BAB I
PENGANTAR STATISTIKA
Statistika adalah ilmu yang mempelajari cara meringkas dan mengorganisasi data
sehingga menjadi informasi yang mudah dimengerti. Statistik berperan dalam penyusunan
desain penelitian, penentuan sampel, penentuan hipotesis, pengembangan alat pengumpul
data dan analisis data, serta penarikan simpulan.
Statistik dibedakan:
- Statistik Parametrik
Statistik yang dapat menggambarkan parameter suatu objek (sifat-sifat sampel dapat
dikuantisasi), misalnya: kita dapat menentukan rata-rata (mean) dari suatu sampel atau
standar deviasi suatu sampel.
Statistik parametrik, mensyaratkan populasi berdistribusi normal dan varian homogen.
Sehingga, pada uji statistik parametrik perlu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas.
Statistik ini digunakan untuk sampel-sampel kecil (varian besar) dengan tipe data
nominal dan ordinal.
Pada statistik non parametrik, tidak disyaratkan distribusi normal dan homogen.
- Data diskrit : adalah data pengukuran yang mempunyai nilai bulat, dan biasanya
diberi simbol. Data diskrit tidak dapat dilaporkan sebagai bagian-
bagian. Contohnya adalah jenis kelamin individu, jumlah anggota
suatu tim, dan sebagainya.
- Data kontinu : adalah data pengukuran yang dapat mempunyai sejumlah nilai dalam
range tertentu. Nilai dapat dilaporkan sebagai bagian-bagian.
Contohnya adalah waktu tempuh dalam perlombaan renang atau lari,
jarak tempuh dalam suatu perlombaan, dan sebagainya.
SKALA DATA
Data dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori yang bergantung pada banyak-
nya informasi yang diberikan. Empat kategori skala tersebut adalah:
1. Skala Nominal
2. Skala Ordinal
Skala ordinal adalah skala yang disusun atas jenjang atribut tertentu, misal:
ranking kelas, urutan finish. Skala ordinal hanya menginformasikan urutan, tetapi tidak
menunjukkan besar perbedaan dari urutan satu ke urutan yang berikutnya. Contoh:
Urutan finish dalam perlombaan lari 10 km (menginformasikan tentang siapa yang
3
tercepat), tetapi tidak menginformasikan berapa selisih waktu antara pelari pertama
dengan pelari kedua.
3. Skala Interval
4. Skala Rasio
Skala rasio adalah skala yang memiliki semua karakteristik dari skala interval
dan memiliki titik nol yang benar. Yang merupakan skala rasio adalah: tinggi, berat,
waktu, dan jarak. Contoh: 9 menit adalah 3 kali lebih lama daripada 3 menit; 20 kg
adalah 4 kali lebih berat daripada 5 kg.
- Independent sample-t-test
- Paired sample-t-test
- Analisis varians (ANAVA)
- Analisi kovarians (ANAKOVA)
- Korelasi Product Moment
- Uji Mann-Whitney
- Uji Wilcoxon
- Uji Kruskal-Wallis
- Korelasi Spearman
4
BAB II
PENGORGANISASIAN DATA
Seringkali tidak mungkin untuk menyajikan sejumlah besar data individu tanpa
mengorganisasikan data tersebut ke dalam bentuk yang sistematik. Bentuk yang umum
untuk pengorganisasian data adalah tabel dan grafik. Grafik umumnya lebih mudah untuk
dipahami terutama jika ingin melihat suatu hubungan, namun pembuatan tabel secara
terorganisir akan memberikan informasi yang lebih luas untuk pembaca. Kegunaan dari
tabel dan grafik dalam beberapa situasi, akan didiskusikan dalam bab ini.
A. PEMBUATAN TABEL
Selalu mungkin untuk melibatkan data kuantitatif sebagai bagian dari teks yang
ditulis. Sebagai contoh, dapat dituliskan: “Lima siswa dalam perkuliahan Biomekanika,
berusia berturut-turut 17, 18, 18, 20, dan 21 tahun, mempunyai pengalaman berlari
kompetitif antara 2-6 tahun, dan berat badan mereka antara 72-82 kilogram”.
Beberapa data di atas, dapat lebih jelas dihadirkan dalam bentuk tabel seperti
berikut.
Tabel 2.1
Usia, Berat badan, dan Pengalaman berlari
dari Siswa dalam Perkuliahan Biomekanika
(n = 5)
Nomor Siswa Usia (tahun) Berat badan (kg) Pengalaman berlari (tahun)
1 17 82 3
2 18 79 4
3 18 72 4
4 20 76 2
5 21 80 6
B. DISTRIBUSI FREKUENSI
Teknik lain untuk pengorganisasian data adalah distribusi frekuensi. Prosedur ini
sering digunakan untuk data kuantitatif dalam penelitian eksperimen.
5
Distribusi frekuensi dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) distribusi frekuensi tunggal, dan (2)
distribusi frekuensi dikelompokkan.
1. Distribusi frekuensi adalah sebuah tabel di mana semua unit-unit skor didaftar dalam
suatu kolom dan banyaknya individu-individu masing-masing skor nampak sebagai
frekuensi dalam kolom kedua.
R
c. menentukan panjang interval kelas (i), i =
k
6
CONTOH 2
Berikut adalah sekelompok skor kekuatan isometrik fleksi siku (dalam kg) dari mahasiswa
tingkat pertama suatu universitas (n = 40).
41 46 39 42 34 39 47 49
29 37 42 38 45 43 36 31
42 34 44 45 30 46 42 43
38 43 32 40 35 41 39 45
36 48 30 49 47 33 37 48
29 – 31 4
32 – 34 4
35 – 37 5
38 – 40 6
41 – 43 9
44 – 46 6
47 - 49 6
40
C. GRAFIK
Data sering juga disajikan dalam bentuk grafik, karena dapat memberikan
kemudahan bagi pembaca dalam mengintepretasikan data. Ada beberapa macam grafik
dapat digunakan untuk menyajikan data, misalnya: grafik batang (histogram), grafik garis,
grafik lingkaran, dan frekuensi polygon. Dari bermacam-macam grafik tersebut, yang akan
dijelaskan di sini adalah grafik batang (histogram) dan frekuensi polygon.
7
1. Hitogram atau grafik batang dan polygon frekuensi adalah sama. Keduanya dibangun
dari distribusi frekuensi.
2. Skor digambarkan sepanjang garis dasar horizontal yang disebut sebagai absis atau
sumbu X. Frekuensi (banyaknya/persentase kasus) digambarkan sepanjang sumbu
vertikal, yang disebut sebagai ordinat atau sumbu Y.
a. Untuk histogram atau grafik batang, luas dari masing-masing batang berhubungan
dengan batas nyata (riil) dari luas masing-masing kelas interval. Tinggi masing-
masing batang berhubungan dengan frekuensi atau persentase kasus dalam interval
kelas tersebut (Gambar 2.a).
b. Untuk frekuensi polygon, titik-titik dirancang melalui titik-titik tengah dari masing-
masing interval kelas (Gambar 2.b).
c. Untuk proporsi grafik yang baik, sumbu vertikal harus dua pertiga panjang sumbu
horizontal.
