Anda di halaman 1dari 81

1

BAB I
PENGANTAR STATISTIKA

Statistika adalah ilmu yang mempelajari cara meringkas dan mengorganisasi data
sehingga menjadi informasi yang mudah dimengerti. Statistik berperan dalam penyusunan
desain penelitian, penentuan sampel, penentuan hipotesis, pengembangan alat pengumpul
data dan analisis data, serta penarikan simpulan.

Statistik dapat memberikan :


- Teknik mengklasifikasi data.
- Gambaran kecenderungan tengah.
- Ukuran yang mensifatkan populasi/menyatakan variasinya, dan sebagainya.

Statistik dibedakan:

- Statistik Deskriptif : Mempelajari cara menyusun dan menyajikan data (dalam


bentuk tabel/grafik). Pengukuran data biasanya meliputi: (1)
ukuran kecenderungan tengah, dan (2) ukuran variabilitas
(penyebaran).

- Statistik Inferensial : Mempelajari cara menarik kesimpulan mengenai populasi


berdasarkan data dari sampel, melalui uji hipotesis.

Untuk uji hipotesis, statistik dibedakan menjadi:

- Statistik Parametrik
Statistik yang dapat menggambarkan parameter suatu objek (sifat-sifat sampel dapat
dikuantisasi), misalnya: kita dapat menentukan rata-rata (mean) dari suatu sampel atau
standar deviasi suatu sampel.
Statistik parametrik, mensyaratkan populasi berdistribusi normal dan varian homogen.
Sehingga, pada uji statistik parametrik perlu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas.

- Statistik Non Parametrik


Statistik yang tidak dapat mengkuantisasi sifat-sifat sampel.
2

Statistik ini digunakan untuk sampel-sampel kecil (varian besar) dengan tipe data
nominal dan ordinal.
Pada statistik non parametrik, tidak disyaratkan distribusi normal dan homogen.

Berdasarkan jenis data, dibedakan:

- Data diskrit : adalah data pengukuran yang mempunyai nilai bulat, dan biasanya
diberi simbol. Data diskrit tidak dapat dilaporkan sebagai bagian-
bagian. Contohnya adalah jenis kelamin individu, jumlah anggota
suatu tim, dan sebagainya.

- Data kontinu : adalah data pengukuran yang dapat mempunyai sejumlah nilai dalam
range tertentu. Nilai dapat dilaporkan sebagai bagian-bagian.
Contohnya adalah waktu tempuh dalam perlombaan renang atau lari,
jarak tempuh dalam suatu perlombaan, dan sebagainya.

SKALA DATA

Data dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori yang bergantung pada banyak-
nya informasi yang diberikan. Empat kategori skala tersebut adalah:

1. Skala Nominal

Skala nominal adalah skala yang ditetapkan berdasarkan penggolongan/


pengelompokkan tertentu, dan nama-nama diberikan pada variabel sebagai sebuah
kategori di mana setiap kategori saling melengkapi, contoh: laki-laki dan perempuan..
Skala ini merupakan skala paling sederhana, karena pada beberapa skala nominal hanya
memiliki dua kategori saja, misalkan: jenis kelamin, tetapi yang lainnya dapat memiliki
lebih dari dua kategori, misalnya: status perkawinan, pekerjaan, warna mata, atau ras.

2. Skala Ordinal

Skala ordinal adalah skala yang disusun atas jenjang atribut tertentu, misal:
ranking kelas, urutan finish. Skala ordinal hanya menginformasikan urutan, tetapi tidak
menunjukkan besar perbedaan dari urutan satu ke urutan yang berikutnya. Contoh:
Urutan finish dalam perlombaan lari 10 km (menginformasikan tentang siapa yang
3

tercepat), tetapi tidak menginformasikan berapa selisih waktu antara pelari pertama
dengan pelari kedua.

3. Skala Interval

Skala interval adalah skala yang menginformasikan urutan variabel dengan


menggunakan satuan-satuan pengukuran yang sama. Jaraknya sama untuk setiap bagian
skala, sehingga memungkinkan untuk mengetahui perbedaan antara urutan pertama
dengan urutan kedua. Skala interval tidak memiliki titik nol yang benar. Contoh:
temperatur, 90oC adalah 10 oC lebih panas daripada 80 oC.

4. Skala Rasio

Skala rasio adalah skala yang memiliki semua karakteristik dari skala interval
dan memiliki titik nol yang benar. Yang merupakan skala rasio adalah: tinggi, berat,
waktu, dan jarak. Contoh: 9 menit adalah 3 kali lebih lama daripada 3 menit; 20 kg
adalah 4 kali lebih berat daripada 5 kg.

Macam-macam Prosedur Statistik

1. Statistik Parametrik, antara lain:

- Independent sample-t-test
- Paired sample-t-test
- Analisis varians (ANAVA)
- Analisi kovarians (ANAKOVA)
- Korelasi Product Moment

2. Statistik Non Parametrik, antara lain:

- Uji Mann-Whitney
- Uji Wilcoxon
- Uji Kruskal-Wallis
- Korelasi Spearman
4

BAB II
PENGORGANISASIAN DATA

Seringkali tidak mungkin untuk menyajikan sejumlah besar data individu tanpa
mengorganisasikan data tersebut ke dalam bentuk yang sistematik. Bentuk yang umum
untuk pengorganisasian data adalah tabel dan grafik. Grafik umumnya lebih mudah untuk
dipahami terutama jika ingin melihat suatu hubungan, namun pembuatan tabel secara
terorganisir akan memberikan informasi yang lebih luas untuk pembaca. Kegunaan dari
tabel dan grafik dalam beberapa situasi, akan didiskusikan dalam bab ini.

A. PEMBUATAN TABEL

Selalu mungkin untuk melibatkan data kuantitatif sebagai bagian dari teks yang
ditulis. Sebagai contoh, dapat dituliskan: “Lima siswa dalam perkuliahan Biomekanika,
berusia berturut-turut 17, 18, 18, 20, dan 21 tahun, mempunyai pengalaman berlari
kompetitif antara 2-6 tahun, dan berat badan mereka antara 72-82 kilogram”.
Beberapa data di atas, dapat lebih jelas dihadirkan dalam bentuk tabel seperti
berikut.
Tabel 2.1
Usia, Berat badan, dan Pengalaman berlari
dari Siswa dalam Perkuliahan Biomekanika
(n = 5)

Nomor Siswa Usia (tahun) Berat badan (kg) Pengalaman berlari (tahun)

1 17 82 3
2 18 79 4
3 18 72 4
4 20 76 2
5 21 80 6

B. DISTRIBUSI FREKUENSI

Teknik lain untuk pengorganisasian data adalah distribusi frekuensi. Prosedur ini
sering digunakan untuk data kuantitatif dalam penelitian eksperimen.
5

Distribusi frekuensi dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) distribusi frekuensi tunggal, dan (2)
distribusi frekuensi dikelompokkan.

1. Distribusi frekuensi adalah sebuah tabel di mana semua unit-unit skor didaftar dalam
suatu kolom dan banyaknya individu-individu masing-masing skor nampak sebagai
frekuensi dalam kolom kedua.

Distribusi Frekuensi Tunggal Distribusi Frekuensi Dikelompokkan


Jika jarak skor kecil (tidak lebih Jika jarak skor besar (lebih dari
dari 20 unit skor), skor-skor ini dapat 20 unit skor), ini dikelompokkan ke
didaftar dalam urutan ranking yang dalam interval kelas dari luasnya
sederhana dari tertinggi sampai sama dalam kolom satu dan frekuensi
terendah dalam kolom pertama dan yang berhubungan dalam kolom dua.
frekuensi (f) dimasukkan dalam
kolom kedua.
Interval Kelas f f kum
Skor f 42 – 44 3 120
15 1 39 – 41 11 117
14 0 36 – 38 8 106
13 3 33 – 35 23 98
12 2 30 – 32 35 75
11 6 27 – 29 14 40
10 5 24 – 26 10 26
9 2 21 – 23 9 16
8 4 18 – 20 6 7
7 1 15 - 17 1 1
6 2 N = 120
N = 26

2. Aturan untuk pembuatan interval kelas

a. menentukan range (R)


R = data tertinggi − data terendah

b. menentukan banyak kelas (k), mengikuti aturan Sturges


k = 1 + 3,3 log n
dengan n = banyak data

R
c. menentukan panjang interval kelas (i), i =
k
6

CONTOH 2

Berikut adalah sekelompok skor kekuatan isometrik fleksi siku (dalam kg) dari mahasiswa
tingkat pertama suatu universitas (n = 40).

41 46 39 42 34 39 47 49
29 37 42 38 45 43 36 31
42 34 44 45 30 46 42 43
38 43 32 40 35 41 39 45
36 48 30 49 47 33 37 48

Tabel frekuensi dari data di atas, dapat diberikan sebagai berikut.

Data terbesar = 49 ; data terkecil = 29 ; sehingga rentang (R) = 20


Banyak kelas, k = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 40
= 6,29  
Panjang interval kelas:
i = rentang : banyak kelas
= 20 : 6,29
= 3,18  

Nilai Frekuensi (f)

29 – 31 4
32 – 34 4
35 – 37 5
38 – 40 6
41 – 43 9
44 – 46 6
47 - 49 6

40

C. GRAFIK

Data sering juga disajikan dalam bentuk grafik, karena dapat memberikan
kemudahan bagi pembaca dalam mengintepretasikan data. Ada beberapa macam grafik
dapat digunakan untuk menyajikan data, misalnya: grafik batang (histogram), grafik garis,
grafik lingkaran, dan frekuensi polygon. Dari bermacam-macam grafik tersebut, yang akan
dijelaskan di sini adalah grafik batang (histogram) dan frekuensi polygon.
7

Histogram dan Polygon Frekuensi

1. Hitogram atau grafik batang dan polygon frekuensi adalah sama. Keduanya dibangun
dari distribusi frekuensi.

2. Skor digambarkan sepanjang garis dasar horizontal yang disebut sebagai absis atau
sumbu X. Frekuensi (banyaknya/persentase kasus) digambarkan sepanjang sumbu
vertikal, yang disebut sebagai ordinat atau sumbu Y.

a. Untuk histogram atau grafik batang, luas dari masing-masing batang berhubungan
dengan batas nyata (riil) dari luas masing-masing kelas interval. Tinggi masing-
masing batang berhubungan dengan frekuensi atau persentase kasus dalam interval
kelas tersebut (Gambar 2.a).

b. Untuk frekuensi polygon, titik-titik dirancang melalui titik-titik tengah dari masing-
masing interval kelas (Gambar 2.b).

c. Untuk proporsi grafik yang baik, sumbu vertikal harus dua pertiga panjang sumbu
horizontal.
8

LATIHAN 2

Berikut adalah data dari 75 siswa.

37 43 27 44 27 27 26 31 35 42 50 35 43 36 26

50 47 36 26 32 32 38 36 21 24 40 39 35 38 36

38 21 17 26 35 22 18 50 30 38 50 16 45 8 34

26 34 28 41 27 39 41 30 23 33 22 31 36 40 54

24 22 8 33 42 41 41 31 34 36 32 20 22 34 41

1) Buatlah tabel distribusi frekuensi dari data tersebut!


2) Gambarkan histogram dan polygonnya!
9

BAB III
UKURAN KECENDERUNGAN TENGAH

A. MEAN

Ukuran kecenderungan tengah yang sering dikembangkan dalam analisis statistik


adalah mean.

Mean (rata-rata) adalah jumlah skor dibagi oleh banyak skor dalam distribusi.

x=
x
n
di mana:
x = rata-rata sampel
x = jumlah skor dalam sampel
n = banyak skor

CONTOH 3.1

Berikut adalah sampel dari 8 variat: 2, 3, 5, 9, 11, 12, 13, 14

Nilai rata-rata adalah: x =


 x = 2 + 3 + 5 + 9 + 11 + 12 + 14 + 16 = 72 = 9
n 8 8

Penentuan nilai rata-rata, dapat juga menggunakan rumus:

x=
 fx atau x=
 fixi untuk data dikelompokkan,
f  fi
di mana xi = nilai tengah interval kelas

CONTOH 3.2

Data (x) frekuensi (f) fx


5 3 15
6 7 42 x=
 fx = 207 = 6,9
7 12 84  f 30
8 6 48
9 2 18
 f = 30  f x = 207
10

CONTOH 3.3 (Data dikelompokkan)

Skor xi fi fixi

29 – 31 30 4 120
32 – 34 33 4 132
35 – 37 36 5 180
x=
 fixi = 1602 = 40,05
38 – 40
 f i 40
39 6 234
41 – 43 42 9 378
44 – 46 45 6 270
47 – 49 48 6 288

 = 40  = 1602

Jika skor-skor merupakan angka-angka besar, maka penentuan nilai rata-rata dapat
menggunakan rumus berikut.

x = xi + (
 fd . i )
n
di mana:
x : rata-rata sampel
xi : nilai tengah interval kelas
fd : hasil kali antara frekuensi dan deviasi
n : banyak anggota sampel
i : panjang interval kelas

CONTOH 3.4

Skor xi fi d fd

29 – 31 30 4 -4 -16
32 – 34 33 4 -3 -12
35 – 37 36 5 -2 - 10
38 – 40 39 6 -1 - 6
41 – 43 42 9 0 0
44 – 46 45 6 +1 + 6
47 – 49 48 6 +2 +12

 fd = -26
11

x = xi + (
 fd . i ) = 42 + [ (−26) . 3 ] = 42 − 1,95 = 40,05
n 40

B. MEDIAN

Median (Me) adalah nilai tengah dari suatu distribusi.


