Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus

Demam Dengue

Nama : Nur Sabrina binti Mohd Rokis


Nim : 11.2016.396

Pembimbing :
dr. Riza Mansyoer, SpA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSUD Koja, Jakarta
Periode 18 September – 15 November 2017
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari/Tanggal Ujian / Presentasi Kasus:


RUMAH SAKIT : RSUD KOJA

Nama : Nur Sabrina binti Mohd Rokis Tanda Tangan


Nim : 112016396
Dr. Pembimbing/Penguji: dr. Riza Mansyoer, SpA ………………

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : An. Z Jenis kelamin : Perempuan


Tempat / tanggal lahir : Jakarta / 28 Jun 2011 Umur: 6 tahun 2 bulan
Suku bangsa: Jawa Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah Alamat : Kp Bahari I No 20
RT007/RW10
Hubungan dengan orang tua: Anak kandung

ORANG TUA
Ayah
Nama lengkap : Tn D Agama : Islam
Tanggal lahir (umur) : 32 tahun Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Jawa Pekerjaan : Messenger
Alamat : Kp Bahari I No 20,
RT007/RW10
Ibu
Nama lengkap : Ny K Agama : Islam
Tanggal lahir (umur) : 33 tahun Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Jawa Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kp Bahari I No 20,
RT007/RW10

2
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis dari ibu
Tanggal: 27 September 2017 Jam: 10.30

Keluhan utama:
Muntah 3 kali sejak 1 hari SMRS.

Keluhan tambahan:
Demam mendadak tinggi, sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara serak, batuk
tidak berdahak, pilek, muntah, sariawan di kiri dan kanan bibir, nafsu makan
menurun.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Tiga hari SMRS, os nyeri pada tenggorokan, nyeri menelan dan mempunyai suara
serak. Selain itu os berkeluhan batuk ringan, tidak berdahak dan pilek. Batuk
hilang timbul dan tidak sesak. BAB dan BAK normal.
Dua hari SMRS, os demam dan telah mengambil obat paracetamol. Suhu badan
menurun namun setelah beberapa jam demam lagi. Os berasa nyeri kepala tetapi
tidak menjalar sampai ke belakang mata. Os juga berkeluhan mempunyai sariawan
di kiri dan kanan bibir. Os masih lagi merasakan nyeri tenggorokan, nyeri menelan
dan suara serak. Os masih batuk ringan tidak berdahak dan pilek yang hilang
timbul. BAB dan BAK normal. Nafsu makan dan minum os mulai berkurang.
Satu hari SMRS, os masih demam tinggi sepanjang hari. Keluhan os tidak
membaik atau memburuk. Os berkeluhan muntah air 3 kali. BAB dan BAK
normal.
Os tidak ada riwayat ruam pada kulit. Os tidak ada riwayat mimisan dan
perdarahan gusi. Keluarga dan orang sekeliling os tidak ada yang beriwayat
penyakit TBC dan batuk jangka waktu lama. BAB dan BAK normal. Nafsu makan
berkurang. Berat badan os menurun. Hiperinflasi dinding dada disangkal. Os tidak
mempunyai riwayat alergi dan asma. Os tidak pernah mempunyai keluhan seperti
ini sebelumnya. Os belum mengambil pengobatan untuk nyeri tenggorokan, batuk
dan pilek.

3
Penyakit Dahulu ( Tahun, diisi bila ya ( + ), bila tidak ( - ) )
(-) Sepis (-) Meningoencephalitis (-) Kejang demam
(-) Tuberkulosis (-) Pneumoni (-) Alergi lainnya
(-) Asma (-) Alergi Rhinitis (-) Gastritis
(-) Diare akut (-) Diare Kronis (-) Amoebiasis
(-) Disentri (-) Kolera (-) Difteri
(-) Tifus Abdominalis (-) DHF (-) Polio
(-) Cacar air (-) Campak (-) Peny. Jantung Bawaan
(-) Batuk rejan (-) Tetanus (-) ISK
(-) Demam Rematik Akut (-) Penyakit Jantung Rematik (-) Kecelakaan
(-) Glomerulonephritis (-) Sindroma Nefrotik (-) Operasi

