Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH INDUSTRI KECIL KIMIA

PEMBUATAN SABUN CUCI TANGAN

Kelompok 12
Bayu Santoso 1918315
Gilang Deka Pratama 1918355
Nency Febriza 1918430
Zul Hamdi 1918509

KEMENTARIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN SUMBERDAYA MANUSIA INDUSTRI
POLITEKNIK AKA BOGOR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmatnya


sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Industri Kecil Kimia
yang berjudul “Pembuatan Sabun Cuci Tangan”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Industri Kecil Kimia di Politeknik AKA Bogor.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyusun makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Kritik dan saran yang membangun juga kami harapkan agar dapat
membantu kami berproses lebih baik lagi.

Bogor, Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................................................2
BAB II METODOLOGI PENELITIAN............................................................................3
2.1 Bahan dan Alat...................................................................................................3
2.2 Cara Kerja...........................................................................................................3
BAB III PEMABAHASAN...............................................................................................4
3.1 Deskripsi/Karakteristik dan Penanganan Bahan..................................................4
3.2 Deskripsi Karakteristik dan Penanganan.............................................................4
3.3 Pembahasan........................................................................................................4
3.3.1 Mekanisme Sabun......................................................................................5
3.3.2 Fungsi Sabun..............................................................................................6
3.3.3 Formula 2 Sabun Cuci Tangan...................................................................7
3.3.4 Surfaktan....................................................................................................8
3.3.5 Jenis-jenis Surfaktan.................................................................................10
3.3.6 Komponen Pembentuk Sabun Cair...........................................................11
BAB IV PENGEMASAN DAN EVALUASI EKONOMI...............................................17
4.1 Rencana Pengemasan dan Desain Kemasan......................................................17
4.2 Evaluasi Ekonomi.............................................................................................17
4.2.1 Prospek bisnis Sabun Cuci Tangan...........................................................17
4.2.2 Perhitungan BEP untuk produk ..................................................................
Sabun Cuci tangan (500 Liter/ bulan)......................................................19
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................21
LAMPIRAN....................................................................................................................22

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara
kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak
hewani. Sabun cair lebih diminati oleh masyarakat dibandingkan dengan
sabun padat, karena penggunaannya yang lebih praktis, lebih hemat, tidak
terkontaminasi bakteri, mudah dibawa dan mudah disimpan (Agusta, 2016).
Sabun memiliki banyak bentuk, salah satunya adalah sabun cair. Sabun
cair merupakan produk yang strategis, karena saat ini masyarakat modern
suka produk yang praktis dan ekonomis. Penggunaan sabun cair juga telah
meluas,  terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu
permukaan, air bersabun secara efektif mengangkat partikel dalam suspensi
mudah dibawa oleh air bersih. Sabun cair memiliki manfaat dan kegunaan
yang tidak kalah dengan sabun-sabun berbentuk lainnya. 

Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan


membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut
batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga
telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada
suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel
dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Sabun ini merupakan logam
alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali yang
biasa digunakan pada sabun batang adalah NaOH sedangkan untuk sabun cair
adalah KOH.

Sabun merupakan bahan logam alkali (basa) dengan rantai asam


monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam
pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang
biasa digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan

1
alkali yang biasa digunakn pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida
(KOH).

Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak


ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak
minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang
digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak
ikan laut.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan mampu memanfaatkan minyak jelantah
menjadi biodiesel.
2. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mengubah minyak
jelantah menjadi biodiesel.
3. Menjadikan biodiesel sebagai salah satu industry alternatif dan
memiliki nilai ekonomi.
1.3 Prinsip

Sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak
yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak yang direaksikan dengan alkali
(seperti NaOH atau KOH) pada suhu (80-100) °C, melalui proses yang dikenal
dengan saponifikasi. Berdasarkan kemampuan fisiknya ada tiga macam bentuk
sabun, yaitu berbentuk serbuk, pasta, dan cairan. Sabun pencuci piring cair banyak
digunakan masyarakat dengan alasan kepraktisan, kecepatan dan karena
bentuknya yang cair, maka lebih mudah larut dalam air, dan hasilnya dalam
membersihkan kotoran terutama yang menempel pada peralatan makanan.

1.4 Manfaat

1. Mahasiswa mempelajari proses pembuatan sabun.


2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menciptakan inovasi sabun.
3. Mahasiswa mampu membuat minyak atsiri yang dapat dijadikan sebagai
salah satu alternatif dalam membangun industri rumah tangga.
4. Mahasiswa mampu menentukan pemilihan kemasan untuk minyak atsiri
yang tepat serta evaluasi dana produksi minyak atsiri.

2
BAB II METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Bahan dan Alat

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut:

 Alat

Alat yang digunakan pada pembuatan sabun cair formulasi 2 yaitu


wadah produk, gelas ukur, sendok pengaduk, baskom, dan neraca.

 Bahan

Bahan yang digunakan pada pembuatan sabun cair formulasi 2 yatu


sodium lauryl ether sulfate (SLES), aquadest, cocoamidopropyl
betaine (CAPB), gliserin, sodium benzoate, garam, dan EDTA.