Untuk penentuan nilai median:
- data harus diurutkan dahulu (dari terkecil sampai terbesar).
- jika banyaknya data adalah ganjil, dapat dipilih satu nilai yang di tengah.
- jika banyaknya data adalah genap, maka dipilih dua data di tengah, kemudian
dijumlahkan dan dibagi dua.

CONTOH 3.5

1) Data berikut: 4, 5, 2, 3, 7, 8, 4, 1, 12
Data diurutkan dahulu, lalu ditentukan nilai tengahnya
1, 2, 3, 4, 4, 5, 7, 8, 12
Nilai median dari data tersebut adalah: 4

2) Data berikut: 2, 3, 5, 9, 11, 12, 13, 14


9 + 11
Nilai median dari data tersebut adalah: = 10
2

Untuk data dikelompokkan, median ditentukan dengan rumus:


n / 2 − fk 
Me = Bb +   .i
 fa 
di mana:
Bb : batas bawah interval kelas
fk : frekuensi kumulatif di bawah interval kelas
fa : frekuensi interval kelas
n : banyak anggota sampel
i : panjang interval kelas
12

CONTOH 3.6

Skor Bb f

29 – 31 28,5 4
32 – 34 31,5 4
35 – 37 34,5 5
38 – 40 37,5 6
41 – 43 40,5 9
44 – 46 43,5 6
47 – 49 46,5 6

n / 2 − fk   20 − 19 
Me = Bb +   . i = 40,5 +  . 3 = 40,5 + 0,3 = 40,8
 fa   9 

C. MODE (Modus)

Mode adalah skor yang paling sering terjadi (tampak) dalam suatu distribusi. Di
dalam suatu distribusi normal, mode mewakili skor-skor tengah. Jika distribusi
memiliki dua mode, dapat disebut bimodal, tetapi kadang-kadang suatu distribusi tidak
mempunyai mode. Mode biasanya dilambangkan dengan Mo.

CONTOH 3.10

Dari data berikut: 4, 5, 2, 3, 7, 8, 4, 1, 12


Modenya adalah 4

Untuk data yang dikelompokkan, mode dapat ditentukan dari titik tengah kelas
interval dengan frekuensi terbanyak. Sebagai contoh, lihat tabel pada contoh 3.6, yang
dipilih sebagai kelas interval adalah 41-43, karena mempunyai frekuensi 9, sehingga
modenya adalah 42, atau dapat juga digunakan rumus berikut.

Mo = Bb + ½ (i) = 40,5 + (1/2 x 3) = 42

di mana:
Mo : mode distribusi
Bb : batas bawah interval kelas
i : panjang kelas interval
13

BAB IV
UKURAN PENYEBARAN (Variabilitas)

A. VARIAN

Varian adalah tersebarnya nilai di sekitar nilai rata-rata.

Untuk menentukan nilai varian (S2), digunakan rumus:

S 2
=
(X − X ) 2

atau S =
2
n  X 2 − ( X ) 2
n −1 n (n − 1)

di mana:

S2 = varian sampel

X = rata-rata sampel

n = banyak sampel

CONTOH 4.1

Berikut adalah contoh perhitungan varian (S2) sampel kecil untuk 8 variat.

X (X- X ) (X- X )2
4 -6 36
7 -3 9
8 -2 4
9 -1 1
12 +2 4
12 +2 4
13 +3 9
15 +5 25
X = 80 (X- X ) = 0 (X- X )2 = 92

X =
X =
80
= 10
n 8

 (X − X )
2
92
S 2
= = = 13,14
n −1 7
14

atau dengan cara lain:

X X2
4 16
7 49
8 64
9 81
12 144
12 144
13 169
15 225
X = 80 X2 = 892

n X 2 − ( X ) 2 8(892) − (80) 2 7136 − 6400


S =
2
= = = 13,14
n (n − 1) 8(8 − 1) 56

B. STANDAR DEVIASI

Standar deviasi (S) adalah akar dari varian.


Dalam persamaan untuk menghitung standar deviasi sampel, simbol statistik sampel
adalah:

S = S2 =
(X − X ) 2

n −1
di mana:

S = standar deviasi

S2 = varian sampel

X = rataan sampel

n = banyak sampel

CONTOH 4.2

Perhitungan standar deviasi untuk contoh pada 4.1 di atas, adalah:

S = S 2 = 13,14 = 3,62
15

Untuk data dikelompokkan, standar deviasi ditentukan dengan rumus:

f  fd 
2 2

S =i. −
d

n − 1  n − 1 

di mana:
S : standar deviasi sampel
fd : hasil kali antara frekuensi dan deviasi
n : banyak data sampel
i : panjang interval kelas

CONTOH 4.3

Skor f d fd fd2

29 – 31 4 -4 -16 64
32 – 34 4 -3 -12 36
35 – 37 5 -2 - 10 20
38 – 40 6 -1 - 6 6
41 – 43 9 0 0 0
44 – 46 6 +1 + 6 6
47 – 49 6 +2 +12 24

 fd = -26  fd2 = 156

f  fd 
2 2

S =i. −
d

n − 1  n − 1 

156  (−26) 
2

S =i. − = 3 4 − 0,44 = 3 3,56 = 3x1,887 = 5,66


39  39 
16

Berdasarkan ukuran letak, terdapat nilai-nilai yang membagi data ke dalam beberapa
bagian yang sama, meliputi: kuartil, desil, dan persentil.

1. KUARTIL
Kuartil adalah nilai yang membagi data ke dalam empat bagian yang sama.
Terdapat tiga nilai kuartil, yaitu: K1, K2, dan K3.
Untuk menentukan nilai kuartil, dapat digunakan rumus:

k 
 4 ( n) − f k 
K k = Bb +   .i
 fa 
 
di mana:
Kk : kuartil ke-k
Bb : batas bawah interval kelas
fk : frekuensi kumulatif di bawah interval kelas
fa : frekuensi interval kelas
n : banyak anggota sampel
i : panjang interval kelas

CONTOH 3.7
Dari data berikut, tentukan nilai K1, K2, dan K3.

Skor f fk

29 – 31 4 4
32 – 34 4 8
35 – 37 5 13
38 – 40 6 19
41 – 43 9 28
44 – 46 6 34
47 – 49 6 40

PEMBAHASAN

(1) Nilai K1 merupakan data ke ¼ (n) = ¼ (40) = 10


Data ke-10 ada pada kelas ketiga, sehingga:
17

k 
 4 ( n) − f k 
K k = Bb +   .i
 f a 
 

1 
 4 (40) − 4   10 − 8 
K1 = 31,5 +   . 3 = 34,5 +   . 3 = 34,5 + 1,2 = 35,7
 8   5 
 

(2) Nilai K2 merupakan data ke 2/4 (n) = 2/4 (40) = 20


Data ke-20 ada pada kelas kelima, sehingga:
2 
 4 (40) − 19   20 − 19 
K 2 = 40,5 +   . 3 = 40,5 +   . 3 = 40,5 + 0,3 = 40,8
 9   9 
 
Nilai K2 sama dengan nilai median.

(3) Nilai K3 merupakan data ke 3/4 (n) = 3/4 (40) = 30


Data ke-30 ada pada kelas keenam, sehingga:
3 
 4 (40) − 28   30 − 28 
K 3 = 43,5 +   . 3 = 43,5 +   . 3 = 43,5 + 1 = 44,5
 6   6 
 
2. DESIL
Desil adalah nilai yang membagi data ke dalam sepuluh bagian yang sama.
Terdapat sembilan nilai desil, yaitu: D1, D2, …, D9.
Untuk menentukan nilai desil, dapat digunakan rumus:

k 
 10 (n) − f k 
Dk = Bb +  .i
 fa 
 
di mana:
Dk : desil ke-k
Bb : batas bawah interval kelas
fk : frekuensi kumulatif di bawah interval kelas
fa : frekuensi interval kelas
n : banyak anggota sampel
i : panjang interval kelas
18

CONTOH 3.8
Dari data berikut, tentukan nilai D1 dan D5.

Skor f fk

29 – 31 4 4
32 – 34 4 8
35 – 37 5 13
38 – 40 6 19
41 – 43 9 28
44 – 46 6 34
47 – 49 6 40

PEMBAHASAN

(1) Nilai D3 merupakan data ke 3/10 (n) = 3/10 (40) = 12


Data ke-12 ada pada kelas ketiga, sehingga:
k 
 10 (n) − f k 
Dk = Bb +  .i
 f a 
 

3 
 10 (40) − 8   12 − 8 
D3 = 34,5 +   . 3 = 34,5 +   . 3 = 34,5 + 2,4 = 36,9
 5   5 
 

(2) Nilai D5 merupakan data ke 5/10 (n) = 5/10 (40) = 20


Data ke-20 ada pada kelas kelima, sehingga:
5 
 10 (40) − 19   20 − 19 
D5 = 40,5 +   . 3 = 40,5 +   . 3 = 40,5 + 0,3 = 40,8
 9   9 
 
Nilai D5 sama dengan nilai K2 atau median.

3. PERSENTIL
Persentil adalah nilai yang membagi data ke dalam seratus bagian yang sama.
Terdapat 99 nilai persentil, yaitu: P1, P2, …, P99.
Untuk menentukan nilai persentil, dapat digunakan rumus:
19

 k 
 100 (n) − f k 
Pk = Bb +   .i
 fa 
 
di mana:
Pk : persentil ke-k
Bb : batas bawah interval kelas
fk : frekuensi kumulatif di bawah interval kelas
fa : frekuensi interval kelas
n : banyak anggota sampel
i : panjang interval kelas

CONTOH 3.9
Dari data berikut, tentukan nilai P10 dan P25.

Skor f fk

29 – 31 4 4
32 – 34 4 8
35 – 37 5 13
38 – 40 6 19
41 – 43 9 28
44 – 46 6 34
47 – 49 6 40

PEMBAHASAN

(1) Nilai P10 merupakan data ke 10/100 (n) = 10/100 (40) = 4


Data ke-4 ada pada kelas pertama, sehingga:
 k 
 100 (n) − f k 
Pk = Bb +   .i
 f a 
 

 10 
 100 (40) − 0  4 − 0
P10 = 28,5 +   . 3 = 28,5 +   . 3 = 28,5 + 3 = 31,5
 4   4 
 
20

(2) Nilai P25 merupakan data ke 25/100 (n) = 25/100 (40) = 10


Data ke-10 ada pada kelas ketiga, sehingga:
 25 
 100 (40) − 8   10 − 8 
P25 = 34,5 +   . 3 = 34,5 +   . 3 = 34,5 + 1,2 = 35,7
 5   5 
 
Nilai P25 sama dengan nilai K1.
21

LATIHAN 4

1. Berikut adalah data waktu lari 40 yard (36 meter) dalam detik dari pemain sepakbola
perguruan tinggi.

5,08 5,15 5,18 4,85 5,08


4,98 5,20 4,82 5,00 5,39
5,28 5,78 5,76 4,97 4,83
5,27 5,32 4,81 5,10 5,07

Tentukan:
1) rata-rata ( x )
2) median (Me)
3) modus (Mo)
4) varian (S2)
5) standar deviasi (S)

2. Berikut adalah data dari 75 siswa.

37 43 27 44 27 27 26 31 35 42 50 35 43 36 26

50 47 36 26 32 32 38 36 21 24 40 39 35 38 36

38 21 17 26 35 22 18 50 30 38 50 16 45 8 34

26 34 28 41 27 39 41 30 23 33 22 31 36 40 54

24 22 8 33 42 41 41 31 34 36 32 20 22 34 41

Tentukan:
1) rata-rata ( x )
2) median (Me)
3) modus (Mo)
4) varian (S2)
5) standar deviasi (S)
22

BAB V
DISTRIBUSI NORMAL

Banyak dari metode statistik digunakan dalam statistik deskriptif dan inferensial
didasarkan pada asumsi bahwa distribusi skor adalah normal, sehingga distribusi dapat
ditunjukkan secara grafik oleh kurva normal (berbentuk lonceng) seperti diperlihatkan
dalam Gambar 5.1.

