Anda di halaman 1dari 23

ISSN (PRINT) 2085-4102

ISSN (ONLINE) 2338-7343

ASPIRATOR
ASPIRATOR

Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor


(Journal of Vector-borne Diseases Studies)
Volume 12 Nomor 2 Desember 2020
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/aspirator/
VOLUME 12 NOMOR 2 DESEMBER 2020 HAL. 63 - 136

Pangandaran, ISSN
Aspirator Vol. 12 No. 2 Hal. 63 - 136
Desember 2020 2085-4102

TERAKREDITASI KEMENRISTEKDIKTI SK No.21/E/KPT/2018

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Loka Litbang Kesehatan Pangandaran
ASPIRATOR
ISSN (PRINT) 2085-4102
ISSN (ONLINE) 2338-7343

Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor


(Journal of Vector-borne Diseases Studies)
TERAKREDITASI KEMENRISTEKDIKTI SK No.21/E/KPT/2018

Pemimpin Redaksi/Editor In-Chief


Muhammad Umar Riandi, M.Si (Epidemiologi & Biostatistik - Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)

Anggota Dewan Redaksi (Editors)


Mara Ipa, SKM, M.Sc (Epidemiologi & Biostatistik, Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
Lukman Hakim, SKM, M.Epid (Epidemiologi & Biostatistik, Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
dr Hadjar Siswantoro, MSc (Biomedik - Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
Pandji Wibawa Dhewantara, S.Si, M.IL (Epidemiologi & Biostatistik, Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
Roy Nusa Rahagus Edo Santya, SKM, M.Si (Epidemiologi & Biostatistik, Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
Andri Ruliansyah, SKM, M.Sc (Epidemiologi & Biostatistik - Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
Rohmansyah Wahyu Nurindra, S.Sos (Epidemiologi & Biostatistik - Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
Aryo Ginanjar, SKM, MPH (Epidemiologi & Biostatistik, Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
Sunaryo, SKM, M.Sc (Epidemiologi & Biostatistik, Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
Meliana Sari, M.KM (Epidemiologi & Biostatistik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia)
Arda Dinata, S.K.M, MPH (Epidemiologi & Biostatistik - Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
drh. Tri Wahono, M.Sc (Epidemiologi & Biostatistik - Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)

Redaksi Pelaksana (Management Boards)


Dani Arif Cahyadi, S.Sos, M.A
Yoke Astriani, S.Si

Mitra Bebestari (Scientific Editorial Board)


Prof Dr. M. Soedomo (Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
Prof. dr. Agus Suwandono MPH, DrPH (Universitas Diponegoro )
Prof. Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS (Institut Pertanian Bogor)
Drs. Muhammad Hasyimi, MKM (Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
Dr. Dra. Dewi Susanna, M.S. (Universitas Indonesia)
Helena Ullyartha, M.Biomed (Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)
Agung Dwi Laksono, M.Kes. (Badan Litbang Kesehatan, Indonesia)

Perwajahan (Layout)
Cucu Suhendar, S.Si
Usman Syarifuddin, S.Kom

Jurnal ini memuat artikel hasil penelitian, systematic review, case reports, dan komunikasi pendek, yang berkaitan dengan penyakit tular vektor
yang diterbitkan secara berkala dua kali dalam setahun (Juni dan Desember). Sebelum diterbitkan, setiap naskah yang masuk, terlebih dahulu
ditelaah oleh Mitra Bebestari (peer-reviewer).
© 2020 Loka Litbang Kesehatan Pangandaran. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

ASPIRATOR—Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor terindeks oleh:


Vol. 12 No. 2 Desember 2020 ISSN (PRINT): 2085-4102
ISSN (ONLINE): 2338-7343

Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor


(Journal of Vector-borne Diseases Studies)

DAFTAR ISI
EDITORIAL

Urgensi Kebijakan Peraturan Daerah tentang Pengendalian Demam Berdarah Dengue


di Kota Tasikmalaya Berdasarkan Pendekatan Analisis Stakeholder
Aryo Ginanjar, Laksono Trisnantoro, Dwi Handono Sulistyo ...................................... 63 – 72

Pemberdayaan Keluarga Sebagai Upaya Menurunkan Kepadatan Larva Aedes spp. dalam
Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue
Lukman Hakim, Endang Puji Astuti, Heni Prasetyowati, Andri Ruliansyah ................ 73 – 84

Karakteristik Klinis dan Virologis Penderita Demam Berdarah Dengue di Kota Bandar Lampung
Nurminha, Tori Rihiantoro, Mara Ipa .......................................................................... 85 – 92

Studi Epidemiologi dan Gambaran Program Eliminasi Filariasis Limfatik di Kabupaten Bogor
Muhammad Nirwan, Upik Kesumawati Hadi, Susi Soviana, Surachmi Setyaningsih, Fadjar
Satrija............................................................................................................................ 93 – 104

Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten
Arda Dinata, Endang Puji Astuti, Suwarno Hadisusanto ........................................... 105 – 114

Nyamuk Dewasa yang Terperangkap pada Jenis Atraktan Berbeda di Kelurahan Tembalang Kota
Semarang
Zainul Ambiya, Martini, Firda Yanuar Pradani ......................................................... 115 – 122

Habitat Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai Vektor Potensial Demam Berdarah Dengue
di Kecamatan Ranomeeto Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara
Asti Tri Pramadani, Upik Kesumawati Hadi, Fadjar Satrija....................................... 123 – 136
ASPIRATOR – Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor
Journal of Vector-borne Diseases Studies
ISSN 2085-4102
E-ISSN 2338-7343

LEMBAR ABSTRAK
Abstract Sheet
(Volume 12 Nomor 2 Desember 2020)

