Laboratorium Logam
Program Studi Teknik Metalurgi
Fakultas Teknologi Manufaktur
Universitas Jenderal Achmad Yani
Bandung-2022
MODUL 1
PENGUJIAN TARIK
1. Pendahuluan
Pengujian tarik adalah salah satu pengujian mekanik yang bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat
mekanik dari suatu logam/paduannya, yaitu antara lain:
• Kekuatan Tarik (Tensile Strength) : Su
• Kekuatan Luluh (Yield Strength) : Sy
• Modulus Elastisitas :E
• Perpanjangan (Elongation) :e
• Reduksi Penampang (Reduction in Area) :q
Pada umumnya spesimen uji tarik dibuat menurut bentuk dan ukuran yang distandarkan,
misalnya menurut ASTM, JIS, DIN, SNI dan lain-lain.
Pengujian tarik dilakukan dengan menggerakkan balok palang mesin uji (cross head) dengan
kecepatan konstan.
Kurva yang langsung diperoleh dari mesin menyatakan hubungan antara gaya tarik dengan
perubahan panjang (Gambar 1.1)
Total perpanjangan
Deformasi seragam
Deformasi
Tidak
Seragam
Beban, F (Kg)
Perubahan panjang, Δl
Dari kurva tersebut kemudian dihitung besarnya tegangan teknis dan regangan teknis sehingga
didapatkan kurva teknis (Gambar 1.2)
Strain
Gambar 1.2 Kurva tegangan teknis regangan teknis.
Dari kurva tegangan teknis–regangan teknis tersebut menghasilkan data sebagai berikut:
❖
Kekuatan Tarik (Tensile Strength) :
F
SU=A U
O
❖
Kekuatan Luluh (Yield Strength) :
F
Sy = y
A
O
Untuk material yang tidak menunjukkan batas luluh yang jelas (material selain baja karbon rendah)
maka kekuatan luluhnya dicari dengan menggunakan metoda offset yaitu: 0,2% atau 0,5% seperti
terlihat pada Gambar 1.3.
❖
Perpanjangan (Elongation):
L −L
e= f 0 x100%
L0
❖
Reduksi Penampang (Reduction in Area):
A −A
q= 0 f x100%
A0
❖
Modulus Elastisitas:
Sy
E = tg = (Daerah Elastis)
e
Selama proses penarikan terhadap spesimen uji tarik, panjang spesimen selalu bertambah dan luas
penampang selalu berkurang, sehingga kurva teknis tidak menggambarkan kondisi yang
sebenarnya. Oleh karena itu diperlukan kurva tegangan sebenarnya-regangan sebenarnya.
Jika kurva sebenarnya diplot pada suatu sistem koordinat, maka hasilnya dapat dilihat pada Gambar
1.5.
Tegangan sebenarnya (true stress) ditentukan dengan membagi beban dengan luas penampang
sebenarnya (sesaat pembebanan berlangsung). Sedangkan tegangan sebenarnya (true strain) didapat
dari hasil perubahan panjang dibagi panjang yang terjadi:
F
=
A
i
L
= ln i
Lo
Karena luas penampang sesaat dan panjang sesaat selama pengujian sukar dilakukan, maka
tegangan sebenarnya dan regangan sebenarnya diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
a. Untuk daerah deformasi plastis seragam, berlaku hubungan volume tetap.
A L
A.L =A.L o
= i
= e +1
oo ii
Ai Lo
Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 3
Li
= ln = ln(e +1)
Lo
b. Untuk daerah deformasi plastis tidak seragam, hubungan volume konstan sudah tidak berlaku
lagi karena terjadi pengecilan penampang setempat (necking), maka:
A
F
= ln A
o
= ; Ai = d 2
Ai i
dengan:
❖
= kekuatan tarik sebenarnya
❖
= regangan sebenarnya
❖ Ao = luas penampang awal
❖ Ai = Luas penampang sesaat (sebenarnya)
Untuk dapat memenuhi persyaratan pengujian, maka pembuatan spesimen harus simetris,
rata/seragam.
• Jenis Material :
• Jenis Spesimen :
• Ukuran Spesimen:
→ Gage Length (Lo) : mm
→ Diameter awal (do) : mm
• Kekuatan Tarik : kg/mm 2
• Perpanjangan : %
• Reduksi Penampang : %
• Moduluis elastisitas : kg/mm 2
1. Pendahuluan
Tujuan dari pengujian kekerasan adalah untuk mengetahui harga kekerasan dari suatu meterial.
