Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Schistosomiasis adalah penyakit parasit akut dan kronis yang disebabkan
oleh Schistosomiasis darah ( Schistosomiasis trematoda) dari genus Schistosoma.
Di Indonesia Schistosomiasis masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat.Penyebab Schistosomiasis di Indonesia adalah Schistosoma
japonicum dengan keong perantara, Oncomelania Hupensis Lindoensis memiliki
beberapa lingkungan habitat, ditemukan tahun 1972. Schistosomiasis hanya
terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah, di Kabupaten Sigi, di Lembah Napu dan di
kabupaten Poso, di Lembah Napu dan Bada. Ini erat kaitannya dengan
lingkungan, yaitu pertanian dan perkebunan.
Umumnya focus keong perantara di temukan di daerah pertanian dan
perkebunan Dikabupaten Sigi, habitat atau focus keong penular dominan ditemui
di kebun coklat yang berdekatan dengan lokasi hutan lindung, yang jauh dari
pemukiman penduduk. Hasil survey juga focus keong penular infektif ditemui
dibeberapa pemukiman masyarakat. Prevalensi pada manusia, tikus dan keong
berfluktuasi disebabkan penularan berjalan terus menerus. Jumlah focus keong
perantara masih tersebar di dataran tinggi napu, Lindu dan Bada. Penularan
Schistosimiasis melalui lingkungan (focus keong perantara ) dan hewan serta
tikus harus menjadi perhatian. Parisipasi masyarakat (perilaku) masih belum
optimal dalam memutus penularan Schistosomiasis.
Pentingnya signifikasi aspek kesehatan masyarakat Schistosomiasis
sering diremehkan karena dua alasan. Pertama, beberapa orang yang sudah
terinfeksi Schistosomiasis sangat sedikit yang menunjukkan gejala. Kedua,
penyakit dalam stadium lanjut biasanya terjadi setelah bertahun – tahun
mengalami infeksi yang tidak begitu jelas atau agak simtomatik. Dampak

1
terhadap kesehatan masyarakat dapat dinilai berdasarkan frekuensi dan tingkat
keparahan penyakit terkait schistosomiasis, ketidakmampuan dan bahkan
kematian dini.
Kewaspadaan terhadap penyakit schistosomiasi bagi masyarakat di
kecamatan Rampi, erat kaitannya berdasarkan letak geografis dari wilayah ini
yang berbatasan langsung dengan daerah dataran tinggi Bada.
Hal ini terlihat dalam peta penyebaran schistosomiasis di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari hasil pendataan ditemukan beberapa penyebab diantaranya:
1. Letak geografis yang dimana Rampi berbatasan langsung dengan daerah
focus keong schistosomiasis yaitu dataran tinggi Bada
2. Kegiatan ekonomi masyarakat yang lancar ke daerah Bada karena akses
menuju ibukota kabupaten sangat sulit ditempuh.

2
3. Aktivitas masyarakat yang bertani dan berkebun dan merupakan daerah adat
terpencil.
4. Sanitasi lingkungan yang ada diwilayah kerja UPT Puskesmas Rampi masih
menjadi masalah yang ditandai dengan cakupan jamban Keluarga masih
sangat rendah, sarana air bersih dan sarana pembuangan air limbah yang erat
kaitannya sebagai perantara penularan penyakit schistosomiasis.
5. Pernah ditemukan kasus yang terindikasi suspek schistosomiasis

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk menyelenggarakan Deteksi secara dini penyakit schistosomiasis
di masyarakat adat Rampi.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengendalian penyakit schistosomiasis bersama masyarakat
adat rampi
b. Adanya respon cepat terhadap potensi penularan penyakit schistosomiasis.
c. Meminimalkan kesakitan/kematian yang berhubungan dengan penyakit
schistosomiasis
D. INDIKATOR KEBERHASILAN
- Kelengkapan laporan surveilans Migrasi Penyakit Schistosomiasis ≥ 90%
- Ketepatan laporan surveilans Migrasi penyakit Schistosomiasis ≥ 80%

