Anda di halaman 1dari 25

PANDUAN

PRAKTIKUM PENGUJIAN LOGAM

MODUL 1-PENGUJIAN TARIK


MODUL 2-PENGUJIAN KEKERASAN
MODUL 3-PENGUJIAN IMPAK
MODUL 4-PENGUJIAN BENGKOK
MODUL 5-PENGUJIAN MULUR
MODUL 6-PEMERIKSAAN DYE PENETRANT

Laboratorium Logam
Program Studi Teknik Metalurgi
Fakultas Teknologi Manufaktur
Universitas Jenderal Achmad Yani
Bandung-2022
MODUL 1
PENGUJIAN TARIK

1. Pendahuluan
Pengujian tarik adalah salah satu pengujian mekanik yang bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat
mekanik dari suatu logam/paduannya, yaitu antara lain:
• Kekuatan Tarik (Tensile Strength) : Su
• Kekuatan Luluh (Yield Strength) : Sy
• Modulus Elastisitas :E
• Perpanjangan (Elongation) :e
• Reduksi Penampang (Reduction in Area) :q

Selain itu pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui:


• Persamaan tegangan alir :  = K n
• Koefisien pengerasan regangan :n
• Perbandingan regangan plastis :R

Pada umumnya spesimen uji tarik dibuat menurut bentuk dan ukuran yang distandarkan,
misalnya menurut ASTM, JIS, DIN, SNI dan lain-lain.
Pengujian tarik dilakukan dengan menggerakkan balok palang mesin uji (cross head) dengan
kecepatan konstan.
Kurva yang langsung diperoleh dari mesin menyatakan hubungan antara gaya tarik dengan
perubahan panjang (Gambar 1.1)
Total perpanjangan

Deformasi seragam

Deformasi
Tidak
Seragam
Beban, F (Kg)

Perubahan panjang, Δl

Gambar 1.1 Diagram gaya tarik terhadap perubahan panjang.

Dari kurva tersebut kemudian dihitung besarnya tegangan teknis dan regangan teknis sehingga
didapatkan kurva teknis (Gambar 1.2)

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 1


Stress

Strain
Gambar 1.2 Kurva tegangan teknis regangan teknis.

Dari kurva tegangan teknis–regangan teknis tersebut menghasilkan data sebagai berikut:

Kekuatan Tarik (Tensile Strength) :
F
SU=A U
O

Kekuatan Luluh (Yield Strength) :
F
Sy = y
A
O

Gambar 1.3 Metoda Offset.

Untuk material yang tidak menunjukkan batas luluh yang jelas (material selain baja karbon rendah)
maka kekuatan luluhnya dicari dengan menggunakan metoda offset yaitu: 0,2% atau 0,5% seperti
terlihat pada Gambar 1.3.

Perpanjangan (Elongation):
L −L
e= f 0 x100%
L0

Reduksi Penampang (Reduction in Area):
A −A
q= 0 f x100%
A0

Modulus Elastisitas:
Sy
E = tg = (Daerah Elastis)
e

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 2


necking

Gambar 1.4 Necking (pengecilan setempat).

Selama proses penarikan terhadap spesimen uji tarik, panjang spesimen selalu bertambah dan luas
penampang selalu berkurang, sehingga kurva teknis tidak menggambarkan kondisi yang
sebenarnya. Oleh karena itu diperlukan kurva tegangan sebenarnya-regangan sebenarnya.
Jika kurva sebenarnya diplot pada suatu sistem koordinat, maka hasilnya dapat dilihat pada Gambar
1.5.

Gambar 1.5 Kurva tegangan-regangan teknis dan tegangan-regangan sebenarnya.

