompleks virus antibodi dengan reseptor Fc. Infeksi
ini secara langsung mengaktivasi sel T helper (CD4) dan sel Tsitotoksik (CD8) yan
gmenghasilkan limfokin dan interferongamma. Selanjutnya interferon gamma akan
mengaktivasi makrofag yang menyebabkan sekresi berbagai mediator inflamasi
seperti TNF ,IL-1 dan PAF (platelet activatingfactor), IL-6 dan histamin. Mediator
inflamasi ini mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran
plasma. mengaktifkan sistem komplemen dengan mensekresikan C3a dan C5a, yang
akibatkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga terjadi
ekstravasasi plasma dari intravaskuler menuju ekstravaskuler. Selain peningkatan
permeabilitas vascular juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,sistem fibrinolisis,
dan gangguan terhadap proses agregasi trombosit,yang secara keseluruhan akan
mengakibatkan manifestasi perdarahan.6
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) yang merupakan
kegawataruratan pada DBD disamping trombositopenia, juga menurunnya fungsi

15
trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, VII, IX, X dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama
perdarahan traktus gastrointestinal.6

Manifestasi Klinis
Masa inkubasi untuk DBD ini selama 1-7 hari. Gejala yang ada sangat
bervariasi tergantung pada umur pasien. Karakteristik pada infant dan pada anak kecil
adalah demam selama 1-5 hari, faringitis, rhinitis dan batuk ringan. Pada anak yang
lebih besar dan dewasa akan mengalami demam dengan onset mendadak yang
meningkat dengan cepat sampai 39,4-41,1°C yang biasanya didampingi dengan
adanya nyeri pada bagian frontal dan retroorbita, terutama saat memberikan tekanan
pada mata. Juga dapat disetai dengan nyeri punggung. Munculnya sebagian macular
atau ruam yang menyeluruh mungkin terlihat pada 24-48 jam pertama. Nadi mungkin
melambat tergantung dari derajat keparahan demamnya. Adanya myalgia dan
arthralgia muncul sesaat setelah onset demam atau seiring dengan perjalanan penyakit
yang memburuk. Pada hari kedua dan keenam demam muncul mual dan muntah.2
Fase pertama yang masih relative ringan dengan demam, malaise, muntah,
nyeri kepala, anoreksia, dan batuk yang akan diikuti dengan fase dua dalam 2-5 hari.
Pada fase kedua pasien biasa mengeluh mengigil, ekstremitas terasa dingin dengan
badan yang hangat, diaphoresis, iritabilitas, nyeri midepigastrium, dan pengurangan
keluarnya urin. Sering juga terdapat ptekie pada dahi dan ekstremitas, atau ekimosis.
Lesi macular dan papular dapat muncul, begitu pula dengan sianosis perifer. Respirasi
biasanya cepat, nadi lemah dan cepat. Hepar mungkin membesar 4-6cm. Sebesar 20-
30% DHF akan diikuti dengan dengue shock syndrome (DSS). Pada DSS terjadi
peningkatan resistensi vascular perifer dan peningkatan tekanan diastolic. Shock
berasal dari “venous pooling”. Meningkatnya cardiovascular compromise,
peningkatan diastolic yang hamper menyamai tekanan sistolik. Kurang dari 10%
pasien mengalami ekimosis atau perdarahan gastrointestinal, yang biasanya terjadi
setelah shock. Setelah 24-36 jam periode crisis, akan terjadi perbaikan pada anak yang
membaik. Suhu akan normal.2
Tanda syok yang sering didapatkan pada anak adalah anak gelisah sampai
terjadi penurunan kesadaran, sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang
tidak teraba, tekana darah turun, tekanan nadi <10 mmHg, akral dingim, capillary

