Anda di halaman 1dari 14

Resume Materi

 Pengambilan Keputusan Klinis dalam Keperawatan 

Untuk pemenuhan tugas Individu


 Dosen Pengajar : Septa Permana, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Mata Kuliah : Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis 
 

Disusun Oleh :
Nama : Cinta Meilika 
NIM : 222040 
Kelas : 1B 
Prodi : S1-Keperawatan 

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT


TAHUN AJAR 2022/2023
A. Keputusan Klinik

Berpikir kritis penting untuk dimiliki oleh perawat dalam mengidentifikasi permasalahan
klien dan menentukan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan klien (Sumijatun, 2009).
Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai dan ditingkatkan oleh
perawat dalam pengambilan keputusan klinis yang berkaitan dengan perawatan klien.
Kemampuan berpikir kritis sebelum mengambil keputusan klinis penting dilakukan agar tidak
terjadi kesalahan yang tidak diinginkan dalam pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu,
perawat dituntut untuk mengusai serta memperbaharui pengetahuannya dan tidak hanya
berpatokan menggunakan informasi yang diperoleh dari instansi pendidikan keperawatan atau
yang dijelaskan dalam buku. Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki perawat dapat
menghambat perawat dalam mengambil keputusan mengenai perawatan yang akan diberikan
kepada klien yang akan berakibat fatal terhadap klien (Kozier et al, 2010).

Dalam pengambilan keputusan klinis perawat dipengaruhi oleh dua faktor yang meliputi:
faktor individu yang termasuk didalamnya mengenai komunikasi baik verbal maupun non-verbal
dan faktor lingkungan yang berkaitan dengan tekanan selama bekerja dan otonomi profesional.
Faktor individu berfokus pada pembuat keputusan dan properti yang mendukung pemerosesan
informasi. Sebaliknya, faktor lingkungan berfokus pada informasi yang akan diproses. Kedua
faktor ini saling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan klinis sehingga tidak mungkin
dapat dipisahkan. (Baumgardner, 2018, hlm. 138).

Berpikir kritis dapat ditingkatkan dalam lingkungan klinis yang telah diberikan dalam
proses pembelajaran untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir kritis yang
diperoleh secara nyata yang membuat perawat sejak dini telah terdorong untuk melakukan
pemecahan masalah menggunakan pengetahuan yang diberikan dalam lingkungan akademik.
(Hastuti & Widiyaningsih, 2017, hlm. 19-20).

Perawat sebagai ujung tombak dalam pelayanan di rumah sakit, mempunyai tugas
memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan tindakan
keperawatan, melaksanakan rencana tindakan, mengevaluasi hasil asuhan keperawatan,
mendokumentasikan asuhan keperawatan dan berperan serta dalam melakukan
penyuluhan,terkhusus dalam pengambilan keputusan klinis.
Keputusan klinis adalah suatu proses yang meliputi diagnosis klinis, penilaian dan
keputusan tentang apa yang harus dilakukan (Ennis 1996). Proses pengambilan keputusan dalam
praktik klinik keperawatan dipahami sebagai serangkaian keputusan yang dibuat oleh perawat
dalam interaksinya dengan pasien mengenai jenis pengamatan yang akan dilakukan dalam situasi
yang di alami klien (pengkajian keperawatan), perumusan diagnosa keperawatan, rencana
tindakan keperawatan yang harus diambil, tindakan keperawatan yang akan diambil serta
evaluasi.

Menurut Steiner pengambilan keputusan didefinisikan sebagai suatu proses manusiawi


yang didasari dan mencakup baik fenomena individu maupun sosial, didasarkan pada premis
nilai dan fakta, menyimpulkan sebuah pilihan dari antar alternatif dengan maksud bergerak
menuju suatu situasi yang diinginkan. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengambilan
keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara
sistematis untuk ditindak lanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan masalah.