Lembar abstrak ini boleh digandakan tanpa izin dan biaya


This abstract sheet may reproduced/copied without any permission and/or charge

Urgensi Kebijakan Peraturan Daerah Keywords: Stakeholders, Policy Urgencies,


tentang Pengendalian Demam Berdarah Regional Regulations, DHF
Dengue di Kota Tasikmalaya Berdasarkan Abstrak. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih
Pendekatan Analisis Stakeholder menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sulit
The Urgency of Dengue Hemorrhagic Fever Control ditangani di Kota Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.
Regional Regulations in Tasikmalaya City Based on Pada tahun 2019, Kota Tasikmalaya mengalami
peningkatan kasus yang sangat signifikan mengarah
the Stakeholder Analysis Approach
kepada Kejadian Luar Biasa. Berbagai upaya telah
Aryo Ginanjar, Laksono Trisnantoro, Dwi Handono dilakukan namun belum mendapatkan hasil yang
Sulistyo optimal. Kebutuhan mendesak akan kebijakan yang
kuat diungkapkan oleh pengelola program, namun
Abstract. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is still
belum pernah dilakukan studi empiris. Penting untuk
a public health problem that is difficult to deal with
menganalisis bukti sebagai justifikasi urgensi dan
in Tasikmalaya City, West Java Province. In 2019,
pendorong dalam agenda kebijakan dalam bentuk
the region experienced very significant cases
Peraturan Daerah (Perda) tentang pengendalian
increase leading to an Outbreak. Various attempts
DBD di Kota Tasikmalaya. Penelitian ini merupakan
have been made without optimal results. DHF
riset kebijakan dengan jenis penelitian kualitatif
control program managers expressed the urgent
naturalistik yang bertujuan mengeksplorasi bukti
need for strong policies, but no empirical studies
urgensi Perda tentang Pengendalian DBD pada
have been carried out. It is important to analyze
aspek stakeholder kebijakan. Proses analisis
evidence as justification for urgency and impetus in
kebijakan menggunakan pendekatan Analysis for
the policy agenda. This policy research with
Policy. Hasil penelitian ini mengungkapkan bukti
naturalistic qualitative research with Analysis for
perlunya pembentukan Perda tentang Pengendalian
Policy approach aims to explore evidence on the
DBD. Bukti pertama adalah situasi kasus DBD yang
urgency of DHF control regional regulations at
semakin membahayakan masyarakat. Bukti kedua
policy stakeholders’ aspect. The results of this study
adalah kebutuhan adanya kebijakan bagi pengelola
revealed the evidence of DHF Control Regional
program yang semakin mendesak. Bukti selanjutnya
Regulation’s establishment urgency. Those are
yang menguatkan adalah hasil analisis stakeholder
increasing community endangering situation of DHF
menunjukkan bahwa mayoritas stakeholder
cases; the urgent need of policies for program
merupakan stakeholder kebijakan utama yang
managers; and the corroborating evidence, as the
memiliki kekuatan dan ketertarikan yang kuat untuk
results of stakeholder analysis, in the form of
mendukung urgensi kebijakan. Tingkat urgensi
majority stakeholder are the main policy stakeholder
berdasarkan penelitian ini menunjukkan bahwa
who have the power and strong interest in
kebutuhan Perda Pengendalian DBD telah berada
supporting the policies’ urgency. The urgency level
pada tingkat darurat sehingga perlu segera dilakukan
of DHF control Regional Regulation based on this
upaya-upaya untuk pembentukan Perda tentang
research has reached an emergency level, so there
Pengendalian DBD di Kota Tasikmalaya.
should be efforts to establish DHF control Regional
Regulation in Tasikmalaya City. Kata Kunci: Stakeholder, Urgensi Kebijakan,
Peraturan Daerah, DBD
__________________________________________
Pemberdayaan Keluarga Sebagai Upaya kasus tinggi dalam lima tahun terakhir. Adapun
Menurunkan Kepadatan Larva Aedes spp. tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui
dalam Pencegahan Penularan Demam pengaruh pemberdayaan keluarga oleh Koordinator
Berdarah Dengue Jumantik dalam menurunkan kepadatan larva
nyamuk Aedes spp, menurunkan jumlah penderita
Family Empowerment Effort to Reduce the Density DBD serta meningkatkan peran serta keluarga dalam
of Larvae Aedes spp. in Dengue Hemorrhagic Fever surveilans vektor. Penelitian dilakukan di wilayah
Transmission Prevention Kota Tasikmalaya dan Cimahi. Penelitian dilakukan
dengan adanya pretest dan postest. Intervensi yang
Lukman Hakim, Endang Puji Astuti, Heni
Prasetyowati, Andri Ruliansyah dilakukan adalah kalakarya tingkat RW serta
pembinaan dan pengamatan oleh Koordinator
Abstract. One House One Jumantik Programme Jumantik. Unit sampel adalah keluarga, terdiri dari
(G1R1J) has been launched by the Indonesian 400 unit di daerah intervensi dan 200 unit di daerah
government since 2015. This programme emphasizes pembanding. Hasil analisis data menunjukkan
the participation of family members as jumantik bahwa diantara Kota Tasikmalaya dan Cimahi,
rumah by monitoring and controlling larvae in their terdapat perbedaan bermakna pada status peran serta
houses. Family’s coaching in the G1R1J’s masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk
programme is carried out by each jumantik (PSN), keberadaan penderita DBD dan keberadaan
coordinator. Tasikmalaya and Cimahi were Dengue jentik nyamuk Aedes spp antara sebelum dan
endemic areas with high cases in the last five years. sesudah intervensi. Selain itu, terdapat perbedaan
This study aimed to determine the effect of family bermakna pada status peran serta masyarakat dalam
empowerment by the Jumantik Coordinator in PSN, keberadaan penderita DBD, keberadaan jentik
reducing the density of Aedes spp. larvae, reducing nyamuk Aedes spp dan pelaksanaan surveilans
the number of DHF cases and increasing family vektor oleh keluarga di daerah intervensi dan
participation in vector surveillance. The study was pembanding. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
located in the Tasikmalaya and Cimahi areas and intervensi pembinaan keluarga serta pengamatan
conducted with an intervention. The interventions oleh Koordinator Jumantik, terbukti berpengaruh
included RW-level workshops, coaching, and terhadap partisipasi masyarakat dalam PSN,
observation by jumantik coordinator. The sample penurunan penderita DBD, peningkatan Angka
unit is a family, consist of 400 unit in the Bebas Jentik (ABJ), serta pelaksanaan surveilans
intervention area and 200 unit in the comparison vektor oleh keluarga.
area. The results showed that there were significant
Kata Kunci: Partisipasi masyarakat, Penderita
differences in the status of community participation
DBD, Surveilans vektor oleh keluarga, Gerakan 1
in eradicating mosquito nests (PSN). The presence
of dengue patients and the presence of Aedes spp Rumah 1 Jumantik
mosquito larvae were different between before and
after the intervention both in Tasikmalaya and
Cimahi. In addition, there are significant differences Karakteristik Klinis dan Virologis Penderita
in the status of community participation in PSN, the Demam Berdarah Dengue di Kota Bandar
presence of dengue cases, the presence of Aedes Lampung
spp. larvae and the implementation of vector
surveillance by families in the intervention and Clinical and Virological Characteristics of Dengue
comparison areas. The results concluded that family Patients in Bandar Lampung City
coaching interventions and observations by the Nurminha, Tori Rihiantoro, Mara Ipa
Jumantik Coordinator, proved to have an effect on
community participation in PSN, decreasing dengue Abstract. Clinical symptoms of dengue virus
cases, increasing larvae free index (ABJ) and vector (DENV) infection range from asymptomatic mild
surveillance implementation by families.. dengue fever (DF), more severe dengue
hemorrhagic fever (DHF) up to dengue shock
Keywords: Society participation, Dengue cases, syndrome. One of the determinants of dengue
Jumantik House, One House One Jumantik infection severity was virus virulence. This study
Abstrak. Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik aimed to determine the clinical and virological
(G1R1J) sudah diluncurkan oleh pemerintah sejak characteristics of dengue virus infection patients
tahun 2015. Tujuan gerakan ini adalah menekankan based on the severity degree. A cross-sectional study
keikutsertaan anggota keluarga sebagai jumantik was conducted in RSUD Dr. H. Abdul Moeloek,
rumah dalam pemantauan dan pemberantasan jentik Lampung Province between July-November 2016
di rumahnya. Pembinaan keluarga dalam G1R1J with 56 dengue patients as samples selected using
dilakukan oleh masing masing koordinator jumantik. purposive sampling. The serological test was done
Kota Tasikmalaya dan Cimahi merupakan daerah using a rapid diagnostic test. Blood samples for
endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan DENV serotype identification were examined using
reverse-transcription polymerase chain reaction.
Classification of DENV infection severity was Kata Kunci: virus dengue, serotipe, derajat
obtained from the patient’s medical record. The keparahan, infeksi sekunder, Bandar Lampung
results showed that the most common clinical _________________________________________
manifestations were fever, headache, and retro-
orbital pain, appearing in all patients from every Studi Epidemiologi dan Gambaran Program
degree of severity. There were Grade I DHF patients Eliminasi Filariasis Limfatik di Kabupaten
who experienced Myalgia (15.6%) and petechiae Bogor
(22.2%). Laboratory results showed that
thrombocytopenia appeared in every grade, even Epidemiology Study and Overview of Lymphatic
though 13.3% of grade I patients did not experience Filariasis Elimination Program in Bogor Regency
it. Secondary infection was found in 92.9% of Muhammad Nirwan, Upik Kesumawati Hadi, Susi
samples, and all DENV serotype can be detected in Soviana, Surachmi Setyaningsih, Fadjar Satrija
39.2% samples: DENV-1 (46.7%), DENV-2 (6.7%),
DENV-3 (26.7%), and DENV-4 (20%). This study Abstract. Filariasis is still a health problem in
concluded that the majority of clinical Bogor Regency. The discovery of filariasis sufferers
characteristics in DHF patients are in line with the has growing during the year since 2004 until now
degree of severity, with the bleeding as the dominant with a total of 117 people. The mass prevention drug
manifestation in patients with grade II-IV. administration program (POPM) has been
Virological characteristics of DENV-1 are dominant implemented since 2015. This study aims to identify
in all patients with DHF grade I-IV. the epidemiological distribution of clinical filariasis
sufferers and an overview of the achievement of
Keywords: dengue virus, serotype, severity,
filariasis elimination program in Bogor district. The
secondary infection, Bandar Lampung
research using descriptive design with a quantitative
Abstrak. Manifestasi klinis infeksi virus dengue approach. The data in this study used secondary
(DENV) dapat berupa demam dengue (DD), hingga data from Bogor District Health Office and Bogor
demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok Central Bureau of Statistics. Data were analyzed
dengue (DSS). Salah satu determinan keparahan descriptively and identify differences and
dengue adalah oleh virulensi virus. Tujuan dari relationships between variables used the chi-square
penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik test. The results of the study showed the
klinis dan virologis penderita DBD berdasarkan epidemiological distribution of filariasis in Bogor
derajat keparahan. Penelitian deskriptif berbasis Regency with predominantly female patients
rumah sakit dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul (59.8%) and productive age (36-45 years). The
Moeloek Provinsi Lampung dengan rancangan studi results from chi-square test showed that there was a
cross sectional. Sampel sebanyak 56 dipilih dari significant difference between the age groups and
penderita DBD secara purposive pada bulan Juli- the incidence of filariasis from year to year with a P
November 2016. Uji serologis menggunakan rapid value (0.000) <0.05, while the relationship between
diagnostic test (RDT). Sampel darah diambil untuk sex and the incidence of filariasis from year to year
penentuan serotipe dengue dengan teknik reverse did not show a significant difference with the P
transcription polymerase chain reaction (RT-PCR). value ( 0.07)> 0.05. The spread of filariasis tends to
Derajat keparahan infeksi virus dengue diperoleh fluctuate and continues to increase (75%). The
dari penelusuran rekam medis. Hasil penelitian results of the relationship test showed that there was
menunjukkan bahwa manifestasi klinis yang paling no significant relationship between the number of
sering ditemukan adalah demam, sakit kepala dan cases and the level of family welfare with a P value
nyeri retro-orbital, yang muncul pada semua (0.279)> 0.05. The implementation of POPM, both
penderita mulai derajat keparahan DBD. Penderita treatment outcomes and treatment success rates, has
grade I yang mengalami Myalgia (15,6%) dan exceeded the national target.
Petechiae (22,2%). Hasil uji laboratorium Keywords: Epidemiology, Filariasis, POPM, Bogor,
memperlihatkan trombositopenia pada semua derajat Indonesia
keparahan (I-IV), meskipun 13,3% pasien grade I
tidak mengalaminya. Infeksi sekunder ditemukan Abstrak. Filariasis masih merupakan masalah
sebanyak pada 92,9% sampel. Semua serotipe virus kesehatan di Kabupaten Bogor. Penemuan penderita
dengue terdeteksi pada 22 sampel (39,2 %), yaitu filariasis terus berkembang dari tahun ke tahun sejak
DENV-1 (46,7%), DENV-2 (6,7%), DENV-3 tahun 2004 hingga sekarang dengan jumlah
(26,7%), dan DENV-4 (20%). Simpulan dari penderita sebesar 117 orang. Program pemberian
penelitian ini adalah bahwa karakteristik klinis obat pencegahan massal (POPM) telah dilaksanakan
mayoritas pada penderita DBD sesuai dengan derajat sejak tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk
keparahannya dengan manifestasi berupa perdarahan untuk mengidentifikasi sebaran epidemiologi
dominan pada penderita grade II-IV. Karakteristik penderita filariasis klinis serta gambaran pencapaian
virologis DENV-1 dominan pada seluruh penderita program eliminasi filariasis di kabupaten Bogor.
DBD grade I-IV. Desain penelitian adalah deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Data dalam penelitian ini coconut shell (Ae. albopictus, Ar. malayi, Ar.
menggunakan data sekunder dari dinas kesehatan kuchingensis, Malaya sp, Culex sp.); armpit taro
Kabupaten Bogor dan Badan Pusat Statistik leaves and banana leaves (Ae. albopictus, Malaya
Kabupaten Bogor. Data dianalisis secara deskriptif genurostris); freshwater swamp (Cx. vishnui, Cx.
dan untuk melihat perbedaan dan hubungan antar gelidus) and brackish water (Anopheles sp.);
variabel digunakan uji chi-square. Hasil studi riverside (Anopheles sp., Cx. quinquefasciatus);
menunjukkan sebaran epidemiologi filariasis di ditch (Culex sp.); pool (Cx. quinquefasciatus);
Kabupaten Bogor dengan penderita dominan pada lagoon (Anopheles sp., Culex sp.); bamboo stumps
perempuan (59,8%) dan umur produktif (36-45 (Ae. albopictus); Limnocharis flava garden (Culex
tahun). Hasil uji chi-square menunjukkan ada sp.); and used bottles (Ae. albopictus). The
perbedaan signifikan antara kelompok umur dengan characteristics of larvae habitat: temperature (25-
kejadian Filariasis dari tahun ke tahun dengan P 33oC); pH 8-9 (67.3%); light intensity (115-32,000
value (0,000) < 0,05, sedangkan hubungan antara lux); vegetation (12.7%); algae (3.6%); water is
jenis kelamin dan kejadian Filariasis dari tahun ke temporary (61.6%), inundated (78.2%) and clear
tahun tidak menunjukkan perbedaan signifikan (50,9%)e.
dengan P value (0,07) > 0,05. Penyebaran filariasis
cenderung fluktuatif dan terus bertambah Keywords: Habitat, Ecosystem, Larvae Vector,
wilayahnya (75%). Hasil uji hubungan menunjukkan Pandeglang
tidak ada hubungan signifikan antara jumlah kasus Abstrak. Penyakit tular vektor masih menjadi
dengan tingkat kesejahteraan keluarga dengan P masalah kesehatan di Kabupaten Pandeglang. Data
value (0,279) > 0,05. Pelaksanaan POPM baik angka vektor penting dalam strategi pengendalian penyakit
capaian pengobatan dan angka keberhasilan tular vektor. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pengobatan sudah melebihi dari target nasional. sebaran jentik nyamuk berdasarkan habitat spesifik
Kata Kunci: Epidemiologi, Filariasis, POPM. dan tipe ekosistem. Penelitian ini merupakan analisa
Bogor, Indonesia data sekunder Rikhus Vektora 2016 di Kabupaten
_____________________________________ Pandeglang Provinsi Banten. Jenis penelitian
observasional dengan rancangan studi potong
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan lintang. Teknik purposive sampling, digunakan
berdasarkan stratifikasi geografis dan ekosistem.
Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di
Didapatkan 12 jenis lingkungan yang berhasil
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten diidentifikasi dari enam tipe ekosistem (HDP, HJP,
Distribution of Mosquito Larvae Based on Ecosystem NHDP, NHJP, PDP, dan PJP) dengan jentik, yaitu:
Type and Specific Habitat in Pandeglang District hutan (sekunder, homogen, pantai); laguna; rawa air
Banten Province payau; rumpun bambu; sawah; perkebunan (salak,
pisang, kelapa, kopi); daerah pemukiman. Tipe
Arda Dinata, Endang Puji Astuti, Suwarno ekosistem terbanyak jentik di HJP (160 jentik) dan
Hadisusanto sedikit jentik di NHDP (9 jentik). Habitat spesifik
Abstract. The vector-borne disease remains a jentik ada 16 jenis, yaitu: sawah (Cx. vishui, Cx.
health problem in Pandeglang District. tritaeniorhynchus, An. barbirostris); kobakan
Entomological data is important in the strategy of (Anopheles sp., Culex sp.); tempurung kelapa (Ae.
controlling the vector-borne disease. This study albopictus, Ar. malayi, Ar. kuchingensis, Malaya sp,
aimed to determine the distribution of mosquito Culex sp.); ketiak daun talas dan daun pisang (Ae.
larvae based on specific habitat and ecosystem albopictus, Malaya genurostris); rawa air tawar (Cx.
typea. This research is a secondary data analysis of vishnui, Cx. gelidus) dan air payau (Anopheles sp.);
Rikhus Vektora 2016 in Pandeglang, Banten tepi sungai (Anopheles sp., Cx. quinquefasciatus);
Province. This type of observational research with parit (Culex sp.); kolam (Cx. quinquefasciatus);
cross-sectional study design. The purposive laguna (Anopheles sp., Culex sp.); tunggul bambu
sampling technique is used based on geographical (Ae. albopictus); kebun genjer (Culex sp.); serta
and ecosystem stratification. We found 12 types of botol bekas (Ae. albopictus). Karakteristik habitat
environments of the six types of ecosystems (HDP, jentik pada: suhu (25-33oC); pH 8-9 (67,3%);
intensitas cahaya (115-32.000 lux); vegetasi
HJP, NHDP, NHJP, PDP, and PJP) that had larvae:
(12,7%); alga (3,6%); air bersifat sementara
forest (secondary, homogeneous, and coastal);
(61,6%), tergenang (78,2%) dan jernih (50,9%).
lagoon; brackish water swamp; bamboo clumps;
rice fields; plantations; and residential areas. The Kata Kunci: Habitat, Ekosistem, Jentik Vektor,
most ecosystem types were larvae in HJP (160 Pandeglang
larvae) and the least larvae in NHDP (9 larvae).
Species of larvae are 16 types: rice fields (Cx.
vishui, Cx. tritaeniorhynchus, An. barbirostris);
small hole in the ground (Anopheles sp., Culex sp.);
Nyamuk Dewasa yang Terperangkap pada jenis atraktan yang paling disukai nyamuk adalah
Jenis Atraktan Berbeda di Kelurahan ragi gula merah (73,37%) dan ragi gula putih
Tembalang Kota Semarang (26,62%). Kepadatan nyamuk di Kecamatan
Tembalang tergolong rendah yaitu 1,375 dengan
Adult Mosquitoes Trapped in Different Types of populasi nyamuk terbanyak ditemukan adalah
Attractants in Tembalang Village Semarang City Culex spp (55,7%) dan Aedes spp (44,3%).
Zainul Ambiya, Martini, Firda Yanuar Pradani Berdasarkan lokasi penangkapan, nyamuk lebih
banyak tertangkap di dalam rumah (59%).
Abstract. Tembalang Village is one of the endemic
areas of DHF in the city of Semarang (IR Kata Kunci: Desa Tembalang, Pengendalian
479,6/100.000 population). The discovery of Vektor, Atraktan, Kepadatan Nyamuk
chemical resistance cases in mosquitoes requires
another alternative as an effort to control dengue
that is environmentally friendly, cheap and
Habitat Aedes aegypti dan Aedes albopictus
effective, namely by using mosquito traps with
attractants. This study aims to determine the
sebagai Vektor Potensial Demam Berdarah
differences in the types of effective attractant Dengue di Kecamatan Ranomeeto Barat,
materials to be used in mosquito traps as an effort Provinsi Sulawesi Tenggara
to control mosquitoes. This type of research is Habitats of Aedes aegypti and Aedes albopictus as
experimental with the Post-Test Only Control Potential Vectors of Dengue in Ranomeeto Barat
Group Design method. The sample of this study was District, Sulawesi Tenggara Province
64 houses with repetitions of 6 times. Testing of
attractants was carried out on 3 types of Asti Tri Pramadani, Upik Kesumawati Hadi, Fadjar
attractants, namely brown sugar yeast, sugar Satrija
yeast, straw soaking water and PAM water as a Abstract. Dengue hemorrhagic fever (DHF) is still a
control. Environmental observations were carried problem in some countries, resulting in 390 million
out to determine the density of mosquitoes in infections a year in the world. DHF vaccine has not
Tembalang Village. The results showed that the found so the treatment is focused on vector
type of attractant most favored by mosquitoes was controls. Entomological data describing the bio
brown sugar yeast (73,37%) and sugar yeast ecology of vectors in the region can help vector
(26,62%). Meanwhile, the mosquito density in control diseases more effectively. The study aims at
Tembalang sub-district was low at 1.375 with the assessing distribution, characteristic and risk
most found mosquito population being Culex factors in the habitat of Aedes larva in the DHF
(55.7%) and the highest fishing place in the house endemic region of West Ranomeeto subdistrict of
(59%).. Southeast Sulawesi province. This study is an
Keywords: Tembalang Village, Vector Control, analytic observational study with a sectional study
Attractant, Mosquito Density approach. Data collection was carried out using
single larva method in 600 houses by purposive
Abstrak. Desa Tembalang merupakan salah satu sampling. Data analysis uses chi square’s
daerah endemis DBD di Kota Semarang (IR descriptive analysis and logistics multinomial
479,6/100.000 penduduk). Resistensi pada regression. The result shows larva density in
nyamuk terhadap insektisida kimiawi Sindangkasih higher than Jati Bali. Ae. aegypti
mendorong penelitian tentang alternative upaya dominated in Sindangkasih and Ae. albopictus
penanggulangan DBD yang ramah lingkungan, dominated in Jati Bali. Buckets, dispenser tray,
murah dan efektif. Salah satu upaya tersebut refrigerator tray, container made of cements and
adalah dengan mengembangkan perangkap plastics and container with volume <1 L and 20-
nyamuk menggunakan atraktan. Penelitian ini 100 L are risk factors affected the exixtence of
bertujuan untuk mengetahui perbedaan jenis larvae in Sindangkasih (p<0.05). Plastic containers
bahan atraktan sebagai perangkap nyamuk. Jenis and dark-colored container are risk factors that
penelitian ini adalah eksperimental dengan influence the larva’s existence in Jati Bali (p<0.05).
metode Post-Test Only Control Group Design. Differences in charateristics of the larvae affect
Sebanyak 64 rumah diambil sebagai sampel mosquito oviposition in Sindangkasih and Jati Bali.
dengan pengulangan sebanyak 6 kali. Pengujian Therefore, it is important to monitor vector
atraktan dilakukan pada 3 jenis atraktan yaitu populations dynamic and breeding mosquito to
ragi gula merah, ragi gula, dan air rendaman prevent outbreak..
jerami. Air PAM digunakan sebagai kontrol.
Dilakukan penghitungan jumlah nyamuk yang Keyword: Ae. aegypti, Ae. albopictus, Sindangkasih,
tertangkap untuk menghitung kepadatan Jati Bali, Larval Habitat
nyamuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Abstrak. Demam Berdarah Dengue (DBD)
merupakan penyakit arbovirus yang masih
menjadi masalah di beberapa negara dan
mengakibatkan 390 juta orang terinfeksi per
tahun di dunia. Belum ditemukannya vaksin
DBD, penanganan difokuskan pada pengendalian
vektor. Data entomologi yang menggambarkan
bioekologi vektor di wilayah dapat membantu
pengendalian penyakit tular vektor lebih efektif.
Penelitian ini bertujuan menganalisis distribusi,
karakteristik serta faktor risiko habitat larva
Aedes spp di daerah endemis DBD Kecamatan
Ranomeeto Barat Kabupaten Konawe Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional study.
Pengumpulan data dilakukan dengan single larva
method di 600 rumah secara purposive sampling.
Analisis data menggunakan analisis deskriptif chi
square dan regresi logistik multinomial. Hasilnya
menunjukan kepadatan larva di Sindangkasih
lebih tinggi daripada Jati Bali. Ae. aegypti
mendominasi di Sindangkasih dan Ae. albopictus
mendominasi di Jati Bali. Ember, tatakan
dispenser, penampungan air pada kulkas, wadah
berbahan semen dan plastik, serta wadah
bervolume air >1 L dan 20-100 L merupakan
faktor risiko yang memengaruhi keberadaan
larva di Sindangkasih (p<0,05). Wadah berbahan
plastik dan wadah berwarna gelap merupakan
faktor risiko yang memengaruhi keberadaan
larva di Jati Bali (p<0,05). Adanya perbedaan
karakteristik habitat larva yang memengaruhi
perilaku oviposisi nyamuk di Sindangkasih dan
Jati Bali. Oleh karena itu, penting dilakukan
pemantauan dinamika populasi vektor, dan
perkembangbiakan nyamuk untuk mencegah
terjadinya lonjakan kasus.
Kata Kunci: : Ae. aegypti, Ae. albopictus,
Sindangkasih, Jati Bali, Habitat Larva
EDITORIAL