8
LATIHAN 2
37 43 27 44 27 27 26 31 35 42 50 35 43 36 26
50 47 36 26 32 32 38 36 21 24 40 39 35 38 36
38 21 17 26 35 22 18 50 30 38 50 16 45 8 34
26 34 28 41 27 39 41 30 23 33 22 31 36 40 54
24 22 8 33 42 41 41 31 34 36 32 20 22 34 41
BAB III
UKURAN KECENDERUNGAN TENGAH
A. MEAN
Mean (rata-rata) adalah jumlah skor dibagi oleh banyak skor dalam distribusi.
x=
x
n
di mana:
x = rata-rata sampel
x = jumlah skor dalam sampel
n = banyak skor
CONTOH 3.1
x=
fx atau x=
fixi untuk data dikelompokkan,
f fi
di mana xi = nilai tengah interval kelas
CONTOH 3.2
Skor xi fi fixi
29 – 31 30 4 120
32 – 34 33 4 132
35 – 37 36 5 180
x=
fixi = 1602 = 40,05
38 – 40
f i 40
39 6 234
41 – 43 42 9 378
44 – 46 45 6 270
47 – 49 48 6 288
= 40 = 1602
Jika skor-skor merupakan angka-angka besar, maka penentuan nilai rata-rata dapat
menggunakan rumus berikut.
x = xi + (
fd . i )
n
di mana:
x : rata-rata sampel
xi : nilai tengah interval kelas
fd : hasil kali antara frekuensi dan deviasi
n : banyak anggota sampel
i : panjang interval kelas
CONTOH 3.4
Skor xi fi d fd
29 – 31 30 4 -4 -16
32 – 34 33 4 -3 -12
35 – 37 36 5 -2 - 10
38 – 40 39 6 -1 - 6
41 – 43 42 9 0 0
44 – 46 45 6 +1 + 6
47 – 49 48 6 +2 +12
fd = -26
11
x = xi + (
fd . i ) = 42 + [ (−26) . 3 ] = 42 − 1,95 = 40,05
n 40
B. MEDIAN
CONTOH 3.5
1) Data berikut: 4, 5, 2, 3, 7, 8, 4, 1, 12
Data diurutkan dahulu, lalu ditentukan nilai tengahnya
1, 2, 3, 4, 4, 5, 7, 8, 12
Nilai median dari data tersebut adalah: 4
CONTOH 3.6
Skor Bb f
29 – 31 28,5 4
32 – 34 31,5 4
35 – 37 34,5 5
38 – 40 37,5 6
41 – 43 40,5 9
44 – 46 43,5 6
47 – 49 46,5 6
n / 2 − fk 20 − 19
Me = Bb + . i = 40,5 + . 3 = 40,5 + 0,3 = 40,8
fa 9
C. MODE (Modus)
Mode adalah skor yang paling sering terjadi (tampak) dalam suatu distribusi. Di
dalam suatu distribusi normal, mode mewakili skor-skor tengah. Jika distribusi
memiliki dua mode, dapat disebut bimodal, tetapi kadang-kadang suatu distribusi tidak
mempunyai mode. Mode biasanya dilambangkan dengan Mo.
CONTOH 3.10
Untuk data yang dikelompokkan, mode dapat ditentukan dari titik tengah kelas
interval dengan frekuensi terbanyak. Sebagai contoh, lihat tabel pada contoh 3.6, yang
dipilih sebagai kelas interval adalah 41-43, karena mempunyai frekuensi 9, sehingga
modenya adalah 42, atau dapat juga digunakan rumus berikut.
di mana:
Mo : mode distribusi
Bb : batas bawah interval kelas
i : panjang kelas interval
13
BAB IV
UKURAN PENYEBARAN (Variabilitas)
A. VARIAN
S 2
=
(X − X ) 2
atau S =
2
n X 2 − ( X ) 2
n −1 n (n − 1)
di mana:
S2 = varian sampel
X = rata-rata sampel
n = banyak sampel
CONTOH 4.1
Berikut adalah contoh perhitungan varian (S2) sampel kecil untuk 8 variat.
X (X- X ) (X- X )2
4 -6 36
7 -3 9
8 -2 4
9 -1 1
12 +2 4
12 +2 4
13 +3 9
15 +5 25
X = 80 (X- X ) = 0 (X- X )2 = 92
X =
X =
80
= 10
n 8
(X − X )
2
92
S 2
= = = 13,14
n −1 7
14
X X2
4 16
7 49
8 64
9 81
12 144
12 144
13 169
15 225
X = 80 X2 = 892
B. STANDAR DEVIASI
S = S2 =
(X − X ) 2
n −1
di mana:
S = standar deviasi
S2 = varian sampel
X = rataan sampel
n = banyak sampel
CONTOH 4.2
S = S 2 = 13,14 = 3,62
15
f fd
2 2
S =i. −
d
n − 1 n − 1
di mana:
S : standar deviasi sampel
fd : hasil kali antara frekuensi dan deviasi
n : banyak data sampel
i : panjang interval kelas
CONTOH 4.3
Skor f d fd fd2
29 – 31 4 -4 -16 64
32 – 34 4 -3 -12 36
35 – 37 5 -2 - 10 20
38 – 40 6 -1 - 6 6
41 – 43 9 0 0 0
44 – 46 6 +1 + 6 6
47 – 49 6 +2 +12 24
f fd
2 2
S =i. −
d
n − 1 n − 1
156 (−26)
2
Berdasarkan ukuran letak, terdapat nilai-nilai yang membagi data ke dalam beberapa
bagian yang sama, meliputi: kuartil, desil, dan persentil.
1. KUARTIL
Kuartil adalah nilai yang membagi data ke dalam empat bagian yang sama.
Terdapat tiga nilai kuartil, yaitu: K1, K2, dan K3.
Untuk menentukan nilai kuartil, dapat digunakan rumus:
k
4 ( n) − f k
K k = Bb + .i
fa
di mana:
Kk : kuartil ke-k
Bb : batas bawah interval kelas
fk : frekuensi kumulatif di bawah interval kelas
fa : frekuensi interval kelas
n : banyak anggota sampel
i : panjang interval kelas
CONTOH 3.7
Dari data berikut, tentukan nilai K1, K2, dan K3.
Skor f fk
29 – 31 4 4
32 – 34 4 8
35 – 37 5 13
38 – 40 6 19
41 – 43 9 28
44 – 46 6 34
47 – 49 6 40
PEMBAHASAN
k
4 ( n) − f k
K k = Bb + .i
f a
1
4 (40) − 4 10 − 8
K1 = 31,5 + . 3 = 34,5 + . 3 = 34,5 + 1,2 = 35,7
8 5
k
10 (n) − f k
Dk = Bb + .i
fa
di mana:
Dk : desil ke-k
Bb : batas bawah interval kelas
fk : frekuensi kumulatif di bawah interval kelas
fa : frekuensi interval kelas
n : banyak anggota sampel
i : panjang interval kelas
18
CONTOH 3.8
Dari data berikut, tentukan nilai D1 dan D5.
Skor f fk
29 – 31 4 4
32 – 34 4 8
35 – 37 5 13
38 – 40 6 19
41 – 43 9 28
44 – 46 6 34
47 – 49 6 40
PEMBAHASAN
3
10 (40) − 8 12 − 8
D3 = 34,5 + . 3 = 34,5 + . 3 = 34,5 + 2,4 = 36,9
5 5
3. PERSENTIL
Persentil adalah nilai yang membagi data ke dalam seratus bagian yang sama.
Terdapat 99 nilai persentil, yaitu: P1, P2, …, P99.
Untuk menentukan nilai persentil, dapat digunakan rumus:
19
k
100 (n) − f k
Pk = Bb + .i
fa
di mana:
Pk : persentil ke-k
Bb : batas bawah interval kelas
fk : frekuensi kumulatif di bawah interval kelas
fa : frekuensi interval kelas
n : banyak anggota sampel
i : panjang interval kelas
CONTOH 3.9
Dari data berikut, tentukan nilai P10 dan P25.
