Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS INDONESIA

PERUBAHAN STRUKTUR DAN FUNGSI FISIK TERUTAMA


REPRODUKSI PADA LANJUT USIA

MAKALAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mata kuliah


Kesehatan Reproduksi Lansia

OLEH

AMALIA RATNA ALFIANDARY 2106776382


NASRIAH DAMAYANTHIE 2006505884

PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 3

1.1. Latar Belakang ....................................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 3

1.3. Tujuan .................................................................................................................4

1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................................. 4

1.3.2. Tujuan Khusus ............................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 5

2.1. Perubahan biologi reproduksi yang terjadi pada wanita dan pria lanjut usia .....5

2.2. Proses penurunan fungsi fisik serta kemampuan tubuh lansia secara umum serta
contoh-contohnya ..........................................................................................................9

2.3. Gerak Fisik Teratur Bagi Lansia .......................................................................14

BAB III KESIMPULAN .............................................................................................. 23

3.1. Kesimpulan .......................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 24


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lansia atau lanjut usia adalah adalah periode dimana manusia telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi. Lansia juga masa dimana seseorang akan
mengalami kemunduran dengan sejalannya waktu. Terdapat beberapa pendapat mengenai
usia seorang dianggap masa lansia yaitu pada umur 60, 65, dan 70 tahun. WHO sendiri
menetapkan umur 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan seseorang telah mengalami
proses menua yang berlangsung secara nyata.
Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugas sehari-hari. Perubahan atau penurunan sistem reproduksi juga dialami
saat seorang menginjak masa lansia. Lansia diketahui banyak menghadapi berbagai
masalah kesehatan yang perlu ditangani secara tepat (Siregar dan Yusuf, 2022).
Aktivitas fisik yang teratur membantu meningkatkan fungsi fisik dan mental serta
membalikkan beberapa efek penyakit kronis untuk membuat orang tua tetap dapat terus
beraktivitas dan mandiri. Aktivitas fisik secara teratur aman dan sehat untuk orang tua
yang lemah dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan metabolik utama,
obesitas, jatuh, gangguan kognitif, osteoporosis dan kelemahan otot. Aktivitas fisik dapat
dimulai dari berjalan dengan intensitas rendah, olahraga dan latihan yang lebih kuat
(McPhee et al., 2016)

1.2. Rumusan Masalah


a. Bagaimana konsep perubahan biologi reproduksi yang terjadi pada wanita dan pria
lanjut usia
b. Bagaimana proses penurunan fungsi fisik serta kemampuan tubuh lansia secara umum
serta contoh-contohnya.
c. Apa manfaat gerak fisik teratur bagi lansia

3
1.3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Memahami hal-hal terkait perubahan biologis dan fisiologis dibidang reproduksi pada
lanjut usia serta memahami dampaknya pada kemampuan fungsional tubuh sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi Lansia
Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tahun
2022
b. Tujuan Khusus
1) Memahami perubahan biologi reproduksi yang terjadi pada wanita dan pria lanjut
usia
2) Memahami proses penurunan fungsi fisik serta kemampuan tubuh lansia secara
umum serta contoh-contohnya.
3) Mengetahui manfaat gerak fisik teratur bagi lansia

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perubahan biologi reproduksi yang terjadi pada wanita dan pria lanjut usia
2.1.1 Wanita
Saxon, Etten, dan Perkins (2015) dalam buku berjudul Physical Change and Aging
Sixth Edition menyebutkan bahwa terdapat periode transisi pada wanita dimana kapasitas
reproduksi berkurang dan akhirnya berhenti. Perubahan sering dimulai pada usia 40-an,
menopause, penghentian siklus menstruasi, selesai pada awal hingga pertengahan 50-an
bagi kebanyakan wanita. Selama periode ini, siklus menstruasi menjadi kurang teratur.
Panjang periode menstruasi cenderung lebih pendek, meskipun periode menstruasi yang
lebih pendek dan lebih lama dapat terjadi selama bulan-bulan pramenopause. Menopause
telah terjadi ketika 1 tahun telah berlalu tanpa menstruasi. Perubahan ini terjadi akibat
penurunan produksi hormon yang berhubungan dengan menstruasi, terutama estrogen
dan progesteron yang diproduksi oleh ovarium. Lebih lanjut, perubahan spesifik terkait
usia dalam sistem reproduksi wanita meliputi:
a. Terjadinya klimakterik yang berpuncak pada menopause, terhentinya aliran
mestruasi
b. Penipisan dan uban pada rambut kemaluan
c. Hilangnya lemak subkutan dan jaringan elastik pada genitalia eksterna, yang sedikit
menyusut
d. Penipisan dinding vagina yang juga menjadi lebih kering, kurang elastis dan sedikit
menyusut. Penurunan aliran darah dan jumlah pelumasan vagina yang dihasilkan
dapat menyebabkan hubungan seksual menjadi tidak nyaman atau bahkan
menyakitkan
e. Penurunan ukuran dan berat ovarium dan rahim seiring bertambahnya usia, yang
terakhir menjadi lebih berserat. Ovulasi secara bertahap berhenti.
f. Menurunkan sekresi esterogen
g. Hilangnya beberapa elastisitas ligamen yang menopang ovarium dan rahim
h. Otot berkurang dan tonus kelenjar. Kulit kurang elastis, mengakibatkan hilangnya
kekencangan dan kendur pada payudara dan jaringan tubuh lainnya.

