Anda di halaman 1dari 12

Nama : Cantika Prameswari Hananto

NIM : 20/461732KU/22623

Kelompok :7

Pre-Session Assignment Pharmacology “Dose Effect Relationship”

Calculate the means and standard deviation, make a graph from data in Table 1, and give some
interpretations!

No of rat from each group Amount of saliva (mg)


Before After injection of neostigmine at dose
injection of Dose I Dose II Dose III
neostigmine (0.025µg/g) (accumulatio (accumulatio
n dose; n dose;
0.05µg/g) 0.1µg/g)
Group 1 1 35,2 78,3 121,7 365,8
2 34,2 55,6 187,7 234,7
Group 2 3 29,9 87,2 125,2 234,8
4 40,3 76,9 110,7 305,3
Group 3 5 34,8 80,4 179,5 368,3
6 35,7 79,3 111,4 358,2
Group 4 7 40,6 81,9 180,9 321,2
8 36,2 88,4 117,8 380,2
Group 5 9 33,9 85,8 120,4 318,5
10 30,6 78,9 124,6 389,5
Mean 35,14 79,27 137,99 327,65
SD 3,47 9,21 31,29 56,29
Grafik:

Interpretasi:

Berdasarkan data dan grafik di atas, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi dosis neostigmine
yang diberikan, maka saliva yang dihasilkan akan semakin banyak. Rata-rata jumlah saliva yang
dihasilkan sebelum diberikan neostigmine adalah sebanyak 35,14 mg. Namun, terjadi
peningkatan jumlah produksi saliva sebesar 79,31 mg setelah dilakukan pemberian neostigmine
dosis I sebesar 0.025 µg/g. Pada saat pemberian dosis II sebesar 0,05 µg/g, produksi saliva
mengalami peningkatan menjadi sebesar 137,99 mg dan setelah pemberian dosis III sebanyak 0,1
µg/g, produksi saliva juga mengalami peningkatan menjadi 327,65 mg. Hal tersebut juga
memperlihatkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis maka semakin besar efek obat yang
ditimbulkan. Namun, hubungan dosis-efek dapat bervariasi tergantung pada sensitivitas individu
yang menerima obat, sehingga diperlukan dosis yang mungkin berbeda antara indivisu satu
dengan yang lainnya untuk melihat efek yang sama (Lullmann et al, 2005).
Pertanyaan:

1. Which dose has greatest salivation effect? Why? Which one is significant?

Jawab:

Dosis yang memberikan efek salivasi paling besar adalah dosis III. Menurut Katzung (2018),
konsentrasi obat di dalam sirkulasi sistemik dapat dipengaruhi oleh dosis obat yang
dimasukkan ke dalam tubuh. Konsentrasi obat yang terdapat di dalam sirkulasi akan
berpengaruh terhadap jumlah obat yang terdapat dalam situs aksinya, jumlah obat yang
dieliminasi, dan jumlah obat yang didistribusikan. Efek farmakologisnya berkaitan dengan
konsentrasi obat di situs aksi. Oleh karena itu, jika dosis yang diberikan semakin tinggi,
maka konsentrasi obat di dalam sirkulasi juga semakin tinggi yang mana dapat menyediakan
semakin banyak obat di situs aksinya dan menimbulkan efek farmakologis yang semakin
nyata. Hubungan dosis-efek obat menggabungkan dua prinsip yaitu farmakodinamik dan
farmakokinetik. Farmakodinamik memiliki peran dalam bagian interaksi konsentrasi-efek,
sedangkan farmakodinamik memiliki peran dalam bagian dosis-konsentrasi. Seberapa cepat
dan untuk berapa lama obat akan muncul pada target aksi ditentukan oleh prinsip
farmakokinetik yang meliputi absorpsi, distribusi, dan eliminasi. Sedangkan besarnya efek
dalam konsentrasi tertentu ditentukan oleh prinsip farmakodinamik.

(Katzung, 2018)
Menurut Brunton et al (2011), pemberian dosis bertingkat (peningkatan dosis) kepada suatu
individu dapat menyebabkan respon yang lebih besar. Menurut Lullman et al (2005), efek
dari suatu substansi dapat bergantung pada jumlah yang diadministrasikan (dosis) dan
peningkatan dosis dapat mengakibatkan peningkatan intensitas efek obat. Oleh karena itu,
pada praktikum kali ini, efek atau respon aksi farmakologis yang signifikan terjadi setelah
pemberian dosis ketiga yang mana lebih besar jika dibandingkan dengan dosis yang
sebelumnya.

