ASPIRATOR
ASPIRATOR
Pangandaran, ISSN
Aspirator Vol. 12 No. 2 Hal. 63 - 136
Desember 2020 2085-4102
Perwajahan (Layout)
Cucu Suhendar, S.Si
Usman Syarifuddin, S.Kom
Jurnal ini memuat artikel hasil penelitian, systematic review, case reports, dan komunikasi pendek, yang berkaitan dengan penyakit tular vektor
yang diterbitkan secara berkala dua kali dalam setahun (Juni dan Desember). Sebelum diterbitkan, setiap naskah yang masuk, terlebih dahulu
ditelaah oleh Mitra Bebestari (peer-reviewer).
© 2020 Loka Litbang Kesehatan Pangandaran. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
DAFTAR ISI
EDITORIAL
Pemberdayaan Keluarga Sebagai Upaya Menurunkan Kepadatan Larva Aedes spp. dalam
Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue
Lukman Hakim, Endang Puji Astuti, Heni Prasetyowati, Andri Ruliansyah ................ 73 – 84
Karakteristik Klinis dan Virologis Penderita Demam Berdarah Dengue di Kota Bandar Lampung
Nurminha, Tori Rihiantoro, Mara Ipa .......................................................................... 85 – 92
Studi Epidemiologi dan Gambaran Program Eliminasi Filariasis Limfatik di Kabupaten Bogor
Muhammad Nirwan, Upik Kesumawati Hadi, Susi Soviana, Surachmi Setyaningsih, Fadjar
Satrija............................................................................................................................ 93 – 104
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten
Arda Dinata, Endang Puji Astuti, Suwarno Hadisusanto ........................................... 105 – 114
Nyamuk Dewasa yang Terperangkap pada Jenis Atraktan Berbeda di Kelurahan Tembalang Kota
Semarang
Zainul Ambiya, Martini, Firda Yanuar Pradani ......................................................... 115 – 122
Habitat Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai Vektor Potensial Demam Berdarah Dengue
di Kecamatan Ranomeeto Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara
Asti Tri Pramadani, Upik Kesumawati Hadi, Fadjar Satrija....................................... 123 – 136
ASPIRATOR – Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor
Journal of Vector-borne Diseases Studies
ISSN 2085-4102
E-ISSN 2338-7343
LEMBAR ABSTRAK
Abstract Sheet
(Volume 12 Nomor 2 Desember 2020)
Salam Sehat!
Tahun 2020 bisa jadi merupakan tahun yang sangat berat bagi semua orang, terutama mereka
yang kecimpung di bidang kesehatan. Bagaimana tidak, tahun yang diawali dengan beberapa kejadian
bencana alam hingga merebaknya pandemi Covid-19 yang tak seorang pun tahu kapan akan berakhir.
Penerapan protokol kesehatan pada berbagai sendi kehidupan sedikit banyak telah mengubah gaya
hidup dan perilaku masyarakat secara drastis. Namun, roda kehidupan akan selalu berputar dan kita
harus beradaptasi secara cepat hingga ditemukan solusi bagi pandemi Covid-19 ini.
Pengendalian penyakit tular vektor tidak berhubungan secara langsung dengan Covid-19
sehingga selayaknya tidak mengalami penurunan usaha yang berarti selama masa pandemi.
Diperlukan upaya-upaya nyata pada level kebijakan yang berpihak kepada pengendalian penyakit
tular vektor. Hal inilah yang menjadi fokus pada artikel pembuka Aspirator – Jurnal Penelitian
Penyakit Tular Vektor Volume 12 No. 2 Desember 2020. Artikel berjudul “Urgensi Kebijakan
Peraturan Daerah tentang Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kota Tasikmalaya Berdasarkan
Pendekatan Analisis Stakeholder” yang ditulis oleh Aryo Ginanjar, Laksono Trisnantoro, dan Dwi
Handono Sulistyo menekankan pentingnya dukungan pembuat kebijakan suatu daerah dalam upaya
pengendalian penyakit tular vektor.
Artikel berjudul “Pemberdayaan Keluarga Sebagai Upaya Menurunkan Kepadatan Larva Aedes
spp. dalam Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue,” menjadi artikel kedua pada edisi kali
ini. Artikel yang ditulis oleh Lukman Hakim, Endang Puji Astuti, Heni Prasetyowati, dan Andri
Ruliansyah ini merupakan penelitian evaluasi terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, sebuah model
pemberdayaan keluarga dalam upaya pengendalian vektor penyakit dengue.
Nurminha, Tori Rihiantoro, dan Mara Ipa menulis artikel ketiga dengan judul “Karakteristik
Klinis dan Virologis Penderita Demam Berdarah Dengue di Kota Bandar Lampung.” Artikel ini
membahas gejala klinis serta serotipe virus dengue yang menjangkiti penderita di wilayah Kota
Bandar Lampung. Diharapkan informasi ini berguna bagi kewaspadaan dan pengendalian penyakit
dengue di wilayah tersebut.