2.2 Cara Kerja

80 gram SES
sodium benzoate
dilarutkan dengan Dimasukkan 50 mL
dilarutkan dengan
1 L aquadet secara CPAB
aquadet
bertahap

Dimasukkan 10 g Dimasukkan 10 g
Dimasukkan 50 g
larutan sodium EDTA + NaCl
gliserin
benzoat. secukupnya

Diaduk hingga
Produk didiamkan Produk siap Dijual
tercampur
semalaman dan digunakan
sempurna

3
BAB III PEMABAHASAN

3.1 Deskripsi/Karakteristik dan Penanganan Bahan


NO Senyawa Wujud Warna Bau
1. Sodium lauryl ether Padatan Putih Bau Khas
sulfate (SLES) Detergen
2. Aquadest Cair Tak berwarna Tak berbau
3. Cocoamidopropyl Padatan Putih Bau khas
betaine (CAPB) Detergen
4. Gliserin Cairan Tak berwarna Bau Khas
gliserin
5. Sodium Benzoate Padatan Putih Tidak Berbau
6. Garam Padatan Putih Tak berbau
7. EDTA Kristal putih Tidak berbau

3.2 Deskripsi Karakteristik dan Penanganan


Katakter Produk
Produk Wujud Warna Bau
Sabun Cuci Cairan Khas Homogen
Tangan

3.3 Pembahasan
Sabun merupakan pembersih diri dari kotoran yang menempel di permukaan
kulit. Hampir semua orang membutuhkan sabun karena fungsinya sangat penting,
namun sabun juga dapat menjadikan kulit kering. Reaksi kulit terhadap sabun
dipengaruhi oleh bahan pembuatnya. “Sabun alami” adalah sabun yang dibuat dari
bahan-bahan alam. Sebagai daerah tropis, Indonesia kaya akan bahan alam seperti
minyak nabati dan tumbuh-tumbuhan. Minyak nabati seperti minyak kelapa,
minyak sawit, minyak jagung, minyak biji matahari dan lain-lain merupakan
bahan utama pembuat sabun alami  Selain itu ekstrak tumbuh-tumbuhan akan
menambah fungsi dari sabun tersebut (Dwinna Rahmi, 2020).1

1
Dwinna Rahmi, Sabun Alami “Aman, Ekonomis Dan Ramah Lingkungan” (Balai
Besar Kimia dan Kemasan : 2020).

4
Sabun merupakan materi pembersih yang digunakan dengan air untuk
membersihkan dan menghilangkan kotoran (Edoga, 2009). Sabun mandi adalah
senyawa natrium dan kalium dengan asam lemak dari minyak nabati dan atau
lemak hewani berbentuk padat, lunak, atau cair, dan berbusa digunakan sebagai
pembersih dengan menambahkan zat pewangi dan bahan lainnya yang tidak
membahayakan kesehatan. Sabun merupakan garam alkali karboksilat
(RCOONa), dimana gugus R bersifat hidrofobik karena bersifat nonpolar dan
COONa bersifat hidrofilik yakni bersifat polar (Idrus, Ahmad, et al. 2013).

3.3.1 Mekanisme Sabun


Kemampuan sabun dalam membersihkan kotoran disebabkan sabun
memiliki kemampuan untuk mengemulsi atau mendispersi bahan yang tidak
larut dalam air. Kemamp uan ini dapat terlihat dari struktur molekul sabun.
Ketika sabun ditambahkan dengan air yang mengandung minyak atau bahan
yang tidak larut dalam air, molekul sabun akan mengelilingi droplet minyak
(Mishra, 2013).

Gambar 2.1 Monomer surfaktan yang membentuk misel.


Sumber : [Yagui, CO Rangel,. Pessoa Jr A., Tavares LC, 2005]

Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda


yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak) yang berfungsi menurunkan
tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel
pada permukaan bahan. Bagian nonpolar akan larut dalam minyak, sedangkan
bagian polar akan larut dalam air, sehingga menyebabkan sabun memiliki daya
pembersih. Ketika mandi dengan menggunakan sabun, gugus nonpolar dari
sabun akan menempel pada kotoran dan bagian polarnya akan menempel pada
air. Hal ini akan mengakibatkan tegangan permukaan air akan semakin
berkurang, sehingga air akan mudah menarik kotoran dari kulit. Sabun cair

5
mampu mengemulsikan air dan minyak serta efektif untuk mengangkat kotoran
yang menempel pada permukaan kulit baik yang larut air maupun larut lemak
(Susilowati, 2015).2

Dalam hal ini yang perlu untuk diketahui adalah bahwa sifat pencuci dari
sabun disebabkan karena sabun merupakan senyawa surfaktan yang dapat
menurunkan tegangan permukaan sambil mengemulsi kotoran. Pengelompokkan
minyak surfaktan sebagai anionik, kationik atau netral tergantung sifat dasar
gugus hidrofiliknya. Sabun dengan gugus karboksilatnya adalah surfaktan
anionik yang bersifat antibakteri. Alkali yang digunakan untuk proses
penyabunan adalah kaustik (NaOH) dan soda kalium (KOH). Soda kaustik
digunakan untuk membuat sabun keras sedangkan soda kalium untuk membuat
sabun lunak sampai cair seperti sampo. Proses pembentukan sabun dikenal
sebagai reaksi penyabunan atau saponifikasi, yaitu reaksi antara lemak/gliserida
dengan basa seperti berikut:3

3.3.2 Fungsi Sabun


Fungsi utama dari penggunaan sabun adalah untuk membantu
menghilangkan kotoran dan kuman dari permukaan dan pori-pori kulit.

2
Elok Faikoh, Formulasi Sabun Cair Tanah Sebagai Penyuci Najis Mughalladzah Dengan
Variasi Tanah Kaolin Dan Bentonit (Uin Syarif Hidayatullah Jakarta: 2017), hlm. 9-10.

