Anda di halaman 1dari 18

KONSEP KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF HADITS

DEWI SEPTIANI1, DIKDIK FIRMAN SIDIK1, DZIKRI AHFADZ MUSLIM1,


FARAH PRAMUDITA1, FITRI HASANAH1, HOERUNNISA1, IKEU MUSTIKA1,
IPAN NURALAM1, MUSLIKHIN1
1
Program Studi Manajemen Pendidikan Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. Jl. Cimencrang, Cimenerang, Kec. Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep kepemimpinan dalam


perspektif hadits. Berbicara tentang kepemimpinan perspektif hadits, kita tidak bisa
lepas dari mengikuti jejak Rasulullah Muhammad Saw yang merupakan pemimpin
bagi umat manusia. Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research),
dengan menggunakan data primer yaitu kitab hadits kutubuttis‟ah, data sekunder
adalah buku-buku dan artikel lain yang terkait dengan pembahasan mengenai
hadits-hadits kepemimpinan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
pengumpulan data maudhu‟i atau tematik, yakni, menetapkan tema pembahasan,
mencari dan menghimpun hadits dengan metode takhrij hadits, kemudian
menguraikan hadits yang sudah ditemukan beserta mencantumkan matan (fiqh)
hadits, dan menguraikan asbabul wurudnya. Dari penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa, pemimpin menurut analisis hadis Nabi Saw adalah setiap orang
yang diberikan Amanah dan kepercayaan oleh Allah untuk dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab yang kelak akan dipertanggung
jawabkan dihadapan Allah swt, sekalipun wilayah kepemimpinannya hanya lingkup
memimpin diri sendiri. Sedangkan kriteria pemimpin ideal berdasarkan hadits-
hadits Nabi saw paling tidak memenuhi beberapa kriteria yaitu: memiliki jiwa
kepemimpinan, mempunyai rasa kasih sayang, adil, menepati janji, profesional,
amanah, sesuai aspirasi rakyat, berpegang teguh kepada kitabullah (Al-Qur‟an),
menunaikan hak-hak yang dipimpin, mengambil keputusan berpijak kepada
kemaslahatan, siap dikritik, tidak meminta jabatan, mampu melaksanakan tugas
(kompeten), menunjuk pengganti sementara (ad interim atau plt) jika ada sesuatu
hal yang menyebabkan seorang pemimpin tidak bisa menjalankan tugas
sebagaimana mestinya.
Kata Kunci: Analisis Hadits, Kepemimpinan, Pendidikan, Islam

1. Pendahuluan
Kajian kepemimpinan merupakan topik yang sangat menarik, karena
kehidupan manusia di dunia ini pada hakikatnya adalah pemimpin yang akan
diminta pertanggung jawaban atasa kepemimpinannya kelak. Manusia sebagai
makhluk individu dan sosial merupakan pemimpin, minimal mampu memimpin
dirinya sendiri agar hidupnya menjadi terarah. Kepemimpinan tidak dapat
dilepaskan dari kekuasaan karena tanpa kekuasaan, pemimpin tidak memiliki
kekuatan yuridis atau kekuatan lain untuk mempengaruhi orang lain agar
bertindak atau mengikuti sebagaimana yang diharapkan. Hal ini sebagaimana
terjadi pada masa Rasulullah di Makkah. Karena belum memiliki kekuasaan,
Beliau belum dapat bergerak secara bebas dalam menyebarkan Islam. Kekuasaan
politik di Makkah pada saat itu dikuasai oleh kaum Quraisy yang sudah puluhan
tahun menguasai Makkah, baik secara ekonomi maupun penguasa adat.
Kepemimpinan dalam organisasi merupakan spirit untuk memutar roda
pemberdayaan organisasi tersebut. Artinya peran sentral dalam organisasi tidak
pernah lepas dari kinerja seorang pemimpin untuk menggerakkan potensi-
potensi yang ada dakam organisasi. Seperti yang dikatakan oleh suryadi bahwa
dalam konteks organisasi, yang paling urgen adalah kepemimpinan yang efektif
dan diikuti oleh rencana aksi, (Suryadi, 2006) dan juga kepemimpinan
merupakan faktor penentu dalam kesuksesan atau gagalnya suatu organisasi dan
usaha. (Umiarso, 2011)
Begitu juga dalam pendidikan, seperti yang dinyatakan oleh Edward
Sallis bahwa unsur kepemimpinan merupakan aspek yang penting dalam Total
Quality Managemant (TQM) di dunia pendidikan. (Sallis, 2006). Raihan juga
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kepala sekolah dalam menjalankan
kepemimpinannya menentukan gerak sekolah bahkan yang menyangkut
keputusan-keputusan sekolah yang berorientasi pada akuntabilitas yang
termanifestasikan dengan keinginan kuat komponen sekolah. (Raihan, 2010)
Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam dunia
pendidikan merupakan hal yang urgen dalam memajukan dan meningkatkan
prestasi lembaga pendidikan. Dalam Islam sendiri, kepemimpinan mendapatkan
porsi bahasan yang tidak sedikit. Tidak sedikit ayat al-Qur’an dan Hadits yang
membahas akan pentingnya kepemimpinan dalam sebuah organisasi, lembaga
maupun komunitas keluarga.
Dalam penelitian ini akan difokuskan pada analisis hadits tentang
kepemimpinan, mulai dari berbicara tentang teori kepemimpinan menurut hadits
dan kriteria pemimpin yang baik menurut hadits. Mudah-mudah dapat menjadi
bahan masukan kepada semua pihak khususnya kepada orang-orang yang diberi
tanggung jawab dalam kepemimpinan pendidikan agar dunia pendidikan
menjadi lebih baik dan mengalami kemajuan.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, penelitian ini bukanlah
penelitian lapangan tapi dengan menggunakan metode kepustakaan (Library
reseach), dengan pengumpulan data diambil dari berbagai sumber, diantaranya :
a. Data primer : menggunakan Al-Mu‟jam al-Mufahras li alfadz al-Hadits dan
Al-Maktabah Al-Syamilah sebagai alat bantu, dan memakai empat term
yaitu: 1) ‫) خالفة‬4( D‫ة‬D‫م‬D‫ا‬D‫م‬D‫) ا‬3( ‫) امارة‬2( ‫ رعية‬untuk menemukan hadits-hadits
tentang kepemimpinan. Setelah mengetahui letak dan di mana hadits yang
dimaksud berada, kemudian peneliti mencari pada kitab aslinya yaitu kitab-
kitab hadits (kutubutis‟ah)
b. Sumber sekunder, yaitu” Informasi yang secara tidak langsung mempunyai
wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi yang ada padanya atau
suatu buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan.” Sumber data yang
digunakan dalam kajian ini adalah: Buku-Buku, Karya Ilmiah, Artikel-
Artikel, Majalah dan lain- lain yang berkaitan dengan tema yang dibahas
dalam penelitian ini”.
c. Takhrij Hadits, dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mencari atau
menelusuri suatu hadits pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadits
yang bersangkutan. Abu Muhammad Abdul Mahdi menyebutkan bahwa,
metode takhrij ada lima macam yaitu: Takhrij menurut lafal pertama hadits,
Takhrij menurut lafal-lafal yang terdapat dalam hadits, Takhrij menurut
perawi terakhir, Takhrij menurut tema hadits, dan Takhrij menurut klasifikasi
jenis hadits (Mahmud at-Thahan, 1995)
d. Metode pendekatan data, yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
metode syarh hadits, bukan penelitian yang lebih menitik beratkan seputar
sanad dan matan hadits, tapi lebih memfokuskan pada penjelasan uraian isi
dan kandungan sebuah hadits.