Artikel selanjutnya berjudul “Studi Epidemiologi dan Gambaran Program Eliminasi Filariasis
Limfatik di Kabupaten Bogor” ditulis oleh Muhammad Nirwan, Upik Kesumawati Hadi, Susi
Soviana, Surachmi Setyaningsih, dan Fadjar Satrija. Artikel bertemakan penyakit tular vektor
filarisasis ini merupakan studi evaluasi dari upaya program eliminasi filariasis limfatik yang telah
dilakukan di wilayah tersebut. Hasil ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi keberhasilan program
eliminasi filariasis secara umum.
Artikel berjudul, “Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat
Spesifik di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten” menjadi artikel kelima pada edisi ini. Artikel
yang ditulis oleh Arda Dinata, Endang Puji Astuti, dan Suwarno Hadisusanto ini merupakan salah
satu upaya identifikasi ekosistem dan habitat vektor yang sangat diperlukan sebagai dasar dalam
pengendaliannya. Diharapkan dengan informasi seperti ini, upaya pengendalian dapat lebih fokus dan
terarah.
Salah satu informasi penting dalam upaya pengendalian vektor penyakit menular nyamuk
lainnya ditulis dalam artikel keenam edisi ini. Artikel berjudul “Nyamuk Dewasa yang Terperangkap
pada Jenis Atraktan Berbeda di Kelurahan Tembalang Kota Semarang,” ditulis oleh Zainul Ambiya,
Martini, dan Firda Yanuar Pradani ini memberikan informasi alternatif lain yang dapat digunakan
dalam pengendalian vektor. Dalam pengendalian vektor nyamuk, penggunaan atraktan sebagai
penarik nyamuk untuk mengurangi populasinya masih dalam tahap pengembangan dan dapat menjadi
metode pengendalian yang menjanjikan.
Sebagai penutup, artikel berjudul “Habitat Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai Vektor
Potensial Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Ranomeeto Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara”
menjadi artikel terakhir dalam edisi ini. Artikel yang ditulis oleh Asti Tri Pramadani, Upik
Kesumawati Hadi, dan Fadjar Satrija memberikan informasi habitat vektor penyakit dengue di
wilayah Kecamatan Ranomeeto Barat Provinsi Sulawesi Tenggara. Informasi ini tentunya penting
bagi upaya pengendalian vektor di wilayah tersebut, sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit dengue.
Demikianlah susunan artikel dalam terbitan Aspirator Volume 12 Nomor 2 Desember 2020.
Kami harap terbitan kali ini dapat memberikan manfaat yang baik dalam upaya pengendalian penyakit
tular vektor. Kami mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bebestari dan para editor yang telah
melakukan penelaahan naskah hingga layak diterbitkan, serta seluruh pihak yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu, yang telah membantu terbitnya edisi ini. Kami berdo’a semuanya senantiasa
dalam keadaan sehat wal’afiat dan selalu menerapkan protokol kesehatan dalam beraktivitas sebagai
upaya pencegahan penularan Covid-19. Semoga solusi bagi pandemi ini dapat segera terwujud, amiin.
Salam,
Dewan Redaksi
Penerbitan dan Distribusi ASPIRATOR: Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor ini dibiayai
oleh DIPA Loka Litbang Kesehatan Pangandaran, Badan Litbang Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2020
ASPIRATOR, 12 (2), 2020, pp. 105 – 114
Hak cipta ©2020 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran DOI 10.22435/asp.v12i2.2270
PENELITIAN | RESEARCH
Abstract. The vector-borne disease remains a health problem in Pandeglang District. Entomological data is
important in the strategy of controlling the vector-borne disease. This study aimed to determine the
distribution of mosquito larvae based on specific habitat and ecosystem typea. This research is a secondary
data analysis of Rikhus Vektora 2016 in Pandeglang, Banten Province. This type of observational research
with cross-sectional study design. The purposive sampling technique is used based on geographical and
ecosystem stratification. We found 12 types of environments of the six types of ecosystems (HDP, HJP, NHDP,
NHJP, PDP, and PJP) that had larvae: forest (secondary, homogeneous, and coastal); lagoon; brackish water
swamp; bamboo clumps; rice fields; plantations; and residential areas. The most ecosystem types were
larvae in HJP (160 larvae) and the least larvae in NHDP (9 larvae). Species of larvae are 16 types: rice fields
(Cx. vishui, Cx. tritaeniorhynchus, An. barbirostris); small hole in the ground (Anopheles sp., Culex sp.);
coconut shell (Ae. albopictus, Ar. malayi, Ar. kuchingensis, Malaya sp, Culex sp.); armpit taro leaves and
banana leaves (Ae. albopictus, Malaya genurostris); freshwater swamp (Cx. vishnui, Cx. gelidus) and
brackish water (Anopheles sp.); riverside (Anopheles sp., Cx. quinquefasciatus); ditch (Culex sp.); pool (Cx.
quinquefasciatus); lagoon (Anopheles sp., Culex sp.); bamboo stumps (Ae. albopictus); Limnocharis flava
garden (Culex sp.); and used bottles (Ae. albopictus). The characteristics of larvae habitat: temperature (25-
33oC); pH 8-9 (67.3%); light intensity (115-32,000 lux); vegetation (12.7%); algae (3.6%); water is
temporary (61.6%), inundated (78.2%) and clear (50,9%).