Banyak faktor yang berpengaruh kepada individu dan kelompok dalam pengambilan
keputusan, antara lain:

a. Faktor Internal

Faktor internal dari diri manajer sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Faktor internal tersebut meliputi: keadaan emosional dan fisik, personal karakteristik, kultural,
sosial, latar belakang filosofi, pengalaman masa lalu, minat, pengetahuan dan sikap pengambilan
keputusan yang dimiliki.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal termasuk kondisi dan lingkungan waktu. Suatu nilai yang berpengaruh
pada semua aspek dalam pengambilan keputusan adalah pernyataan masalah, bagaimana
evaluasi itu dapat dilaksanakan. Nilai ditentukan oleh salah satu kultural, sosial, latar belakang,
filosofi, sosial dan kultural.

Ketepatan pengambilan keputusan akan di pengaruhi oleh kompentisi perawat,


kemampuan berkomunikasi, lingkungan serta budaya. Penting bagi perawat untuk selalu
meningkatkan kapasitas dirinya dalam pemberian asuhan keperawatan hal ini akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap perawat yang selanjutnya akan meningkatkan profesionalisme
perawat. Hal ini bisa digunakan sebagai acuan dalam melakukan hubungan interdisiplin.

Cooke & Slack (1991) menjelaskan 9 tahap yang dilalui individu dalam mengambil
keputusan yaitu:

a. Observasi. Individu memperhatikan bahwa ada sesuatu yang keliru atau kurang sesuai, sesuatu
yang merupa‐ kan kesempatan untuk memutuskan sedang terjadi pada lingkungannya. Suatu
kesadaran bahwa keputusan sedang diperlukan. Kesadaran ini diikuti oleh satu periode
perenungan seperti proses inkubasi.

b. Mengenali masalah. Sesudah mele‐ wati masa perenungan, atau karena akumulasi dari
banyaknya bukti‐ bukti atau tanda‐tanda yang tertangkap, maka individu semakin menyadari
bahwa kebutuhan untuk memutuskan sesuatu menjadi semakin nyata.

c. Menetapkan tujuan. Fase ini adalah masa mempertimbangkan harapan yang akan dicapai
dalam mengambil keputusan. Tujuan pada umumnya berkaitan dengan kesenjangan antara
sesuatu yang telah diobservasi dengan sesuatu yang diharapkan, berkaitan dengan permasalahan
yang dihadapi.

d. Memahami masalah. Merupakan suatu kebutuhan bagi individu untuk memahami secara benar
permasalah‐ an, yaitu mendiagnosa akar permasa‐ lahan yang terjadi. Kesalahan dalam
mendiagnosa dapat terjadi karena memformulasikan masalah secara salah, karena hal ini akan
mempe‐ ngaruhi rangkaian proses selanjut‐ nya. Jawaban yang benar terhadap pemahaman
masalah yang salah memiliki makna/akibat sama seperti halnya jawaban yang salah terhadap
pemahaman masalah yang benar.

e. Menentukan Pilihan‐pilihan. Jika batas‐batas keputusan telah didefini‐ sikan dengan lebih
sempit maka pilihan‐pilihan dengan sendirinya lebih mudah tersedia. Namun, jika keputusan
yang diambil masih didefinisikan secara luas maka proses menetapkan pilihan merupakan proses
kreatif.

f. Mengevaluasi Pilihan‐pilihan. Fase ini melibatkan penentuan yang lebih luas mengenai
ketepatan masing‐ masing pilihan terhadap tujuan pengambilan keputusan.
g. Memilih. Pada fase ini salah satu dari beberapa pilihan keputusan yang tersedia telah dipilih,
dengan pertimbangan apabila diterapkan akan menjanjikan suatu kepuasan.

h. Menerapkan. Fase ini melibatkan perubahan‐perubahan yang terjadi karena pilihan yang telah
dipilih. Efektivitas penerapan ini bergantung pada ketrampilan dan kemampuan individu dalam
menjalankan tugas serta sejauh mana kesesuaian pilihan tersebut dalam penerapan.

i. Memonitor. Setelah diterapkan, maka keputusan tersebut sebaiknya dimonitor untuk melihat
efektivitas dalam memecahkan masalah atau mengurangi permasalahan yang sesungguhnya.

B. Keputusan klinik: problem solving

Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah
dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil
kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik, 1994, dalam Yasin, 2009).

Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara identifikasi problem untuk
dilanjutkan ketahap sintesis kemudian dianalisis dengan pemilahan seluruh masalah sehingga
mencapai tahap aplikasi selajutnya pada tahap komprehensif untuk mendapatkan solution dalam
penyelesaian masalah tersebut.