3
BAB II
ISI

Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit schistosoma, yaitu


sejenis parasit berbentuk cacing yang menghuni pembuluh darah usus atau kandung
empedu orang yang dijangkiti.
Schistosomiasis berkembang biak di dalam keong jenis khusus yang menetap di
air, dimana mereka dilepaskan untuk berenang bebas di dalam air. Jika mereka
mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan bergerak melalui aliran darah
menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa menjadi cacing pita dewasa.
Cacing pita dewasa tersebut masuk melalui aliran darah menuju tempat terakhir di
dalam pembuluh darah kecil di kandung kemih atau usus, dimana mereka tinggal
untuk beberapa tahun.
Tanda Klinis Schistosomiasis
Serkaria masuk menembus kulit lalu dihancurkan dalam lapisan epitel kulit,
kadang-kadang lolos ke paru-paru. Dalam beberapa hari setelah menjadi terinfeksi,
dapat menimbulkan ruam atau gatal kulit, demam, menggigil, batuk, dan nyeri otot
dapat mulai dalam waktu 1-2 bulan setelah terinfeksi. Kebanyakan orang tidak
memiliki gejala pada tahap awal infeksi.
Setelah parasit memasuki tubuh dan mulai memproduksi telur, mengguanakan
system kekebalan host (granuloma) untuk transportasi telur kedalam usus.
Granuloma, yang terdiri dari sel-sel motil, membawa telur ke lumen usus. Ketika
dalam lumen, sel-sel granuloma meninggalkan telur dan akhirnya keluar bersama
tinja. Sekitar dua-pertiga dari telur tidak dikeluarkan, melainkan berkembang dalam
usus. Hal ini dapat menyebabkan fibrosis pada kasus kronis, S.japonicum dan paling
pathogen diantara spesies Schistostoma karena memproduksi hingga 3000 telur per
hari. Dalam infeksi kronis, infeksi S.japonicum dapat menyebabkan demam, fibrosis
hati, sirosis hati, hipertensi portal hati, splenomegali dan ascites. Beberapa telur bisa
lewat hati dan masuk paru-paru, system saraf dan organ lain yang berakibat

4
mempengaruhi kesehatan individu terinfeksi. Peruabahan yang terjadi disebabkan
oleh 3 stadium cacing yaitu serkaria, cacing dewasa dan telur. Perubahan – perubahan
pada schistosomiasis dibagi dalam 3 stadium :
1. Masa tunas biologik
 Gejala kulit dan alergi : eritema, papula disertai rasa gatal dan panas
hilang dalam 2-3 hari
 Gejala paru : batuk, kadang-kadang pengeluaran dahak yang produktif
 Gejala toksemia : timbul minggu ke-2 sampai ke-8 setelah infeksi.
Berat gejala tergantung jumlah serkaria yang masuk. Gejala berupa:
lemah, malaise, tidak nafsu makan, mual dan muntah. Diare
disebabkan hipersensitif terhadap cacing.
 Hati dan limpa membesar dan nyeri raba.
2. Stadium akut
 Mulai sejak cacing bertelur
 Efek patologis tergantung jumlah telur yang dikeluarkan dan jumlah
cacing
 Keluhan : demam, malaise, berat badan menurun
 Pada infeksi berat terjadi sindroma disentri
 Hepatomegali timbul lebih dini disusul splenomegali, terjadi 6-8 bulan
setelah infeksi.
3. Stadium menahun
 Penyembuhan dengan pembentukan jaringan ikat dan fibrosis
 Hepar kembali mengecil karena fibrosis, hal ini disebut sirosis
 Sirosis menjadi sirosis periportal
 Gejala yang timbul yaitu : slenomegali, edema tungkai bawah dan alat
kelamin, asites dan ikterus.
 Stadium lanjut sekali dapat terjadi hematemesis

5
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menumbuhkan dan meningkatkan
pengetahuan, kemauan dan kemampuan individu, keluarga dan masyarakat untuk
mencegah penyakit schistosomiasis, meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat ,
menciptakan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap
upaya kesehatan.