Keywords: Habitat, Ecosystem, Larvae Vector, Pandeglang
Abstrak. Penyakit tular vektor masih menjadi masalah kesehatan di Kabupaten Pandeglang. Data vektor
penting dalam strategi pengendalian penyakit tular vektor. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
sebaran jentik nyamuk berdasarkan habitat spesifik dan tipe ekosistem. Penelitian ini merupakan analisa
data sekunder Rikhus Vektora 2016 di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Jenis penelitian
observasional dengan rancangan studi potong lintang. Teknik purposive sampling, digunakan berdasarkan
stratifikasi geografis dan ekosistem. Didapatkan 12 jenis lingkungan yang berhasil diidentifikasi dari
enam tipe ekosistem (HDP, HJP, NHDP, NHJP, PDP, dan PJP) dengan jentik, yaitu: hutan (sekunder,
homogen, pantai); laguna; rawa air payau; rumpun bambu; sawah; perkebunan (salak, pisang, kelapa,
kopi); daerah pemukiman. Tipe ekosistem terbanyak jentik di HJP (160 jentik) dan sedikit jentik di NHDP
(9 jentik). Habitat spesifik jentik ada 16 jenis, yaitu: sawah (Cx. vishui, Cx. tritaeniorhynchus, An.
barbirostris); kobakan (Anopheles sp., Culex sp.); tempurung kelapa (Ae. albopictus, Ar. malayi, Ar.
kuchingensis, Malaya sp., Culex sp.); ketiak daun talas dan daun pisang (Ae. albopictus, Malaya
genurostris); rawa air tawar (Cx. vishnui, Cx. gelidus) dan air payau (Anopheles sp.); tepi sungai (Anopheles
sp., Cx. quinquefasciatus); parit (Culex sp.); kolam (Cx. quinquefasciatus); laguna (Anopheles sp., Culex sp.);
tunggul bambu (Ae. albopictus); kebun genjer (Culex sp.); serta botol bekas (Ae. albopictus). Karakteristik
habitat jentik pada: suhu (25-33oC); pH 8-9 (67,3%); intensitas cahaya (115-32.000 lux); vegetasi
(12,7%); alga (3,6%); air bersifat sementara (61,6%), tergenang (78,2%) dan jernih (50,9%).
Kata Kunci: Habitat, Ekosistem, Jentik Vektor, Pandeglang
Naskah masuk: 17 September 2019 | Revisi: 31 Maret 2020| Layak terbit: 16 September 2020
Corresponding Author. E-mail: arda.dinata@gmail.com | Phone : +62 823 2090 5530, (0265) 639375; Fax: (0265)
639375
105
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten Pandeglang...(Dinata, A. et al)
106
ASPIRATOR, 12 (2), 2020, pp. 105 – 114
Hak cipta ©2020 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran DOI 10.22435/asp.v12i2.2270
Subyek penelitian ialah semua spesies jentik 62,5% dari 16 tipe habitat spesifik, kecuali pada
nyamuk tertangkap dari lokasi penelitian. ketiak daun talas, ketiak daun pisang, rawa air
Adapun besarnya sampel dalam penelitian ini payau, pelepah daun kelapa jatuh, tunggul bambu
adalah seluruh jentik nyamuk yang berhasil dan botol/kaleng bekas. Sementara itu, pada
dikoleksi di lokasi terpilih. Teknik pengambilan habitat spesifik seperti rawa air payau hanya
sampel dengan purposive sampling dilakukan ditemukan Anopheles sp., sedangkan habitat
berdasarkan stratifikasi geografis dan ekosistem. spesifik tunggul bambu dan botol bekas hanya
Pengambilan sampel dilakukan satu kali di titik ditemukan jentik Ae. albopictus. Genus Armigeres
terpilih yang mempresentasikan tiga tipe dan Toxorhynchites hanya ditemukan pada satu
ekosistem (hutan, non-hutan, dan pantai). habitat spesifik.