Edward (2007) menjelaskan bahwa problem solving merupakan suatu proses kognitif
yang diterapkan saat mengatasi permasalahan untuk meraih suatu tujuan. Problem solving adalah
proses kognitif yang berfungsi untuk menemukan dan memecahkan masalah melalui proses
sintesis, analisis dan bersifat komprehensif.

Menurut Matlin (1989), pemecahan masalah diperlukan ketika seorang individu


mempunyai keinginan untuk meraih sebuah tujuan tertentu dan tujuan itu belum tercapai.
Matlin (1989) mengemukakan bahwa dalam memecahkan masalah, ada baiknya
memperhatikan aspek-aspek dari masalah, yaitu:

1.Kondisi nyata yang dihadapi, misalnya seorang mahasiswa yang tidak memiliki
handphonepadahal semua teman di kampusnya sudah memiliki handphone. Mahasiswa
ini sudah memintadibelikan pada orang tuanya, namun ternyata orang tuanya tidak memiliki
dana yang cukup untuk membeli handphone.
2.Kondisi yang diinginkan, misalnya mahasiswa tersebut di atas menginginkan
handphonemodel terbaru seperti yang dimiliki teman-temannya

3.Aturan atau batasan yang ada, misalnya si mahasiswa tersebut memegang teguh nilai, bahwa
ia tidak boleh mendapatkan barang dengan cara yang melanggar norma, seperti mencuri.

Dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi, seorang individu akan melakukan
langkah-langkah yang terkait dengan proses kognitif. Penelitian yang dilakukan oleh
Guilford dkk (Evans, 1992), menyimpulkan beberapa fungsi kognitif yang terlibat dalam
pemecahan masalah:

1.Berfikir cepat tentang karakteristik dari sebuah obyek atau situasi

2.Klasifikasi obyek atau ide

3.Membentuk atau menyusun hubungan antar obyek atau ide

4.Berfikir tentang berbagai kemungkinan hasilnya5.Membuat daftar karakteristik dari tujuan dan
menghasilkan solusi yang logis.

Bransford dan Stein (dalam Eggen & Kauchak, 1997) menjelaskan bahwa strategi
umum dalam memecahkan masalah terdiri dari 5 langkah, yaitu:

1.Identifikasi masalah.

Langkah pertama dalam upaya memecahkan masalah ini kelihatannya adalah hal yang
sederhana, namun pada kenyataannya, memahami sebuah masalah adalah hal yang cukup
menantang mengingat untuk dapat memahami masalah diperlukan suatu daya kreativitas,
ketahanan dan kemauan untuk tidak terburu-buru dalam menyelesaikan masalah.
Banyaknya aspek yang terkait dengan masalah yang dihadapi terkadang ikut
menyulitkan seorang individu dalam memahami suatu masalah. Ada beberapa kondisi
yang membuat seorang individu mengalami kesulitan dalam identifikasi masalah,
diantaranya:

a.Kurangnya pengalaman dalam mengidentifikasi masalah. Seperti telah dijelaskan di awal,


kemampuan menyelesaikan masalah tampaknya baru sebatas pada masalah yang
bersifat well defined, karena masalah jenis inilah yang banyak dihadapi dan diajarkan cara
penyelesaiannya di bangku sekolah. Sementara untuk masalah yang bersifat ill defined,
tampaknya masih cukupbanyak yang kesulitan dalam menyelesaikannya. Hal ini membuat
pelajar atau mahasiswa akan merasa kesulitan mengidentifikasi masalah yang serba
tidak pasti ketika mereka menghadapi situasi nyata dalam kehidupan

b.Kurangnya pengetahuan yang terkait dengan masalah, sehingga menyulitkan individu


dalam memahami masalah dan melihat alternatif solusi yang tepat untuk mengatasi masalah.

c.Kecenderungan ingin cepat menemukan solusi, sehingga terkadang individu tidak sabar dan
tidak mau membuang waktu untuk memahami masalah dengan lebih komprehensif.

d.Kecenderungan berfikir konvergen, sehingga individu tidak dapat melihat berbagai


kemungkinan untuk memecahkan masalah. Cara berfikir konvergen ini dipengaruhi
oleh kecenderungan individu untuk melihat sebuah obyek hanya memiliki satu fungsi saja,
sehingga tidak melihat adanya kemungkinan fungsi yang lain.

