Anda di halaman 1dari 13

Topik : Determination of Albumin Urine with Biuret Method

Hari / tanggal : Senin / 3 Oktober 2022


Instruktur : Dr. Dra. Pramudji Hastuti, Apt., Ms

Nama Cantika Prameswari Hananto

NIM / Kelompok 20/461732/KU/22623/ Kelompok 1

A. Pendahuluan
Albumin adalah protein yang dihasilkan oleh hepatosit di hepar dan diekskresikan secara cepat menuju ke aliran darah dengan
laju 10-15 gram/hari. Oleh karena itu, protein yang paling banyak ditemukan di plasma adalah albumin, yaitu sekitar 3.5-5 g/dL.
Albumin akan disimpan dalam hepar dalam jumlah kecil, sedangkan 30-40% albumin yang diekskresikan oleh hepar akan tetap di
dalam aliran darah dan sisanya memasuki spatium interstitial. Waktu paruh sirkulasi albumin berkisar 16 jam dan protein yang
meninggalkan sirkulasi akan kembali bersirkulasi melalui sistem limfatik. Albumin serum berfungsi sebagai modulator tekanan onkotik
plasma, mengingat sifat albumin yang menarik molekul bermuatan positif dan air ke kompartemen intravascular, mempengaruhi
tekanan membrane kapiler. Selain itu, albumin juga berperan sebagai transporter ligan endogen (bilirubin, asam lemak, ion dll.) dan
eksogen (obat-obatan) (Moman et al., 2021).
Albumin sendiri adalah protein globular kecil yang mempunyai berat molekuler 66.5 kDa dan terdiri dari 585 asam amino yang
tersusun dalam 3 domain homolog berulang serta terdiri dari 2 subdomain terpisah, yakni A dan B (Moman et al., 2021). Albumin
memiliki sifat fleksibel, memiliki bentuk ellipsoid dengan panjang 15 nm, diameter 3.8 nm, dan muatan -15. Pada ginjal, protein yang
berukuran lebih kecil dari albumin biasanya akan terfiltrasi di glomerulus. Lalu, protein-protein ini akan direabsorpsi kembali secara
aktif di tubulus proksimal, di mana protein-protein ini kemudian didegradasi menjadi asam amino di lisosom, lalu kembali ke darah.
Namun, ada beberapa molekul albumin yang dapat melewati glomerulus dikarenakan fleksibilitas dan bentuk ellipsoidnya. Kemudian,
tubulus akan mereabsorpsi sekitar 26% dari albumin yang terfiltrasi tadi atau sekitar 3g albumin per hari, dan sisanya akan
terekskresikan ke urin (Tojo and Kinugasa, 2012). Normalnya, orang dewasa akan mengekskresikan albumin melalui urin <30 mg/24
jam. Kondisi microalbuminuria ditandai dengan kadar albumin urin antara 30 mg/24 jam hingga 300 mg/24 jam, dan jika mencapai
>300 mg/24 jam dapat disebut macroalbuminuria atau proteinuria (Wu et al., 2012). Kondisi tersebut merupakan kondisi patologis yang
dapat menjadi indikator beberapa penyakit yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas glomerulus, hiperfiltrasi glomerulus,
dan/atau disfungsi tubulus pada nephron ginjal (Tojo and Kinugasa, 2012). Oleh karena itu, pengukuran kadar albumin urin penting
untuk dilakukan, terutama jika terdapat indikasi kondisi-kondisi tersebut. Salah satu metode pengukuran kadar albumin tersebut adalah
dengan menggunakan reagen Biuret, lalu absorbansi larutannya dibaca dengan menggunakan spektrofotometer.

B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kepentingan klinis dari pemeriksaan albumin urin.
2. Mengetahui prosedur pengukuran albumin urin dengan menggunakan metode Biuret.

C. Metode
Prinsip
Protein bereaksi dengan reagen biuret menghasilkan senyawa dengan warna kompleks. Warna terbentuk dari reaksi antara Cu-alkali
dan protein, kemudian dibaca dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm.

