Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

”Landasan Dan Prinsip Akuntansi Zis (Zakat, Infaq, Shadaqah)”

Diajukan Untuk Tugas Terstruktur Mata Kuliah Akuntansi Zakat

Dosen Pengampu : Haulah Nakhwatunnisa M.Si

Disusun Oleh Kelompok 2 :

- Dina Rahmadani (2008205035)


- Dewi Murtasimah (2008205015)
- Anita Sari (2008205029)
- Nurfaizah (2008205014)
- Meita Aulia Shafelly (2008205004)

AKUNTANSI SYARIAH 6/A

FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM (FEBI)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan
kesempatan kepada kami untuk dapat melaksanakan tugas mata kuliah dan sekaligus persentasi
kelompok tentang Prinsip dan Landasan Akuntansi Zakat, Infaq, Shadaqoh. Dan berkat rahmat
rahmat-Nya jualah, kami dapat menyusun sebuah makalah sebagai tugas yang diberikan oleh
dosen yang bersangkutan pada mata kuliah Akuntansi Zakat.
Kami tim penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Akuntansi Zakat
atas dukungan moral serta materil sehingga terbentuknya makalah ini, terimakasih juga kepada
teman satu tim telah membantu selesainya tugas makalah ini.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk dijadikan pembelajaran bagi pembaca, sebagai
penyelesain tugas makalah, sebagai bahan  motivasi untuk kami agar semakin semangat dalam
menuntut ilmu dan selalu saling berbagi dalam keilmuan, serta untuk menambah wawasan
mahasiswa mengenai materi ini. Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
memiliki kekurangan dan kesalahan, baik dalam penyampaian materi atau dalam memilih
pembahasannya. Sehinga kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnan makalah ini. Akhirnya kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Cirebon, 09 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Zakat................................................................................................................................4
.................................................................................................................................................
2.2 Lembaga Amil Zakat (LAZ)...........................................................................................5
2.3 PSAK NO.109.................................................................................................................6
2.4 Akuntansi Zakat.............................................................................................................8
2.5 Prinsip Prinsip Zakat.......................................................................................................9
2.6 Harta Harta Yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya.............................................................9
2.7 Dasar Hukum Zakat......................................................................................................10
2.8 Prinsip Prinsip Akuntansi Syariah................................................................................11
................................................................................................................................................
2.9 Akuntansi Infaq/Shadaqoh............................................................................................12
BAB III PENUTUP
3.0 Kesimpulan..................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
2.1 Rumusan Masalah 

Berdasarkan latar belakang dan studi kasus di atas, rumusan masalah dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prinsip akuntansi zakat, infak dan shodaqoh ?


2. Bagaimana landasan akuntansi zakat, infak, dan sedekah (ZIS) menurut PSAK
109 ?

2.2 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami prinsip akuntansi zakat, infak dan shodaqoh 
2. Untuk mengetahui dan memahami landasan akuntansi zakat, infak, dan sedekah
(ZIS) menurut PSAK 109.
A. ZAKAT

a. Pengertian Zakat
Menurut Nurhayati (2019:02) Istilah zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti suci, jernih, bersih,
berkah, berkembang, bertumbuh, bertambah, cerdik, dan terpuji. Arti kata bersih, suci dalam istilah
zakat memberi makna membersihkan harta/membersihkan diri dari sifat tamak, dengki, dendam, dan
bakhil. Sedangkan zakat secara terminologi berarti aktivitas memberikan harta tertentu yang
diwajibkan Allah SWT dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk diserahkan kepada orang-orang
yang berhak menurut Nurhayati (2016:282). Berdasarkan uraian tersebut, maka zakat tidaklah sama
dengan donasi/ sumbangan/ shadaqah yang bersifat sukarela.
Zakat ialah mengeluarkan sejumlah harta (berupa uang atau benda) yang wajib dikeluarkan oleh
seseorang untuk kepentingan kaum fakir miskin serta anggota masyarakat lainnya yang memerlukan
bantuan dan berhak menerimanya (Munir, 2019:103). Sedangkan menurut Prasetyo (2019:213) zakat
adalah salah satu rukun islam yang hukumnya wajib bagi setiap muslim yang merdeka dan memiliki
harta kekayaan sampai dengan jumlah tertentu yang telah mencapai nisab. Zakat merupakan
kewajiban muslim yang harus ditunaikan dan bukan merupakan hak, sehingga kita tidak dapat
memilih untuk membayar atau tidak (Kamil, 2016:154).

b. Syarat Wajib Zakat


Syarat wajib zakat menurut Prasetyo (2019:216) antara lain sebagai berikut:
1. Merdeka, berarti bukan budak dan memiliki kebebasan untuk melaksanakan dan menjalankan
seluruh syariat islam
2. Islam, berarti mereka yang beragama islam baik anak-anak atau sudah dewasa, berakal sehat atau
tidak
3. Memiliki satu nisab dari salah satu jenis harta yang wajib dikenakan zakat dan cukup haul.