Tegangan sebenarnya (true stress) ditentukan dengan membagi beban dengan luas penampang
sebenarnya (sesaat pembebanan berlangsung). Sedangkan tegangan sebenarnya (true strain) didapat
dari hasil perubahan panjang dibagi panjang yang terjadi:
F
 =
A
i
L
 = ln i
Lo
Karena luas penampang sesaat dan panjang sesaat selama pengujian sukar dilakukan, maka
tegangan sebenarnya dan regangan sebenarnya diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
a. Untuk daerah deformasi plastis seragam, berlaku hubungan volume tetap.
A L
A.L =A.L  o
= i
= e +1
oo ii
Ai Lo
Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 3
Li
 = ln = ln(e +1)
Lo
b. Untuk daerah deformasi plastis tidak seragam, hubungan volume konstan sudah tidak berlaku
lagi karena terjadi pengecilan penampang setempat (necking), maka:
A
F
 = ln A
o
= ; Ai = d 2

Ai i
dengan:

= kekuatan tarik sebenarnya

= regangan sebenarnya
❖ Ao = luas penampang awal
❖ Ai = Luas penampang sesaat (sebenarnya)

2. Mesin Uji Tarik


Secara umum mesin pengujian tarik dibagi dalam 3 kelompok yang didasarkan pada sistem
kendalinya yaitu:
• Mesin uji tarik kendali beban (Mesin Hidrolik).
• Mesin uji tarik kendali gerak (Mesin Ulir Penggerak/Mekanik).
• Mesin uji tarik kendali gerak dan beban (Mesin Servo Hidrolik).
Semua mesin uji selama pengujian tarik berlangsung, kecepatan kepala silang konstan yang
menyatakan laju regang total () dengan kecepatan kepala silang 2-5 mm/menit dan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap bentuk diagram gaya, perubahan panjang dan terhadap perilaku
perpatahan. Mesin ulir mekanik akan menampilkan titik luluh atas dan bawah serta titik-titik
tersebut tidak akan tampak pada mesin hidrolik, tetapi hanya besarnya perpanjangan pada beban
tertentu dapat ditampilkan (Gambar 1.6).

Gambar 1.6 Mesin uji tarik.

3. Praktikum Pengujian Tarik


3.1 Standar
a. Standar Pengujian: SNI 07-0371-1998 dan ASTM E 8M-04
b. Standar spesimen yang dipakai diberikan pada Gambar 7.

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 4


Gambar 1.7 Spesimen uji tarik.

Untuk dapat memenuhi persyaratan pengujian, maka pembuatan spesimen harus simetris,
rata/seragam.

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 5


3.2 Prosedur Pengujian
Pengujian dilakukan sampai spesimen mengalami patah dengan kecepatan penarikan konstan.

PROTOKOL PENGUJIAN TARIK


TANGGAL PRAKTIKUM:…………………………………………

• Jenis Material :
• Jenis Spesimen :
• Ukuran Spesimen:
→ Gage Length (Lo) : mm
→ Diameter awal (do) : mm
• Kekuatan Tarik : kg/mm 2

• Kekuatan luluh : kg/mm 2

• Perpanjangan : %
• Reduksi Penampang : %
• Moduluis elastisitas : kg/mm 2

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 6


MODUL 2
PENGUJIAN KEKERASAN

1. Pendahuluan
Tujuan dari pengujian kekerasan adalah untuk mengetahui harga kekerasan dari suatu meterial.
Kekerasan merupakan ketahanan suatu meterial terhadap deformasi plastis. Kekerasan dari suatu
material ini merupakan salah satu sifat mekanik yang erat kaitannya dengan ketahanan aus.
Berdasarkan cara pengujian kekerasan, maka ada 3 jenis metoda kekerasan, yaitu:
• Metoda gores (Scratch)
• Metoda pantulan
• Metoda penekanan (indentation)
a. Metoda gores banyak dipakai oleh para ahli mineralogi dengan nilai kekerasan 1 sampai
dengan 10 atau dikenal skala Mohs:
1. Talk
2. Gibs
3. Calsite
4. Flourite
5. Apatite
6. Orthoclase
7. Quartz
8. Topaz
9. Corundum
10. Intan
b. Metoda pantulan menggunakan suatu indentor yang dijatuh bebaskan pada permukaan logam.
Nilai kekerasan diperoleh dari tinggi pantulan yang diartikan sebagai energi tumbukan atau
energi yang diserap oleh material untuk berdeformasi plastis. Alatnya adalah Skleroskop.
c. Metoda penekanan (indentasi), yaitu pada permukaan yang rata dilakukan penekanan dengan
menggunakan indentor (penekan). Beban yang digunakan untuk setiap jenis material adalah
berbeda dan tergantung pada metoda pengujian yang dilakukan.
• Pengujian kekerasan Brinell
• Pengujian kekerasan Rockwell
• Pengujian kekerasan Vickers
• Pengujian kekerasan Knoop
• Pengujian Kekerasan Poldi Hammer
Setiap jenis pengujian kekerasan tersebut mempunyai jenis indentor dan beban yang berbeda-beda
seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Jenis-jenis pengujian kekerasan.