Pengambilan sampel dilakukan pada masing-
masing titik itu dengan menggunakan metode Tabel 1. Kepadatan Jentik Berdasarkan Jenis
line transects. Transek yang dipilih, yaitu Habitat Spesifik dan Tipe Ekosistem di
mewakili daerah dengan pemukiman penduduk Kabupaten Pandeglang
dan daerah yang jauh dari pemukiman
penduduk. Tipe Ekosistem dan Jumlah Jentik
(Ekor) Jumlah
Jentik nyamuk yang tertangkap dikumpulkan Habitat
Jentik
NHDP
Spesifik
NHJP
dalam wadah jentik dengan pemberian label per
HDP
PDP
HJP
PJP
(Ekor)
ekosistem dan tipe habitat. Sebagian jentik telah
menjadi nyamuk dewasa. Jentik dan nyamuk Rawa air
1 0 0 0 2 0 3
yang telah terkumpul tersebut diidentifikasi tawar
genus dan spesiesnya di bawah mikroskop. Hasil Rawa air
0 0 0 0 1 0 1
payau
identifikasi jentik tersebut dicatat pada form
Laguna 0 0 0 0 0 10 10
penangkapan jentik per ekosistem dan per
habitat spesifik. Penyajian data menggunakan Mata air 0 0 0 3 0 12 15
tabulasi silang dan distribusi frekuensi. Sebaran Tepi sungai 0 1 2 17 0 0 20
jentik nyamuk berdasarkan jenis habitat dan tipe Sawah 2 0 0 2 8 0 12
ekosistem serta karakteristik habitat.2 Kebun
0 0 1 0 0 0 1
Penelitian ini ada beberapa keterbatasan, genjer
diantaranya: (1) jentik nyamuk yang terkumpul Kolam 0 0 0 0 2 0 2
dihitung secara keseluruhan tidak berdasarkan Parit 0 23 1 9 14 0 47
jumlah per spesies jentik; (2) sebagian besar Kobakan 1 0 1 0 0 17 19
jentik nyamuk tidak dapat teridentifikasi sampai Tempurun
spesies; (3) data jentik nyamuk yang dimiliki 4 101 0 8 0 0 113
g kelapa
peneliti belum termasuk habitat di dalam Pelepah
rumah/ bangunan sehingga habitat Ae. aegypti daun 0 17 0 0 0 0 17
kelapa
tidak dapat disajikan dalam artikel ini.
Ketiak
2 2 1 6 4 4 19
daun talas
HASIL Ketiak
daun 0 10 2 3 0 5 20
Kepadatan jentik berdasarkan tipe ekosistem pisang
Tunggal
dan jenis habitat spesifik menunjukkan bahwa bambu
2 1 1 0 0 0 4
dominan jentik yang ditemukan pada tipe Botol/kale
0 5 0 0 3 0 8
ekosistem HJP yaitu sebanyak 160 ekor jentik, ng bekas
sedangkan tipe NHDP hanya ditemukan 9 ekor Total 12 160 9 48 34 48 311
jentik. Habitat spesifik di lokasi penelitian sangat
Keterangan:
bervariasi, ditemukan sebanyak 16 jenis habitat HDP (Hutan Dekat Pemukiman); HJP (Hutan Jauh
spesifik. Habitat spesifik yang paling banyak Pemukiman); NHDP (Non Hutan Dekat Pemukiman);
ditemukan jentik adalah tempurung kelapa (113 NHJP (Non Hutan Jauh Pemukiman); PDP (Pantai
jentik), sedangkan habitat spesifik yang paling Dekat Pemukiman); PJP (Pantai Jauh Pemukiman)
sedikit ditemukan jentik adalah rawa air payau
dan kebun genjer (masing-masing berjumlah 1 Titik pengumpulan data sebanyak 55 habitat
jentik). (Tabel 1). yang tersebar di enam tipe ekosistem (HDP, HJP,
Sebaran spesies jentik nyamuk berdasarkan NHDP, NHJP, PDP, PJP). Karakteristik habitat
tipe ekosistem dan habitat spesifik (Tabel 2 dan jentik nyamuk terdiri dari suhu, pH, keberadaan
3) menunjukkan nyamuk genus Culex (Cx. vegetasi dan kondisi air. Ketinggian habitat
vishuni, Cx. tritaeniorhyncus, Cx. gelidus, Cx. sebagian besar berada ≤ 1 meter (81,8%). Suhu
quinquefasciatus) dominan ditemukan yaitu air habitat spesies jentik nyamuk antara rentang
25-33oC; pH air sebagian besar rentang 8-9
107
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten Pandeglang...(Dinata, A. et al)
(67,3%), sedangkan intensitas cahaya dalam Tabel 3. Sebaran Spesies Jentik Berdasarkan
rentang 115-32.000 lux. Keberadaan vegetasi Habitat Spesifik dan Tipe Ekosistem di
dan alga hanya sebagian kecil habitat yang Kabupaten Pandeglang
terdapat tanaman ini. Keberadaan air dominan
bersifat sementara (61,6%), tergenang (78,2%), Tipe Ekosistem dan
Keberadaan Jentik
dan air jernih (50,9%) (Tabel 4). Habitat
Spesies Jentik
Untuk karakteristik lingkungan pada habitat Spesifik
NHDP
NHJP
HDP
PDP
HJP
PJP
spesifik, keberadaan vegetasi hanya ditemukan
di rawa, kolam dan kebun genjer sedangkan Cx vishui, Cx.
habitat spesifik lain tidak ditemukan keberadaan Sawah + 0 0 + + 0
tritaeniorhynchus,
vegetasi. Aliran air di habitat laguna dan tepi An.barbirostris,
Culex sp.
sungai lebih cepat dibandingkan dengan habitat Anopheles sp.,
spesifik lain. Habitat sawah, rawa air tawar dan Kobakan + 0 + 0 0 +
Culex sp.
payau di lokasi penelitian mempunyai intensitas Ae. albopictus, Ar.
cahaya lebih dari 1000 lux dan kondisinya Tempurung
malayi, Ar.
+ + 0 + 0 0 kuchingensis,
terbuka. kelapa
Malaya sp., Culex
sp.
Tabel 2. Sebaran Jentik Nyamuk Berdasarkan Malaya sp., Ae.
Genus dan Habitat Spesifik di Ketiak
+ + + + + +
albopictus,
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten daun talas Malaya
genurostris
Jentik Nyamuk Ketiak Malaya sp.,
daun 0 + + + 0 + Malaya
Toxorhynchites
pisang genurostris
Armigeres sp.
Anopheles sp.
Malaya sp.
Total + 0 0 0 + 0
Spesifik tawar gelidus
Rawa air
0 0 0 0 + 0 Anopheles sp.
payau
Anopheles sp.,
Sawah + + - - - - 2 Tepi sungai 0 + + + 0 + Culex sp., Cx.
quinquefasciatus
Kobakan + + - - - - 2
Parit 0 + + + + 0 Culex sp.
Tempurung
+ - + + - - 3 Culex sp., , Cx.
kelapa Kolam 0 0 + 0 + 0
quinquefasciatus
Ketiak daun
- - + - + - 2 Anopheles sp..
talas Laguna 0 0 0 0 0 +
Ketiak daun Culex sp.
- - - - + - 1
pisang Mata air 0 0 0 + 0 0 Culex sp.
Rawa air
+ - - - - - 1 Tunggul
tawar + + + 0 0 0 Ae. albopictus
bambu
Rawa air
- + - - - - 1
payau Pelepah
Ae. albopictus,
Tepi sungai + + - - - - 2 daun
0 + 0 0 0 0 Toxorhynchites
kelapa
Parit + - - - - - 1 sp.
jatuh
Kolam + - - - - - 1 Kebun
0 0 + 0 0 0 Culex sp.
genjer
Laguna + + - - - - 2
Botol/kale
Mata air + - - - - - 1 0 + 0 0 + 0 Ae. albopictus
ng bekas
Tunggul
- - + - - - 1 Total 6 8 8 7 7 5 -
bambu
Pelepah Keterangan:
daun kelapa - - + - - + 2 HDP (Hutan Dekat Pemukiman); HJP (Hutan Jauh
jatuh Pemukiman); NHDP (Non Hutan Dekat Pemukiman);
Kebun NHJP (Non Hutan Jauh Pemukiman); PDP (Pantai
+ - - - - - 1
genjer Dekat Pemukiman); PJP (Pantai Jauh Pemukiman)
Botol/kaleng
- - + - - - 1
bekas
Total 10 5 5 1 2 1 24
108
ASPIRATOR, 12 (2), 2020, pp. 105 – 114
Hak cipta ©2020 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran DOI 10.22435/asp.v12i2.2270
Tabel 4. Karakteristik Habitat Jentik Nyamuk di nyamuk ditemukan pada seluruh ekosistem,
Kabupaten Pandeglang yaitu hutan, non-hutan dan pantai (HDP, NHDP,
PDP, HJP, NHJP dan PJP). Kepadatan jentik
Karakteristik Habitat N (%) dominan di temukan pada tipe ekosistem HJP
Ketinggian habitat 45 81,8 (51,4%), lokasi ini masuk hutan dan jauh dari
≤ 1 meter pemukiman penduduk, sedangkan sebagian lagi
>1 – 2 meter 10 18,2 tersebar di tipe ekosistem lainnya.
pH air Putra et al., menyebutkan bahwa ekosistem
6-7 18 32,7 hutan mangrove menstimulasi kepadatan
8-9 37 67,3 nyamuk Anopheles di wilayah tersebut, kondisi
yang buruk dengan genangan air merupakan
Suhu
tempat yang kondusif bagi perkembangbiakan
25-27 27 49,1 jentik nyamuk.15 Beberapa penelitian di tipe
28-33 28 50,9 ekosistem lainnya seperti di pantai (laguna,
Salinitas (0) 55 100,0
rawa-rawa) dan non-hutan (perkebunan,
persawahan, padang rumput) menunjukkan
Pencahayaan (115-32.000 lux) 55 100,0
kepadatan nyamuk yang cukup tinggi.28,29,30 Iklim
Keberadaan vegetasi juga memengaruhi kepadatan nyamuk di suatu
Ada 7 12,7 wilayah, penelitian Suwito et al. melaporkan
bahwa kelembaban dan curah hujan
Keberadaan Alga
memengaruhi kepadatan nyamuk Anopheles di
Ada 2 3,6 wilayah endemis malaria.31
Pergerakan air
Variasi spesies nyamuk yang ditemukan dan
Tergenang 43 78,2 teridentifikasi di lokasi penelitian bervariasi.
Lambat/perlahan 10 18,2 Habitat per spesies nyamuk juga berbeda. Hasil
pengumpulan data jentik di lokasi penelitian
Cepat 2 3,6
untuk Genus Culex, hampir ditemukan di semua
Kondisi air habitat kecuali di habitat pelepah daun, rawa air
Jernih 28 50,9 payau dan botol/kaleng bekas. Nyamuk Culex
Keruh 27 49,1 merupakan nyamuk yang lebih beradaptasi pada
berbagai habitat dibandingkan genus lainnya.
