Anda di halaman 1dari 11

TAJALLI/MANCAR

MAKALAH

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah

Ilmu Akhlak Tashawuf

Dosen Pengampu: Mohamad Toha Umar M.A.

Disusun Oleh:

Kelompok 6
Basma Sofiatul Janah. NIM. 224110303010
Hanif Adhitya Chandra NIM. 224110303021
Niffa Della Safrina. NIM. 224110303033

HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K. H. SAIFUDDIN ZUHRI


PURWOKERTO

2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Tajalli", yang
menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari Imu
Tasawuf. 
Makalah ini disusun untuk memyelesaikan tugas, pada mata kuliah Imu Akhlak
Tasawuf, dengan dosen Mohamad Toha Umar M.A di Universitas Prof. K.H Saifuddin Zuhri,
Purwokerto. Fakultas syariah pada program Hukum Tata Negara. Maka harapan penulis
kiranya makalah ini, sesuai dengan harapan Bapak Dosen pada mata kuliah yang dimaksud.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “tak ada gading yang tak retak“, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat
kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Purwokerto, 20 Desember 2022

Penulis

Kelompok
DAFTAR ISI 

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN 
A.    Latar Belakang .................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C.     Tujuan Panulis ..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN 
A.    Tajalli ................................................................................................................... 2
1.      Pengertian Tajalli ........................................................................................... 2
2.      Pelaksanaan ................................................................................................... 2
B.     Tajalli (Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh ............................................... 3
C.     Hakikat Tajalli ..................................................................................................... 6

BAB III PENUTUP 


A.    Kesimpulan .......................................................................................................... 8
B.     Saran .................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini akhlak dalam tasawuf sangat dibutuhkan dalam setiap manusia khususnya
bagi seorang muslim. Oleh karena itu khususnya bagi orang muslim haruslah tahu apa arti
ajaran-ajaran sufi atau pemahaman dalam aliran sufi itu, agar dalam mengamalkan tepat pada
sasaran yang sesuai dengan kaedah agama yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Saw, pada zaman sekarang banyak dari golongan-golongan umat muslim yang menyimpang
dari ajaran agama, maka dari itu untuk menjadi pedoman atau contoh dalam makalah ini
kami akan membahas sedikit  apa yang terdapat dalam ajaran-ajaran sufi yang dapat kita
teladani. 

Dalam pandangan kaum sufi, manusia cenderung mengikuti hawa nafsu. Ia cenderung
ingin menguasai dunia atau berusaha agar berkuasa di dunia. Menurut Al-Gazali, cara hidup
seperti ini akan membawa manusia ke jurang kehancuran moral. Kenikmatan hidup di dunia
telah menjadi tujuan umat pada umumnya. Pandangan hidup seperti ini menyebabkan
manusia lupa akan wujudnya sebagai hamba Allah yang harus berjalan di atas aturan-aturan-
Nya.

Untuk memperbaiki keadaan mental yang tidak baik tersebut, seseorang yang ingin
memasuki kehidupan tasawuf harus melalui beberapa tahapan yang cukup berat. Tujuannya
adalah untuk menguasai hawa nafsu, menekan hawa nafsu sampai ketitik terendah dan bila
mungkin mematikan hawa nafsu itu sama sekali. Tahapan tersebut terdiri atas tiga tingkatan
yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli.

Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka
tahapan pendidikan mental itu disempurnakan pada fase tajalli.

B. Rumusan Masalah 

Dari paparan latar belakang diatas penulis menarik sebuah rumusan masalah dalam
pembahasan makalah ini tentang tajali yaitu :
1.      Apa pengertian Tajalli ?
2.      Bagaimana Tajalli (Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh ?
3.      Bagaimana hakikat Tajalli ?

C. Tujuan Penulis 

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu : 


1.      Untuk mengetahui pengertian tajalli.
2.      Untuk mengetahui Tajalli (Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh.
3.      Untuk mengetahui hakikat tajalli. 
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tajalli 

1. Pengertian Tajalli 

Tajalli adalah orang-orang yang telah melaksanakan takhalli dan tahalli secara baik dan
sempurna dengan riyadhah dan mujahadah yang terus menerus, sehingga dia sampai kepada
tingkat hakikat yang akhirnya menjadi kekasih Allah swt.