Skor f fk
29 – 31 4 4
32 – 34 4 8
35 – 37 5 13
38 – 40 6 19
41 – 43 9 28
44 – 46 6 34
47 – 49 6 40
PEMBAHASAN
10
100 (40) − 0 4 − 0
P10 = 28,5 + . 3 = 28,5 + . 3 = 28,5 + 3 = 31,5
4 4
20
LATIHAN 4
1. Berikut adalah data waktu lari 40 yard (36 meter) dalam detik dari pemain sepakbola
perguruan tinggi.
Tentukan:
1) rata-rata ( x )
2) median (Me)
3) modus (Mo)
4) varian (S2)
5) standar deviasi (S)
37 43 27 44 27 27 26 31 35 42 50 35 43 36 26
50 47 36 26 32 32 38 36 21 24 40 39 35 38 36
38 21 17 26 35 22 18 50 30 38 50 16 45 8 34
26 34 28 41 27 39 41 30 23 33 22 31 36 40 54
24 22 8 33 42 41 41 31 34 36 32 20 22 34 41
Tentukan:
1) rata-rata ( x )
2) median (Me)
3) modus (Mo)
4) varian (S2)
5) standar deviasi (S)
22
BAB V
DISTRIBUSI NORMAL
Banyak dari metode statistik digunakan dalam statistik deskriptif dan inferensial
didasarkan pada asumsi bahwa distribusi skor adalah normal, sehingga distribusi dapat
ditunjukkan secara grafik oleh kurva normal (berbentuk lonceng) seperti diperlihatkan
dalam Gambar 5.1.
Untuk distribusi tidak normal, maka akan diperoleh kurva berbeda. Perbedaan ini
disebabkan oleh nilai mean, median, atau mode yang tidak sama. Jika nilai mean < mode,
maka diperoleh kurva juling negatif (Gambar 5.2a), dan sebaliknya jika mean > mode,
maka akan diperoleh kurva juling positif (Gambar 5.2b).
23
Pada distribusi t (untuk sampel kecil, n 30), akan mempunyai nilai t bervariasi,
bergantung besarnya derajat kebebasan (df). Misal, pada = 0,05 atau tingkat keyakinan 95
%, dengan df = 10, diperoleh harga t di antara –2,23 sampai +2,23 (lihat Lampiran B). Jika
df = 20, maka harga t adalah di antara –2,09 sampai +2,09. Kurva distribusi normal t dapat
digambarkan sebagai berikut.
24
Apabila kita mempunyai nilai rata-rata 0 dan standar deviasi 1, maka kita
harus menghitung luas bagian-bagiannya menggunakan tabel luas kurva normal dengan
mengubah variabel X menjadi skala Z menggunakan rumus berikut.
X −
atau Z =
CONTOH 5
Dalam sebuah distribusi normal dengan mean = 40 dan deviasi standar = 10, tentukan
luas kurva normal antara x1 = 30 dan x2 = 60.
PEMBAHASAN
Untuk menentukan luas bagian kurva normal yang dibatasi oleh nilai tertentu, dapat
digunakan tabel kurva normal (lihat Lampiran A).
25
X − 30 − 40
Z = = = −1
10
X − 60 − 40
Z = = =2
10
P(30<X<60) = 0,8185.
26
BAB VI
TEORI SAMPEL DAN ESTIMASI
A. TEORI SAMPEL
Teori sampel mempelajari hubungan-hubungan yang ada antara sebuah populasi dan
sampel-sampel yang diambil dari populasi.
mean populasi :
populasi parameter-parameter
standar deviasi populasi : dari populasi
proporsi populasi : P (PARAMETER)
mean sampel : X
statistik dari sampel
standar deviasi sampel : S
Sampel
(STATISTIK)
proporsi sampel : p
B. ESTIMASI
Parameter-parameter dari populasi, biasanya tidak diketahui.
Untuk mengestimasi parameter populasi biasanya digunakan statistik sampel.
Misalnya: X digunakan untuk mengestimasi
S digunakan untuk mengestimasi
S2 digunakan untuk mengestimasi 2
CONTOH 6.1
Jika kita katakan rata-rata lama studi mahasiswa S1 FIK adalah 9 semester, maka kita telah
memberikan estimasi titik. Tetapi, jika kita katakan dengan tingkat keyakinan tertentu,
bahwa lama studi mahasiswa S1 FIK adalah 9 1 semester, maka kita menggunakan
interval antara 8 semester dan 10 semester. Interval ini disebut sebagai interval keyakinan
(confidence interval).
S
dengan S x =
n
Pada taraf signifikan, = 0,05 atau tingkat keyakinan 95 %, maka:
S S
X − Z. < < X + Z.
n n
S S
X − 1,96. < < X + 1,96.
n n
CONTOH 6.2
Dari seluruh siswa kelas III SMU se-indonesia diambil sebuah sampel random beranggota
100 siswa. Kemudian anggota sampel diberi tes IQ, yang hasilnya tampak dalam tabel
berikut.
Frekuensi 5 10 13 16 25 15 9 7
28
PEMBAHASAN
a. X =
fx = 11.250 = 112,5
f 100
Rata-rata IQ siswa kelas III SMU se-indonesia adalah 112,5
b. S =
f ( x − x) 2
=
7.845
= 79,24 = 8,9
n −1 99
S S
X − 1,96. < < X + 1,96.
n n
8,9 8,9
112,5 − 1,96. < < 112,5 + 1,96.
100 100
112,5 – 1,74 < < 112,5 + 1,74
110,76 < < 114,24
Interval konfidensi pada tingkat keyakinan 95 % adalah 110,76 < < 114,24
S
dengan S x =
n
Pada distribusi t (untuk sampel kecil, n 30), nilai t bervariasi bergantung besarnya
derajat kebebasan (df), sehingga:
29
S S
X − t. < < X + t.
n n
CONTOH 6.3
Seorang peneliti ingin mengestimasi rata-rata tinggi badan anak-anak Indonesia yang
berusia 17 tahun. Ternyata, dari sebuah sampel random berukuran 25 diperoleh rata-rata
X = 165 cm dengan standar deviasi S = 5 cm.
Carilah interval estimasi dengan keyakinan 95 %, rata-rata tinggi badan anak-anak
Indonesia yang berusia 17 tahun terletak dalam interval tersebut.
PEMBAHASAN
BAB VII
PENGUJIAN HIPOTESIS
Hipotesis:
- Dugaan tentang suatu populasi.
- Pernyataan tentang suatu populasi yang kebenarannya perlu diuji.
Dibedakan:
- Kesalahan tipe I : Menolak hipotesis nol, bila hipotesis nol tersebut benar.
- Kesalahan tipe II : Menerima hipotesis nol, bila hipotesis nol tersebut salah.
Ho benar H1 benar
Probabilitas melakukan kesalahan tipe II, dilambangkan dengan . Nilai tidak mungkin
dihitung, kecuali kita memiliki hipotesis alternatif tertentu.
Tingkat signifikan () adalah probabilitas menolak hipotesis nol jika ia benar
(probabilitas melakukan kesalahan tipe I). Dua tingkat signifikan yang sering digunakan
adalah 0,01 dan 0,05. Jika hipotesis nol ditolak pada pada tingkat signifikan 0,01 maka
hanya ada satu kesempatan dalam 100 untuk membuat kesalahan. Tetapi, jika hipotesis nol
ditolak pada pada tingkat signifikan 0,05 maka bisa ada lima kesempatan dalam 100 untuk
membuat kesalahan.