3. Pembahasan
3.1. Analisis Hadits – Hadits Kepemimpinan

Dalam mencari dan menelusuri hadits-hadits yang terkait dengan


kepemimpinan, peneliti menggunakan salah satu metode dari lima metode
takhrij al-Hadits, yaitu melalui lafal-lafal yang terdapat dalam matan hadits
dengan merujuk kepada kitab al-Mu,jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadits karya
A.J. Wensinck yang dialih bahasakan oleh Fua‟d Abd al-Baqi, dan
menggunakan Al- Maktabah Al-Syamilah sebagai alat bantu dengan
menggunakan empat term, yaitu: 1) ‫) خالفة‬4( D‫ة‬D‫م‬D‫ا‬D‫م‬D‫) ا‬3( ‫ارة‬DD‫) ام‬2( ‫ رعية‬sebab
dalam bahasa arab, keempat kata inilah yang banyak digunakan untuk
mengungkapkan kata pemimpin, sehingga peneliti gunakan untuk mencari
hadits-hadits kepemimpinan. Adapun Redaksi hadits yang akan ditakhrij sebagai
berikut:
1. Hadits Petama
a. Redaksi Hadits
Artinya: Al-Bukhari berkata, diriwayatkan kepada kami oleh ismail,
dikabarkan kepada kami oleh Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar bahwa
Nabi saw, bersabda:ketahilah Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap
pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Kepala negara
adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya, setiap suami
adalah pemimpin terhadap keluarganya dan bertanggung jawab
terhadapnya, setiap istri adalah pemimpin bagi rumah tangga suaminya
dan anaknya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang
hamba / pelayan adalah pemimpin bagi harta tuannya dan bertanggung
jawab atas kepemimpinannya. maka ketahuilah bahwa setiap kalian
adalah pemimpin dan masing-masing bertanggung jawab atas
kepemimpinanya ”

b. Takhrij Hadits

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dengan lafadz diatas,


dalam Shaheh Bukhari, Kitab ahkam, Bab ati‟ullah wa ati‟u rasul, No
Hadits, 6719. Sedangkan dengan lafadz yang berdekatan dikeluarkan
oleh Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, dan Imam
Ahmad bin Hanbal. Semuanya melalui jalur Abdullah bin Umar bin
Khattab.
Adapun skema sanad dalam hadits ini dapat dilihat dalam table
berikut:

No Nama Periwayat Urutan sebagai Lambang Status


Perawi/Sanad Periwayat
an
a. *‫البخاري‬ :‫طبقة رواة التقريب‬ ‫حدثنا‬ ‫ جبل‬:‫الرتبة عند ابن حجر‬
‫هـ‬١٩٤ :‫تاريخ الميالد‬ ‫الحادية عشرة‬ ‫الحفظ وإمام الدنيا في فقه‬
‫ هـ‬٢٥٦ :‫تاريخ الوفاة‬ ‫الحديث‬
‫ كان‬:‫الرتبة عند الذهبي‬
‫إماما حافظا* حجة رأسا في‬
‫ من‬،‫الفقه والحديث* مجتهدا‬
‫أفراد العالم مع الدين والورع‬
‫والتأله‬
b. ‫إسماعيل بن أبي أويس‬ ‫طبقة رواة‬ ‫حدثنا‬ ‫أحد المكثرين من الصحابة‬
،‫ هـ‬٢٢٦ :‫تاريخ الوفاة‬ ‫ العاشرة‬:‫التقريب‬ ‫والعبادلة‬
‫ هـ‬٢٢٧ :‫ويقال‬
c. ‫مالك بن أنس بن مالك‬ ‫طبقة رواة‬ ‫حدثني‬ ،‫ الفقيه‬:‫الرتبة عند ابن حجر‬
،‫ هـ‬٩٢ :‫تاريخ الميالد‬ ‫ السابعة‬:‫التقريب‬ ‫ رأس‬،‫إمام دار الهجرة‬
‫ أو‬،‫ هـ‬٩٤ ‫ أو‬،٩٣ ‫أو‬ ‫ وكبير المتثبتين‬،‫المتقنين‬
‫ هـ‬٩٥ ‫ اإلمام‬:‫الرتبة عند الذهبي‬
،‫ هـ‬١٧٨ :‫تاريخ الوفاة‬
‫ هـ‬١٧٩ ‫أو‬
d. ‫عبد هللا بن دينار‬ ‫طبقة رواة‬ ‫عن‬ ‫ ثقة‬:‫الرتبة عند ابن حجر‬
،‫ هـ‬١٢٧ :‫تاريخ الوفاة‬ ‫ الرابعة‬:‫التقريب‬
١٣٦ ‫ أو‬،‫ هـ‬١٣١ ‫أو‬
‫ هـ‬١٣٢ :‫ ويقال‬،‫هـ‬
e. ‫عبد هللا بن عمر بن‬ :‫طبقة رواة التقريب‬ ‫عن‬ ‫ أحد‬:‫الرتبة عند ابن حجر‬
‫الخطاب‬ ‫أحد المكثرين من‬ ‫المكثرين من الصحابة‬
‫ ثالث من‬:‫تاريخ الميالد‬ ‫الصحابة والعبادلة‬ ‫ وكان من أشد‬،‫والعبادلة‬
‫ أو قبل‬،‫المبعث النبوي‬ ‫الناس اتباعا لألثر‬
‫الوحي بسنة‬ ‫ شهد‬:‫الرتبة عند الذهبي‬
‫ أو‬،‫ هـ‬٧٢ :‫تاريخ الوفاة‬ ‫األحزاب والحديبية‬
:‫ وقيل‬،‫ هـ‬٧٤ ‫ أو‬،‫ هـ‬٧٣
‫ هـ‬٧٥

c. Kandungan Matan Hadits

Di dalam kitab syarah an-Nawawi karangan Imam an-Nawawi


menyatakan bahwa, “kata ‫ الراعى‬artinya orang yang memelihara dan
diberi amanah atas kemaslahatan apa yang diamanatkan. Dia dituntut
berbuat adil dan melakukan apa yang menjadi maslahat hal tersebut.”
(an-Nawawi, 1996)
Di dalam kitab Dalilu al-Falihin Syarah Riyadussalihin
menjelaskan bahwa:” “Ungkapan ra'in pada dasarnya (secara bahasa)
berarti penggembala, jika ditinjau lebih dalam lagi ‫ راع‬adalah orang yang
bisa menjaga dan dipercaya untuk menjaga apa yang diamanatkan
kepadanya ( misalnya anak dan istri), dan dia dituntut untuk berlaku adil
dan mampu melaksanakan sesuai dengan tugasnya dan penuh tanggung
jawab.Term ‫ االمير‬adalah orang yang mempunyai kewenangan atas
beberapa hukum (hakim) atau seorang kepala Negara. Yang dimaksud
dengan ‫اع َعلَى َأ ْه ِل بَ ْيتِ ِه‬ ٍ ‫ َوال َّر ُج ُل َر‬adalah tanggung jawab seorang suami pada
keluarganya diantaranya yaitu mampu memberi nafkah sesuai dengan
kebutuhan baik dalam keadaan sulit maupun tidak, memerintahkan
kepada keluarganya untuk berbuat kebaikan, serta memberikan nasehat-
nasehat mengenai kebutuhan syari‟at. Yang dimaksud denganٌ‫اعيَة‬ ِ ‫َوا َمرْ َأةُ َر‬
ِ ‫َعلَى َأ ْه ِل بَ ْي‬
‫ ِد ِه‬Dَ‫ا َو َول‬Dَ‫ت َزوْ ِجه‬ adalah tanggung jawab seorang istri dalam
menjaga dirinya dan dan mampu menjaga harkat martabat keluarganya
(suami maupun anaknya) dengan hati yang lapang, jadi semua itu
dilakukan karena memang adanya pengertian, ketulusan, dan kecintaan
dari seorang istri pada suami dan anak-anaknya. Sedangkan yang
dimaksud ‫اع َعلَى َما ِل َسيِّ ِد ِه‬ ٍ ‫( َو َع ْب ُد ال َّرج ُِل َر‬Seorang budak yang mengelola harta
majikannya), adalah, seorang budak akan dimintai pertanggung jawaban
amanah berupa harta majikannya apakah dijaga atau disia-siakan” (al-
Makki)