5
Dalam buku Kesehatan Reproduksi Lansia oleh Siregar dan Yusuf (2022)
disebukan 2 periode yaitu premenopause dan menopause. Premenopause adalah
munculnya tanda-tanda atau gejala awal perubahan dari sistem tubuh ketika siklus
menstruasi mulai tidak teratur. Hal ini dapat terjadi pada awal usia 30 tahun dan berakhir
1 tahun setelah siklus menstruasi berakhir. Rata-rata terjadi pada usia 47-51 tahun.
Premenopause atau periode klimakterium merupakan masa peralihan antara masa
reproduksi atau masa senium. Biasanya masa ini disebut juga dengan pra menopause,
antara usia 40 tahun, ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan perdarahan
haid yang memanjang dan relatif banyak. Premenopause juga dikenal dengan masa
klimakterium (sebelum berhenti haid) yaitu 4-5 tahun sebelum menopause yang ditandai
dengan timbulnya keluhan-keluhan pada siklus haid yang tidak teratur, dengan
perdarahan haid yang memanjang dan relatif lebih banyak. Masa ini dimulai pada usia 40
tahun. Pada klimakterium terdapat pernurunan produksi hormon esterogen dan kenaikan
hormon gonadotropin, kadar hormon ini akan terus tetap tinggi sampai kira-kira 15 tahun
setelah menopause dan kemudian mulai turun. Pada permulaan klimaterium kesuburan
akan menurun.
Pada fase pre menopause akan muncul tanda-tanda antara lain menstruasi menjadi
tidak lancar dan tidak teratur, kotoran haid yang keluar banyak sekali ataupun sangat
sedikit, muncul gangguan-gangguan vasomotor berupa penyempitan atau pelebaran pada
pembuluh-pembuluh darah, merasa pusing disertai sakit kepala, berkeringat tiada henti,
neuralgia atau gangguan/sakit syaraf. Semua keluhan ini disebut fenomena klimanterium,
akibat dari timbulnya modifikasi atau perubahan fungsi kelenjar-kelenjar. Sedangkan,
gejala-gejala menjelang menopause diantaranya:
a. Gejala fisik yang muncul adalah rasa panas (pada wajah, leher, dan dada yang
berlangsung selama beberapa menit, berkeringat di malam hari), berdebar-debar
(detak jantung meningkat/mengencang), susah tidur, sakit kepada, keinginan buang
air keciil menjadi lebih sering, tidak nyaman ketika buang air kecil, ketidakmampuan
untuk mengendalikan buang air kecil (inkontinensia)
b. Gejala seksual yang muncul pada wanita menopause adalah kekeringan vagina,
mengakibatkan rasa tidak nyaman selama berhubungan seksual, menurunnya libido