Sesungguhnya orang yang telah sampai ketingkat tajalli tertinggi, dia telah melewati fase-
fase, riyadhah dan mujahadah yang sungguh-sungguh dan terus menerus, sehingga
kehidupannya selalu dalm keadaan muqabah yang terus menerus, akhirnya memperoleh
musyahadah, lalu makrifat dan akhirnya fana fillah.

Orang yang fana fillah, tajali-lah baginyaNur Uluhiyah, sehinggah dia mengetahui
rahasia-rahasia yang ghaib, karena telah hilang sifat basyariyahnya yang menjadi hijab untuk
dapat kasyaf.

2. Pelaksanaan 
Orang yang fana fillah hingga dia menjadi tajalli, adalah orang yang pada waktu itu
sedang munajat beribadat kepada-nya, fana dan tajalli adalah kehendak Allah swt yang
merupakan rahmat dan kerunia dari padanya.
Syekh Abu Yazid busthami setiap membicarakan fana dan membicarakan baqa dan pada
waktu yang bersamaan membicarakan adanya tajalli. Atau dengan kata lain, adanya fana baru
adanya dengan adanya baqa atau adanya fana baru adanya dengan adanya tajalli.

Sayyid Abdul Karim bin Ibrahim Jaelani  dalam kitabnya “ Al Insanul Kamil” mengatakan
ada empat tingkatan tajalli :

a.       Tajalli Af’al 
Tajalli Af’al (perbuatan) lenyapnya af’al seorang hamba dan yan adanya hanya
af’al  Allah swt. Af’al yang hakiki adalah af’al allah. Segala sesuatu yang ada ini pada
hakikatnya adalah hasil af’al Allah, yang dilakukan oelah mahluknya merupakan sunnah
tullah semata. Sunnah tullah yang merupakan sebab akibat.

Firman Allah swt :


َ‫َو هللا خَ لَ ُكم َو َما تَ َملُون‬
Artinya : Padahal allah lah yang menciptkan kamu danapa yang kamu perbuat itu
                        (Qs Ash Shafat 37 : 96)

b.      Tajalli Asma
Tajalli asma ialah fananya seorang hamba pada waktu ibadat atau munajat kepada salah
satu atau beberapa dari asma Allah swt.
Tajalli asma (nama-nama) ialah fananya seseorang hamba pada waktu ibadat atau
munajat kepada salah satu atau beberpa dari asma Allah. Kita mengetahui ada 99
(sembilanpuluh Sembilan) nama Allah yang dinamakan Asmaul Husna. Apabila seseorang
fana ke dalam salah satu asmaul husna, kemudian dia menyeru atau berdo’a kepada asma
tersebut, maka Allah akan menjawab dan memperkenankan do’anya. Umpamanya, bila
seseorang fana ke dalam asma Al ‘Aliim (Yang Maha Mengetahui), atau Ar Razzak ( Yang
Maha Memberi Rezeki) dan dia berdo’a untuk mendapatkan sesuatu ilmu atau rezeki, maka
Allah akan memperkenankan do’anya itu.

c.       Tajalli Sifat

Tajalli sifat adalah seseorang fana dengan sifat-sifat Allah yang maha
sempurna.Seseorang yang fana filsifat secara haqqul yakin merasakan keagungan sifat-sifat
Allah itu. Pengerian tajalli sifat hamper sama dengan pengertian tajalli asma’. 

d.      Tajalli Zat 

Tajalli Zat ialah fananya seseorang hamba kedalam zat yang wajibul wujud, sehingga
terpancarlah Nur bahwa hanya Allah sajalah yang merupakan wujud yang mutlak.

Sesungguhnya proses takhalli, tahalli, tajalli itu, tidaklah hanya selesai satu tingkat atau
satu tahap baru memasuki tingkat atau tahap selanjutnya. Pelaksanaannya  adalah bersama-
sama, sesuai dengan riyadhah dan mujahadah yang dilaksanakan dan tergantung pula kepada
rahmat dan karunia Allah swt.  

Tajalli tingkat tertinggi seperti yang diuraikan di atas amatlah sulit bila pembahasannya
hanya melalui akal. Akal terbatas maudhuk pembahasannya, terutama kepada maslah-
masalah alam fisika. Alam sulit menjangkau alam metafisika. Kalbu hati nurani manusia,
dapat memuat sifat-sifat dan asma Allah sebagaimana tersebut di dalam hadits Rasulullah,
dapatlah pula dia menjangkau alam fisika dan alam metafisika.

B. Tajalli (Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh

Kata “tajali” (Ar.: tajalli) merupakan istilah tasawuf yang berarti ”penampakan diri Tuhan
yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas. Istilah ini berasal dari kata
tajalla atau yatajalla, yang artinya “menyatakan diri”.

Konsep tajali beranjak dari pandangan bahwa Allah Swt dalam kesendirian-Nya (sebelum
ada alam) ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya. Karena itu, dijadikan-Nya alam ini. Dengan
demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah Swt. Ketika Ia ingin melihat diri-Nya, Ia
melihat pada alam. Dalam versi lain diterangkan bahwa Tuhan berkehendak untuk diketahui,
maka Ia pun menampakkan Diri-Nya dalam bentuk tajali. 

Proses penampakan diri Tuhan itu diuraikan oleh Ibn ’Arabi. Menurutnya, Zat Tuhan yang
mujarrad dan transendental itu bertajali dalam tiga martabat melalui sifat dan asma (nama)-
Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud konkret-empiris. Ketiga martabat itu
adalah martabat ahadiyah, martabat wahidiyah, dan martabat tajalli syuhudi.
Pada martabat ahadiyah, wujud Tuhan merupakan Zat Mutlak lagi mujarrad, tidak
bernama dan tidak bersifat. Karena itu, Ia tidak dapat dipahami ataupun dikhayalkan. Pada
martabat ini Tuhan—sering diistilahkan al-Haq oleh Ibn ’Arabi—berada dalam keadaan
murni bagaikan kabut yang gelap (fi al-’amâ’); tidak sesudah, tidak sebelum, tidak terikat,
tidak terpisah, tidak ada atas, tidak ada bawah, tidak mempunyai nama, tidak musammâ
(dinamai). Pada martabat ini, al-Haq tidak dapat dikomunikasikan oleh siapa pun dan tidak
dapat diketahui.

Martabat wahidiyah adalah penampakan pertama (ta’ayyun awwali) atau disebut juga
martabat tajali zat pada sifat atau faydh al-aqdas (emanasi paling suci). Dalam aras ini, zat
yang mujarrad itu bermanifestasi melalui sifat dan asma-Nya. Dengan manifestasi atau tajali
ini, zat tersebut dinamakan Allah, Pengumpul dan Pengikat Sifat dan Nama yang
Mahasempurna (al-asma al-husna, Allah). Akan tetapi, sifat dan nama itu sendiri identik
dengan zat. Di sini kita berhadapan dengan zat Allah yang Esa, tetapi Ia mengandung di
dalam diri-Nya berbagai bentuk potensial dari hakikat alam semesta atau entitas permanen
(al-’a’yan tsabitah).

Martabat tajalli syuhudi disebut juga faidh al-muqaddas (emanasi suci) dan ta’ayyun tsani
(entifikasi kedua, atau penampakan diri peringkat kedua). Pada martabat ini Allah Swt
bertajali melalu asma dan sifat-Nya dalam kenyataan empiris atau alam kasatmata. Dengan
kata lain, melalui firman kun (jadilah), maka entitas permanen secara aktual menjelma dalam
berbagai citra atau bentuk alam semesta. Dengan demikian alam ini tidak lain adalah
kumpulan fenomena empiris yang merupakan lokus atau mazhar tajali al-Haq. Alam yang
menjadi wadah manifestasi itu sendiri merupakan wujud atau bentuk yang tidak ada akhirnya.
Ia tidak lain laksana ’aradh atau aksiden (sifat yang datang kemudian) dan jauhar (substansi)
dalam istilah ilmu kalam. Selama ada substansi, maka aksiden akan tetap ada. Begitu pula
dalam tasawuf. Menurut Ibn ’Arabi, selama ada Allah, maka alam akan tetap ada, ia hanya
muncul dan tenggelam tanpa akhir.