2. Hadits Kedua
a. Redaksi Hadits

َ Dِ‫ا َد َم ْعق‬DD‫ َع‬،‫ا ٍد‬DDَ‫‌ال َح َس ِن «َأ َّن ُعبَ ْي َد هللاِ ْبنَ ِزي‬
َ‫ل ْبن‬D ْ ‫ ع َِن‬،‫ب‬ ِ َ‫ َح َّدثَنَا‌َأبُو اَأْل ْشه‬،‫َح َّدثَنَا‌َأبُو نُ َعي ٍْم‬
ِ D‫ ِم ْعتُهُ ِم ْن َر ُس‬D‫ ِديثًا َس‬D‫ ِإنِّي ُم َح ِّدثُكَ َح‬:ٌ‫ فَقَا َل لَهُ َم ْعقِل‬،‫ض ِه الَّ ِذي َماتَ فِي ِه‬
‫ول‬ ِ ‫ار فِي َم َر‬ ٍ ‫يَ َس‬
ُ‫ َما ِم ْن َع ْب ٍد ا ْستَرْ عَاه‬:ُ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُول‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫ْت النَّب‬ُ ‫ َس ِمع‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬َ ِ‫هللا‬
.‫ ِإاَّل لَ ْم يَ ِج ْد َراِئ َحةَ ْال َجنَّ ِة‬،‫يح ٍة‬
َ ‫ص‬ ْ
ِ َ‫ بِن‬D‫ فَلَ ْم يَحُطهَا‬،ً‫هللاُ َر ِعيَّة‬
Artinya: Al-Bukhari berkata, Telah menceritakan kepada kami [Abu
Nu'aim] telah menceritakan kepada kami [Abul Asyhab] dari [Al Hasan],
bahwasanya Abdullah bin Ziyad mengunjungi Ma'qil bin yasar ketika
sakitnya yang menjadikan kematiannya, lantas [Ma'qil] mengatakan
kepadanya; 'Saya sampaikan hadist kepadamu yang aku dengar dari
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, aku mendengar Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda; "Tidaklah seorang hamba yang Allah beri
amanat kepemimpinan, namun dia tidak menindaklanjutinya dengan baik,
selain tak bakalan mendapat bau surga."

b. Takhrij Hadits

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Shaheh Bukhari,


Kitab Ahkam. Bab Usturiya ra‟yatan falam yanseh, No. Hadits 7150.
Hadits ini juga dikeluarkan dengan lafadz yang berbeda, oleh Imam
Muslim, Imam ad- Darimi, semuanya melalui jalur Ma‟qil bin Yasar.

Adapun skema sanad dalam hadits ini dapat dilihat dalam tabel
berikut:

No Nama Periwayat Urutan Lambang Status


sebagai Periwaya
Perawi/Sanad tan
1. ‫البخاري‬ :‫طبقة رواة التقريب‬ ‫حدثنا‬ ‫ جبل الحفظ‬:‫الرتبة عند ابن حجر‬
‫هـ‬١٩٤ :‫تاريخ الميالد‬ ‫الحادية عشرة‬ ‫وإمام الدنيا في فقه الحديث‬
‫ هـ‬٢٥٦ :‫تاريخ الوفاة‬ ‫ كان إماما‬:‫الرتبة عند الذهبي‬
‫حافظا حجة رأسا في الفقه‬
‫ من أفراد‬،‫والحديث مجتهدا‬
‫العالم مع الدين والورع والتأله‬
2. ‫أبو نعيم‬ :‫طبقة رواة التقريب‬ ‫حدثنا‬ D‫ ثقة ثبت‬:‫الرتبة عند ابن حجر‬
‫ أو‬,‫ هـ‬١٢٩ ‫ فى آخر‬:‫تاريخ الميالد‬ ‫التاسعة‬ ‫ الحافظ‬:‫الرتبة عند الذهبي‬
‫ هـ‬١٣٠
‫ هـ‬٢١٩ ,‫ هـ‬٢١٨ :‫تاريخ الوفاة‬
3. ‫أبو األشهب‬ ‫طبقة رواة‬ ‫حدثنا‬ ‫ ثقة‬:‫الرتبة عند ابن حجر‬
‫ هـ‬٧١ ‫ هـ أو‬٧٠ :‫تاريخ الميالد‬ ‫ السادسة‬:‫التقريب‬ ‫ ثقة‬:‫الرتبة عند الذهبي‬
‫ هـ أو‬١٦٣ ‫ هـ أو‬١٦٢ :‫تاريخ الوفاة‬
‫ هـ‬١٦٥
4. ‫ يسار‬:‫الحسن بن أبي الحسن‬ ‫طبقة رواة‬ ‫عن‬ ،‫ ثقة فقيه‬:‫الرتبة عند ابن حجر‬
‫ هـ‬٢١ :‫تاريخ الميالد‬ ‫ الثالثة‬:‫التقريب‬ ‫ وكان يرسل كثيرا‬،‫فاضل مشهور‬
‫ هـ‬١١٠ :‫تاريخ الوفاة‬ ‫ رأسا في‬،‫الذكر‬ ‫ويدلس‬
‫العلم والعمل‬ ،‫ كبير الشأن‬:‫الرتبة عند الذهبي‬
‫رفيع‬
5. ‫معقل بن يسار بن عبد هللا بن معبر‬ :‫طبقة رواة التقريب‬ D‫سمعت‬ ،‫ صحابي‬:‫الرتبة عند ابن حجر‬
‫ أو في آخر‬،‫ هـ‬٦٢ :‫تاريخ الوفاة‬ ‫صحابي‬ ‫ممن بايع تحت الشجرة‬
‫ فى خالفة يزيد‬:‫ وقيل‬،‫خالفة معاوية‬ ‫ حديبي‬:‫الرتبة عند الذهبي‬
٧٠ ‫ هـ إلى‬٦٠ ‫ أو ما بين‬،‫بن معاوية‬
‫هـ‬
c. Kandungan Matan Hadits
Imam an-Nawawi mengutip pendapat Imam Qadhi I‟yad dalam
Syarah an-Nawawi Muslim, menjelaskan bahwa, hadits ini merupakan
ancaman dari Nabi bagi para pemimpin yang tidak amanah dalam
menjalankan tugasnya, tidak menjaga kemaslahatan agama dan dunia atas
‫‪orang-orang yang dipimpinnya, menyia-nyiakan hak-hak orang yang‬‬
‫‪dipimpin, sikap pemimpin yang seperti ini dianggap dosa besar,‬‬
‫)‪menyengsarakan, dan menjuhkan dari surga. (Nawawi H. , 1993‬‬
‫‪Ungkapan Imam an-Nawawi diatas juga senada dengan ungkapan‬‬
‫‪Imam Muhammad A‟lan dalam kitab Dalilu al-Falihin Li Thuruqi‬‬
‫‪Riyadussalihin, bahwa, jika seorang pemimpin sudah menyia-nyiakan‬‬
‫‪amanah yang sudah diberikan kepadanya niscaya haram baginya masuk‬‬
‫)‪surga dan tidak akan pernah mencium bau surga. (A‟lan‬‬