Salam Sehat!
Tahun 2020 bisa jadi merupakan tahun yang sangat berat bagi semua orang, terutama mereka
yang kecimpung di bidang kesehatan. Bagaimana tidak, tahun yang diawali dengan beberapa kejadian
bencana alam hingga merebaknya pandemi Covid-19 yang tak seorang pun tahu kapan akan berakhir.
Penerapan protokol kesehatan pada berbagai sendi kehidupan sedikit banyak telah mengubah gaya
hidup dan perilaku masyarakat secara drastis. Namun, roda kehidupan akan selalu berputar dan kita
harus beradaptasi secara cepat hingga ditemukan solusi bagi pandemi Covid-19 ini.
Pengendalian penyakit tular vektor tidak berhubungan secara langsung dengan Covid-19
sehingga selayaknya tidak mengalami penurunan usaha yang berarti selama masa pandemi.
Diperlukan upaya-upaya nyata pada level kebijakan yang berpihak kepada pengendalian penyakit
tular vektor. Hal inilah yang menjadi fokus pada artikel pembuka Aspirator – Jurnal Penelitian
Penyakit Tular Vektor Volume 12 No. 2 Desember 2020. Artikel berjudul “Urgensi Kebijakan
Peraturan Daerah tentang Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kota Tasikmalaya Berdasarkan
Pendekatan Analisis Stakeholder” yang ditulis oleh Aryo Ginanjar, Laksono Trisnantoro, dan Dwi
Handono Sulistyo menekankan pentingnya dukungan pembuat kebijakan suatu daerah dalam upaya
pengendalian penyakit tular vektor.
Artikel berjudul “Pemberdayaan Keluarga Sebagai Upaya Menurunkan Kepadatan Larva Aedes
spp. dalam Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue,” menjadi artikel kedua pada edisi kali
ini. Artikel yang ditulis oleh Lukman Hakim, Endang Puji Astuti, Heni Prasetyowati, dan Andri
Ruliansyah ini merupakan penelitian evaluasi terhadap Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, sebuah model
pemberdayaan keluarga dalam upaya pengendalian vektor penyakit dengue.
Nurminha, Tori Rihiantoro, dan Mara Ipa menulis artikel ketiga dengan judul “Karakteristik
Klinis dan Virologis Penderita Demam Berdarah Dengue di Kota Bandar Lampung.” Artikel ini
membahas gejala klinis serta serotipe virus dengue yang menjangkiti penderita di wilayah Kota
Bandar Lampung. Diharapkan informasi ini berguna bagi kewaspadaan dan pengendalian penyakit
dengue di wilayah tersebut.
Artikel selanjutnya berjudul “Studi Epidemiologi dan Gambaran Program Eliminasi Filariasis
Limfatik di Kabupaten Bogor” ditulis oleh Muhammad Nirwan, Upik Kesumawati Hadi, Susi
Soviana, Surachmi Setyaningsih, dan Fadjar Satrija. Artikel bertemakan penyakit tular vektor
filarisasis ini merupakan studi evaluasi dari upaya program eliminasi filariasis limfatik yang telah
dilakukan di wilayah tersebut. Hasil ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi keberhasilan program
eliminasi filariasis secara umum.
Artikel berjudul, “Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat
Spesifik di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten” menjadi artikel kelima pada edisi ini. Artikel
yang ditulis oleh Arda Dinata, Endang Puji Astuti, dan Suwarno Hadisusanto ini merupakan salah
satu upaya identifikasi ekosistem dan habitat vektor yang sangat diperlukan sebagai dasar dalam
pengendaliannya. Diharapkan dengan informasi seperti ini, upaya pengendalian dapat lebih fokus dan
terarah.
Salah satu informasi penting dalam upaya pengendalian vektor penyakit menular nyamuk
lainnya ditulis dalam artikel keenam edisi ini. Artikel berjudul “Nyamuk Dewasa yang Terperangkap
pada Jenis Atraktan Berbeda di Kelurahan Tembalang Kota Semarang,” ditulis oleh Zainul Ambiya,
Martini, dan Firda Yanuar Pradani ini memberikan informasi alternatif lain yang dapat digunakan
dalam pengendalian vektor. Dalam pengendalian vektor nyamuk, penggunaan atraktan sebagai
penarik nyamuk untuk mengurangi populasinya masih dalam tahap pengembangan dan dapat menjadi
metode pengendalian yang menjanjikan.
Sebagai penutup, artikel berjudul “Habitat Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai Vektor
Potensial Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Ranomeeto Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara”
menjadi artikel terakhir dalam edisi ini. Artikel yang ditulis oleh Asti Tri Pramadani, Upik
Kesumawati Hadi, dan Fadjar Satrija memberikan informasi habitat vektor penyakit dengue di
wilayah Kecamatan Ranomeeto Barat Provinsi Sulawesi Tenggara. Informasi ini tentunya penting
bagi upaya pengendalian vektor di wilayah tersebut, sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit dengue.
Demikianlah susunan artikel dalam terbitan Aspirator Volume 12 Nomor 2 Desember 2020.
Kami harap terbitan kali ini dapat memberikan manfaat yang baik dalam upaya pengendalian penyakit
tular vektor. Kami mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bebestari dan para editor yang telah
melakukan penelaahan naskah hingga layak diterbitkan, serta seluruh pihak yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu, yang telah membantu terbitnya edisi ini. Kami berdo’a semuanya senantiasa
dalam keadaan sehat wal’afiat dan selalu menerapkan protokol kesehatan dalam beraktivitas sebagai
upaya pencegahan penularan Covid-19. Semoga solusi bagi pandemi ini dapat segera terwujud, amiin.