Riwayat Keluarga
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi ✓ -
Asma ✓ -
Tuberkulosis ✓ -
Hipertensi ✓ -
Diabetes ✓ -
Kejang Demam ✓ -
Epilepsy ✓ -

Silsilah Keluarga (Family’s Tree)

Laki-laki

Perempuan

Perempuan sakit

Riwayat Sosial Personal (Socio-personal history)


Pasien memiliki riwayat sosial personal yang baik. Pasien tinggal berempat dengan
kedua orang tua dan saudaranya. Di rumah tempat tinggal pasien, terdapat dua WC
dan dapur sendiri. Pencahayaannya juga mencukupi dan ventilasi cukup baik.
Sumber air bersih berasal dari sumur. Pasien tinggal di lingkungan perumahan,
sampah dibuang pada tempatnya, lokasi perumahan tidak banyak asap dan debu.
Orang di sekitar pasien tidak ada yang keluhan seperti pasien dan beriwayat batuk

4
dalam jangka waktu lama. Tidak ada anggota keluarga yang sakit serupa dengan
pasien.

Riwayat Kehamilan
Perawatan antenatal : Cukup
Penyakit kehamilan : Tidak ada

Riwayat Kelahiran (Birth History)


Tempat Lahir : ( ) Di bidan () Rumah bersalin ( ) RS Bersalin
(✓) Puskesmas
Ditolong oleh : ( ) Dokter (✓) Bidan ( )Dukun
( ) Lain-lain
Cara Persalinan : (✓) Spontan ( ) SC
Masa Gestasi : (✓) Kurang bulan ( ) Cukup bulan ( )Lebih bulan
Berat Badan Lahir : 2600 gram
Panjang badan lahir : 49 cm
Lingkar kepala : Tidak ingat
Menangis : Langsung menangis
Warna kulit : Merah muda
Nilai APGAR : Tidak tahu
Kelainan bawaan : Tidak ada

Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : ±9 bulan
Psikomotor :
Tengkurap : ±5 bulan
Duduk : ±7 bulan
Berdiri : ±10 bulan
Berbicara : ±10 bulan
Membaca : ±2 tahun
Menulis : ±3 tahun
Gangguan perkembangan mental/emosi : Tidak ada

Riwayat Imunisasi

5
Imunisasi Bulan Tahun
Lahir 1 2 4 6 9 15 6
Hepatitis B ✓ ✓
Polio ✓ ✓ ✓ ✓
BCG ✓
DPT ✓ ✓ ✓
Campak ✓
MMR ✓ ✓

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal: 27 September 2017 Jam: 10.30

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Keterangan lain : Tidak ada

Tanda-tanda vital:
Suhu tubuh : 37,5°C
Frekuensi napas : 23x/menit
Frekuensi nadi : 92x/menit
Tekanan darah : 100/70 mmHg

Antropometrik:
Berat badan : 18,0 kg
Tinggi badan : 112 cm
Lingkar kepala : 51 cm
Lingkar lengan : 19 cm
18
Interpretasi menurut CDC BB/U : ×100 %=85,71 % (BB normal)
21
112
TB/U : ×100 %=96,55 % (TB normal)
116
18
BB/TB : ×100 %=93,75 % (gizi cukup)
19,2