c. Jenis Zakat
Ada dua jenis zakat menurut Nurhayati (2016:288), sebagai berikut: ZA
Pertama, Zakat Jiwa/Zakat Fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim setelah
matahari terbenam akhir bulan Ramadhan. Lebih utama jika dibayarkan sebelum shalat Idul Fitri,
karena jika dibayarkan setelah shalat Ied, maka sifatnya seperti sedekah biasa bukan zakat fitrah.
Kedua, Zakat Mall (Harta), adalah zakat yang boleh dibayarkan pada waktu yang tidak tertentu,
mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan
perak serta hasil kerja (profesi) yang masing-masing memiliki perhitungan sendirisendiri.

d. Golongan yang Berhak Menerima Zakat


Menurut Arwani (2020:27) Terdapat delapan golongan yang berhak menerima zakat. Para mustahiq
zakat atau yang biasa disebut dengan delapan asnaf zakat, terdiri dari
1. Orang fakir yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak memiliki harta dan tenaga
untuk memenuhi penghidupannya
2. Orang miskin yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan
kekurangan
3. Amil zakat, yaitu orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat
4. Muallaf, yaitu orang kafir yang ada harapan masuk islam dan orang yang baru masuk islam
sehingga imannya maih lemah;
5. Riqab, yaitu untuk memerdekakan budak. Termasuk juga untuk melepaskan orang muslim
yang ditawan oleh orang kafir;
6. Gharim, yaitu orang yang berhutang dan tidak sanggup membayarnya;
7. Sabilillah, yaitu untuk kepentingan berjuang di jalan allah, hal ini mencakup juga
kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, dan lain-lain;
8. Ibnu sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan dan mengalami kesengsaraan dalam
perjalanannya.

e. Manfaat Zakat
Terdapat beberapa manfaat zakat menurut Nurhayati (2019:03), yaitu:
Pertama, sebagai sarana menghindari kesenjangan sosial yang mungkin dapat terjadi antara kaum
aghniya dan dhuafa
Kedua, sebagai sarana pembersihan harta dari ketamakan yang dapat terjadi serta dilakukan oleh
orang jahat
Ketiga, sebagai pengembangan potensi umat dan menunjukkan bahwa umat Islam merupakan
ummatan wahidun (umat yang satu), musawah (persamaan derajat), ukhwah islamiyah (persaudaraan
Islam), dan tafakul ijti’ma (tanggung jawab bersama)
Keempat, dukungan moral bagi mualaf
Kelima, sebagai sarana memberantas penyakit iri hati bagi golongan orang yang tidak berpunya
(miskin)
Keenam zakat menjadi salah satu unsur penting dalam “social distribution” yang menegaskan bahwa
Islam merupakan agama yang peduli dengan kehidupan umatnya sehari-hari. Selain itu, juga
menegaskan tanggung jawab individu terhadap masyarakatnya
Ketujuh, sebagai sarana menyucikan dari perbuatan dosa
Kedelapan, sebagai sarana dimensi sosial dan ekonomi yang penting dalam Islam sebagai ibadah
maaliyah.

B. LEMBAGA AMIL ZAKAT (LAZ)


Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, Organisasi pengelolaan zakat adalah lembaga yang
bergerak di bidang pengelolaan dana zakat, infaq, dan sedekah. Terdapat dua jenis organisasi
pengelola zakat yakni :
Badan Amil Zakat (BAZ) adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah;
Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah organisasi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh
masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. 10 Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999,
Dalam perkembangannya BAZ dan LAZ di Indonesia harus diikuti dengan proses akuntabilitas
publik yang baik dan transparan dengan mendepankan motivasi melaksanakan amanah umat.
Terbukti dengan adanya Undang-Undang yang diatur pemerintah yaitu, UU Nomor 38 Tahun 1999
tentang pengelolaan zakat pasal 31 yang berisi “Badan amil zakat (BAZ) dan Lembaga amil zakat
(LAZ) memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada pemerintah sesuai dengan
tingkatannya selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir tahun”.

Lembaga Amil Zakat yang telah dibentuk memiliki kewajiban sebagai berikut (Kholifah, 2014):
1. Segera melaksanakan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah dibuat
2. Menyusun laporan keuangan
3. Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit melalui media
4. Menyerahkan laporan kepada pemerintah.

C. PSAK No. 109


Menurut Nurhayati (2019:99) munculnya PSAK 109 tentang akuntansi zakat tidak luput dari peran
PSAK 59. Semenjak disahkannya PSAK 59, perkembangan industri syariah akhirnya direspon IAI
dengan membentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) yang bertugas untuk merumuskan Standar
Akuntansi Keuangan Syariah pada tanggal 18 Oktober 2005. Perkembangan industri syariah
mendorong IAI untuk menyusun PSAK 109 tentang akuntansi zakat, infaq dan sedekah (ZIS) sebagai
bagian dari penyempurnaan transaksi pengolaan zakat, infaq dan sedekah pada lembaga keuangan
syariah. Lembaga keuangan syariah yang memiliki kompetensi untuk mengelola dana ZIS adalah
organisasi pengelola zakat yang berbentuk Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ),
maupun Unit Pengumpulan Zakat (UPZ). 11 PSAK 109 berlaku untuk penerima dan penyalur zakat,
infaq dan sedekah yang selanjutnya disebut dengan amil (IAI, 2016: 109.1). Definisi-definisi khusus
yang perlu diketahui dalam PSAK 109 (IAI, 2016: 109.1) :