Salam,
Dewan Redaksi

Penerbitan dan Distribusi ASPIRATOR: Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor ini dibiayai
oleh DIPA Loka Litbang Kesehatan Pangandaran, Badan Litbang Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2020
ASPIRATOR, 12 (2), 2020, pp. 105 – 114
Hak cipta ©2020 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran DOI 10.22435/asp.v12i2.2270

PENELITIAN | RESEARCH

Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe


Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten
Distribution of Mosquito Larvae Based on Ecosystem Type and Specific Habitat in
Pandeglang District Banten Province
Arda Dinata1, Endang Puji Astuti1*, Suwarno Hadisusanto 2
1 Loka Litbangkes Pangandaran, Badan Litbangkes Kemenkes RI
2 Laboratorium Ekologi dan Konservasi, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada

Abstract. The vector-borne disease remains a health problem in Pandeglang District. Entomological data is
important in the strategy of controlling the vector-borne disease. This study aimed to determine the
distribution of mosquito larvae based on specific habitat and ecosystem typea. This research is a secondary
data analysis of Rikhus Vektora 2016 in Pandeglang, Banten Province. This type of observational research
with cross-sectional study design. The purposive sampling technique is used based on geographical and
ecosystem stratification. We found 12 types of environments of the six types of ecosystems (HDP, HJP, NHDP,
NHJP, PDP, and PJP) that had larvae: forest (secondary, homogeneous, and coastal); lagoon; brackish water
swamp; bamboo clumps; rice fields; plantations; and residential areas. The most ecosystem types were
larvae in HJP (160 larvae) and the least larvae in NHDP (9 larvae). Species of larvae are 16 types: rice fields
(Cx. vishui, Cx. tritaeniorhynchus, An. barbirostris); small hole in the ground (Anopheles sp., Culex sp.);
coconut shell (Ae. albopictus, Ar. malayi, Ar. kuchingensis, Malaya sp, Culex sp.); armpit taro leaves and
banana leaves (Ae. albopictus, Malaya genurostris); freshwater swamp (Cx. vishnui, Cx. gelidus) and
brackish water (Anopheles sp.); riverside (Anopheles sp., Cx. quinquefasciatus); ditch (Culex sp.); pool (Cx.
quinquefasciatus); lagoon (Anopheles sp., Culex sp.); bamboo stumps (Ae. albopictus); Limnocharis flava
garden (Culex sp.); and used bottles (Ae. albopictus). The characteristics of larvae habitat: temperature (25-
33oC); pH 8-9 (67.3%); light intensity (115-32,000 lux); vegetation (12.7%); algae (3.6%); water is
temporary (61.6%), inundated (78.2%) and clear (50,9%).
Keywords: Habitat, Ecosystem, Larvae Vector, Pandeglang

Abstrak. Penyakit tular vektor masih menjadi masalah kesehatan di Kabupaten Pandeglang. Data vektor
penting dalam strategi pengendalian penyakit tular vektor. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
sebaran jentik nyamuk berdasarkan habitat spesifik dan tipe ekosistem. Penelitian ini merupakan analisa
data sekunder Rikhus Vektora 2016 di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Jenis penelitian
observasional dengan rancangan studi potong lintang. Teknik purposive sampling, digunakan berdasarkan
stratifikasi geografis dan ekosistem. Didapatkan 12 jenis lingkungan yang berhasil diidentifikasi dari
enam tipe ekosistem (HDP, HJP, NHDP, NHJP, PDP, dan PJP) dengan jentik, yaitu: hutan (sekunder,
homogen, pantai); laguna; rawa air payau; rumpun bambu; sawah; perkebunan (salak, pisang, kelapa,
kopi); daerah pemukiman. Tipe ekosistem terbanyak jentik di HJP (160 jentik) dan sedikit jentik di NHDP
(9 jentik). Habitat spesifik jentik ada 16 jenis, yaitu: sawah (Cx. vishui, Cx. tritaeniorhynchus, An.
barbirostris); kobakan (Anopheles sp., Culex sp.); tempurung kelapa (Ae. albopictus, Ar. malayi, Ar.
kuchingensis, Malaya sp., Culex sp.); ketiak daun talas dan daun pisang (Ae. albopictus, Malaya
genurostris); rawa air tawar (Cx. vishnui, Cx. gelidus) dan air payau (Anopheles sp.); tepi sungai (Anopheles
sp., Cx. quinquefasciatus); parit (Culex sp.); kolam (Cx. quinquefasciatus); laguna (Anopheles sp., Culex sp.);
tunggul bambu (Ae. albopictus); kebun genjer (Culex sp.); serta botol bekas (Ae. albopictus). Karakteristik
habitat jentik pada: suhu (25-33oC); pH 8-9 (67,3%); intensitas cahaya (115-32.000 lux); vegetasi
(12,7%); alga (3,6%); air bersifat sementara (61,6%), tergenang (78,2%) dan jernih (50,9%).
Kata Kunci: Habitat, Ekosistem, Jentik Vektor, Pandeglang
Naskah masuk: 17 September 2019 | Revisi: 31 Maret 2020| Layak terbit: 16 September 2020