Distribusi normal mempunyai karakteristik:


1) Kurva berbentuk lonceng.
2) Simetris terhadap sumbu vertikal.
3) Skor terbesar terdapat di tengah kurva.
4) Semua ukuran kecenderungan tengah (mean, median, dan mode) terletak pada satu
garis vertikal.

Untuk distribusi tidak normal, maka akan diperoleh kurva berbeda. Perbedaan ini
disebabkan oleh nilai mean, median, atau mode yang tidak sama. Jika nilai mean < mode,
maka diperoleh kurva juling negatif (Gambar 5.2a), dan sebaliknya jika mean > mode,
maka akan diperoleh kurva juling positif (Gambar 5.2b).
23

Luas bagian kurva normal

Distribusi normal Z mempunyai ukuran mean X = 0 dan standar deviasi S = 1.


Pada distribusi normal Z (untuk sampel besar, n  30), pada  = 0,05 atau tingkat
keyakinan 95 %, akan mempunyai nilai Z di antara –1,96 sampai +1,96. Kurva distribusi
normal Z dapat digambarkan sebagai berikut.

Nilai Z0,05 = 1,96 dapat dicari sebagai berikut.


Karena tingkat keyakinan adalah 95 %, maka setengah dari kurva normal = ½ (0,95) =
0,475. Lihat angka 0,475 pada tabel distribusi normal (Lampiran A), diperoleh perpotongan
nilai Z = 1,9 (pada baris) dan Z = 0,06 (pada kolom), sehingga harga Z = 1,96.

Pada distribusi t (untuk sampel kecil, n  30), akan mempunyai nilai t bervariasi,
bergantung besarnya derajat kebebasan (df). Misal, pada  = 0,05 atau tingkat keyakinan 95
%, dengan df = 10, diperoleh harga t di antara –2,23 sampai +2,23 (lihat Lampiran B). Jika
df = 20, maka harga t adalah di antara –2,09 sampai +2,09. Kurva distribusi normal t dapat
digambarkan sebagai berikut.
24

Nilai t dapat dicari sebagai berikut.


Pada tingkat keyakinan 95 %, atau taraf signifikan,  = 0,05, maka pada uji dua ekor
diperoleh t/2 atau t0,025 pada df = 10 adalah 2,23; sedangkan pada df = 20 adalah 2,09 (lihat
lampiran B)

Apabila kita mempunyai nilai rata-rata   0 dan standar deviasi   1, maka kita
harus menghitung luas bagian-bagiannya menggunakan tabel luas kurva normal dengan
mengubah variabel X menjadi skala Z menggunakan rumus berikut.

var iabel − mean


Z =
deviasi s tan dar

X −
atau Z =

CONTOH 5

Dalam sebuah distribusi normal dengan mean  = 40 dan deviasi standar  = 10, tentukan
luas kurva normal antara x1 = 30 dan x2 = 60.

PEMBAHASAN

Untuk menentukan luas bagian kurva normal yang dibatasi oleh nilai tertentu, dapat
digunakan tabel kurva normal (lihat Lampiran A).
25

1) Dihitung luas antara x1 = 30 dan  = 40

X − 30 − 40
Z = = = −1
 10

maka luas A = 0,3413

2) Dihitung luas antara  = 40 dan x2 = 60

X − 60 − 40
Z = = =2
 10

maka luas B = 0,4772

Jadi luas antara x1 = 30 dan x2 = 60 adalah (0,3413 + 0,4772) = 0,8185, atau

P(30<X<60) = 0,8185.
26

BAB VI
TEORI SAMPEL DAN ESTIMASI

A. TEORI SAMPEL
Teori sampel mempelajari hubungan-hubungan yang ada antara sebuah populasi dan
sampel-sampel yang diambil dari populasi.

Populasi : keseluruhan elemen yang dihitung yang menjadi pokok pembicaraan.


Sampel : bagian dari populasi.

Distribusi sampling adalah distribusi statistik tertentu dari sampel-sampel


- Dari sebuah populasi diambil sampel berukuran N.
- Setiap sampel, mempunyai nilai mean (rata-rata), standar deviasi, dan varians.

mean populasi : 
populasi parameter-parameter
standar deviasi populasi :  dari populasi
proporsi populasi : P (PARAMETER)

mean sampel : X
statistik dari sampel
standar deviasi sampel : S
Sampel
(STATISTIK)
proporsi sampel : p

B. ESTIMASI
Parameter-parameter dari populasi, biasanya tidak diketahui.
Untuk mengestimasi parameter populasi biasanya digunakan statistik sampel.
Misalnya: X digunakan untuk mengestimasi 
S digunakan untuk mengestimasi 
S2 digunakan untuk mengestimasi 2

Estimasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:


(1) Estimasi titik : berupa sebuah bilangan saja
(2) Estimasi interval : terletak dalam suatu interval tertentu.
27

CONTOH 6.1

Jika kita katakan rata-rata lama studi mahasiswa S1 FIK adalah 9 semester, maka kita telah
memberikan estimasi titik. Tetapi, jika kita katakan dengan tingkat keyakinan tertentu,
bahwa lama studi mahasiswa S1 FIK adalah 9  1 semester, maka kita menggunakan
interval antara 8 semester dan 10 semester. Interval ini disebut sebagai interval keyakinan
(confidence interval).

INTERVAL KONFIDENSI (confidence interval)

Untuk sampel besar (n  30)


Jika populasi mempunyai mean , dan dari populasi tersebut ditarik sampel sebanyak n,
yaitu X1, X2, dan Xn , maka:

a. estimasi untuk mean populasi adalah mean dari sampel


 X
b. interval konfidensi (estimasi) adalah:
X −
untuk sampel besar (n  30), maka berdistribusi normal, sehingga Z =
Sx

S
dengan S x =
n
Pada taraf signifikan,  = 0,05 atau tingkat keyakinan 95 %, maka:
S S
X − Z. <  < X + Z.
n n
S S
X − 1,96. <  < X + 1,96.
n n

CONTOH 6.2

Dari seluruh siswa kelas III SMU se-indonesia diambil sebuah sampel random beranggota
100 siswa. Kemudian anggota sampel diberi tes IQ, yang hasilnya tampak dalam tabel
berikut.

Skor Tes IQ 98 100 105 110 112 120 125 130

Frekuensi 5 10 13 16 25 15 9 7
28

a. Berapa rata-rata IQ siswa kelas III SMU se-indonesia?


b. Berapa interval konfidensi 95 % untuk mengestimasi rata-rata IQ siswa kelas III
SMU se-indonesia?

PEMBAHASAN

a. X =
 fx = 11.250 = 112,5
 f 100
Rata-rata IQ siswa kelas III SMU se-indonesia adalah 112,5

b. S =
 f ( x − x) 2

=
7.845
= 79,24 = 8,9
n −1 99
S S
X − 1,96. <  < X + 1,96.
n n
8,9 8,9
112,5 − 1,96. <  < 112,5 + 1,96.
100 100
112,5 – 1,74 <  < 112,5 + 1,74
110,76 <  < 114,24
Interval konfidensi pada tingkat keyakinan 95 % adalah 110,76 <  < 114,24

Untuk sampel kecil (n 30)


Jika populasi mempunyai mean , dan dari populasi tersebut ditarik sampel sebanyak n,
yaitu X1, X2, dan Xn , maka:

a. estimasi untuk mean populasi adalah mean dari sampel


 X
b. interval konfidensi (estimasi) adalah:
X −
untuk sampel kecil (n  30), maka berdistribusi t, sehingga t =
Sx

S
dengan S x =
n
Pada distribusi t (untuk sampel kecil, n  30), nilai t bervariasi bergantung besarnya
derajat kebebasan (df), sehingga:
29

S S
X − t. <  < X + t.
n n

CONTOH 6.3

Seorang peneliti ingin mengestimasi rata-rata tinggi badan anak-anak Indonesia yang
berusia 17 tahun. Ternyata, dari sebuah sampel random berukuran 25 diperoleh rata-rata
X = 165 cm dengan standar deviasi S = 5 cm.
Carilah interval estimasi dengan keyakinan 95 %, rata-rata tinggi badan anak-anak
Indonesia yang berusia 17 tahun terletak dalam interval tersebut.

PEMBAHASAN

Pada n = 25, derajat kebebasan df = 25-1 = 24


Pada tingkat keyakinan 95 % atau taraf signifikan,  = 0,05, maka pada uji dua ekor
diperoleh t/2 atau t0,025 = 2,064 (lihat lampiran B)
S S
X − t. <  < X + t.
n n
5 5
165 − 2,064. <  < 165 + 2,064.
25 25
1,65 – 2,064 <  < 165 + 2,064
1,65 – 2,064 <  < 165 + 2,064
162, 936 <  < 167, 064
Sehingga, interval estimasi dengan keyakinan 95 %, rata-rata tinggi badan anak-anak
Indonesia yang berusia 17 tahun terletak antara 162, 936 cm sampai dengan 167, 064 cm.
30

BAB VII
PENGUJIAN HIPOTESIS

Hipotesis:
- Dugaan tentang suatu populasi.
- Pernyataan tentang suatu populasi yang kebenarannya perlu diuji.

Dibedakan:

Hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis alternatif (H1)

Ada dua tipe kesalahan:

- Kesalahan tipe I : Menolak hipotesis nol, bila hipotesis nol tersebut benar.
- Kesalahan tipe II : Menerima hipotesis nol, bila hipotesis nol tersebut salah.

Ho benar H1 benar

Terima Ho Keputusan yang benar Kesalahan tipe II

Terima H1 Kesalahan tipe I Keputusan yang benar

Probabilitas melakukan kesalahan tipe I disebut tingkat signifikan (level of significance),


dilambangkan dengan .

Probabilitas melakukan kesalahan tipe II, dilambangkan dengan . Nilai  tidak mungkin
dihitung, kecuali kita memiliki hipotesis alternatif tertentu.

TINGKAT SIGNIFIKAN (level of sicnificance)

Tingkat signifikan () adalah probabilitas menolak hipotesis nol jika ia benar
(probabilitas melakukan kesalahan tipe I). Dua tingkat signifikan yang sering digunakan
adalah 0,01 dan 0,05. Jika hipotesis nol ditolak pada pada tingkat signifikan 0,01 maka
hanya ada satu kesempatan dalam 100 untuk membuat kesalahan. Tetapi, jika hipotesis nol
ditolak pada pada tingkat signifikan 0,05 maka bisa ada lima kesempatan dalam 100 untuk
membuat kesalahan.
31

Dalam uji hipotesis, tingkat signifikansi dan derajat kebebasan digunakan bersama-
sama untuk menentukan nilai kritis, yaitu nilai yang menentukan apakah hipotesis nol
diterima atau ditolak. Dengan melihat pada lampiran di mana derajat kebebasan ada pada
kolom vertikal dan taraf signifikan ada pada baris mendatar, kita dapat menentukan nilai
kritis dengan cara menarik garis mendatar pada derajat kebebasan yang dipilih, dan
menghentikan garis tersebut di bawah taraf signifikan yang dipilih. Angka yang
ditunjukkan di situ, menunjukkan nilai kritis.

DERAJAT KEBEBASAN (degree of freedom)


Derajat kebebasan suatu statistik adalah banyaknya anggota sampel yang bebas
dikurangi banyaknya parameter populasi yang harus diestimasi dari pengamatan sampel.
Derajat kebebasan biasanya dilambangkan dengan df, dan digunakan dalam semua uji
statistik.
Derajat kebebasan ditentukan oleh ukuran sampel, yang besarnya adalah N dikurangi
1 untuk setiap kelompok skor. Sebagai contoh, suatu kelompok yang terdiri dari 20 skor,
maka df = 20-1 = 19. Tetapi, jika terdapat dua kelompok skor, dan setiap kelompok terdiri
dari 10 skor, maka df = (n1-1) + (n2-1) atau n1+n2-2, sehingga df = 10 + 10 – 2 = 18. Makin
besar harga derajat kebebasan (df), distribusi makin mendekati normal.

UJI HIPOTESIS
Ada dua jenis uji hipotesis, yaitu:
1. Uji satu ekor (one-tailed test)
Ho :  = o atau Ho :  = o
H1 :   o H1 :   o

2. Uji dua ekor (two-tailed test)


Ho :  = o
H1 :   o
32

GAMBAR

CATATAN:

Hipotesis nol (Ho) selalu ditulis dengan menggunakan tanda “=” (memberikan nilai
tertentu).

Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis:

1. Menulis hipotesis nol (Ho)


2. Memilih hipotesis alternatif (H1) yang sesuai (uji satu ekor atau uji dua ekor).
3. Menetapkan tingkat signifikan ().
4. Memilih tes statistik yang sesuai, dan menetapkan daerah kritis (daerah penolakan Ho).
5. Menghitung nilai-nilai statistik dari data-data sampel.
6. Membuat keputusan atau simpulan.

Ho ditolak bila nilai statistik “hitung” terletak di daerah kritis, dan Ho diterima
bila sebaliknya.