31
Dalam uji hipotesis, tingkat signifikansi dan derajat kebebasan digunakan bersama-
sama untuk menentukan nilai kritis, yaitu nilai yang menentukan apakah hipotesis nol
diterima atau ditolak. Dengan melihat pada lampiran di mana derajat kebebasan ada pada
kolom vertikal dan taraf signifikan ada pada baris mendatar, kita dapat menentukan nilai
kritis dengan cara menarik garis mendatar pada derajat kebebasan yang dipilih, dan
menghentikan garis tersebut di bawah taraf signifikan yang dipilih. Angka yang
ditunjukkan di situ, menunjukkan nilai kritis.
UJI HIPOTESIS
Ada dua jenis uji hipotesis, yaitu:
1. Uji satu ekor (one-tailed test)
Ho : = o atau Ho : = o
H1 : o H1 : o
GAMBAR
CATATAN:
Hipotesis nol (Ho) selalu ditulis dengan menggunakan tanda “=” (memberikan nilai
tertentu).
Ho ditolak bila nilai statistik “hitung” terletak di daerah kritis, dan Ho diterima
bila sebaliknya.
CONTOH 7
Berikut ini adalah hasil pengukuran data IQ atlet dan non atlet.
Uji apakah ada perbedaan yang signifikan antara IQ atlet dan non atlet pada taraf signifikan
0,05!
33
PEMBAHASAN
df ……………… 0,05
. .
. .
. .
. .
12 ……………. 2,179
5. Menghitung t.
Dengan menggunakan rumus uji-t-independent, diperoleh t hitung = 2,41.
6. Simpulan:
Karena t hitung (2,41) > (2,179) t tabel, Ho ditolak.
Jadi ada perbedaan IQ antara atlet dan non atlet.
34
BAB VIII
UJI NORMALITAS
CONTOH 8
Berikut adalah sekelompok skor kekuatan isometrik fleksi siku (dalam kg) dari mahasiswa
tingkat pertama suatu universitas (n = 40). Uji apakah data tersebut berdistribusi normal
pada = 0,05!
41 46 39 42 34 39 47 49 36 47
29 37 42 38 45 43 36 31 48 33
42 34 44 45 30 46 42 43 30 37
38 43 32 40 35 41 39 45 49 48
35
PEMBAHASAN
5. Menghitung 2
Frekuensi Observasi
Interval Kelas Limit Kelas
(FO)
29 – 31 28,5 – 31,5 4
32 – 34 31,5 – 34,5 4
35 – 37 34,5 – 37,5 5
38 – 40 37,5 – 40,5 6
41 – 43 40,5 – 43,5 9
44 – 46 43,5 – 46,5 6
47 - 49 46,5 – 48,5 6
Hasil perhitungan dari tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata () = 40,05 dan
standar deviasi () = 5,66
Sehingga, dapat dihitung harga Z untuk tiap interval kelas sebagai berikut.
Dengan tabel distribusi normal standar, dapat ditentukan luas bagian-bagian kurva
sebagai berikut.
Tabel Perhitungan 2
( FO − FE ) 2
Interval Kelas FO FE FO – FE
FE
2 = 2,0395
37
6. Simpulan
LATIHAN 8
37 43 27 44 27 27 26 31 35 42 50 35 43 36 26
50 47 36 26 32 32 38 36 21 24 40 39 35 38 36
38 21 17 26 35 22 18 50 30 38 50 16 45 8 34
26 34 28 41 27 39 41 30 23 33 22 31 36 40 54
24 22 8 33 42 41 41 31 34 36 32 20 22 34 41
BAB IX
UJI HOMOGENITAS
Jika dua populasi X dan Y berdistribusi normal dengan varian sama, dan jika semua
pasangan sampel yang mungkin berukuran n1 dan n2 diambil dari populasi, selanjutnya
rasio dari estimasi varian adalah:
S x2
F=
S y2
Dalam uji homogenitas varians, hipotesis nol adalah dua varian sama, atau Ho:
x2 = y2 , dan hipotesis alternatif menyatakan bahwa kedua varian berbeda, atau H1:
x2 y2 .
di mana S12 mewakili varian sampel besar dan S 22 mewakili varian sampel kecil,
selanjutnya rumus dapat dituliskan sebagai berikut.
Pria : 7 6 7 8 6 7 6 8 8 7
Wanita : 8 7 6 5 8 7 7 8 6 6
PEMBAHASAN
PRIA WANITA
X X- X (X - X )2 Y Y- Y (Y - Y )2
7 0 0 8 1,2 1,44
6 -1 1 7 0,2 0,04
7 0 0 6 - 0,8 0,64
8 1 1 5 -1,8 3,24
6 -1 1 8 1,2 1,44
7 0 0 7 0,2 0,04
6 -1 1 7 0,2 0,04
8 1 1 8 1,2 1,44
8 1 1 6 - 0,8 0,64
7 0 0 6 - 0,8 0,64
70 6 68 9,6
70 68
X = = 7 Y = = 6,8
10 10
S 2
=
x 2
=
6
= 0,667 S 2
=
y 2
=
9,6
= 1,0667
(n − 1) (n − 1)
x y
9 9
S y2 1,0667
F = 2
= = 1,5993
S x 0,667
F hitung = 1,5993 < 3,18 F tabel, sehingga kedua varian tersebut adalah homogen.
LATIHAN 9
Dari pengukuran kapasitas aerob maksimal (VO2 max) pada dua kelompok mahasiswa,
diperoleh data sebagai berikut.
Kelompok 1 Kelompok 2
n1 = 20 n2 = 15
x = 42,1 ml/kg/menit x = 44,3 ml/kg/menit
SD1 = 4,7 SD2 = 4,2
BAB X
UJI BEDA DUA RATA-RATA (Uji-t)
Signifikansi perbedaan antara mean group ditetapkan dari sebuah rasio berikut:
Jika hipotesis nol (Ho) salah (perbedaan signifikan), rasio tersebut menjadi:
X −Y
t =
1 1
S +
n1 n 2
S=
x +y 2 2
n1 + n2 − 2
( X ) 2 ( Y ) 2
x 2
=X − 2
n1
dan y 2
= Y −
2
n2
CONTOH 10.1
Berikut ini adalah hasil pengukuran data IQ atlet dan non atlet.
Uji apakah ada perbedaan yang signifikan antara IQ atlet dan non atlet pada taraf
signifikan 0,05!
PEMBAHASAN
Ho: 1 = 2
H1: 1 2
= 0,05 dan df = n1 + n2 -2 = 12, sehingga t kritis (0,05: 12) = 2,179
42
Tabel 10.1
Perhitungan Uji-t Independen pada Perbandingan IQ Atlet dan Non-Atlet
X (Atlet) Y (Non-Atlet)
107 103
109 111
102 96
100 87
116 104
132 91
107 93
X = 773 Y = 685
X2 = 86.063 Y2 = 67.461
(X)2 / n= 85.361,3 (Y)2 / n = 67.032,1
x2 = 701,7 y2 = 428,9
773 685
X = = 110,4 Y= = 97,9
7 7
701,7 + 428,9
S= = 9,7
12
Karena t hitung (2,41) > (2,179) t tabel, maka Ho ditolak. Jadi ada perbedaan IQ antara
atlet dan non atlet.
CONTOH 10.2
Berikut ini adalah hasil unjuk kerja sit-up pada siswa puteri tingkat 2 dan tingkat 5.
Tingkat 2 : 16 21 17 24 21 19 22 23 18
Tingkat 5 : 29 26 33 29 28 26
Uji apakah ada perbedaan yang signifikan pada unjuk kerja sit-up antara siswa puteri
tingkat 2 dan tingkat 5 pada taraf signifikan 0,05!