2. What is the importance of the dose-effect relationship?

Jawab:

Bagi seorang dokter, pengetahuan tentang hubungan antara dosis, konsentrasi obat, dan efek
farmakologis berguna dalam memperhitungkan berbagai fitur fisiologis dan patologis dari
pasien tertentu yang menimbulkan variasi dari rata-rata individu lain dalam merespon suatu
obat. Prinsip farmakodinamik dan farmakokinetik yang terdapat dalam hubungan dosis-efek
memberikan pengaruh terhadap peningkatan dari manfaat terapeutik dan pengurangan
toksisitas yang didapatkan dengan menerapkan prinsip tersebut (Katzung, 2018). Hubungan
dosis-efek berperan dalam menentukan dosis dan frekuensi yang dibutuhkan serta indeks
terapeutik suatu obat dalam suatu populasi. Indeks terapeutik ini digunakan untuk
menentukan kemanjuran dan keamanan suatu obat. Apabila obat dengan indeks terapeutik
yang kecil ditingkatkan, maka ketidakefektifan obat dan kemungkinan toksisitas juga akan
mengalami peningkatan. Namun, kondisi ini dapat berbeda berdasarkan sebaran populasi.
Hal lain yang dapat mempengaruhi juga termasuk kehamilan, fungsi organ, dam usia
(Farinde, 2021).

3. What determines the dose-effect relationship?

Jawab:

Hubungan dosis dengan efek dipengaruhi oleh variabel farmakokinetik dan farmakodinamik
(Katzung, 2018; Farinde, 2021). Variabel farmakokinetik menurut Katzung (2018) adalah
sebagai berikut:
a. Input
Jumlah obat yang memasuki tubuh akan tergantung pada kepatuhan pasien dalam meminum
obat dan pada kecepatan serta tingkat transporasi dari tempat administrasi ke sirkulasi darah.
Biasanya, Overdosis atau underdosis dapat dideteksi dengan pengukuran konsentrasi obat.
Apabila pasien terdeteksi patuh minum obat tetapi konsentrasi obat di bawah rentang normal
kemungkinan disebabkan karena adanya kelainan pada penyerapan di usus kecil. Variasi
pada bioavailabilitas obat ditimbulkan oleh metabolisme selama penyerapan obat.

b. Clearance
Clearance yang abnormal dapat diantisipasi jika terdapat gangguan fungsi liver, ginjal, atau
jantung. Clearance kreatinin berperan sebagai indikator kuantitatif fungsi ginjal. Selain itu,
clearance juga dapat menjadi indikator fungsional gagal jantung, hati atau ginjal yang
seringkali dengan presisi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan temuan klinis atau tes
laboratorium lain.

c. Volume distribusi
Volume distribusi dapat menggambarkan keseimbangan antara pengikatan ke jaringan
(menurunkan konsentrasi plasma dan membuat volume nyata lebih besar) dan pengikatan
protein plasma (meningkatkan konsentrasi plasma dan membuat volume nyata lebih kecil).
Perubahan yang terjadi baik dalam pengikatan ke jaringan maupun dalam pengikatan protein
plasma dapat mengubah volume distribusi yang dihitung dari pengukuran konsentrasi
plasma.

d. Waktu paruh
Perbedaan antara clearance dan waktu paruh berperan dalam menentukan mekanisme yang
mendasari efek keadaan penyakit dan disposisi obat.
Variabel farmakodinamik dari dose-effect relationship menurut Katzung (2018) adalah sebagai
berikut:

a. Efek maksimum
Efek maksimum atau yang biasa disebut Emax harus dimiliki oleh semua respon
farmakologis. Efek maksimum mungkin telah tercapai jika peningkatan dosis pada pasien
tertentu tidak mengakibatkan efek atau respon klinis lebih lanjut. Pemahaman akan efek
maksimum sangat berguna dalam menghindari peningkatan dosis yang tidak efektif dan
resiko toksisitas yang menyertai.

b. Sensitivitas
Sensitivitas organ target terhadap konsentrasi obat digambarkan oleh konsentrasi yang
diperlukan untuk menghasilkan 50% efek maksimum. Menurunnya sensitivitas terhadap
obat dapat dideteksi dengan mengukur konsentrasi obat yang umumnya dihubungkan
dengan respon terapeutik pada pasien yang tidak merespon. Sensitivitas mungkin terjadi
akibat dari antagonisme obat (contohnya kalsium channel blocker yang merusak erspon
inotropic terhadap digoxin) atau fisiologi yang abnormal (contohnya hiperkalemia). Respon
yang berlebih terhadap dosis yang kecil atau sedang dapat menunjukkan adanya peningkatan
sensitivitas terhadap obat.

4. What is the role of pharamacokinetics and pharmacodynamic on dose-effect


relationship?