6
14,35
BMI/U : ×100 %=93,79 % (gizi cukup)
15,3
PEMERIKSAAN SISTEMATIS

Kulit: Akral hangat di ekstrimitas, turgor kulit normal, tidak terdapat ruam
Kepala: Normocephali, ubun-ubun tertutup, rambut hitam, utuh
Mata: Pupil isokor, tidak terdapat sekret, mata tidak cekung, konjungtiva
anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga: Normotia, membran timpani utuh, refleks cahaya positif, tidak terdapat
sekret
Hidung: Tidak terdapat septum deviasi, terdapat sekret bening di meatus
inferior kiri dan kanan
Bibir: Mukosa bibir tidak tampak kering, terdapat sariawan di kiri dan
kanan bibir
Gigi-geligi: Gigi geligi utuh, simetris
Mulut: Mukosa mulut tidak terlihat pucat, tidak terdapat perdarahan
Lidah: Lidah simetris, coated tongue (-), atrofi (-)
Tenggorokan: Tonsil T1-T1, simetris, faring tidak hiperemis
Leher: KGB dan tiroid tidak membesar
Thoraks:
Paru-paru
Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi sela iga
Palpasi: Tidak teraba massa dan benjolan
Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru, vokal fremitus normal
Auskultasi: Suara nafas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: Ictus cordis teraba pada sela iga 5 linea midklavikula kiri
Auskultasi: Bunyi jantung 1 dan 2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi: Mendatar, tidak terlihat lesi
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan dan lepas, turgor kulit normal
Hati: Tidak teraba
Limpa: Tidak teraba
Ginjal: Tidak teraba
Perkusi: Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi: Bunyi usus normoperistaltik

7
Anus dan rectum: Tidak dilakukan
Genitalia: Tidak dilakukan
Anggota gerak (lengan & tungkai):
Tonus: normotonus
Massa: eutrofi
Sendi: normal

Kekuatan : 5/5 5/5 Sensori : + +


5/5 5/5 + +

Edema : - - Sianosis : - -
- - - -

Tulang belakang: Skoliosis (-). lordosis (-), kifosis (-)


Kel. getah bening: Tidak terdapat pembesaran KGB
Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran : Compos mentis
Delirium :-
Orientsi tempat, waktu, orang : Dalam batas normal
Rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig (-) Brudzinsky (-)
Laseque (-)
N. III, IV, VI : Kelopak mata tidak jatuh, gerakan bola mata mulus, tidak ada jerky
dan nistagmus, pandangan tidak berbayang
N. VII : Os dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, memejamkan mata,
menyeringai, mencucuhkan bibir, menggembungkan pipi
N. XII : Lidah tidak ada deviasi, tremor dan fasikulasi, kekuatan tonus otot
lidah baik

8
Refleks
Kanan Kiri
Refleks Tendon Dalam + +
Bisep + +
Trisep + +
Patella + +
Achiles + +
Refleks Patologis - -
Refleks Primitif - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hematologi Tanggal : 24 September 2017


Darah Rutin
Haemoglobin : 10,7 g/dL
Jumlah Leukosit : 1 500 μL
Hematokrit : 31,9 %
Jumlah Trombosit : 41 000 μL

RINGKASAN (RESUME)
Seorang anak perempuan usia 6 tahun datang ke IGD RSUD Koja dibawa ibunya
dengan keluhan muntah air 3 kali sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluh ada
demam sejak 2 hari SMRS, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, suara serak, nyeri
kepala, batuk tidak berdahak dan pilek. Riwayat mimisan dan perdarahan gusi
disangkal. BAB dan BAK normal. Nafsu makan menurun, berat badan pasien juga
menurun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 37,5°C, nafas 23x/menit, nadi 92x/menit dan
tekanan darah 100/70 mmHg. Turgor kulit normal, tidak terdapat ruam pada kulit,
terdapat sekret bening pada meatus inferior kiri dan kanan, terdapat sariawan pada kiri
dan kanan bibir.
Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan Hb, Ht rendah, leukositopenia dan
trombositopenia.

9
DIAGNOSIS KERJA :
1. Demam Dengue
Dasar diagnosis : Pada pasien sesuai dengan gejala demam dengue yaitu
adanya demam mendadak tinggi, nafsu makan menurun, muntah dan nyeri
kepala. Keluhan diawali dengan nyeri tenggorokan. Dari pemeriksaan darah
rutin didapatkan leukopenia dan trombositopenia.
2. Anaemia ringan
Dasar diagnosis : Pasien mempunyai kadar Hb <11,0 g/dL.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL :
1. Demam Berdarah Dengue
Dasar diagnosis: Pada pasien terdapat riwayat demam mendadak tinggi, nafsu
makan menurun, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, leukopenia dan
trombositopenia.
2. Malaria
Dasar diagnosis: Pada pasien terdapat riwayat demam, nyeri kepala, muntah
dan anemia.
3. ISPA
Dasar diagnosis: Pada pasien terdapat riwayat demam, batuk dan pilek, nyeri
tenggorokan, nyeri menelan dan suara serak.
4. Demam Tifoid
Dasar diagnosis: Pada pasien terdapat riwayat tinggi naik turun, nyeri kepala,
anemia dan trombositopenia.