CONTOH 7

Berikut ini adalah hasil pengukuran data IQ atlet dan non atlet.

Atlet : 107 109 102 100 116 132 107


Non atlet : 103 111 96 87 104 91 93

Uji apakah ada perbedaan yang signifikan antara IQ atlet dan non atlet pada taraf signifikan
0,05!
33

PEMBAHASAN

1. Ho : IQ atlet = IQ non atlet


2. H1 : IQ atlet  IQ non atlet
3.  = 0,05
4. Gunakan uji-t- independent
Lihat Lampiran B (Tabel distribusi-t) untuk menentukan daerah kritis, dengan
menggunakan  = 0,05 dan df = (n1 + n2) – 2, diperoleh:
Daerah kritis : t 0,05; 12 = 2,179

df  ……………… 0,05
. .
. .
. .
. .
12 ……………. 2,179

5. Menghitung t.
Dengan menggunakan rumus uji-t-independent, diperoleh t hitung = 2,41.

6. Simpulan:
Karena t hitung (2,41) > (2,179) t tabel, Ho ditolak.
Jadi ada perbedaan IQ antara atlet dan non atlet.
34

BAB VIII
UJI NORMALITAS

Dalam bab sebelumnya, telah didiskusikan tentang distribusi normal, distribusi t,


dan distribusi F. Masing-masing distribusi memerlukan variabel yang diukur pada skala
pengukuran interval atau rasio, tetapi seringkali salah satu dari variabel diukur dalam skala
nominal. Sesudah data dikumpulkan, perlu diuji apakah data berdistribusi normal ataukah
tidak untuk menyesuaikan dengan teori atau distribusi yang diharapkan dengan mengguna-
kan uji normalitas.

Kuadrat Chi (Chi-square) adalah prosedur statistik yang memungkinkan pengujian


normalitas ini, yaitu dengan membandingkan jumlah frekuensi observasi (FO) dengan
frekuensi harapan (FE) dalam jumlah kategori yang sama berdasarkan distribusi yang
ditetapkan sebelumnya.

Untuk uji normalitas dapat digunakan rumus sebagai berikut.


( FO − FE ) 2
2 = 
FE
di mana:
2 : kuadrat chi (chi-square)
FO : frekuensi observasi (pengamatan)
FE : frekuensi ekspetasi (harapan)

CONTOH 8

Berikut adalah sekelompok skor kekuatan isometrik fleksi siku (dalam kg) dari mahasiswa
tingkat pertama suatu universitas (n = 40). Uji apakah data tersebut berdistribusi normal
pada  = 0,05!

41 46 39 42 34 39 47 49 36 47

29 37 42 38 45 43 36 31 48 33

42 34 44 45 30 46 42 43 30 37

38 43 32 40 35 41 39 45 49 48
35

PEMBAHASAN

1. Ho : sampel berdistribusi normal


2. H1 : sampel berdistribusi tidak normal
3.  = 0,05 dan df = n-3 = 7-3 = 4
4. Titik kritis :  2 (0,05; 4) = 9,488

5. Menghitung  2

Dari data dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut.

Frekuensi Observasi
Interval Kelas Limit Kelas
(FO)

29 – 31 28,5 – 31,5 4
32 – 34 31,5 – 34,5 4
35 – 37 34,5 – 37,5 5
38 – 40 37,5 – 40,5 6
41 – 43 40,5 – 43,5 9
44 – 46 43,5 – 46,5 6
47 - 49 46,5 – 48,5 6

Hasil perhitungan dari tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata () = 40,05 dan
standar deviasi () = 5,66

Sehingga, dapat dihitung harga Z untuk tiap interval kelas sebagai berikut.

X − 28,5 − 40,05 X − 40,5,5 − 40,05


Z1 = = = −2,04 Z5 = = = 0,08
 5,66  5,66

X − 31,5 − 40,05 X − 43,5 − 40,05


Z2 = = = −1,51 Z6 = = = 0,61
 5,66  5,66

X − 34,5 − 40,05 X − 46,5 − 40,05


Z3 = = = −0,98 Z7 = = = 1,14
 5,66  5,66

X − 37,5 − 40,05 X − 49,5 − 40,05


Z4 = = = −0,45 Z8 = = = 1,67
 5,66  5,66
36

Dengan tabel distribusi normal standar, dapat ditentukan luas bagian-bagian kurva
sebagai berikut.

(1) LZ (- 2,04 < Z < -1,51)  LZ (-  < Z < -1,51)


= 0,5 – 0,4345 = 0,0655
(2) LZ (- 1,51 < Z < -0,98) = 0,4345 – 0,3365 = 0,0980
(3) LZ (- 0,98 < Z < -0,45) = 0,3365 – 0,1736 = 0,1629
(4) LZ (- 0,45 < Z < 0,08) = 0,1736 + 0,0139 = 0,2025
(5) LZ ( 0,08 < Z < 0,61 ) = 0,2291 – 0,0139 = 0,1972
(6) LZ ( 0,61 < Z < 1,14 ) = 0,3729 – 0,2291 = 0,1438
(7) LZ ( 1,14 < Z < 1,67 )  LZ ( 1,14 < Z < +  )
= 0,5 – 0,3729 = 0,1271

Dengan demikian frekuensi harapan (FE) untuk masing-masing kelas adalah:

(1) 0,0655 x 40 = 2,62


(2) 0,0980 x 40 = 3,92
(3) 0,1629 x 40 = 6,52
(4) 0,2025 x 40 = 8,22
(5) 0,1972 x 40 = 7,89
(6) 0,1438 x 40 = 5,75
(7) 0,1271 x 40 = 5,08

Tabel Perhitungan  2

( FO − FE ) 2
Interval Kelas FO FE FO – FE
FE

29 – 31 4 2,62 1,38 0,7269


32 – 34 4 3,92 0,08 0,0016
35 – 37 5 6,52 - 1,52 0,3544
38 – 40 6 8,22 - 2,22 0,5996
41 – 43 9 7,89 1,19 0,1795
44 – 46 6 5,75 0,25 0,0109
47 - 49 6 5,08 0,92 0,1666

 2 = 2,0395
37

6. Simpulan

Karena  2 hitung = 2,0395 < 9,488 (0,05; 4), maka Ho diterima.


Jadi data sampel berdistribusi normal.

LATIHAN 8

Berikut adalah data dari 75 siswa.

37 43 27 44 27 27 26 31 35 42 50 35 43 36 26

50 47 36 26 32 32 38 36 21 24 40 39 35 38 36

38 21 17 26 35 22 18 50 30 38 50 16 45 8 34

26 34 28 41 27 39 41 30 23 33 22 31 36 40 54

24 22 8 33 42 41 41 31 34 36 32 20 22 34 41

Uji apakah data tersebut berdistribusi normal pada  = 0,05!


38

BAB IX
UJI HOMOGENITAS

Jika dua populasi X dan Y berdistribusi normal dengan varian sama, dan jika semua
pasangan sampel yang mungkin berukuran n1 dan n2 diambil dari populasi, selanjutnya
rasio dari estimasi varian adalah:

S x2
F=
S y2

di mana dfx = n1-1 dan dfy = n2-1.

Dalam uji homogenitas varians, hipotesis nol adalah dua varian sama, atau Ho:
 x2 =  y2 , dan hipotesis alternatif menyatakan bahwa kedua varian berbeda, atau H1:

 x2   y2 .

Rumus umum untuk menguji hipotesis ini adalah:


S12
F=
S 22

di mana S12 mewakili varian sampel besar dan S 22 mewakili varian sampel kecil,
selanjutnya rumus dapat dituliskan sebagai berikut.

var ian besar


F=
var ian kecil
CONTOH 9

Berikut ini adalah data prestasi belajar pria dan wanita

Pria : 7 6 7 8 6 7 6 8 8 7
Wanita : 8 7 6 5 8 7 7 8 6 6

Uji apakah data kedua kelompok tersebut homogen pada  = 0,05!

PEMBAHASAN

Ho : varian homogen H1 : varian tidak homogen


 = 0,05 dan df (n1-1; n2-1) = 3,18
39

PRIA WANITA

X X- X (X - X )2 Y Y- Y (Y - Y )2

7 0 0 8 1,2 1,44
6 -1 1 7 0,2 0,04
7 0 0 6 - 0,8 0,64
8 1 1 5 -1,8 3,24
6 -1 1 8 1,2 1,44
7 0 0 7 0,2 0,04
6 -1 1 7 0,2 0,04
8 1 1 8 1,2 1,44
8 1 1 6 - 0,8 0,64
7 0 0 6 - 0,8 0,64

70 6 68 9,6

70 68
X = = 7 Y = = 6,8
10 10

S 2
=
x 2

=
6
= 0,667 S 2
=
y 2

=
9,6
= 1,0667
(n − 1) (n − 1)
x y
9 9

S y2 1,0667
F = 2
= = 1,5993
S x 0,667

Dengan df (n1-1; n2-1) dan  = 0,05 maka nilai F tabel = 3,18.

F hitung = 1,5993 < 3,18 F tabel, sehingga kedua varian tersebut adalah homogen.

LATIHAN 9

Dari pengukuran kapasitas aerob maksimal (VO2 max) pada dua kelompok mahasiswa,
diperoleh data sebagai berikut.

Kelompok 1 Kelompok 2

n1 = 20 n2 = 15
x = 42,1 ml/kg/menit x = 44,3 ml/kg/menit
SD1 = 4,7 SD2 = 4,2

Uji apakah kedua kelompok tersebut homogen pada  = 0,05!


40

BAB X
UJI BEDA DUA RATA-RATA (Uji-t)

Konsep Pengujian Perbedaan Rata-rata


Uji signifikansi statistik untuk membandingkan rata-rata (mean) didasari oleh
hubungan antara sifat-sifat dua sampel, yaitu mean dan varians. Perbedaan mean
memberikan informasi tentang pemisahan antara kelompok, dan perbedaan varians
memberikan informasi bagaimana variabel menskor setiap kelompok.
Bentuk yang paling sederhana dari uji statistik adalah perbandingan mean dua
sampel untuk menentukan apakah mean kedua sampel sungguh-sungguh berbeda atau
apakah perbedaan tersebut adalah suatu kebetulan. Seringkali kita melakukan uji beda rata-
rata untuk memeriksa efektivitas sebuah perlakuan, baik dalam bentuk perlakuan melawan
non perlakuan (kontrol) atau pre-treatment melawan post-treatment.

Rasio secara Statistik

Signifikansi perbedaan antara mean group ditetapkan dari sebuah rasio berikut:

perbedaan antara 2 kelompok


rasio =
var iabilitas dalam kelompok

Jika hipotesis nol (Ho) salah (perbedaan signifikan), rasio tersebut menjadi:

efek perlakuan + kesalahan


rasio =
kesalahan

Jika Ho benar, maka:


kesalahan
rasio =
kesalahan
Jika varians kesalahan meningkat, efek perlakuan adalah tampak jelas dan rasio nilainya
mendekati 1 (satu). Rasio yang lebih besar merupakan efek perlakuan yang lebih signifikan.
41

A. Dua sampel bebas (independent)

Syarat: - varian homogen


- n 1 < 30 dan n 2 < 30

Untuk n 1 = n 2 , digunakan rumus berikut.

X −Y
t =
1 1
S +
n1 n 2

S=
x +y 2 2

n1 + n2 − 2

( X ) 2 ( Y ) 2
x 2
=X − 2

n1
dan y 2
= Y −
2

n2

CONTOH 10.1

Berikut ini adalah hasil pengukuran data IQ atlet dan non atlet.

Atlet : 107 109 102 100 116 132 107


Non atlet : 103 111 96 87 104 91 93

Uji apakah ada perbedaan yang signifikan antara IQ atlet dan non atlet pada taraf
signifikan 0,05!

PEMBAHASAN

Ho: 1 = 2
H1: 1  2
 = 0,05 dan df = n1 + n2 -2 = 12, sehingga t kritis (0,05: 12) = 2,179
42

Tabel 10.1
Perhitungan Uji-t Independen pada Perbandingan IQ Atlet dan Non-Atlet

X (Atlet) Y (Non-Atlet)

107 103
109 111
102 96
100 87
116 104
132 91
107 93

X = 773 Y = 685
X2 = 86.063 Y2 = 67.461
(X)2 / n= 85.361,3 (Y)2 / n = 67.032,1
x2 = 701,7 y2 = 428,9
773 685
X = = 110,4 Y= = 97,9
7 7
701,7 + 428,9
S= = 9,7
12

(110,4 − 97,9) 12,5


t = = = 2,41
1 1 5,19
9,7 . +
7 7

Karena t hitung (2,41) > (2,179) t tabel, maka Ho ditolak. Jadi ada perbedaan IQ antara
atlet dan non atlet.

Untuk n 1  n 2 , dapat digunakan rumus yang sama.