1. Amil adalah entitas pengelola zakat yang pembentukannya dana tau pengukuhannya diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan
menyalurkan zakat, infaq/sedekah
2. Dana amil adalah bagian amil atas dana zakat dan infaq/ sedekah yang diberikan oleh pemberi
untuk bagi amil. Dana amil digunakan untuk pengelolaan amil
3. Dana infaq/sedekah adalah dana yang berasal dari penerimaan infaq/sedekah;
4. Dana zakat adalah dana yang berasal dari penerimaan zakat
5. Infaq/sedekah adalah harta yang diberikan secara sukarela oleh pemiliknya, baik yang
peruntukannya ditentukan maupun tidak ditentukan
6. Mustahik (mustahiq) adalah orang atau entitas yang berhak menerima zakat
7. Muzaki (muzzaki) adalah individu muslim yang secara syariah wajib membayar atau
menunaikan zakat
8. Nisab adalah batas minimum harta yang wajib dikeluarkan zakatnya
9. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh muzaki sesuai dengan ketentuan syariah untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahik).

PSAK 109 juga memiliki konsep dalam pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi zakat, infaq dan sedekah. Konsep ini akan menjelaskan bagaimana unsur-unsur laporan
keuangan yang harus diakui, diukur, disajikan, dan diungkapkan oleh Lembaga Amil Zakat,
Infaq/Sedekah.

1. Pengakuan dan Pengukuran Zakat dan Infak/Sedekah


a. Penerimaan Zakat Menurut IAI (2016)
Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset diterima. Zakat yang diterima dari muzakki
diakui sebagai penambah dana zakat sebesar jumlah yang diterima jika dalam bentuk kas dan
nilai wajar jika 12 dalam bentuk nonkas. Penentuan nilai wajar asset nonkas yang diterima
menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode
penentuan nilai wajar lainnya sesuai yang diatur dalam SAK yang relevan. Jika muzakki
menentukan mustahik yang menerima penyaluran zakat melalui amil, maka tidak ada bagian amil
atas zakat yang diterima. Amil dapat memperoleh ujrah atas kegiatan penyaluran tersebut. Ujrah
ini berasal dari muzakki, di luar dana zakat. Ujrah tersebut diakui sebagai penambah dana amil.
Jika terjadi penurunan nilai asset zakat nonkas, maka jumlah kerugian yang ditanggung
diperlukan sebagai pengurang dana zakat atau pengurang dana amil bergantung pada penyebab
kerugian tersebut. Penurunan nilai asset zakat diakui sebagai:

1) Pengurang dana zakat, jika tidak disebabkan oleh kelalaian amil


2) Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.

b. Penyaluran Zakat
Menurut IAI (2016), Zakat yang disalurkan kepada mustahik, termasuk amil diakui sebagai
pengurang dana zakat sebesar jumlah yang diserahkan jika dalam bentuk kas dan jumlah tercatat
jika dalam bentuk asset nonkas. Efektivitas dan efisiensi pengelolaan zakat bergantung pada
profesionalisme amil. Dalam konteks ini, amil berhak mengambil bagian dari zakat untuk
menutup biaya operasional dalam rangka melaksanakan fungsinya sesuai dengan kaidah atau
prinsip syariah dan tata kelola organisasi yang baik. Penentuan jumlah atau persentase bagian
untuk masing-masing mustahik ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah, kewajaran,
etika, dan ketentuan yang berlaku yang dituangkan dalam bentuk kebijakan amil. Beban
penghimpunan dan penyaluran zakat harus diambil dari porsi amil. Amil dimungkinkan untuk
meminjam dana zakat dalam rangka 13 mengimpun zakat. Pinjaman ini sifatnya jangka pendek
dan tidak boleh melebihi satu periode.

Lebih lanjut menurut IAI (2016), Bagian dana zakat yang disalurkan untuk amil diakui sebagai
penambah dana amil. Zakat telah disalurkan kepada mustahik nonamil jika sudah diterima oleh
mustahik nonamil tersebut. Zakat yang disalurkan melalui amil lain, tetapi belum diterima oleh
mustahik nonamil, belum memenuhi pengertian zakat telah disalurkan. Amil lain tersebut tidak
berhak mengambil bagian dari dana zakat, namun dapat memperoleh ujrah dari amil sebelumnya.
Dalam keadaan tersebut, zakat yang disalurkan diakui sebagai piutang penyaluran, sedangkan
bagi amil yang menerima diakui sebagai liabilitas penyaluran. Piutang penyaluran dan liabilitas
penyaluran tersebut akan berkurang ketika zakat disalurkan secara langsung kepada mustahik
nonamil. Dana zakat yang diserahkan kepada mustahik nonamil dengan keharusan untuk
mengembalikannya kepada amil, belum diakui sebagai penyaluran zakat.

Dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan asset tetap (asset kelolaan), misalnya rumah
sakit, sekolah, mobil ambulan, dan fasilitas umum lain, diakui sebagai:
1) Penyaluran zakat seluruhnya jika asset tetap tersebut diserahkan untuk dikelola kepada
pihak lain yang tidak dikendalikan amil.
2) Penyaluran zakat secara bertahap jika asset tetap tersebut masih dalam pengendalian
amil atau pihak lain yang dikendalikan amil. Penyaluran secara bertahap diukur sebesar
penyusutan asset tetap tersebut sesuai dengan pola pemanfaatannya.

c. Penerimaan Infak/Sedekah
Menurut IAI (2016), Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai penambah dana infak/sedekah
terikat atau tidak sesuai dengan tujuan pemberi infak/sedekah sebesar jumlah yang diterima jika
dalam bentuk kas dan nilai wajar jika dalam bentuk nonkas.

Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak
tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai yang diatur dalam
SAK yang relevan. Infak/sedekah yang diterima dapat berupa kas atau asset nonkas. Asset nonkas
dapat berupa asset lancar atau tidak lancar.
Asset tidak lancar yang diterima dan diamanahkan untuk dikelola oleh amil diukur sebesar nilai
wajar saat penerimaan dan diakui sebagai asset tidak lancar infak/sedekah. Penyusutan dari asset
tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana infak/sedekah terikat jika penggunaan atau
pengelolaan asset tersebut sudah ditentukan oleh pemberi. Amil dapat pula menerima asset nonkas
yang dimaksudkan oleh pemberi untuk segera disalurkan. Asset seperti ini diakui sebagai asset
lancar. Asset ini dapat berupa bahan habis pakai, seperti bahan makanan, atau asset yang memiliki
umur ekonomi panjang, seperti mobil ambulan. Asset nonkas lancar dinilai sebesar nilai perolehan,
sedangkan asset nonkas tidak lancar dinilai sebesar nilai wajar sesuai dengan SAK yang relevan.

Penurunan nilai asset infak/sedekah tidak lancar diakui sebagai:


1) Pengurang dana infak/sedekah, jika tidak disebabkan oleh kelalaian amil
2) Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.

Dalam hal amil menerima infak/sedekah dalam bentuk asset nonkas tidak lancar yang dikelola
oleh amil, maka asset tersebut dinilai sesuai dengan SAK yang relevan. Dana infak/sedekah sebelum
disalurkan dapat dikelola dalam jangka waktu sementara untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Hasil dana pengelolaan diakui sebagai dana infak/sedekah.

d. Penyaluran Infak/Sedekah
Menurut IAI (2016), Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurangan dana infak/sedekah
sebesar jumlah yang diserahkan jika dalam bentuk kas dan nilai tercatat asset yang diserahkan jika
dalam bentuk asset nonkas. Bagian dana infak/sedekah yang disalurkan untuk amil diakui sebagai
penambah dana amil. Penentuan jumlah atau presentase bagian untuk para penerima infak/sedekah
ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah, kewajaran, dan etika yang dituangkan dalam
bentuk kebijakan amil. Penyaluran infak/sedekah oleh amil kepada amil lain merupakan penyaluran
yang mengurangi dana infak/sedekah jika amil tidak akan menerima kembali asset infak/sedekah
yang telah disalurkan tersebut. Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana
bergulir dicatat sebagai piutang infak/sedekah bergulir dan tidak mengurangi dana infak/sedekah.

Penyajian Menurut IAI (2016), Amil menyajikan dana zakat, dana infak/sedekah, dan dana amil
secara terpisah dalam laporan posisi keuangan.
Pengungkapan Menurut IAI (2016), Amil mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi
zakat, tetapi tidak terbatas pada:
1) Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran zakat dan
mustahik nonamil
2) Kebijakan penyaluran zakat untuk amil dan mustahik nonamil, seperti persentase
pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan
3) Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa aset
nonkas
4) Rincian jumlah penyaluran dana zakat untuk masing-masing mustahik
5) Penggunaan dana zakat dalam bentuk aset kelolaan yang masih dikendalikan oleh amil
atau pihak lain yang dikendalikan amil, jika ada diungkapkan jumlah dan persentase
terhadap seluruh penyaluran dana zakat serta alasannya .
6) Hubungan pihak-pihak berelasi antara amil dan mustahik. Menurut IAI (2016) laporan
keuangan amil terdiri dari: Laporan posisi keuangan (Neraca), laporan perubahan dana,
laporan perubahan aset kelolaan, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan.