PENATALAKSANAAN :
Medika mentosa
- IVFD Asering 20tpm
- Paracetamol syrup 3x2cth
- Rhindovect syrup 2x1cth
Non-medika mentosa
- Minum air sekurang-kurangnya 1,5-2L air per hari
- Tirah baring
Edukasi

10
- Asupan makanan harus cukup dan seimbang dengan kebutuhan seharian
- Konsumsi obat sesuai aturan yang diberikan

Rencana Pemeriksaan Lanjutan


- Pemeriksaan darah rutin ulang setiap hari
- Tes Widal
- IgM dan IgG Dengue

Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad fungtionam : Bonam
Ad sanationam : Bonam

11
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe I,II III
dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968 penyakit ini
ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan
meluas ke seantero wilayah Republik Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak tetapi akhir-
akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa.
Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk
keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak
tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai
penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara
klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya
banyak pula penderita DBD yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun
ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya. Kenyataan di atas membuktikan
bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di dalam imunopatogenesis infeksi
dengue yang belum terungkap, walaupun sampai saat ini tidak sedikit peneliti yang
mendalami bidang tersebut, namun hasil yang memuaskan belum terlihat secara jelas
di dalam mengungkapkan berbagai faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut.
Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung
meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19
insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak negara
kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit.
Program pencegahan DBD yang tepat guna harus dilaksanakan secara integral
mencakup surveilans laboratory based, penyuluhan dan pendidikan pengelolaan
penderita bagi dokter dan paramedis, dan pemberantasan sarang nyamuk dengan
peran serta masyarakat.

12
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. Dengue shock syndrome (DSS) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh syok.1

II. ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia.1,2

Vektor
Virus Dengue dapat ditularkan oleh:
1. Nyamuk Aedes aegypti
2. Nyamuk Aedes albopictus

Morfologi dan Daur Hidup Nyamuk Vektor DBD2


1. Nyamuk dewasa: ukuran kecil, warna dasar hitam dengan bintik-bintik
putih pada bagian badan, kaki dan sayap.

13
2. Telur: berwarna hitam seperti sarang tawon, dinding bergaris-garis seperti
gambaran kain kassa.
3. Jentik: ukuran 0,5-1 cm, dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya
berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas. Pada
waktu istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.

Gambar 1: Daur Hidup Nyamuk Vektor DBD


4. Metamorfosis sempurna

Sifat-Sifat Nyamuk Aedes aegypti2


1. Antropofilik dan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit
beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat dan mempermudah
pemindahan virus.
2. Aktivitas menggigit pagi sampai dengan petang dengan puncak aktivitas
09.00-10.00 dan 16.00-17.00.
3. Kemampuan terbang nyamuk betina 40-100 meter. Namun karena angin
atau terbawa kendaraan, nyamuk ini bisa berpindah lebih jauh.
4. Kebiasaan istirahat serta menggigit dalam rumah (indoor). Tempat
hinggap dalam rumah adalah barang-barang bergantungan seperti baju,
gorden, kabel, peci dan lain-lain.
5. Nyamuk ini lebih senang warna gelap daripada terang

III. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi demam berdarah diketahui telah terjadi secara terus-menerus
selama tiga abad terakhir di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia.
Epidemi pertama dengue tercatat di 16.353 di Perancis Hindia Barat,
meskipun wabah penyakit kompatibel dengan demam berdarah, telah
dilaporkan di China pada awal 992 AD. Selama abad ke 18, 19 dan awal abad
20, epidemi penyakit demam berdarah dilaporkan dan dicatat secara global,