Kekerasan merupakan ketahanan suatu meterial terhadap deformasi plastis. Kekerasan dari suatu
material ini merupakan salah satu sifat mekanik yang erat kaitannya dengan ketahanan aus.
Berdasarkan cara pengujian kekerasan, maka ada 3 jenis metoda kekerasan, yaitu:
• Metoda gores (Scratch)
• Metoda pantulan
• Metoda penekanan (indentation)
a. Metoda gores banyak dipakai oleh para ahli mineralogi dengan nilai kekerasan 1 sampai
dengan 10 atau dikenal skala Mohs:
1. Talk
2. Gibs
3. Calsite
4. Flourite
5. Apatite
6. Orthoclase
7. Quartz
8. Topaz
9. Corundum
10. Intan
b. Metoda pantulan menggunakan suatu indentor yang dijatuh bebaskan pada permukaan logam.
Nilai kekerasan diperoleh dari tinggi pantulan yang diartikan sebagai energi tumbukan atau
energi yang diserap oleh material untuk berdeformasi plastis. Alatnya adalah Skleroskop.
c. Metoda penekanan (indentasi), yaitu pada permukaan yang rata dilakukan penekanan dengan
menggunakan indentor (penekan). Beban yang digunakan untuk setiap jenis material adalah
berbeda dan tergantung pada metoda pengujian yang dilakukan.
• Pengujian kekerasan Brinell
• Pengujian kekerasan Rockwell
• Pengujian kekerasan Vickers
• Pengujian kekerasan Knoop
• Pengujian Kekerasan Poldi Hammer
Setiap jenis pengujian kekerasan tersebut mempunyai jenis indentor dan beban yang berbeda-beda
seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Jenis-jenis pengujian kekerasan.
4. Kriteria Pengujian
Untuk dapat memenuhi persyaratan pengujian, maka:
• Permukaan spesimen harus bersih dan datar/tegak lurus terhadap indentor.
• Spesimen harus disupport dengan baik.
• Pertimbangan pemilihan bentuk dan ukuran indentor dan beban secara tepat.
• Jarak titik pengujian satu sama lain adalah:
• 35 x bekas indentor
• bandul beban tidak boleh goyang
• Waktu pengujian adalah:
Untuk logam-logam keras: 15 + 30 detik
Untuk logam-logam lunak: 30 detik
1. Pendahuluan
Pengujian impak, menggunakan beban tiba-tiba (Gambar 3.1). Metoda yang sering digunakan
adalah metoda Charpy dengan bentuk spesimen standar seperti yang ditunjukkan Gambar 3.2.
Tujuan utama dari pengujian impak adalah mengukur keuletan atau kegetasan bahan
terhadap beban tiba-tiba. Bahan yang ulet akan menunjukkan harga impak yang besar.
Suatu bahan yang diperkirakan ulet ternyata dapat mengalami patah getas yang dapat
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
• Adanya takikan (notch).
• Kecepatan pembebanan atau kecepatan regangan yang tinggi.
• Temperatur yang sangat rendah, dan lain-lain.
Dengan demikian, suatu bahan yang akan beroperasi pada temperatur yang sangat rendah,
perlu dilakukan pengujian impak khususnya untuk mengetahui temperatur transisi antara ulet
dan getas (Gambar 3.3).
Prinsip pengukuran secara skematis ditunjukkan pada Gambar 3.4, dengan sebagian energi
akan diserap oleh benda uji, sehingga beda tinggi ayunan merupakan ukuran energi yang
diserap. Patah ulet ditandai selain oleh harga impak yang tinggi, juga oleh permukaan patahan
yang berserabut yaitu karena adanya deformasi plastis pada bagian yang patah dan pada patah
getas akan nampak lebih mengkilap, karena patahannya kristalin.
Ep = mga
Setelah pendulum dilepaskan, energi potensial akan menurun dan energi kinetik akan
meningkat. Pada saat tumbukan, energi kinetik pendulum adalah sebesar:
Ep = mga
dengan demikian: Ek = E p
a = R (1 – cos )
b = R (1 - cos )
• Energi mula-mula:
Ei = m g R (1 - cos ) = W R (1 – cos )
Dengan demikian, Harga Impak adalah energi impak dibagi luas penampang benda kerja
Gambar 3.5 Permukaan patahan hasil uji impak dan kurva DBTT.