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 7


Kekerasan logam (terutama baja) mempunyai hubungan dengan kekuatan tarik sehingga
pengujian kekerasan ini juga dapat memperkirakan kekuatan tarik dari suatu material.

2. Praktikum Pengujian Kekerasan Brinell


a. Standar Pengujian: ASTM E 10-01
b. Spesimen yang digunakan dalam pengujian adalah dari material; baja, kuningan dan
aluminium.
c. Lakukan pengujian pada alat/mesin uji keras Brinell.
d. Hitung diameter bekas penekanannya dengan mikroskop meter.
e. Hitung angka kekerasannya.

3. Praktikum Pengujian Kekerasan Rockwell


a. Standar Pengujian: ASTM E 18-03
b. Skala kekerasan yang digunakan dalam pengujian ini adalah Rockwell C.
c. Spesimen yang digunakan dalam pengujian ini adalah dari; baja, kuningan dan
aluminium.
d. Lakukan pengujian pada alat/mesin uji keras Rockwell.
e. Catat angka kekerasannya pada indikator kekerasannya.

4. Kriteria Pengujian
Untuk dapat memenuhi persyaratan pengujian, maka:
• Permukaan spesimen harus bersih dan datar/tegak lurus terhadap indentor.
• Spesimen harus disupport dengan baik.
• Pertimbangan pemilihan bentuk dan ukuran indentor dan beban secara tepat.
• Jarak titik pengujian satu sama lain adalah:
• 35 x bekas indentor
• bandul beban tidak boleh goyang
• Waktu pengujian adalah:
Untuk logam-logam keras: 15  +  30 detik
Untuk logam-logam lunak:  30 detik

PROTOKOL PENGUJIAN KEKERASAN


TANGGAL PRAKTIKUM: …………………………..

No Jenis Uji Keras Indentor Beban Objek Angka Kekerasan Ket

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 8


MODUL 3
PENGUJIAN IMPAK

1. Pendahuluan
Pengujian impak, menggunakan beban tiba-tiba (Gambar 3.1). Metoda yang sering digunakan
adalah metoda Charpy dengan bentuk spesimen standar seperti yang ditunjukkan Gambar 3.2.
Tujuan utama dari pengujian impak adalah mengukur keuletan atau kegetasan bahan
terhadap beban tiba-tiba. Bahan yang ulet akan menunjukkan harga impak yang besar.
Suatu bahan yang diperkirakan ulet ternyata dapat mengalami patah getas yang dapat
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
• Adanya takikan (notch).
• Kecepatan pembebanan atau kecepatan regangan yang tinggi.
• Temperatur yang sangat rendah, dan lain-lain.

Dengan demikian, suatu bahan yang akan beroperasi pada temperatur yang sangat rendah,
perlu dilakukan pengujian impak khususnya untuk mengetahui temperatur transisi antara ulet
dan getas (Gambar 3.3).
Prinsip pengukuran secara skematis ditunjukkan pada Gambar 3.4, dengan sebagian energi
akan diserap oleh benda uji, sehingga beda tinggi ayunan merupakan ukuran energi yang
diserap. Patah ulet ditandai selain oleh harga impak yang tinggi, juga oleh permukaan patahan
yang berserabut yaitu karena adanya deformasi plastis pada bagian yang patah dan pada patah
getas akan nampak lebih mengkilap, karena patahannya kristalin.

Gambar 3.1 Mesin uji impak.

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 9


Gambar 3.2 Spesimen uji impak, ASTM E 23-02.

Gambar 3.3 Daerah Ulet-Getas dan Transisi.