Laporan Keuangan yang baik harus memberikan informasi bagi penggunanya. Menurut (IAI, 2016:5)
kebijakan yang digunakan yaitu:
1) Dapat dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan
adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pengguna.
2) Relevan Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pengguna
dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna dengan 20 membantu mereka mengevaluasi
peristiwa di masa lalu, masa kini, dan masa depan, mengoreksi, hasil evaluasi di masa
lalu.
3) Keandalan Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang
menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian
yang tulus atau jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan
dapat disajikan.
4) Dapat Diperbandingkan Pengguna harus dapat membandingkan laporan keuangan antar
periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja keuangan dan
mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relative.

D. AKUNTANSI ZAKAT
Menurut Violita (2018:2) Akuntansi merupakan proses pencatatan, penggolongan,
peringkasan, pelaporan dan penganalisaan data keuangan suatu organisasi. Akuntansi juga dapat
didefinisikan sebagai sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak
berkepentingan mengenai kegiatan ekonomi dan kondisi perusahaan. Pada dasarnya akuntansi
meliputi tujuan dan maksud penyusunan serta analisis tentang penyelenggaraan tata buku. Secara
umum akuntansi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memiliki fungsi untuk menyajikan
informasi keuangan dari suatu kesatuan usaha ekonomi yang dapat digunakan dalam pengambilan
keputusan. Tidak berbeda jauh dari pengertian akuntansi pada umumnya, akuntansi zakat merupakan
kegiatan yang berfungsi menyajikan informasi keuangan untuk kepentingan manajemen dalam
pengambilan keputusan serta sebagai bentuk pelaporan pertanggungjawaban dana sosial yang
dikelola organisasi kepada masyarakat umum sesuai dengan peraturan dan standar yang berlaku.
(Yuni, 2013) akuntansi zakat dianggap sebagai salah satu cabang ilmu akuntansi yang
dikhususkan untuk menentukan dan menilai aset wajib zakat, menimbang kadarnya (volume), dan
mendistribusikan hasilnya kepada para mustahiq dengan berdasarkan kepada kaidahkaidah syariat
islam. Berdasarkan pengertian diatas maka tujuan akuntansi zakat menurut (Prasetyo, 2019:34)
adalah memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat, efisien, dan efektif atas
zakat, infaq, sedekah, hibah, dan wakaf yang dipercayakan kepada organisai atau lembaga pengelola
zakat; memberikan informasi yang memungkinkan bagi lembaga pengelola zakat untuk melaporkan
pelaksanaan tanggungjawab dalam mengelola secara tepat dan efektif program dan penggunaan
zakat.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) sebagai organisasi Akuntan di Indonesia telah membuat
standar akuntansi keuangan zakat dan infak/sedekah. Standar tersebut dimuat dalam PSAK No. 109
Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah. PSAK No. 109 dibuat untuk menjadi pedoman entitas amil
zakat dan infak/sedekah dalam membuat laporan keuangan dalam rangka memberikan informasi
pengelolaan dana zakat (Pujianto, 2015). Akuntansi dapat didefinisikan sebagai proses pencatatan,
penggolongan, peringkasan, pelaporan, dan penganalisisan data keuangan suatu organisasi (Jusup,
2005: 5).
Menurut Mulyadi (1993:2) akuntansi adalah “proses pengolahan data keuangan untuk menghasilkan
informasi keuangan yang digunakan untuk memungkinkan pengambilan keputusan melakukan
pertimbangan berdasarkan informasi dalam pengambilan keputusan”. Jadi, akuntansi zakat dan
infak/sedekah dapat diartikan sebagai suatu proses akuntansi atas transaksi-transaksi zakat dan
infak/sedekah berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam yang dapat menghasilkan informasi
keuangan berupa laporan keuangan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan pihak-pihak
yang berkepentingan seperti muzakki dan calon muzakki, pemerintah, masyarakat/umat, mustahik
dan pihak lain.
Tujuan dari akuntansi ZIS menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 109 adalah
untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat dan
infak/sedekah. Akuntansi ZIS dapat diaplikasikan atau digunakan untuk membantu para amil yang
menerima dan menyalurkan ZIS atau entitas yang kegiatan utamanya menerima dan menyalurkan
ZIS.
E. PRINSIP-PRINSIP ZAKAT
Menurut M.A. Mannan (dalam buku: “Islamic Economics: Theory and practice”) Zakat mempunyai 6
prinsip:

1. Keyakinan keagamaan (faith) Membayar zakat merupakan manifestasi keyakinan


keagamaannya untuk menyempurnakan ibadahnya.
2. Pemerataan dan Keadilan (equity&justice) Pemberian harta zakat merupakan suatu cara untuk
memeratakan kekayaan dengan lebih adil;
3. Produktivitas dan Kematangan (productivity & maturity) Zakat wajar harus dibayar karena
merupakan hasil usaha yang produktif, setelah lewat jangka waktu tertentu yang merupakan
ukuran normal memperoleh hasil tertentu;
4. Nalar (reason) Ketentuan zakat merupakan cara ampuh yang dapat mengurangi jumlah
kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial dan mengembangkan perekonomian;
5. Kebebasan (freedom) Pembayaran zakat dilakukan terhadap orang yang memmmiliki kekayaan,
sehinggatidak mempersulitkan dan hanya untuk orang yang merdeka dan sehat jasmani dan
rohani;
6. Etik dan Kewajaran (ethic & proper) Zakat tidak diambil secara semena-mena. Jumlah zakat
yang dibayarkan tidak akan mengakibatkan kerugian bagi yang membayarnya, tetapi memiliki
manfaat yang snagat besar bagi yang berhak menerimanya.