2.Representasi masalah atau penggambaran masalah

Representasi atau penggambaran masalah dapat berupa secara sederhana


membayangkan masalah yang ada, maupun menggunakan alat bantu seperti grafik, gambar,
daftar dan lain sebagainya. Representasi masalah ini akan membantu individu untuk
memberikan makna pada masalah tersebut, yang pada akhirnya akan membantu individu untuk
memahami masalah dengan benar.

3.Pemilihan strategi pemecahan masalah

Untuk pemecahan masalah yang bersifat well defined, strategi algoritma dapat dijadikan
pilihan karena memberikan jaminan tercapainya penyelesaian masalah. Namun untuk
masalah yang bersifat ill defined, strategi heuristik akan lebih memberi kemungkinan
keberhasilan dalam menyelesaikan masalah. Beberapa strategi yang bersifat heuristik
diantaranya adalah:

a.Trial and error, yaitu dengan mencoba dan melihat hasilnya. Upaya ini tidak berdasarkan
pada prosedur atau aturan tertentu, namun lebih pada melihat dan mengevaluasi hasil dari
apa yang telah dilakukan.
b.Membagi masalah ke dalam sub tujuan dan memecahkannya satu demi satu. Dengan
membagi masalah ke dalam sub yang lebih kecil, akan lebih memungkinkan untuk
mencapai pemecahan masalah karena permasalahan yang harus diselesaikan menjadi lebih
kecil lingkupnya dan menjadi lebih sederhana.

c.Menggunakan analogi, yaitu upaya untuk memecahkan masalah yang kurang dipahami
dengan membandingkannya dengan masalah yang serupa yang pernah dipecahkan.

4.Implementasi strategi pemecahan masalah.

Kunci keberhasilan dari implementasi strategi adalah pemahaman yang benar tentang
masalah. Jika dalam implementasi ini ada kesulitan, maka perlu dilihat kembali apakah
masalah yang dihadapi sudah dipahami dengan benar. Jika ada kesalahan, maka individu
tersebut perlu mulai lagi dari awal untuk mengidentifikasi dan memahami masalah dengan
benar, kemudian mencoba lagi strategi pemecahan masalah yang sesuai.

5.Evaluasi hasil

Evaluasi hasil berarti evaluasi realitas, apakah strategi pemecahan masalah yang diterapkan
benar-benar sudah mengatasi masalah yang dihadapi.

C. Keputusan klinik: critical thingking

Menurut Beyer (Filsaime, 2008: 56) berpikir kritis adalah sebuah cara berpikir disiplin
yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi validitas sesuatu (pernyataan-penyataan, ide-ide,
argumen, dan penelitian). Sedangkan menurut Ennis (1996). “Berpikir kritis adalah sebuah
proses yang dalam mengungkapakan tujuan yang dilengkapi alasan yang tegas tentang suatu
kepercayaan dan kegiatan yang telah dilakukan.”

Perilaku berpikir kritis mencakup

• Relevance, relevansi (keterkaitan) dari pernyataan yang dikemukakan.


• Importance, penting-tidaknya isu atau poko-pokok pikiran yang dikemukakan.

• Novelty, kebaruan dari isi pikiran, baik dalam mebawa ide-ide atau informasi baru
maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide baru dari orang lain.
• Outside material , menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan yang
diterimanya dari perkuliahan (reference)

• Ambiguity clarified, mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut, jika dirasa ada
ketidakjelasan.

• Linking ideas, senantiasa menghubungkan, fakta. Ide, atau pandangan serta mencari data
baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan.

• Justification, member bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau
kesimpulan yang diambilnya, termauk penjelasan mengenai keuntungan (kelebihan) dan
kerugian (kekurangan) dari suatu situasi atau solusi.

• Critical assessment, melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi/ masukkan yang


datang dari dalam dirinya maupun dari orang lain.

• Practical utility, ide-ide baru yang dikemukakan selalu dilihat pula dari sudut
kepraktisan/kegunaannya dalam penerapan.

