Disusun Oleh :
Nama : Cinta Meilika
NIM : 222040
Kelas : 1B
Prodi : S1-Keperawatan
Berpikir kritis penting untuk dimiliki oleh perawat dalam mengidentifikasi permasalahan
klien dan menentukan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan klien (Sumijatun, 2009).
Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai dan ditingkatkan oleh
perawat dalam pengambilan keputusan klinis yang berkaitan dengan perawatan klien.
Kemampuan berpikir kritis sebelum mengambil keputusan klinis penting dilakukan agar tidak
terjadi kesalahan yang tidak diinginkan dalam pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu,
perawat dituntut untuk mengusai serta memperbaharui pengetahuannya dan tidak hanya
berpatokan menggunakan informasi yang diperoleh dari instansi pendidikan keperawatan atau
yang dijelaskan dalam buku. Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki perawat dapat
menghambat perawat dalam mengambil keputusan mengenai perawatan yang akan diberikan
kepada klien yang akan berakibat fatal terhadap klien (Kozier et al, 2010).
Dalam pengambilan keputusan klinis perawat dipengaruhi oleh dua faktor yang meliputi:
faktor individu yang termasuk didalamnya mengenai komunikasi baik verbal maupun non-verbal
dan faktor lingkungan yang berkaitan dengan tekanan selama bekerja dan otonomi profesional.
Faktor individu berfokus pada pembuat keputusan dan properti yang mendukung pemerosesan
informasi. Sebaliknya, faktor lingkungan berfokus pada informasi yang akan diproses. Kedua
faktor ini saling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan klinis sehingga tidak mungkin
dapat dipisahkan. (Baumgardner, 2018, hlm. 138).
Berpikir kritis dapat ditingkatkan dalam lingkungan klinis yang telah diberikan dalam
proses pembelajaran untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir kritis yang
diperoleh secara nyata yang membuat perawat sejak dini telah terdorong untuk melakukan
pemecahan masalah menggunakan pengetahuan yang diberikan dalam lingkungan akademik.
(Hastuti & Widiyaningsih, 2017, hlm. 19-20).
Perawat sebagai ujung tombak dalam pelayanan di rumah sakit, mempunyai tugas
memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan tindakan
keperawatan, melaksanakan rencana tindakan, mengevaluasi hasil asuhan keperawatan,
mendokumentasikan asuhan keperawatan dan berperan serta dalam melakukan
penyuluhan,terkhusus dalam pengambilan keputusan klinis.
Keputusan klinis adalah suatu proses yang meliputi diagnosis klinis, penilaian dan
keputusan tentang apa yang harus dilakukan (Ennis 1996). Proses pengambilan keputusan dalam
praktik klinik keperawatan dipahami sebagai serangkaian keputusan yang dibuat oleh perawat
dalam interaksinya dengan pasien mengenai jenis pengamatan yang akan dilakukan dalam situasi
yang di alami klien (pengkajian keperawatan), perumusan diagnosa keperawatan, rencana
tindakan keperawatan yang harus diambil, tindakan keperawatan yang akan diambil serta
evaluasi.
Banyak faktor yang berpengaruh kepada individu dan kelompok dalam pengambilan
keputusan, antara lain:
a. Faktor Internal
Faktor internal dari diri manajer sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Faktor internal tersebut meliputi: keadaan emosional dan fisik, personal karakteristik, kultural,
sosial, latar belakang filosofi, pengalaman masa lalu, minat, pengetahuan dan sikap pengambilan
keputusan yang dimiliki.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal termasuk kondisi dan lingkungan waktu. Suatu nilai yang berpengaruh
pada semua aspek dalam pengambilan keputusan adalah pernyataan masalah, bagaimana
evaluasi itu dapat dilaksanakan. Nilai ditentukan oleh salah satu kultural, sosial, latar belakang,
filosofi, sosial dan kultural.