SURVEILANS MIGRASI SCHISTOSOMIASIS MASYARAKAT ADAT


RAMPI
Surveilans Migrasi penyakit schistosomiasis masyarakat adat rampi adalah suatu
inovasi yang dilakukan masyarakat adat Rampi didalam mengamati secara terus
menerus penyakit menular schistosomiasis yang dilakukan dengan cara:
- Melaporkan setiap ada warga yang berasal dari Sulawesi tengah (daerah
endemic) yang memiliki gejala klinis menyerupai penyakit schistosomiasis
- Melakukan pengendalian factor risiko penyakit menular schistosomiasis
dengan tidak membuang air besar disembarang tempat dan memakai alat
pelindung diri berupa sepatu boot, dan sarung tangan ketika melakukan
aktivitas berkebun dan bertani.

6
Mekanisme Pelaksanaan surveilans Migrasi

Informasi berasal dari masyarakat adat Rampi


- Lewat sosialisasi ke masyarakat
- Spanduk tentang schistosomiasis

Poskesdes/Kades

Dilaporkan Dilakukan
Bidan Desa PE/investigasi oleh
PKM

Pewarnaan dan
Pemeriksaan di PKM
Rampi

Cross Check di Lab


Lengkeka Poso

Positif Negatif tidak diberi


Pengobatan pengobatan
Prazikuantel

Dari hasil pencatatan dan pelaporan serta identifikasi yang dilakukan oleh petugas
kesehatan di wilayah masyarakat adat Rampi dalam tahun 2016 – 2017. Ditahun 2016
sebanyak 140 kasus dan tahun 2017 sebanyak 225 kasus.

7
Data hasil pencatatan,pelaporan serta identifikasi yang dilakukan didapatkan hasil
sebagai berikut :
Grafik 1. Hasil identifikasi kasus Schistosomiasis berdasarkan gejala klinis

Kasus yang di identifikasi berdasarkan gejala klinis schistoso-


miasis di wilayah Puskesmas Rampi Tahun 2016
160 130 140
115
120 89
80
40 25
5 5 3
0
al n k re h s s li
at ng
a
at
u
di
a ar
a
te
ru ic te eg
a
a l-g ri b k
d ic a
o m
t ra t
ga am pa
em be he
d

Grafik 2 Hasil identifikasi kasus schistosomiasis berdasarkan gejala klinis 2017


Kasus yang di identifikasi berdasarkan gejala klinis Schisto-
somiasis di wilayah Puskesmas Rampi Tahun 2017
250 225
208
200 180

150

100 93

50 31 32 23
10
0

Merujuk dari hasil pencatatan dan pelaporan serta identifikasi yang dilakukan bahwa
kasus yang teridentifikasi itu sebanyak 30 orang yang menyerupai gejala penyakit
schistosomiasis dan sering bepergian ke daerah endemis schistosomiasis di lengkeka
poso, sehingga sangat perlu ditindak lanjuti untuk pemeriksaan tinja.

8
Kasus yang sebanyak 30 orang tersebut berisiko terkena penyakit schistosomiasis
karena sering beraktivitas ke focus keong lengkeka Kab Poso dan tidak memakai alat
pelindung diri (sepatu Boat).
Grafik 3 kepemilikan jamban keluarga di UPT Puskesmas Rampi tahun 2017

Kepemilikan Jamban Keluarga UPT PKM Rampi


Tahun 2017
700 645
600

500
Rumah Tangga
400 Memiliki jamban
300

200 175 153 165


97 105 85
100 65 70
20 17 5 7 11
0
Leboni Sulaku Onondoa Dodolo Rampi Tedeboe Kec

Grafik 4 Kepemilikan Jamban keluarga di UPT Puskesmas Rampi Tahun 2015 -2017
180

160 165
140

120

100

80

60

40 45
30
20

0
2015 2016 2017

9
Berdasarkan data diatas, bahwa masih banyak masyarakat di wilayah kecamatan
Rampi yang tidak memiliki jamban keluarga. Masyarakat di Rampi lebih banyak
buang air besar disungai. Perlu diketahui bahwa hampir seluruh Desa yang ada
diwilayah kecamatan Rampi dilalui oleh sungai-sungai besar yang berasal dari
Sulawesi tengah dan Mamuju.
Dengan kondisi tersebut wilayah kecamatan Rampi sangat berisiko tertular penyakit
schistosomiasis jika dilihat dari mobilitas penduduk dan cakupan jamban keluarga.