Alat
1. Tabung reaksi 4. Centrifuge
2. Micropipette 5. Spektrofotometer
3. Vortex

Reagen dan Spesimen


1. Larutan sampel positif dan negatif
2. Larutan protein standar (bovine albumin) 100 mg/100 mL, baru dibuat
3. Reagen Biuret (mengandung CuSO4, Na-K tartrate, NaOH, dan KI)
 CuSO4: berperan sebagai donor Cu2+
 Na-K tartrate: berperan mencegah sedimentasi Cu(OH) 2 yang dapat mengganggu percobaan
 NaOH: berperan menyediakan lingkungan basa
 KI: berperan sebagai antioksidan yang mencegah autoreduksi

Prosedur
I. Preparasi larutan sampel
1. Menambahkan 4500 μL akuades ke dalam 500 μL urin. mengaduk rata dengan menggunakan vortex.
2. Menyentrifugasi larutan pada kecepatan 3000 g selama 10 menit.
3. Memindahkan supernatant yang mengandung albumin ke tabung reaksi baru sebagai sampel.

II. Determinasi albumin dengan metode Biuret


1. Menyiapkan 4 tabung (tabung 1, 2, 3, dan 4), lalu tambahkan masing-masing tabung dengan reagen Biuret sebanyak 3 mL.
2. Pada tabung 1 (blanko), tambahkan 2 mL akuades;
Pada tabung 2 (standar), tambahkan 2 mL larutan protein standar;
Pada tabung 3 (sampel (-)), tambahkan 2 mL larutan sampel.negatif;
Pada tabung 4 (sampel (+)), tambahkan 2 mL larutan sampel positif.
3. mencampur rata dengan menggunakan vortex, lalu inkubasi pada suhu 37°C selama 10 menit.
4. Mendinginkan, lalu membaca absorbansi masing-masing tabung dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 450 nm.
D. Hasil
Setelah percobaan, didapatkan absorbansi tiap tabung sebagai berikut.

 Video:

 PPT:
Kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus:
A sample−A blanko
Konsentrasi albumin [mg/100mL] = x konsentrasi standar x dilusi
A standard− A blanko

Diketahui:
Konsentrasi standar: 100 mg/100 mL
Dilusi: 10x
Sehingga didapatkan hasil:
 Video

Sampel negatif
0.060−0.058 0.002
Konsentrasi albumin [mg/100mL] = x 100mg/100mL x 10 = x 100mg/100mL x 10 = 25.97 mg/100mL
0.135−0.058 0.077
Sampel positif
0.102−0.058 0.044
Konsentrasi albumin [mg/100mL] = x 100mg/100mL x 10 = x 100mg/100mL x 10 = 571.43 mg/100mL
0.135−0.058 0.077
 PPT