6
c. Gejala-gejala gangguan pada pembuluh darah meliputi pelebaran pembuluh darah
tepi, peningkatan frekuensi jantung (berdebar-debar), muka kemerah-merahan dan
terasa panas serta berkeringat pada malam hari, sebagai akibatg adanya pelebaran
pembuluh darah, ada juga yang menjadi gelisah dan sakit kepala
Selain gejala di atas, terdapat pula keluhan fisik yang dialami wanita
premenopause. Keluhan pertama adalah ketidakteraturan siklus haid. Disini, siklus
perdarahan yang keluar dari vagina tidak teratur. Perdarahan seperti ini terjadi terutama
diawal menopause. Perdarahan akan terjadi dalam rentang waktu beberapa bulan yang
kemudian akan berhenti sama sekali. Gejala ini disebut gejala peralihan. Keluhan kedua
adalah kekeringan vagina. Gejala pada vagina muncul akibat perubahan yang terjadi pada
lapisan dinding vagina. Vagina menjadi kering dan kurang elastis. Hal ini disebabkan
karena penurunan kadar esterogen. Tidak hanya itu, juga muncul rasa gatal pada vagina.
Lebih parah lagi dapat terjadi rasa sakit saat berhubungan seksual, disebabkan perubahan
pada vagina, maka wanita menopause biasanya rentan terhadap infeksi vagina.
Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim sedikit sekali mensekresi lender.
Penyebabnya adalah kekurangan esterogen yang menyebabkan liang vagina menjadi
lebih tipis, lebih kering, dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengkerut, keputihan,
rasa sakit pada saat buang air kecil.
Menopause adalah berakhirnya siklus menstruasi secara alami, yang biasa terjadi
saat wanita memasuki usia 45 hingga 55 tahun. Seorang wanita dikatakan sudah
menopause bila tidak mengalami menstruasi lagi, minimal 12 bulan. Tidak hanya berhenti
menstuasi, banyak perubahan lain terjadi dalam tubuh wanita yang menopause, mulai dari
penampilan fisik, kondisi psikologis, hasrat seksual, hingga kesuburan. Wanita yang
sudah menopause tidak dapat hamil lagi.
Perubahan dapat terjadi secara bertahap atau tiba-tiba, dan disebut sebagai gejala
menopause. Masa terjadinya perubahan tersebut dinamakan masa perimenopause yang
dapat berlangsun selama beberapa tahun sebelum menopause, dan umumnya dimulai saat
usia 40 tahun atau bisa juga lebih awal.
Gejala menopause terjadi dalam masa perimenopase, yaitu beberapa bulan atau
beberapa tahun sebelum menstruasi berhenti. Durasi dan tingkat keparahan gejala yang
timbul berbeda-beda pada tiap orang. Gejala atau tanda menopause dapat berupa:

7
a. Perubahan siklus menstruasi: mentruasi menjadi tidak teratur, kadang terlambat atau
lebih awal dari biasanya (oligomenorea). Darah yang keluar saat menstruasi dapat
lebih sedikit dapat lebih sedikit atau justru lebih banyak.
b. Perubahan penampilan fisik: rambut rontok, kulit kering, payudara kendur, berat
badan bertambah.
c. Perubahan psikologis: suasana hati berubah-ubah, sulit tidur, depresi.
d. Perubahan seksual: vagina menjadi kering, penurunan libido atau gairah seksual.
e. Perubahan fisik: merasa panas atau gerah sehingga mudah berkeringat, berkeringat
di malam hari, pusing, jantung berdebar, infeksi berulang pada saluran kemih
Selain mengalami berbagai perubahan di atas, wanita yang telah menopause menajdi
lebih berisiko mengalami penyakit jantung dan osteoporosis.
2.1.2 Pria
Saxon, Etten, dan Perkins (2015) menyebutkan perubahan penuaan pada pria
melibatkan hal-hal berikut:
a. Sperma yang dihasilkan lebih sedikit dan motilitas sperma menurun. Akan
tetapi, sebagian besar pria sehat terus memproduksi sperma yang cukup layak
untuk membuahi sel telur hingga usia yang lebih tua
b. Jumlah dan konsistensi perubahan cairan sperma serta kekuatan ejakulasi
berkurang
c. Penurunan kadar testoteron mungkin terjadi seiring bertambahnya usia, serta
testis menjadi kurang kencang dan lebih kecil
d. Ereksi kurang kencang dan sering membutuhkan stimulasi langsung untuk
mempertahankan kekakuan
e. Peningkatan ukuran kelenjar prostat sering menyertai penuaan. Pembesaran
prostat dapat menekan uretra dan menghambat atau mencegah aliran urin
Dalam buku Kesehatan Reproduksi Lansia oleh Siregar dan Yusuf (2022)
disebutkan istilah andropause pada pria. Kata andropause diambil dari bahasa Yunani,
yaitu andro yang berarti pria dan pause yang memiliki arti berhenti. Jadi secara harfiah
andropause dapat diartikan sebagai berhentinya proses fisiologis pada pria. Andropause
sendiri juga merupakan istilah yang digunakan bagi sekumpulan gejala atau keluhan yang
dialami pria diatas usia tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala, tanda, dan