Konsepsi tajali Ibn ’Arabi kemudian dikembangkan oleh Syekh Muhammad Isa Sindhi
al-Burhanpuri (ulama India abad ke-16) dalam tujuh martabat tajali, yang lazim disebut
martabat tujuh. Selain dari tiga yang disebut dalam konsepsi versi Ibn ’Arabi, empat martabat
lain dalam martabat tujuh adalah: martabat alam arwah, martabat alam mitsal, martabat alam
ajsam, dan martabat insan kamil.

Martabat alam arwah adalah ”Nur Muhammad” yang dijadikan Allah Swt dari nur-Nya,
dan dari nur Muhammad inilah muncullah ruh segala makhluk. Martabat alam mitsal adalah
diferensiasi dari Nur Muhammad itu dalam ruh individual seperti laut melahirkan dirinya
dalam citra ombak. Martabat alam ajsam adalah alam material yang terdiri dari empat unsur,
yaitu api, angin, tanah, dan air. Keempat unsur material ini menjelma dalam wujud lahiriah
dari alam ini dan keempat unsur tersebut saling menyatu dan suatu waktu terpisah. Adapun
martabat insan kamil atau alam paripurna merupakan himpunan segala martabat sebelumnya.
Martabat-martabat tersebut paling kentara terutama sekali pada Nabi Muhammad saw
sehingga Nabi saw disebut insan kamil. 

Tajali al-Haq dalam insan kamil ini terlebih dulu telah dikembangkan secara luas oleh
Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428, tokoh tasawuf) dalam karyanya al-Insân al-
Kâmil fî Ma’rifat al-Awâkhir wa al-Awâ’il (Manusia Sempurna dalam Mengetahui [Allah]
Sejak Awal hingga Akhirnya). Baginya, lokus tajali al-Haq yang paling sempurna adalah Nur
Muhammad. Nur Muhammad ini telah ada sejak sebelum alam ini ada, ia bersifat kadim lagi
azali. Nur Muhammad itu berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam berbagai
bentuk para nabi, yakni Adam, Nuh, Ibrahim, Musa–salam Allah atas mereka semua—dan
lain-lain hingga dalam bentuk nabi penutup, Muhammad saw. Kemudian ia berpindah kepada
para wali dan berakhir pada wali penutup (khatam awliya), yaitu Isa as yang akan turun pada
akhir zaman. 

Dalam tradisi esoterisme Syi’ah, para imam Syi’ah Imamiyah—sejak Amirul Mukminin
Ali bin Abi Thalib hingga Imam Mahdi (yang digaibkan Allah)—merupakan wali-wali yang
memanisfetasikan diri sebagai insan kamil hakiki. Kepada merekalah, para pengikut Syi’ah
Dua Belas sering kali bertawasul agar kebutuhan material-spiritual mereka terpenuhi.

Para sufi sependapat bahwa untuk mencapai tingkat kesempurnaan kesucian jiwa itu
hanya dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu.
Dengan kesucian jiwa ini, barulah akan terbuka jalan untuk mencapai Tuhan. Tanpa jalan ini
tidak ada kemungkinan terlaksananya tujuan itu dan perbuatan yang dilakukan tidak dianggap
perbuatan yang baik. (M.M. Syarif :1999). 