F. Harta-harta Yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya

Adapun harta-harta yang wajib dizakati itu adalah sebagai berikut:

1. Harta yang berharga, seperti emas dan perak.


2. Hasil tanaman dan tumbuh-tumbuhan, seperti padi, gandum, kurma, anggur.
3. Binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dan domba.
4. Harta perdagangan.
5. Harta galian termasuk juga harta rikaz.

Perbedaan Zakat Dengan Pajak


Zakat berbeda dengan pajak yang dibayarkan oleh warga negara kepada pemerintahnya. Pajak sendiri
di artikan sebagai kontribusi wajib kepada begara yang terutang oleh orang pribadi atau badab yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UUNo. 28/2007).
Terdapat beberapa perbedaan antara pajak dan zakat (Syarwat, 2006 dalam Sri Nurhayati dan Wasilah
2015), yaitu sebagai berikut:

1. Zakat merupakan manifestasi ketaatan umat terhadap perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW
sedangkan pajak merupakan ketaatan seorang warganegarakepada ulil amrinya ( pemimpinya).
2. Zakat telah ditentukan kadarnya di dalam Al-Quran dan Al-Hadist, sedangkan pajak di bentuk
oleh hukum negara
3. Zakat hanya dikeluarkan oleh kaum muslimin sedangkan pajak dikeluarkan oleh setiap warga
negara tanpa memandang apa agama dan keyakinannya.
4. Zakat berlaku bagi setiap muslim yang telah mencapai nisab tanpa memandang dinegara di
negara mana ia tinggal, sedangkan pajak hanya berlaku dalam batas garis teritorial suatu negara
saja.
5. Zakat adalah suatu ibadah yang wajib didahului oleh niat sedangkan pajak tidak memakai niat.
6. Zakat harus dipergunakan untuk kepentingan mustahik yang berjumlah delapan asnaf
(sasarannya), sedangkan pajak dapat dipergunakan dalam seluruh sektor kehidupan.

Menurut Huda dan Heykal (2010: 295), Zakat adalah nama bagi sejumlah harta yang telah mencapai
syarat tertentu yang diwajibkan allah untuk dikeluarkan dan dan diberikan kepada orang-orang yang
berhak menerimanya.

Didalam Alquran Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat sejumlah 82 ayat. Dari sini
disimpulkan secara deduktif bahwa zakat merupakan rukun Islam terpenting setelah shalat. Zakat dan
shalat dijadikan sebagai perlambang keseluruhan ajaran Islam. Pelaksanaan shalat melambangkan
hubungan seseorang dengan Tuhannya, sedangkan pelaksanaan zakat merupakan hubungan manusia
dengan sesamanya. Allah berfirman “Tidaklah mereka itu diperintahkan, melainkan supaya beribadah
kepada Allah dengan ikhlas dan condong melakukan karena agamanya, begitu pula supaya
mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat, dan itulah agama yang lurus”. (QS. Albayyinah: 5)

Dari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa zakat adalah pajak
suci yang wajib dikeluarkan oleh orang muslim apabila telah mencapai nishabnya guna untuk
membersihkan hartanya dari dosa-dosa, memberkahi harta tersebut dengan memanfaatkannya kepada
orang yang berhak menerima zakat ataupun untuk keperluan penegakan agamanya sendiri dan orang
yang melaksanakan zakat tersebut akan dibalas dengan pahala oleh Allah SWT dan sungguh zakat
mendekatkan hubungan manusia dengan Tuhannya sekaligus manusia dengan sesamanya.

G. Dasar Hukum Zakat

1. Al Qur’an

Dalam Alquran Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat, salah satunya dalam surat At
taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dari ayat di atas menjelaskan bahwa tujuan Allah SWT memerintahkan umat Islam membayar
zakat agar harta yang dimilikinya bersih dan suci. Karena kalau tidak membayar zakat, harta yang
dimiliki menjadi kotor karena tercampur hak orang lain yang dititipkan kepada orang yang berhak
mengeluarkan zakat.

Sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzaariyat ayat 19:“Dan pada harta-harta mereka ada
hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
2. Hadist

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas ra, bahwa Nabi SAW mengutus Mu'adz RA ke Yaman.
Pesan beliau kepada Mu'adz: "Serulah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah
dan aku adalah utusan Allah. Jika mereka mematuhi hal itu maka beritahukan kepada mereka
bahwa Allah mewajibkan kepada mereka solat lima waktu setiap sehari semalam. Jika mereka
mematuhi hal itu maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada
mereka yang dipungut dari mereka yang kaya untuk dibagikan kepada mereka yang miskin" (HR.
Bukhari: 1395).
Hadist lain juga menjelaskan: Dari Ali RA.: “Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan zakat atas
orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan batas sesuai kecukupan fuqara
diantara mereka. Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak
berbaju kecuali karena ulah-ulah orang kaya diantara mereka. Ingatlah bahwa Allah akan
menghisab mereka dengan keras dan menghisab mereka dengan pedih” (HR Thabrani).