8
keluhan yang mirip dengan menopause pada wanita. Akan tetapi, beberapa ahli masih
memperdebatkan digunakannya istilah andropause pada pria karena tidak ada prses
fisiologik yang terhenti. Pada kaum pria, hormone testosterone tetap diproduksi mesi
kadarnya semakin menurun. Sejumlah ahli sepakat untuk menggunakan istilah Partial
Androgen Deficiency in Aging Male atau PADAM. Istilah ini dirasa lebiih tepat karena
menjelaskan bahwa pengurangan kadar testosteron hanya terjadi sebagian, bukan
seluruhnya. Akan tetapi, penurunan kadar testosterone pada pria ini terlanjur dikenal
dengan istilah andropause sehingga istilah ini tetap diterima sebagai istilah baku.
Andropause merupakan suatu istilah yang menjelaskan gejala kompleks pada pria menua
yang mempunyai kadar terstosteron rendah karena penurunan bertahap pada sekresinya.
Gejala dan tanda andropause berbeda dengan menopause, andropause memiliki
onset yang tersembunyi, progresinya lambat, dan gambaran klinisnya tidak sejenis
menopause. Gejala dan tanda yang timbul pada pria andopause bersifat kompleks,
meliputi:
a. Aspek vasocomotor: gejolak panas, berkeringat, susah tidur atau insomnia, rasa
gelisan, dan takut
b. Aspek fungsi kognitif dan suasana hati: mudah lelah, menurunnya well-being,
menurunnya motivasi, berkurangnya ketajaman mental atau intuisi, keluhan depresi,
hilangnya rasa percaya diri, dan menurunnya rasa harga diri.
c. Aspek virilitas: menurunnya kekuatan dan berkurangnya tenaga, menurunnya
kekuatan dan massa otot, kehilangan bulu-bulu seksual tubuh, penumpukan lemak
daerah abdominal, serta osteoporosis.
d. Aspek seksual: menurunnya minat terhadap seksual, perubahan tingkah laku dan
aktivitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi,
berkurangnya kemampuan ejakulasi, dan menurunnya volume ejakulasi.

2.2. Proses penurunan fungsi fisik serta kemampuan tubuh lansia secara umum
serta contoh-contohnya

9
Perubahan Fisik
a. Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutamamterhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun (Kholifah, 2016).
b. Sistem Intergumen:
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak.
Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera,
timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
c. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan penghubung
(kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.. Kolagen sebagai
pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan
kartilagopada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga
permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang
dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago
pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya
kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga
akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri,
deformitas dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat
bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi;
pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penuaan elastisitas.
d. Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung

10
bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung
berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
e. Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total
paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi
kenaikan
ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang.
f. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap
menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin
mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
g. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi
oleh ginjal.
h. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
i. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan
uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

11
Menurut Nugroho (2000) dalam (Kholifah, 2016) Perubahan Fisik pada lansia
adalah :
a. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan
intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah
sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat
otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap
dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya
membedakan warna menurun.
d. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara
atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan
otosklerosis.
e. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena kemampuan jantung
menurun 1% setiap tahun sesudah kita berumur 20 tahun, sehingga pembuluh
darah kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah. Berkurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, misalnya perubahan posisi
dari tidur ke duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi, karena meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer.
f. Sistem pengaturan temperatur tubuh

12
Pengaturan suhu hipotalamus yang dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat (menetapkan suatu suhu tertentu). Kemunduran terjadi karena
beberapa faktor yang mempengaruhi yang sering ditemukan adalah temperatur
tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi aktifitas otot rendah.
g. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas residu meningkat,
mengakibatkan menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun dan kedalaman nafas menurun pula. Selain itu, kemampuan batuk
menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, dan
CO2 arteri tidak berganti.
h. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi
menurun.
i. Sistem urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai
200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput
lendir mengering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi
seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
j. Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),
penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan
testoteron.
k. Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses
keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat
penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar
keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
l. Sistem Muskuloskeletal