14
baik di daerah tropis serta beberapa daerah beriklim. Di sebagian besar negara
Amerika Tengah dan Selatan, pencegahan penyakit yang efektif dicapai
dengan menghilangkan utama vektor epidemi nyamuk, Aedes aegypti. Di
Asia, bagaimanapun pengendalian nyamuk yang dilakukan keefektifannya
tidak pernah tercapai. Sebuah bentuk parah dari demam berdarah,
kemungkinan besar yang menyerupai dengan DBD, muncul di beberapa
negara Asia setelah Perang Dunia II. Selama tahun 1980, kejadian meningkat
tajam dan distribusi virus diperluas ke pulau-pulau Pasifik dan Amerika.
Peningkatan penularan penyakit dan frekuensi epidemi juga hasil dari
peredaran beberapa serotipe di Asia. Ini membawa munculnya DBD di
Kepulauan Pasifik, Karibia, dan Amerika Tengah dan Selatan. Dengan
demikian, dalam waktu kurang dari 20 tahun pada tahun 1998, daerah tropis
Amerika dan Kepulauan Pasifik pergi dari bebas dari demam berdarah dengue
untuk memiliki masalah DBD serius.1,2
Setiap 10 tahun, jumlah rata-rata tahunan kasus kasus DD / DBD dilaporkan
ke WHO terus tumbuh dengan pesat. Dari tahun 2000 hingga 2008, jumlah
rata-rata tahunan kasus adalah 1 656 870, atau hampir tiga setengah kali angka
untuk 1990-1999, yang 479 848 kasus. Pada tahun 2008, rekor 69 negara dari
kawasan WHO Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Amerika melaporkan
aktivitas demam berdarah. Ekstensi geografis daerah dengan transmisi dengue
atau aktivitas demam berdarah bangkit telah didokumentasikan di Bhutan,
Nepal, Timor-Leste, Hawaii (USA), Kepulauan Galapagos (Ekuador), Pulau
Paskah (Chile), dan Hong Kong Daerah Administratif Khusus dan Makao
Daerah Administratif Khusus China antara 2001 dan 2004. Sembilan wabah
dengue terjadi di utara Queensland, Australia, dalam empat tahun 2005-2008.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun
1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatanpenduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama
kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang

15
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian :
41,3%). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.1

IV. PATOFISIOLOGI

Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Pada kasus berat, syok terjadi
secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai
hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai
akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan
rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini
ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun dalam
rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada
otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya
edema.1,2
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara
efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini
dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut
dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi
tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat dekstruktif
atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan
fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator
farmakologis yang bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi
kulit pasien DBD pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel
vaskular yang mirip dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu
juga mirip dengan binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat
keadaan trombositopenia.1,2

16
Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10
hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan
mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit.
Penyelidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran
trombosit terjadi dalam sistem retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab
peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat
menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen,
kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan
atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti
menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks
imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit
dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.1

Sistem koagulasi dan fibrinolisis


Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa
perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial
yang teraktivasi memajang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk
faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi
peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut
faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas antitrombin III.
Disamping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor
II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen da faktor VIII. Hal ini
menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII
tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh
konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan
dengan penurunan alpha 2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas
plasminogen. Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa:1
1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis

17
2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi
juga DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol
dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit
memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan
memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan DIC
saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok
irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital
yang biasanya diakhiri dengan kematian.
3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler,
gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan
masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih komplek seperti
trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar
oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak
dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik.
4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan
kekurangan antitrombin III, respon pemberian heparin akan berkurang.

Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar
C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok maupun
tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan
derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue,
aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif.
Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar
serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan
oleh karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini
menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan
stimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat
untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan plasma
dan syok hipopolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel
endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang menimbulkan waktu paruh
trombosit memendek, kebocoran plasma, syok, dan perdarahan. Disamping itu
komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti
tumor nekrosis faktor (TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1).