43
PEMBAHASAN
Tabel 10.2
Hasil unjuk kerja Sit-up pada siswa puteri tingkat 2 dan tingkat 5
X (tingkat 2) Y (tingkat 5)
16 29
21 26
17 33
24 29
21 28
19 26
22
23
18
X = 181 Y = 171
X2 = 3.701 Y2 = 4.907
(X)2 / n = 3.640,11 (Y)2 / n = 4.873,50
x2 = 60,89 y2 = 33,50
n1 = 9 n2 = 6
181 171
X = = 20,11 Y= = 28,50
9 6
60,89 + 33,50
S= = 2,69
13
Karena t hitung (5,91) > (2,160) t tabel, Ho ditolak. Jadi ada perbedaan hasil unjuk
kerja Sit-up antara siswa puteri tingkat 2 dan tingkat 5.
44
D
t = dengan df = n-1
( D )
2
D −
2
n
n(n − 1)
CONTOH 10.3
Dalam kelas bola basket yang beranggotakan 10 orang, dilakukan penelitian untuk
mengetahui ada/tidaknya peningkatan skor kecepatan melakukan shooting setelah
berlatih selama 12 minggu. Data yang diperoleh dari tes kecepatan shooting, adalah
sebagai berikut.
A 10 12
B 12 15
C 9 10
D 11 10
E 8 12
F 9 11
G 13 14
H 8 11
I 7 9
J 9 10
PEMBAHASAN
Ho : 1 = 2 dan H1 : 1 2
Menghitung t
X Y D D2
10 12 2 4
12 15 3 9
9 10 1 1
11 10 -1 1
8 12 4 16
9 11 2 4
13 14 1 1
8 11 3 9
7 9 2 4
9 10 1 1
D = 18 D2 = 50
D
t =
( D ) 2
D 2
−
n
n(n − 1)
Untuk menentukan nilai t pada sampel-sampel dengan varians yang tidak sama,
dapat digunakan rumus sebagai berikut.
x1 − x 2
t=
2 2
S1 S
+ 2
n1 n2
df = 2 2
S1 2 1 S 2 2 1
+
n1 n1 − 1 n2 n2 − 1
47
LATIHAN 10
Kelompok I Kelompok II
88 87 94 82 92 92
93 90 88 86 89 93
91 86 87 89 85 94
82 92 87 88 89 89
85 89 90 91 92 94
2. Gunakan uji-t pada = 0,05 untuk menunjukkan jika satu kelompok yang terdiri dari
10 orang mengalami perubahan yang signifikan dalam persen lemak tubuh sesudah
berpartisipasi selama 15 minggu dalam suatu program latihan.
A 26 21
B 17 15
C 18 16
D 20 16
E 21 18
F 25 21
G 19 16
H 21 18
I 27 23
J 21 17
48
BAB XI
ANALISIS VARIANS
Analisis varians merupakan suatu metode untuk membandingkan tiga atau lebih
rata-rata sampel. Misalnya, kita ingin membandingkan tiga jenis program latihan, antara
lain: (1) program jantung sehat, (2) program latihan beban, dan (3) program pengurangan
berat. Untuk melihat perbedaan dari ketiga program tersebut, dapat digunakan ANAVA.
MSA MSA
6. Menghitung: F = Menghitung: F =
MSD MSE
7. Membandingkan F hitung dan F tabel Membandingkan F hitung dan F tabel
8. Menyimpulkan Menyimpulkan
Total JKT
50
Tabel berikut menunjukkan hasil pengukuran yang diperoleh dari 4 kelompok subjek pada
unjuk kerja Panjat Tebing, dengan pembagian sebagai berikut: (1) Mental, (2) Fisik-
Mental, (3) Fisik, dan (4) Kontrol.
Gunakan ANAVA untuk menguji hipotesis nol, Ho: 1= 2= 3= 4 ( = 0,05)!
PEMBAHASAN
X1 X 12 X2 X 22 X3 X 32 X4 X 42
Grand X = 441,5
Grand X2 = 8.188,25
(Grand X ) 2 (441,5) 2
Faktor koreksi (C ) = = = 8.121,76
N 24
MSA 11,87
F = = = 7,71
MSD 1,54
Daerah kritis F (3; 20) pada = 0,05 adalah 3,10 (lihat Lampiran C).
F hitung (7,71) > (3,10) F tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Simpulan: Ada perbedaan yang signifikan di antara 4 kelompok.
Sumber Variasi JK df MS F
Total 66,49 23
52
Seorang pelatih bola basket ingin menentukan apakah kegaduhan suara menjadi faktor
kegagalan tembakan. Ia mengambil sampel 10 anggota tim bola basket dan menyusun 3
kondisi perbedaan suara, yaitu: (1) tidak ada suara (no sound), (2) suara sedang (medium
sound), dan (3) suara keras (loud sound). Setiap anggota tim diminta melakukan 15
tembakan untuk setiap kondisi, dan hasil pengukurannya ditunjukkan seperti berikut ini.
1 11 12 10
2 9 10 9
3 10 12 9
4 8 10 9
5 12 12 10
6 10 11 9
7 12 13 11
8 9 9 9
9 10 11 8
10 9 10 10
Gunakan ANAVA untuk menguji hipotesis nol, Ho: 1= 2= 3 ( = 0,05)!
PEMBAHASAN
X1 X 12 X2 X 22 X3 X 32 Row ( Row)2
JKA 13,07
MSA = = = 6,54
k −1 3 −1
JKS 28,14
MSS = = = 3,13
r − 1 10 − 1
JKE 8,26
MSE = = = 0,46
(k − 1)(r − 1) (2)(9)
MSA 6,54
F = = = 14,22
MSE 0,46
Daerah kritis F (2; 18), pada = 0,05 adalah 3,55 (lihat Lampiran C).
F hitung (14,22) > (3,55) F tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Simpulan: Ada perbedaan yang signifikan di antara 3 kelompok.
Sumber Variasi JK df MS F
KELOMPOK III
Seorang peneliti merumuskan hipotesis bahwa latihan isometrik atau isotonik dapat
meningkatkan unjuk kerja dalam lompat tegak (vertical jump). Secara random ia membagi
subjek ke dalam 3 (tiga) kelompok. Satu dari ketiga kelompok sebagai kelompok kontrol
dan lainnya sebagai kelompok eksperimen. Selama 8 minggu, satu kelompok eksperimen
dilatih isometrik dan kelompok lainnya dilatih isotonik. Pada akhir eksperimen, setiap
subjek diuji untuk 5x lompatan, dan rata-rata skornya adalah sebagai berikut.
BAB XII
PROSEDUR TUKEY’S (HSD)
Dalam analisis varians, uji F hanya memberikan indikasi tentang ada tidaknya
perbedaan antara mean-mean populasi. Uji F tidak dapat menunjukkan seberapa besar
derajat beda antara satu mean dengan mean lainnya. Dalam contoh 11.1 pada Bab XI
(tentang analisis varian), ditunjukkan adanya beda yang signifikan pada unjuk kerja Panjat
Tebing di antara 4 (empat) kelompok subjek, yaitu: (1) Mental, (2) Fisik-Mental, (3) Fisik,
dan (4) Kontrol. Tetapi, walaupun secara keseluruhan terdapat perbedaan antar mean
tersebut, belum tentu terdapat perbedaan antara kelompok 1 dan 2, antara 1 dan 3, dan
sebagainya.
Jika sudah diketahui terdapat beda yang signifikan antara mean-mean populasi,
peneliti dapat mengetahui lebih lanjut bagaimana signifikannya beda-beda tersebut dengan
menggunakan prosedur Tukey’s , yaitu uji dengan mencari harga HSD (Highly Significance
Difference).
MSD
HSD pada taraf signifikan = 0,05 adalah HSD0,05 = (q0,05 )
n
Catatan: Nilai MSD dapat dilihat pada pembahasan ANAVA.