‫‪3. Hadits Ketiga‬‬


‫‪a. Redaksi Hadits‬‬

‫َاع ُّي عَنْ يَ ِزي َد‬ ‫س‪َ .‬ح َّدثَنَا اَأْل ْوز ِ‬ ‫سى بْنُ يُونُ َ‬ ‫ظلِ ُّي‪َ .‬أ ْخبَ َرنَا ِعي َ‬ ‫َح َّدثَنَا ِإ ْ‬
‫س َحاق بْنُ ِإ ْب َرا ِهي َم ا ْل َح ْن َ‬
‫*ك‪ ،‬عَنْ‬ ‫ف ْب ِن َمالِ* ٍ‬ ‫س*لِ ِم ْب ِن قَ َرظَ*ةَ‪ ،‬عَنْ َع* ْ‬
‫*و ِ‬ ‫ان‪ ،‬عَنْ ُم ْ‬ ‫ق ْب ِن َحيَّ َ‬ ‫ْب ِن يَ ِزي َد ْب ِن َجابِ ٍر‪ ،‬عَنْ ُر َز ْي ِ‬
‫ص*لُّونَ‬ ‫س*لَّ َم قَ**ا َل ( ِخيَ*ا ُر َأِئ َّمتِ ُك ُ*م الَّ ِذينَ ت ُِح ُّبونَ ُه ْم َويُ ِح ُّبونَ ُك ْم‪َ .‬ويُ َ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي* ِه َو َ‬
‫سو ِل هَّللا ِ َ‬ ‫َر ُ‬
‫ض****ونَ ُك ْ*م َوتَ ْل َعنُ****ونَ ُه ْم‬ ‫ش**** َرا ُر َأِئ َّمتِ ُك ُم الَّ ِذينَ تُ ْب ِغ ُ‬
‫ض****ونَ ُه ْم َويُ ْب ِغ ُ‬ ‫ُص****لُّونَ َعلَ ْي ِه ْم‪َ .‬و ِ‬
‫َعلَ ْي ُك ْم َوت َ‬
‫ف؟ فَقَ**ا َل (اَل َم**ا َأقَ**ا ُموا فِي ُك ُم َّ‬
‫الص*اَل ةَ‪.‬‬ ‫الس* ْي ِ‬ ‫سو َل هَّللا ِ! َأفَاَل نُنَابِ* ُ*ذ ُه ْم بِ َّ‬ ‫َويَ ْل َعنُونَ ُك ْم) قِي َل‪ :‬يَا َر ُ‬
‫ش ْيًئا تَ ْك َرهُونَهُ‪ ،‬فَا ْك َرهُوا َع َملَهُ‪َ ،‬واَل تَ ْن ِزعُوا يَدًا من طاعة‪.‬‬ ‫وإذا رأيتم من وال تكم َ‬

‫‪b. Takhrij Hadits‬‬

‫‪Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Shaheh Muslim, Kitab‬‬
‫‪Imaroh. Bab Khiyaril aimmah wa Syirorihim, No. Hadits 1855.‬‬
‫‪Adapun skema sanad dalam hadits ini dapat dilihat dalam tabel berikut:‬‬

‫‪No‬‬ ‫‪Nama Periwayat‬‬ ‫‪Urutan sebagai‬‬ ‫‪Lambang‬‬ ‫‪Status‬‬


‫‪Perawi/Sanad‬‬ ‫‪Periwayatan‬‬
‫‪1.‬‬ ‫اإل َمام ُم ْسلِم (‪ ٢٦١ - ٢٠٤‬هـ = ‪- ٨٢٠‬‬ ‫حدثنا‬ ‫حافظ‪ ،‬من أئمة‬
‫‪ ٨٧٥‬م)‬ ‫المحدثين‬
‫‪2.‬‬ ‫إسحاق بن إبراهيم بن مخلد بن إبراهيم بن‬ ‫حدثنا‬ ‫ثقة حافظ إمام‬
‫مطر‬
‫‪ ١٦١‬هـ‪ ٢٣٨ -‬هـ‪ ٨٥٣ – ٧٧٨ / ‬م‬
‫‪3.‬‬ ‫عيسى بن يونس‬ ‫حدثنا‬ ‫ثقة‬
‫تاريخ الوفاة‪ ٨٠٣ :‬ه‬
‫‪4.‬‬ ‫عبد الرحمن االوزاعى‬ ‫حدثنا‬ ‫ثقة مأمون‬
‫تاريخ الميالد‪ ٨٨ :‬هـ أو ‪ ٧٠٧‬م‬
‫تاريخ الوفاة‪ ١٥٧ :‬هـ أو ‪ ١٦٣‬هـ أو ‪١٦٥‬‬
‫هـ‬
‫‪5.‬‬ ‫يزيد بن يزيد بن جابر‬ ‫عن‬ ‫ثقة فقيه صالح‬
‫تاريخ الميالد‪ ٧٣ :‬هـ‬
‫تاريخ الوفاة‪ ١٣٣ :‬هـ‬
‫‪6.‬‬ ‫رزيق بن حيان‬ ‫عن‬ ‫صدوق حسن الحديث‬
‫تاريخ الوفاة‪ ١٠٥ :‬هـ‬
‫‪7.‬‬ ‫مسلم بن قرظة‬ ‫عن‬ ‫صدوق حسن الحديث‬
‫‪8.‬‬ ‫عوف بن مالك بن أبي عوف‬ ‫عن‬ ‫صحابي‬
‫تاريخ الوفاة‪ ٧٣ :‬هـ‬
c. Kandungan Matan Hadits

Di dalam Syarah an-Nawawi, Imam an-Nawawi menjelaskan


bahwa” hadits ini berbicara tentang kriteria pemimpin baik dan buruk,
ungkapan ‫ُص****لُّونَ َعلَ ْي ِه ْم‬
َ ‫ص****لُّونَ َعلَ ْي ُك ْم َوت‬ َ ُ‫ َوي‬.‫ ِخيَ****ا ُر َأِئ َّمتِ ُك ُم الَّ ِذينَ تُ ِحبُّونَ ُه ْم َويُ ِحبُّونَ ُك ْم‬adalah
kriteria pemimpin yang baik, yaitu pemimpin yang mampu meciptakan
suasana yang harmonis dan saling mendukung antara dirinya dan yang
dipimpin, dengan cara saling mencintai dan mendoakan. Sebaliknya
ُ َ ُ ْ َ ُ ْ َ
ungkapan ‫ضونك ْم َوتل َعنون ُه ْم َويَل َعنونك ْم‬ُ َ َ
ُ ‫ضون ُه ْم َويُ ْب ِغ‬ ُ َّ ُ ‫َأ‬
ُ ‫ش َرا ُر ِئ َّمتِك ُم ال ِذينَ ت ْب ِغ‬ ِ ‫ َو‬adalah kriteria
pemimpin yang buruk, jika suasana yang terbangun di masa
kepemimpinannya bernuansa negatif, dengan cara saling membenci dan
melaknat” (Nawawi A. Z., 1938 H). Ungkapan َ‫صاَل ة‬ َّ ‫ اَل َما َأقَا ُموا فِي ُك ُم ال‬maksudnya
adalah sepanjang seorang pemimpin masih menegakkan shalat maka dalam
keadaan apapun seorang pemimpin tidak boleh diperangi dan dan
dilengserkan, ungkapan tersebut juga menyiratkan bahwa betapa pentingnya
shalat sebagai tiang agama. Kemudian ungkapan ..... ‫ وإذا رأيتم‬maksudnya
adalah ketika seorang pemimpin melakukan hal-hal yang dianggap tidak
sesuai dengan hati nurani rakyat, maka cukup membenci apa yang dilakukan
tersebut, tidak diperbolehkan membangkang dan tidak menaatinya. (A‟lan)

3.2. Kriteria pemimpin Ideal Menurut Hadits Nabi saw

Hadits-Hadits Nabi yang menjelaskan tentang seorang pemimpin


yang betul-betul berkualitas dan ideal harus memenuhi kriteria-kriteria yang
mutlak dimilikinya. Gambaran hadis Nabi tentang kriteria pemimpin
sebagai berikut:
1) Memiliki jiwa kepemimpinan (suku Quraisy), menepati janji,
mempunyai rasa kasih sayang, dan adil.
Kriteria seorang pemimpin harus mempunyai jiwa
kepemimpinan (leadership), istilah ini dipahami dari ungkapan ْ‫اَأْلِئ َّمة ِمن‬
ُ
ٍ ‫قُ َر ْي‬, dalam hadits :
‫ش‬

