Anda di halaman 1dari 10

Inovasi Pengawetan Buah Salak untuk Meningkatkan Produktivitas Jual Beli Buah Salak

di Desa Selat Kabupaten Karangasem, Bali

Oleh
Kelompok 5

Putu Winda Oktavia 2210511046


Magdalena 2210511047
Ni Putu Okta Diana Dewi 2210511053
Alexandra Chesia Dayu Sambuaga 2210511056
Firdaus Paulus H. J. Pasaribu 2210511065
Ayu Made Trisna Mutiara Dhea 2210511080
Ni Kadek Dwi Heni Antari 2210511083
Ida Ayu Agung Prapita Hermayuli 2210511086

Universitas Udayana
Fakultas Teknologi Pertanian
Program Studi Teknologi Pangan
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salak (Salacca zalacca) merupakan buah musiman yang umum ditemukan di berbagai
wilayah Indonesia karena termasuk dalam buah yang produktif dalam sekalinya berproduksi.
Oleh karena produksi yang tinggi, maka buah salak sering kali terbuang dalam keadaan busuk,
padahal hasil panen yang belum terjual masih cukup banyak. Namun selain produktivitasnya
yang tinggi, buah salak ini juga memiliki umur simpan yang tidak begitu lama dikarenakan buah
ini mengandung kadar air yang cukup tinggi, yaitu sekitar 78% per 100 gram nya. Di dalam buah
salak juga terdapat senyawa tanin yang bisa memberikan rasa sepat dan warna kecoklatan pada
dagingnya yang berwarna putih saat terkena udara. Kandungan senyawa tanin tersebut juga yang
mempengaruhi buah salak cukup sulit untuk dapat masuk ke dalam pasar internasional,
terkecuali salak varietas gula pasir. Maka dari itu, salak memerlukan adanya proses pengawetan
agar memiliki umur simpan yang lebih lama. Salah satu jenis pengawetan yang dapat digunakan
pada salak adalah dengan melakukan metode edible coating. Dimana dengan adanya pelapis
yang seperti mempertebal kulit ini diharapkan agar dapat mencegah kontaminasi mikroba dari
luar.
Edible coating merupakan metode yang umum digunakan sebagai pengawetan pada buah
potongan segar maupun sayuran untuk menjaga kualitas pangan agar memperpanjang umur
simpan buah maupun sayur tersebut. Dimana edible coating ini merupakan komponen yang
tersusun atas hidrokoloid, lipid, dan komposit. Berbeda dengan buah-buahan yang biasanya
disemprot dengan insektisida agar menghindari hama dan berbahaya bagi tubuh, lapisan tipis
dari edible coating ini aman dikonsumsi bagi tubuh. Selain sebagai pengawet agar
memperpanjang masa simpan buah, edible coating ini juga bisa bermanfaat untuk memperbaiki
penampilan buah, sebagai pelapis antimikroba sehingga bisa mempertahankan kelembaban dan
memperpanjang masa simpan buah seperti yang dijelaskan pada tulisan kali ini. Umumnya,
teknik pengawetan dengan edible coating ini menggunakan golongan polisakarida, dimana
terbagi atas pati dan turunannya, selulosa dan turunannya, pectin ekstrak ganggang laut, gum,
xanthan, dan kitosan. Dengan mengaplikasikan golongan polisakarida yang dikombinasi
beberapa pangan fungsional seperti resin, plasticizers, surfaktan, minyak, lilin (waxes), dan
emulsifier, hasil edible coating tersebut dapat memberikan permukaan yang halus dan mencegah
hilangnya uap air. Salah satu golongan polisakarida yang dapat digunakan sebagai bahan edible
coating, yakni penggunaan pati beras karena polisakarida memiliki kemampuan sebagai
membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas karbondioksida dan oksigen sehingga
dapat memperpanjang umur simpan dengan berkurangnya respirasi yang terjadi pada buah.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui kendala apa saja yang menyebabkan produktivitas pertumbuhan salak di
Karangasem cukup tinggi namun pembeli yang kurang sehingga menyebabkan banyak
salak yang dihasilkan terbuang sia sia karena salak memiliki masa umur simpan yang
relatif rendah.
2. Mengetahui jenis solusi pengawetan yang tepat untuk mengatasi kendala tersebut.
3. Bagaimana dampak keuntungan maupun kerugian dari inovasi yang telah dipaparkan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Permasalahan Kasus