Material
Metoda pengujian impak
Jenis specimen uji
Tebal daerah uji
Lebar daerah uji
Temperatur uji
Sudut awal, α
Sudut pantul, β
Energi impak, E
Harga impak, HI
Material
Metoda pengujian impak
Jenis specimen uji
Tebal daerah uji
Lebar daerah uji
Temperatur uji
Sudut awal, α
Sudut pantul, β
Energi impak, E
Harga impak, HI
1. Pendahuluan
Pengujian bengkok (bending test) merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan yang
dilakukan terhadap spesimen dari bahan baik bahan yang akan digunakan sebagai konstruksi atau
komponen yang akan menerima pembebanan lengkung maupun proses pelengkungan dalam
pembentukan. Pembengkokan merupakan proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu
titik ditengah-tengah dari bahan yang ditahan di atas dua tumpuan. Dengan pembebanan ini bahan
akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang berlawanan bekerja pada saat yang
bersamaan. Gambar di bawah ini memperlihatkan perilaku bahan uji selama pembebanan lengkung.
Saat material diberi beban pada daerah elastis, maka akan timbul tegangan pada penampang
melintang sebagai akibat dari momen lentur.
dengan:
= M B (c)
= tegangan normal
I
MB = momen lentur di penampang melintang yang
ditinjau c = jarak dari neutral axis ke elemen yang ditinjau I
= momen inersia penampang
Bila spesimen uji merupakan spesimen berpenampang segiempat, maka tegangan normal
maksimum terjadi saat MB = (PL/4) dengan c = h/2 dan I = (bh 3/12), maka persamaan tegangan
normal maksimumnya:
PL h
= 4 3 2
bh
12
dengan:
P = beban yang bekerja
L = panjang spesimen
b = lebar spesimen
h = tebal spesimen
Pemberian beban tersebut mengakibatkan defleksi pada daerah elastis penampang. Persamaan
defleksi adalah:
Persamaan defleksi tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai E (modulus elastisitas).
Persamaan dimodifikasi sehingga diperoleh:
Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, uji bending dibedakan menjadi 2 yaitu transversal
bending dan longitudinal bending.
Transversal Bending
Pada transversal bending ini, pengambilan spesimen tegak lurus dengan arah pengelasan.
Berdasarkan arah pembebanan dan lokasi pengamatan, pengujian transversal bending dibagi
menjadi tiga:
• Face Bend (Bending pada permukaan las)
Dikatakan face bend jika bending dilakukan sehingga permukaan las mengalami tegangan tarik
dan dasar las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang
mengalami tegangan tarik. Apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak dimanakah
letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau di fusion line (garis perbatasan WM dan HAZ).
3. Prosedur Pengujian
1. Menyiapkan Spesimen
• Ambil spesimen, gerinda pada permukaan yang akan diamati pada daerah weld metal,
HAZ, dan sedikit base metal.
• Gerinda sudut-sudut spesimen sepanjang luasan di atas sehingga menentukan radius.
• Dalam menggerinda, pertama kali gerinda dengan batu gerinda kasar terlebih dahulu,
setelah rata baru digerinda dengan batu gerinda yang halus.
• Ulangi langkah diatas untuk seluruh spesimen.
2. Kodifikasi
3. Pengukuran dimensi:
• Ambil spesimen ukur dimensinya
• Catat kode spesimen dan data pengukurannya pada lembar kerja
• Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
4. Penentuan diameter mandrel
Kusharjanto, Laboratorium Logam, Program Studi Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 16
Tabel 4.1 Diameter Mandrel
SI Unit
Thickness of
Material Spesimen mm A B C D
P-No 13 to P-No.21 through P-No 25; P.21 3.2t= 3.2 or less 52,4 26.5 60,4 30.2
through P-No.25; P-No.23;P-No.35; any P- 16 ½ t 8¼t 18 ½ t + 9 ¼ +
No metal with P-No.33,36, or 37 1,6 0.8
P – No. 11; P – No. 53; P – No. 62 9.5 63.5 31.8 85.5 42.9
t= 9.5 or less 6t 3t 8t+ 3.2 4t+ 1.6
P – No. 51; 9.5 76.2 38.1 98.4 49.2
t= 9.5 or less 8t 4t 10t+3.2 5t +1.6
P – No. 52; P – No.53; P- No. 61 ; P- No.62 9.5 95.2 47.6 117.5 58.7
t= 9.5 or less 10 t 5t 12t+3.2 6t +1.6
All others with greather than or 5 equal to 9.5 38.1 19.0 60.4 30.2
20% elongation t= 9.5 or less 4t 2t 6t + 3.2 3t+ 1.6
All others with less than 20 % elongation t= (see note b) 32 t 16 t 34t+1.6 17t+0.8
max max max max
Berdasarkan tabel spesimen tersebut di atas tentukan diameter mandrel yang akan digunakan.