13
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan
tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami
sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram
dan tremor.
Fungsi fisik adalah kemampuan untuk melakukan fungsi dasar (ADL) dan
aktivitas instrumental kehidupan sehari-hari (IADL), dan kemampuan lansia untuk
tinggal di masyarakat. Lansia yang mengalami penurunan fungsi fisik, akan menghadapi
kesulitan yang semakin meningkat dalam terlibat dalam aktivitas instrumental kehidupan
sehari-hari (IADL), dan akan mengatasi kesulitan ini dengan menghindari atau membatasi
kegiatan tersebut. Karena penurunan fungsi fisik dapat terjadi secara bertahap, perubahan
fungsi fisik yang menyertainya mungkin tidak kentara dan tidak mudah terlihat oleh
tenaga kesehatan, keluarga- atau bahkan kepada individu – sampai lansia tersebut tidak
dapat melakukan aktivitas sama sekali (Garber et al., 2010).
Kemampuan untuk melakukan tugas motorik (aktivitas fisik), seperti yang
dilakukan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, melibatkan integrasi kompleks dari
beberapa sistem fisiologis seperti neuromotor, muskuloskeletal, dan sistem
kardiorespirasi. Fungsi dari satu atau lebih sistem ini dapat berubah dengan adanya
penyakit atau cedera, dan ini dapat dimanifestasikan secara klinis oleh: perubahan fungsi
kognitif dan motorik, kebugaran fisik, aktivitas fisik kebiasaan, dan fungsi fisik (Garber
et al., 2010).
Penuaan terkait dengan penurunan sebagian besar sistem fisiologis yang
menyebabkan kemampuan fisik yang terbatas. Sistem kardiovaskular terjadi penurunan
dramatis dalam kinerja aerobik maksimal yang disebabkan oleh penurunan curah jantung
(yaitu pengiriman darah beroksigen ke otot) dan penyerapan oksigen di otot. Kekuatan
maksimal juga berkurang seiring bertambahnya usia, karena adanya hilangnya massa
otot (juga disebut sarcopenia) dan berkurangnya kontrol saraf (Manini and Pahor, 2009).

2.3. Manfaat Gerak Fisik Teratur Bagi Lansia


Aktivitas fisik memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan dan fungsi
fisik sehingga mengurangi beban perawatan kesehatan. Secara umum, semakin sering
seseorang aktif secara fisik, semakin baik kemampuan fisiknya. Ini berhubungan dengan

14
adaptasi sistem fisiologis, terutama dalam sistem neuromuskular untuk
mengkoordinasikan gerakan, sistem kardiopulmoner untuk lebih efektif mendistribusikan
oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh, dan proses metabolisme terutama yang mengatur
metabolisme glukosa dan asam lemak, yang secara kolektif meningkatkan kekuatan
aerobik dan kemampuan fisik secara keseluruhan. Dengan demikian, lintasan menuju
kelemahan secara langsung dimodifikasi melalui kebiasaan aktivitas fisik (McPhee et al.,
2016).

Gambar Representasi skema lintasan penuaan dan kebutuhan latihan individu.


Sumber: McPhee et al (2016)

Fungsi fisiologis dipertahankan sampai usia paruh baya dan sesudahnya secara
progresif akan memburuk. Garis putus-putus horizontal atas mewakili titik teoretis di
mana kemerosotan bermanifestasi sebagai defisit fungsional dan di atas garis ini tujuan
umum aktivitas fisik adalah untuk menjaga kesehatan. Semakin rendah garis putus-putus
horizontal menunjukkan ambang batas teoretis di luar di mana seseorang menderita cacat
dan kelemahan, sehingga tujuan aktivitas fisik adalah untuk memulihkan defisit dan
meningkatkan mobilitas. Garis lengkung a mewakili penuaan yang dipercepat, b penuaan
normal dan c penuaan yang sehat. Intervensi latihan harus sesuai dengan kemampuan
fisik, bukan usia kronologis agar didapatkan hasil yang efektif (McPhee et al., 2016).

15
Ketidakaktifan adalah penyebab utama buruknya kebugaran fisiologis dan
penyakit pada lansia, setidaknya sama dengan efek merokok, minum asupan alkohol yang
berlebihan dan obesitas. Orang yang tidak aktif berusia 50 tahun dan lebih tua memiliki
risiko kematian dua kali lipat dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat
aktivitas fisik tertinggi setelah disesuaikan untuk berbagai faktor risiko (termasuk usia,
dan sosial ekonomi). Orang dengan tingkat aktivitas dan kebugaran fisiologis yang lebih
tinggi memiliki risiko kematian yang lebih rendah. Aktivitas fisik mengurangi risiko
pengembangan kardiovaskular dan penyakit metabolik melalui kontrol darah yang lebih
baik (McPhee et al., 2016)

Gambar Fungsi fisik dilihat dengan bertambahnya usia dan onset penyakit.
Sumber Manini and Pahor (2009).

