NIM : 20/458861/KU/22460
Group : 15
Topik : Anticonvulsant
Calculate the means and standard deviation, make a graph from data in Table 2, and give some
interpretations
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
Onset Durasi
Midazolam Diazepam
Interpretasi:
Berdasarkan hasil percobaan pada tikus, obat midazolam yang diinjeksikan ke tikus memiliki
rata-rata onset yang lebih lama dan durasi yang lebih singkat. Sedangkan, diazepam memiliki
rata-rata onset yang lebih singkat dengan durasi yang lebih lama. Hal ini menunjukkan bahwa
efek yang diberikan midazolam untuk mencegah terjadinya kejang lebih besar daripada
diazepam.
Calculate the means and standard deviation, make a graph from data in Table 3, and give
some interpretations
290
288
280
270
260
250
240 243
230
220
Midazolam Diazepam
Interpretasi:
Percobaan ini bertujuan untuk mengukur efek midazolam dan diazepam yang diinjeksikan ke
tikus dengan melihat seberapa lama onset dari masing-masing obat. Berdasarkan hasil
percobaan, midazolam memiliki rata-rata onset yang lebih cepat daripada diazepam. Hal ini
menunjukkan bahwa efek midazolam sebagai anti-convulsant lebih besar daripada diazepam.
Questions
b. Phenytoin
Bekerja dengan memblokade voltage-dependent membrane sodium channels yang
bertanggung jawab untuk meningkatkan potensial aksi. Hal tersebut menghambat
umpan balik positif sehingga mencegah penyebaran titik fokus kejang.
c. Carbamazepine
Bekerja dengan memodulasi voltage-gated sodium channles (VGSC) yang
menyebabkan penghambatan potensial aksi dan penurunan transmisi sinaptik.
Mirip dengan anti-kejang lainnya, karbamazepin mengikat subunit alfa VGSC,
terutama pada binding pocket yang dibentuk oleh lingkaran pori eksternal dan
bagian lapisan pori dari domain VI.
d. Valproate
Bekerja dengan memblokade neuronal sodium channels selama penembakan
berulang yang cepat dan bekelanjutan.
e. Barbiturates.
Menyebabkan peningkatan postsinaptik GABA dan interaksi dengan subunit alfa
dan beta dari reseptor GABA-A. Barbiturat juga meningkatkan fluks ion klorida
yang menghasilkan inhibisi pasca-sinaptik yang diinduksi oleh GABA. Pada
konsentrasi micromolar tinggi, obat ini akan mengaktifkan saluran klorida secara
langsung.
b. Phenytoin
Digunakan untuk mengontrol dan mengobati epilepsi, kejang tonik-klonik umum,
kejang parsial kompleks, status epileptikus, kejang yang mungkin terjadi selama
atau setelah operasi ke otak atau nervus, dan mengontrol detak jantung yang tidak
teratur.
c. Carbamazepine
Digunakan untuk mengontrol dan mengobati epilepsi (kejang parsial, kejang tonik
umum, dan pola kejang campuran), neuralgia trigeminal, manik akut dan gangguan
bipolar 1.
d. Valproate
Digunakan untuk mengobati epilepsy, gangguan bipolar, dan terkadang digunakan
untuk mencegah sakit kepala migrain.
e. Barbiturates.
Digunakan untuk pengobatan gangguan kejang, neonatal withdrawal, insomnia,
kecemasan pra operasi, induksi peningkatan tekananan intracranial, dan
menginduksi anastesi.
b. Phenytoin
• Neurotoksik
Bergantung pada konsentrasi dan dapat berkisar dari nistagmus ringan hingga
ataksia, bicara tidak jelas, muntah, lesu, dan akhirnya koma hingga kematian.
• Cardiac toxicity
Efek pada cardiac voltage-gated sodium channels dapat menyebabkan distrimia
serta blok sinoatrial dan atrioventricular.
• Purple glove syndrome
Merupakan efek samping langka yang dapat terjadi akibat pemberian fenitoin
melalui intravena. Perubahan warna terjadi akibat dari kristalisasi fenitoin dalam
darah.
• Chronic toxicity
Asupan fenitoin kronis dapat menyebabkan anemia megaloblastic akibat
defisiensi folat.
c. Carbamazepine
Penyerapan karabamazepin yang tertunda dan tidak menentu di saluran
gastrointestinal dapat menyebabkan pusing, ketidakseimbangan, kantuk, koma,
kejang umum, dan konduksi jantung abnormal yang dapat menyebabkan aritmia.
d. Valproate
Beberapa gejala toksisitas valproate yang paling umum yaitu perubahan status
mental dan depresi CNS.
e. Barbiturates.
Beberapa gejala toksisitas barbiturate bervariasi, namun umumnya yaitu kesulitan
berpikir, penurunan tingkat kesadaran, bradikardia, vertigo, mual, kelemahan otot,
oliguria, penurunan suhu, dan pupil melebar atau berkontraksi. Pada kasus yang
fatal ditandai dengan koma, hipotensi, dan penurunan pernapasan.
b. Gabapentin
Bekerja dengan menunjukkan afinitas tinggi pada binding sites di seluruh otak
dengan voltage-gated calcium channels, terutama alfa-2 delta-1 yang menghambat
pelepasan rangsangan neurotransmitter di daerah prasinaps yang berperan dalam
epileptogenesis. Gabepentin memiliki gugus sikloheksil dengan struktur
neurotransmitter GABA, namun obat ini tidak mengikat reseptor GABA dan tidak
mempengaruhi sintesis atau penyerapan GABA.
c. Oxcarbazepine
Bekerja dengan mengikat sodium channels dan menghambat penembakan neuron
berulang berfrekuensi tinggi. Selain itu, obat ini juga menghambat pelepasan
glutamate. Oxcarbazepine dimetabolisme oleh hati dan dieksresikan oleh ginjal.
Obat ini dikenal sebagai inhibitor lemah CYP3A4 yang berperan dalam
metabolisme estrogen sehingga dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi oral bila
digunakan dalam dosis tinggi. Selain itu, oxcarbazepine juga merupakan inhibitor
lemah CYP2C19 yang dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi fenitoin bila
digunakan dalam dosis yang sangat tinggi.
d. Topiramate
Obat ini memblokade voltage-gated sodium channels yang mengarah pada kontrol
depolarisasi berkelanjutan selama kejang. Topiramate mengurangi depolarisasi
membran oleh reseptor AMPA/Kainate dan meningkatkan aktivitas reseptor
GABA-A yang berperan dalam efek penghambatan.
e. Vigabatrin
Obat ini memiliki efek spesifik pada otak dengan menghambat enzim pendegradasi
GABA transaminase yang menghasilkan peningkatan luas konsentrasi GABA di
otak. Penghambatan tersebut memungkinkan agar tidak terjadi kejang akibat
peningkatan GABA.
f. Levetiracetam
Bekerja dengan memodulasi pelepasan neurotransmitter sinaptik melalui
pengikatan pada protein vesikel sinaptik SV2A di otak.