Keberadaan air
Beberapa hasil penelitian menemukan genus
Tetap 21 38,2 tersebut di berbagai wilayah dan habitat.23,28,29,32
Sementara 34 61,8 Spesies Culex yang ditemukan dan teridentifikasi
pada penelitian ini adalah Cx. quinquefasciatus,
Cx. gelidus, Cx. vishnui dan Cx. tritaeniorhynchus,
PEMBAHASAN sedangkan Culex lain tidak teridentifikasi sampai
spesies.
Kabupaten Pandeglang berada di ujung barat
Provinsi Banten, sebagian besar merupakan Culex quinquefasciatus ialah nyamuk vektor
dataran rendah dengan variasi ketinggian 0- Lymphatic Filariasis33 terutama sebagai vektor W.
1.778 mdpl. Pada umumnya, untuk daerah bancrofti di wilayah Pulau Jawa.23,34 Habitat Culex
pegunungan memiliki ketinggian ± 400 mdpl, quinquefasciatus lebih banyak ditemukan di
dataran rendah bukan pantai memiliki ketinggian berbagai habitat spesifik dibandingkan nyamuk
rata-rata 30 mdpl dan pantai sekitar 3 mdpl. Luas Culex lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian
wilayah Kabupaten Pandeglang: 274.689,91 ha tentang habitat nyamuk Cx. quinquefasciatus
atau 2.747 km2. Yang terbagi menjadi 35 yang menyukai habitat alami di alam (lubang
kecamatan, 339 desa/kelurahan (326 desa dan pohon, kobangan) ataupun habitat buatan.35
13 kelurahan). Rata-rata curah hujan pada tahun Nyamuk Cx. tritaeniorhynchus merupakan vektor
2017 adalah 308,33 mm dengan rata-rata hari dari JEV.36 Spesies lainnya yaitu Cx. gelidus dan
hujan 12,17 hari.26 Cx. vishnui juga terkonfirmasi sebagai tersangka
vektor JEV.37 Habitat spesies nyamuk tersebut
Secara geografis, kondisi di Kab. Pandeglang ditemukan di persawahan dan rawa air tawar.
merupakan lokasi yang kondusif dalam Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hasegawa
penyebaran nyamuk vektor. Kepadatan nyamuk M. et al. yang menyebutkan bahwa tersangka
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan27 vektor JEV tersebut juga ditemukan di habitat
diantaranya iklim (mikro dan makro), topografi persawahan.37
dan ekosistem di suatu wilayah.15,16,17,18 Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa jentik Genus Anopheles ditemukan dalam penelitian
ini pada beberapa habitat spesifik, diantaranya
109
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten Pandeglang...(Dinata, A. et al)
adalah persawahan, kobakan, rawa air payau, keberadaan vegetasi, dan kondisi air merupakan
tepi sungai dan laguna. Namun, jentik nyamuk lingkungan yang kondusif bagi perkembangbiak-
yang ditemukan di habitat spesifik dalam an jentik nyamuk. Karakteristik habitat spesifik
penelitian ini tidak dapat teridentifikasi sampai yang berbeda antar spesies, faktor fisikokimia
spesies. Hanya An. barbirostris yang teridenfikasi (keberadaan alga, mikrooganisme atau makanan
pada habitat persawahan. Spesies Anopheles bagi jentik) akan memengaruhi kepadatan
mengeksploitasi hampir semua jenis lingkungan populasi jentik per spesies di suatu wilayah. 43,44
air untuk oviposisi.38,39 Beberapa penelitian lain Karakteristik fisik dan kimia merupakan
melaporkan kalau Anopheles terutama nyamuk faktor yang penting pada suatu habitat yaitu
vektor malaria juga ditemukan pada berbagai suhu air, pencahayaan, pH, salinitas. Penelitian
habitat alamiah tersebut.7,15,22,29 Hasil penelitian Tallan et al. melaporkan bahwa habitat dengan
di Aceh Jaya, menunjukkan jentik Anopheles positif jentik memiliki karakteristik berupa: suhu
banyak ditemukan di rawa, yaitu An. kochi, An. 21-350C; pencahayaan 0,22-795 lux; pH 7,2-7,7;
aconitus dan An. vagus. Karakteristik habitat salinitas 0-0,1. Spesies nyamuk yang ditemukan,
ditemukan adanya tanaman air dan predator yaitu: An. vagus, An. barbirostris, An. annularis, Cx.