16
refill menurun, diuresis maupun sampai anuria. Apabila syok tidak segera diatasi
makan akan terjadi komplikasi berupa asidosis metabolic dan perdarahan hebat.2
Diagnosis
Gejala klinis DB diawali dengan demam mendadak tinggi, facial flush,
muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,
nyeri di bawah lengkung iga kanan. Gejala-gejala penyerta lebih mencolok pada DD
dibandingkan DBD sedangkan hepatomegaly dan kelainan fungsi hati lebih khas
untuk DBD. Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan
permeabilitis kapiler sehingga menyebabkan kebocoran plasma, hipvolemia sampai
syok. Kebocoran plasma mengakibatkan esktravasasi cairan ke dalam rongga pleura
dan ronga peritoneal selama 24-48 jam. Fase kritis ekitar hari ke tiga hingga hari ke
lima perjalanan penyakit, pada saat ini suhu turun yang dapat merupakan awal
penyembuhan pada infeksi ringan namun pada DBD berat merupakan tanda awal
syok. Perdarahan yang sering terjadi beruba ptekie, epistaksis, melena maupun
hematuria.7
Gambaran DBD tidak selalu khas, sehingga dapat dibantu dengan adanya
pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan pemeriksaan
darah perifer (hb, leukosit, ht, trombosit. Pada apusan darah perifer dapat dinilai
limfosit plasma biru yang jika terjadi peningkatan sebesar 15% maka menunjang
diagnosis DBD.7
Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase
konvalesens tidak melebihi 1:1280. Infeksi sekunder, serum akut <1:20, konvalesens
1:2560 atau serum akut 1:20, konvalesens naik 4 kali atau lebih. Juga dapat dilakukan
pemeriksaan antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun
IgG. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction.7
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto thorax, maupun usg
untuk membantu melihat apakah terdapat kebocoran plasma yang ditemui pada DBD
dan tidak ditemui pada DD. Kebocoran plasma mengisi rongga tubuh seperti rongga
pleura dan rongga peritoneum yang pada keadaan berat dapat menyebabkan syok
hipovolemik. Pada foto thorax akan ditemui dilatasi pembuluh darah paru, efusi
pleura dan kardiomegali, kadang adanya efusi pleura terlihat sebagai diafragma yang
terletak lebih tinggi atau bentuk lengkung diafragma yang asimetris, keadaan ini

17
disebabkan adanya cairan subpulmonik atau subfrenikus. Pada USG thorax dan
abdomen ditemukkan efusi pleura, efusi pericardium, hepatomegaly, dilatasi vena
hepatica, asites dan penebalan dinding kantung empedu.7

18
Kriteria klinis yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis DBD adalah demam
tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan (uji bending positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/melena), hepatomegaly, syok (nadi
lebih cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan
dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah. Kriteria laboratorium yang
dibutuhkan adalah trombositopenia (100.000/ul atau kurang), tanda plasma leakage
(kebocoran plasma) atau hemokonsentrasi seperti, peningkatan hematocrit 20%
menurut standart umur dan jenis kelamin. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi
pleura, asites atau hipoproteinemia serta di konfirmasi secara uji serologic
hemaglutinasi

19
Gambar 6. Penentuan derajat DBD(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21504/4/Chapter%20II.pdf)

Differential Diagnosis
Demam Tifoid

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang di sebabkan oleh Salmonella


enterica serovar typhi (S thypi). Demam tifoid di Indonesia banyak diderita oleh anak
berusia 3 sampai 10 tahun. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan
keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam,
nyeri kepala, pusing, neri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan
suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama
pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas
berupa demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput, hepatomegali,
splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma,
delirium, atau psikosis.1, 8

Tatalaksana
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan
hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan
yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah
dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.9
Terapi yang diberikan dpat dibagi menkadi 4 bagian yaitu, untuk tersangka
DBD, demam dengue (DD), DBD derajat I dan II, DBD serajat III dan IV (DSS).9
Pada DBD tanpa shock (derajat I dan II) dapat diberikan medikamentosa
berupa antipiretik (paracetamol). Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan (misalnya antacid, antiemetic) untuk menguangi beban detoksifikasi obat
dalam hati. Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, apabila terdapat
perdarahan saluran cerna, kortikosteroid tidak diberukan, Antibiotik diberikan unuk
DBD ensefalopati. Diberikan terapi suportif, untuk mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Kunci