Sampel negative
0.057−0.055 0.002
Konsentrasi albumin [mg/100mL] = x 100mg/100mL x 10 = x 100mg/100mL x 10 = 26.67 mg/100mL
0.130−0.055 0.075
Sampel positif
0.082−0.055 0.027
Konsentrasi albumin [mg/100mL] = x 100mg/100mL x 10 = x 100mg/100mL x 10 = 360 mg/100mL
0.130−0.055 0.075
E. Pembahasan
Pada praktikum ini, pengukuran kadar albumin urin dilakukan dengan menggunakan 2 sampel melalui metode Biuret, lalu
dilakukan uji kadar albumin dengan reagen Biuret. Terdapat 2 tahap, yang pertama adalah tahap persiapan sampel, kemudian yang
kedua adalah tahap menentukan kadar albumin dengan reagen Biuret. Pertama-tama, sampel dipersiapkan terlebih dahulu dengan
mendilusi urine 10x dengan akuades, lalu disentrifugasi dengan tujuan untuk memisahkan senyawa yang memiliki sifat tidak larut
dalam air, di mana senyawa tak larut air (seperti globulin) akan mengendap, sedangkan albumin yang memiliki sifat larut dalam air
akan berada pada supernatant dan digunakan sebagai sampel pada uji coba ini.
Kemudian, pada tahap menentukan kadar albumin, terdapat tabung blanko (tabung 1), tabung standard (tabung 2) dan tabung
sampel (tabung 3 dan 4) yang diuji dengan reagen Biuret sebagai chromagen, lalu dicampur rata dengan menggunakan vorteks.
Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 37°C selama 10 menit supaya reaksi dapat berjalan dan membentuk kompleks warna.
Kemudian, didinginkan dan dibaca absorbansi masing-masing tabung dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 450 nm. Absorbansi larutan berbanding lurus dengan kadar albumin yang bereaksi di dalamnya. Setelah itu penghitungan
konsentrasi albumin pada tabung sampel dilakukan dengan cara absorbansi sampel dibandingkan dengan absorbansi standard
setelah masing-masing dikurangi dengan absorbansi blanko terlebih dahulu, kemudian dikalikan dengan konsentrasi larutan standard
(100mg/100mL) dan dilusi (10x). Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hasil konsentrasi albumin sampel negatif adalah 25.97
mg/100mL (Video) dan 26.67 mg/100mL (PPT), sedangkan konsentrasi albumin pada sampel positif adalah 571.43 mg/100mL
(Video) dan 360 mg/100mL (PPT).
Normalnya, kadar albumin dalam adalah urin <30 mg/24 jam, sedangkan kondisi microalbuminuria ditandai dengan kadar
albumin urin antara 30 mg/24 jam hingga 300 mg/24 jam, dan jika mencapai >300 mg/24 jam dapat disebut macroalbuminuria atau
proteinuria (Wu et al., 2012). Apabila dibandingkan dengan nilai referensi tersebut, maka sampel negatif (tabung 3) pada video (25.97
mg/100mL) dan PPT (26.67 mg/100mL) memiliki hasil normal secara klinis, sedangkan sampel positif (tabung 4) pada video (571.43
mg/100mL) dan PPT (360 mg/100mL) menunjukkan pasien dari sampel tersebut mengalami macroalbuminuria. Kondisi
makroalbuminuria atau proteinuria ini dapat mengindikasikan kondisi patologis, seperti preeklampsia jika dialami oleh ibu hamil, yang
akan dijelaskan lebih lengkap pada bagian korelasi klinis dibawah ini.

F. Korelasi Klinis
Uji kadar albumin urin secara klinis dilakukan sebagai salah satu indikator fungsi ginjal, di mana kadar albumin yang mengalami
peningkatan di atas normal dapat mengindikasikan kondisi patologis yang terkait dengan hiperfiltrasi glomerulus, peningkatan
permeabilitas glomerulus, dan/atau disfungsi tubulus pada nefron ginjal (Tojo and Kinugasa, 2012). Pada umumnya, pengukuran kadar
albumin urin digunakan dalam skrining, diagnosis penyakit ginjal, atau monitor perkembangan suatu penyakit terkait ginjal (National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2016). Namun, albuminuria juga dapat terjadi secara sementara pada orang
yang memiliki fungsi ginjal dan tekanan darah yang normal (transient albuminuria). Hal ini disebabkan oleh diet tinggi protein atau
adanya peningkatan permeabilitas glomerulus sementara, seperti pada saat demam tinggi, olahraga berat, sleep apnea, infeksi
saluran kemih, dan gagal jantung tidak terkompensasi (Thomas, 2020; Toto, 2004). Proteinuria ortostatik adalah proteinuria yang
terjadi saat pasien bergerak atau berdiri dan menghilang saat pasien berbaring, juga dapat terjadi pada 3-15% orang yang sehat
(Fischbach and Duning III, 2015). Sementara itu, beberapa kondisi patologis dapat ditandai dengan albuminuria yang berkepanjangan.
Mikroalbuminuria di mana orang tersebut memiliki kadar albumin urin antara 30-300 mg/24 jam dapat mengindikasikan beberapa
kondisi klinis, seperti diabetes dengan nefropati diabetik awal, generalized vascular disease¸ hipertensi – penyakit jantung, dan
preeclampsia. Sedangkan makroalbiminuria atau proteinuria ditandai dengan kadar albumin urin >300 mg/24 jam yang disebabkan
oleh kerusakan glomerulus (seperti pada glomerulonefritis akut maupun kronis, hipertensi maligna, amuloidosis, systematic lupus
erythematosus, sindrom nefrotik, diabetes mellitus, dan penyakit ginjal polikistik) atau defek proses reabsorpsi pada tubulus ginjal
(seperti pada kondisi penyakit tubulus renal, cystinosis, pyelonephritis, penyakit Wilson, sindrom Fanconi (defek fungsi tubulus
proksimal), dan nefritis interstitial). Namun, tidak semua penyakit ginjal selalu disertai kadar protein urin yang abnormal, seperti pada
pyelonephritis, nefrolitiasis, obstruksi saluran kemih, tumor, malformasi kongenital, dan stenosis arteri renalis. Kadar protein juga tidak
selalu menunjukkan tingkat keparahan penyakit yang dialami pasien (Fischbach and Duning III, 2015).
Selain adanya gangguan pada ginjal, albuminuria juga dapat disebabkan oleh faktor lain, seperti kadar protein serum yang
mengalami peningkatan pada kondisi multiple myeloma, limfoma maligna, dan Waldenstrom’s macroglobulinemia. Penyakit nonrenal
juga dapat menyebabkan proteinuria, atau disebut proteinuria fungsional, seperti trauma dan stress, infeksi akut dan septicemia,
leukimia dan gangguan hematologis, preeclampsia pada kehamilan, penyakit kardiovaskular, hipertiroidisme, lesi pada sistem saraf
pusat, penolakan transplantasi ginjal, sel sabit, oksalosis, dan keracunan beberapa senyawa kimia (seperti turpentine, fosfor, merkuri,
emas, timbal, phenol, opiate, atau obat-obatan lain) (Fischbach and Duning III, 2015).
pemeriksaan kadar albumin urin pada kehamilan merupakan salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan sebagai skrining
antenatal. Hal ini karena proteinuria selama kehamilan bersama dengan kondisi hipertensi menjadi indikator utama dari preeclampsia,
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada wanita hamil dengan preeclampsia, ditemukan adanya endotheliosis kapiler
glomerulus, jumlah podosit di urin lebih tinggi jika dibandingkan dengan wanita dengan hipertensi gestational maupun wanita hamil
normal, serta penurunan konsentrasi vascular endothelial growth factor (VEGF) bebas sehingga hal ini menjelaskan bahwa terdapat
kerusakan podosit dan endotel di sawar filtrasi glomerulus, sehingga berujung pada terjadinya albuminuria (Bartal et al., 2020). Oleh
karena itu, skrining kadar albumin urin sangat penting dilakukan, terutama pada masa kehamilan, karena dapat berguna untuk
mengetahui dan memberikan penangan yang tepat terkait dengan kondisi ibu, mengingat preeclampsia pada kehamilan berisiko bagi
ibu dan anak yang dikandung.