Nilai q0,05 dapat dilihat pada Lampiran G.
Beda dikatakan signifikan, jika: beda antar dua mean > HSD0,05
CONTOH 12
I II III IV
Mental Fisik-Mental Fisik Kontrol
16,0 17,5 17,5 15,0
17,0 19,0 18,5 16,5
17,5 19,5 19,5 17,0
18,5 21,0 20,5 18,0
19,0 21,0 21,5 18,0
17,5 20,0 19,5 16,5
X 1 = 17,58 X 2 = 19,67 X 3 = 19,50 X 4 = 16,83
Tentukan bagaimana signifikansi beda antar dua mean pada pengukuran tersebut?
56
PEMBAHASAN
MSD
HSD0,05 = (q0,05 )
n
q 0,05 dicari pada Lampiran G dengan df = N-k = 24-4 =20 dan jumlah perlakuan k = 4
adalah 3,96.
1,54
Sehingga, HSD0,05 = (3,96) = 2,02
6
Selanjutnya, harga HSD0,05 dibandingkan dengan beda antar dua mean.
Beda dikatakan signifikan, jika: beda antar dua mean > HSD0,05
Hasil penerapan prosedur Tukey’s pada data yang diberikan pada bab XI, dapat dirangkum
sebagai berikut.
I II III IV
Kelompok Mean
17,58 19,67 19,50 16,83
BAB XIII
KORELASI
1) Magnitude (besaran/kekuatan)
Kekuatan r → 0 r 1
Sangat Sangat
lemah kuat
0 0,1 0,25 0,5 0,75 0,9 1
Tidak ada Lemah Korelasi Kuat Korelasi
korelasi sedang/cukup sempurna
2) Direction (arah)
n XY − X Y
r =
n X 2
− ( X ) 2 n Y 2 − ( Y ) 2
CONTOH 13.1
Tabel 13.1
Hubungan antara ketinggian vertikal dan waktu melemparkan bola ke arah atas
(Kecepatan awal = 64 ft/sec)
28 0,5
48 1,0
60 1,5
64 2,0
60 2,5
48 3,0
28 3,5
0 4,0
X = 336 Y = 18
XY = 672
X2 = 17.472 Y2 = 51
n XY − ( X )( Y )
r=
n X 2
− ( X ) 2 n Y 2 − ( Y ) 2
8(672) − (336)(18)
r=
8(17.472) − (336) 8(51) − (18)
2 2
r hitung = - 0,447
6 d 2
= 1−
n(n 2 − 1)
1) Data diberi ranking, dapat dimulai dari data terbesar sampai data terkecil, atau
sebaliknya.
2) Bilamana terdapat data kembar, maka pemberian rangking dapat dilakukan dengan
menjumlahkan urutan ranking dan selanjutnya dibagi banyaknya data kembar.
CONTOH 13.2
Tabel 13.2
Perhitungan Koefisien Korelasi Spearman
D2 = 134,50
6 d 2
= 1−
n(n 2 − 1)
60
6 (134,50) 807,00
= 1− = 1− = 1 − 0,815 = 0,185
10(10 − 1)
2
990
Simpulan : Terdapat korelasi yang lemah antara kematangan emosional dan sikap menuju
kedewasaan.
r n−2
t = dan df = n − 2
1− r2
di mana:
n = banyaknya pasangan skor
r = koefisien perbedaan rank yang dihitung
Pengujian hipotesis statistik dalam situasi ini adalah Ho: = 0, dan hipotesis
alternatif H1: 0. Jika Ho ditolak, koefisien korelasi adalah signifikan atau bermakna
secara statistik.
CONTOH 13.3
Jika = 0,05; t kritis untuk derajat kebebasan 36 adalah 2,029 (lihat Lampiran B). Oleh
karena t hitung lebih besar dari nilai t kritis, Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi disimpulkan
61
bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengambilan oksigen maksimal dan unjuk
kerja lari cepat 220 yard.
D. Koefisien Determinasi
CONTOH 13.4
Bila diketahui hubungan antara ketinggian vertikal dan waktu melemparkan bola ke arah
atas, memberikan harga koefisien korelasi sebesar 0,447. Berapa persenkah kontribusi
ketinggian vertikal pada besarnya waktu untuk melempar bola ke arah atas?
PEMBAHASAN
Jadi besarnya kontribusi ketinggian vertikal pada besarnya waktu untuk melempar bola ke
arah atas adalah 19,98 %.
62
LATIHAN 13
Skor Skor
Ranking Ranking
Subjek motivasi Subjek motivasi
kemampuan kemampuan
internal internal
1 9 15 11 8 14
2 4 16 12 13,5 14
3 20 17 13 13,5 10
4 2 16 14 1 12
5 13,5 16 15 6,5 15
6 6,5 19 16 16 17
7 18 15 17 11 11
8 4 13 18 18 16
9 18 17 19 4 10
10 10 19 20 13,5 14
a. Tentukan besarnya hubungan antara kemampuan yang dinilai oleh pelatih dengan
motivasi internal yang diukur melalui tes psikologi!
b. Apakah hubungan tersebut siginifikan secara statistik pada = 0,05?
2. Skor dari sekelompok individu pada tes bakat dan sikap dalam memasuki profesi jenis
tertentu, adalah sebagai berikut.
Hitung koefisien korelasi perbedaan rank Spearman antara bakat dan sikap yang diukur
melalui tes tersebut!
63
A 45 81
B 51 94
C 30 91
D 55 75
E 32 65
F 42 82
G 41 85
H 52 65
I 61 73
J 39 85
K 38 93
L 37 51
M 41 65
N 42 73
O 42 74
P 43 79
Q 38 42
R 39 65
S 45 54
T 43 63
64
BAB XIV
ANALISIS REGRESI
Kita sering ingin memprediksi sesuatu dari sesuatu yang sudah diketahui, misalnya:
- memprediksi prestasi belajar anak dari kecerdasan dan perbendaharaan kata (kosa kata).
- Memprediksi berat badan orang pada kelompok umur tertentu dari tinggi badannya.
Analisis Regresi
Suatu variabel dapat diramalkan dari variabel lain apabila antara variabel yang
diprediksikan (kriterium) dan variabel yang memprediksikan (prediktor) terdapat korelasi
yang signifikan.
Korelasi antara variabel kriterium dengan variabel prediktor dapat dilukiskan dalam suatu
garis yang disebut garis regresi.
Suatu garis regresi dapat dinyatakan dalam persamaan matematik. Persamaan ini disebut
persamaan regresi.
Untuk garis regresi linear dengan satu variabel prediktor persamaannya adalah:
Y = aX + k
Untuk menentukan persamaan garis regresi tersebut, harga-harga koefisien prediktor dan
bilangan konstannya dapat dicari dari data yang diselidiki.
65
CONTOH 14.1
“Apakah berat orang pada kelompok umur tertentu dapat diramalkan dari tinggi
badannya?”
1. Mengumpulkan data tinggi badan dan berat badan (misal sebanyak 10 orang, atau n =
10)
2. Mencari korelasi (r) antara prediktor X dan kriterium Y, melalui teknik korelasi produk
moment.
3. Membandingkan r hitung dengan r tabel pada n = 10 atau dk = 10 – 1 pada = 0,01
atau 0,05, lalu disimpulkan.
4. Mencari harga a dan k dengan metode skor kasar atau metode skor deviasi.
5. Sesudah harga a dan k diketahui, selanjutnya menentukan persamaan garis regresinya.
6. Dari persamaan garis regresi, meramalkan berat badan seseorang bila tinggi badannya
diketahui, misal: X = 165.