‫ب‬ٍ ‫ ُر بْنُ َو ْه‬D‫ َّدثَنِي بُ َك ْي‬D‫ال َح‬D َ Dَ‫ ِد ق‬D‫ ْه ِل َأبِي اَأْل َس‬D‫ ْعبَةُ ع َْن َس‬D‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َج ْعفَ ٍر َح َّدثَنَا ُش‬
َ D‫ ٍد ِإ َّن َر ُس‬D‫ َّل َأ َح‬D‫هُ ُك‬Dُ‫ا ُأ َح ِّدث‬DD‫ ِديثًا َم‬D‫ ِّدثُكَ َح‬D‫ك ُأ َح‬
ِ ‫ول هَّللا‬ ٍ ِ‫زَريُّ قَا َل قَا َل لِي َأنَسُ بْنُ َمال‬ ِ ‫ْال َج‬
‫ش ِإ َّن لَهُ ْم‬
ٍ ‫ر ْي‬Dَ Dُ‫ا َل اَأْلِئ َّمةُ ِم ْن ق‬DDَ‫ ِه فَق‬D‫ت َونَحْ نُ فِي‬ ِ ‫ب ْالبَ ْي‬ ِ ‫ا‬DDَ‫ا َم َعلَى ب‬DDَ‫م ق‬Dَ َّ‫ل‬D‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس‬َ
ْ‫ َوِإ ْن عَاهَدُوا َوفَوْ ا َوِإن‬D‫ك َما ِإ ْن ا ْستُرْ ِح ُموا فَ َر ِح ُموا‬ ْ ً ّ ُ ً
َ ِ‫َعلَيك ْم َحقا َولك ْم َعلي ِه ْم َحقا ِمث َل ذل‬
َ ْ َ َ ّ ُ ْ
َ‫اس َأجْ َم ِعين‬
ِ َّ‫ك ِم ْنهُ ْم فَ َعلَ ْي ِه لَ ْعنَةُ هَّللا ِ َو ْال َماَل ِئ َك ِة َوالن‬َ ِ‫َح َك ُموا َع َدلُوا فَ َم ْن لَ ْم يَ ْف َعلْ َذل‬
Syarat ini jika dipahami secara tekstual adalah seorang
pemimpin harus dari suku Quraisy, sehingga terkesan nepotisme dan
rasialis. Namun konsepsi kepemimpinan ini jika dianalisa dengan
pendapat Ibnu Khaldun dalam Muqadimmahnya, maka akan
menemukan titik terang dan tidak terkesan nepotisme dan rasialis.
Menurutnya, kepemimpinan Quraisy tidak berarti harus dari suku
Quraisy tetapi pada karakteristik kepemimpinan Quraisy yang
kharismatik, tegas, kuat dan tangguh. Pokok persoalan kepemimpinan
bukan pada orang- orang Quraisy, tetapi pada sifat dan karakter yang
memungkinkan seseorang layak untuk menjadi pemimpin sama seperti
karakter yang dimiliki suku Quraisy pada saat itu. (Khaldun)
Kemudian ungkapan ‫ وَِإ ْن عَاهَدُوا َوفَوْ ا َوِإ ْن َح َك ُموا َع َدلُوا‬, bahwa Nabi
menyiratkan seorang pemimpin harus mempunyai rasa kasih sayang,
adil, dan menepati janji.
Dari keseluruhan uraian di atas hadits ini meyiratkan empat
karakter seorang pemimpin yaitu: yang pertama:, mempunyai
jiwa kepemimpinan, yang kedua:, mempunyai rasa kasih sayang,
yang ketiga: adil dan yang terakhir adalah menepati janji.

2) Profesional

Kriteria ini dipahami dari ungkapan‫ غير أهله‬dan ungkapan


‫الساعة‬, dalam Hadits Bukhori berikut:

‫لم في مجلس‬DD‫ بينما النبي صلى هللا عليه وس‬:‫ قال‬:‫ هللا عنه‬D‫وعن ابي هريرة رضي‬
‫ه‬DD‫لى هللا علي‬DD‫ هللا ص‬D‫ متى الساعة؟ فمضى رسول‬:‫ جاءه أعرابي فقال‬،‫يحدث القوم‬
‫ل لم‬DD‫ ب‬:‫ وقال بعضهم‬،‫ فكره ما قال‬:‫ سمع ما قال‬:‫ فقال بعض القوم‬،‫ يحدث‬، ‫وسلم‬
‫ ها أنا يا رسول‬:‫ "أين السائل عن الساعة؟ "قال‬:‫ حتى إذا قضى حديثه قال‬،‫يسمع‬
‫ك "إذا‬DD‫اعتها؟ قال‬DD‫ف إض‬DD‫ كي‬:‫ فانتظر الساعة" قال‬، ‫ "إذا ضيعت األمانة‬:‫ قال‬. ‫هللا‬
.))‫وسد األمر إلى غير أهله فانتظر الساعة" ((رواه البخاري‬

Menurut Mustafa al- Ghulayaini ungkapan ‫ير أهله‬DDDDD‫غ‬


mengisyaratkan, jika urusan diserahkan pada bukan ahlinya, maka
tunggulah saat kegagalan dan kerusakannya. Dan sebagaimana
ungkapan Abdul Rauf bahwa kata ‫ الساعة‬disini tidak diartikan
hari kiamat, tetapi diartikan sebuah kehancuran, kecarut-marutan,
kebodohan yang merajalela, kelemahan Islam, ketidakmampuan orang-
orang yang profesional dan kompeten untuk menegakkan kebenaran
dan merealisasikannya dalam kehidupan dunia, laksana hari kiamat
yang dahsyat.
Berangkat dari penjelasan teks tersebut dapat ditarik sebuah
pemahaman dalam hadits ini bahwa kehancuran, kekacauan dan
ketidakadilan akan terjadi jika suatu pekerjaan atau jabatan apapun,
terlebih lagi urusan agama jika diberikan kepada orang yang tidak
amanah dan tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, bukan hanya
pemimpin atau pejabat yang bertanggung jawab terhadap apa yang
dilakukannya berupa kekacauan karena tidak menunaikan amanah
karena memilih dan mengangkat orang-orang yang tidak amanah pada
suatu jabatan, dengan demikian, hadits di atas menekankan
profesionalisme yang di tunjukkan oleh kata ‫ير أهله‬DDDD‫( غ‬tidak
profesional).
Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah bahwa seorang
pemimpin harus professional.

3) Sesuai aspirasi rakyat

Kriteria dipahami dari ungkapan: ‫ِخيَ***ا ُر َأِئ َّمتِ ُك ُم الَّ ِذينَ تُ ِحبُّونَ ُه ْم‬
‫ض *ونَ ُك ْم‬ ُ ‫ض *ونَ ُه ْم َويُ ْب ِغ‬ ‫َأ‬
ُ ‫ش * َرا ُر ِئ َّمتِ ُك ُم الَّ ِذينَ تُ ْب ِغ‬
ِ ‫ َو‬.‫ُص *لُّونَ َعلَ ْي ِه ْم‬
َ ‫ص *لُّونَ َعلَ ْي ُك ْم َوت‬ َ ُ‫ َوي‬.‫َويُ ِحبُّونَ ُك ْم‬
‫وتَ ْل َعنُونَ ُه ْم َويَ ْل َعنُونَ ُك ْم‬,
َ sebagaimana hadits yang telah dibahas diatas.
Ungkapan ini bila dianalisa menunjukan adanya keserasian
atau kerjasama yang baik antara pemimpin dan yang dipimpin, semua
itu dapat terwujud dengan diangkatnya pemimpin yang dapat diterima
oleh masyarakat karena pemimpin merupakan representase dari suara
rakyat sehingga tidak berlebihan bila sebuah kalimat yang sering di
gunakan dalam menggambarkan keagungan aspirasi rakyat tersebut
dengan ungkapan “suara rakyat adalah suara Tuhan” walaupun
ungkapan ini masih perlu direnungkan ulang.
Dari titik ini dapat ditarik benang merah bahwa seorang
pemimpin harus sesuai dengan aspirasi rakyat

4) Berpegang teguh pada kitabullah (Al-Qur’an)

Kriteria dipahami dari ungkapan: ‫الى‬DD‫اب هللا تع‬DD‫ودكم بكت‬DD‫ يق‬, yang
terdapat dalam hadits Shohih Muslim No. 2195.