CONTOH 10.2

Berikut ini adalah hasil unjuk kerja sit-up pada siswa puteri tingkat 2 dan tingkat 5.

Tingkat 2 : 16 21 17 24 21 19 22 23 18
Tingkat 5 : 29 26 33 29 28 26
Uji apakah ada perbedaan yang signifikan pada unjuk kerja sit-up antara siswa puteri
tingkat 2 dan tingkat 5 pada taraf signifikan 0,05!
43

PEMBAHASAN
Tabel 10.2
Hasil unjuk kerja Sit-up pada siswa puteri tingkat 2 dan tingkat 5

X (tingkat 2) Y (tingkat 5)

16 29
21 26
17 33
24 29
21 28
19 26
22
23
18
X = 181 Y = 171
X2 = 3.701 Y2 = 4.907
(X)2 / n = 3.640,11 (Y)2 / n = 4.873,50
x2 = 60,89 y2 = 33,50
n1 = 9 n2 = 6
181 171
X = = 20,11 Y= = 28,50
9 6
60,89 + 33,50
S= = 2,69
13

(20,11 − 28,50) 8,39


t = =− = −5,91
1 1 1,42
2,69 . +
9 6

Karena t hitung (5,91) > (2,160) t tabel, Ho ditolak. Jadi ada perbedaan hasil unjuk
kerja Sit-up antara siswa puteri tingkat 2 dan tingkat 5.
44

B. Dua sampel berhubungan (dependent) atau correlated sample

D
t = dengan df = n-1
 ( D ) 
2

 D −
2

 n 
 n(n − 1) 
 
 

CONTOH 10.3

Dalam kelas bola basket yang beranggotakan 10 orang, dilakukan penelitian untuk
mengetahui ada/tidaknya peningkatan skor kecepatan melakukan shooting setelah
berlatih selama 12 minggu. Data yang diperoleh dari tes kecepatan shooting, adalah
sebagai berikut.

Skor sebelum berlatih Skor sesudah berlatih


Subjek
selama 12 minggu selama 12 minggu

A 10 12
B 12 15
C 9 10
D 11 10
E 8 12
F 9 11
G 13 14
H 8 11
I 7 9
J 9 10

PEMBAHASAN

Ho : 1 =  2 dan H1 : 1   2

 = 0,05 dan df = n-1 = 9 daerah kritis : t 0,05; 9 = 2,262


45

Menghitung t

X Y D D2

10 12 2 4
12 15 3 9
9 10 1 1
11 10 -1 1
8 12 4 16
9 11 2 4
13 14 1 1
8 11 3 9
7 9 2 4
9 10 1 1

D = 18 D2 = 50
D
t =
( D ) 2
D 2

n
n(n − 1)

1,8 1,8 1,8


t = = = = 4,07
50 − 32,4 0,196 0,442
90
Simpulan:
Karena t = 4,07 > 2,262 (0,05; 9), maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Jadi ada perbedaan skor kecepatan melakukan shooting sebelum dan setelah berlatih
selama 12 minggu, atau ada peningkatan kecepatan melakukan shooting setelah berlatih
selama 12 minggu.

C. Uji-t untuk Varian Heterogen

Uji-t sampel-sampel independent peka terhadap varians-varians yang tidak sama


(heterogen) jika 1= 2. Meskipun demikian, untuk sampel-sampel yang ukurannya
tidak sama, efek varian yang tidak sama juga penting. Sampel yang ukurannya kecil
mempunyai peluang varians yang sangat besar sehingga memberikan peluang yang
besar untuk terjadinya kesalahan tipe I.
46

Untuk menentukan nilai t pada sampel-sampel dengan varians yang tidak sama,
dapat digunakan rumus sebagai berikut.

x1 − x 2
t=
2 2
S1 S
+ 2
n1 n2

Derajat kebebasan (df) untuk sampel-sampel tersebut adalah:


( S1 / n1 + S 2 / n2 )
2 2

df = 2 2
 S1 2   1   S 2 2   1 
   +   
 n1   n1 − 1  n2   n2 − 1
47

LATIHAN 10

1. Seorang pelatih menggunakan metode berbeda untuk melatihkan program kebugaran


pada dua kelompok. Gunakan uji-t untuk menunjukkan jika unjuk kerja dari dua
kelompok sesudah tes berbeda secara signifikan pada  = 0,05.

Kelompok I Kelompok II

88 87 94 82 92 92
93 90 88 86 89 93
91 86 87 89 85 94
82 92 87 88 89 89
85 89 90 91 92 94

2. Gunakan uji-t pada  = 0,05 untuk menunjukkan jika satu kelompok yang terdiri dari
10 orang mengalami perubahan yang signifikan dalam persen lemak tubuh sesudah
berpartisipasi selama 15 minggu dalam suatu program latihan.

Persen lemak tubuh Persen lemak tubuh


Subjek
sebelum latihan sesudah latihan

A 26 21
B 17 15
C 18 16
D 20 16
E 21 18
F 25 21
G 19 16
H 21 18
I 27 23
J 21 17
48

BAB XI
ANALISIS VARIANS

Analisis varians merupakan suatu metode untuk membandingkan tiga atau lebih
rata-rata sampel. Misalnya, kita ingin membandingkan tiga jenis program latihan, antara
lain: (1) program jantung sehat, (2) program latihan beban, dan (3) program pengurangan
berat. Untuk melihat perbedaan dari ketiga program tersebut, dapat digunakan ANAVA.

Lambang-lambang yang digunakan pada ANAVA

N = jumlah skor seluruh kelompok


n = jumlah skor dalam kelompok
k = jumlah kelompok
r = jumlah baris
JKT = jumlah kuadrat total
JKD = jumlah kuadrat dalam kelompok
JKA = jumlah kuadrat antara kelompok
JKS = jumlah kuadrat subjek
JKE = jumlah kuadrat error

Derajat kebebasan untuk JKT = N-1


Derajat kebebasan untuk JKD = N-k
Derajat kebebasan untuk JKA = k-1
Derajat kebebasan untuk JKS = r -1
Derajat kebebasan untuk JKE = (k-1)(r-1)

Langkah-langkah dalam ANOVA

No. Independent Sample Dependent Sample

1. Menghitung grand X dan grand X2 Sama


2. Menghitung faktor koreksi (C) Sama
3. Menghitung JKT, JKA, dan JKD Menghitung JKT, JKA, JKS, dan JKE
4. Menentukan derajat kebebasan dari Menentukan derajat kebebasan dari JKT,
JKT, JKA, dan JKD JKA, JKS, dan JKE
49

No. Independent Sample Dependent Sample

5. Menghitung MSA dan MSD Menghitung MSA, MSS, dan MSE


JKA JKD JKA JKS
MSA = dan MSD = MSA = MSS =
k −1 N −k k −1 r −1
JKE
MSE =
(k − 1)(r − 1)

MSA MSA
6. Menghitung: F = Menghitung: F =
MSD MSE
7. Membandingkan F hitung dan F tabel Membandingkan F hitung dan F tabel
8. Menyimpulkan Menyimpulkan

Ringkasan Tabel Anava Sampel Independent

Sumber Variasi Jumlah Kuadrat Derajat Kebebasan Estimasi Varians (MS) F

Antara JKA k -1 JKA / k-1 (=A) A/B


Dalam JKD N-k JKD / N-k (=B)

Total JKT N-1

Ringkasan Tabel Anava Sampel Dependent

Sumber Variasi Jumlah Kuadrat Derajat Kebebasan Estimasi Varians (MS) F

Subjek JKS r -1 JKS / r-1


Antara JKA k–1 JKA / k-1 (=A) A/B
Error JKE (r-1)(k-1) JKE / (r-1)(k-1) (=B)

Total JKT
50

CONTOH 11.1 (Independent Sample)

Tabel berikut menunjukkan hasil pengukuran yang diperoleh dari 4 kelompok subjek pada
unjuk kerja Panjat Tebing, dengan pembagian sebagai berikut: (1) Mental, (2) Fisik-
Mental, (3) Fisik, dan (4) Kontrol.

Kelompok Hasil Pengukuran

(1) 16,0 17,0 17,5 18,5 19,0 17,5


(2) 17,5 19,0 19,5 21,0 21,0 20,0
(3) 17,5 18,5 19,5 20,5 21,5 19,5
(4) 15,0 16,5 17,0 18,0 18,0 16,5

Gunakan ANAVA untuk menguji hipotesis nol, Ho: 1= 2= 3= 4 ( = 0,05)!

PEMBAHASAN

X1 X 12 X2 X 22 X3 X 32 X4 X 42

16,0 256,00 17,5 306,25 17,5 306,25 15,0 225,00


17,0 289,00 19,0 361,00 18,5 342,25 16,5 272,25
17,5 306,25 19,5 380,25 19,5 380,25 17,0 289,00
18,5 342,25 21,0 441,00 20,5 420,25 18,0 324,00
19,0 361,00 21,0 441,00 21,5 462,25 18,0 324,00
17,5 306,25 20,0 400,00 19,5 380,25 16,5 272,25

X 105,5 118,0 117,0 101,0


X2 1.860,75 2.329,50 2.291,50 1.706,50

Grand X = 441,5
Grand X2 = 8.188,25
(Grand  X ) 2 (441,5) 2
Faktor koreksi (C ) = = = 8.121,76
N 24

JKT = Grand X2 – C = 8.188,25 – 8.121,76 = 66,49


51

 (105,5) 2 (118,0) 2 (117,0) 2 (101,0) 2 


JKA =  + + +  − C = 8.157,38 − 8.121,76 = 35,62
 6 6 6 6 

JKD = JKT - JKA = 66,49 – 35,62 = 30,87

JKD 30,87 30,87 JKA 35,62 35,62


MSD = = = = 1,54 MSA = = = = 11,87
N −k 24 − 4 20 k −1 4 −1 3

MSA 11,87
F = = = 7,71
MSD 1,54

Daerah kritis F (3; 20) pada  = 0,05 adalah 3,10 (lihat Lampiran C).
F hitung (7,71) > (3,10) F tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Simpulan: Ada perbedaan yang signifikan di antara 4 kelompok.

Ringkasan Tabel Anava

Sumber Variasi JK df MS F

Antara 35,62 3 11,87 7,71


Dalam 30,87 20 1,54

Total 66,49 23
52

CONTOH 11.2 (Dependent Sample)

Seorang pelatih bola basket ingin menentukan apakah kegaduhan suara menjadi faktor
kegagalan tembakan. Ia mengambil sampel 10 anggota tim bola basket dan menyusun 3
kondisi perbedaan suara, yaitu: (1) tidak ada suara (no sound), (2) suara sedang (medium
sound), dan (3) suara keras (loud sound). Setiap anggota tim diminta melakukan 15
tembakan untuk setiap kondisi, dan hasil pengukurannya ditunjukkan seperti berikut ini.

Subjek No Sound Medium Sound Loud Sound

1 11 12 10
2 9 10 9
3 10 12 9
4 8 10 9
5 12 12 10
6 10 11 9
7 12 13 11
8 9 9 9
9 10 11 8
10 9 10 10

Gunakan ANAVA untuk menguji hipotesis nol, Ho: 1= 2= 3 ( = 0,05)!
PEMBAHASAN

X1 X 12 X2 X 22 X3 X 32  Row ( Row)2

11 121 12 144 10 100 33 1089


9 81 10 100 9 81 28 784
10 100 12 144 9 81 31 961
8 64 10 100 9 81 27 729
12 144 12 144 10 100 34 1156
10 100 11 121 9 81 30 900
12 144 13 169 11 121 36 1296
9 81 9 81 9 81 27 729
10 100 11 121 8 64 29 841
9 81 10 100 10 100 29 841

100 110 94 304 9326

1016 1224 890


53

Grand X = 100 + 110 + 94 = 304


Grand X2 = 1016 + 1224 + 890 = 3130
(Grand  X ) 2 (304) 2
Faktor koreksi (C ) = = = 3.080,53
N 30

JKT = Grand X2 – C = 3.130 – 3.080,53 = 49,47

 (100) 2 (110) 2 (94) 2 


JKA =  + +  − C = 3.093,60 − 3.080,53 = 13,07
 10 10 10 

Grand ( Rows ) 2 9.326


JKS = −C = − 3.080,53 = 3.108,67 − 3.080,53 = 28,14
3 3

JKE = JKT - JKA – JKS = 49,47 – 13,07 – 28,14 = 8,26

JKA 13,07
MSA = = = 6,54
k −1 3 −1

JKS 28,14
MSS = = = 3,13
r − 1 10 − 1

JKE 8,26
MSE = = = 0,46
(k − 1)(r − 1) (2)(9)
MSA 6,54
F = = = 14,22
MSE 0,46

Daerah kritis F (2; 18), pada  = 0,05 adalah 3,55 (lihat Lampiran C).
F hitung (14,22) > (3,55) F tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Simpulan: Ada perbedaan yang signifikan di antara 3 kelompok.