66
n XY − ( X )( Y )
r=
[ n X 2 − ( X ) 2 ] [ n Y 2 − ( Y ) 2
r = 0,946
Karena t = 8,27 > 2,306 (0,05; 8), maka Ho ditolak. Jadi ada hubungan yang signifikan
antara tinggi badan dan berat badan.
(1) X Y = a X 2 + kX
(2) Y = aX + nk
67
atau
(1) 102.732 = 272.460 a + 1.650 k
(2) 620 = 1.650 a + 10 k
(2) x y = a x x + a x
2 1 1 2 2
2
2
68
CONTOH 14.2
Seorang pelatih ingin mengetahui apakah kemampuan pull-up dapat diprediksikan dari
kekuatan otot lengan dan otot perut. Untuk itu, pelatih tersebut melakukan pengukuran pada
10 (sepuluh) atlet, dan data yang diperoleh sebagai berikut.
1 34 18 12
2 27 15 10
3 29 16 12
4 35 20 15
5 30 18 11
6 28 15 10
7 36 20 12
8 32 17 11
9 27 15 10
10 25 12 9
N
= 9.309 −
10
= 9.309 − 9.180,9 = 128,1
( X 2 ) 2 (166) 2
x22 = X 22 − N
= 2.812 −
10
= 2.812 − 2.755,6 = 56,4
( Y ) 2 (112) 2
y = Y −
2 2
N
= 1.280 −
10
= 1.280 − 1.254,4 = 25,6
( X 1 ) ( X 2 ) (303) (166)
x x1 2 = X1X 2 −
N
= 5.110 −
10
= 5.110 − 5.029,8 = 80,2
( X 1 ) ( Y ) (303) (166)
x y = X Y −
1 1
N
= 3.440 −
10
= 3.440 − 3393,6 = 46,4
69
( X 2 ) ( Y ) (166) (112)
x 2 y = X 2Y −
N
= 1.891 −
10
= 1.891 − 1.859,2 = 31,8
(2) x y = a x x + a x
2 1 1 2 2
2
2
Y = a1 ( X 1 − X 1 ) + a2 ( X 1 − X 1 ) + Y
Dari perhitungan di atas, diperoleh:
X 1 = 30,3 X 2 = 16,6 Y = 11,2
a1 = 0,086 a2 = 0,442
Koefisien korelasi ganda antara kriterium Y dengan prediktor (X1 dan X2) dapat dihitung
dengan rumus:
a1 X 1Y + a 2 X 2Y
R y (1, 2) =
Y 2
di mana:
R y (1, 2) = koefisien korelasi antara Y dengan X1 dan X2
a1 = koefisien prediktor X1
a2 = koefisien prediktor X2
X1Y = jumlah produk antara X1 dan Y
X2Y = jumlah produk antara X2 dan Y
Y2 = jumlah kuadrat kriterium Y
295,84 + 835,82
=
1.280
= 0,94
Untuk mengetahui apakah nilai R y (1, 2) = 0,94 adalah signifikan atau tidak, dapat
Harga F tabel pada = 0,05 dan df (2,7) diperoleh 4,74 (lihat Lampiran C). Karena
Freg (26,6) > (4,74) F tabel, maka signifikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara kekuatan otot lengan dan otot perut dengan kemampuan
pull-up. Sehingga, kemampuan pull-up dapat diprediksi dari kekuatan otot lengan dan otot
perut.
71
LATIHAN 14
Dilakukan pengukuran denyut nadi istirahat terhadap sepuluh siswa SMU. Setelah itu,
dilakukan tes lari 600 meter pada siswa tersebut. Hasil pengukuran dapat ditunjukkan
sebagai berikut.
70 98,3 72 93,2
68 95,1 70 92,1
65 88,3 62 85,2
73 94,6 78 100,4
75 101,3 74 96,8
a. Tentukan persamaan garis regresi untuk memprediksi waktu lari 600 meter dari denyut
nadi istirahat.
b. Jika diketahui denyut nadi istirahat adalah 66, prediksikan waktu lari 600 meter!
72
BAB XV
UJI MANN-WHITNEY
Uji Mann-Whitney merupakan uji non parametrik yang analog dengan uji-t-
independent pada statistik parametrik. Data yang digunakan pada uji ini mempunyai skala
ordinal, dan tidak memerlukan distribusi normal atau homogenitas varian.
n2 (n2 + 1)
U 1 = n1 n2 + − R2
2
n1 (n1 + 1)
U 2 = n1 n2 + − R1
2
Jika salah satu nilai U diketahui, maka nilai U yang lainnya dapat ditentukan dengan
rumus:
U1 = n1 n2 – U2 dan U2 = n1 n2 – U1
CONTOH 16
Skor dari dua kelompok subjek, yaitu A dan B, adalah sebagai berikut.
A B
2,0 3,5
4,0 5,0
6,3 8,1
8,6
9,4
n1 = 3 dan n2 = 5
73
Dari skor tersebut disusun urutan meningkat, dan diberi identitas kelompok pada tiap skor.
Skor mentah : 2,0 3,5 4,0 5,0 6,3 8,1 8,6 9,4
Kelompok : A B A B A B B B
Ranking : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Skor mentah : 9,4 8,6 8,1 6,3 5,0 4,0 3,5 2,0
Kelompok : B B B A B A B A
Ranking : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Skor mentah : 9,4 8,6 8,6 6,3 5,0 4,0 3,5 2,0
Kelompok : B B A A B A B A
Ranking : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
U1 = 0 + 0 + 2 + 3 = 5
U2 = 2 + 2 + 3 + 4 = 11
Skor mentah : 9,4 8,6 8,6 6,3 5,0 4,0 3,5 2,0
Kelompok : B A B A B A B A
Ranking : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
U1 = 0 + 1 + 2 + 3 = 6
U2 = 1 + 2 + 3 + 4 = 10
U1 = 3 +4 + 5 = 12
U2 = 0 + 0 + 0 + 1 + 2 = 3
R1 = 1 + 3 + 5 = 9 U1 = 0 + 1 + 2 = 3
R2 = 2 + 4 + 6 + 7 + 8 = 27 U2 = 1 + 2 + 3 + 3 + 3 = 12
maka:
74
n2 (n2 + 1)
U 1 = n1 n2 + − R2
2
5(5 + 1)
= (3x5) + − 27
2
= 15 + 15 – 27
= 3
U2 = n1 n2 – U1
= (3x5) – 3
= 12
Penentuan nilai U1 dan U2 dapat juga dengan menjumlahkan banyaknya kelompok lawan
yang mendahului kelompok tersebut.
(Untuk kelompok A) : U1 = 0 + 1 + 2 = 3
(Untuk kelompok B) : U2 = 1 + 2 + 3 + 3 + 3 = 12
Dari kedua nilai U, kita memilih nilai U terkecil untuk dibandingkan dengan nilai U tabel.
U hitung = 3
LATIHAN 16
Sebuah tes psikologi dilakukan pada dua kelompok atlet. Kelompok pertama adalah atlet
tim, dan kelompok lainnya atlet perorangan. Tes psikologi tersebut untuk mengukur
extroversion yang merupakan salah satu faktor kepribadian. Skor dari tes tersebut adalah
sebagai berikut.
Atlet Tim : 63 58 45 43 38 37 35 34 34 33
Atlet Perorangan : 57 55 43 42 42 35 32 31 30 29 29 25
Tentukan apakah ada perbedaan faktor kepribadian (extroversion) antara atlet tim dan atlet
perorangan! Gunakan = 0,05.