Referensi:

Bartal, M.F., Lindheimer, M.D., Sibai, B.M., 2020. Proteinuria during pregnancy: definition, pathophysiology, methodology, and clinical
significance. Am. J. Obstet. Gynecol. 1–16. https://doi.org/10.1016/j.ajog.2020.08.108

Fischbach, F.T., Duning III, M.B., 2015. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests, 9th ed. Wolters Kluwer | Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia.

Moman, R.N., Gupta, N., Varacallo, M., 2021. Physiology, Albumin, in: StatPearls. StatPearls Publishing, Treasure Island (FL).

National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2016. Albuminuria: Albumin in the Urine | NIDDK [WWW Document].
Natl. Inst. Diabetes Dig. Kidney Dis. URL https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/chronic-kidney-disease-
ckd/tests-diagnosis/albuminuria-albumin-urine [Accessed 7 Okt 2022].

Thomas, B., 2020. What is transient proteinuria? [WWW Document]. Medscape. URL https://www.medscape.com/answers/238158-
93482/what-is-transient-proteinuria [Accessed 7 Okt 2022]

Tojo, A., Kinugasa, S., 2012. Mechanisms of Glomerular Albumin Filtration and Tubular Reabsorption. Int. J. Nephrol. 2012, 481520.
https://doi.org/10.1155/2012/481520
Toto, R.D., 2004. Microalbuminuria: Definition, Detection, and Clinical Significance. J. Clin. Hypertens. 6, 2–7.
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1524-6175.2004.4064.x

Wu, M., Lam, K., Lee, W., Hsu, K., Wu, C., Cheng, B., Ng, H., Chi, P., Lee, Y., Lee, C., 2012. Albuminuria, Proteinuria, and Urinary
Albumin to Protein Ratio in Chronic Kidney Disease. J. Clin. Lab. Anal. 26, 82–92. https://doi.org/10.1002/jcla.21487

Anda mungkin juga menyukai