‫ع‬DD‫ حججت م‬:‫ول‬DD‫معتها تق‬DD‫ س‬:‫ال‬DD‫ ق‬،‫ين‬DD‫ه أم الحص‬DD‫ عن جدت‬،‫عن يحيى بن حصين‬
،‫ة‬DD‫رة العقب‬DD‫ه حين رمى جم‬DD‫ فرأيت‬،‫وداع‬DD‫ة ال‬DD‫لم حج‬DD‫رسول هللا صلى هللا عليه وس‬
‫ر‬DD‫ واآلخ‬،‫ وهو على راحلته ومعه بالل وأسامة أحدهما يقود به راحلته‬D‫وانصرف‬
‫ال‬D‫ فق‬:‫الت‬D‫ ق‬،‫مس‬D‫لم من الش‬D‫ه وس‬D‫لى هللا علي‬D‫ هللا ص‬D‫رافع ثوبه على رأس رسول‬
‫د‬DD‫ «إن أمر عليكم عب‬:‫ ثم سمعته يقول‬،‫رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قوال كثيرا‬
‫ فاسمعوا له وأطيعوا‬،‫ يقودكم بكتاب هللا تعالى‬،‫ أسود‬- ‫ حسبتها قالت‬- ‫مجدع‬

Sebagaimana ungkapan an-Nawawi bahwa, sekalipun seorang


budak menjadi seorang pemimpin, maka yang dipimpin wajib untuk
taat dan mengikutinya, jika masih berpegang pada kitabullah (Al-
Qur‟an).
Bila dianalisa dari uraian an-Nawawi tersebut bahwa yang
perlu digaris bawahi adalah berpegang pada kitabullah, artinya bahwa
ungkapan seorang budak itu hanya merupakan sebuah contoh kasta
terendah pada saat itu dan hanya untuk penekanan betapa pentingnya
seorang pemimpin harus berpegang pada kitabullah, dan wajib untuk
ditaati.157. Berarti esensi yang ingin disampaikan pada ungkapan
tersebut adalah setiap orang, siapapun itu ketika menjadi pemimpin
dan berpegang teguh pada kitabullah (Al-Qur‟an) wajib untuk ditaati
dan diikuti, berarti ini mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin
harus selalu berpegang teguh pada kitabullah (Al-Qur‟an) di dalam
menjalankan roda kepemimpinannya.
5) Memberikan hak-hak orang yang dipimpin

Kriteria di pahami dari ungkapan ‫اعطوهم حقهم‬, y a n g t e r d a p a t


dalam hadits Bukhori dan Muslim berikut:

،‫ا ُء‬DD‫يل تَسُو ُسهُ ُم اَأل ْنبي‬ َ ‫ َكانَت بَنُو‬ :‫ هَّللا ﷺ‬D‫قال َرسُول‬
َ ‫إسراِئ‬ َ :‫ال‬ َ َ‫ق‬  َ‫وعن َأبي هريرة‬
، َ‫رُون‬Dُ‫ا ُء فَيَكث‬DDَ‫دي ُخلَف‬DD‫يَ ُكونُ بَع‬D‫وس‬ َ ،‫دي‬DD‫ي بَع‬ َّ ِ‫ َوإنَّهُ ال نَب‬،‫ب ٌّي‬DDَ‫هُ ن‬Dَ‫كَ نَبِ ٌّي خَ لَف‬DDَ‫ُكلَّما هَل‬
‫وهُم‬DDُ‫ ثُ َّم َأعط‬،‫اَأل َّو ِل‬DD‫ ِة اَأل َّو ِل ف‬D‫ بِبَي َع‬D‫وا‬DDُ‫َأوف‬ :‫ا َل‬DDَ‫ا؟ ق‬DDَ‫ا تَْأ ُم ُرن‬DD‫ فَم‬، ‫ول هَّللا‬DD‫ا رس‬DDَ‫ ي‬:‫قالوا‬
.‫ق عليه‬ ٌ ‫متف‬ ‫ ع َّما استَرعاهُم‬D‫إن هَّللا ساِئلُهم‬ َّ َ‫ ف‬،‫ َواسَألُوا هَّللا الَّ ِذي لَ ُكم‬،‫َحقَّهُم‬

Berpijak pada ungkapan Abi Jamrah di dalam Bahjatu an-


Nufusnya ketika menjelaskan ungkapan ini, bahwa pada dasarnya
ungkapan ini maksudnya adalah orang yang dipimpin harus
memberikan hak orang yang memimpin berupa hak untuk ditaati dan
diikuti. Ungkapan ini juga dapat dipahami bahwa seorang pemimpin
juga harus memberikan hak-hak orang yang dipimpin berupa dilayani,
dilindungi, disejahterakan dan sebagainya.
Pada ungkapan di atas berarti jelas bahwa disamping
menjelaskan seorang pemimpin yang harus diberi haknya berupa untuk
ditaati dan diikuti, tetapi juga menjelaskan bahwa seorang pemimpin
juga harus memberikan hak-hak orang yang dipimpin.
Dari titik ini dapat ditarik benang merah bahwa seorang
pemimpin harus memberikan hak-hak orang yang dipimpin.

6) Mengambil kebijakan harus berpijak pada sebuah kemaslahatan


dan seorang pemimpin harus siap dikritik.

Kriteria Mengambil kebijakan harus berpijak pada sebuah


kemaslahatan ini dipahami dari asbabul wurud hadits

‫س في‬ ِ ‫ض النَّا‬
ُ ‫ط َعنَ بَ ْع‬ َ َ‫ ف‬،‫ وَأ َّم َر عليهم ُأسا َمةَ بنَ زَ ْي ٍد‬،‫صلَّى هللاُ عليه وسلَّ َم بَ ْعثًا‬ َ ‫بي‬ ُّ َّ‫ بَ َع َث الن‬.... 
‫*ار ِة‬ ْ ْ
َ *‫ فقَ * ْد ُك ْنتُ ْم تَط ُعنُ**ونَ في إم‬،‫ أنْ تَط ُعنُوا في إما َرتِ ِه‬:‫صلَّى هللاُ عليه وسلَّ َم‬ َ ‫بي‬ ُّ َّ‫ فقا َل الن‬،‫إما َرتِ ِه‬
ْ‫ وإنَّ ه*ذا لَ ِمن‬،‫س إلَ َّي‬ِ ‫ا‬َّ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ب‬ ‫أح‬
ِّ َ ِ ْ‫ن‬ ‫م‬َ ‫ل‬ َ‫ك*ان‬ ْ‫وإن‬ ، ‫ة‬ ‫ر‬ ‫م*ا‬
ِ َ ‫ِِإْل‬ ‫ل‬ ‫*ا‬ً ‫ق‬‫ي‬ ِ ‫ل‬‫خ‬َ َ ‫ل‬ َ‫كان‬ ْ‫إن‬ ،ِ ‫ وا ْي ُم‬،‫أبِي ِه ِمن قَ ْب ُل‬
‫هَّللا‬
.ُ‫س إلَ َّي بَ ْع َده‬ِ ‫أح ِّب النَّا‬َ
‫صحيح البخاري‬ : ‫المصدر‬ | ‫البخاري‬ : ‫المحدث‬ | ‫عبدهللا بن عمر‬ : ‫الراوي‬

Sebagaimana diungkapkan Ibnu Hajar al-Asqhalani dalam


Fathl Bari bahwa asbabul wurud hadits ini adalah terkait dengan
pengangangkatan Usamah bin Zaid sebagai panglima perang oleh
Rasulullah, akan tetapi sebagian sahabat menolaknya, diantaranya
adalah ialah Aiyasy bin Abu Rabi'ah ra. dia berkata: "Bagaimana
Rasulullah mengangkat anak muda yang belum berpengalaman ini,
padahal banyak lagi pemuka-pemuka kaum Muhajirin yang pernah
memimpin perang". karena dianggap masih terlalu muda. Apalagi
masih banyak sahabat- sahabat yang lebih senior yang masuk di
bawah kendali Usamah seperti, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abu
Ubaidah, Qhatadah bin Nu‟man. Maka ketika Rasulullah mendengar
desas-desus tersebut Beliau berkata seperti halnya hadits di atas.
Bila berpijak pada asbabul wurud tersebut ada satu hal yang
sangat urgen dan mendasar yang belum terungkap, yang menyebabkan
para sahabat melakukan protes kepada Rasulullah yaitu alasan
Rasulullah mengangkat Usamah bin Zaid yang menuai kontroversi
dikalangan para sahabat itu.
Di dalam buku al-Rahiq al-Makhtum, karya Safiy al-Rahman
al- Mubarakfuri, Sejarah Hidup Rasulullah, Pent. Halim Tri Hartono,
menyatakan bahwa, alasan pengangkatan tersebut adalah, karena ada
sebuah kemaslahatan yang ditimbulkan. yang pertama:, Nabi
menginginkan terjadinya regenerasi ditubuh kepemimpinan pada saat
itu. Yang kedua:, Rasulullah mengangkat Usamah bin Zaid, karena
pertimbangan ayahnya (Zaid bin Haritsah) yang wafat dalam perang
Tabuk sehingga diharapkan Usamah memiliki motivasi ganda dalam
memimpin perang sebagaimana yang telah dilakukan ayahnya.
Berpijak dari uraian diatas Rasulullah mengajarkan bahwa
seorang pemimpin ketika mengambil kebijakan harus berpijak
pada sebuah kemaslahatan.
Kriteria sorang pemimpin harus siap dikritik di pahami dari
ِ َّ‫ فَطَ َعنَ بَعْضُ الن‬ini menunjukkan seorang pemimpin
ungkapan ‫اس في إما َرتِ ِه‬
bisa saja dikritik, karena ada keinginan mengetahui alasan
pengambilan keputusannya.
Dari titik ini dapat ditarik benang merah bahwa seorang
pemimpin harus siap dikritik.