Gambar 3.4 Prinsip Pengukuran pada Pengujian Impak.

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 10


Pada pengujian impak, pendulum (hammer) mempunyai berat sebesar (m) diangkat hingga
ketinggian (a). Sebelum beban (m) dilepaskan, energi potensial yang dimilikinya adalah:

Ep = mga
Setelah pendulum dilepaskan, energi potensial akan menurun dan energi kinetik akan
meningkat. Pada saat tumbukan, energi kinetik pendulum adalah sebesar:

dan energi potensial sebesar:

Ep = mga

dengan demikian: Ek = E p

Sehingga kecepatan tumbukannya menjadi:


v2 = 2ga

a = R (1 – cos )
b = R (1 - cos )
• Energi mula-mula:
Ei = m g R (1 - cos ) = W R (1 – cos )

• Energi setelah terjadi patahan


Er = m g R (1 - cos ) = W R (1 – cos )

• Energi yang diserap


spesimen: Eabs =W R (cos  - cos )

Dengan demikian, Harga Impak adalah energi impak dibagi luas penampang benda kerja

Gambar 3.5 Permukaan patahan hasil uji impak dan kurva DBTT.

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 11


2. Prosedur Pengujian
• Siapkan spesimen uji, catat jenis spesimen, metoda uji impak, jumlah spesimen dan
temperatur pengujiannya dan ukur dimensi spesimen dengan menggunakan jangka sorong.
• Siapkan mesin ujinya, pasang spesimen pada pemegangnya.
• Catat sudut awal, .
• Lakukan pengujian dan catat sudut pantulannya, .

PROTOKOL PENGUJIAN IMPAK


TANGGAL: ………………………………..
Material
Metoda pengujian impak
Jenis specimen uji
Tebal daerah uji
Lebar daerah uji
Temperatur uji
Sudut awal, α
Sudut pantul, β
Energi impak, E
Harga impak, HI

Material
Metoda pengujian impak
Jenis specimen uji
Tebal daerah uji
Lebar daerah uji
Temperatur uji
Sudut awal, α
Sudut pantul, β
Energi impak, E
Harga impak, HI

Material
Metoda pengujian impak
Jenis specimen uji
Tebal daerah uji
Lebar daerah uji
Temperatur uji
Sudut awal, α
Sudut pantul, β
Energi impak, E
Harga impak, HI

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 12


MODUL 4
PENGUJIAN BENGKOK

1. Pendahuluan
Pengujian bengkok (bending test) merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan yang
dilakukan terhadap spesimen dari bahan baik bahan yang akan digunakan sebagai konstruksi atau
komponen yang akan menerima pembebanan lengkung maupun proses pelengkungan dalam
pembentukan. Pembengkokan merupakan proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu
titik ditengah-tengah dari bahan yang ditahan di atas dua tumpuan. Dengan pembebanan ini bahan
akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang berlawanan bekerja pada saat yang
bersamaan. Gambar di bawah ini memperlihatkan perilaku bahan uji selama pembebanan lengkung.

Gambar 4.1 Pengujian bengkok (3 point bending) dan perilaku pembebanan.

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 13


Gambar 4.2 Distribusi tegangan pada balok pada daerah elastis dan peluluhan.

Saat material diberi beban pada daerah elastis, maka akan timbul tegangan pada penampang
melintang sebagai akibat dari momen lentur.

dengan:
 = M B (c)
 = tegangan normal
I
MB = momen lentur di penampang melintang yang
ditinjau c = jarak dari neutral axis ke elemen yang ditinjau I
= momen inersia penampang

Bila spesimen uji merupakan spesimen berpenampang segiempat, maka tegangan normal
maksimum terjadi saat MB = (PL/4) dengan c = h/2 dan I = (bh 3/12), maka persamaan tegangan
normal maksimumnya:
 PL  h 
  

 =  4 3 2 
 bh 
 
 

 12 
dengan:
P = beban yang bekerja
L = panjang spesimen
b = lebar spesimen
h = tebal spesimen

Pemberian beban tersebut mengakibatkan defleksi pada daerah elastis penampang. Persamaan
defleksi adalah:

Persamaan defleksi tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai E (modulus elastisitas).
Persamaan dimodifikasi sehingga diperoleh:

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 14


E = modulus elastisitas bahan spesimen
L = panjang spesimen

Dari pengujian bengkok dapat diperoleh hal-hal sebagai berikut:


• Mengetahui beberapa sifat mekanik bahan apabila menerima beban tekan, sekaligus
mengetahui kekerasan dan kekuatannya.
• Mempelajari defleksi pada batang.
• Mempelajari pengaruh momem inersia.
• Mempelajari pengaruh pembebanan dan letak tumpuan.
• Menghitung modulus elastisitas bahan.
• Membuat diagram pembebanan dengan defleksi.

Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, uji bending dibedakan menjadi 2 yaitu transversal
bending dan longitudinal bending.

Transversal Bending
Pada transversal bending ini, pengambilan spesimen tegak lurus dengan arah pengelasan.
Berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian transversal bending dibagi
menjadi tiga:
• Face Bend (Bending pada permukaan las)
Dikatakan face bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las mengalami tegangan tarik
dan dasar las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang
mengalami tegangan tarik. Apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah
letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).

• Root Bend (Bending pada akar las)


Dikatakan roote bend jika bending dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan
dasar las mengalami tegangan tekan.
Pengamatan dilakukan pada akar las yang mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau
tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di weld metal. HAZ atau di fusion line (garis
perbatasan WM dan HAZ).
• Side Bend (Bending pada sisi las)
Dikatakan side bend jika bending dilakukan pada sisi las. Pengujian ini dilakukan jika ketebalan
material yang di las lebih besar dari 3/8 inchi. Pengamatan dilakukan pada sisi las tersebut,
apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya,apakah di Weld metal,
HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).

Gambar 4.3 Spesimen uji transversal bending.


Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 15
Longitudinal Bending
Pada longitudinal bending ini, pengambilan spesimen searah dengan arah pengelasan berdasarkan
arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian longitudinal bending dibagi menjadi dua:
• Face Bend (Bending pada permukaan las)
Dikatakan face bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las mengalami tegangan tarik
dan dasar las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang
mengalami tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya,
apakah di Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
• Root Bend (Bending pada akar las)
Dikatakan root bend jika bending dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan
dasar las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilakukan pada akar las yang mengalami
tegangan tarik, apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah letaknya, apakah di
Weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).

Gambar 4.4 Spesimen uji longitudinal bending standar SNI 7-3806-1995.

Kriteria kelulusan uji bending


Untuk dapat lulus dari uji bending maka hasil pengujian harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
• Keretakan maksimal 3 mm diukur dari segala arah pada permukaan.
• Keretakan maksimal 10 mm dari jumlah semua keretakan terbesar antara 1mm-3 mm.
• Keretakan sudut maksimal 6 mm. kecuali keretakan berasal dari beberapa jenis retak maka
keretakan maksimal 3mm.