3
Farid Kurnia Perdana & Ibnu Hakim, Pembuatan Sabun Cair Dari Minyak Jarak
Dan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q (Universitas
Diponegoro : 2008), hlm. 2.
6
3.3.3 Formula 2 Sabun Cuci Tangan
Secara garis besar, bahan-bahan penyusun sabun terdiri dari dua bagian
yakni bahan dasar dan bahan tambahan. Bahan dasar terdiri dari pelarut atau
tempat dasar bahan lain sehingga umumnya menempati volume yang lebih besar
dari bahan lainnya. Bahan dasar memiliki fungsi utama untuk membersihkan dan
menurunkan tegangan permukaan air (Wasitaatmadja, 2007). Bahan tambahan
merupakan bahan-bahan yang sengaja ditambahkan dalam formula dengan
tujuan memberikan efek-efek tertentu yang diinginkan konsumen seperti
melembutkan kulit, aseptis, harum, dan lain sebagainya (Suryani, A., E.
Hambali & Rivai, M.,2002).

Suatu sediaan sabun cair dapat diformulasikan dengan bahan-bahan berikut:


1. Surfaktan primer yakni memiliki fungsi utama sebagai detergensia dan
pembusaan. Secara umum surfaktan anionik digunakan karena memiliki
sifat pembusaan yang baik, selain itu dapat pula digunakan surfaktan
kationik, namun surfaktan ini memiliki sifat mengiritasi khususnya pada
mata, sehingga perlu adanya kombinasi dengan surfaktan nonionik atau
amfoter (Rieger, 2000).
2. Surfaktan sekunder yaitu suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki
fungsi dari surfaktan primer dalam hal detergensia dan pembusaan.
Biasanya digunakan surfaktan nonionik karena mampu menghasilkan busa
yang lebih banyak dan mampu menstabilkan busa (Rieger, 2000)
3. Bahan aditif yakni bahan-bahan tambahan yang dapat menunjang formula
dan memberikan karakteristik tertentu pada sediaan (Rieger, 2000).
Bahan-bahan aditif ini biasanya adalah:
a. Pengatur viskositas adalah bahan yang digunakan untuk mengatur
kekentalan sediaan. Menurut Buchmann (2001) kekentalan sabun cair
merupakan suatu aspek yang harus diperhatikan karena terkait dengan
preparasi, pengemasan, penyimpanan, aplikasi, dan aktivitas
penghantaran. Sediaan sabun cair diharapkan tidak hanya mudah
digunakan, tetapi ia juga harus memiliki tampilan dan kekentalan yang
menarik minat konsumen untuk menggunakan produk tersebut (Karsheva,
M., Georgiva, S., dan Handjiva, S., 2007).
7
b. Humektan adalah bahan yang digunakan untuk meningkatkan kandungan
air pada lapisan atas kulit (Barel et al.,, 2009). Berfungsi untuk
memberikan kesan lembut di kulit. Hal ini kaena konsumen tidak hanya
menghendaki sabun yang berfungsi sebagai pembersih saja.
c. Agen pengkhelat merupakan bahan yang dapat mengkhelat ion kalsium
dan magnesium pada saat penggunaan dengan air sadah. Chelator agent
yang biasanya digunakan adalah EDTA (Ghaim, J.B., and Volz., E.D.,
2001)
d. Pengawet merupakan bahan yang digunakan untuk menjaga sediaan tahan
terhadap mikroba khususnya jamur, sehingga memperpanjang waktu paruh
produk.
e. Pengharum merupakan suatu bahan yang digunakan untuk meningkatkan
penerimaan konsumen. Pengharum yang digunakan harus tidak
mempengaruhi terhadap viskositas dan stabilitas sediaan, sehingga harus
benar-benar diperhatikan kelarutan dan kompatibilitasnya (Rieger, 2000)
f. Pewarna merupakan zat yang digunakan untuk memberikan warna yang
menarik.
g. Antioksidan merupakan zat yang digunakan untuk mencegah bau tengik,
contoh butil hidroksi anisol (BHA) dan butil hidroksi toluen (BHT), vitamin
E.