Desa Duda Timur adalah salah satu desa di Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem dan
terletak pada ketinggian 400-550 m di atas permukaan laut dan beriklim basah, curah hujan
sekitar 3580 mm per tahun, dan suhu berkisar antara 22- 32 0 C. Desa tersebut memiliki lahan
kering seluas 868 hektar. Salak merupakan komoditi unggulan pada beberapa desa di Kecamatan
Selat dan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali. Sejak tahun tujuh puluhan desa tersebut
merupakan daerah pengembangan tanaman salak, dan sampai sekarang hampir seluruh penduduk
desa tersebut memiliki kebun salak. Namun walaupun banyaknya hasil produksi salak tetap saja
sangat banyak salak yang sering terbuang dan banyaknya yang memproduksi salak membuat
harga jual pun ikut merosot.
Umur simpan buah salak Bali berkisar antara 6-7 hari pada suhu penyimpanan 29 0 C,
selama penyimpan bobot buah salak mengalami penurunan 20 persen. Kekerasan daging buah
salak cenderung mengalami penurunan ditandai dengan makin melunaknya daging buah. Buah
salak Bali yang dipanen 5 bulan setelah persarian memiliki kandungan gula 19,84 persen, asam
0,44 persen, tanin 0,53 persen, pati 1,20 persen dan air 80,02 persen. Dalam 100 g buah salak
Bali mengandung vitamin C sebesar 4,29 mg (Suharjo dan Wajadi, 1991). Kerusakan buah salak
dapat terjadi sejak berada pada pertanaman, waktu panen, pasca panen sampai kepemasaran
berkisar 40%.
Kerusakan buah salak dapat terjadi akibat luka, memar, pencoklatan, buah pecah kulit,
dan penyakit busuk berair. Luka biasanya disebabkan karena terpotong oleh alat pada waktu
panen, tertusuk duri pelapah daunnya. Memar dapat disebabkan karena kurang kurang
penggetahuan mengenai penanganan panen buah yang baik, peletakan buah setelah dipanen, cara
pengepakan yang baik, penanganan pada tempat penyimpanan, sehingga menyebabkan adanya
gesekan selama transportasi atau pengeriman dari kebun sampai dengan buah dipasarkan.
Pencoklatan terjadi pada daging buah terutama yang mengalami luka atau memar. Proses
pencoklatan terjadi secara alami di dalam daging buah akibat kinerja enzim dan proses tersebut
lebih cepat terjadi apabila buah dalam keadaan luka dan memar. Pecah kulit buah sering terjadi
pada waktu musim hujan dan kerusakan tersebut kemungkinan disebabkan akibat tidak
seimbangnya perkembangan daging buah dengan kulit buah. Busuk berair pada buah salak dapat
terjadi pada saat buah masih berada di pohon, panen, pengepakan, dan pemasaran. Kerusakan
tersebut disebabkan oleh mikroba atau patogen. Buah salak busuk berair memiliki ciri kulit buah
yang semula coklat berubah menjadi coklat kehitaman, kulit buah mudah pecah dan terkelupas
dan terkadang diselimuti oleh miselia berwarna putih atau abu-abu, daging buah menjadi busuk
atau lunak dan berair.