Corresponding Author. E-mail: arda.dinata@gmail.com | Phone : +62 823 2090 5530, (0265) 639375; Fax: (0265)
639375

105
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten Pandeglang...(Dinata, A. et al)

PENDAHULUAN di dalam rumah dan sebagian besar di tempat-


tempat penampungan air yang digunakan oleh
Indonesia termasuk negara yang secara bio- masyarakat.19,20,21 Hal ini berbeda dengan
geografis menjadi pertemuan antara dua daerah nyamuk Anopheles, diantaranya An. sundaicus
pembagian hewan di dunia, yaitu Oriental dan akan banyak ditemukan di laguna atau rawa-
Australia.1 Kondisi ini dapat menyebabkan rawa dengan air payau22, sedangkan Cx.
jumlah spesies satwa liar sangat beragam, quinquefasciatus banyak ditemukan di selokan
terdistribusi pada berbagai habitat dan atau genangan air bekas limbah masyarakat.23
ekosistem. Hal ini, berpengaruh terhadap Informasi tentang karakteristik ekosistem
sebaran vektor penyakit di wilayah Indonesia. 2 dan habitat nyamuk vektor sangat penting
Penyakit tular vektor yang ada di Indonesia, sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan
diantaranya Demam Berdarah Dengue (DBD), upaya pengendalian vektor penyakit di suatu
Filariasis, Malaria, Japanese Encephalitis (JE), dan wilayah. Misalnya, agar hasil dari manajemen
Chikungunya. pengendalian vektor malaria itu efektif, maka
Demam berdarah dengue ditularkan nyamuk perlu informasi terkait distribusi dan kepadatan
Aedes aegypti dan Ae. albopictus. Kedua nyamuk vektor, serta faktor yang mendukung adaptasi di
ini juga menjadi vektor Chikungunya.3 Filariasis suatu wilayah sasaran.24, 25
ditularkan oleh nyamuk genus Anopheles, Culex, Provinsi Banten merupakan daerah yang
Armigeres, Mansonia dan Aedes. Anopheles dan melaporkan kasus penyakit tular vektor yaitu
Culex quinquefasciatus telah diidentifikasi Malaria, DBD & Filariasis. Kabupaten Pandeglang
sebagai vektor filariasis Wuchereria bancrofti.4,5 merupakan wilayah yang masih melaporkan
Adapun yang menjadi vektor Malaria, yaitu An. kasus malaria indigenous (berdasarkan laporan
aconitus, An. maculatus, An. sundaicus, An. tahunan malaria Dinas Kesehatan Pandeglang,
barbiostris, An. balabasensis, An. sinensis dan An. 2018) dan termasuk wilayah yang belum bebas
farauti.6,7 Genus Anopheles juga sebagai vektor malaria selain Kab. Lebak. Data entomologis dan
JE, yaitu An. subpictus8, An. vagus dan An. bionomik nyamuk vektor spesifik di Banten,
annularis9. Untuk Cx. tritaeniorhynchus9,10 sebagai terutama di Kabupaten Pandeglang masih
vektor utama JE. Vektor potensial lainnya, yaitu terbatas sehingga penelitian ini ingin mengetahui
Cx. bitaeniorhynchus, Cx. quinquefasciatus, An. sebaran jentik nyamuk berdasarkan habitat
kochi dan Ar. subalbatus.11 spesifik dan tipe ekosistem. Hasil data tersebut
Habitat jentik menjadi hal sangat penting dapat digunakan sebagai data dasar dalam
untuk menentukan keberadaan dan kepadatan pengembangan upaya pengendalian vektor pada
dari berbagai spesies vektor, termasuk tahapan stadium jentik sehingga tepat sasaran (fokus).
jentik, serta kondisi kepadatan dan distribusi
nyamuk dewasa.12 Untuk memahami keberadaan BAHAN DAN METODE
sebaran dari setiap vektor nyamuk tersebut,
dapat dilakukan berdasarkan batasan biologis Penelitian ini merupakan studi deskriptif
berupa faktor abiotik dan struktur habitat dari data sekunder hasil Riset Khusus (Rikhus)
lingkungannya. Data tersebut akan memberikan Vektora tahun 2016. Rikhus vektora ini termasuk
gambaran keberadaan spesies nyamuk dan jenis observasional deskriptif dengan rancangan
predatornya, sehingga dapat dijadikan dasar studi potong lintang (cross sectional study).
untuk aplikasi yang tepat dalam pengendalian Pengumpulan spesimen sampel (jentik nyamuk)
jentik nyamuk secara biologis.13 Sebagian besar dilaksanakan pada Juli-Agustus 2016. Lokasi
sungai dan aliran air irigasi yang digunakan penelitian yang terpilih di Kab. Pandeglang, yaitu:
pertanian, beberapa diantaranya menciptakan Pantai Dekat Pemukiman (PDP) di Desa
habitat berupa genangan air, rawa, kolam batu, Cigondang Kec. Labuan; Hutan Dekat Pemukiman
dan genangan air terbuka, yang merupakan (HDP) di Desa Ujung Jaya Kec. Sumur; Pantai Jauh
tempat berkembang biak yang ideal untuk Pemukiman (PJP) di Desa Tanjung Jaya Kec.
beragam spesies nyamuk termasuk vektor Panimbang; Non Hutan Dekat Pemukiman
malaria.14,13 (NHDP) di Desa Patia Kec. Patia; Non Hutan Jauh
Faktor lingkungan sangat berperan Pemukiman (NHJP) di Desa Kadubadak Kec.
terhadap kepadatan populasi nyamuk vektor di Angsana; dan Hutan Jauh Pemukiman (HJP) di
alam. Tipe ekosistem, jenis habitat, kondisi Desa Cigorondong Kec. Sumur. Lokasi yang
pemukiman penduduk, iklim (curah hujan, suhu, termasuk tipe Non Hutan diantaranya adalah
kelembaban) sangat memengaruhi keberadaan perkebunan (salak, pisang, kelapa, kopi) dan
nyamuk vektor. 15,16,17,18 Spesies nyamuk vektor persawahan, sedangkan lokasi hutan terdiri dari
mempunyai tipe karakteristik habitat yang hutan sekunder dan homogen.
berbeda. Nyamuk Ae. aegypti banyak ditemukan

106
ASPIRATOR, 12 (2), 2020, pp. 105 – 114
Hak cipta ©2020 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran DOI 10.22435/asp.v12i2.2270

Subyek penelitian ialah semua spesies jentik 62,5% dari 16 tipe habitat spesifik, kecuali pada
nyamuk tertangkap dari lokasi penelitian. ketiak daun talas, ketiak daun pisang, rawa air
Adapun besarnya sampel dalam penelitian ini payau, pelepah daun kelapa jatuh, tunggul bambu
adalah seluruh jentik nyamuk yang berhasil dan botol/kaleng bekas. Sementara itu, pada
dikoleksi di lokasi terpilih. Teknik pengambilan habitat spesifik seperti rawa air payau hanya
sampel dengan purposive sampling dilakukan ditemukan Anopheles sp., sedangkan habitat
berdasarkan stratifikasi geografis dan ekosistem. spesifik tunggul bambu dan botol bekas hanya
Pengambilan sampel dilakukan satu kali di titik ditemukan jentik Ae. albopictus. Genus Armigeres
terpilih yang mempresentasikan tiga tipe dan Toxorhynchites hanya ditemukan pada satu
ekosistem (hutan, non-hutan, dan pantai). habitat spesifik.
Pengambilan sampel dilakukan pada masing-
masing titik itu dengan menggunakan metode Tabel 1. Kepadatan Jentik Berdasarkan Jenis
line transects. Transek yang dipilih, yaitu Habitat Spesifik dan Tipe Ekosistem di
mewakili daerah dengan pemukiman penduduk Kabupaten Pandeglang
dan daerah yang jauh dari pemukiman
penduduk. Tipe Ekosistem dan Jumlah Jentik
(Ekor) Jumlah
Jentik nyamuk yang tertangkap dikumpulkan Habitat
Jentik

NHDP
Spesifik

NHJP
dalam wadah jentik dengan pemberian label per

HDP

PDP
HJP

PJP
(Ekor)
ekosistem dan tipe habitat. Sebagian jentik telah
menjadi nyamuk dewasa. Jentik dan nyamuk Rawa air
1 0 0 0 2 0 3
yang telah terkumpul tersebut diidentifikasi tawar
genus dan spesiesnya di bawah mikroskop. Hasil Rawa air
0 0 0 0 1 0 1
payau
identifikasi jentik tersebut dicatat pada form
Laguna 0 0 0 0 0 10 10
penangkapan jentik per ekosistem dan per
habitat spesifik. Penyajian data menggunakan Mata air 0 0 0 3 0 12 15
tabulasi silang dan distribusi frekuensi. Sebaran Tepi sungai 0 1 2 17 0 0 20
jentik nyamuk berdasarkan jenis habitat dan tipe Sawah 2 0 0 2 8 0 12
ekosistem serta karakteristik habitat.2 Kebun
0 0 1 0 0 0 1
Penelitian ini ada beberapa keterbatasan, genjer
diantaranya: (1) jentik nyamuk yang terkumpul Kolam 0 0 0 0 2 0 2
dihitung secara keseluruhan tidak berdasarkan Parit 0 23 1 9 14 0 47
jumlah per spesies jentik; (2) sebagian besar Kobakan 1 0 1 0 0 17 19
jentik nyamuk tidak dapat teridentifikasi sampai Tempurun
spesies; (3) data jentik nyamuk yang dimiliki 4 101 0 8 0 0 113
g kelapa
peneliti belum termasuk habitat di dalam Pelepah
rumah/ bangunan sehingga habitat Ae. aegypti daun 0 17 0 0 0 0 17
kelapa
tidak dapat disajikan dalam artikel ini.
Ketiak
2 2 1 6 4 4 19
daun talas
HASIL Ketiak
daun 0 10 2 3 0 5 20
Kepadatan jentik berdasarkan tipe ekosistem pisang
Tunggal
dan jenis habitat spesifik menunjukkan bahwa bambu
2 1 1 0 0 0 4
dominan jentik yang ditemukan pada tipe Botol/kale
0 5 0 0 3 0 8
ekosistem HJP yaitu sebanyak 160 ekor jentik, ng bekas
sedangkan tipe NHDP hanya ditemukan 9 ekor Total 12 160 9 48 34 48 311
jentik. Habitat spesifik di lokasi penelitian sangat
Keterangan:
bervariasi, ditemukan sebanyak 16 jenis habitat HDP (Hutan Dekat Pemukiman); HJP (Hutan Jauh
spesifik. Habitat spesifik yang paling banyak Pemukiman); NHDP (Non Hutan Dekat Pemukiman);
ditemukan jentik adalah tempurung kelapa (113 NHJP (Non Hutan Jauh Pemukiman); PDP (Pantai
jentik), sedangkan habitat spesifik yang paling Dekat Pemukiman); PJP (Pantai Jauh Pemukiman)
sedikit ditemukan jentik adalah rawa air payau
dan kebun genjer (masing-masing berjumlah 1 Titik pengumpulan data sebanyak 55 habitat
jentik). (Tabel 1). yang tersebar di enam tipe ekosistem (HDP, HJP,
Sebaran spesies jentik nyamuk berdasarkan NHDP, NHJP, PDP, PJP). Karakteristik habitat
tipe ekosistem dan habitat spesifik (Tabel 2 dan jentik nyamuk terdiri dari suhu, pH, keberadaan
3) menunjukkan nyamuk genus Culex (Cx. vegetasi dan kondisi air. Ketinggian habitat
vishuni, Cx. tritaeniorhyncus, Cx. gelidus, Cx. sebagian besar berada ≤ 1 meter (81,8%). Suhu
quinquefasciatus) dominan ditemukan yaitu air habitat spesies jentik nyamuk antara rentang
25-33oC; pH air sebagian besar rentang 8-9