serta kondisi air tidak mengalir.40 vishnui, Cx. bitaeniorhynchus, Cx. quinquefascia-
Berdasakan laporan Rikhus Vektora 2016, tus, dan Ar. kuchingensis.32 Faktor ketinggian
telah mengidentifikasi satu spesies nyamuk di memengaruhi keberadaan dan kepadatan
Kabupaten Pandeglang yang belum pernah populasi spesies nyamuk. Kepadatan nyamuk
ditemukan di habitat daerah ini, yaitu An. dan variasi spesies Anopheles lebih banyak
separatus. Fakta ini menarik, sebab An. separatus ditemukan di dataran rendah bila dibandingkan
yang tertangkap sebanyak 22 ekor dari tipe dengan dataran tinggi. Anopheles vagus lebih
ekosistem HDP (14 ekor) dan NHDP (8 ekor). banyak ditemukan di dataran tinggi, sedangkan
Hasil pemeriksaan laboratorium mengungkap- An. annularis di dataran rendah.45
kan bahwa An. separatus itu mengandung Hasil pengumpulan data jentik di Kabupaten
sporozoit malaria.2 Oleh karena itu, spesies ini Pandeglang, sebagian teridentifikasi tersangka
menjadi salah satu tersangka vektor malaria baru sebagai vektor Malaria, Filaria, Chikungunya dan
yang harus diwaspadai populasinya di Kab. JE. Namun, walau belum dapat menggambarkan
Pandeglang. Namun, jentik nyamuk Anopheles keberadaan habitat vektor DBD, hasil ini sudah
yang terkumpul dalam penelitian ini belum dapat dapat menggambarkan tentang kondisi potensial
mengidentifikasi sampai spesies. perkembangbiakan nyamuk vektor di Kabupaten
Spesies Aedes sebagai vektor Chikungunya Pandeglang. Habitat yang ditemukan
dan DBD yang ditemukan adalah Ae. albopictus, berdasarkan tipe ekosistem bervariasi dan positif
karena habitat spesifik yang diamati bukan ditemukan adanya jentik. Beberapa spesies
dilakukan di dalam ruangan (rumah) sehingga ditemukan pada habitat yang sama, ini berarti
habitat nyamuk Ae. aegypti tidak terlaporkan beberapa tersangka vektor memiliki
dalam penelitian ini. Habitat Ae. albopictus karakteristik habitat yang sama.
ditemukan di tempurung kelapa, ketiak daun, Informasi tentang habitat spesifik ini sangat
tunggul bambu dan kaleng/ botol bekas. Hal ini, dibutuhkan dalam upaya pengendalian vektor
sejalan dengan penelitian Werner D., bahwa penyakit di suatu wilayah. Adanya manajemen
spesies Ae. albopictus banyak ditemukan di luar pengendalian vektor terpadu (PVT) perlu untuk
atau lingkungan terbuka.41 Nyamuk Ae. ditingkatkan kembali, yaitu melakukan
albopictus lebih dominan ditemukan pada habitat kerjasama dengan berbagai lintas sektor (Dinas
alamiah dan merupakan vektor tipe rural, namun Perikanan, Kelautan, Pariwisata, dll.). Upaya
dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan pemberdayaan masyarakat juga perlu dilakukan
perkotaan dan dapat hidup pada habitat buatan agar masyarakat mampu secara mandiri
(artificial).42 Vektor utama DBD yaitu Ae. aegypti melakukan kegiatan dalam pencegahan dan
ini lebih banyak ditemukan dalam ruangan pengendalian penyakit tular vektor di wilayah
(pemukiman) dengan habitat dominan berupa tempat tinggalnya. Adanya integrasi upaya
kontainer buatan (artificial).19, 20,21 pengendalian seperti ini, sangat penting agar
Keberadaan karakteristik habitat berpenga- pelaksanaannya tepat sasaran, efektif, efisien,
ruh pada keberlangsungan hidup jentik nyamuk. dan keberlangsungannya dapat dipertahankan
Lingkungan yang kondusif akan mendukung serta diterima masyarakat.
pada kepadatan populasi nyamuk di suatu
wilayah. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan KESIMPULAN
bahwa habitat spesifik dengan suhu air (25-
33oC), pH (6-9), salinitas (0), intensitas cahaya Sebaran jentik nyamuk di Kab. Pandeglang
(115 – 1000 lux), ketinggian (1 – 2 meter), bervariasi jenisnya berdasarkan tipe ekosistem
110
ASPIRATOR, 12 (2), 2020, pp. 105 – 114
Hak cipta ©2020 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran DOI 10.22435/asp.v12i2.2270
Supervision : SH, EPA 9 Olson JG, Ksiazek TG, Lee VH, Tan R, Shope
RE. Isolation of Japanese encephalitis virus
Visualization : AD, EPA from Anopheles annularis and Anopheles
vagus in Lombok, Indonesia. Trans R Soc
Writing-Original : AD, EPA Trop Med Hyg. 1985; 79: 845–847.
Draft Preparation 10 Widiarti, Tunjungsari R, Garjito TWA.
Writing-Review & : AD, EPA Molecular confirmation of Japanese
Editing Encephalitis (JE) Vector in Surabaya, East
111
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten Pandeglang...(Dinata, A. et al)
Jawa (in Bahasa Indonesia). Vektora. 2014; 20 Prasetyowati H, Ginanjar A. Maya Indeks
6: 73–78. dan Kepadatan Larva Aedes aegypti di
Daerah Endemis DBD Jakarta Timur. 2017; :
11 Garjito TA, Widiarti, Anggraeni YM, Alfiah S,
43–49.