2.2 Inovasi Pengawetan


2.2.1 Edible Coating Pati Beras
Edible Coating merupakan suatu metode pemberian lapisan tipis pada
permukaan buah untuk menghambat keluarnya gas, uap air, dan tanah guna
menghindari kontak dengan oksigen agar dapat memperlambat proses
pematangan dan pencoklatan pada buah. Materi polimer untuk edible
coating/film yang biasanya digunakan adalah yang berbasis pati dan turunannya,
selulosa dan turunannya, pektin ekstrak ganggang laut, gum, xanthan, dan kitosan.
Aplikasi polisakarida biasanya dikombinasikan dengan beberapa pangan
fungsional seperti resin, plasticizers, surfaktan, minyak, lilin (waxes), dan
emulsifier yang memiliki fungsi memberikan permukaan yang halus dan
mencegah kehilangan uap air.
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersedia melimpah di
alam, bersifat mudah terurai (biodegradable), mudah diperoleh, dan murah.
Pelapis edibel dapat melindungi produk dan menurunkan laju perubahan fisiologis
pasca panen, menyediakan barrier semipermeabel terhadap oksigen, CO2, uap air
dan pergerakan larutan sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi pada buah.
Disamping itu pelapis edibel bersifat non toksis dan alami serta dapat dimakan
bersama produknya sehingga tidak meninggalkan limbah seperti pengemas
sintesis yang kemudian dapat mengurangi potensi tercemarnya lingkungan.
2.2.2 Control Atmosphere Storage (CAS)
Control Atmosphere Storage (CAS) merupakan teknik pengawetan yang
berpotensi untuk menjaga kualitas buah salak dan memperpanjang umur simpan
buah dari yang umumnya buah salak sendiri dapat bertahan 5 - 7 hari menjadi
kurang lebih 1 bulan. Mekanisme kerja CAS ialah memodifikasi kondisi
lingkungan penyimpanan buah dengan menekan konsentrasi O2 dan
meningkatkan konsentrasi CO2 sehingga kondisi lingkungan berbeda dari kondisi
lingkungan normal. Hal ini menyebabkan respirasi buah ditekan sehingga daya
simpan dari buah salak menjadi lebih lama. Cara penggunaan alat tersebut adalah
dengan, perendaman ekstrak lengkuas dalam air 5%, penirisan (penyebaran dan
hembusan udara menggunakan blower), penyimpanan menggunakan aplikasi
CAS pada komposisi O2 dan CO2 9%.
Penggunaan ekstrak rimpang lengkuas dalam proses pengawetan
digunakan karena lengkuas dianggap sebagai Fungisida, Anti Mikroba alami yang
ramah lingkungan yang dapat mencegah kontaminasi jamur pada buah salak
terutama kerusakan yang disebabkan oleh Kapang. senyawa yang dikandung oleh
lengkuas adalah flovanol dan dihidroflavonol yang bersifat fungistatik dan
fungisida. selain itu juga terdapat komponen kimia utama sebagai aroma yang
terdapat pada lengkuas yaitu asetoksikhavikol asetat yang bersifat anti alergen,
antioksidan dan antijamur.
Tingkat kerusakan buah salak menggunakan teknik pengawetan CAS
sebesar 7,3% dan umumnya disebabkan oleh kapang miselia. Pada sistem CAS
pula, kondisi lingkungan tetap terjaga stabil selama penyimpanan, sehingga
selama penyimpanan proses respirasi menjadi lebih konstan. Hal ini dapat dilihat
dengan tidak adanya pembentukan embun di lingkungan. Selain itu kulit buah
salak yang disimpan dengan metode CAS tampak segar, daging buah salak juga
tetap berwarna putih. Hal ini karena mengurangi O2 dapat mengurangi reaksi
pencoklatan oksidatif dan menunda perubahan komposisi seperti perkembangan
pigmen buah, pelunakan, pengerasan beberapa sayuran, dan perkembangan rasa
karena penurunan aktivitas enzim oksidatif seperti asam glikolat oksidase, asam
askorbat oksidase , dan polifenol oksidase

2.3 Kekurangan dan kelebihan


2.3.1 Edible Coating Pati Beras
Pati beras dijadikan sebagai edible coating karena pada pati beras
mengandung 50-60% pati dan edible coating merupakan suatu metode yang dapat
memperpanjang umur simpan dari suatu produk dan mengurangi penurunan
kualitas dan penurunan hasil. Edible coating pada buah untuk mengurangi
kehilangan kelembaban, dan memperbaiki penampilan. Edible coating yang
dibuat dari polisakarida (karbohidrat), protein,dan lipid memiliki banyak
keunggulan seperti,bisa dikonsumsi, penampilan yang estetis,dan kemampuannya
sebagai penghalang (barrier) terhadap oksigen dan tekanan fisik selama
transportasi dan penyimpanan. Edible coating berbahan dasar polisakarida yang
berperan sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran antara
gas O2 dan CO2 sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi pada buah. Aplikasi
edible coating polisakarida dapat mencegah dehidrasi, oksidasi lemak, dan
pencoklatan pada permukaan serta mengurangi laju respirasi dengan mengontrol
komposisi gas CO2 dan O2 dalam atmosfer internal.Keuntungan edible coating
berbahan dasar polisakarida adalah memperbaiki flavor, tekstur, warna,
meningkatkan stabilitas selama penjualan dan penyimpanan, memperbaiki
penampilan, dan mengurangi tingkat kebusukan. Selain keunggulan, edible
coating memiliki kelemahan, misalnya, mudah rusak/sobek karena resistensinya
yang rendah terhadap air dan mempunyai sifat penghalang yang rendah terhadap
uap air karena sifat hidrofilik dari pati. Sifat mekanik lapisan edible coating dari
pati juga kurang baik karena mempunyai elastisitas yang rendah. Untuk
meningkatkan karakteristiknya, biasanya pati dicampur dengan biopolimer yang
bersifat hidrofobik.
2.3.2 Control Atmosphere Storage (CAS)
Kelebihan menggunakan metode CAS (control atmosphere storage) adalah
metode ini dapat menekan tingkat kerusakan buah salak dan memperpanjang
umur simpan salak sampai 26 hari. Tingkat penurunan berat dan tingkat
kerusakan buah salak yang disimpan menggunakan teknologi CAS adalah rendah
yaitu masing-masing sebesar 1,25% dan 7,3%. Metode CAS juga dapat menjaga
kadar air pada buah salak agar tidak naik terlalu tinggi pada penyimpanan yang
lama. Hal ini dapat terjadi karena Pada sistem CAS, kondisi lingkungan tetap
terjaga stabil selama penyimpanan, sehingga selama penyimpanan proses respirasi
menjadi lebih konstan. Metode CAS juga dapat menekan perubahan asam, gula,
dan tekstur buah salak. Setelah penyimpanan 26 hari, buah salak yang
menggunakan metode CAS memiliki kenampakan yang masih baik. Hal ini
karena pada metode CAS pengurangan oksigen dapat mengurangi reaksi
pencoklatan oksidatif dan menunda perubahan komposisi buah seperti
perkembangan pigmen, pelunakan, pengerasan, dan perkembangan rasa. Pada
metode CAS juga didapat hasil bahwa tidak adanya perubahan yang signifikan
pada kulit buah salak.
Kekurangan dari metode CAS adalah teknologi ini membutuhkan modal
yang besar sehingga para petani harus mengeluarkan modal yang lebih diawal
untuk memiliki mesin CAS ini. Petani juga dapat memilih opsi lain, yaitu petani
dapat menyewa mesin tersebut dari perusahaan atau pemerintah setempat yang
memiliki mesin CAS.