107
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten Pandeglang...(Dinata, A. et al)

(67,3%), sedangkan intensitas cahaya dalam Tabel 3. Sebaran Spesies Jentik Berdasarkan
rentang 115-32.000 lux. Keberadaan vegetasi Habitat Spesifik dan Tipe Ekosistem di
dan alga hanya sebagian kecil habitat yang Kabupaten Pandeglang
terdapat tanaman ini. Keberadaan air dominan
bersifat sementara (61,6%), tergenang (78,2%), Tipe Ekosistem dan
Keberadaan Jentik
dan air jernih (50,9%) (Tabel 4). Habitat
Spesies Jentik
Untuk karakteristik lingkungan pada habitat Spesifik

NHDP

NHJP
HDP

PDP
HJP

PJP
spesifik, keberadaan vegetasi hanya ditemukan
di rawa, kolam dan kebun genjer sedangkan Cx vishui, Cx.
habitat spesifik lain tidak ditemukan keberadaan Sawah + 0 0 + + 0
tritaeniorhynchus,
vegetasi. Aliran air di habitat laguna dan tepi An.barbirostris,
Culex sp.
sungai lebih cepat dibandingkan dengan habitat Anopheles sp.,
spesifik lain. Habitat sawah, rawa air tawar dan Kobakan + 0 + 0 0 +
Culex sp.
payau di lokasi penelitian mempunyai intensitas Ae. albopictus, Ar.
cahaya lebih dari 1000 lux dan kondisinya Tempurung
malayi, Ar.
+ + 0 + 0 0 kuchingensis,
terbuka. kelapa
Malaya sp., Culex
sp.
Tabel 2. Sebaran Jentik Nyamuk Berdasarkan Malaya sp., Ae.
Genus dan Habitat Spesifik di Ketiak
+ + + + + +
albopictus,
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten daun talas Malaya
genurostris
Jentik Nyamuk Ketiak Malaya sp.,
daun 0 + + + 0 + Malaya
Toxorhynchites

pisang genurostris
Armigeres sp.
Anopheles sp.

Malaya sp.

Habitat Rawa air Cx. vishnui, Cx.


Aedes sp.
Culex sp.

Total + 0 0 0 + 0
Spesifik tawar gelidus
Rawa air
0 0 0 0 + 0 Anopheles sp.
payau
Anopheles sp.,
Sawah + + - - - - 2 Tepi sungai 0 + + + 0 + Culex sp., Cx.
quinquefasciatus
Kobakan + + - - - - 2
Parit 0 + + + + 0 Culex sp.
Tempurung
+ - + + - - 3 Culex sp., , Cx.
kelapa Kolam 0 0 + 0 + 0
quinquefasciatus
Ketiak daun
- - + - + - 2 Anopheles sp..
talas Laguna 0 0 0 0 0 +
Ketiak daun Culex sp.
- - - - + - 1
pisang Mata air 0 0 0 + 0 0 Culex sp.
Rawa air
+ - - - - - 1 Tunggul
tawar + + + 0 0 0 Ae. albopictus
bambu
Rawa air
- + - - - - 1
payau Pelepah
Ae. albopictus,
Tepi sungai + + - - - - 2 daun
0 + 0 0 0 0 Toxorhynchites
kelapa
Parit + - - - - - 1 sp.
jatuh
Kolam + - - - - - 1 Kebun
0 0 + 0 0 0 Culex sp.
genjer
Laguna + + - - - - 2
Botol/kale
Mata air + - - - - - 1 0 + 0 0 + 0 Ae. albopictus
ng bekas
Tunggul
- - + - - - 1 Total 6 8 8 7 7 5 -
bambu
Pelepah Keterangan:
daun kelapa - - + - - + 2 HDP (Hutan Dekat Pemukiman); HJP (Hutan Jauh
jatuh Pemukiman); NHDP (Non Hutan Dekat Pemukiman);
Kebun NHJP (Non Hutan Jauh Pemukiman); PDP (Pantai
+ - - - - - 1
genjer Dekat Pemukiman); PJP (Pantai Jauh Pemukiman)
Botol/kaleng
- - + - - - 1
bekas
Total 10 5 5 1 2 1 24

108
ASPIRATOR, 12 (2), 2020, pp. 105 – 114
Hak cipta ©2020 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran DOI 10.22435/asp.v12i2.2270

Tabel 4. Karakteristik Habitat Jentik Nyamuk di nyamuk ditemukan pada seluruh ekosistem,
Kabupaten Pandeglang yaitu hutan, non-hutan dan pantai (HDP, NHDP,
PDP, HJP, NHJP dan PJP). Kepadatan jentik
Karakteristik Habitat N (%) dominan di temukan pada tipe ekosistem HJP
Ketinggian habitat 45 81,8 (51,4%), lokasi ini masuk hutan dan jauh dari
≤ 1 meter pemukiman penduduk, sedangkan sebagian lagi
>1 – 2 meter 10 18,2 tersebar di tipe ekosistem lainnya.
pH air Putra et al., menyebutkan bahwa ekosistem
6-7 18 32,7 hutan mangrove menstimulasi kepadatan
8-9 37 67,3 nyamuk Anopheles di wilayah tersebut, kondisi
yang buruk dengan genangan air merupakan
Suhu
tempat yang kondusif bagi perkembangbiakan
25-27 27 49,1 jentik nyamuk.15 Beberapa penelitian di tipe
28-33 28 50,9 ekosistem lainnya seperti di pantai (laguna,
Salinitas (0) 55 100,0
rawa-rawa) dan non-hutan (perkebunan,
persawahan, padang rumput) menunjukkan
Pencahayaan (115-32.000 lux) 55 100,0
kepadatan nyamuk yang cukup tinggi.28,29,30 Iklim
Keberadaan vegetasi juga memengaruhi kepadatan nyamuk di suatu
Ada 7 12,7 wilayah, penelitian Suwito et al. melaporkan
bahwa kelembaban dan curah hujan
Keberadaan Alga
memengaruhi kepadatan nyamuk Anopheles di
Ada 2 3,6 wilayah endemis malaria.31
Pergerakan air
Variasi spesies nyamuk yang ditemukan dan
Tergenang 43 78,2 teridentifikasi di lokasi penelitian bervariasi.
Lambat/perlahan 10 18,2 Habitat per spesies nyamuk juga berbeda. Hasil
pengumpulan data jentik di lokasi penelitian
Cepat 2 3,6
untuk Genus Culex, hampir ditemukan di semua
Kondisi air habitat kecuali di habitat pelepah daun, rawa air
Jernih 28 50,9 payau dan botol/kaleng bekas. Nyamuk Culex
Keruh 27 49,1 merupakan nyamuk yang lebih beradaptasi pada
berbagai habitat dibandingkan genus lainnya.
Keberadaan air
Beberapa hasil penelitian menemukan genus
Tetap 21 38,2 tersebut di berbagai wilayah dan habitat.23,28,29,32
Sementara 34 61,8 Spesies Culex yang ditemukan dan teridentifikasi
pada penelitian ini adalah Cx. quinquefasciatus,
Cx. gelidus, Cx. vishnui dan Cx. tritaeniorhynchus,
PEMBAHASAN sedangkan Culex lain tidak teridentifikasi sampai
spesies.
Kabupaten Pandeglang berada di ujung barat
Provinsi Banten, sebagian besar merupakan Culex quinquefasciatus ialah nyamuk vektor
dataran rendah dengan variasi ketinggian 0- Lymphatic Filariasis33 terutama sebagai vektor W.
1.778 mdpl. Pada umumnya, untuk daerah bancrofti di wilayah Pulau Jawa.23,34 Habitat Culex
pegunungan memiliki ketinggian ± 400 mdpl, quinquefasciatus lebih banyak ditemukan di
dataran rendah bukan pantai memiliki ketinggian berbagai habitat spesifik dibandingkan nyamuk
rata-rata 30 mdpl dan pantai sekitar 3 mdpl. Luas Culex lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian
wilayah Kabupaten Pandeglang: 274.689,91 ha tentang habitat nyamuk Cx. quinquefasciatus
atau 2.747 km2. Yang terbagi menjadi 35 yang menyukai habitat alami di alam (lubang
kecamatan, 339 desa/kelurahan (326 desa dan pohon, kobangan) ataupun habitat buatan.35
13 kelurahan). Rata-rata curah hujan pada tahun Nyamuk Cx. tritaeniorhynchus merupakan vektor
2017 adalah 308,33 mm dengan rata-rata hari dari JEV.36 Spesies lainnya yaitu Cx. gelidus dan
hujan 12,17 hari.26 Cx. vishnui juga terkonfirmasi sebagai tersangka
vektor JEV.37 Habitat spesies nyamuk tersebut
Secara geografis, kondisi di Kab. Pandeglang ditemukan di persawahan dan rawa air tawar.
merupakan lokasi yang kondusif dalam Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hasegawa
penyebaran nyamuk vektor. Kepadatan nyamuk M. et al. yang menyebutkan bahwa tersangka
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan27 vektor JEV tersebut juga ditemukan di habitat
diantaranya iklim (mikro dan makro), topografi persawahan.37
dan ekosistem di suatu wilayah.15,16,17,18 Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa jentik Genus Anopheles ditemukan dalam penelitian
ini pada beberapa habitat spesifik, diantaranya