5. Pengujian pada mesin pengujian bending
• Catat data mesin pada lembar kerja.
• Ambil spesimen dan letakkan pada tempatnya secara tepat.
• Setting beban dan berikan beban secara kontinyu.
• Ambil spesimen dan amati permukaannya. Bila terdapat cacat, ukur dan catat pada lembar
kerja bentuk, dimensi, tempat dan jenis cacat. Sketsa juga gambar cacat pada lembar kerja.
• Ulangi langkah di atas untuk seluruh specimen.
Retakan
Gambar4.6 Spesimen yang telah diuji bengkok terlihat adanya retakan(specimen paling kanan).
1. Pendahuluan
Pada temperatur tinggi, kekuatan bahan akan menurun. Selain itu bila pada temperatur tinggi
komponen dikenai beban, maka komponen tersebut akan mulur (creep) yaitu bertambahnya
deformasi bahan pada tegangan yang tetap. Perubahan bentuk atau deformasi ini akan semakin
besar dengan semakin lamanya pembebanan.
Pengujian mulur dilakukan seperti terlihat pada Gambar 5.1 dengan beban dan temperatur yang
konstan.
Data pengujian mulur yang dilakukan pada suatu temperatur dan berbagai tingkat tegangan
selanjutnya diolah dan dipresentasikan dalam bentuk kurva seperti ditunjukkan pada Gambar 5.2.
Peristiwa mulur terjadi dalam tiga tahap (Gambar 5.2), yaitu primary creep, secondary creep (steady
state creep) dan tertiary creep. Selama mulur primer (primary creep) pada tahap pertama, laju regangan
menurun seiring waktu hingga laju regangan konstan tercapai. Keadaan ini berlangsung dalam
periode yang pendek. Slope dari kurva mulur dinyatakan sebagai laju mulur (creep rate).
Setelah mulur primer, ditahap kedua (mulur kedua-secondary creep) terjadi laju mulur yang konstan
dan ini dikatakan sebagai mulur pada kondisi tunak (steady-state creep). Karena pada secondary creep
laju mulurnya konstan, maka digunakan untuk menentukan umur komponen. Akhirnya, pada
tahap ketiga mulur laju mulur meningkat dengan cepat dan akhirnya patah. Bentuk kurva mulur
sangat tergantung pada tegangan aplikasi dan temperatur. Semakin tinggi tegangan dan
temperatur, laju mulur akan semakin meningkat.
2. Prosedur Pengujian
a. Standar Pengujian: ASTM E 139-00.
b. Siapkan semua peralatan pengujian mulur.
c. Aturlah keseimbangan beban hingga kedudukan tuas pengungkit horisontal (gunakan
waterpass).
d. Berikan sedikit beban pada penggantung beban hingga kedudukan beban sampai ke
bawah dan aturlah dial indicator hingga jarum penunjuk menunjukkan angka 11,5.
e. Lepas kembali beban dan pasanglah spesimen pada batang penarik.
f. Aturlah temperatur sesuai dengan temperatur yang diinginkan.
g. Tutuplah tungku dengan rapat dan nyalakan mesin uji mulur.
h. Perhitungan waktu dan pembebanan, ada 2 jenis:
• Sebelum pengujian beban diberikan sesuai dengan yang diinginkan, catat perubahan
panjang yang terjadi, nyalakan mesin dan waktu dihitung sejak mesin dinyalakan (t
dihitung sejak T=Tkamar).