3. Prosedur Pengujian
1. Menyiapkan Spesimen
• Ambil spesimen, gerinda pada permukaan yang akan diamati pada daerah weld metal,
HAZ, dan sedikit base metal.
• Gerinda sudut-sudut spesimen sepanjang luasan di atas sehingga menentukan radius.
• Dalam menggerinda, pertama kali gerinda dengan batu gerinda kasar terlebih dahulu,
setelah rata baru digerinda dengan batu gerinda yang halus.
• Ulangi langkah diatas untuk seluruh spesimen.
2. Kodifikasi
3. Pengukuran dimensi:
• Ambil spesimen ukur dimensinya
• Catat kode spesimen dan data pengukurannya pada lembar kerja
• Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
4. Penentuan diameter mandrel
Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 16
Tabel 4.1 Diameter Mandrel
SI Unit
Thickness of
Material Spesimen mm A B C D
P-No 13 to P-No.21 through P-No 25; P.21 3.2t= 3.2 or less 52,4 26.5 60,4 30.2
through P-No.25; P-No.23;P-No.35; any P- 16 ½ t 8¼t 18 ½ t + 9 ¼ +
No metal with P-No.33,36, or 37 1,6 0.8
P – No. 11; P – No. 53; P – No. 62 9.5 63.5 31.8 85.5 42.9
t= 9.5 or less 6t 3t 8t+ 3.2 4t+ 1.6
P – No. 51; 9.5 76.2 38.1 98.4 49.2
t= 9.5 or less 8t 4t 10t+3.2 5t +1.6
P – No. 52; P – No.53; P- No. 61 ; P- No.62 9.5 95.2 47.6 117.5 58.7
t= 9.5 or less 10 t 5t 12t+3.2 6t +1.6
All others with greather than or 5 equal to 9.5 38.1 19.0 60.4 30.2
20% elongation t= 9.5 or less 4t 2t 6t + 3.2 3t+ 1.6
All others with less than 20 % elongation t= (see note b) 32 t 16 t 34t+1.6 17t+0.8
max max max max
Berdasarkan tabel spesimen tersebut di atas tentukan diameter mandrel yang akan digunakan.
5. Pengujian pada mesin pengujian bending
• Catat data mesin pada lembar kerja.
• Ambil spesimen dan letakkan pada tempatnya secara tepat.
• Setting beban dan berikan beban secara kontinyu.
• Ambil spesimen dan amati permukaannya. Bila terdapat cacat, ukur dan catat pada lembar
kerja bentuk, dimensi, tempat dan jenis cacat. Sketsa juga gambar cacat pada lembar kerja.
• Ulangi langkah di atas untuk seluruh specimen.

Gambar 4.5 Pengujian bengkok

Retakan

Gambar4.6 Spesimen yang telah diuji bengkok terlihat adanya retakan(specimen paling kanan).

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 17


Standar Pengujian: ASTM E 190-03

PROTOKOL PENGUJIAN BENGKOK


TANGGAL: ………………………………..

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 18


MODUL 5
PENGUJIAN MULUR

1. Pendahuluan
Pada temperatur tinggi, kekuatan bahan akan menurun. Selain itu bila pada temperatur tinggi
komponen dikenai beban, maka komponen tersebut akan mulur (creep) yaitu bertambahnya
deformasi bahan pada tegangan yang tetap. Perubahan bentuk atau deformasi ini akan semakin
besar dengan semakin lamanya pembebanan.
Pengujian mulur dilakukan seperti terlihat pada Gambar 5.1 dengan beban dan temperatur yang
konstan.

Gambar 5.1 Peralatan uji mulur.

Data pengujian mulur yang dilakukan pada suatu temperatur dan berbagai tingkat tegangan
selanjutnya diolah dan dipresentasikan dalam bentuk kurva seperti ditunjukkan pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Kurva hasil pengujian mulur.

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 19


Agar kondisi operasi tetap aman, total deformasi yang terjadi harus berada di bawah regangan yang
dapat mengakibatkan kegagalan. Ini dapat dilakukan dengan mempertahankan di bawah batas
mulurnya (creep limit). Batas mulur (creep limit) didefinisikan sebagai tegangan yang bekerja pada
temperatur dan waktu tertentu tanpa menyebabkan terjadinya mulur (laju mulur 0,01 in. selama
100.000 jam pada temperatur tertentu).
Temperatur yang dipergunakan untuk pengujian ini adalah di atas temperatur equicohesive yaitu
temperatur dengan butir dan batas butir mempunyai kekuatan yang sama. Temperatur ini
diperkirakan sama dengan temperatur homologos yaitu perbandingan temperatur uji dengan
temperatur cair dalam skala Kelvin. Pada umumnya, mulur mempunyai arti teknis yang penting
pada temperatur homologos yang lebih besar dari 0,5.