18
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD
ialah (1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam, (2)
adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex) baik
pada DBD derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar
kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit.2

Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan
limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan. Pemeriksaan limfosit
plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa
LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari ke enam. Selanjutnya
dibuktikan pula bahwa diantara hari keempat sampai kedelapan demam
terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD dengan demam
dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan
campuran antara limfosit B dan limfosit T.2

Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES
meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum
tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-
sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam
peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel
tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya
masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus
membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun
komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus
dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di
sitoplasma sel.3
Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang
menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini
menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan
ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu

19
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus
tersebut, tetapi tidak ada “cross protectif” terhadap serotip virus yang lain.
Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis:
netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated
Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement.3

V. MANIFESTASI KLINIS
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu:4
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS)

Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi:2
1. Nyeri kepala, nyeri retro-orbital
2. Mialgia
3. Ruam kulit
4. Leukopenia
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi,
nyeri pada anggota badan dan ruam (rash).
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39oC sampai 40oC dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari.
Ruam kulit : kemerahan atau bercak-bercak merah yang terdapat di dada,
tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka. Ruam bersifat
makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam timbul pada 6-12 jam
sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari.
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering
ditemukan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk.
Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal
sebagai Castelani’s sign yang patognomonik.
Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut:2

20
1. Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
leukopeni hingga periode demam berakhir.
2. Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme
pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi
trombositopeni.
3. Serum biokimia/enzim biasanya normal, kadar enzim hati mungkin
meningkat.

Demam Berdarah Dengue


Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Pada DBD
terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak,
muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan
hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi.
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4
cm dibawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak berhubungan
dengan keparahan penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati, harus
dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali
ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di
daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya
perdarahan.2
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia
sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Fenomena patofisiologis utama
yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
trombositopenia, dan manifestasi perdarahan. 2

Dengue Shock Syndrome


Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah
dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan
lembab dan pasien tampak gelisah.3

21
VI. DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO 2009:4
Kriteria Klinis
1. Panas mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Tipe
demam bifasik (saddleback) yaitu:
a. Hari 1-2 : naik
b. Hari 3-4 : turun
c. Hari 5-6 : naik

Gambar 2: Demam Bifasik pada DBD

2. Manifestasi perdarahan, salah satu tergantung:


a. uji torniket (+)
b. petechie, ekhimosis ataupun purpura
c. perdarahan mukosa traktus gastrointestinal, epistaksis, perdarahan
gusi
d. hematemesis dan melena
3. Hepatomegali
4. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi cepat dan
lemah, sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah menurun sampai tidak
terukur, kulit lembab, penyempitan tekanan nadi (< 20 mmHg), capillary
refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratoris4
1. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /ul)

22
2. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20% setelah
mendapat terapi cairan).

Diagnosis ditegakkan jika terdapat dua atau lebih kriteria klinis dan
satu kriteria laboratoris

Pembagian derajat DBD menurut WHO ialah :5


Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan
spontan.  Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah,
kulit lembab dan penderita gelisah.
Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit <100 000/μl biasa
ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau
bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang
disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan
peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut
biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu
diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan
atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada
saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma
biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada
pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin
III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.4

23
Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa kelainan
yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura,
kardiomegali dan efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga
peritoneum, penebalan dinding vesica felea.3

Pemeriksaan Rumple leed test


Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan cara
mengenakan pembendungan kepada vena-vena, sehingga darah menekan
kepada dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat
akan rusak oleh pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari
kapiler dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai
bercak merah kecil pada permukaan kulit (petechiae).5
Pemeriksaan dilakukan dengan memasang sfigmomanometer pada lengan atas
dan pompalah sampai tekanan berada ditengah-tengah nilai sistolik dan
diastolik. Pertahankan tekanan itu selama 10 menit, setelah itu lepaskan ikatan
dan tunggulah sampai tanda-tanda stasis darah lenyap lagi. Stasis darah telah
berhenti jika warna kulit pada lengan yang dibendung tadi mendapat lagi
warna kulit lengan yang tidak dibendung. Lalu carilah petechiae yang timbul
dalam lingkaran berdiameter 5 cm kira-kira 4 cm distal dari vena cubiti. Test
dikatakan positif jika terdapat lebih dari dikatakan positif 10 petechiae dalam
lingkaran tadi.5

Pemeriksaan Serologi
Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :3
1. Uji hambatan hemaglutinasi
2. Uji Netralisasi
3. Uji fiksasi komplemen
4. Uji Elisa Anti Dengue Ig M
5. Tes Dengue Blot.