Ringkasan Tabel Anava

Sumber Variasi JK df MS F

Subjek 28,14 9 3,13


Antara 13,07 2 6,54 14,22
Error 8,26 18 0,46
54

KELOMPOK III

Seorang peneliti merumuskan hipotesis bahwa latihan isometrik atau isotonik dapat
meningkatkan unjuk kerja dalam lompat tegak (vertical jump). Secara random ia membagi
subjek ke dalam 3 (tiga) kelompok. Satu dari ketiga kelompok sebagai kelompok kontrol
dan lainnya sebagai kelompok eksperimen. Selama 8 minggu, satu kelompok eksperimen
dilatih isometrik dan kelompok lainnya dilatih isotonik. Pada akhir eksperimen, setiap
subjek diuji untuk 5x lompatan, dan rata-rata skornya adalah sebagai berikut.

Kontrol Isometrik Isotonik


24 22 29
21 23 24
23 24 25
21 22 26
25 25 28

a. Uji hipotesis nol, Ho: 1= 2= 3 pada  = 0,05!


b. Jika terdapat perbedaan pada ketiga kelompok, ujilah dengan Prosedur Tukey’s,
kelompok-kelompok mana yang menyebabkan perbedaan?
55

BAB XII
PROSEDUR TUKEY’S (HSD)

Dalam analisis varians, uji F hanya memberikan indikasi tentang ada tidaknya
perbedaan antara mean-mean populasi. Uji F tidak dapat menunjukkan seberapa besar
derajat beda antara satu mean dengan mean lainnya. Dalam contoh 11.1 pada Bab XI
(tentang analisis varian), ditunjukkan adanya beda yang signifikan pada unjuk kerja Panjat
Tebing di antara 4 (empat) kelompok subjek, yaitu: (1) Mental, (2) Fisik-Mental, (3) Fisik,
dan (4) Kontrol. Tetapi, walaupun secara keseluruhan terdapat perbedaan antar mean
tersebut, belum tentu terdapat perbedaan antara kelompok 1 dan 2, antara 1 dan 3, dan
sebagainya.
Jika sudah diketahui terdapat beda yang signifikan antara mean-mean populasi,
peneliti dapat mengetahui lebih lanjut bagaimana signifikannya beda-beda tersebut dengan
menggunakan prosedur Tukey’s , yaitu uji dengan mencari harga HSD (Highly Significance
Difference).

MSD
HSD pada taraf signifikan  = 0,05 adalah HSD0,05 = (q0,05 )
n
Catatan: Nilai MSD dapat dilihat pada pembahasan ANAVA.
Nilai q0,05 dapat dilihat pada Lampiran G.

Beda dikatakan signifikan, jika: beda antar dua mean > HSD0,05

CONTOH 12

Dengan melihat contoh 11.1 pada bab XI, sebagai berikut.

I II III IV
Mental Fisik-Mental Fisik Kontrol
16,0 17,5 17,5 15,0
17,0 19,0 18,5 16,5
17,5 19,5 19,5 17,0
18,5 21,0 20,5 18,0
19,0 21,0 21,5 18,0
17,5 20,0 19,5 16,5
X 1 = 17,58 X 2 = 19,67 X 3 = 19,50 X 4 = 16,83

Tentukan bagaimana signifikansi beda antar dua mean pada pengukuran tersebut?
56

PEMBAHASAN

MSD
HSD0,05 = (q0,05 )
n
q 0,05 dicari pada Lampiran G dengan df = N-k = 24-4 =20 dan jumlah perlakuan k = 4
adalah 3,96.

1,54
Sehingga, HSD0,05 = (3,96) = 2,02
6
Selanjutnya, harga HSD0,05 dibandingkan dengan beda antar dua mean.
Beda dikatakan signifikan, jika: beda antar dua mean > HSD0,05

Beda antara X 1 dan X 2 adalah 17,58 − 19,67 = 2,09 signifikan

Beda antara X 1 dan X 3 adalah 17,58 − 19,50 = 1,92 tidak signifikan

Beda antara X 1 dan X 4 adalah 17,58 − 16,83 = 0,75 tidak signifikan

Beda antara X 2 dan X 3 adalah 19,67 − 19,50 = 0,17 tidak signifikan

Beda antara X 2 dan X 4 adalah 19,67 − 16,83 = 2,84 signifikan

Beda antara X 3 dan X 4 adalah 19,50 − 16,83 = 2,67 signifikan

Hasil penerapan prosedur Tukey’s pada data yang diberikan pada bab XI, dapat dirangkum
sebagai berikut.
I II III IV
Kelompok Mean
17,58 19,67 19,50 16,83

I 17,58 - 2,09a 1,92 0,75


II 19,67 2,09a - 0,17 2,84 a
III 19,50 0,17 - 2,67 a
IV 16,83 2,84 a
a
Signifikansi pada taraf signifikan  = 0,05; q0,05 = 2,02
Dengan prosedur Tukey’s dapat diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan
antara kelompok I dan II, antara kelompok II dan IV, serta antara kelompok III dan IV.
Tetapi, antara kelompok I dan IV sebagai kelompok kontrol tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan. Begitu pula antara kelompok I dan III, serta antara kelompok II
dan III.
57

BAB XIII
KORELASI

Korelasi digunakan untuk melihat besarnya derajat hubungan di antara dua


variabel berpasangan. Derajat hubungan di antara kedua variabel ditunjukkan oleh suatu
indeks yang disebut koefisien korelasi. Koefisien korelasi yang banyak digunakan adalah
koefisien korelasi product moment (Pearson) yang dinotasikan dengan r atau koefisien
korelasi dari Spearman yang dinotasikan . Koefisien korelasi ini tanpa satuan pengukuran,
dan mempunyai rentang dari 0,00 sampai 1,00 dalam arah positif atau negatif.

Harga koefisien korelasi mencakup 2 (dua) aspek, yaitu:

1) Magnitude (besaran/kekuatan)

Kekuatan r → 0   r   1

Sangat Sangat
lemah kuat
 
0 0,1 0,25 0,5 0,75 0,9 1
    
Tidak ada Lemah Korelasi Kuat Korelasi
korelasi sedang/cukup sempurna

2) Direction (arah)

R > 0 (arah positif)


R < 0 (arah negatif)
58

a. Koefisien Korelasi Product Moment (Pearson)

Untuk menentukan besarnya koefisien korelasi product moment (r), digunakan


rumus sebagai berikut.

n XY −  X  Y
r =
n X 2

− ( X ) 2 n Y 2 − ( Y ) 2 
CONTOH 13.1

Tabel 13.1
Hubungan antara ketinggian vertikal dan waktu melemparkan bola ke arah atas
(Kecepatan awal = 64 ft/sec)

Ketinggian vertikal S (ft) Waktu Elapsed t (sec)


(X) (Y)

28 0,5
48 1,0
60 1,5
64 2,0
60 2,5
48 3,0
28 3,5
0 4,0

X = 336 Y = 18
XY = 672
X2 = 17.472 Y2 = 51

n XY − ( X )( Y )
r=
n X 2

− ( X ) 2 n Y 2 − ( Y ) 2 
8(672) − (336)(18)
r=
8(17.472) − (336)  8(51) − (18) 
2 2

r hitung = - 0,447

Simpulan: Terdapat korelasi negatif cukup di antara ketinggian vertikal dan


waktu elapsed.
59

B. Rank-Order Correlation Coefficient (Spearman)

Korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan di antara dua variabel


dengan distribusi sampel tidak normal. Koefisien korelasi Spearman dilambangkan
dengan . Untuk menentukan besarnya koefisien korelasi () ini digunakan rumus
sebagai berikut.

6 d 2
 = 1−
n(n 2 − 1)

Langkah-langkah penentuan rank-order adalah:

1) Data diberi ranking, dapat dimulai dari data terbesar sampai data terkecil, atau
sebaliknya.
2) Bilamana terdapat data kembar, maka pemberian rangking dapat dilakukan dengan
menjumlahkan urutan ranking dan selanjutnya dibagi banyaknya data kembar.

CATATAN: Jangan mengubah pasangan data !!!

CONTOH 13.2
Tabel 13.2
Perhitungan Koefisien Korelasi Spearman

Kematangan Sikap menuju Rank 1 Rank 2


No. D D2
emosional kedewasaan (R1) (R2)

1 40 19 4,0 2,0 2,0 4,00


2 36 17 7,0 5,5 1,5 2,25
3 35 15 9,0 8,0 1,0 1,00
4 41 12 3,0 10,0 -7,0 49,00
5 39 14 5,5 9,0 -3,5 12,25
6 42 18 2,0 3,0 -1,0 1,00
7 39 21 5,5 1,0 4,5 20,25
8 46 17 1,0 5,5 -4,5 20,25
9 35 17 9,0 5,5 3,5 12,25
10 35 17 9,0 5,5 3,5 12,25

 D2 = 134,50
6 d 2
 = 1−
n(n 2 − 1)
60

6 (134,50) 807,00
 = 1− = 1− = 1 − 0,815 = 0,185
10(10 − 1)
2
990
Simpulan : Terdapat korelasi yang lemah antara kematangan emosional dan sikap menuju
kedewasaan.

C. Uji Kebermaknaan Koefisien Korelasi

Untuk menguji hipotesis  = 0 untuk populasi (atau untuk menentukan koefisien


sampel signifikan secara statistik), dapat digunakan rumus berikut. (dianggap  = r)

r n−2
t = dan df = n − 2
1− r2
di mana:
n = banyaknya pasangan skor
r = koefisien perbedaan rank yang dihitung

Pengujian hipotesis statistik dalam situasi ini adalah Ho:  = 0, dan hipotesis
alternatif H1:   0. Jika Ho ditolak, koefisien korelasi adalah signifikan atau bermakna
secara statistik.

CONTOH 13.3

Sebagai contoh, seandainya kita memperoleh koefisien korelasi -0,40 di antara


pengambilan oksigen maksimum yang diukur dengan uji treadmill dan unjuk kerja dalam
lari cepat 200 yard pada 38 mahasiswa pendidikan jasmani tingkat awal. Dalam contoh ini,
kita menguji Ho:  = 0 melawan hipotesis alternatif H1:   0, di mana n = 38.

r n−2 − 0,40 38 − 2 − 0,40 36


t = = =
1− r2 1 − (−0,40) 2 1 − 0,16

− 0,40 (6) − 2,40


t = = = − 2,617
0,84 0,917

Jika  = 0,05; t kritis untuk derajat kebebasan 36 adalah 2,029 (lihat Lampiran B). Oleh
karena t hitung lebih besar dari nilai t kritis, Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi disimpulkan
61

bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengambilan oksigen maksimal dan unjuk
kerja lari cepat 220 yard.

D. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk memberikan gambaran besarnya kontribusi


suatu variabel terhadap variabel yang lain dalam hubungan linear antar variabel. Harga
koefisien determinasi menujukkan persentase variasi total dalam variabel dependent (Y)
yang dapat dihitung dari hubungan linear antara variabel dependent dan variabel
independent (X dan Y).
Koefisien determinasi = r2 x 100 %

CONTOH 13.4

Bila diketahui hubungan antara ketinggian vertikal dan waktu melemparkan bola ke arah
atas, memberikan harga koefisien korelasi sebesar 0,447. Berapa persenkah kontribusi
ketinggian vertikal pada besarnya waktu untuk melempar bola ke arah atas?

PEMBAHASAN

Koefisien determinasi = r2 x 100 = (0,447)2 X 100 = 19,98 %

Jadi besarnya kontribusi ketinggian vertikal pada besarnya waktu untuk melempar bola ke
arah atas adalah 19,98 %.
62

LATIHAN 13

1. Sekelompok pemain sepakbola sebanyak 20 orang diranking menurut kemampuannya


oleh dua pelatih sepakbola, selanjutnya diberi tes perorangan untuk mengukur
aggresion (motivasi internal) sebagai faktor perorangan.

Skor Skor
Ranking Ranking
Subjek motivasi Subjek motivasi
kemampuan kemampuan
internal internal

1 9 15 11 8 14
2 4 16 12 13,5 14
3 20 17 13 13,5 10
4 2 16 14 1 12
5 13,5 16 15 6,5 15
6 6,5 19 16 16 17
7 18 15 17 11 11
8 4 13 18 18 16
9 18 17 19 4 10
10 10 19 20 13,5 14

a. Tentukan besarnya hubungan antara kemampuan yang dinilai oleh pelatih dengan
motivasi internal yang diukur melalui tes psikologi!
b. Apakah hubungan tersebut siginifikan secara statistik pada  = 0,05?