Peristiwa mulur terjadi dalam tiga tahap (Gambar 5.2), yaitu primary creep, secondary creep (steady
state creep) dan tertiary creep. Selama mulur primer (primary creep) pada tahap pertama, laju regangan
menurun seiring waktu hingga laju regangan konstan tercapai. Keadaan ini berlangsung dalam
periode yang pendek. Slope dari kurva mulur dinyatakan sebagai laju mulur (creep rate).
Setelah mulur primer, ditahap kedua (mulur kedua-secondary creep) terjadi laju mulur yang konstan
dan ini dikatakan sebagai mulur pada kondisi tunak (steady-state creep). Karena pada secondary creep
laju mulurnya konstan, maka digunakan untuk menentukan umur komponen. Akhirnya, pada
tahap ketiga mulur laju mulur meningkat dengan cepat dan akhirnya patah. Bentuk kurva mulur
sangat tergantung pada tegangan aplikasi dan temperatur. Semakin tinggi tegangan dan
temperatur, laju mulur akan semakin meningkat.

2. Prosedur Pengujian
a. Standar Pengujian: ASTM E 139-00.
b. Siapkan semua peralatan pengujian mulur.
c. Aturlah keseimbangan beban hingga kedudukan tuas pengungkit horisontal (gunakan
waterpass).
d. Berikan sedikit beban pada penggantung beban hingga kedudukan beban sampai ke
bawah dan aturlah dial indicator hingga jarum penunjuk menunjukkan angka 11,5.
e. Lepas kembali beban dan pasanglah spesimen pada batang penarik.
f. Aturlah temperatur sesuai dengan temperatur yang diinginkan.
g. Tutuplah tungku dengan rapat dan nyalakan mesin uji mulur.
h. Perhitungan waktu dan pembebanan, ada 2 jenis:
• Sebelum pengujian beban diberikan sesuai dengan yang diinginkan, catat perubahan
panjang yang terjadi, nyalakan mesin dan waktu dihitung sejak mesin dinyalakan (t
dihitung sejak T=Tkamar).
• Gantungkan beban sesuai berat yang diinginkan, catat perubahan panjang pada dial
indicator. Lepas kembali semua beban tersebut dan nyalakan mesin uji sampai mencapai
temperatur yang diinginkan mulailah perhitungan waktu (t dihitung sejak
T=Toperasi).

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 20


PROTOKOL PENGUJIAN
TANGGAL: ……………………………………

Material :
Jenis spesimen uji :
Ukuran spesimen uji :
Temperatur uji :
Beban :
Tegangan :
Regangan awal :

No. Waktu (menit) Perubahan panjang (mm)


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
…………ke n

3. Tugas
a. Sebutkan komponen-komponen yang dapat mengalami mulur (creep)?
b. Jelaskan mengapa butir struktur mikro yang besar akan lebih baik untuk komponen yang
dipakai pada temperatur tinggi!
c. Gambarkanlah diagram momen yang terjadi pada tuas pengungkit horisontal.

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 21


MODUL 6
PEMERIKSAAN DYE PENETRANT

1. Pendahuluan
Non-destructive testing (NDT) adalah aktivitas tes atau inspeksi terhadap suatu benda
untukmengetahui adanya cacat, retak atau diskontinuitas lain tanpa merusak struktur benda yang
diinspeksi. Pada dasarnya, tes ini dilakukan untuk menjamin bahwa material yang kita
gunakanmemiliki mutu yang baik sesuai dengan standar yang berlaku. NDT ini dijadikan sebagai
bagian darikendali mutu komponen dalam proses produksi terutama untuk indusri fabrikasi.
Dalam apikasinya, NDT menggunakan bermacam-macam metode yang sekarang ini
terusberkembang dengan pesat untuk memperoleh cara yang lebih baik. Ada beberapa metode
dalam Non-destructive Testing antara lain, Visual Inspection (VT), Liquid Penetrant Test (PT), Magnetic
Particle Inspection (MT), Eddy Current Test atau Electromagnetic Test (ET), Ultrasonic Inspection (UT),
Radiographic Inspection (RT), Accoustic Emission Testing (AE) dan Leak Test (LT).
Metode pengujian dengan penetran merupakan salah satu metode uji tidak merusak (Non Destructive
Test) pada suatu material dengan permukaannya tidak berpori. Pengujian penetran ini dapat
digunakan untuk mendeteksi kerusakan atau diskontinuitas yang terbuka pada permukaan.
Penggunaan uji penetran sangat luas, selain untuk memeriksa sambungan las dan permukaan pada
benda kerja, metode uji penetrant ini juga bisa untuk mendeteksi kerusakan retakan yang terjadi
pada komponen mesin seperti crank shaft, roda gigi, dan lain-lain.
Pengujian ini mempergunakan sifat kapiler benda cair yang dipergunakan adalah cairan tidak
kental dan mempunyai tegangan permukaan kecil, yang biasanya berwarna sebagai penetrant.
Material uji dicelup atau disemprot dengan cairan ini, karena sifat kapilernya, maka cairan masuk
ke dalam retakan, celah atau pori-pori pada permukaan material uji tersebut sampai ke bagian yang
paling dalam.