A. PERENCANAAN KEGIATAN
Advokasi dan sosialisasi tentang surveilans Migrasi penyakit Schistosomiasis
masyarakat Adat Rampi.
Dalam rangka meningkatkan sistem kewaspadaan dini penyakit schistosomiasis
sebagai langkah awal kegiatan ini dilakukan advokasi kepada kepala puskesmas
dengan bapak Zubair,SKM, tanggal 12 Nopember 2016, selanjutnya kami
mengadakan rapat lintas program (kesling, P2P, promosi kesehatan, Laboran) tanggal
5 januari 2017, selanjutnya dilakukan pertemuan dengan penentu kebijakan di
kecamatan Rampi yaitu Camat Rampi (Yansen Tempo), dan Kepala desa. Kami
paparkan rencana kegiatan “Surveilans Migrasi penyakit Schistosomiasis
masyarakat adat rampi” saat lokakarya mini lintas sektor sebagai program Inovatif.
Didalam pemaparan Program tersebut dihadiri oleh Ketua Adat Rampi (Karel s
Naray) sangat mendukung program inovatif tersebut, dan bersedia memberikan
informasi ketika ada warga yang bepergian kedaerah endemis yang memiliki gejala
penyakit yang menyerupai gejala klinis penyakit schistosomiasis.
Setelah kegiatan inovatif disepakati dan mendapat persetujuan, kami menyusun
MOU antara kepala puskesmas dengan ketua adat dan kepala desa mengenai
pelaksanaan “surveilans Migrasi Penyakit schistosomiasis masyarakat adat
rampi”

10
Salah satu hasil kesepakatan dalam lokakarya mini lintas sektor juga disetujui
mengendalikan factor risiko penyakit schistosomiasis dengan tidak buang air besar
sembarang tempat dengan cara memiliki jamban keluarga.

B. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. penyuluhan tentang cara mencegah penyakit schistosomiasis kepada
masyarakat
Setelah advokasi dan sosialisasi serta penandatanganan MOU maka dilakukan
penyuluhan tentang cara mencegah penyakit schistosomiasis kepada masyarakat.
Adapun kegiatan itu dilakukan secara terus menerus kesekolah, pertemuan lintas
sektor dan pertemuan adat. Sehingga ketika ditemukan kasus yang menyerupai
penyakit schistosomiasis segera dilaporkan kepada kepala desa/Bidan desa dan
petugas puskesmas melakukan investigasi untuk memastikan kasus tersebut.
2. Memasang spanduk tentang gejala klinis penyakit schistosomiasis
Spanduk tentang gejala klinis penyakit schistosomiasis dipasang pada tempat-
tempat umum seperti baruga adat, sekolah, kantor desa, depan gereja dan masjid.
Dengan adanya informasi tersebut memudahkan masyarakat untuk mengenal gejala
klinis penyakit schistosomiasis sehingga ketika ada masyarakat bepergian ke daerah
endemis schistosomiasis dan memiliki gejala klinis yang menyerupai penyakit
tersebut langsung melapor kepada kepala Desa/bidan Desa.