7) Harus adil

Kriteria ini dipahami dari ungkapan ‫ادل‬D‫( الالمام الع‬Imam /


pemimpin yang adil) artinya seorang pemimpin haruslah bersikap adil
pada yang dipimpinnya, sebab pemimpin yang adil memang menjadi
tonggak bagi kemaslahatan seluruh umat manusia, tanpa pemimpin
yang adil maka kehidupan ini akan terjebak kedalam jurang
penderitaan yang cukup dalam.
Dari titik ini dapat ditarik benang merah bahwa seorang
pemimpin harus adil.

8) Dilarang meminta jabatan dan pemimpin harus mampu


melaksanakan tugas (kompeten)

Kriteria seorang pemimpin dilarang meminta jabatan ini


peneliti pahami dari ungkapan164 ‫ التسأل االمارة‬yang terdapat dalam
hadits Shahih al-Bukhari: 6613

‫ َد‬D‫ا َع ْب‬DDَ‫ ي‬:‫لَّ َم‬D ‫ ِه َو َس‬D‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬D ‫ص‬


َ ‫ا َل لِي النَّبِ ُّي‬DDَ‫ ق‬:‫ا َل‬DDَ‫ ُم َرةَ ق‬D ‫رَّحْ َم ِن ْب ِن َس‬D ‫ ِد ال‬D‫ع َْن َع ْب‬
‫ َوِإ ْن‬،‫ك ِإ ْن ُأ ْع ِطيتَهَا ع َْن َم ْسَألَ ٍة ُو ِك ْلتَ ِإلَ ْيهَا‬ َ َّ‫ فَِإن‬.َ‫ الَ تَ ْسَألْ اِإل َما َرة‬،َ‫الرَّحْ َم ِن ْبنَ َس ُم َرة‬
َ َ‫ َوِإ َذا َحلَ ْفتَ َعلَى يَ ِمي ٍن ف‬،‫ُأ ْع ِطيتَهَا ع َْن َغي ِْر َم ْسَألَ ٍة ُأ ِع ْنتَ َعلَ ْيهَا‬
‫رًا‬D‫ا خَ ْي‬Dَ‫رَأيْتَ َغي َْره‬D
.ٌ‫ت الَّ ِذي ه َُو خَ ْير‬ِ ‫ك َوْأ‬ َ ِ‫ِم ْنهَا فَ َكفِّرْ ع َْن يَ ِمين‬
ungkapan ini secara jelas menyatakan adanya larangan
meminta jabatan. Di dalam kajian ini penting juga peneliti tambahkan
agar lebih komprehensif di dalam memahaminya bahwa, jika meminta
jabatan dilarang di dalam Islam seperti halnya tertera pada ungkapan
diatas, lalu bagaimana dengan apa yang dilakukan Nabi yusuf as yang
meminta jabatan dan menonjolkan dirinya agar diberi jabatan sebagai
seorang bendaharawan? sebagaimana tertera di dalam Al-Qur‟an surat
yusuf: 5 yaitu:

‫ا ِن‬D‫ي ْٰطنَ لِاْل ِ ْن َس‬D‫الش‬ َ Dَ‫ ُدوْ ا ل‬D‫كَ فَيَ ِك ْي‬DDِ‫ك ع َٰلٓى اِ ْخ َوت‬
َّ ‫دًا ۗاِ َّن‬D‫ك َك ْي‬ َ ‫ا‬DDَ‫ي اَل تَ ْقصُصْ ُر ْءي‬َّ َ‫ال ٰيبُن‬َ َ‫ق‬
‫َعد ٌُّو ُّمبِي ٌْن‬

Artinya: Berkata Yusuf: "Jadikanlah Aku bendaharawan negara


(Mesir); Sesungguhnya Aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi
berpengetahuan".

Bila kita cermati secara dhahir lafdzhi dua dalil di atas Nampak
seperti betentangan, tetapi sebenarnya ada titik temu bila dianalisa
lebih lanjut. Di dalam Tafsir al-Misbah, M. Quraish Shihab
menjelaskan bahwa,” Nabi Yusuf as meminta dan menonjolkan dirinya
untuk diangkat menjadi pemimpin, karena ia melihat tidak ada orang
yang teguh memperjuangkan kebenaran dan mengajak umat kepada
kebenaran, dan ia merasa mampu untuk itu, namun ia belum dikenal.
Oleh karena itu ia perlu meminta dan menonjolkan dirinya, apalagi
dalam ayat tersebut Nabi Yusuf menawarkan dirinya sebagai
bendaharawan Negara dengan menyebutkan visi dan misinya terlebih
dahulu dan mengakui bahwa dia punya ilmunya dan mampu
menjalankannya”. (Shihab, 2005)
Dari uraian ini dapat ditarik benang merah bahwa meminta
jabatan atau menonjolkan diri agar menjadi seorang pemimpin
diperbolehkan, sepanjang dia merasa mampu dan mempunyai ilmu
terkait jabatan yang dimintanya, dan yang tak kalah penting adalah
punya niat ingin memperjuangkan kebenaran dan mengajak kepada
kebenaran.
Dari uraian ini dapat ditarik benang merah bahwa hadits ini
disamping berbicara tentang larangan meminta jabatan, tetapi juga
menyiratkan bahwa seorang pemimpin haruslah seseorang yang
dianggap mampu melaksanakan tugasnya atau berkompeten.

9) Amanah

Kriteria ini peneliti pahami dari ungkapan ‫ ِإاَّل لَ ْم‬،‫صي َح ٍة‬ ْ ‫فَلَ ْم يَح‬
ِ َ‫ُطهَا بِن‬
َّ‫يَ ِج ْد َراِئ َحةَ ْال َجن ِة‬. Hadits ini pada dasarnya adalah ancaman bagi para
pemimpin yang tidak menjaga amanah yang telah diberikan kepadanya,
niscaya tidak akan pernah mencium semerbak wanginya surga. Dari
titik ini dapat dipahami bahwa seorang pemimpin harus amanah.