Cooke & Slack (1991) menjelaskan 9 tahap yang dilalui individu dalam mengambil
keputusan yaitu:
a. Observasi. Individu memperhatikan bahwa ada sesuatu yang keliru atau kurang sesuai, sesuatu
yang merupa‐ kan kesempatan untuk memutuskan sedang terjadi pada lingkungannya. Suatu
kesadaran bahwa keputusan sedang diperlukan. Kesadaran ini diikuti oleh satu periode
perenungan seperti proses inkubasi.
b. Mengenali masalah. Sesudah mele‐ wati masa perenungan, atau karena akumulasi dari
banyaknya bukti‐ bukti atau tanda‐tanda yang tertangkap, maka individu semakin menyadari
bahwa kebutuhan untuk memutuskan sesuatu menjadi semakin nyata.
c. Menetapkan tujuan. Fase ini adalah masa mempertimbangkan harapan yang akan dicapai
dalam mengambil keputusan. Tujuan pada umumnya berkaitan dengan kesenjangan antara
sesuatu yang telah diobservasi dengan sesuatu yang diharapkan, berkaitan dengan permasalahan
yang dihadapi.
d. Memahami masalah. Merupakan suatu kebutuhan bagi individu untuk memahami secara benar
permasalah‐ an, yaitu mendiagnosa akar permasa‐ lahan yang terjadi. Kesalahan dalam
mendiagnosa dapat terjadi karena memformulasikan masalah secara salah, karena hal ini akan
mempe‐ ngaruhi rangkaian proses selanjut‐ nya. Jawaban yang benar terhadap pemahaman
masalah yang salah memiliki makna/akibat sama seperti halnya jawaban yang salah terhadap
pemahaman masalah yang benar.
e. Menentukan Pilihan‐pilihan. Jika batas‐batas keputusan telah didefini‐ sikan dengan lebih
sempit maka pilihan‐pilihan dengan sendirinya lebih mudah tersedia. Namun, jika keputusan
yang diambil masih didefinisikan secara luas maka proses menetapkan pilihan merupakan proses
kreatif.
f. Mengevaluasi Pilihan‐pilihan. Fase ini melibatkan penentuan yang lebih luas mengenai
ketepatan masing‐ masing pilihan terhadap tujuan pengambilan keputusan.
g. Memilih. Pada fase ini salah satu dari beberapa pilihan keputusan yang tersedia telah dipilih,
dengan pertimbangan apabila diterapkan akan menjanjikan suatu kepuasan.
h. Menerapkan. Fase ini melibatkan perubahan‐perubahan yang terjadi karena pilihan yang telah
dipilih. Efektivitas penerapan ini bergantung pada ketrampilan dan kemampuan individu dalam
menjalankan tugas serta sejauh mana kesesuaian pilihan tersebut dalam penerapan.
i. Memonitor. Setelah diterapkan, maka keputusan tersebut sebaiknya dimonitor untuk melihat
efektivitas dalam memecahkan masalah atau mengurangi permasalahan yang sesungguhnya.
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah
dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil
kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik, 1994, dalam Yasin, 2009).
Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara identifikasi problem untuk
dilanjutkan ketahap sintesis kemudian dianalisis dengan pemilahan seluruh masalah sehingga
mencapai tahap aplikasi selajutnya pada tahap komprehensif untuk mendapatkan solution dalam
penyelesaian masalah tersebut.
Edward (2007) menjelaskan bahwa problem solving merupakan suatu proses kognitif
yang diterapkan saat mengatasi permasalahan untuk meraih suatu tujuan. Problem solving adalah
proses kognitif yang berfungsi untuk menemukan dan memecahkan masalah melalui proses
sintesis, analisis dan bersifat komprehensif.
1.Kondisi nyata yang dihadapi, misalnya seorang mahasiswa yang tidak memiliki
handphonepadahal semua teman di kampusnya sudah memiliki handphone. Mahasiswa
ini sudah memintadibelikan pada orang tuanya, namun ternyata orang tuanya tidak memiliki
dana yang cukup untuk membeli handphone.
2.Kondisi yang diinginkan, misalnya mahasiswa tersebut di atas menginginkan
handphonemodel terbaru seperti yang dimiliki teman-temannya
3.Aturan atau batasan yang ada, misalnya si mahasiswa tersebut memegang teguh nilai, bahwa
ia tidak boleh mendapatkan barang dengan cara yang melanggar norma, seperti mencuri.
Dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi, seorang individu akan melakukan
langkah-langkah yang terkait dengan proses kognitif. Penelitian yang dilakukan oleh
Guilford dkk (Evans, 1992), menyimpulkan beberapa fungsi kognitif yang terlibat dalam
pemecahan masalah:
4.Berfikir tentang berbagai kemungkinan hasilnya5.Membuat daftar karakteristik dari tujuan dan
menghasilkan solusi yang logis.
Bransford dan Stein (dalam Eggen & Kauchak, 1997) menjelaskan bahwa strategi
umum dalam memecahkan masalah terdiri dari 5 langkah, yaitu:
1.Identifikasi masalah.
Langkah pertama dalam upaya memecahkan masalah ini kelihatannya adalah hal yang
sederhana, namun pada kenyataannya, memahami sebuah masalah adalah hal yang cukup
menantang mengingat untuk dapat memahami masalah diperlukan suatu daya kreativitas,
ketahanan dan kemauan untuk tidak terburu-buru dalam menyelesaikan masalah.
Banyaknya aspek yang terkait dengan masalah yang dihadapi terkadang ikut
menyulitkan seorang individu dalam memahami suatu masalah. Ada beberapa kondisi
yang membuat seorang individu mengalami kesulitan dalam identifikasi masalah,
diantaranya:
c.Kecenderungan ingin cepat menemukan solusi, sehingga terkadang individu tidak sabar dan
tidak mau membuang waktu untuk memahami masalah dengan lebih komprehensif.
Untuk pemecahan masalah yang bersifat well defined, strategi algoritma dapat dijadikan
pilihan karena memberikan jaminan tercapainya penyelesaian masalah. Namun untuk
masalah yang bersifat ill defined, strategi heuristik akan lebih memberi kemungkinan
keberhasilan dalam menyelesaikan masalah. Beberapa strategi yang bersifat heuristik
diantaranya adalah:
a.Trial and error, yaitu dengan mencoba dan melihat hasilnya. Upaya ini tidak berdasarkan
pada prosedur atau aturan tertentu, namun lebih pada melihat dan mengevaluasi hasil dari
apa yang telah dilakukan.
b.Membagi masalah ke dalam sub tujuan dan memecahkannya satu demi satu. Dengan
membagi masalah ke dalam sub yang lebih kecil, akan lebih memungkinkan untuk
mencapai pemecahan masalah karena permasalahan yang harus diselesaikan menjadi lebih
kecil lingkupnya dan menjadi lebih sederhana.
c.Menggunakan analogi, yaitu upaya untuk memecahkan masalah yang kurang dipahami
dengan membandingkannya dengan masalah yang serupa yang pernah dipecahkan.
Kunci keberhasilan dari implementasi strategi adalah pemahaman yang benar tentang
masalah. Jika dalam implementasi ini ada kesulitan, maka perlu dilihat kembali apakah
masalah yang dihadapi sudah dipahami dengan benar. Jika ada kesalahan, maka individu
tersebut perlu mulai lagi dari awal untuk mengidentifikasi dan memahami masalah dengan
benar, kemudian mencoba lagi strategi pemecahan masalah yang sesuai.
5.Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berarti evaluasi realitas, apakah strategi pemecahan masalah yang diterapkan
benar-benar sudah mengatasi masalah yang dihadapi.
Menurut Beyer (Filsaime, 2008: 56) berpikir kritis adalah sebuah cara berpikir disiplin
yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi validitas sesuatu (pernyataan-penyataan, ide-ide,
argumen, dan penelitian). Sedangkan menurut Ennis (1996). “Berpikir kritis adalah sebuah
proses yang dalam mengungkapakan tujuan yang dilengkapi alasan yang tegas tentang suatu
kepercayaan dan kegiatan yang telah dilakukan.”
• Novelty, kebaruan dari isi pikiran, baik dalam mebawa ide-ide atau informasi baru
maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide baru dari orang lain.
• Outside material , menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan yang
diterimanya dari perkuliahan (reference)
• Ambiguity clarified, mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut, jika dirasa ada
ketidakjelasan.