3.3.4 Surfaktan
a. Definisi dan Karakteristik Surfaktan
Surfaktan (surface-active agent) merupakan suatu senyawa dimana
pada konsentrasi rendah mampu memiliki sifat mengadsorbsi pada
permukaan atau antarmuka dari suatu sistem dan mampu menurunkan
energi bebas permukaan maupun energi bebas antarmuka. Istilah antarmuka
menunjukkan batas antara dua fase yang saling tidak bercampur
(immiscible), sedangkan permukaan menunjukkan sebuah sistem dua fase,
dimana salah satu fasenya berupa gas biasanya udara (Rosen, 2004).
Energi bebas antarmuka adalah jumlah energi minimum yang
dibutuhkan untuk membuat sistem tetap dalam dua fase yang tidak
8
bercampur, sehingga terbentuk batas antarmuka di antara dua fase tersebut.
Tegangan permukaan adalah gaya per satuan panjang yang terdapat pada
antarmuka dua fase cairan yang tidak dapat bercampur (Sinko, 2011).
Surfaktan umumnya digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan,
tegangan antarmuka, oleh karena sifat surfaktan yang mampu menurunkan
tegangan permukaan, ia dapat dimanfaatkan sebagai agen pengemulsi,
pelarut, serta agen pembasah atau wetting agent. Wetting agent adalah
surfaktan yang bila dilarutkan dalam air dapat menurunkan sudut kontak
yang sebelumnya ada, membantu pemindahan fase udara pada permukaan,
dan menggantikan fase tersebut dengan fase cair (Sinko, 2011).
Molekul surfaktan memiliki bagian polar (hidrofilik) yang larut dalam
air dan bagian nonpolar (hidrofobik) yang larut dalam minyak atau pelarut
nonpolar. Bagian hidrofilik molekul surfaktan dapat berupa gugus ionik
bermuatan positif atau negatif, atau gugus bersifat polar nonionik yang
bermuatan netral (Tang, M., Suendo, V., 2011). Surfaktan memiliki
struktur molekul khas, karena adanya gugus yang memiliki tarikan sangat
kecil terhadap pelarut, atau lebih dikenal sebagai gugus liofobik (tidak suka
dengan pelarutnya), bersama-sama dengan gugus yang memiliki tarikan
yang kuat terhadap pelarut disebut gugus liofilik (suka dengan pelarutnya),
ini disebut dengan struktur amfifilik (Salager, 2002). Gugus liofob
umumnya hidrokarbon yang terdiri dari 8- 22 atom C, sedangkan gugus
hidrofiliknya terdiri dari gugus karboksilat, sulfonat, sulfat, garam
ammonium kuartener (Supriyadi, 2008).
Apabila surfaktan terlarut dalam pelarut, adanya bagian liofobik di
bagian dalam pelarut tersebut menyebabkan terjadinya distorsi struktur
cairan pelarut tersebut, yakni menaikkan energi bebas dari sistem tersebut.
Di dalam larutan air surfaktan distorsi air disebabkan oleh bagian liofobik
(hidrofobik) surfaktan, dan menghasilkan kenaikan energi bebas sistem. Hal
tersebut berarti kerja yang dibutuhkan untuk membawa molekul surfaktan
ke permukaan lebih kecil daripada kerja yang dibutuhkan untuk membawa
molek ul surfaktan pada suatu sistem cairan cenderung terkonsentrasi pada
permukaan. O leh sebab kerja yang diperlukan untuk membawa molekul
9
surfaktan ke permukaan lebih kecil, berarti adanya surfaktan menurunkan
kerja yang diperlukan untuk membawa unit luas permukaan (energi bebas
permukaan atau tegangan permukaan). Adanya gugus liofilik (hidrofilik)
mencegah keluarnya surfaktan secara sempurna dari pelarut sebagai fasa
terpisah (Salager, 2002).

3.3.5 Jenis-jenis Surfaktan

Berdasarkan klasifikasinya, surfaktan dapat dikelompokkan menjadi dua


bagian yakni surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam
air. Surfaktan yang larut dalam minyak adalah senyawa organik yang memiliki
rantai panjang umumnya memiliki gugus polar yang khas seperti –COOH, -OH,
-CONH2, -NH2, -SO3H, -SH, dan garam-garam dari gugus karboksilat dan
sulfonat. Senyawa ini umumnya tidak menurunkan tegangan permukaan cairan,
tetapi menurunkan tegangan antarmuka minyak-air. Surfaktan yang larut dalam
air adalah surfaktan anionik, nonionik, dan kationik, serta amfoterik bergantung
pada sifat dasar gugus hidrofiliknya (Tang, M., Suendo, V., 2011).
Berdasarkan sifat muatannya, surfaktan diklasifikasikan menjadi 4 jenis
yakni:
a) Surfaktan anionik merupakan suatu surfaktan dimana gugus polarnya
mengandung muatan negatif. Surfaktan anionik bersifat hidrofilik karena
adanya gugus sulfat atau sulfonat (Kristiyana, 2013). Contoh:
C12H25C6H4SO3-Na+ (natrium alkil benzena sulfonat), sodium lauril
sulfonat, sodium dodesil benzena sulfonat, sodium lauril eter sulfat,
ammonium lauril sulfat, sodium metil kokoil sulfat, sodium lauril
sarkosinat (Tang, M., Suendo, V., 2011).
b) Surfaktan kationik adalah suatu surfaktan dimana gugus polarnya
mengandung muatan positif. Surfaktan ini jarang diaplikasikan sebagai
pembersih karena tingkat iritasinya yang tinggi, ia lebih sering digunakan
sebagai pelembut kulit dan conditioning agent pada rambut (Kristiyana,

2013). Contoh: RNH3+Cl- (garam amina rantai panjang), benzalkonium


klorida (dimetilbenzilalkil ammonium klorida), dan stearalkonium
10
klorida.

Senyawa surfaktan kationik biasanya berasal dari senyawa amina yang


berantai primer, sekunder, tersier, dan kuartener yang laut dalam pelarut
semua pH (Tang, M., Suendo, V., 2011).
c) Surfaktan nonionik atau netral adalah suatu surfaktan dimana bagian aktif
permukaannya mengandung gugus nonionik. Memiliki daya pembusaan
yang rendah. Sifat hidrofiliknya disebabkan adanya sejumlah eter
oksigen atau kelompok hidroksil (Kristiyana, 2013). Contoh:
RCOOCH2CHOHCH2OH (monogliserida dari asam lemak rantai
panjang), RC6H4(OC2H4)XOH (polyoxyethylenated alkylphenol),
R(OC2H4)XOH (polyoxyethylenated alcohol) (Rosen, 2004).