Untuk melestarikan dan memperdalam rasa ketuhanan, ada beberapa cara yang diajarkan
kaum sufi, antara lain :

a) Munajat
Secara sederhana kata ini mengandung arti melaporkan diri ke hadirat Allah atas
segala aktivitas yang dilakukan. Ini adalah salah satu bentuk do’a yang diucapkan dengan
sepenuh hati disertai dengan deraian air mata dan dengan bahasa yang puitis. Doa dan air
mata itulah munajat sebagai manifestasi dari rasa cinta dan rindu kepada Allah. Latihan
dengan ibadah seperti itu adalah cara memperdalam penghayatan rasa ketuhanan.

b) Muraqabah dan Muhasabah


Menurut Abu Zakaria Ansari, muraqabah adalah senantiasa memandang dengan hati
kepada Allah dan selalu memperhatikan apa yang diciptakan-Nya.  Jadi, sesuai dengan
pengertian ini bahwa muraqabah itu merupakan suatu sikap mental yang senantiasa
melihat dan memandang baik dalam keadaan bangun/tidur, bergerak/diam, dan di waktu
lapang maupun susah. 

C. Hakikat Tajalli
Tajalli Zat dan Sifat adalah didalam anda dan dibayangkan didalam cermin fikiran
anda, tetapi anda mengotorkan cermin itu dengan kemanusiaan dan perangai anda dan
menjadi BUTA dan tidak nampak Tajalli itu.
Tiap tiap jahat ( dosa ) adalah daripada ADOM ( kosong ) yaitu ghayr wujud.
Kejahatan tidak wujud. Kejahatan timbul kerana perbandingan Asma Asma yang
bertentangan.
ZAT MUTLAK itu adalah orang itu sendiri. Selagi bayangan wujud ini menjadi , objek
dalam ilmu anda, maka objeklah yang anda sembah bukanya HAQ. Hak tersembunyi
didalam Qalib ( Badan ).
Oleh itu perhatikan Yang Benar disamping badan anda dalam pandangan. Apabila Aku
anda keluar, Aku DIA masuk dan menunjukkan KeindahanNya pada anda.

Dosa ialah PERINTAH dari HAQ, atas HAQ untuk HAQ.


Surah Al-Fath : 10
Tangan allah atas tangan tangan mereka.
Al-Fath : 02
Allah telah mengampuni engkau wahai nabi, semua dosa dosa engkau yang dahulu dan
dosa dosa engkau yang akan datang.

Ibnu Arabi berkata :-


Orang Arif ialah orang yang bukan sahaja melihat Allah dalam segala-galanya tetapi juga
melihat Allah sebagai HAKIKAT SEGALANYA.

Al-Maidah : 01
Allah melakukan apa yang dikehendakkiNya.. 

Demikianlah pemikiran tentang Haq yang dizahirkan. DIA memakai perkara baik,
perkara – pahala, perkara jahat – dosa. Keampunan dan KemurkaanNya tidak ada siapa
yang dapat mengganggunya.
SYIRIK timbul dari Khatrat banyak. Zat yang satu itu memakai pel bagai pakaian. Oleh
itu melihat YANG SATU sebagai YANG BANYAK adalah SYIRIK.Sembahyang, puasa,
khalwat dan tasbih adalah untuk memerhatikan Haq didalam diri.
1. Ombak adalah bentuk bentuk dalam khayalan, hakikatnya adalah air
2. Anggaplah wujud anda sebagai WUJUD ALLAH. Perbuatan dan sifat anda sebagai
Af’al dan Sifat Allah. Hilangkan diri anda dan cari semula dan bila berjumpa Hakikat
Haq adalah hakikat anda.

NamaNya Yang Batin menunjukkan Yang Ghaib dan namaNya Yang Zahir menunjukkan
Yang Nyata :-
Peringkat Batin = Ahdiyyat / Uluhiyyat / Rububiyyat ( Ghaib ) Syahadah ( Ruh )
Peringkat Zahir = Arwah / Amthal / Ajsam ( Ruh ) Mithal ( Ajsam )

Surah Al-Hadid : 04
Dia jadikan langit dan bumi dalam 6 hari dan kemudian mengambil kedudukan di Arasy.