Aktivitas fisik diperkirakan berdampak pada fungsi fisik pada: banyak tahap
sepanjang hidup untuk mengubah lintasan penurunan. Garis putus-putus mewakili
lintasan baru dengan memulai dan mempertahankan program aktivitas fisik. Selain itu,
memulai program aktivitas fisik pada usia dini mungkin terkait dengan kapasitas
cadangan yang lebih besar dan penurunan yang terjadi di kemudian hari

Tabel Indikator kelemahan fisik dan pengukurannya

16
Nilai batas menunjukkan tingkat fungsi fisik dan status kesehatan
Sumber: McPhee et al. (2016)

Penuaan dan kelemahan yang sehat


Penuaan yang sehat didefinisikan sebagai kemampuan untuk sehat, gaya hidup
inklusif secara sosial dan bebas dari penyakit atau kecacatan dan ini lebih mungkin pada
lansia yang secara aktif terlibat dalam kegiatan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan. meskipun tidak ada kesulitan pada aktivitas sehari-hari, sebagian besar
lansia berusia di 70-an memiliki fungsi fisiologis yang lebih rendah dewasa muda.
Misalnya, lansia memiliki indeks massa tubuh yang lebih tinggi karena kegemukan, otot
yang lebih kecil dan lebih lemah terutama di kaki, kepadatan mineral tulang bagian
bawah, berkurangnya fungsi kardiorespirasi dan fungsi metabolism dan kognitif yang
lebih rendah (McPhee et al., 2016).
Orang dengan tingkat aktivitas dan kebugaran fisiologis yang lebih tinggi
memiliki risiko kematian yang lebih rendah. Pemeliharaan gaya hidup aktif secara fisik
melalui usia paruh baya dan lebih tua dikaitkan dengan kesehatan yang lebih baik dalam
usia tua dan umur Panjang. Memulai rejimen latihan baru pada usia paruh baya dikaitkan
dengan penuaan yang sehat. Tidak pernah terlambat untuk memulai rejimen latihan baru
di usia tua karena mengarah ke perbaikan kesehatan dan kognisi yang signifikan.
Aktivitas fisik mengurangi risiko pengembangan penyakit kardiovaskular dan metabolik

17
melalui kontrol darah yang lebih baik tekanan darah, kolesterol, dan lingkar pinggang
dalam dosis tergantung cara: lebih banyak aktivitas mengarah pada risiko penyakit
kardiovaskular dan metabolisme yang lebih rendah. Manfaat metabolisme dari
peningkatan oksidasi asam lemak di otot rangka, daripada dan menurunkan tekanan darah
membantu mengurangi risiko terkena diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskular
(McPhee et al., 2016).
Dalam sistem saraf, olahraga teratur membantu menjaga fungsi kognitif dan
jumlah peripheral neuron motorik yang mengontrol otot kaki dan secara keseluruhan
meningkatkan keseimbangan dan koordinasi untuk mengurangi risiko jatuh. Lansia yang
berolahraga secara teratur (terutama aktivitas menahan beban yang lebih tinggi) lebih
kecil kemungkinannya untuk menderita patah tulang karena tulang lebih kuat dan
memiliki kepadatan mineral tulang yang lebih tinggi (McPhee et al., 2016).

Tujuan Program Aktivitas Fisik


National Institute for Health and Care Excellence (NICE) merekomendasikan
olahraga sebagai perawatan primer. Intensitas dari latihan harus dimodifikasi agar sesuai
dengan pengalaman latihan individu dan kemampuan fisik. Program latihan tepat
dirancang dan fokus pada berbagai hasil, bukan hanya penurunan berat badan, sebagai
peningkatan kesehatan dan mobilitas serta perubahan indeks massa tubuh. Olahraga
aerobic intensitas sedang > 150 menit/minggu, seperti berjalan kaki atau aktivitas aerobik
sedang lainnya dapat menurunkan 30% risiko morbiditas, mortalitas dan ketergantungan
fungsional dibandingkan dengan tidak aktif. Berjalan 5-7 hari per minggu dikaitkan
dengan Risiko gangguan mobilitas 50–80% lebih rendah dan meningkatkan umur
panjang dengan sekitar 4 tahun dan harapan hidup bebas disabilitas dengan sekitar dua
tahun (McPhee et al., 2016).
Disarankan bagi orang tua untuk melakukan aktivitas bertujuan untuk
meningkatkan ukuran dan kekuatan otot anggota tubuh mereka untuk memerangi efek
sarcopenia hilangnya massa otot dengan penuaan. Sedang dan tinggi latihan kekuatan
intensitas (menggunakan resistensi antara 60–80% dari kekuatan maksimal) meningkat
ukuran otot, kekuatan dan kekuatan, bahkan pada orang yang sangat tua dan orang-orang