• Width of understanding, diskusi yang dilaksanakan senantiasa bersifat meluaskan isi


atau materi diskusi.

Karakteristik berpikir kritis adalah :

1. Konseptualisasi Konseptualisasi

artinya proses intelektual membentuk suatu konsep. Sedangkan konsep adalah fenomena atau
pandangan mental tentang realitas, pikiran-pikiran tentang kejadian, objek, atribut, dan
sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang digeneralisasi
secara otomatis menjadi simbol-simbol dan disimpan dalam otak.

2. Rasional dan beralasan.

Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar kuat dari fakta
fenomena nyata.

3. Reflektif
Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau persepsi dalam berpikir
atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan
menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan kejadian.

4. Bagian dari suatu sikap.

Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan selalu menguji apakah
sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk dibanding yang lain.

5. Kemandirian berpikir

Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima pemikiran dan
keyakinan orang lain menganalisis semua isu,memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.

6. Berpikir adil dan terbuka

Yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang menguntungkan menjadi
benar dan lebih baik.

7. Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan.

Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu
pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang akan diambil.

Wade (1995) mengidentifikasi delapan kerakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:

1.Kegiatan merumuskan pertanyaan

2.Membatasi permasalahan

3.Menguji data-data

4.Menganalisis berbagai pendapat

5.Menghindari pertimbangan yang sangat emosional

6.Menghindari penyederhanaan berlebihan

7.Mempertimbangkan berbagai interpretasi


8. Mentolerasi ambiguitas

D. Keputusan klinik: clinical judgment

Clinical Judgement (Penilaian Klinis) merupakan penerapan informasi berdasarkan


pengamatan aktual pada klien yang dikombinasikan dengan data subjektif dan objektif yang
mengarah pada kesimpulan akhir/analisis/diagnosis. Sebagai suatu proses dimana perawat
menetapkan data-data mengenai keadaan klien yang akan dikumpulkan, kemudian
mengidentifikasi tindakan keperawatan yang tepat.

Pengambilan Keputusan Klinis berdasarkan Clinical Judgement :

 Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif terbaik dari beberapa
pilihan alternatif yang tersedia.

 Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktik suatu
profesi dan keberadaanya sangat penting karena akan menentukan tindakan selanjutnya.

 Pengambilan keputusan klinis dapat terjadi mengikuti suatu proses yangsistematis, logis,
dan jelas.

 Kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis sangat tergantung pada pengalaman,


pengetahuan, dan latihan atau praktek

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons individu, keluarga,


atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan actual ataupun potensial
sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat
bertanggung jawab (Budiono, 2016). Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis mengenai
respons manusia terhadap kondisii kesehatan/ proses hidup, atau kerentanan terhadap respons
tersebut dari individu, keluarga, atau komunitas. Diagnosis keperawatan memberi dasar pemlihan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil akhir (outcome) yang menjadi akuntabilitas
perawat (NANDA-I, 2018).
Diagnosa sebagai penilaian klinis yang dibuat oleh perawat profesional yang
memberi gambaran tentang masalah kesehatan klien, baik aktual maupun potensial, yang
ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil pengkajian (Asmadi, 2008).

E. Keputusan klinik: clinical decision making

Pengambilan keputusan sangat penting dalam menentukan asuhan keperawatan yang


tepat kepada pasien. Cristine W. Nibbelink, 2017 mengatakan bahwa perawat harus
mempertimbangkan banyak faktor yang berpotensi mempengaruhi proses pengambilan
keputusan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Perawat harus mempunyai kemampuan yang baik
untuk pasien atau untuk dirinya didalam menghadapi masalah yang menyangkut etika. Tidak
hanya perawat, setiap orang yang turut berperan dalam perawatan klien harus berpikir secara
rasional, bukan emosional dalam membuat keputusan etis. Keputusan yang dimaksud
membutuhkan keterampilan berpikir secara sadar yang diperlukan untuk menyelamatkan
keputusan klien dan memberikan asuhan. Haryono, 2012 menegaskan bahwa kemampuan
membuat keputusan masalah etis menjadi salah satu persyaratan bagi perawat untuk menjalankan
praktik keperawatan professional. Pengambilan keputusan yang tepat ini sangat berpengaruh
terhadap tingkat asuhan keperawatan karena jika dalam pengambilan keputusan tidak tepat maka
asuhan keperawatan yang dilakukan juga tidak efektif dan efisien.