2.4 Analisis Ekonomi


Di kabupaten Karangasem, banyak petani salak yang mengalami kerugian karena salak
yang dihasilkan tidak bertahan lama, pasar masih lokal, dan harga jual salak yang merosot karena
banyaknya hasil produksi salak, tetapi banyak salak juga yang terbuang. Hal ini dapat diatasi
dengan menggunakan pengawetan. Dengan pengawetan, salak yang umumnya hanya dapat
bertahan 5-7 hari kini dapat bertahan lebih lama. Hal ini dapat memperluas pasar penjualan
salak. Salak yang tadinya hanya terjual di pasar lokal di Bali, kini dapat dijual ke luar daerah
bahkan dapat diekspor ke luar negeri. Hal ini tentunya akan meningkatkan pendapatan petani
salak di kabupaten Karangasem. Selain itu, dengan adanya peningkatan jumlah jual akan
mengurangi jumlah salak yang terbuang. Sehingga, harga salak di pasaran tidak merosot dan
petani di Karangasem mendapatkan keuntungan dari produksi salak.
KESIMPULAN

Permasalahan pemasaran buah salak di karangasem dapat diatasi dengan melakukan


pengawetan. Pengawetan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan edible coating pati
beras dan teknologi CAS (control atmosphere storage). Dengan menggunakan teknik
pengawetan ini, buah salak yang umumnya tahan 5-7 hari dapat tahan lebih lama. Dengan
menggunakan edible coating pati beras salak dapat bertahan sampai 15 hari dan pada metode
CAS salak dapat bertahan sampai 23 hari. Kedua metode ini memiliki persamaan yaitu
mengontrol komposisi gas O2 dan CO2 dan menekan laju respirasi buah sehingga akan menjaga
ketahanan umur simpan buah salak tersebut dan juga menekan tingkat kerusakan buah. Namun,
kedua metode ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dari peningkatan
umur simpan, metode CAS lebih unggul dibanding menggunakan edible coating pati beras.
Namun, dari segi ekonomis, edible coating pati beras lebih unggul karena metode CAS
membutuhkan modal yang cukup besar.
DAFTAR PUSTAKA

Mulyawanti, I., Widayanti, S. M., Dewandari, K. T., & Setyabudi, D. A. (2021). Study of the
Quality of Zalacca Fruit on Control Atmosphere Storage (CAS) and Modified Atmosphere
Packaging (MAP). IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 803(1).
https://doi.org/10.1088/1755-1315/803/1/012035

Tarigan, S., & Hamonangan D, C. (2018). PENGARUH KOMPOSISI SORBITOL DAN


PATIBERAS SEBAGAI EDIBLE COATING TERHADAP MUTU BUAH SALAK (
Salaca zalacca ) SELAMA PENYIMPANAN EFFECT OF SORBITOL AND RICE
STARCH COMPOSITION AS EDIBLE COATING ON THE QUALITY OF SALAK
FRUIT (Salaca zalacca) DURING STORAGE. Jurnal Agroteknosains |, 02(01), 194–203.

Anda mungkin juga menyukai