18
yang lemah. Massa dan kekuatan otot rendah dikaitkan dengan gangguan mobilitas dalam
usia yang lebih tua

Menentukan olahraga untuk lansia tidak dapat disamakan dengan olahraga untuk
muda-mudi. Sebagian besar orang yang sudah menginjak usia 65 tahun ke atas memang
dianjurkan mengurangi aktivitas berat, tetapi bukan berhenti begitu saja. Pasalnya,
beraktivitas di masa senja memberikan sejumlah manfaat, seperti keseimbangan tubuh
yang lebih stabil, mencegah penyakit, hingga menjaga ketajaman mental (Promkes,
2018).
Olahraga atau aktivitas fisik untuk lansia perlu disesuaikan dengan kemampuan
dan kondisi manula yang bersangkutan. Anda dapat memulainya dengan sesi konsultasi
untuk memperoleh rekomendasi tipe aktivitas yang cocok dan batasan yang masih aman
untuk tubuh mereka. Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia atau WHO, kriteria aktivitas
fisik yang memenuhi kebutuhan para lansia di antaranya sebagai berikut.

Aktivitas Fisik Untuk Lansia


Durasi minimal 150 menit untuk latihan fisik sedang atau 17 menit untuk latihan
fisik berat dalam waktu seminggu;
Setiap praktik durasinya berlangsung paling sebentar sepuluh menit. Jika
partisipan sudah terbiasa dengan durasi anjuran tadi, maka biasakan olahraga untuk lansia
dalam intensitas sedang selama 300 menit atau intensitas berat selama 150 menit sepekan;
Sebagian besar lansia mempunyai kendala dalam koordinasi tubuh, sehingga
membutuhkan sesi latihan keseimbangan minimal tiga kali seminggu, sedangkan untuk
latihan otot minimal dua kali seminggu.
Ada banyak pilihan jenis olahraga atau aktivitas fisik untuk lansia yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk intensitas sedang, misalnya, jalan kaki jarak dekat,
membersihkan rumah, bersepeda santai, naik tangga, hingga berkebun. Sementara itu,
aktivitas berat meliputi berenang, tai chi, yoga, joging, jalan cepat, menggendong anak,
sampai bulu tangkis.(Promkes, 2018)
Seperti yang telah disinggung, pemilihan kegiatan harus didiskusikan dengan
dokter tepercaya. Jangan paksakan diri kalau olahraga yang ingin dilakukan malah

19
membebani tubuh. Mulai secara perlahan dari hal-hal paling dasar, lalu tingkatkan kalau
dirasa mampu menguasainya. Cari juga teman sesama manula untuk meningkatkan
motivasi, sehingga tujuan olahraga untuk lansia dapat tercapai tanpa mengalami
hambatan (Promkes, 2018)

Selain aktivitas fisik dapat pula dilakukan latihan fisik yaitu kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan atau memelihara kebugaran tubuh, misalnya senam ringan, berjalan
kaki, berenang, dan sebagainya. Untuk latihan fisik pada lansia:
1) Latihan fisik dapat dilakukan 3-5 kali dalam satu minggu dengan selang satu hari
istirahat, lamanya minimal 20 menit per kali latihan.
2) Latihan fisik yang teratur dilakukan secara bertahap. Jangan dipaksakan apabila
dirasakan tidak kuat. Mulai secara perlahan dari hal-hal paling dasar, lalu tingkatkan
apabila dirasa mampu menguasainya.
3) Dapat dilakukan bersama sesama lansia untuk meningkatkan motivasi.
4) Usahakan selalu dampingi lansia saat melakukan latihan fisik.
Di samping latihan fisik yang membutuhkan bantuan caregiver, dapat pula dilakukan
latihan secara mandiri oleh lansia, diantaranya Latihan pernafasan dan latihan pergerakan
sendi.(Kementerian Kesehatan RI, 2019)

Langkah langkah dalam melakukan latihan pernafasan:


1) Pastikan posisi nyaman bagi lansia (dapat dilakukan dengan berdiri, duduk maupun
berbaring)
2) Lansia menggunakan pakaian yang longgar sehingga tidak mengganggu saat latihan
pernafasan (karena saat Latihan pernafasan, dada dan perut akan mengembang dengan
maksimal),
3) Posisi santai dan kondisi lingkungan yang tenang

20
4) Ambil nafas melalui hidung semampu dan semaksimal mungkin, kemudian
hembuskan perlahan melalui mulut dalam hitungan 10,
5) Ulangi hingga 4 – 5 kali dan lebih jika dirasa kurang.