Gambar 1. Proses Kapilaritas pada spesimen uji.

Pemeriksaan dengan penetran ini dilakukan untuk cacat permukaan (cacat retak) dan dapat
digunakan untuk material metal atau non-metal (keramik dan plastik). Sedangkan untuk cacat
yang tidak sampai kepermukaan cara ini tidak dapat dipakai. Persyaratan:

a. Benda yang diperiksa permukaannya harus bersih terhadap segala macam kotoran, minyak, olie,
parafin dan lain sebagainya. Dimana kotoran-kotoran tersebut akan menutupi cacat yang
diperiksa.
b. Benda yang diperiksa harus dalam keadaan kering dan tidak keropos (porous).
c. Jika permukaan benda dicat, maka hilangkan cat tersebut dengan kertas ampelas.
Sebagai bahan pembersih untuk membersihkan benda yang akan diperiksa dapat digunakan
minyak bensin, acetone, thinner atau bahan kimia lain yang bersifat serupa dengan bahan pembersih
diatas. Sedangkan bahan pembersih kedua yang fungsinya untuk membersihkan penetran yang
menempel pada benda yang diperiksa adalah cairan pembersih (cleaner) dan biasanya dijual bersama
satu set dengan penetran dan developer, tetapi dapat juga dipakai air hangat, minya bensin atau
acetone atau cairan lain yang murah harganya. Tidak merusak benda yang diperiksa (menyebabkan
karat) dan tidak beracun.

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 22


Gambar 2. Tahapan pemeriksaan dengan dye penetrant.

2. Alat dan Bahan


1. Penetrant
2. Developer
3. Cleaner/Remover
6. Penggaris
7. Kain Majun (Kain Pembersih)
8. Benda Kerja.

Gambar 3 Perangkat Dye penetrant.

Gambar 4. Hasil pemeriksaan dengan dye penetrant.


Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 23
3. Pemeriksaan
• Melakukan pembersihan pada permukaan benda (spesimen uji) yang akan dilakukan PT
dengan menggunakan bahan maupun peralatan yang sesuai dengan kondisi permukaan
benda.
• Melakukan pemberian penetrant pada permukaan yang akan dievaluasi kondisi cacatnya
dengan cara menyemprotkan penetrant secukupnya secara merata.
• Membiarkan penetrant pada permukaan uji selama 10 menit.
• Membersihkan penetrant dari permukaan benda uji dengan cara yang sesuai dengan jenis
penetrant yang digunakan. (dalam hal ini adalah jenis solvent base penetrant, sehingga
dapat langsung dibersihkan dengan menggunakan kain pembersih dan cleaner/remover
secukupnya bila perlu)
• Memberikan waktu sebentar agar kemungkinan cleaner/remover yang ada dapat
mengering.
• Menyemprotkan developer secara merata ke seluruh permukaan benda uji secukupnya
dan biarkan selama 10 menit.
• Melakukan pengamatan dan evaluasi terhadap semua indikasi yang ada.
• Membersihkan permukaan benda uji dari bahan-bahan PT yang menempel dengan
menggunakan majun maupun cleaner/remover bila perlu.
• Membersihkan semua peralatan dan tempat praktek, menyimpan kembali alat dan bahan
yang telah digunakan.
• Mengisi worksheet.

Standar Pengujian: ASTM E 165-02 Standard Test Method for Liquid Penetrant Examination

PROTOKOL PEMERIKSAAN DYE PENETRANT


TANGGAL: ……………………………

Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 24

Anda mungkin juga menyukai