Salah satu contoh pengambilan keputusan yang dilakukan perawat adalah penentuan
diagnosa keperawatan. Jika keputusan yang ditentukan tepat maka tentu asuhan keperawatan
yang diberikan akan efektif dan berpengaruh positif terhadap kesembuhan klien. Penilaian dan
keputusan klinis dibutuhkan untuk mendapatkan kualitas pelayanan yang optimal. Pemberian
asuhan dan pelayanan keperawatan harus berdasarkan nilai-nilai dan etika yang dianut oleh klien
dan nilai-nilai profesional asuhan keperawatan.

Ennis 1996 menyatakan keputusan klinis adalah proses yang meliputi diagnosis klinis,
penilaian dan keputusan tentang apa yang harus dilakukan. Dianan Catarina. 2009, Jan Florin.
2007, Mehee, juaga menyimpulkan proses pengambilan keputusan dalam praktik klinik
keperawatan dipahami sebagai serangkaian keputusan yang dibuat oleh perawat dalam
interaksinya dengan pasien mengenai jenis pengamatan yang akan dilakukan dalam situasi yang
di alami klien (pengkajian keperawatan), perumusan diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan yang harus diambil, tindakan keperawatan yang akan diambil serta evaluasi.

Pengambilan Keputusan Klinis Yang Etis Etika klinis merupakan suatu metodologi dalam
proses pengambilan keputusan klinis yang etik. Beberapa contoh metodologi tersebut adalah:

• Casuistry: metodologi pengambilan keputusan etik adalah menganalogikan situasi dan kondisi
suatu kasus terhadap kasus terdahulu yang sudah ada pemecahan masalahnya secara konsensus.
Kelemahan metode ini adalah bahwa tidak ada konsensus yang abadi.

• Moral Pluralism: dikembangkan oleh Jonsen, Siegler and Winslade yang membagi 4 jenis
kategori yang memerlukan analisis moral.

Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan, diantaranya :

• Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan melainkan dengan penuh
pertimbangan.

• Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada
sistematika tertentu:

o Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.

o Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia

o Falsafah yang dianut organisasi.

o Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi dan
manajemen di dalam organisasi.

• Masalah harus diketahui dengan jelas.

• Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan sistematis.

• Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang telah
dianalisa secara matang.

Ketepatan pengambilan keputusan perawat akan di pengaruhi oleh kompentisi perawat,


kemampuan berkomunikasi, lingkungan serta budaya. Penting bagi perawat untuk selalu
meningkatkan kapasitas dirinya sebagai profesi dalam pemberian asuhan keperawatan. Hal ini
akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perawat yang selanjutnya akan
meningkatkan profesionalisme perawat. Pengambilan keputusan yang tepat akan meningkatkan
kemandirian klien dalam asuhannya serta membantu klien untu menentukan pilihan bantuan
yang tepat sesuai dengan kondisi yang dialami klien.

Daftar Pustaka

Panggabean, N. S. (2019). Berpikir Kritis Dalam Mengambil Keputusan Klinis.

Marbun, N. C. P. (2020). Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Pengambilan Keputusan Klinis


Keperawatan.

Patnani, M. (2013). Upaya meningkatkan kemampuan problem solving pada mahasiswa. Jurnal


Psikogenesis, 1(2), 130-142.

Hanhara, R. (2019). Konsep Berfikir Kritis dan Karakteristik Berfikir Kritis dalam Keperawatan.

Afandi, D. (2017). Kaidah dasar bioetika dalam pengambilan keputusan klinis yang
etis. Majalah Kedokteran Andalas, 40(2), 111-121.

Oktaviany, R. (2020). PENGARUH PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP ASUHAN


KEPERAWATAN.

Saroh, A. M. (2019). DIAGNOSA SEBAGAI PENILAIAN KLINIS TERHADAP MASALAH KESEHATAN


SEBAGAI DASAR PEMILIHAN INTERVENSI KEPERAWATAN.

Anda mungkin juga menyukai