3.3.6 Komponen Pembentuk Sabun Cair


a) Sodium Lauryl Ether Sulfate (SLES)

Sodium lauryl ether sulfate atau sodium laureth sulfate atau sodium 2-
(2-dodecyloxyethoxy)ethyl sulphate adalah salah satu contoh surfaktan
anionik yang telah digunakan secara luas sebagai surfaktan primer pada
produk kosmetik. Sodium laureth sulfate juga merupakan detergen atau
agen pembersih yang baik, agen pengemulsi, agen pembasah, dan agen
pembusa yang baik dan murah (Tania, 2012). Merupakan surfaktan
anionik yang paling banyak digunakan untuk kosmetika atau produk-
produk perawatan diri. SLES mudah mengental dengan garam dan
menunjukkan kelarutan dalam air yang baik. Kesesuain SLES terhadap
kulit dan mata dapat diterima pada kebanyakan aplikasi dan bisa
ditingkatkan melalui kombinasi dengan surfaktan sekunder yang tidak
terlalu kuat. Di Eropa, lauril eter sulfat (apalagi bentuk garam sodium)
paling biasa digunakan sebagai surfaktan primer dan lauril sulfat
menduduki peringkat kedua. Sodium lauril sulfat (SLS) lebih mudah
menyebabkan iritasi dari pada lauril eter sulfat (SLES). SLS lebih baik
sifat deterjensinya dari pada SLES, sedangkan untuk kelarutan dan

11
pembentukan busa, SLES lebih baik dari pada SLS.

Pencampuran dengan surfaktan lain dapat mengoptimalkan sifatnya


dan unsur lain dapat digunakan untuk memodifikasi sifatnya (Desmia,
2010 dalam Fakhrun Fakhrunnisa, 2016).
Sodium laureth sulfate memiliki bentuk pasta yang berwarna
transparan hingga kekuningan, umumnya memiliki rumus molekul
C12H25O(C2H4O)2SO3Na atau C16H33NaO6S dan memiliki berat
molekul 376,48439 [g/mol] (Tania, 2010). Rentang SLES yang digunakan
dalam pembuatan sabun tanah penyuci najis menurut ( Dahlan ,2010) adalah
12-70%.

Gambar 2.2 Struktur sodium lauryl ether sulfate


Sumber : [Tania, 2010]

b) Cocoamidopropyl Betaine (CAPB)

Alkil betain adalah turunan N-trialkil asam amino


([R1R2R3]N+CH2COOH), yang diklasifikasikan sebagai kationik karena
menunjukkan muatan positif permanen. Kokamidopropil disebut juga
dengan surfaktan amfoterik. Muatan positif dari betain berasal dari
nitrogen kuartener sedangkan situs anioniknya berasal dari karboksilat
(betaine), sulfat (sulfobetaine atau sultaine), atau fosfat (phospho betaine
atau phostaine) (Barel et al., 2006). Betain adalah surfaktan dengan sifat
pembusa, pembasah dan pengemulsi yang baik, khususnya dengan
keberadaan surfaktan anionik. Betain memiliki efek iritasi yang rendah
pada mata dan kulit, bahkan dengan adanya betain dapat menurunkan efek
iritasi surfaktan anionik (Barel et al., 2009). Rentang penggunaan
kokoamidipropil betain sebagai co-surfaktan menurut (Dahlan, 2010)
adalah 0,25-15%.

12
Gambar 2.3 Struktur kokoamidopropil betain
Sumber : [Lie et al., 2013]

c) Natrium Klorida (NaCl)

Natrium klorida merupakan kristal tidak berbau, tidak berwarna, atau


merupakan serbuk kristal putih. 1 bagian NaCl dapat larut dalam 3 bagian
air, dan 10 bagian gliserol (Rowe et al., 2009). Dalam kosmetik, NaCl
biasanya digunakan sebagai elektrolit dan viscosity modifier yang baik jika
digunakan bersamaan dengan surfaktan seperti SLES, cocoamidopropil
betain, dan cocamide DEA sehingga dapat menghasilkan viskositas yang
optimal (Dahlan, 2010). Selain itu, peningkatan kadar NaCl dapat
menurunkan volume sedimentasi bentonit dalam sediaan suspensi. (S.
Akhter, J. Hwang, & H. Lee, 2008). Konsentrasi yang digunakan untuk
pembuatan sabun cair adalah 0,2-5,0% (Dahlan, 2010).

d) Gliserin

Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirop, tidak berwarna,


tidak berbau, manis diikuti rasa hangat dan higroskopis. Dapat bercampur
dengan air dan dengan etanol 95% P, praktis tidak larut dalam kloroform
P, dalam eter P dan dalam minyak lemak (Departemen Kesehatan RI,
1979). Gliserin merupakan humektan (menarik uap air dari udara ke kulit)
dan sering ditambahkan ke lotion dan produk perawatan kulit untuk
melembabkan. Nama kimia gliserin adalah propan- 1,2,3-triol, dengan
rumus empiris C3H8O3 dan bobot molekul 92,09. Gliserin memiliki
beberapa manfaat antara lain sebagai pengawet, antimikroba, kosolven,
emolien, humektan, pelarut, pemanis, plasticizer, jernih, tidak

13
berwarna, tidak berbau,kental, cairan higroskopis serta rasa yang manis.
Sebagai humektan dan emolien, gliserin digunakan dalam formulasi
sediaan topikal dan kosmetik. Konsentrasi sebagai emolien kurang dari
30%. Sebaiknya, gliserin disimpan dalam wadah kedap udara pada tempat
dingin dan kering (Rowe et al., 2009)

Gambar 2.4 Struktur gliserin


Sumber : [Rowe et al., 2009]4
e) Natrium Benzoat

Natrium benzoat merupakan salah satu pengawet makanan yang


berbentuk garam atau ester dari asam benzoat (C6H5COOH) yang
mempunyai rumus kimia (C6H5COONa) berbentuk bubuk kristalin yang
stabil, tidak berbau, berwarna putih dengan rasa menyengat (astringent)
yang manis. Natrium benzoat lebih banyak digunakan sebagai bahan
tambahan pangan golongan pengawet (Preservative) yang sangat efektif
dalam menghambat pertumbuhan mikroba karena kelarutan natrium
benzoat dalam air jauh lebih besar dari pada asam benzoat.

f) BHT (Butil hidroksitoluen)

BHT berfungsi sebagai antioksidan dalam sabun agar tidak terjadi


perubahan fisik sabun cair karena pengaruh udara. Berupa serbuk hablur
padat, putih, bau khas dan lemah. BHT praktis tidak larut dalam air,
gliserin, propilen glikol, larutan hidroksida alkali dan dilute aqueous asam
mineral; sangat larut dalam aseton, benzena, etanol 95%, eter, metanol,
toluen, fixed oils dan minyak mineral. Digunakan sebagai antioksidan
untuk minyak dan lemak dengan konsentrasi 0,02% (Rowe et al., 2009).