• Gantungkan beban sesuai berat yang diinginkan, catat perubahan panjang pada dial
indicator. Lepas kembali semua beban tersebut dan nyalakan mesin uji sampai mencapai
temperatur yang diinginkan mulailah perhitungan waktu (t dihitung sejak
T=Toperasi).
Material :
Jenis spesimen uji :
Ukuran spesimen uji :
Temperatur uji :
Beban :
Tegangan :
Regangan awal :
3. Tugas
a. Sebutkan komponen-komponen yang dapat mengalami mulur (creep)?
b. Jelaskan mengapa butir struktur mikro yang besar akan lebih baik untuk komponen yang
dipakai pada temperatur tinggi!
c. Gambarkanlah diagram momen yang terjadi pada tuas pengungkit horisontal.
1. Pendahuluan
Non-destructive testing (NDT) adalah aktivitas tes atau inspeksi terhadap suatu benda
untukmengetahui adanya cacat, retak atau diskontinuitas lain tanpa merusak struktur benda yang
diinspeksi. Pada dasarnya, tes ini dilakukan untuk menjamin bahwa material yang kita
gunakanmemiliki mutu yang baik sesuai dengan standar yang berlaku. NDT ini dijadikan sebagai
bagian darikendali mutu komponen dalam proses produksi terutama untuk indusri fabrikasi.
Dalam apikasinya, NDT menggunakan bermacam-macam metode yang sekarang ini
terusberkembang dengan pesat untuk memperoleh cara yang lebih baik. Ada beberapa metode
dalam Non-destructive Testing antara lain, Visual Inspection (VT), Liquid Penetrant Test (PT), Magnetic
Particle Inspection (MT), Eddy Current Test atau Electromagnetic Test (ET), Ultrasonic Inspection (UT),
Radiographic Inspection (RT), Accoustic Emission Testing (AE) dan Leak Test (LT).
Metode pengujian dengan penetran merupakan salah satu metode uji tidak merusak (Non Destructive
Test) pada suatu material dengan permukaannya tidak berpori. Pengujian penetran ini dapat
digunakan untuk mendeteksi kerusakan atau diskontinuitas yang terbuka pada permukaan.
Penggunaan uji penetran sangat luas, selain untuk memeriksa sambungan las dan permukaan pada
benda kerja, metode uji penetrant ini juga bisa untuk mendeteksi kerusakan retakan yang terjadi
pada komponen mesin seperti crank shaft, roda gigi, dan lain-lain.
Pengujian ini mempergunakan sifat kapiler benda cair yang dipergunakan adalah cairan tidak
kental dan mempunyai tegangan permukaan kecil, yang biasanya berwarna sebagai penetrant.
Material uji dicelup atau disemprot dengan cairan ini, karena sifat kapilernya, maka cairan masuk
ke dalam retakan, celah atau pori-pori pada permukaan material uji tersebut sampai ke bagian yang
paling dalam.
Pemeriksaan dengan penetran ini dilakukan untuk cacat permukaan (cacat retak) dan dapat
digunakan untuk material metal atau non-metal (keramik dan plastik). Sedangkan untuk cacat
yang tidak sampai kepermukaan cara ini tidak dapat dipakai. Persyaratan:
a. Benda yang diperiksa permukaannya harus bersih terhadap segala macam kotoran, minyak, olie,
parafin dan lain sebagainya. Dimana kotoran-kotoran tersebut akan menutupi cacat yang
diperiksa.
b. Benda yang diperiksa harus dalam keadaan kering dan tidak keropos (porous).
c. Jika permukaan benda dicat, maka hilangkan cat tersebut dengan kertas ampelas.
Sebagai bahan pembersih untuk membersihkan benda yang akan diperiksa dapat digunakan
minyak bensin, acetone, thinner atau bahan kimia lain yang bersifat serupa dengan bahan pembersih
diatas. Sedangkan bahan pembersih kedua yang fungsinya untuk membersihkan penetran yang
menempel pada benda yang diperiksa adalah cairan pembersih (cleaner) dan biasanya dijual bersama
satu set dengan penetran dan developer, tetapi dapat juga dipakai air hangat, minya bensin atau
acetone atau cairan lain yang murah harganya. Tidak merusak benda yang diperiksa (menyebabkan
karat) dan tidak beracun.
Standar Pengujian: ASTM E 165-02 Standard Test Method for Liquid Penetrant Examination