Contoh latihan fisik yang dapat dilakukan secara mandiri oleh lansia dengan
ketergantungan sedang (B) dan ketergantungan berat (C).(Kementerian Kesehatan RI,
2019)

Gambar 1
Kedua tangan diletakkan di pinggang, dekatkan kepala ke bahu kanan. Tahan selama 8
hitungan dalam 10 detik. Lakukan ke arah sebaliknya.

Gambar 2
Tangan kanan memegang bahu kiri, dan siku kanan diangkat dengan tangan kiri dan
didorong ke arah belakang, sehingga otot lengan kanan belakang terasa teregang. Tahan
selama 8 hitungan dalam 10 detik. Lakukan pada lengan kiri.
Gambar 3
Lengan kanan ditekuk ke atas, tangan kanan memegang punggung di belakang kepala.
Tangan kiri memegang siku kanan, ditarik ke arah kiri sehingga otot sayap lengan kanan
terasa teregang. Tahan selama 8 hitungan dalam 10 detik. Lakukan pada lengan kiri.

21
Gambar 4
Kedua tangan dirapatkan di depan dada, dorong ke arah depan sampai lurus dan otot-otot
lengan samping terasa teregang. Tahan selama 8 hitungan dalam 10 detik.
Gambar 5
Kedua tangan dirapatkan di atas kepala, dorong ke atas sampai lurus dan otot lengan
samping terasa teregang. Tahan selama 8 hitungan dalam 10 menit.
Gambar 6 (Apabila kondisi lansia memungkinkan)
Kedua lengan dilipat diletakkan di dinding, tempelkan dahi pada kedua telapak tangan,
ujung jari kaki kanan menempel di dinding, tungkai kanan ditekuk, tungkai kiri lurus ke
belakang, sehingga otot-otot belakang tungkai kiri teregang. Tahan selama 8 hitungan
dalam 10 detik. Lakukan pada kaki sebaliknya.

22
BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
a. Terdapat periode atau masa perubahan reproduksi pada wanita lanjut usia yaitu
premenopause dan menopause
b. Terdapat istilah andropause pada perubahan reproduksi pada pria lanjut usia
c. Aktivitas fisik secara teratur adalah aman untuk orang tua yang sehat dan lemah
serta risikonya menurunkan penyakit kardiovaskular, gangguan metabolism,
obesitas, jatuh, gangguan kognitif, osteoporosis dan kelemahan otot

23
DAFTAR PUSTAKA

Garber, C. E. et al. (2010) ‘Physical and mental health-related correlates of physical


function in community dwelling older adults: A cross sectional study’, BMC Geriatrics,
10(February). doi: 10.1186/1471-2318-10-6.
Kementerian Kesehatan RI (2019) Panduan Praktis untuk Caregiver dalam Perawatan
Jangka Panjang Bagi Lanjut Usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Kholifah, S. N. (2016) Keperawatan Gerontik, Pusdik SDM Kesehatan Kemenkes.
Kementerian Kesehatan.
Manini, T. M. and Pahor, M. (2009) ‘Physical activity and maintaining physical function
in older adults’, British Journal of Sports Medicine, 43(1), pp. 28–31. doi:
10.1136/bjsm.2008.053736.
McPhee, J. S. et al. (2016) ‘Physical activity in older age: perspectives for healthy ageing
and frailty’, Biogerontology, 17(3), pp. 567–580. doi: 10.1007/s10522-016-9641-0.
Promkes, K. D. (2018) Aktivitas Fisik Untuk Lansia. Available at:
https://promkes.kemkes.go.id/?p=8816 (Accessed: 12 September 2022).
Saxon, S. V., Etten M. J., and Perkins, E. A. (2015) Physical Change & Aging: A Guide
for the Helping Professions Sixth Edition. New York: Springer Publishing Company.
Siregar, R. J. and Yusuf, S. F. (2022) Kesehatan Reproduksi Lansia. Padangsidimpuan:
PT Inovasi Pratama Internasional.

24

Anda mungkin juga menyukai