3. Ijma

Ulama khalaf (kontemporer) maupun ulama salaf (klasik) telah sepakat bahwa zakat wajib bagi
umat muslim dan bagi yang mengingkari berarti telah kafir dari Islam.

H. Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah

Akuntansi syariah memiliki prinsip-prinsip, dalam hal ini hanya akan di paparkan beberapa
prinsip akuntansi syariah yang membedakannya dengan akuntansi konvensioanal:

a. Prinsip pertanggungjawaban
Akuntansi syariah memiliki prinsip pertanggungjawaban sebagai implementasi dan
manifestasi dari sumber acuan keilmuan dalam Islam yakni al-Qur’an, setiap manusia
diajarkan untuk selalu selalu bertanggung jawab atas segala perbuatannya, dalam hal ini
bentuk pertanggungjawaban secara tertulis (bentuk konkrit) dalam hal keungan dan bisnis
yang dilakukan seseorang adalah adanya pencatatan melalui laporan keuangan atau
laporan akuntansi.
b. Prinsip keadilan
Akuntansi syariah berjalan menggunakan prinsip keadilan sebagaimana yang ada
Agama , perintah berlaku berlaku pada semua umat manusia tanpa memandang status dan
golongan. Prisip keadilan terbagi menjadi 2, pertama, yakni prinsip keadilan yang
berkaitan dengan moral yaitu kejujuran. Perlunya menyajikan informasi pencatatan
keuangan yang jujur sangat penting untuk memberikan informasi yang tidak menyesatkan
bagi pengguna informasi tersebut. Kedua prinsip keadilan yang bersifat fundamental
berdasar pada nilai-nilai syariah dan moral. Keadilan ini diharapkan menjadi pemicu
dalam upaya melakukan deskontruksi terhadap pembagunan akuntansi modern.
c. Prinsip kebenaran
Prinsip kebenaran serta prinsip berkesinambungan semua itu harus sejalan dengan prinsip
keadilan. Pencatatan dalam akuntansi syariah haruslah benar-benar sesuai dengan
kenyataan dari arus cash flow perputaran keuangan perusahaan dan hasil usaha. Maka
kebenaran.

I. Akuntansi Infaq/Sedekah
i. Pengertian Infaq
Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk
kemaslahatan umum (UU No. 23 tahun 2011). Sedangkan menurut Gusfahmi (2010: 102)
menjelaskan bahwa Infak adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang. Allah
memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk 17 menentukan jenis harta, berapa jumlah
yang sebaiknya diserahkan. Menurut bahasa infak berasal dari kata “anfaqa” yang artinya
mengeluarkan harta untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut istilah syariat, Infak
adalah mengeluarkan sebagian harta yang diperintahkan dalam Islam. Infak berbeda dengan
zakat, infak tidak mengenai nishab atau jumlah harta yang ditentukan secara hukum. Infak
tidak harus diberikan kepada mustahiq, melainkan kepada siapapun, misalnya orang tua,
kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orang-orang yang dalam perjalanan.

ii. Dasar Hukum Penetapan Infak


Dasar hukum penetapan infak dijelaskan secara rinci dalam al- Qur’an dan al-Hadis. Selain
itu, dalam hukum positif di Indonesia juga terdapat aturanaturan tentang penetapan terhadap
infak. Berikut ini adalah beberapa dari ayat al-Quran dan al-Hadis yang mengatur mengenai
infak, diantaranya:

1. Al-qur’an

Surat al-Baqarah ayat 195

َ‫َواَ ْنفِقُوْ ا فِ ْي َسبِ ْي ِل هلّٰلا ِ َواَل تُ ْلقُوْ ا بِا َ ْي ِد ْي ُك ْم اِلَى التَّ ْهلُ َك ۛ ِة َواَحْ ِسنُثُوْ ا ۛ اِنَّاهلّٰل َ ي ُِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِ ْين‬
Artinya : “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (Q.S. al-Baqarah/2 :
195).

Ayat diatas kata fi sabililah/di jalan Allah SWT pada pada firmanNya: “Dan
belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah SWT”, memberi kesan bahwa harta tersebut
tidak akan hilang bahkan akan berkembang karena ia berada di jalan yang amat terjaga.
Ayat di atas juga dapat bermakna bahwa jangan sampai tidak menafkahkan harta di
jalan Allah SWT, karena akan menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan.