4
Op.Cit, 11-18.
14
Gambar 2.8 Struktur BHT
Sumber : [Rowe, et al., 2009]

g) Na EDTA

Disodium Edetat atau Na EDTA merupakan kristal berwarna putih,


tidak berbau dan sedikit memiliki rasa asam. Memiliki kelarutan 1:11
dengan air, sedikit larut dalam etanol 95%, dan praktis tidak larut dalam
kloroform dan eter. Dalam dunia farmasi, Na EDTA sering digunakan
sebagai agen pengkhelat untuk beberapa sediaan seperti mouthwashes,
sediaan mata, ataupun sediaan topikal dengan konsentrasi 0,005-0,1 %.
(Rowe et al., 2009).

Gambar 2.5 Struktur Na EDTA


Sumber : [Rowe et al., 2009]

h) NaOH
Natrium hidroksida memiliki berat molekul 40 serta merupakan
basa kuat yang larut dalam air dan etanol. NaOH dapat berbentuk pelet,
serpihan, batang, atau bentuk lain. Selain itu juga memiliki warna yang
putih dan bersifat higroskopis. Bila dibiarkan di udara akan cepat

menyerap CO 2 dan lembab. Fungsi NaOH dalam formula sabun cair tanah
ini adalah sebagai agen pendapar untuk mendapatkan pH yang memenuhi
15
persyaratan (Anonim, 1995 & Rowe, et al., 2009).

i) Parfum

Parfum atau pewangi berfungsi sebagai penambah daya tarik produk


agar disukai oleh pelanggan. Banyak varian pewangi yang ditawarkan,
biasanya beraroma bunga dan buah. Pewangi dipilih berdasarkan selera
pembeli asalkan tidak berbau ekstrim. Pewangi juga bisa berasal dari
bahan alkohol, kresol, piretrum dan sulfur (Levenspiel, 1972).

j) Akuades

Akuades adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan. Air
murni ini dapat diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion,
osmosis terbalik, atau dengan cara yang sesuai (Rowe, et al., 2009).5

5
Ibid, 31.
16
BAB IV PENGEMASAN DAN EVALUASI EKONOMI

4.1 Rencana Pengemasan dan Desain Kemasan

Sabun cuci tangan dengan merek FRESHCO tersedia dalam dua variant yaitu dengan
bau mawar dan lavender. Kemasan tersedia dalam Botol berukuran 1L yang di desain
semenarik mungkin agar konsumen tertarik kepada produk.

4.2 Evaluasi Ekonomi


1.
2.
3.
4.
4.1.
4.2.
4.2.1 Prospek bisnis Sabun Cuci Tangan

Sabun mandi / cuci tangan merupakan salah satu produk yang sudah menjadi
kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Karena itu, sejalan dengan meningkatnya
pertumbuhan jumlah penduduk, maka kebutuhan akan sabun juga meningkat.

17
Walaupun demikian, sebagai produk perawatan tubuh, perkembangan penggunaan
sabun masih dipengaruhi oleh daya beli dan pola penggunaan masyarakat. Ada
beberapa pertimbangan yang mempengaruhi penggunaan sabun, salah satunya yaitu
harga, citra merek, dan kualitas produk. Harga merupakan hal yang signifikan sebagai
isyarat ekstrinsik dan penawaran yang diterima dari informasi yang tersedia untuk
pelanggan. Oleh karena itu harga dapat diubah secara cepat, sehingga harga harus
sangat diperhatikan oleh perusahaan supaya para pelanggan tidak berpindah membeli
keproduk lain.

Citra merek merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan suatu produk


seperti sabun mandi / cuci tangan. Karena citra merek yang baik pada produk sabun
mandi akan menyebabkan para pelanggan untuk terus menggunakan produk yang
dipilihnya dan tidak berpindah keproduk lain. Selain harga dan cita merek ada juga
faktor yang mempengaruhi penggunaan sabun mandi pada pelanggan yaitu kualitas
produk, kualitas produk ini merupakan salah satu faktor penentu para pelanggang
dalam menentukan 2 seberapa besar tingkat kualitas pada produk tersebut, apakah
produk tersebut merupakan produk yang berkualitas tinggi atau rendah.

Berbeda dengan produk perawatan kulit lainnya, sabun merupakan produk


perawatan kulit yang dapat digunakan oleh semua kelompok umum. Dengan demikian
semakin banyak jumlah penduduk, kecenderungan permintaan produk sabun mandi
akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena distribusi pemakaian sabun sudah
cukup merata, yang tidak hanya terbatas pada golongan ekonomi tertentu saja tetapi
hampir seluruh masyarakat sudah menggunakannya sebagai kebutuhan sehari-hari.
Sementara itu, membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat akan mempengaruhi
pola pembelanjaan masyarakat, seperti peralihan merek sabun mandi yang digunakan
serta pemilihan tempat pembelian.