20
keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa peralihan dari fase
demam ke fase syok disebut time of fever differvesence dengan baik. Cairan iv
diperlukan apabila anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi,
dehidrai yang dapat mempercepat terjadinya syok, dan jika nilai hematocrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala. Cairan diberikan sejumlah kebutuhan rumatan
(untuk satu hari) + deficit 5% (oral maupun intravena) selama 48 jam.1, 9
DBD disertai syok (DSS, derajat III, derajat IV), penggantian volume plasma
segera, cairan iv larutan ringer laktat (RL) 10-20ml/kgBB secara bolus diberikan
dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap diberikan RL 20ml/kgBB
ditambah koloid 20-30ml/kgBB/jam, maksimal 1500 ml/hari. Pemberian cairan 10
ml/kgBB/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca syok, volume cairan diturunkan menjadi 7
ml/kgBB/jam, selanjutnya 5ml, dan 3ml apabila tanda vital dan diuresis baik. Jumlah
urin 1ml/kgBB/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik. Pada umumnya
cairan tiak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi. Oksigen 2-4 l/menit pada
DBD syok. Koreksi asidosis metabolic dan elektrolit pada DBD syok.9
Indikasi pemberian darah:
 Terdapat perdarahan secara klinis
 Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap,
hematocrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah
segar 10 ml/kgBB
 Apabila kadar hematocrit tetap >40 vol% maka berikan darah
dalam volume kecil
 Plasma segar beku dan suspense trombosit berguna untuk koreksi
gangguan koagulopati atau koagulasi intravascular desiminata
(KID) paa syok berat yang menimbulkan perdarahan massif.
 Pemberian transfusi suspense trombosit pada KID harus selalu
disertai plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan)
untuk mencegah perdarahan lebih hebat.

21
22
Gambar 7. Alogaritma
tatalaksana DBD9

23
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah ensefalopati dengue, dapat terjadi pada
DBD dengan syok ataupun tanpa syok. Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan
dapat terjadi gagal ginjal akut. Edema paru, seringkali terjadi akibat
overloading cairan.1

Prognosis
Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak
dideteksi lebih dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring
trombosit dan hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit
<100.000/ul dan hematokrit meningkat waspadai DSS.1

Pencegahan
Pencegahan /pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya
dengan melakukan tindakan 3M, yaitu menguras tempat-tempat penampungan air
secara teratur seminggu sekali atau menaburkan bubuk larvasida (abate). Menutup
rapat-rapat tempat penampungan air. Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang
dapat menampung air.10

Daftar Pustaka
1. Tanto C, Liwang f, Hanifati A, dkk. Kapita selekta kedokteran: edisi V jilid I.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014.hal. 68-71.
2. Kligman RM. Nelson: textbook of pediatrics. United States: Elsevier;2015.p.1629-
32.
3. Satari, Hindra I., Meiliasari, Mila. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara,
2007.h.28-31.
4. Achmadi UF, Sudjana P, Sukowati S. Buletin jendela epidemiologi: manajemen
demam berdarah berbasis wilayah. Pusat Data Surveilans Volume 2. Jakarta:
Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI;2010.hal. 3-12.
5. Zumaroh. Evaluasi pelaksanaan surveilans kasus denan berdarah dengue di
puskesmas putat jaya berdasarkan atribut surveilans. Jurnal Berkala Epidemiologi,
2015; 3(1): 82-94.
6. Rena NMR, Utama S, Purwati TP. Kelainan hematologi pada demam berdarah
dengue. J Peny Dalam, 2009; 10(3): 1-8.

24
7. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Pedoman pelayanan medis: edisi II.
Ikatan Dokter Anak Indonesia:2011.hal.343-5.
8. Nelwan RHH. Tatalaksana terkini demam tifoid. Divisi Penyakit tropik dan
infeksi FKUI, 2012; 39(4): 247-250.
9. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Pedoman pelayanan medis: edisi I.
Ikatan Dokter Anak Indonesia:2009.hal.141-9.
10. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Pengendalian Vektor. Dalam :
Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009. h.275-7.

25

Anda mungkin juga menyukai