2. Hadist
َ yَ‫لَّ َم ق‬y ‫ ِه َو َس‬y‫لَّى هلّٰلا ُ َعلَ ْي‬y ‫ص‬
: ‫ال‬y َ ‫ض َي هلّٰلا ُ َع ْنهُ َعنِالنَّبِ ِّي‬
ِ ‫َع ْن َح ِكي ِْم ب ِْن ِح َز ٍام َر‬
ِ y‫ص َدقَ ِة َع ْن ظَ ْه‬
‫ر‬y َّ ‫ َو َخ ْي ُر ال‬٬‫ َوا ْب َدْأ بِ َم ْن تَع ُْو ُل‬٬ ‫اَ ْليَ ُد ْالع ُْليَا َخ ْي ٌر ِم َن ْاليَ ِدال ُس ْف َل‬
ُ ‫ َو َم ْن يَ ْستَ ْغ ِن يُ ْغنِ ِه هلّٰلا‬٬ ُ ‫ف ي ُِعفَّهُ هلّٰلا‬
ْ ِ‫ َو َم ْن يَ ْستَ ْعف‬٬‫ِغنًى‬
‫رواه البخاري‬
“Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Nabi
SAW bersabda : Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan
mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-baik sedekah adalah yang
dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barang siapa menjaga kehormatan
dirinya maka Allah akan menjaganya dan barang siapa yang merasa cukup maka Allah akan
memberikan kecukupan kepadanya.” (HR. Imam al-Bukhari.)

Berdasarkan hadis riwayat Imam al-Bukhari di atas orang yang memberi lebih baik dari
orang yang menerima, karena pemberi berada di atas penerima, maka tangan di atas adalah
yang lebih tinggi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW. Infak yang terbaik
adalah ketika infak tersebut diberikan kepada orang yang menjadi tanggung jawabnya
misalkan keluarganya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan,
dan pendidikan.

iii. Pengertian Sedekah


Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di
luar zakat untuk kemaslahatan umum (UU No. 23 tahun 2011). Sedangkan menurut Iqbal
(2008: 149) Sedekah berasal dari kata shidq yang berarti benar. Sedakah adalah pemberian
dari sebagian kekayaan secara ikhlas untuk mencari ridho Allah SWT. Sedekah dapat
bersifat wajib seperti zakat, atau sukarela seperti pemberiaan sedekah pada umumnya. Baik
yang sukarela maupun wajib dalam alquran keduanya disebut sedekah. Jadi, setiap zakat juga
berarti sedekah, namun hanya sedakah wajib yang disebut zakat.
iv. Dasar Hukum Penetapan Sedekah
Dasar hukum islam ada dua yakni sumbernya dari Al Qur’an beserta Al Hadist. Dasar
hukum diperintahnya sedekah ada pada beberapa ayat Al-Quran serta Al Hadist. Dalam ayat-
ayat Al Qur’an diterangkan dasar yang melandasi disyariatkannya bersedekah. Adapun
beberapa ayat-ayat yang menerangkan sedekah, sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Dalam QS. Al-Baqarah (2):271 menerangkan sedekah dalam arti pemberian:
Artinya: “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali, dan jika
kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Dari ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menyembunyikan orang-orang yang
memberikan sedekah kepada fakir miskin dengan terang-terangan, terlihat dan diketahui
atau didengar orang lain. Cara yang demikian adalah baik, asal tidak disertai perasaan
riya. Sebab, menampakan sedekah itu akan menghilangkan tuduhan bakhil terhadap
dirinya, dan orang yang mendengarnya akan turut bersyukur dan mendoakannya, dan
mereka akan menghormati dan meniru perbuatannya itu.
2. Al-Hadist
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a berkata bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
“Setiap persendian manusia harus dikeluarkan sedekah-nya, setiap hari, selama matahari
masih terbit. Kamu damaikan dua orang yang berselisih adalah sedekah. Menolong
seseorang dengan membantunya menaiki kendaraan adalah sedekah. kata-kata yang baik
adalah sedekah. setiap langkah kaki yang kamu ayunkan untuk shalat adalah sedekah.
Dan, menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah.” (Muttafaq’alaih)

Hadist lain juga menjelaskan, Dari Abu Dzar bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah, kamu memerintahkan yang ma’ruf dan
mencegah yang munkar juga sedekah dan kamu menunjukkan jalan baik seseorang yang
tersesat juga sedekah.” (HR. At-Tirmidzi, hadist Hasan Marfu’ dan Ibn Hibbah)

DAFTAR PUSTAKA
http://repository.untag-sby.ac.id/11663/3/BAB%20II.pdf
Nasrun Ha roen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2007), 88.

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam


(Jakarta: Kencana, 2008), 281.

A. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama


(Jakarta: Rajawali Press, 2001), 38.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indoneisa (Jakarta: Balai


Pustaka, 1990), 792.

M.Zaidi Abdad, Lembaga Perekonomian Umat di Dunia


Islam (Bandung: Angkasa,, 2003), 149.

Mardani, Hukum Islam: Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf


(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2016), 131-133.

Gus Arifin, Dalil-dalil dan Keutamaan Zakat, Infak,


Sedekah (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo), 200-202.

Racmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, Cetakan Ke-10), 249.

Anda mungkin juga menyukai