VIII. KOMPLIKASI
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok,
cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan

24
diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar
dengan larutan Nacl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk mengurangi
edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan
saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat
disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,
kadar gula darah diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas
dengan pemberiaan oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi
amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati
mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, makaa untuk mencegah dapat
diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kgbb/hari +
kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat
yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi
beban detoksifikasi obat dalam hati.4-5
2. Kelainan Ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal
ginjal akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian
volume intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila
diuresis belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang
diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb
dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar
ureum, dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada
umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka
pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan untuk
pedoman pemberian cairan selanjutnya.4-5
3. Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular,
apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit),
pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak

25
mata, dan ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto rontgen dada.
Gambaran edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru.4-5

IX. PENATALAKSANAAN
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki
sirkulasi dan mencegah timbulnya syok dan timbulnya Koagulasi
Intravaskuler Diseminata (KID).

Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue


Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam Berdarah
Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya peningkatan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma, dan gangguan
hemostasis. Penatalaksanaan fase demam pada Demam Berdarah Dengue dan
Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat simptomatik dan suportif yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Masa kritis ialah pada atau
setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung
trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya
kehilangan cairan, Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan
jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan. Kunci
keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau
penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.6
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan
hydroxy ethyl starch) sebanyak 10-30ml/kgBB/jam.setelah terjadi perbaikan,
segera cairan ditukar kembali dengan kristaloid. Apabila setelah pemberian
cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar
hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian
transfusi darah segar. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan cairan
kristaloid dikurangi bertahap sesuai dengan keadaan klinis dan kadar
hematokrit.6
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat
traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan
homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping
prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.

26
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila
terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan
suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen
plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk
mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah
dapat pula diberikan packed red cell (PRC).5
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk
mencegah terjadinya edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari
ketujuh) bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan
tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal
seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan
tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi.
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:4,6

27
Bagan 1: Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.4, 6

28
Bagan 2: Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue. 4, 6

29
Bagan 3: Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.4, 6

30
Bagan 4: Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.4, 6

Kriteria memulangkan pasien5,7


1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi

31
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan

X. PENCEGAHAN
Pengendalian vektor DBD
Pengendalian vektor bertujuan untuk mengurangi populasi vektor serendah-
rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit dan
menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.
Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan
lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pemantauan aktivitas untuk modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu
pandangan untuk mencegah perkembangan vektor dan kontak manusia-vektor-
patogen.6,7
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan, dan
monitor tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap
keluarga,
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
2. Foging Focus dan Foging Masal
a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang
waktu 1 minggu
b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam
jangka waktu 1 bulan
c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan
menggunakan Swing Fog
3. Penyelidikan Epidemiologi
a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam
setelah menerima laporan kasus
b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
4. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat.
5. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

32
KESIMPULAN

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot, yang disertai
leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada
demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Dengue shock sindrome (DSS) adalah demam berdarah yang ditandai oleh syok.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak selama
2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien
sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi syok jika tidak
mendapat pengobatan yang adekuat. Pasien juga mengeluh sakit kepala hebat, rasa
sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya napsu makan, mual-mual dan ruam.
Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya
satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan
sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun
laboratoris. Pengobatan bersifat simptomatik dan bertujuan untuk memastikan pasien
tidak syok dan tidak mengalami komplikasi lainnya.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI : 2006 : 1709-13.
2. Sumarmo PS. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi kedua. Badan
Penerbit IDAI. Jakarta: 2010 : 155-81.
3. Nelson waldo E. Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2. Edisi 15. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta: 1999 : 176-92.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1, Jakarta:
2010 : 141-9.
5. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit : Demam Dengue. Jakarta:
2009.
6. WHO. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control
- New Edition. Geneva: World Health Organization; 2009.
7. Chen Khie dkk. Diagnosis dan Terapi cairan pada Demam Berdarah Dengue.
Dalam : Medicinus. Edisi Maret-Mei. Jakarta : 2009.

34

Anda mungkin juga menyukai