Di Indonesia penggunaan sabun mandi/cuci tangan sedikit mengalami


penurunan mulai dari tahun 1998 hingga tahun 1999, hal ini disebabkan krisis
ekonomi yang terjadi di Indonesia. Namun mulai dari tahun 2000 hingga tahun 2002
mulai mengalami peningkatan walau peningkatannya tidak begitu signifikan.
Meskipun demikian dari total penggunaan mulai dari tahun 1996 hingga 2002,
penggunaan sabun mandi mengalami peningkatan sebesar 27.56%.

18
Sejalan dengan peningkatan jumlah permintaan terhadap produk sabun mandi,
peningkatan produksi sabun mandi juga terus meningkat. Dalam lima tahun terakhir,
produksi sabun mandi cair meningkat mencapai 16,09% setiap tahun, angka tersebut
dua kali lebih besar dari peningkatan produksi sabun mandi padat setiap tahun yang
hanya mencapai 8,34%.

4.2.2 Perhitungan BEP untuk produk Sabun Cuci tangan (500 Liter/ bulan)

 Biaya

No Komponen Nilai (Rp)


Biaya Tetap
Listrik 200,000
Air 300,000
1 Telepon 100,000
Operasional (Tenaga Kerja) 5,000,000
Penyusutan Peralatan 500,000
Sub total 6,100,000
Biaya Variabel
Aquadest 3,125,000
Gliserin 725,000
Garam 150,000
EDTA 400,000
2 Essential Oil 800,000
Sodium Benzoat 155,000
cocoamidopropyl betaine (CAPB) 650,000
sodium lauryl ether sulfate (SLES) 1,240,000
Botol 1,000,000
Sub total 4,245,000
Total Biaya 10,345,000

 Harga Jual Per 1 liter

No Komponen Nilai (Rp)


1 Biaya Produksi 500 liter 10,345,000
2 Jumlah Produk 500
Biaya per 1L
3 20,690
(Biaya 500 Literl/jumlah produk)
5 Keuntungan dari biaya per liter 14,483
Harga Jual 35,173

19
 Break Event Point (BEP) atas nilai penjualan dalam satuan unit
(Liter)

Biaya Tetap
BEP unit=
Harga Jual−Biaya Variabel per unit

6.100 .000
BEP unit=
35.173−8.490

BEP unit=¿ 2229 unit (Liter)

 Break Event Point (BEP) atas nilai penjualan dalam Rupiah (Rp)

Biaya Tetap
BEP Rp=
Biaya Variabel per unit
1−
Harga Jual

6.100 .000
BEP Rp=
8.490
1−
35.173

BEP Rp=¿ Rp. 8.040.898

 Break Event Point (BEP) atas nilai penjualan dalam presentase (%)

Biaya Tetap
BEP= x 100%
Hasil Penjualan−Biaya Variabel

6.100 .000
BEP= x 100%
17.596 .500−4.245 .000

20
BEP=¿45.69 %

DAFTAR PUSTAKA

Dwinna Rahmi. 2020. Sabun Alami “Aman, Ekonomis Dan Ramah Lingkungan” Balai
Besar Kimia dan Kemasan .
Elok, Faikoh. 2017. Formulasi Sabun Cair Tanah Sebagai Penyuci Najis Mughalladzah
Dengan Variasi Tanah Kaolin Dan Bentonit. Uin Syarif Hidayatullah : Jakarta,
hlm. 9-10.
Kurnia, Farid Perdana & Ibnu Hakim. 2008. Pembuatan Sabun Cair Dari Minyak
Jarak Dan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q .
Universitas Diponegoro : Semarang, hlm. 2.
Fauzi, Indah Gusti dkk. Industri Sabun. Universitas Negeri Padang : Padang
Wasitaatmadja, S. M. (2007) Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima , dalam
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (Adi Djuanda,dkk-ed). Edisi V. FKUI : Jakarta,
hal.254-59

Suryani, A., I. Sailah dan. E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan


Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB :Bogor

Ghaim, J. B., and Volz, E. D. 2001. “Skin Cleansing Bars” in Handbook of Cosmetic
Science and Technology. Marcel Dekker, Inc. : New York
Rosen, Gideon. 2004. Skepticism About Moral Responsibility. Princeton University : New
Jersey

21
LAMPIRAN

1. Jelaskan parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas sabun menurut


SNI! Tuliskan nilai baku mutunya!
Kualitas sabun cair pembersih tangan dijelaskan di SNI 2588:2017 dengan
parameter sebagai berikut:

A. pH
Pengukuran pH berdasarkan aktivitas ion hidrogen secara potensiometri
dengan menggunakan pH meter.

B. Total Bahan Aktif


Total bahan aktif adalah bahan yang larut dalam etanol dikurangi dengan
bahan yang larut dalam petroleum eter. Bahan aktif (surfaktan anionik,
nonionik, kationik dan amfoterik) maupun bahan selain bahan aktif (bahan

22
organik yang tidak bereaksi, parfum, lemakalkanolamida, asam lemak
bebas dan wax) dapat terlarut dalam etanol. Bahan selain bahan aktif dapat
terlarut juga dalam petroleum eter.

C. Bahan Yang Tidak Larut Dalam Etanol


Memiliki prinsip berdasarkan Pelarutan sabun dalam etanol, penyaringan,
dan penimbangan residu yang tidak larut.

D. Alkali Bebas Atau Asam Lemak Bebas


Filtrat hasil bahan tak larut dalam alkohol ditambahkan indikator
fenolftalein kemudiandititrasi dengan larutan standar asam.jika dengan
indikator fenolftalein ternyata larutanbersifat basa atau dititrasi dengan
larutan standar alkali jika dengan indikator fenolftaleinternyata larutan
bersifat asam

E. Cemaran Mikroba : Angka Lempeng Total (ALT)


Cara Uji Angka Lempeng Total (ALT) sesuai dengan ISO 21149 Cosmetic-
Microbiology- Enumeration and detection of aerobic mesophilic bacteria.