3. Pencatatan dan Pelaporan penyakit Schistosomiasis


Pelaporan penyakit schistosomiasis dilakukan oleh masyarakat adat rampi ketika
bepergian kedaerah endemis schisto, yang memiliki gejala klinis yang menyerupai
schisto. Pelaporan itu dilakukan oleh masyarakat adat Rampi kepada kepala Desa,
nanti pelaporan tersebut secara rutin setiap bulan dilaporkan oleh Bidan desa Ke
Puskesmas

11
4. Investigasi/penyelidikan epidemiologi
Setelah laporan tersebut secara rutin dilaporkan setiap bulan, maka dilakukan
identifikasi oleh petugas kesehatan di puskesmas (dokter) dan selanjutnya dilakukan
investigas ke lapangan. Dalam kurun waktu tahun 2017 berjumlah 30 orang yang
sudah di investigasi yang memiliki gejala klinis yang menyerupai penyakit
schistosomiasis. Selanjutnya laporan tersebut disampaikan Ke Dinas Kesehatan
Kabupaten. Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu utara melaporkan hasil investigasi
tersebut Ke Dinas Kesehatan propinsi. Dinas kesehatan propinsi berkoordinasi
dengan Litbangkes Sulawesi tengah dan selanjutnya dilakukan survey tinja dan keong
diwilayah adat Rampi.
C. PEMANTAUAN KEGIATAN
Setelah dilakukan kegiatan “ surveilans Migrasi penyakit Schistosomiasis pada
Masyarakat adat rampi, yaitu kurang lebih satu tahun, kami mengevaluasi kinerja
surveilans migrasi penyakit Schistosomiasis dengan melihat indicator kelengkapan
dan ketepatan laporan rutin penyakit schistosomiasis.

12
Berikut hasil kinerja surveilans migrasi schistosomiasis di wilayah puskesmas
rampi:
Grafik 5 kelengkapan dan ketepatan laporan surveilans Migrasi

KELENGKAPAN LAP KETEPATAN LAP SURVEILANS MIGRASI


SURVEILANS MIGRASI UPT PKM UPT PKM RAMPI
RAMPI TAHUN 2017
TAHUN 2017 90
81 81 82 82 80
120 79
80 75
100 100 100 100 100 100 100
100 70

80 60

60 50

40 40

30
20
20
0
10
a

M
pi
ni

On u

lo

e
do

bo
lak
bo

do

PK
on

Ra

de
Su

Do
le

0
Te

M
a
ni

Te pi
On ku

lo

e
do

bo
bo

do

PK
la
on

Ra

de
Su

Do
le

Dari 30 kasus penyakit schistosomiasis yang dicurigai telah dilakukan pemeriksaan


tinja dan hasilnya negative penyakit schistosomiasis.

13
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Telah dilaksanakan deteksi dini lintas sektor survey penyakit schistosomiasis
bersama Tim puskesmas Rampi, Tim P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu
Utara serta Tim Litbangkes Provinsi Sulawesi Tengah melalui pemeriksaan tinja
serentak dan tikus sebagai hewan perantara yang dicurigai sebagai pembawa
vector schistosomiasis pada sasaran desa yang menjadi daerah wilayah perbatasan
kecamatan Rampi yaitu Desa Dodolo dan Bada.
2. Sistem kewaspadaan dini Schistosomiasis telah berjalan baik dengan kriteria
kelengkapan > 90% dan ketepatan >80%
3. Dari hasil pemeriksaan tinja tidak ditemukan adanya infeksi penyakit
schistosomiasis.
B. SARAN
1. Masih perlunya penguatan dan peningkatan kerjasama dengan lintas sektor
terutama dalam perbaikan sanitasi lingkungan yaitu Kepemilikan jamban
keluarga
2. Perlu menjadi perhatian daerah perbatasan dan terpencil dengan meningkatkan
kewaspadaan dini penyakit menular
3. Sebaiknya program penyakit menular didaerah terpencil menjadi perhatian
pemerintah.

14
BAB IV
PENUTUP

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan
dalam makalah ini, semoga makalah ini bisa menjadi masukan dan motivasi bagi
petugas kesehatan yang bertugas di daerah terpencil untuk tetap berkarya dan
berinovasi walaupun dengan berbagai kekurangan dan keterbatasan. Tentunya banyak
kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan, kurangnya rujukan atau
referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini. Penulis banyak
berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis, para pembaca, khusus kepada penulis. Sekian penutup dari
kami semoga dapat diterima dihati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya.

15

Anda mungkin juga menyukai