Tunggul Satoto TB, Farchanny A et al.
Japanese Encephalitis in Indonesia: An 21 Dhewantara PW, Dinata A. Analisis Risiko
Update on Epidemiology and Transmission Dengue Berbasis Maya Index pada rumah
Ecology. Acta Trop. 2018; 187: 240–247. penderita DBD di Kota Banjar. BALABA.
2012; Vol 2 (1): 1–8.
12 Dida GO, Anyona DN, Abuom PO, Akoko D,
Adoka SO, Matano AS et al. Spatial 22 Dhewantara PW, Astuti EP, Pradani FY.
distribution and habitat characterization of Studi Bioekologi Nyamuk Anopheles
mosquito species during the dry season sundaicus di Desa Sukaresik Kecamatan
along the Mara River and its tributaries, in Sidamulih Kabupaten Ciamis. Bull Heal Res.
Kenya and Tanzania. Infect Dis Poverty. 2013; 41: 26–36.
2018; 7: 1–16.
23 Astuti EP, Ipa M, Wahono T, Ruliansyah A,
13 Dida GO, Gelder FB, Anyona DN, Abuom PO, Hakim L, Dhewantara PW. The Distribution
Onyuka JO, Matano AS et al. Presence and of Culex spp (Diptera: Culicidae) in Selected
distribution of mosquito larvae predators Endemic Lymphatic Filariasis Villages in
and factors influencing their abundance Bandung District West Java Indonesia.
along the Mara River, Kenya and Tanzania. ASPIRATOR - J Vector-borne Dis Stud. 2017;
Springerplus. 2015. doi:10.1186/s40064- 9: 61–68.
015-0905-y.
24 Kumar R, Muhid P, Dahms HU, Tseng LC,
14 Oindo BO, Skidmore AK, De Salvo P. Hwang JS. Potential of three aquatic
Mapping habitat and biological diversity in predators to control mosquitoes in the
the Maasai Mara ecosystem. Int J Remote presence of alternative prey: A comparative
Sens. 2003. experimental assessment. Mar Freshw Res.
doi:10.1080/01431160210144552. 2008. doi:10.1071/MF07143.
15 Putra AK, Bakri S, Kurniawan B. Peranan 25 Kweka EJ, Zhou G, Gilbreath TM, Afrane Y,
Ekosistem Hutan Mangrove pada Imunitas Nyindo M, Githeko AK et al. Predation
terhadap Malaria: Studi di Kecamatan efficiency of Anopheles gambiae larvae by
Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung aquatic predators in western Kenya
Timur. J Sylva Lestari. 2015; 3: 67–78. highlands. Parasites and Vectors. 2011.
doi:10.1186/1756-3305-4-128.
16 Sularno S. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Filariasis Di Kecamatan 26 Badan Pusat Statistik. Kabupaten
Buaran Kabupaten Pekalongan. J Kesehat Pandeglang dalam Angka. : Kabupaten
Lingkung Indones. 2017; 16: 22. Pandeglang.2019.[thesis].p.
17 Gafur A, Jastam MS. Faktor yang 27 A MS, V H, A A, B H, Z M. Environmental
Berhubungan dengan Keberadaan Jentik characteristics of anopheline mosquito
Nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Batua larval habitats in a malaria endemic area in
Kota Makassar Tahun 2015. J Public Heal Iran. 2013; : 510–515.
Sci. 2015; 7: 50–62.
28 Supranelfy Y, Santoso. Sebaran Nyamuk
18 Astuti EP, Fuadzy H, Prasetyowati H. Vektor di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi
Pengaruh Kesehatan Lingkungan Jambi. SPIRAKEL. 2016; 8.
Pemukiman Terhadap Kejadian Demam doi:10.22435/spirakel.v8i1.6134.21-29.
Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Barat
29 Supriyono S, Tan S, Hadi UK. Ragam Spesies
Tahun 2013. Analisa Lanjut Riskesdas. :
dan Karakteristik Habitat Nyamuk di
Ciamis.2014.[thesis].p.
Kecamatan Juai, Kabupaten Balangan,
19 Astuti EP, Prasetyowati H, Ginanjar A. Risiko Provinsi Kalimantan Selatan. ASPIRATOR - J
Penularan Demam Berdarah Dengue Vector-borne Dis Stud. 2019; 11: 19–28.
berdasarkan Maya Indeks dan Indeks
30 Pratama GY. Nyamuk Anopheles Sp dan
Entomologi di Kota Tangerang Selatan,
Faktor yang Mempengaruhi di Kecamatan
Banten. Media Penelit dan Pengemb
Rajabasa, Lampung Selatan. J Major. 2015;
Kesehatan. 2016.
4: 20–27.
doi:10.22435/mpk.v26i4.4510.211-218.
112
ASPIRATOR, 12 (2), 2020, pp. 105 – 114
Hak cipta ©2020 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran DOI 10.22435/asp.v12i2.2270
113
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten Pandeglang...(Dinata, A. et al)
114
Indeksasi SINTA 2 Jurnal ASPIRATOR