2. Sebutkan kekurangan dan kelebihan penggunaan sabun cuci tangan berbahan dasar
surfaktan sintetik!
Kelebihan
- Tidak mengendap pada air sadah.
- Dapat dibuat dengan sifat-sifat khusus.
- Dalam sudut pandang industri, penggunaan surfaktan sintetik jauh lebih murah
dibanding biosurfaktan
- Penggunaan surfaktan sintetik dapat mengatasi keterbatasan surfaktan alami di
masa yang akan datang
Kekurangan

- Surfaktan sintetik dinilai belum bisa seefektif surfaktan alami

23
- Limbahnya menyebabkan buih pada air sehingga menimbulkan pencemaran
- Mengandung STTP (sodium tripolyphate) suatu senyawa fosfat sebagai bahan
aditif untuk mengatasi kesadahan dan mencegah kotoran melekat kembali
-
3. Jelaskan tiga teknik pembuatan sabun! (cold process, hot process, melt & pour)
- Cold Prosess Method (CPM).
Pembuatan sabun proses dingin, atau dapat disebut Cold Process "CP,"
adalah metode pembuatan sabun yang menggunakan kombinasi antara minyak
dan alkali, tanpa tambahan atau sumber panas eksternal, untuk membuat sabun.
Tidak seperti proses pembuatan sabun lainnya, yang menggunakan sumber
panas eksternal seperti crockpots, ceret, dan ruang panas
Metode ini bekerja dengan hanya dengan mencampurkan larutan NaOH
kedalam campuran minyak kemudian dibiarkan dalam suhu ruangan sampai
dingin dan menjadi sabun. Pencampuran dilakukan kitka larutan NaOH dan
minyak berada pada suhu 30-35 derajat celcius. Kemudian diaduk hingga
mencapai trace atau pengentalan.
 Keunggulan dari metode ini adalah sabun mudah dibentuk karena
saat trace tidak terlalu kental sehingga ketika sudah jadi terlihat memiliki
nilai estetika. Selain itu metode ini menghasilkan sabun yang halus dan
baik untuk Kesehatan kulit karena kandungan gliserin pada proses
pembuatan terbawa
 Kelemahannya adalah soal pewarnaan dan penambahan wangi-wangian.
Ketika memasuki masa curing atau proses menjadi sabun, mengalami
peningkatan suhu. Hal ini menyebabkan warna menjadi berubah dan
kesulitan menentukan warna yang diinginkan. Essential oil atau wangi-
wangian pun juga akan menurun sehingga ketika jadi sabun akan
mengalami penurunan kadar harumnya. Selain itu metode cold process
(CPM) harus menunggu sabun hingga 2-4 minggu sebelum digunakan.
Hal ini bertujuan untuk memastikan NaOH pada sabun benar-benar
menyatu dengan sempurna (proses saponifikasi) sampai tidak tersisa
ketika masa curing.
 Digunakan untuk membuat sabun yang mampu meningkatkan Kesehatan
kulit, umumnya pada sabun kosmetik

24
- Hot Process Method (HPM)
Metode ini merupakan kelanjutan dari metode cold process. Ketika ketika
memasuki masa curing atau tepatnya sesuah mencampurkan larutan NaOH dan
minyak, adonan dipanaskan selama 2-4 jam baru dituangkan ke dalam cetakan.
Metode ini seperti memaksakan proses saponifikasi agar lebih cepat sehingga
kadar NaOH berkurang.
 Keunggulan dari metode ini sabun tidak perlu menunggu waktu yang
lama untuk digunakan. Biasanya 5-7 hari setelah dikeluarkan dari cetakan.
Warna dan wangi-wangian yang digunakan juga tidak mengalami
penurunan sperti pada metode cold prosess.
 Kekurangannya metode ini sabun susah dibentuk saat menuang ke
cetakan dan sabun terlihat tidak memiliki nilai estetika. Di samping itu,
kandungan gliserin yang dihasilkan saat proses pembuatan ikut terbuang.
 Digunakan Ketika ingin membuat sabun dengan skala besar dalam waktu
yang singkat

- Melt and Pour Method


Diantara ketiga metode pembuatan sabun, metode Melt and Pour adalah
metode yang paling mudah karena hanya dengan melelehkan soap base dan
diberi warna maupun wangi-wangian. Kemudian dituang ke dalam cetakan.
Sabun siap digunakan.
Kelebihan
- Mudah dilakukan
- Sabun awal (base soap) sudah melalui saponifikasi, sehingga tidak
perlu saponifikasi
- Tidak memerlukan peralatan yang canggih dan pelindung diri
karena tidak menggunakan alkali.
-
Kekurangan
- Karena mengandung gliserin berlebih, sabun rentan terhadap embun
atau kerak gliserin.
- Sabun tidak bisa dimodifikasi karena telah mengalamai saponifikasi.

25
- Fresh ingredients like milk and purees will eventually go bad in the
soap.
- Setelah dilelehkan, sabun menjadi cair dan tipis. Zat Aditif hanya akan
tenggelam ke dasar sabun apabila tidak ditambahkan saat suhu dingin

- Sabun yang dihasilkan dapat terbakar apabila terlalu panas. Setelah


terbakar sabun akan menjadi tebal, lengket, dan sulit digunakan.

26

Anda mungkin juga menyukai