109
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten Pandeglang...(Dinata, A. et al)

adalah persawahan, kobakan, rawa air payau, keberadaan vegetasi, dan kondisi air merupakan
tepi sungai dan laguna. Namun, jentik nyamuk lingkungan yang kondusif bagi perkembangbiak-
yang ditemukan di habitat spesifik dalam an jentik nyamuk. Karakteristik habitat spesifik
penelitian ini tidak dapat teridentifikasi sampai yang berbeda antar spesies, faktor fisikokimia
spesies. Hanya An. barbirostris yang teridenfikasi (keberadaan alga, mikrooganisme atau makanan
pada habitat persawahan. Spesies Anopheles bagi jentik) akan memengaruhi kepadatan
mengeksploitasi hampir semua jenis lingkungan populasi jentik per spesies di suatu wilayah. 43,44
air untuk oviposisi.38,39 Beberapa penelitian lain Karakteristik fisik dan kimia merupakan
melaporkan kalau Anopheles terutama nyamuk faktor yang penting pada suatu habitat yaitu
vektor malaria juga ditemukan pada berbagai suhu air, pencahayaan, pH, salinitas. Penelitian
habitat alamiah tersebut.7,15,22,29 Hasil penelitian Tallan et al. melaporkan bahwa habitat dengan
di Aceh Jaya, menunjukkan jentik Anopheles positif jentik memiliki karakteristik berupa: suhu
banyak ditemukan di rawa, yaitu An. kochi, An. 21-350C; pencahayaan 0,22-795 lux; pH 7,2-7,7;
aconitus dan An. vagus. Karakteristik habitat salinitas 0-0,1. Spesies nyamuk yang ditemukan,
ditemukan adanya tanaman air dan predator yaitu: An. vagus, An. barbirostris, An. annularis, Cx.
serta kondisi air tidak mengalir.40 vishnui, Cx. bitaeniorhynchus, Cx. quinquefascia-
Berdasakan laporan Rikhus Vektora 2016, tus, dan Ar. kuchingensis.32 Faktor ketinggian
telah mengidentifikasi satu spesies nyamuk di memengaruhi keberadaan dan kepadatan
Kabupaten Pandeglang yang belum pernah populasi spesies nyamuk. Kepadatan nyamuk
ditemukan di habitat daerah ini, yaitu An. dan variasi spesies Anopheles lebih banyak
separatus. Fakta ini menarik, sebab An. separatus ditemukan di dataran rendah bila dibandingkan
yang tertangkap sebanyak 22 ekor dari tipe dengan dataran tinggi. Anopheles vagus lebih
ekosistem HDP (14 ekor) dan NHDP (8 ekor). banyak ditemukan di dataran tinggi, sedangkan
Hasil pemeriksaan laboratorium mengungkap- An. annularis di dataran rendah.45
kan bahwa An. separatus itu mengandung Hasil pengumpulan data jentik di Kabupaten
sporozoit malaria.2 Oleh karena itu, spesies ini Pandeglang, sebagian teridentifikasi tersangka
menjadi salah satu tersangka vektor malaria baru sebagai vektor Malaria, Filaria, Chikungunya dan
yang harus diwaspadai populasinya di Kab. JE. Namun, walau belum dapat menggambarkan
Pandeglang. Namun, jentik nyamuk Anopheles keberadaan habitat vektor DBD, hasil ini sudah
yang terkumpul dalam penelitian ini belum dapat dapat menggambarkan tentang kondisi potensial
mengidentifikasi sampai spesies. perkembangbiakan nyamuk vektor di Kabupaten
Spesies Aedes sebagai vektor Chikungunya Pandeglang. Habitat yang ditemukan
dan DBD yang ditemukan adalah Ae. albopictus, berdasarkan tipe ekosistem bervariasi dan positif
karena habitat spesifik yang diamati bukan ditemukan adanya jentik. Beberapa spesies
dilakukan di dalam ruangan (rumah) sehingga ditemukan pada habitat yang sama, ini berarti
habitat nyamuk Ae. aegypti tidak terlaporkan beberapa tersangka vektor memiliki
dalam penelitian ini. Habitat Ae. albopictus karakteristik habitat yang sama.
ditemukan di tempurung kelapa, ketiak daun, Informasi tentang habitat spesifik ini sangat
tunggul bambu dan kaleng/ botol bekas. Hal ini, dibutuhkan dalam upaya pengendalian vektor
sejalan dengan penelitian Werner D., bahwa penyakit di suatu wilayah. Adanya manajemen
spesies Ae. albopictus banyak ditemukan di luar pengendalian vektor terpadu (PVT) perlu untuk
atau lingkungan terbuka.41 Nyamuk Ae. ditingkatkan kembali, yaitu melakukan
albopictus lebih dominan ditemukan pada habitat kerjasama dengan berbagai lintas sektor (Dinas
alamiah dan merupakan vektor tipe rural, namun Perikanan, Kelautan, Pariwisata, dll.). Upaya
dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan pemberdayaan masyarakat juga perlu dilakukan
perkotaan dan dapat hidup pada habitat buatan agar masyarakat mampu secara mandiri
(artificial).42 Vektor utama DBD yaitu Ae. aegypti melakukan kegiatan dalam pencegahan dan
ini lebih banyak ditemukan dalam ruangan pengendalian penyakit tular vektor di wilayah
(pemukiman) dengan habitat dominan berupa tempat tinggalnya. Adanya integrasi upaya
kontainer buatan (artificial).19, 20,21 pengendalian seperti ini, sangat penting agar
Keberadaan karakteristik habitat berpenga- pelaksanaannya tepat sasaran, efektif, efisien,
ruh pada keberlangsungan hidup jentik nyamuk. dan keberlangsungannya dapat dipertahankan
Lingkungan yang kondusif akan mendukung serta diterima masyarakat.
pada kepadatan populasi nyamuk di suatu
wilayah. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan KESIMPULAN
bahwa habitat spesifik dengan suhu air (25-
33oC), pH (6-9), salinitas (0), intensitas cahaya Sebaran jentik nyamuk di Kab. Pandeglang
(115 – 1000 lux), ketinggian (1 – 2 meter), bervariasi jenisnya berdasarkan tipe ekosistem

110
ASPIRATOR, 12 (2), 2020, pp. 105 – 114
Hak cipta ©2020 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran DOI 10.22435/asp.v12i2.2270

dan habitat spesifik. Pada tipe ekosistem Hutan DAFTAR RUJUKAN


Jauh Pemukiman (HJP) lebih banyak ditemukan
1 Kirnowardodjo. Penelitian vektor malaria
jentik dibandingkan dengan ekosistem lainnya.
yang dilakukan oleh institusi kesehatan
Habitat spesfik yang ditemukan adanya jentik
tahun 1975-1990. Bul Penelit Kesehat.
sebanyak 16 jenis habitat yang tersebar di semua
1991; 19: 24–32.
tipe ekosistem. Tempurung kelapa lebih dominan
ditemukan ada jentik dengan tiga genus yaitu 2 Kementerian Kesehatan R.I. Laporan Riset
Culex, Aedes, dan Armigeres. Habitat spesifik di Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit
lokasi penelitian secara keseluruhan mempunyai (Riskhus Vektora) Provinsi Banten. Balai
kondisi lingkungan yang kondusif sebagai tempat Besar Litbang Vektor dan Reservoir
perkembangbiakan jentik nyamuk. Sebagian Penyakit (B2P2VRP) Balitbangkes
besar habitat air bersifat sementara dan Kemenkes R.I.: Salatiga.2016.
tergenang. Jentik nyamuk dominan yang
3 Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan
ditemukan pada habitat spesifik di Kabupaten
Indonesia tahun 2018. :
Pandeglang, yaitu: Cx. quinquefasciatus, Cx.
Jakarta.2019.[thesis].p.
tritaeniorhyncus, Cx. vishnui dan An. barbirostris.
4 Derua YA, Alifrangis M, Hosea KM,
UCAPAN TERIMA KASIH Meyrowitsch DW, Magesa SM, Pedersen EM
et al. Change in composition of the
Ucapan terima kasih disampaikan pada Anopheles gambiae complex and its possible
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan implications for the transmission of malaria
Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes RI yang and lymphatic filariasis in north-eastern
mendukung penuh kegiatan Riset Khusus Vektor Tanzania. Malar J. 2012; 11.
dan Reservoir Penyakit beserta Kepala Balai doi:10.1186/1475-2875-11-188.
Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan
5 Manguin S, Bangs MJ, Pothikasikorn J,
Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga.
Chareonviriyaphap T. Review on global co-
Selanjutnya, kami sampaikan terima kasih pada
transmission of human Plasmodium species
Laboratorium Manajemen Data Badan
and Wuchereria bancrofti by Anopheles
Litbangkes yang membantu memfasilitasi data
mosquitoes. Infect. Genet. Evol. 2010; 10:
sebagai bahan dalam melakukan analisa lanjut
159–177.
hasil Riset Khusus Vektora ini.
6 Elyazar I, Sinka M, Gething P, Tarmizi S,
KONTRIBUSI PENULIS Surya A, Kustriastuti R et al. The
Distribution and Bionomics of Anopheles
Peran para penulis dalam penulisan artikel Malaria Vector Mosquitoes in Indonesia.
ini, yaitu: Arda Dinata (Kontributor Penulis Adv Parasitol. 2013; 2013: 173–266.
Utama), Endang Puji Astuti dan Suwarno
7 St. Laurent B, Supratman S, Asih PBS, Bretz
Hadisusanto (Kontributor Penulis Anggota).
D, Mueller J, Miller HC et al. Behaviour and
Rincian kontribusi para penulis tersebut seperti
molecular identification of Anopheles
berikut ini:
malaria vectors in Jayapura district, Papua
province, Indonesia. Malar J. 2016; 15.
Conceptualization : AD
doi:10.1186/s12936-016-1234-5.
Data Curation : AD, EPA 8 Thenmozhi V, Rajendran R, Ayanar K,
Manavalan R, Tyagi BK. Long-term study of
Formal Analysis : AD, EPA Japanese encephalitis virus infection in
Anopheles subpictus in Cuddalore district,
Investigation : AD Tamil Nadu, South India. Trop Med Int Heal.
Methodology : Semua penulis 2006; 11: 288–293.