Jawab:

Farmakokinetik berperan dalam mengatur bagian dosis-konsentrasi sedangkan


farmakodinamik berperan dalam mengatur bagian konsentrasi-efek. Proses farmakokinetik
diantaranya adalah absorpsi, distribusi, dan eliminasi yang dapat menentukan seberapa cepat
dan untuk berapa lama obat akan muncul pada organ target. Sedangkan untuk konsep
farmakodinamik berupa respon maksimum yang dicapai pada jaringan target dan sensitivitas
menentukan besarnya efek pada konsentrasi tertentu. Adanya penyakit dapat mengubah
semua parameter ini. kemampuan dalam prediksi efek keadaan penyakit dan farmakokinetik
penting untuk menyesuaikan dosis dengan benar dalam kasus tersebut (Katzung, 2018).

5. What is concentrate-effect (response) relationship?

Jawab:

Concentration-effect relationship adalah hubungan yang terbentuk antara konsentrasi obat


yang ada di dalam tubuh dengan dampak farmakologis yang dihasilkan. Efek terapetik atau
aksi toksik suatu obat sangat bergantung pada respons satu organ atau beberapa organ yang
terbatas; contohnya, perubahan lebar lumen pembuluh darah dapat mempengaruhi aliran
darah (Katzung, 2018). Biasanya, jika semakin tinggi konsentrasi atau dosis obat, maka efek
yang dihasilkan akan semakin besar. Namun, semakin lama peningkatan yang konstan
mengakibatkan kenaikan dari efek obat melambat dan kemudian akan menghilang.
Konsentrasi pada efek maksimal tidak dapat dihitung secara akurat, tetapi half maximal
effect (EC50) dapat ditentukan. Pada umumnya, Hal ini sesuai dengan titik belok (inflection
point) dari kurva concentration-response pada semi-logaritmik plot (konsentrasi log pada
absis). Karakterisasi penuh dari hubungan concentration-effect membutuhkan penentuan
EC50, kemiringan pada titik belok (inflection point), dan efek semaksimal mungkin (Emax)
(Katzung, 2018).

(Lullman et al, 2005)


6. Describe the relationship of dose and therapeutic levels to the role of the drug receptor?

Jawab:

Molekul dari obat harus berikatan dengan sel di organ efektor agar dapat menyebabkan suatu
efek. Reseptor merupakan suatu struktur sel yang menjadi tempat terjadinya ikatan tersebut.
Ikatan obat dengan reseptor menentukan interaksi kinetik dan afinitas ligan. Ikatan obat dan
reseptor merupakan sesuatu yang dinamis, secara konstan kompleks tersebut akan mengalami
disosiasi dan reasosiasi bergantung dengan afinitas obat ke reseptor. Jumlah obat yang terikat
dengan reseptor akan berada dalam kondisi seimbang (ekuilibrum) dengan jumlah obat bebas
sehingga jika dosis obat yang diberikan lebih besar, maka jumlah obat bebas dalam plasma
akan lebih tinggi. Oleh karena itu, jumlah obat yang berikatan dengan reseptor akan
mengalami peningkatan mengikuti keseimbangan sehingga menghasilka efek terapeutik yang
besar. (Lullman et al, 2005).

(Lullman et al, 2005)


Hubungan antara konsentrasi dan efek obat dapat digambarkan dengan kurva hiperbolik:

(Lullman et al, 2005)

Hubungan hiperbolik ini hampir sama dengan hukum aksi massa yang menjelaskan
mengenai hubungan antara afinitas tertentu dengan dua molekul. Agonis obat bereaksi
melalui pengikatan molekul yang mempunyai afinitas terhadap obat tersebut. Dalam sistem
ini, obat yang berikatan dengan reseptor (B) mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan
konsentrasi obat bebas (C) dengan persamaan analog sebagai berikut (Katzung, 2018):

Keterangan:
Bmax: konsentrasi total situs reseptor (situs terikat pada obat yang memiliki konsentrasi obat
bebas yang sangat tinggi); Kd: konstanta disosiasi kesetimbangan yang dapat mencirikan
afinitas reseptor untuk mengikat obat secara timbal balik. Efek suatu obat berbanding sama
dengan fraksi pada reseptor yang terikat dengan obat dan efek maksimal dari obat tersebut
akan muncul jika semua situs pengikatan tersebut telah ditempati (Birkett, 1995).

7. The effect of drug based on its time course is divided into 3 effects; immediate effects,
delayed effect, and cumulative effect. Please explain those three effects!

