Anda di halaman 1dari 11

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA INVESTOR

ASING DENGAN PEMERINTAH INDONESIA MELALUI LEMBAGA


INTERNASIONAL ICSID

Aria Muhammad Arlan - 2206009800


International Centre For Settlement of Investement Disputes

Latar Belakang
Konvensi ICSID (Convenon on the Selement of Investment Disputes between States and Naonal of Other
States) atau ICSID (Internaonal Center for the Selement of Investment Disputes) atau Konvensi Washington
disahkan pada tahun 1965. Konvensi lahir karena adanya kebutuhan investor dan negara penerima modal
mengenai perlunya lembaga penyelesaian sengketa yang menangani sengketa mereka.

Kerja sama dan akvitas penanaman modal tidaklah selalu berjalan lancar. Setiap saat dapat saja timbul
sengketa di antara penanam modal (pihak swasta) dengan negara penerima modal.

Sengketa dapat diselesaikan oleh lembaga pengadilan nasional, tetapi perancang konvensi menyadari pula
bahwa lembaga pengadilan nasional dapat saja kurang sesuai untuk menyelesaikan sengketa antara suatu
negara dengan penanam modal. Oleh karena itu, alternatif penyelesaian melalui metode atau mekanisme
secara internasional, dalam hal ini arbitrase atau konsiliasi internasional, dipandang lebih tepat.

Dengan latar belakang pemikiran tersebut, Bank Dunia berinisiatif untuk membentuk badan arbitrase dan
konsiliasi ICSID pada tahun 1961. Upaya merancang suatu konvensi akhirnya berhasil dan Konvensi disahkan
pada tahun 1965.
Tujuan

Mempromosikan pembangunan ekonomi dunia melalui arus


investasi dan perdagangan internasional yang lebih besar, dan
menumbuhkan iklim saling mempercayai antara negara (host state)
dengan investor dalam meningkatkan arus penanaman modal.
Muatan Konvensi

Konvensi terdiri dari 10 bab yang terbagi ke dalam 75 pasal. Konvensi dilengkapi dengan aturan-aturan formil dan aturan administratif, yaitu the
ICSID Regulations and Rules yang dikeluarkan pada tahun 1967.
❏ Bab I Konvensi mengatur pembentukan organisasi arbitrase yaitu pembentukan the International Centre for the Settlement of Investment
Disputes (ICSID)
❏ Bab II mengatur tentang jurisdiksi Badan Arbitrase ICSID.
❏ Bab III mengatur tentang Konsiliasi.
❏ Bab IV memuat aturan-aturan tentang arbitrase, yaitu tentang permohonan, komposisi, wewenang dan fungsi arbitrase serta putusan,
pengakuan putusan arbitrase.
❏ Bab V sampai dengan VII memuat aturan-aturan tambahan tentang arbitrase.
Aturan tambahan mencakup pengganan dan pendiskualifikasian arbitrator (dan konsiliator), biaya persidangan, serta tempat
persidangan.
❏ Bab VIII mengatur sengketa-sengketa antar negara peserta konvensi.
❏ Bab IX memuat ketentuan amandemen terhadap Konvensi.
❏ Bab X memuat ketentuan akhir mengatur ratifikasi, kewajiban negara peratifikasi untuk menerapkan ketentuan-ketentuan konvensi ke
dalam hukum nasionalnya secara efektif.
Ratifikasi

Indonesia telah meratifikasi Washington Convention 1965 melalui


Undang-Undang No. 5 Tahun 1968. UU No. 5 tahun 1968
(Lembaran Negara No. 32 Tahun 1968) yakni undang-undang (UU)
tentang Persetujuan atas Konvensi tentang Penyelesaian
Perselisihan antara Negara dengan Warga Negara Asing mengenai
Penanaman Modal.
Pengajuan gugatan dan penyelesaian sengketa di ICSID

1 Tata cara pengajuan permohonan arbitrase (artikel 36


ICSID)