2. Skor dari sekelompok individu pada tes bakat dan sikap dalam memasuki profesi jenis
tertentu, adalah sebagai berikut.

Skor Bakat Skor Sikap Skor Bakat Skor Sikap


12 13 15 17
15 18 16 14
18 19 13 12
12 14 17 13
18 23 16 15
14 17 11 18
16 18 10 15
13 18 9 13
20 15 15 10

Hitung koefisien korelasi perbedaan rank Spearman antara bakat dan sikap yang diukur
melalui tes tersebut!
63

3. Gunakan metode koefisien korelasi product moment untuk menerangkan hubungan di


antara skor sit-up selama dua menit dan tes physical-fitness (kebugaran fisik). Sesudah
anda menemukan nilai r, intepretasikan nilai yang diperoleh!

Siswa Skor Sit-up Skor PF

A 45 81
B 51 94
C 30 91
D 55 75
E 32 65
F 42 82
G 41 85
H 52 65
I 61 73
J 39 85
K 38 93
L 37 51
M 41 65
N 42 73
O 42 74
P 43 79
Q 38 42
R 39 65
S 45 54
T 43 63
64

BAB XIV
ANALISIS REGRESI

Kita sering ingin memprediksi sesuatu dari sesuatu yang sudah diketahui, misalnya:
- memprediksi prestasi belajar anak dari kecerdasan dan perbendaharaan kata (kosa kata).
- Memprediksi berat badan orang pada kelompok umur tertentu dari tinggi badannya.

Analisis Regresi

a. memberikan dasar untuk mengadakan prediksi.


b. memberikan dasar untuk pembahasan mengenai anakova.

Suatu variabel dapat diramalkan dari variabel lain apabila antara variabel yang
diprediksikan (kriterium) dan variabel yang memprediksikan (prediktor) terdapat korelasi
yang signifikan.

Korelasi antara variabel kriterium dengan variabel prediktor dapat dilukiskan dalam suatu
garis yang disebut garis regresi.

Suatu garis regresi dapat dinyatakan dalam persamaan matematik. Persamaan ini disebut
persamaan regresi.

Untuk garis regresi linear dengan satu variabel prediktor persamaannya adalah:

Y = aX + k

dengan: Y = kriterium, X = prediktor, a = koefisien prediktor, k = bilangan konstan

Persamaan regresi untuk:


a) Dua prediktor : Y = a1X1 + a2X2 + k
b) Tiga prediktor : Y = a1X1 + a2X2 + a3X3 + k

Untuk menentukan persamaan garis regresi tersebut, harga-harga koefisien prediktor dan
bilangan konstannya dapat dicari dari data yang diselidiki.
65

ANALISIS REGRESI LINEAR : SATU PREDIKTOR

Tugas pokok dari analisis regresi adalah:

(1) Mencari korelasi antara kriterium dengan prediktor.


(2) Menguji signifikansi korelasi.
(3) Menentukan persamaan garis regresi.

CONTOH 14.1

“Apakah berat orang pada kelompok umur tertentu dapat diramalkan dari tinggi
badannya?”

Pekerjaan analisis dimulai dengan:

1. Mengumpulkan data tinggi badan dan berat badan (misal sebanyak 10 orang, atau n =
10)
2. Mencari korelasi (r) antara prediktor X dan kriterium Y, melalui teknik korelasi produk
moment.
3. Membandingkan r hitung dengan r tabel pada n = 10 atau dk = 10 – 1 pada  = 0,01
atau 0,05, lalu disimpulkan.
4. Mencari harga a dan k dengan metode skor kasar atau metode skor deviasi.
5. Sesudah harga a dan k diketahui, selanjutnya menentukan persamaan garis regresinya.
6. Dari persamaan garis regresi, meramalkan berat badan seseorang bila tinggi badannya
diketahui, misal: X = 165.
66

Berikut data tinggi badan dan berat badan dari 10 mahasiswa.

Tinggi badan (cm) Berat badan (kg)


Subjek
X Y
1 168 63
2 173 81
3 162 54
4 157 49
5 160 52
6 165 62
7 163 56
8 170 78
9 168 64
10 164 61

1) Mencari korelasi (r) antara kriterium dan prediktor

Dari data dapat ditentukan nilai:

X = 1.650  X 2 = 272.460  X Y = 102.732


Y = 620  Y2 = 39.432

n XY − ( X )( Y )
r=
[ n X 2 − ( X ) 2 ] [ n Y 2 − ( Y ) 2

r = 0,946

2) Menguji signifikansi korelasi

r n−2 0,946 10 − 2 0,946 8 2,68


t = = = = = 8,27
1− r2 1 − (0,946) 2 1 − 0,895 0,324

Karena t = 8,27 > 2,306 (0,05; 8), maka Ho ditolak. Jadi ada hubungan yang signifikan
antara tinggi badan dan berat badan.

3) Menentukan persamaan garis regresi

Dengan skor kasar, dicari dari persamaan:

(1)  X Y = a X 2 + kX
(2) Y = aX + nk
67

atau
(1) 102.732 = 272.460 a + 1.650 k
(2) 620 = 1.650 a + 10 k

Membagi (1) dengan 1.650 dan (2) dengan 10, maka:

(3) 62,26 = 165,13 a + k


(4) 62 = 165 a + k
(5) 0,26 = 0,13 a a = 2
(6) 62 = 165 (2) + k k = -268

Persamaan garis regresi adalah : Y = 2X – 268

ANALISIS REGRESI LINEAR : DUA PREDIKTOR

Prinsip-prinsip untuk memprediksikan kriterium dari dua prediktor sama halnya


dengan satu prediktor. Persamaan garis regresi dua prediktor, dapat dituliskan sebagai
berikut:
Y = a1X1 + a2X2 + K
Dalam skor deviasi, persamaan dapat dituliskan:
y = a1x1 + a1x2
Perhitungan menggunakan skor deviasi dapat dikerjakan lebih mudah daripada skor kasar.
Untuk menyelesaikan perhitungan garis regresi y = a1x1 + a1x2 , harga koefisien prediktor
a1 dan a2 dapat dicari dari persamaan:
(1) x y = a x + a x x
1 1
2
1 2 1 2

(2) x y = a x x + a x
2 1 1 2 2
2
2
68

CONTOH 14.2
Seorang pelatih ingin mengetahui apakah kemampuan pull-up dapat diprediksikan dari
kekuatan otot lengan dan otot perut. Untuk itu, pelatih tersebut melakukan pengukuran pada
10 (sepuluh) atlet, dan data yang diperoleh sebagai berikut.

Kekuatan Otot Lengan Kekuatan Otot Perut Kemampuan Pull-up


Atlet
(X1) (X2) (Y)

1 34 18 12
2 27 15 10
3 29 16 12
4 35 20 15
5 30 18 11
6 28 15 10
7 36 20 12
8 32 17 11
9 27 15 10
10 25 12 9

Dengan kalkulator kita dapat memperoleh:


N = 10
X1 = 303 X12 = 9.309 X1X2 = 5.110
X2 = 166 X12 = 2.812 X1Y = 3.440
Y = 112 Y2 = 1.280 X2Y = 1.891
( X 1 ) 2 (303) 2
x = X −
2
1 1
2

N
= 9.309 −
10
= 9.309 − 9.180,9 = 128,1

( X 2 ) 2 (166) 2
 x22 =  X 22 − N
= 2.812 −
10
= 2.812 − 2.755,6 = 56,4

( Y ) 2 (112) 2
 y = Y −
2 2

N
= 1.280 −
10
= 1.280 − 1.254,4 = 25,6

( X 1 ) ( X 2 ) (303) (166)
x x1 2 =  X1X 2 −
N
= 5.110 −
10
= 5.110 − 5.029,8 = 80,2

( X 1 ) ( Y ) (303) (166)
x y = X Y −
1 1
N
= 3.440 −
10
= 3.440 − 3393,6 = 46,4
69

( X 2 ) ( Y ) (166) (112)
x 2 y =  X 2Y −
N
= 1.891 −
10
= 1.891 − 1.859,2 = 31,8

Persamaan simultan untuk menemukan a1 dan a2 adalah:


(1) x y = a x + a x x
1 1
2
1 2 1 2

(2) x y = a x x + a x
2 1 1 2 2
2
2

Angka yang diperoleh di atas, disubstitusikan ke dalam rumus:


(1) 46,4 = 128,1 a1 + 80,2 a2 (dibagi 80,2)
(2) 31,8 = 80,2 a1 + 56,4 a2 (dibagi 56,4)
diperoleh
(3) 0,579 = 1,597 a1 + a2
(4) 0,564 = 1,422 a1 + a2 (3) – (4)
0,015 = 0,175 a1
a1 = 0,086
a2 = 0,442

Persamaan garis regresi dari skor deviasi:


y = a1x1 + a2 x2
Y – Y = a1 ( X 1 − X 1 ) + a2 ( X 1 − X 1 )

Y = a1 ( X 1 − X 1 ) + a2 ( X 1 − X 1 ) + Y
Dari perhitungan di atas, diperoleh:
X 1 = 30,3 X 2 = 16,6 Y = 11,2
a1 = 0,086 a2 = 0,442

Y = 0,086 (X1 – 30,3) + 0,442 (X2 – 16,6) + 11,2


= 0,086 X1 – 2,6058 + 0,442 X2 – 7,3372 + 11,2
= 0,086 X1 + 0,442 X2 + 1,257

Jika dibulatkan: Y = X1 + 5X2 + 14,6


70

Koefisien korelasi ganda antara kriterium Y dengan prediktor (X1 dan X2) dapat dihitung
dengan rumus:

a1  X 1Y + a 2  X 2Y
R y (1, 2) =
Y 2

di mana:
R y (1, 2) = koefisien korelasi antara Y dengan X1 dan X2

a1 = koefisien prediktor X1
a2 = koefisien prediktor X2
X1Y = jumlah produk antara X1 dan Y
X2Y = jumlah produk antara X2 dan Y
Y2 = jumlah kuadrat kriterium Y

Jika hasil perhitungan di atas dimasukkan ke dalam rumus, maka diperoleh:

0,086 (3.440) + 0,442 (1.891)


R y (1, 2) =
1.280

295,84 + 835,82
=
1.280
= 0,94
Untuk mengetahui apakah nilai R y (1, 2) = 0,94 adalah signifikan atau tidak, dapat

digunakan rumus berikut:


R 2 ( N − m − 1)
Freg =
m (1 − R 2 )
dengan R = koefisien korelasi, N = jumlah sampel, dan m = jumlah prediktor
(0,94) 2 (10 − 2 − 1) 0,8836 (7) 6,1852
Freg = = = = 26,6
2 (1 − 0,94 2 ) 2 (0,1164) 0,2328

Harga F tabel pada  = 0,05 dan df (2,7) diperoleh 4,74 (lihat Lampiran C). Karena
Freg (26,6) > (4,74) F tabel, maka signifikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara kekuatan otot lengan dan otot perut dengan kemampuan
pull-up. Sehingga, kemampuan pull-up dapat diprediksi dari kekuatan otot lengan dan otot
perut.
71

LATIHAN 14

Dilakukan pengukuran denyut nadi istirahat terhadap sepuluh siswa SMU. Setelah itu,
dilakukan tes lari 600 meter pada siswa tersebut. Hasil pengukuran dapat ditunjukkan
sebagai berikut.

DN istirahat Lari 600 m DN istirahat Lari 600 m


(DN/menit) (detik) (DN/menit) (detik)

70 98,3 72 93,2
68 95,1 70 92,1
65 88,3 62 85,2
73 94,6 78 100,4
75 101,3 74 96,8

a. Tentukan persamaan garis regresi untuk memprediksi waktu lari 600 meter dari denyut
nadi istirahat.

b. Jika diketahui denyut nadi istirahat adalah 66, prediksikan waktu lari 600 meter!
72

BAB XV
UJI MANN-WHITNEY

Uji Mann-Whitney merupakan uji non parametrik yang analog dengan uji-t-
independent pada statistik parametrik. Data yang digunakan pada uji ini mempunyai skala
ordinal, dan tidak memerlukan distribusi normal atau homogenitas varian.

Langkah- langkah uji Mann-Whitney, sebagai berikut:


- Dari kedua kelompok yang berbeda, ditentukan besar masing-masing sampel, yaitu n1
dan n2.
- Data sampel diurutkan dan diranking dari 1 sampai ke-n.
- Beri tanda di bawah ranking, dari kelompok mana pengamatan tersebut berasal.
- Hitung nilai U dari masing-masing sampel.

n2 (n2 + 1)
U 1 = n1 n2 + −  R2
2

n1 (n1 + 1)
U 2 = n1 n2 + −  R1
2

Jika salah satu nilai U diketahui, maka nilai U yang lainnya dapat ditentukan dengan
rumus:
U1 = n1 n2 – U2 dan U2 = n1 n2 – U1

CONTOH 16

Skor dari dua kelompok subjek, yaitu A dan B, adalah sebagai berikut.

A B
2,0 3,5
4,0 5,0
6,3 8,1
8,6
9,4
n1 = 3 dan n2 = 5
73

Dari skor tersebut disusun urutan meningkat, dan diberi identitas kelompok pada tiap skor.

Skor mentah : 2,0 3,5 4,0 5,0 6,3 8,1 8,6 9,4
Kelompok : A B A B A B B B
Ranking : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Skor mentah : 9,4 8,6 8,1 6,3 5,0 4,0 3,5 2,0
Kelompok : B B B A B A B A
Ranking : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Skor mentah : 9,4 8,6 8,6 6,3 5,0 4,0 3,5 2,0
Kelompok : B B A A B A B A
Ranking : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

U1 = 0 + 0 + 2 + 3 = 5
U2 = 2 + 2 + 3 + 4 = 11

Skor mentah : 9,4 8,6 8,6 6,3 5,0 4,0 3,5 2,0
Kelompok : B A B A B A B A
Ranking : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

U1 = 0 + 1 + 2 + 3 = 6
U2 = 1 + 2 + 3 + 4 = 10

U1 = 3 +4 + 5 = 12
U2 = 0 + 0 + 0 + 1 + 2 = 3

R1 = 1 + 3 + 5 = 9 U1 = 0 + 1 + 2 = 3
R2 = 2 + 4 + 6 + 7 + 8 = 27 U2 = 1 + 2 + 3 + 3 + 3 = 12

maka:
74

n2 (n2 + 1)
U 1 = n1 n2 + −  R2
2
5(5 + 1)
= (3x5) + − 27
2
= 15 + 15 – 27
= 3

U2 = n1 n2 – U1

= (3x5) – 3
= 12

Penentuan nilai U1 dan U2 dapat juga dengan menjumlahkan banyaknya kelompok lawan
yang mendahului kelompok tersebut.

(Untuk kelompok A) : U1 = 0 + 1 + 2 = 3
(Untuk kelompok B) : U2 = 1 + 2 + 3 + 3 + 3 = 12

Dari kedua nilai U, kita memilih nilai U terkecil untuk dibandingkan dengan nilai U tabel.

U hitung = 3

U tabel (lihat Lampiran E) dengan n1 = 3 dan n2 = 5 pada  = 0,05 adalah 0 (nol).

U hitung (3) > (0) U tabel, sehingga Ho ditolak.

Simpulan: Ada perbedaan skor dalam kedua kelompok.


75

LATIHAN 16

Sebuah tes psikologi dilakukan pada dua kelompok atlet. Kelompok pertama adalah atlet
tim, dan kelompok lainnya atlet perorangan. Tes psikologi tersebut untuk mengukur
extroversion yang merupakan salah satu faktor kepribadian. Skor dari tes tersebut adalah
sebagai berikut.

Atlet Tim : 63 58 45 43 38 37 35 34 34 33
Atlet Perorangan : 57 55 43 42 42 35 32 31 30 29 29 25

Tentukan apakah ada perbedaan faktor kepribadian (extroversion) antara atlet tim dan atlet
perorangan! Gunakan  = 0,05.
76

BAB XVI
UJI WILCOXON

Uji Wilcoxon merupakan salah satu dari uji statistik non parametrik, dan analog
dengan uji-t dependent (paired sample) dalam statitistik parametrik. Uji ini digunakan bila
data tidak berdistribusi normal. Untuk menerapkan uji statistik ini, skor tidak hanya harus
diukur dalam skala ordinal, tetapi harus juga dapat diranking perbedaan di antara pasangan
skor.
Tahap pertama dalam penerapan uji ini adalah menunjukkan perbedaan di antara
setiap pasangan skor. Jika perbedaan di antara pasangan skor adalah nol, pasangan skor
tersebut dikeluarkan dari analisis, karena akan mempengaruhi perhitungan selanjutnya.
Tahap kedua adalah meranking perbedaan di antara pasangan skor tanpa memperhatikan
tanda atau perubahan arah. Prosedur untuk meranking adalah sama seperti uji-uji ranking
lainnya.

Penjumlahan ranking yang diperoleh dari nilai positif, disebut R+, atau dari nilai
negatif, disebut R-. Untuk uji hipotesis, dipilih rank dengan jumlah terkecil. Hipotesis nol
untuk uji Wilcoxon adalah Ho: R+- R- adalah nol, atau Ho: R+= R-, dan hipotesis
alternatif, H1: R+  R-.

Wilcoxon menggunakan Simbol T untuk uji ini, dan nilai kritis untuk T dalam uji ini
dapat dilihat pada Lampiran F untuk skor-skor berpasangan, baik uji satu ekor (one-tailed)
maupun dua ekor (two-tailed). Ho diterima apabila T > T , dan Ho ditolak apabila T < T
77

CONTOH 17

Berikut adalah data skor motivasi internal dari pemenang bola tangan, sebelum dan sesudah
permainan dengan jumlah subjek 16.
Tabel 17
Skor-skor motivasi internal untuk kemenangan para pemain bola tangan,
sebelum dan sesudah permainan (n = 16)

No. Skor motivasi internal Perubahan dalam Rank dengan


Rank
subjek Sebelum Sesudah skor motivasi internal jumlah terkecil

1 64 43 -21 -15
2 59 64 +5 +9,5 +9,5
3 48 39 -9 -13
4 48 51 +3 +7,5 +7,5
5 53 51 -2 -5
6 56 58 +2 +5 +5
7 45 44 -1 -2
8 53 46 -7 -11,5
9 51 48 -3 -7,5
10 46 53 +7 +11,5 +11,5
11 74 58 -16 -14
12 62 60 -2 -5
13 49 48 -1 -2
14 50 45 -5 -9,5
15 46 45 -1 -2
16 50 50 0 ---
R+ = 33,5

Nilai untuk perubahan skor motivasi internal (kolom 4) diperoleh dari selisih skor sebelum
permainan dan sesudah permainan (kolom 2 dan 3). Jika terjadi penurunan skor, maka
diberi nilai negatif, dan jika terjadi peningkatan skor, maka diberi nilai positif.

Pada subjek ke-16, ditunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan skor antara sebelum dan
sesudah permainan, sehingga nilai perubahan dalam skor adalah 0 (nol).

Sesuai dengan langkah pada tahap pertama, yaitu jika perbedaan di antara pasangan skor
adalah nol, maka pasangan skor tersebut dikeluarkan dari analisis, sehingga subjek ke-16
tidak ikut diranking.
78

Sesudah diketahui nilai perubahan dalam skor motivasi internal, langkah berikutnya adalah
meranking (tahap kedua). Saat meranking, tanda positif/negatif tidak diperhatikan, tetapi
tanda tersebut masih tetap digunakan pada nilai rank yang sudah diperoleh.

Prosedur meranking adalah sama seperti uji-uji ranking lainnya.


Pada Tabel 16.1, kolom 5, ranking diberikan dari skor terkecil hingga terbesar.
Jika terdapat skor yang sama, maka pemberian ranking dapat dilakukan dengan
menjumlahkan urutan ranking dan selanjutnya dibagi banyaknya skor yang sama.

Misal, pada perubahan skor motivasi internal (kolom 4), subjek ke-7, ke-11, dan ke-13
sama-sama mempunyai nilai 1 (satu), sehingga dapat diberikan urutan 1, 2, dan 3.

Untuk penentuan rank adalah sebagai berikut:

jumlah uru tan 1+ 2 + 3


= = 2
banyaknya skor yang sama 3

sehingga, ketiga subjek mempunyai rank yang sama, yaitu 2 (dua).

Skor tertinggi berikutnya, mempunyai urutan 4, 5, dan seterusnya.


Jika terdapat lagi skor yang sama, maka dapat dilakukan kembali langkah yang sama.
Sesudah rank diperoleh, dapat ditambahkan tanda positif/negatif sesuai dengan
peningkatan/penurunan skor motivasi internal.

Selanjutnya, rank positif dijumlahkan sebagai nilai R+, dan rank negatif dijumlahkan
sebagai nilai R-. Dari perhitungan diperoleh R+ = 33,5 dan R- = -86,5. Untuk uji
hipotesis, dipilih rank dengan jumlah terkecil, sehingga T hitung = 33,5. Harga T kritis
untuk uji dua ekor dengan n = 15 dan  = 0,05 adalah 25 (lihat Lampiran F). Karena T
hitung (33,5) > (25) T kritis, maka Ho diterima. Dapat disimpulkan bahwa motivasi internal
para pemain bola tangan adalah tidak signifikan secara statistik untuk kemenangan para
pemain.
79

BAB XVII
UJI KRUSKAL-WALLIS

Uji Kruskal-Wallis adalah uji pada kelompok non parametrik yang analog dengan
analisis varians (ANAVA) satu jalur pada kelompok parametrik. Uji ini memungkinkan
untuk menjelaskan apakah jumlah ranking dari tiga atau lebih sampel independent adalah
berbeda, sehingga mustahil sampel tersebut datang dari populasi yang sama. Analisis
varians satu jalur Kruskal-Wallis adalah alternatif yang disarankan untuk penyelidikan yang
meliputi perbandingan banyak kelompok.
Dalam mengembangkan prosedur pada tes Kruskal-Wallis ini, semua pengamatan
dari sampel beberapa kelompok diranking dengan tidak memperhatikan pada sub kelompok
di mana skor berada. Skor pengamatan harus tetap diidentifikasi dari sub sampel masing-
masing untuk diranking, sehingga dimungkinkan untuk memperoleh jumlah ranking dalam
setiap kelompok sampel.
Setelah jumlah ranking dalam setiap kelompok diperoleh, Rumus berikut dapat
digunakan untuk menghitung harga H, sebagai distribusi 2 dengan derajat kebebasan, df =
k-1.

12 ( R j ) 2

k
H= − 3( N + 1)
N ( N + 1) i
nj

di mana:
N = nj = jumlah pengamatan dalam semua kelompok sampel
k = banyak kelompok sampel
nj= jumlah pengamatan dalam setiap kelompok sampel
Rj = jumlah ranking dalam setiap kelompok sampel

Nilai kritis untuk sampel berukuran kecil diberikan dalam Tabel O pada Lampiran H.
Jika sampel berukuran lebih dari 5 (lima), maka H didistribusikan sebagai 2 dan nilai kritis
dapat diperoleh dari Tabel G (2) pada Lampiran H.
80

CONTOH 18

Pada suatu studi tentang perbedaan minat sebagai guru pendidikan jasmani wanita pada
sekolah dasar, sekolah menengah, dan perguruan tinggi, dari 31 sampel guru wanita
diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 18
Skor Minat Guru Pendidikan Jasmani Wanita

Tingkat Tingkat Tingkat


Sekolah Dasar Sekolah Menengah Perguruan Tinggi
26 31 35
30 45 56
29 26 57
36 38 58
34 35 40
40 40 40
37 33 51
39 42 56
50 34,5
25 42
38
31
41

Uji apakah ada perbedaan minat di antara ketiga guru pada tingkat pendidikan yang
berbeda? Gunakan taraf signifikan,  = 0,01.

PEMBAHASAN

Untuk menentukan nilai H, skor diranking dari 1 sampai dengan 31 tanpa memperhatikan
tingkatan mengajar. Jumlah ranking dari setiap kelompok selanjutnya didistribusikan ke
dalam rumus statistik H untuk memperoleh harga H.
81

Ranking dari skor-skor tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut.

Tingkat Sekolah Dasar Tingkat Sekolah Menengah Tingkat Perguruan Tinggi


Skor mentah Ranking Skor mentah Ranking Skor mentah Ranking
26 2,5 31 6,5 35 11,5
30 5 45 25 56 28,5
29 4 26 2,5 57 30
36 13 38 15,5 58 31
34 9 35 11,5 40 19,5
40 19,5 40 19,5 40 19,5
37 14 33 8 51 27
39 17 42 23,5 56 28,5
50 26 34,5 10
25 1 42 23,5
38 15,5
31 6,5
41 22
n1 = 10 R1 = 111,0 n2 = 13 R2 = 189,5 n3 = 8 R3 = 195,5

N = n1 + n2 + n3 = 10 + 13 + 8 = 31

12 ( R j ) 2

k
H= − 3( N + 1)
N ( N + 1) i
nj

12  (110,0) 2 (189,5) 2 (195,5) 2 


=  + +  − 3 (31 + 1)
31 (31 + 1)  10 13 8 
12 12.321 35.910,25 38.220,25 
= + +  − 3 (32)
31(32)  10 13 8 

=
12
1.232,1 + 2.762,33 + 4.777,53 − 96
992
12 (8.771,96)
= − 96
992
= 10,11

Dari tabel G (lihat Lampiran H), dengan taraf signifikan () = 0,01 akan diperoleh
nilai kritis pada derajat kebebasan 2 (df = k-1 = 3-1 = 2) adalah 9,21. Karena harga H =
10,11 adalah lebih besar dari nilai kritis , maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa minat
di antara ketiga kelompok guru pada tingkat pendidikan yang berbeda adalah sama, ditolak.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tiga kelompok guru adalah berbeda dalam minat
seperti yang diukur dalam tes minat.

Anda mungkin juga menyukai