Supervision : SH, EPA 9 Olson JG, Ksiazek TG, Lee VH, Tan R, Shope
RE. Isolation of Japanese encephalitis virus
Visualization : AD, EPA from Anopheles annularis and Anopheles
vagus in Lombok, Indonesia. Trans R Soc
Writing-Original : AD, EPA Trop Med Hyg. 1985; 79: 845–847.
Draft Preparation 10 Widiarti, Tunjungsari R, Garjito TWA.
Writing-Review & : AD, EPA Molecular confirmation of Japanese
Editing Encephalitis (JE) Vector in Surabaya, East

111
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten Pandeglang...(Dinata, A. et al)

Jawa (in Bahasa Indonesia). Vektora. 2014; 20 Prasetyowati H, Ginanjar A. Maya Indeks
6: 73–78. dan Kepadatan Larva Aedes aegypti di
Daerah Endemis DBD Jakarta Timur. 2017; :
11 Garjito TA, Widiarti, Anggraeni YM, Alfiah S,
43–49.
Tunggul Satoto TB, Farchanny A et al.
Japanese Encephalitis in Indonesia: An 21 Dhewantara PW, Dinata A. Analisis Risiko
Update on Epidemiology and Transmission Dengue Berbasis Maya Index pada rumah
Ecology. Acta Trop. 2018; 187: 240–247. penderita DBD di Kota Banjar. BALABA.
2012; Vol 2 (1): 1–8.
12 Dida GO, Anyona DN, Abuom PO, Akoko D,
Adoka SO, Matano AS et al. Spatial 22 Dhewantara PW, Astuti EP, Pradani FY.
distribution and habitat characterization of Studi Bioekologi Nyamuk Anopheles
mosquito species during the dry season sundaicus di Desa Sukaresik Kecamatan
along the Mara River and its tributaries, in Sidamulih Kabupaten Ciamis. Bull Heal Res.
Kenya and Tanzania. Infect Dis Poverty. 2013; 41: 26–36.
2018; 7: 1–16.
23 Astuti EP, Ipa M, Wahono T, Ruliansyah A,
13 Dida GO, Gelder FB, Anyona DN, Abuom PO, Hakim L, Dhewantara PW. The Distribution
Onyuka JO, Matano AS et al. Presence and of Culex spp (Diptera: Culicidae) in Selected
distribution of mosquito larvae predators Endemic Lymphatic Filariasis Villages in
and factors influencing their abundance Bandung District West Java Indonesia.
along the Mara River, Kenya and Tanzania. ASPIRATOR - J Vector-borne Dis Stud. 2017;
Springerplus. 2015. doi:10.1186/s40064- 9: 61–68.
015-0905-y.
24 Kumar R, Muhid P, Dahms HU, Tseng LC,
14 Oindo BO, Skidmore AK, De Salvo P. Hwang JS. Potential of three aquatic
Mapping habitat and biological diversity in predators to control mosquitoes in the
the Maasai Mara ecosystem. Int J Remote presence of alternative prey: A comparative
Sens. 2003. experimental assessment. Mar Freshw Res.
doi:10.1080/01431160210144552. 2008. doi:10.1071/MF07143.
15 Putra AK, Bakri S, Kurniawan B. Peranan 25 Kweka EJ, Zhou G, Gilbreath TM, Afrane Y,
Ekosistem Hutan Mangrove pada Imunitas Nyindo M, Githeko AK et al. Predation
terhadap Malaria: Studi di Kecamatan efficiency of Anopheles gambiae larvae by
Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung aquatic predators in western Kenya
Timur. J Sylva Lestari. 2015; 3: 67–78. highlands. Parasites and Vectors. 2011.
doi:10.1186/1756-3305-4-128.
16 Sularno S. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Filariasis Di Kecamatan 26 Badan Pusat Statistik. Kabupaten
Buaran Kabupaten Pekalongan. J Kesehat Pandeglang dalam Angka. : Kabupaten
Lingkung Indones. 2017; 16: 22. Pandeglang.2019.[thesis].p.
17 Gafur A, Jastam MS. Faktor yang 27 A MS, V H, A A, B H, Z M. Environmental
Berhubungan dengan Keberadaan Jentik characteristics of anopheline mosquito
Nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Batua larval habitats in a malaria endemic area in
Kota Makassar Tahun 2015. J Public Heal Iran. 2013; : 510–515.
Sci. 2015; 7: 50–62.
28 Supranelfy Y, Santoso. Sebaran Nyamuk
18 Astuti EP, Fuadzy H, Prasetyowati H. Vektor di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi
Pengaruh Kesehatan Lingkungan Jambi. SPIRAKEL. 2016; 8.
Pemukiman Terhadap Kejadian Demam doi:10.22435/spirakel.v8i1.6134.21-29.
Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Barat
29 Supriyono S, Tan S, Hadi UK. Ragam Spesies
Tahun 2013. Analisa Lanjut Riskesdas. :
dan Karakteristik Habitat Nyamuk di
Ciamis.2014.[thesis].p.
Kecamatan Juai, Kabupaten Balangan,
19 Astuti EP, Prasetyowati H, Ginanjar A. Risiko Provinsi Kalimantan Selatan. ASPIRATOR - J
Penularan Demam Berdarah Dengue Vector-borne Dis Stud. 2019; 11: 19–28.
berdasarkan Maya Indeks dan Indeks
30 Pratama GY. Nyamuk Anopheles Sp dan
Entomologi di Kota Tangerang Selatan,
Faktor yang Mempengaruhi di Kecamatan
Banten. Media Penelit dan Pengemb
Rajabasa, Lampung Selatan. J Major. 2015;
Kesehatan. 2016.
4: 20–27.
doi:10.22435/mpk.v26i4.4510.211-218.

112
ASPIRATOR, 12 (2), 2020, pp. 105 – 114
Hak cipta ©2020 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran DOI 10.22435/asp.v12i2.2270

31 Suwito S, Hadi UK, Sigit SH, Sukowati S. chemical characteristics of Anopheles


Hubungan Iklim, Kepadatan Nyamuk breeding sites: Impact on fecundity and
Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria. J progeny development. African J Environ Sci
Entomol Indones. 2015; 7: 42. Technol. 2009. doi:10.5897/AJEST09.112.
32 Tallan MM, Mau F. Karakteristik Habitat 39 Adnyana N, Willa R, Noshirma M. Beberapa
Perkembangbiakan Vektor Filariasis di Aspek Perilaku Nyamuk Anopheles
Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba barbirostris di Kabupaten Sumba Tengah
Barat Daya. ASPIRATOR - J Vector-borne Dis Tahun 2011. Media Penelit dan Pengemb
Stud. 2016; 8. Kesehat. 2012; 22.
doi:10.22435/aspirator.v8i2.4243.55-62. doi:10.22435/mpk.v22i4.2911.
33 Vadivalagan C, Karthika P, Murugan K, 40 Muhammad R, Soviana S, Upik Kesumawati
Panneerselvam C, Del Serrone P, Benelli G. Hadi U. Keanekaragaman jenis dan
Exploring genetic variation in haplotypes of karakteristik habitat nyamuk Anopheles
the filariasis vector Culex quinquefasciatus spp. di Desa Datar Luas, Kabupaten Aceh
(Diptera: Culicidae) through DNA barcoding. Jaya, Provinsi Aceh. J Entomol Indones.
Acta Trop. 2017; 169: 43–50. 2015; 12: 138–148.
34 Arimurti ARR. Keanekaragaman Genetik 41 Werner D, Kampen H. Aedes albopictus
Nyamuk Vektor Filariasis Culex breeding in southern Germany, 2014.
quinquefasciatus Say, 1823 (Diptera: Parasitol Res. 2015; 114: 831–834.
Culicidae) di Kota dan Kabupaten
42 Bonizzoni M, Gasperi G, Chen X, James AA.
Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. J
The invasive mosquito species Aedes
Muhammadiyah Med Lab Technol. 2018; 1:
albopictus: Current knowledge and future
42.
perspectives. Trends Parasitol. 2013; 29:
35 Leisnham PT, LaDeau SL, Juliano SA. Spatial 460–468.
and temporal habitat segregation of
43 Nikookar SH, Fazeli-Dinan M, Azari-
mosquitoes in Urban Florida. PLoS One.
Hamidian S, Mousavinasab SN, Aarabi M,
2014; 9.
Ziapour SP et al. Correlation between
doi:10.1371/journal.pone.0091655.
mosquito larval density and their habitat
36 Longbottom J, Browne AJ, Pigott DM, Sinka physicochemical characteristics in
ME, Golding N, Hay SI et al. Mapping the Mazandaran Province, northern Iran. PLoS
spatial distribution of the Japanese Negl Trop Dis. 2017; 11: e0005835.
encephalitis vector, Culex tritaeniorhynchus
44 Nikookar SH, Fazeli-Dinan M, Azari-
Giles, 1901 (Diptera: Culicidae) within areas
Hamidian S, Mousavinasab SN, Arabi M,
of Japanese encephalitis risk. Parasites and
Ziapour SP et al. Species composition and
Vectors. 2017; 10. doi:10.1186/s13071-
abundance of mosquito larvae in relation
017-2086-8.
with their habitat characteristics in
37 Hasegawa M, Tuno N, Nguyen TY, Vu SN, Mazandaran Province, northern Iran. Bull
Takagi M. Influence of the distribution of Entomol Res. 2017.
host species on adult abundance of Japanese doi:10.1017/S0007485317000074.
encephalitis vectors - Culex vishnui
45 Widawati M, Nurjana MA, Mayasari R.
subgroup and Culex gelidus - In a rice-
Perbedaan Dataran Tinggi dan Dataran
cultivating village in Northern Vietnam. Am
Rendah terhadap Keberagaman Spesies
J Trop Med Hyg. 2008; 78: 159–168.
Anopheles spp. di Provinsi Nusa Tenggara
38 Oyewole I, Momoh O, Anyasor G, Ogunnowo Timur. ASPIRATOR - J Vector-borne Dis
A, Ibidapo C, Oduola O et al. Physico- Stud. 2018; 10: 103–110.

113
Sebaran Nyamuk Pradewasa Berdasarkan Tipe Ekosistem dan Habitat Spesifik di Kabupaten Pandeglang...(Dinata, A. et al)

114
Indeksasi SINTA 2 Jurnal ASPIRATOR

Anda mungkin juga menyukai