10) Menunjuk pengganti sementara (ad interim / plt) jika ada sesuatu
hal yang menyebabkan seorang pemimpin tidak bisa menjalankan
tugas sebagaimana mestinya

Kriteria ini peneliti pahami dari asbabul wurud hadits ‫وخلف‬


‫رسول هللا صلى هللا عليه وسلم علي ابن ابي طالب‬.... terdapat dalam hadits Bukhori dan
Muslim berikut:

.‫ه‬DD‫أن أسألَكَ عن‬ ْ َ‫ وأنا أهابُك‬،‫ث‬ ٍ ‫ك عن َحدي‬ َ َ‫أن أسأل‬ْ ‫ إنِّي ُأري ُد‬:‫ك‬ ٍ ِ‫بن مال‬ ُ ُ‫ق‬....
ِ ‫لت لِ َسع ِد‬
ْ ْ
:‫ قال‬.‫ وال تَهَبْني‬،‫ ف َسلني عنه‬،‫أن ِعندي ِعل ًما‬ َّ َ‫ إذا َعلِمت‬،‫ ال تَف َعلْ يا ابنَ أخي‬:‫فقال‬
‫زو ِة‬DD‫ في َغ‬،‫ ِة‬D‫هُ بال َمدين‬Dَ‫لَّ َم لعلِ ٍّي حين َخلَّف‬DD‫ه وس‬DD‫ قو ُل َرسو ِل هللاِ صلَّى هللاُ علي‬:‫لت‬ ُ ُ ‫فق‬
، َ‫وك‬DD‫ في غَزو ِة تَب‬،‫بي صلَّى هللاُ عليه وسلَّ َم علِيًّا بال َمدين ِة‬ ُّ َّ‫ خَ لَّفَ الن‬:‫ فقال َسع ٌد‬.‫ك‬ َ ‫تَبو‬
‫ى‬DD‫ا تَرض‬DD‫ أ َم‬:‫ِّبيان؟! فقال‬ ِ ‫ أتُ َخلِّفُني في الخالِف ِة في النِّسا ِء والص‬،ِ‫سول هللا‬ Dَ ‫ يا َر‬:‫فقال‬
‫ر علِ ٌّي‬Dَ َ‫أدب‬DD‫ ف‬:‫ قال‬.ِ‫ بلى يا َرسو َل هللا‬:‫ قال‬D‫نزل ِة هارونَ ِمن موسى؟‬ ِ ‫أن تَكونَ ِمنِّي بِ َم‬
ْ
.‫سرعًا‬ِ ‫فرج َع علِ ٌّي ُم‬ ِ ‫ كأنِّي أنظُ ُر إلى ُغ‬،‫سرعًا‬
َ :‫ وقد قال َح َّما ٌد‬،ُ‫بار قَ َد َم ْي ِه يَسطَع‬ ِ ‫ُم‬
Untuk mengungkap hal yang tersirat yang relevan dengan
penelitian ini, maka peneliti mencoba menganalisa hadits ini dengan
mengangkat asbabul wurudnya. Di dalam buku Ar-Rahiq al-Makhtum
: Sejarah Hidup Rasulullah, karya Syafiyurrahman al-Mubarakfuri,
pent: Halim Tri Hantoro, disebutkan bahwa:
“Pada bulan Rajab tahun sembilan Hijriah, Rasulullah saw
bersama para sahabat berangkat ke Tabuk untuk berperang melawan
tentara Romawi yang ada di Tabuk, sebab pada saat itu Tabuk berada
di bawah kekuasaan Romawi. Seluruh penduduk Madinah ikut
berangkat berperang, terkecuali para wanita, anak-anak, orang-orang
lanjut usia, serta orang- orang yang udzhur. Seperti biasa, apabila
Rasulullah saw akan pergi berperang keluar kota madinah, beliau
selalu mengangkat seorang pejabat sebagai wakilnya guna
mewakilinya selama dalam bepergian (apabila menggunakan istilah
sekarang adalah pejabat ad interim atau plt). Pada saat perang tabuk
Rasulullah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai pejabat ad interim
menggantikan Rasulullah, ketidak ikut sertaan Ali bin Abi Thalib pada
perang Tabuk, dijadikan bahan ejekan dan senjata oleh orang- orang
Munafik untuk mengolok-olok Ali bin Abi Thalib, bahkan orang-
orang Munafik menghembuskan berita bohong bahwa, Rasulullah
sengaja meninggalkan Ali bersama kaum wanita dan anak-anak karena
Rasulullah tidak suka kepada Ali bin Abi Thalib. Karena terpancing
ejekan mereka, Ali pun keluar mengejar pasukan Rasulullah.
Setelah berhasil mengejar dan bertemu dengan beliau, seraya
menangis Ali bekata: ‫أتُ َخلِّفُني في الخالِف ِة في النِّسا ِء والصِّبيا ِن‬, mendengar apa
yang disampaikan Ali tersebut, beliau tidak mengijinkannya
masuk ke barisan perang dan memerintahkannya untuk kembali ke
ِ ‫أن تَكونَ ِمنِّي بِ َم‬
Madinah dan berkata:” ‫نزل ِة هارونَ ِمن موسى؟‬ ْ ‫”أ َما تَرضى‬
Bila dicermati pada asbabul wurud di atas secara exsplisit
tidaklah menjelaskan dan tidak ada korelasinya sama sekali dengan
isyarat dan pelegimitasian Ali bin Abi Thalib adalah pengganti yang
sah pasca Rasulullah wafat, seperti apa yang dipahami oleh orang-
orang Syi‟ah. Akan tetapi hadits ini menyiratkan dua hal, yang
pertama: keutamaan Ali bin Abi Thalib di sisi Rasulullah. Yang kedua:
penunjukkan Ali bin Abi Thalib sebagai pejabat ad interim atau plt
pada saat Rasulullah akan berangkat berperang ke tabuk.
Dari titik ini dapat kita pahami dan simpulkan bahwa, di
samping Rasulullah menyebutkan keutamaan Ali di sisi beliau, tetapi
juga Rasulullah mengajarkan bahwa, ketika seorang pemimpin ada
sesuatu hal yang menyebabkan tidak bisa menjalankan tugasnya
sebagaimana mestinya, maka harus menunjuk seseorang menjadi ad
interim atau plt untuk menggantikan sementara posisinya.

4. Simpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pemimpin dalam


perspektif hadis Nabi adalah setiap orang yang diberikan amanah dan kepercayaan
oleh Allah untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab
yang kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah swt, sekalipun wilayah
kepemimpinannya hanya lingkup memimpin dirinya sendiri.

Kriteria pemimpin yang ideal berdasarkan hadits-hadits Nabi saw. paling


tidak memenuhi beberapa kriteria diantaranya adalah bahwa seorang pemimpin
harus memiliki jiwa kepemimpinan, mempunyai rasa kasih sayang, adil, menepati
janji, professional, amanah, sesuai aspirasi rakyat, berpegang teguh kepada
kitabullah (Al-Qur‟an), menunaikan hak-hak yang dipimpin, mengambil kebijakan
berpijak pada sebuah kemaslahatan, siap dikritik, tidak meminta jabatan, mampu
melaksanakan tugas (kompeten), menunjuk pengganti sementara (ad interim / plt)
jika ada sesuatu hal yang menyebabkan seorang pemimpin tidak bisa menjalankan
tugas sebagaimana mestinya.

Referensi

A‟lan, M. (n.d.). Dalilubal-Falihun Li Thuruqi Riyadussalihin.

al-Makki, M. A.-S.-S.-A. (n.d.). Dalilu al-Falihin Li Thuruqi Riyadussalihin. Beirut-


Lebanon: Dar al-Fikr.

an-Nawawi, A. Z. (1996). Syarah an-Nawawi, Bab, Fadhilatu al-Imam al-Adil Wa Uqubatu


al-Jair. Beirut-Lebanon: Dar al-Fikr.

Khaldun, A. Z. (n.d.). Muqaddimah. Beirut:: Dar al-Fik.


Mahmud at-Thahan, P. R. (1995). Metode Takhrij Hadits dan Penelitian Sanad Hadits.
Surabaya: Bina Ilmu.

Manawi, M. „. (1408 H/1988 M). al-Taisir bi Syarh al-Jami‟ as-Saghir. Riyad: Dar al-
Nasyr.

Nawawi, A. Z. (1938 H). Syarh Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Arabi.

Nawawi, H. (1993). Kepemimpinan Menurut Islam. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press.

Raihan. (2010). Kepemimpinan Sekolah Efektif. Yogyakarta: LKiS.

Sallis, E. (2006). Total Quality Management in Educational: Management Mutu


Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD.

Shihab, M. Q. (2005). Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.

Suryadi. (2006). Kiat Jitu Meningkatkan pemberdayaan Organisasi. Jakarta: Edsa Mahkota.

Umiarso, A. w. (2011). Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual. Yogyakarta:


Ar-Ruzz Media.

Zakaria. (n.d.). Konsep Ajaran Islam Tentang Kepemimpinan. Majalah Al-„Adalah.

Anda mungkin juga menyukai