• Linking ideas, senantiasa menghubungkan, fakta. Ide, atau pandangan serta mencari data
baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan.
• Justification, member bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau
kesimpulan yang diambilnya, termauk penjelasan mengenai keuntungan (kelebihan) dan
kerugian (kekurangan) dari suatu situasi atau solusi.
• Practical utility, ide-ide baru yang dikemukakan selalu dilihat pula dari sudut
kepraktisan/kegunaannya dalam penerapan.
1. Konseptualisasi Konseptualisasi
artinya proses intelektual membentuk suatu konsep. Sedangkan konsep adalah fenomena atau
pandangan mental tentang realitas, pikiran-pikiran tentang kejadian, objek, atribut, dan
sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang digeneralisasi
secara otomatis menjadi simbol-simbol dan disimpan dalam otak.
Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar kuat dari fakta
fenomena nyata.
3. Reflektif
Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau persepsi dalam berpikir
atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan
menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan kejadian.
Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan selalu menguji apakah
sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk dibanding yang lain.
5. Kemandirian berpikir
Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima pemikiran dan
keyakinan orang lain menganalisis semua isu,memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.
Yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang menguntungkan menjadi
benar dan lebih baik.
Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu
pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang akan diambil.
2.Membatasi permasalahan
3.Menguji data-data
Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif terbaik dari beberapa
pilihan alternatif yang tersedia.
Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktik suatu
profesi dan keberadaanya sangat penting karena akan menentukan tindakan selanjutnya.
Pengambilan keputusan klinis dapat terjadi mengikuti suatu proses yangsistematis, logis,
dan jelas.
Salah satu contoh pengambilan keputusan yang dilakukan perawat adalah penentuan
diagnosa keperawatan. Jika keputusan yang ditentukan tepat maka tentu asuhan keperawatan
yang diberikan akan efektif dan berpengaruh positif terhadap kesembuhan klien. Penilaian dan
keputusan klinis dibutuhkan untuk mendapatkan kualitas pelayanan yang optimal. Pemberian
asuhan dan pelayanan keperawatan harus berdasarkan nilai-nilai dan etika yang dianut oleh klien
dan nilai-nilai profesional asuhan keperawatan.
Ennis 1996 menyatakan keputusan klinis adalah proses yang meliputi diagnosis klinis,
penilaian dan keputusan tentang apa yang harus dilakukan. Dianan Catarina. 2009, Jan Florin.
2007, Mehee, juaga menyimpulkan proses pengambilan keputusan dalam praktik klinik
keperawatan dipahami sebagai serangkaian keputusan yang dibuat oleh perawat dalam
interaksinya dengan pasien mengenai jenis pengamatan yang akan dilakukan dalam situasi yang
di alami klien (pengkajian keperawatan), perumusan diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan yang harus diambil, tindakan keperawatan yang akan diambil serta evaluasi.
Pengambilan Keputusan Klinis Yang Etis Etika klinis merupakan suatu metodologi dalam
proses pengambilan keputusan klinis yang etik. Beberapa contoh metodologi tersebut adalah:
• Casuistry: metodologi pengambilan keputusan etik adalah menganalogikan situasi dan kondisi
suatu kasus terhadap kasus terdahulu yang sudah ada pemecahan masalahnya secara konsensus.
Kelemahan metode ini adalah bahwa tidak ada konsensus yang abadi.
• Moral Pluralism: dikembangkan oleh Jonsen, Siegler and Winslade yang membagi 4 jenis
kategori yang memerlukan analisis moral.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan, diantaranya :
• Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan melainkan dengan penuh
pertimbangan.
• Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada
sistematika tertentu:
o Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi dan
manajemen di dalam organisasi.
• Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan sistematis.
• Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang telah
dianalisa secara matang.
Daftar Pustaka
Hanhara, R. (2019). Konsep Berfikir Kritis dan Karakteristik Berfikir Kritis dalam Keperawatan.
Afandi, D. (2017). Kaidah dasar bioetika dalam pengambilan keputusan klinis yang
etis. Majalah Kedokteran Andalas, 40(2), 111-121.