Jawab:

a. Immediate effect
Immediate effect merupakan efek obat yang secara langsung berhubungan dengan
konsentrasi plasma, tetapi hal ini tidak diartikan bahwa efek dari obat paralel dengan waktu
dari konsentrasi. Hal tersebut disebabkan hubungan antara konsentrasi obat dan efeknya
tidak linear. (Holford, 2017).

b. Delayed Effect

Menurut Katzung (2018), penundaaan efek obat berhubungan dengan adanya perubahan
konsentrasi plasma. Penundaan ini menggambarkan waktu yang dibutuhkan obat untuk
didistribusikan dari plasma hingga situs aksinya. Mekanisme untuk menjelaskan delayed
effect menurut Holford (2021) adalah sebagai berikut
- Distribusi ke situs reseptor

- Pengikatan dan pelepasan ikatan dari reseptor

- Pergantian mediator efek fisiologis

Sejumlah obat akan berdisosiasi perlahan dari reseptornya dan ini dapat menjadi faktor
utama yang menentukan keterlambatan efek dari obat tersebut. Apabila jangka waktu
penundaan pendek, maka mekanisme penundaan efek obat merupakan penundaan pada
proses distribusi yang disebabkan karena kebutuhan waktu yang lebih lama untuk
molekul obat didistribusikan dari darah ke jaringan akibat keterlambatan perfusi jaringan,
atau sulit dalam berdifusi melewati ruang ekstraseluler. Namun, jika jangka waktu
penundaan panjang (dalam hitungan jam atau lebih), maka mekanismenya lebih
cenderung disebabkan karena proses fisiologis yaitu pengubahan zat antara fisiologis
yang memerlukan waktu yang lama (Holford, 2018).
c. Cumulative Effect

Sejumlah efek obat akan lebih jelas terkait dengan aksinya yang kumulatif daripada aksi
reversible yang cepat (Katzung, 2018). Cumulative effect adalah kondisi ketika
pemberian obat secara berulang dapat menyebabkan efek yang lebih nyata jika
dibandingkan dengan pemberian dosis pertama. Efek obat ini dapat dilihat pada orang
dengan penyakit ginjal atau liver karena organ ini merupakan tempat pemecahan dan
ekskresi dari sebagian besar obat (Holford, 2018). Dalam kondisi ini, toksisitas ginjal
antibiotik aminoglikosida (contohnya gentamisin) lebih besar jika diberikan sebagai infus
konstan dibandingkan dengan dosis intermiten. Hal tersebut disebabkan karena
akumulasi aminoglikosida di korteks ginjal yang dianggap mengakibatkan kerusakan
ginjal. Walaupun kedua skema pemberian dosis menghasilkan konsentrasi steady-state
yang sama, skema dosis intermiten memberikan konsentrasi puncak yang jauh lebih
tinggi yang menjenuhkan mekanisme penyerapan ke dalam korteks. Dengan demikian,
akumulasi aminoglikosida total lebih sedikit (Katzung, 2018).
Referensi:

Birkett, D., 1995. Pharmacokinetics made easy 10 Pharmacodynamics - the concentration-effect


relationship. Australian Prescriber, [online] 18(4), pp.102-104. Available at:
https://www.nps.org.au/australian-prescriber/articles/pharmacokinetics-made-easy-10-
pharmacodynamics-the-concentration-effect-relationship#f1A [Accessed 16 November
2021].

Brunton, L., Chabner, B., Knollman, B. 2011. Goodman & Gilman’s The Pharmacological
Basis of Therapeutics. 12th ed. New York: Mc Graw Hill.

Farinde, A., 2021. Dose-Response Relationship. [online] Available


at: https://www.msdmanuals.com/professional/clinical-
pharmacology/pharmacodynamics/dose-response-relationships [Accessed 16 November
2021].

Holford, N., 2017. Pharmacodynamic principles and the time course of immediate drug effects.
Translational and Clinical Pharmacology, [online] 25(4), p.157. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7033401/> [Accessed 16 November
2021].

Holford, N., 2018. Pharmacodynamic principles and the time course of delayed and cumulative
drug effects. Translational and Clinical Pharmacology, [online] 26(2), p.56. Available
at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6989261/ [Accessed 16 November
2021].

Holford, N. 2021. Time course of drug effect. [online] Available


at:
http://holford.fmhs.auckland.ac.nz/teaching/medsci719/workshops/timecourseofeffect/
[Accessed 15 November 2021].

Katzung, B. G. 2018. Basic & Clinical Pharmacology. 14th ed. New York: Mc Graw Hill.

Lullmann, H., Mohr, K., Hein, L., Bieger, D., 2005. Color atlas of pharmacology. 3rd ed.
Stuttgart: Thieme.

Anda mungkin juga menyukai