Nabi Nabi tidak ditugaskan untuk MEMBUKA RAHSIA RAHSIA ini. Mereka terpaksa
menjalankan Syariat membiarkan Hakikat itu tersembunyi
Hadith :-
Aku AHMAD tanpa MIM
( Aku adalah terhad, hakikatku ialah HAQ )

Aulia membuka Rahsia yang ditinggalkan oleh Nabi Nabi itu.


Wali Wali Allah ialah jurucakap Nabi Nabi. Mereka menyatakan batin percakapan Nabi
Nabi.
SYIRIK sebenarnya TIDAK WUJUD kerana syirik meksudnya bersekutu dengan yang
lain sedangkan yang lain itu tidak wujud. Rupa tidak mempunyai wujud sendiri. Ia hanya
idea tentang hakikat.

Surah Israel : 81
Yang benar ( haq ) telah datang dan hapuslah yang palsu ( batil ). Sesungguhnya yang
batil itu pasti hapus.
Jika anda anggap diri anda sebagai lain dari Allah dan Allah lain dari anda, anda telah
meletakkan ASAS SYIRIK.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan 

Tajalli adalah orang-orang yang telah melaksanakan takhalli dan tahalli secara baik dan
sempurna dengan riyadhah dan mujahadah yang terus menerus, sehingga dia sampai kepada
tingkat hakikat yang akhirnya menjadi kekasih Allah swt.
Sayyid Abdul Karim bin Ibrahim Jaelani  dalam kitabnya “ Al Insanul Kamil” mengatakan
ada empat tingkatan tajalli : Tajalli Af’al, Tajalli Asma, Tajalli Sifat, Tajalli Zat
Proses penampakan diri Tuhan itu diuraikan oleh Ibn ’Arabi. Menurutnya, Zat Tuhan yang
mujarrad dan transendental itu bertajali dalam tiga martabat melalui sifat dan asma (nama)-
Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud konkret-empiris. Ketiga martabat itu
adalah : 
1.      Martabat ahadiyah, wujud Tuhan merupakan Zat Mutlak lagi mujarrad, tidak bernama
dan tidak bersifat.
2.      Martabat wahidiyah adalah penampakan pertama (ta’ayyun awwali) atau disebut juga
martabat tajali zat pada sifat atau faydh al-aqdas (emanasi paling suci).
3.      martabat tajalli syuhudi disebut juga faidh al-muqaddas (emanasi suci) dan ta’ayyun tsani
(entifikasi kedua, atau penampakan diri peringkat kedua).

SYIRIK timbul dari Khatrat banyak. Zat yang satu itu memakai pel bagai pakaian. Oleh itu
melihat YANG SATU sebagai YANG BANYAK adalah SYIRIK.Sembahyang, puasa,
khalwat dan tasbih adalah untuk memerhatikan Haq didalam diri.
o   Ombak adalah bentuk bentuk dalam khayalan, hakikatnya adalah air
Anggaplah wujud anda sebagai WUJUD ALLAH. Perbuatan dan sifat anda sebagai Af’al dan
Sifat Allah. Hilangkan diri anda dan cari semula dan bila berjumpa Hakikat Haq adalah
hakikat anda.

B. Saran 

Demikianlah proses tajali al-Haq pada alam semesta. Wadah tajali-Nya yang paling
sempurna adalah insan, sementara insan yang paling sempurna sebagai wadah tajali-Nya
adalah insan kamil dalam wujud Nabi Muhammad saw. Itulah beberapa tahapan dalam
pembinaan tasawuf. Mudah-mudahan dengan melakukan proses tahapan tersebut, manusia
dapat mengenal kehidupan tasawuf yang sesungguhnya. 
DAFTAR PUSTAKA

http://makalahtarbiyah7s.blogspot.com/

http://tarekataulia.blogspot.com/2013/12/kesempurnaan-konsep-takhalli-tahalli.html

As, Asmaran. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996

Said, Usman, dkk. Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan : Naspar Djaja,1981

Anda mungkin juga menyukai