76
BAB XVI
UJI WILCOXON
Uji Wilcoxon merupakan salah satu dari uji statistik non parametrik, dan analog
dengan uji-t dependent (paired sample) dalam statitistik parametrik. Uji ini digunakan bila
data tidak berdistribusi normal. Untuk menerapkan uji statistik ini, skor tidak hanya harus
diukur dalam skala ordinal, tetapi harus juga dapat diranking perbedaan di antara pasangan
skor.
Tahap pertama dalam penerapan uji ini adalah menunjukkan perbedaan di antara
setiap pasangan skor. Jika perbedaan di antara pasangan skor adalah nol, pasangan skor
tersebut dikeluarkan dari analisis, karena akan mempengaruhi perhitungan selanjutnya.
Tahap kedua adalah meranking perbedaan di antara pasangan skor tanpa memperhatikan
tanda atau perubahan arah. Prosedur untuk meranking adalah sama seperti uji-uji ranking
lainnya.
Penjumlahan ranking yang diperoleh dari nilai positif, disebut R+, atau dari nilai
negatif, disebut R-. Untuk uji hipotesis, dipilih rank dengan jumlah terkecil. Hipotesis nol
untuk uji Wilcoxon adalah Ho: R+- R- adalah nol, atau Ho: R+= R-, dan hipotesis
alternatif, H1: R+ R-.
Wilcoxon menggunakan Simbol T untuk uji ini, dan nilai kritis untuk T dalam uji ini
dapat dilihat pada Lampiran F untuk skor-skor berpasangan, baik uji satu ekor (one-tailed)
maupun dua ekor (two-tailed). Ho diterima apabila T > T , dan Ho ditolak apabila T < T
77
CONTOH 17
Berikut adalah data skor motivasi internal dari pemenang bola tangan, sebelum dan sesudah
permainan dengan jumlah subjek 16.
Tabel 17
Skor-skor motivasi internal untuk kemenangan para pemain bola tangan,
sebelum dan sesudah permainan (n = 16)
1 64 43 -21 -15
2 59 64 +5 +9,5 +9,5
3 48 39 -9 -13
4 48 51 +3 +7,5 +7,5
5 53 51 -2 -5
6 56 58 +2 +5 +5
7 45 44 -1 -2
8 53 46 -7 -11,5
9 51 48 -3 -7,5
10 46 53 +7 +11,5 +11,5
11 74 58 -16 -14
12 62 60 -2 -5
13 49 48 -1 -2
14 50 45 -5 -9,5
15 46 45 -1 -2
16 50 50 0 ---
R+ = 33,5
Nilai untuk perubahan skor motivasi internal (kolom 4) diperoleh dari selisih skor sebelum
permainan dan sesudah permainan (kolom 2 dan 3). Jika terjadi penurunan skor, maka
diberi nilai negatif, dan jika terjadi peningkatan skor, maka diberi nilai positif.
Pada subjek ke-16, ditunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan skor antara sebelum dan
sesudah permainan, sehingga nilai perubahan dalam skor adalah 0 (nol).
Sesuai dengan langkah pada tahap pertama, yaitu jika perbedaan di antara pasangan skor
adalah nol, maka pasangan skor tersebut dikeluarkan dari analisis, sehingga subjek ke-16
tidak ikut diranking.
78
Sesudah diketahui nilai perubahan dalam skor motivasi internal, langkah berikutnya adalah
meranking (tahap kedua). Saat meranking, tanda positif/negatif tidak diperhatikan, tetapi
tanda tersebut masih tetap digunakan pada nilai rank yang sudah diperoleh.
Misal, pada perubahan skor motivasi internal (kolom 4), subjek ke-7, ke-11, dan ke-13
sama-sama mempunyai nilai 1 (satu), sehingga dapat diberikan urutan 1, 2, dan 3.
Selanjutnya, rank positif dijumlahkan sebagai nilai R+, dan rank negatif dijumlahkan
sebagai nilai R-. Dari perhitungan diperoleh R+ = 33,5 dan R- = -86,5. Untuk uji
hipotesis, dipilih rank dengan jumlah terkecil, sehingga T hitung = 33,5. Harga T kritis
untuk uji dua ekor dengan n = 15 dan = 0,05 adalah 25 (lihat Lampiran F). Karena T
hitung (33,5) > (25) T kritis, maka Ho diterima. Dapat disimpulkan bahwa motivasi internal
para pemain bola tangan adalah tidak signifikan secara statistik untuk kemenangan para
pemain.
79
BAB XVII
UJI KRUSKAL-WALLIS
Uji Kruskal-Wallis adalah uji pada kelompok non parametrik yang analog dengan
analisis varians (ANAVA) satu jalur pada kelompok parametrik. Uji ini memungkinkan
untuk menjelaskan apakah jumlah ranking dari tiga atau lebih sampel independent adalah
berbeda, sehingga mustahil sampel tersebut datang dari populasi yang sama. Analisis
varians satu jalur Kruskal-Wallis adalah alternatif yang disarankan untuk penyelidikan yang
meliputi perbandingan banyak kelompok.
Dalam mengembangkan prosedur pada tes Kruskal-Wallis ini, semua pengamatan
dari sampel beberapa kelompok diranking dengan tidak memperhatikan pada sub kelompok
di mana skor berada. Skor pengamatan harus tetap diidentifikasi dari sub sampel masing-
masing untuk diranking, sehingga dimungkinkan untuk memperoleh jumlah ranking dalam
setiap kelompok sampel.
Setelah jumlah ranking dalam setiap kelompok diperoleh, Rumus berikut dapat
digunakan untuk menghitung harga H, sebagai distribusi 2 dengan derajat kebebasan, df =
k-1.
12 ( R j ) 2
k
H= − 3( N + 1)
N ( N + 1) i
nj
di mana:
N = nj = jumlah pengamatan dalam semua kelompok sampel
k = banyak kelompok sampel
nj= jumlah pengamatan dalam setiap kelompok sampel
Rj = jumlah ranking dalam setiap kelompok sampel
Nilai kritis untuk sampel berukuran kecil diberikan dalam Tabel O pada Lampiran H.
Jika sampel berukuran lebih dari 5 (lima), maka H didistribusikan sebagai 2 dan nilai kritis
dapat diperoleh dari Tabel G (2) pada Lampiran H.
80
CONTOH 18
Pada suatu studi tentang perbedaan minat sebagai guru pendidikan jasmani wanita pada
sekolah dasar, sekolah menengah, dan perguruan tinggi, dari 31 sampel guru wanita
diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 18
Skor Minat Guru Pendidikan Jasmani Wanita
Uji apakah ada perbedaan minat di antara ketiga guru pada tingkat pendidikan yang
berbeda? Gunakan taraf signifikan, = 0,01.
PEMBAHASAN
Untuk menentukan nilai H, skor diranking dari 1 sampai dengan 31 tanpa memperhatikan
tingkatan mengajar. Jumlah ranking dari setiap kelompok selanjutnya didistribusikan ke
dalam rumus statistik H untuk memperoleh harga H.
81
N = n1 + n2 + n3 = 10 + 13 + 8 = 31
12 ( R j ) 2
k
H= − 3( N + 1)
N ( N + 1) i
nj
=
12
1.232,1 + 2.762,33 + 4.777,53 − 96
992
12 (8.771,96)
= − 96
992
= 10,11
Dari tabel G (lihat Lampiran H), dengan taraf signifikan () = 0,01 akan diperoleh
nilai kritis pada derajat kebebasan 2 (df = k-1 = 3-1 = 2) adalah 9,21. Karena harga H =
10,11 adalah lebih besar dari nilai kritis , maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa minat
di antara ketiga kelompok guru pada tingkat pendidikan yang berbeda adalah sama, ditolak.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tiga kelompok guru adalah berbeda dalam minat
seperti yang diukur dalam tes minat.