Tata Cara Pengajuan 1. Pengajuan permohonan disampaikan kepada


Sekretaris Jenderal Dewan Administratif Centre
2. Permohonan diajukan secara tertulis
3. Permohonan memuat penjelasan tentang:
a. Pokok-pokok perselisihan;
b. Identitas para pihak; dan
c. Mengenai adanya persetujuan mereka untuk
mengajukan perselisihan yang timbul menurut
ketentuan centre.
4. Setelah itu Sekjen mendaftar permohonan.
Pengajuan gugatan dan penyelesaian sengketa di ICSID

Apabila Sekjen telah menerima dan mendaftar permohonan


2 perselisihan yang diajukan salah satu pihak, Centre harus
sesegera mungkin membentuk Mahkamah Arbitrase (Tribunal
Pembentukan Tribunal Arbitral).
Arbitrase

Arbitrase Centre merupakan mahkamah yang bersifat


internasional. Kewenangan dari Arbitrase Centre adalah untuk
3 mengadili atau memutus perselisihan sesuai dengan
kompetensinya (Artikel 40 ICSID). Berarti, selama apa yang
disengketakan para pihak masih termasuk bidang yurisdiksi
Kewenangan dan Fungsi yang ditentukan Pasal 32 dan Artikel 25 ICSID. Para anggota
Tribunal Arbitrase arbiter sepenuhnya berwenang untuk memutus perselisihan.
1. Putusan diambil berdasar suara mayoritas anggota arbiter.
2. Putusan arbiter yang sah ialah:
a) Dituangkan dalam putusan secara tertulis; dan
4 b )Ditandatangani oleh anggota arbiter yang menyetujui putusan.
3. Putusan memuat segala segi permasalahan serta
alasan-alasan yang meyangkut dasar pertimbangan putusan.
Putusan Arbitrase Centre 4. Setiap anggota arbiter dibenarkan mencantumkan pendapat
pribadi (individual opinion)dalam putusan, meskipun pendapat
tersebut berbeda dan menyimpang dari pendapat mayoritas
anggota arbiter.
5. Centre tidak boleh membulikasi putusan, tanpa persetujuan
para pihak

Selanjutnya sekjen harus segera megirimkan salinan putusan


5 kepada para pihak. Putusan dianggap memiliki daya mengikat
atau binding terhitung dari tanggal pengiriman salinan.

Salinan Putusan
Bagaimana ICSID menyediakan forum netral dan independen untuk menyelesaikan
sengketa investasi internasional. Dengan menggunakan prosedur penyelesaian
sengketa yang diakui secara internasional, ICSID memastikan bahwa
peranan ICSID penyelesaian sengketa dilakukan secara adil dan transparan. Hal ini juga dapat
meningkatkan kepercayaan investor terhadap negara tuan rumah, dan
dalam mendorong investasi asing yang lebih besar.

perdagangan ICSID juga mempromosikan stabilitas hukum dan perlindungan hukum bagi
investor asing di negara-negara anggota. Dengan menawarkan perlindungan
hukum dan penyelesaian sengketa yang efektif, ICSID membantu menciptakan
internasional? lingkungan investasi yang stabil dan dapat dipercaya, yang dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran di negara-negara
anggota.
Sengketa Churchil Mining Plc

Sengketa Churchill Mining Plc (“Churchil”) di hadapan badan arbitrase ICSID adalah salah satu
sengketa yang menarik perhaan publik (nasional dan internasional).19 Sengketa melibatkan
Churchill sebuah perusahaan Inggris dan Planet, sebuah perusahaan pertambangan Australia.
Churchill memiliki saham sebesar 95% dan Planet memiliki 5% dalam sebuah perusahaan PMA
PT Indonesian Coal Development (PT. ICD).

Churchill Mining mengklaim bahwa pemerintah Indonesia mencabut izin tambang batu bara
mereka secara sewenang-wenang dan melanggar perjanjian investasi antara perusahaan dan
pemerintah Indonesia.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai