Anda di halaman 1dari 25

CONTROLLING: MENILAI HASIL PEKERJAAN DAN EVALUASI

PENDIDIKAN

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadis Manajemen Pendidikan

Oleh:
Aldiansyah : 2220060002
Daris Iqbal Chysara : 2220060008
Fitri Hasanah : 2220060014

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA UNIVRSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Dunia pendidikan secara umum telah dikenal berbagai macam bentuk
kegiatan tentang upaya mencapai kesuksesan dalam mewujudkan Pendidikan yang
berkualitas dan melahirkan anak didik yang mampu menghadapi berbagai
tantangan dalam kehidupannya. Diantara bentuk kegiatan itu adalah Evaluasi
terhadap kegiatan yang telah atau akan dilaksanakan dengan berbagai macam
tujuan yang diinginkan.
Evaluasi dalam pendidikan merupakan proses bagaimana seperti Pembelajaran
yang telah dilaksanakan mendapat hasil yang sesuai dengan harapan atau belum
mencapai tujuan tersebut secara sempurna, sehingga perlu melakukan perbaikan
dan peningkatan efektifitas Pembelajaran yang lebih baik lagi.
Controlling dan evaluasi yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam
mengembangkan tenaga kependidikan di lembaga pendidikan Islam merupakan
suatu kegiatan yang sangat penting, karena dengan adanya pemantauan dan
penilaian tersebut, dapat memberikan masukan kepada kepala sekolah dalam
mengembangkan tenaga kependidikan dalam aspek kemampuan potensi (IQ) dan
reality tenaga kependidikan, dimana dalam pelaksanaannya haruslah melibatkan
seluruh tenaga kependidikan, membangun dan mengembangkan tenaga
kependidikan yang dibutuhkan di lembaga pendidikan Islam, dan controlling dan
evaluasi tersebut dapat memberikan warna baru dan inovasi baru serta kreasi baru
dalam mengembangkan mutu pendidikan di lembaga pendidikan Islam, dan pada
akhirnya lembaga pendidikan Islam tersebut dapat bersaing dengan baik dengan
lembaga pendidikan yang lain, terlebih di zaman milenial ini, dimana semua proses
belajar mengajar yang dilaksanakan oleh tenaga kependidikan telah dikembangkan
kearah teknologi dan informasi serta penguatan literasi(Arifin, 2018).
Realita di dunia Pendidikan yang Kita hadapi ternyata masih terdapat
kekurangan yang cukup memperihatinkan dalam masalah Evaluasi ini. Terbukti
dengan kurangnya kepedulian terhadap Ujian-Ujian yang bersifat Evaluatif,
Misalnya Banyak sekali Opini yang beredar di Masyarakat tentang Penolakan
terhadap UN atau Ujian Nasional. Padahal, jika kita sadari hal itu sangat
mempengaruhi semangat peserta didik untuk Meningkatkan semangat belajarnya.
Kenyataan ini jika dibiarkan terus tanpa ada Solusi maka yang terjadi adalah
“Kesinisan Massal” terhadap bentuk Evaluasi Pendidikan Seperti UN dan
Sebagainya baik dari Peserta didik, tenaga didik bahkan Pengelola Pendidikan.
Seharusnya, UN dapat dijadikan parameter tingkat keberhasilan pendidikan
Nasional. Akan tetapi ada fenomena yang kurang baik terhadap pendidikan kita
bahwa” UN adalah Proyek Menteri Pendidikan”. Ini sangat amat lebih
memperihatinkan.
Dari Wacana di atas Penulis perlu mengaktualisasi Pemahaman Evaluasi
berikut Relevansinya terhadap Ajaran Agama Islam dengan melakukan analisis
terhadap hadits Rasulullah SAW dan dikaji dengan metode kritis terhadap teks
sesuai konteks yang relevan dengan Tuntutan zaman dan Budaya kebangsaan.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar belakang Permasalahan di atas, penulis memberi Rumusan yang
akan dibahas dalam Makalah ini supaya lebih Jelas dan Efisien, yaitu:
1. Apa Hakikat Evaluasi Pendidikan?
2. Bagaimana Hadits tentang Evaluasi Pendidikan?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui dan memahami Hakikat Evaluasi Pendidikan Secara Efektif
2. Menjelaskan Landasan Hadits Rasulullah SAW, terhadap Relevansinya
dengan evalusi pendidikan.
PEMBAHASAN
A. Hakikat Evaluasi (Controlling)Pendidikan
Sebelum kita memahami hakikat evaluasi pendidikan, alangkah baiknya kita
memahami pendidikan terlebih dahulu. Pendidikan adalah upaya sadar dan tanggung
jawab untuk memelihara, membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan kehidupan manusia agar ia dapat memiliki makna dan tujuan hidup
yang hakiki. Shalih Abd Al-Aziz dan Abd Al-Aziz Abd Al-Majid menyatakan : innama
al-hayat madrasah (bahwasanya hidup adalah salah satu lembaga pendidikan). Sebagai
suatu proses pendidikan bertujuan untuk menimbulkan perubahan-perubahan yang
diinginkan pada setiap si terdidik. Proses pendidikan tidak terlepas dari beberapa
komponen yang mendukungnya, dan salah satu komponen yang urgent adalah
penilaian atau evaluasi (Ramayulis, 2002).
Evaluasi berasal dari kata to evaluate yang berarti “menilai”. Kata nilai menurut
filosof pengertiannya adalah idea of worth. Selanjutnya kata nilai menjadi populer,
bahkan menjadi istilah yang ditemukan dalam dunia ekonomi, kata nilai biasa
dipautkan dengan harga. Nilai artinya power in exchange. Sedangkan menurut
pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui
keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan
dengan tolak ukur memperoleh kesimpulan. Pendapat lain juga mengatakan bahwa
pengawasan/evaluasi (controlling) merupakan kegiatan yang dilaksanakan dengan
maksud agar tujuan yang diharapkan tercapai sesuai dengan perencanaan yang
ditetapkan. Tujuan dari pengawasan atau controlling pada dasarnya adalah untuk
menyesuaikan gerak organisasi yang sedang berlangsung dengan tujuan dan rencana
awal (planning) dari organisasi itu sendiri (Wicahyaningtyas, 2022).
Ada beberapa pendapat lain tentang definisi mengenai evaluasi:
1. Blomm; Evaluasi adalah pengumpulan kegiatan secara sistematis untuk
menetapkan apakah dalam kegiatannya terjadi perubahan dalam diri siswa
menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam diri pribadi siswa.
2. Stuffle Beam; Evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh dan
menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.
3. Cronbach; Di dalam bukunya Designing Evaluator of Education and Social
Program, telah memberikan uraian tentang prinsip-prinsip dasar evaluasi
antara lain:
a. Evaluasi program pendidikan merupakan kegiatan yang dapat
membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya.
b. Evaluasi seyogyanya tidak memberikan jawaban terhadap suatu
pertanyaan khusus. Bukanlah tugas evaluator memberikan rekomendasi
tentang kemanfaatan suatu program dan dilanjutkan atau tidak.
Evaluator tidak dapat memilihkan karier seorang murid. Tugas
evaluator hanya memberikan alternatif.
c. Evaluasi merupakan suatu proses terus-menerus, sehingga di dalam
proses memungkinkan untuk merevisi apabila dirasakan ada suatu
kesalahan-kesalahan.
Menurut Edwin Wand dan Gerald W. Brow dalam bukunya Esseential of
Educational Evaluation, mengemukakan bahwa: Evaluation refer to the act or process
to determining the value of something.”(Penilaian dalam pendidikan berarti
seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan
dengan dunia pendidikan) (Anwar, 1997).
Controlling/evaluasi dalam institusi pendidikan adalah membuat institusi tersebut
berjalan sesuai dengan jalur yang telah ditetapkan dan sampai kepada tujuan secara
efektif dan efisien. perjalanan menuju tujuan dimonitor, diawasi dan dinilai agar tidak
menyimpang atau keluar jalur. Apabila hal ini terjadi harus dilakukan upaya
mengembalikan pada arah semula. Dari hasil evaluasi dapat dijadikan informasi yang
harus menjamin bahwa aktivitas yang menyimpang tidak terulang kembali (Mariyah et
al., 2021). Terdapat term-term tertentu dalam islam yang mengarah pada makna
evaluasi. Term-term tersebut adalah :
1. Al-Hisab, memiliki makna mengira, menafsirkan, menghitung dan
menganggap.
2. Al-Bala’, memiliki makna cobaan, ujian.
3. Al-Hukum, memiliki makna putusan atau vonis
4. Al-Qadha, memiliki arti putusan
5. Al-Nazhar, memiliki arti melihat
6. Al-Imtihan, memiliki arti ujian
Beberapa term tersebut boleh jadi menunjukkan arti evaluasi secara langsung, atau
hanya sekedar alat atau proses di dalam evaluasi. Hal ini didasarkan asumsi bahwa Al-
Qur’an dan Sunnah merupakan azas-azas atau prinsip-prinsip umum pendidikan,
sedang operasionalisasinya diserahkan penuh kepada ijtihad umatnya.
Selanjutnya dalam sebuah ayat Allah azza wa jalla berfirman:
.‫َّمت لِغَ ٍذ َواتَّ ُقواللهَ إِ َّن اللهَ َخبِ ٌير بِ َما تَ ْع َملُو َن‬ ٌ َ‫ين أ ََمنُوا اتَّ ُقواللهَ َولتَنظُر ن‬
َ ‫فس َما قَد‬
ِ َّ
َ ‫يَأيُّها الذ‬
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan". (AS al-Hasyr: 18).

Imam Ibnu Qoyim menjelaskan tafsir ayat ini, "Ayat ini menunjukkan akan
wajibnya melakukan muhasabah (instropeksi) diri. Allah Shubhanahu wa ta’alla
memerintahkan, "Supaya kalian memperhatikan amalan apa yang telah kalian
persiapkan untuk hari kiamat kelak, apakah amal sholeh yang akan menyelamatkan
dirimu? Ataukah amal kejelekan yang justru akan menyengsarakannya?".
Imam Hasan Bashri mengatakan, "Tidak ada waktu yang tersisa yang menjumpai
seorang mukmin melainkan ia harus gunakan untuk muhasabah. Apa yang akan
dikerjakan? Apa yang ingin dia makan dan minum? Adapun orang jahat maka dirinya
terus berlalu tidak pernah menghisab dirinya sendiri".
Sedang Imam al-Mawardi menerangkan, "Muhasabah adalah seseorang
mengoreksi diri secara tuntas diwaktu keheningan malam terhadap perbuatan yang
dilakukan pada siang hari. Jika hasilnya terpuji maka dia terus berlalu, sambil dibarengi
keesokannya dengan perbuatan yang serupa sambil memperbaikinya lagi. Dan bila
hasilnya tercela maka dia berusaha untuk mengoreksi dimana letaknya, lalu mencegah
untuk tidak mengulanginya lagi pada hari esok ".
Al-Ghazali mengatakan, "Orang-orang yang berakal dari kalangan hamba Allah
Shubhanahu wa ta’alla mengetahui bahwa Allah ta'ala selalu mengawasinya. Dan
bahwasannya mereka akan didebat atas amalannya kelak pada hari hisab, lalu mereka
dituntut untuk menambah bobot timbangan dari peluang-peluang amal yang terlintas
dalam pikiran. Maka mereka mendapatkan bahwa tidak mungkin mereka selamat dari
apa yang terlintas tersebut melainkan dengan cara muhasabah, benar didalam
muroqobahnya, selalu menuntut pada jiwa, polah dan tingkah lakunya. Serta
muhasabah dalam setiap pikiran yang terlintas dalam benaknya.
Maka barang siapa yang mengintropeksi diri sebelum dihisab dirinya akan ringan
didalam hisabnya kelak pada hari kiamat, manakala hadir dalam pertanyaan serta
jawaban, serta akan berakibat baik. Dan barangsiapa yang enggan untuk instropeksi
diri dia akan cepat merasakan kerugian, menunggu dalam waktu yang lama pada hari
kiamat kelak, dan kesalahannya sebagai penuntun pada kehinaan dan siksaannya".
Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan keputusan-
keputusan kependidikan, baik yang menyangkut perencanaan, pengelolaan, proses dan
tindak lanjut pendidikan baik yang menyangkut perorangan, kelompok, maupun
kelembagaan. Keputusan apapun ditetapkan maksudnya agar tujuan yang dicanangkan
dapat tercapai. Penilaian dalam pendidikan Islam bertujuan agar keputusan-keputusan
yang berkaitan dengan pendidikan Islam benar-benar sesuai dengan nilai-nilai yang
Islami, sehingga tujuan pendidikan Islam yang dicanangkan dapat tercapai (Ramayulis,
2002).
B. Hadits tentang Evaluasi Pendidikan
Hadis merupakan sumber pengetahuan kedua bagi umat muslim setelah al-
Qur’an, kehujjahan sebuah hadis perlu digali sehingga memberikan kekuatan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan karena memang benar-benar berasal dari ucapan,
tindakan maupun taqrir Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks pendidikan khususnya
evaluasi banyak hadis yang dijadikan sumber landasan pengembangan evaluasi
(Zainab, 2018).
Dalam ajaran Islam Evaluasi adalah merupakan pemahaman yang tidak baru lagi.
Artinya evaluasi merupakan suatu ajaran yang pasti dan harus dilakukan oleh umat
Islam baik individu maupun kelompok seperti yang telah dijelaskan di atas. Seorang
pemimpin harus melakukan kontrol dengan akal sehat dan tidak terganggu pikirannya
oleh sebuah penyakit yang dapat mempengaruhi keputusannya. Namun kaitannya
dengan aplikasi terasa memang sangat jauh dari harapan sehingga perlu mewacanakan
lagi hadits Rasulullah SAW, sebagai landasan berfikir dan pijakan dalam tindakan
(Rohmah, 2019).
Begitu banyak hadits Shahih yang mengindikasikan tentang Evaluasi, akan tetapi
penulis mencukupkan pada tiga hadits untuk dibahas dan di analisis dari beberapa
aspek tinjauan tanpa mengurangi entitas makna dan maksud hadits tersebut.
1. Hadis Riwayat Tirmidzi
Rasulullah SAW, bersabda:
ُ‫ع ْب ِد‬ ُُ ‫ع ْب ُدُ اللَّ ُِه ب‬
َُ ‫ْن‬ َ ‫ْن أ َ ِبي َم ْريَ َُم ح و َحدَّثَنَا‬ ُِ ‫ن أَبِي بَ ْك ُِر ب‬
ُْ ‫ع‬
َ ‫س‬ َُ ُ‫ْن يُون‬
ُُ ‫سى ب‬ َ ‫ْن َو ِكيعُ َحدَّثَنَا ِعي‬ ُُ َ‫س ْفي‬
ُُ ‫ان ب‬ ُ ‫َحدَّثَنَا‬
ُ‫ْن َح ِبيب‬ ُِ ‫ض ْم َر ُة َ ب‬ َ ‫ن‬ ُْ ‫ع‬ َ ‫ْن أ َ ِبي َم ْريَ َُم‬
ُِ ‫ن أَبِي بَ ْك ُِر ب‬ ُْ ‫ع‬
َ ‫ك‬
ُِ ‫ار‬َ َ‫ْن ْال ُمب‬
ُُ ‫ع ْونُ أ َ ْخبَ َرنَا اب‬
َ ‫ْن‬ َ ‫ن أ َ ْخبَ َرنَا‬
ُُ ‫ع ْم ُرو ب‬ ُِ ‫الرحْ َم‬
َّ
ِ ‫ل ِل َما َب ْع ُدَ ْال َم ْو‬
ُ‫ت‬ َُ ‫ع ِم‬ َ ‫ن دَانَُ نَ ْف‬
َ ‫س ُهُ َو‬ ُُ ‫ل ْال َك ِي‬
ُْ ‫س َم‬ َُ ‫سلَّ َُم قَا‬ َ ُ‫صلَّى اللَّ ُه‬
َ ‫علَ ْي ُِه َو‬ َ ِ‫ي‬ُ ِ‫ن النَّب‬
ُْ ‫ع‬َ ُ‫ْن أ َ ْوس‬ ُِ ‫شدَّا ُِد ب‬
َ ‫ن‬ ُْ ‫ع‬ َ
ُ‫س ُه‬َ ‫ن دَانَُ نَ ْف‬ ُْ ‫ل َو َم ْعنَى قَ ْو ِل ُِه َم‬ َُ ‫سنُ قَا‬َ ‫ل َهذَا َحدِيثُ َح‬ َُ ‫علَى اللَّ ُِه قَا‬ َ ‫ن أَتْبَ َُع نَ ْف‬
َ ‫س ُهُ ه ََواهَا َوت َ َمنَّى‬ ُْ ‫اج ُُز َم‬ ِ ‫َو ْال َع‬
َُ ‫ب قَا‬
‫ل َحا ِسبُوا‬ َّ ‫ْن ْالخ‬
ُِ ‫َطا‬ ُِ ‫ع َم َُر ب‬
ُ ‫ن‬ َ ‫ب َي ْو َُم ْال ِق َيا َم ُِة َوي ُْر َوى‬
ُْ ‫ع‬ َُ ‫س‬ ُْ َ ‫ل أ‬
َ ‫ن يُ َحا‬ َ ‫ب نَ ْف‬
َُ ‫س ُهُ فِي الدُّ ْن َيا قَ ْب‬ َُ ‫س‬ ُُ ‫َيقُو‬
َ ‫ل َحا‬
ُ‫ب‬ َ ‫س‬
َ ‫ن َحا‬ ُْ ‫علَى َم‬ َ ‫اب يَ ْو َُم ْال ِق َيا َم ُِة‬ َ ‫ف ْال ِح‬
ُُ ‫س‬ ُ ِ ‫سبُوا َوت َزَ يَّنُوا ِل ْل َع ْر‬
ُُّ ‫ض ْاْل َ ْك َب ُِر َو ِإنَّ َما َي ِخ‬ ُْ َ ‫ل أ‬
َ ‫ن ت ُ َحا‬ َ ُ‫أ َ ْنف‬
َُ ‫س ُك ُْم َق ْب‬
ُُ ‫س ُهُ َك َما يُ َحا ِس‬
‫ب‬ َُ ‫ون ْال َع ْب ُد ُ ت َ ِقيًّا َحتَّى يُ َحا ِس‬
َ ‫ب نَ ْف‬ ُُ ‫ل َي ُك‬ َُ ‫ل‬َُ ‫ْن ِم ْه َرانَُ قَا‬
ُِ ‫ون ب‬ ُِ ‫ن َم ْي ُم‬ َ ‫س ُهُ فِي الدُّ ْن َيا َوي ُْر َوى‬
ُْ ‫ع‬ َ ‫نَ ْف‬
ُ َ‫طعَ ُم ُهُ َو َم ْلب‬
‫س ُهُ – الترمذي‬ ْ ‫ن أَيْنَُ َم‬
ُْ ‫ش َِري َك ُهُ ِم‬

Artinya:” Menceritakan pada kami Sufyan bin Waki’, Menceritakan pada


kami Isa bin Yunus dari Abi Bakar bin Abi Maryam H W Menceritakan pada
kami Abdullah bin Abdurrahman, Memberitahukan pada kami Amr bin Aun,
Menceritakan pada kami Ibnul Mubarak, dari Abi Bakar bin abi Maryam dari
Dlamrah bin bin Habib dari Syaddad bin Aus dari Nabi SAW bersabda, “Orang
yang Cerdas itu adalah orang yang mengalahkan Hawa Nafsunya (Dirinya) dan
Melakukan perbuatan untuk (Kehidupan setelah Mati), sedangkan orang yang
Lemah adalah orang yang Mengikuti Hawa Nafsunya dan Berangan-angan
kepada Allah. Sufyan berkata” ini hadits Hasan” berkata lagi Maksud” Man
daana Nafsahu” adalah Mengevaluasi dirinya di dunia sebelum di Hisab nanti
di hari Kiamat. Dan diriwayatkan dari Umar bin Khattab berkata” Evaluasi diri
kalian sebelum dihisab di Akhirat dan berhiaslah untuk kehormatan yang besar
dan bahwasanya Hisab pada hari Kiamat diringankan bagi orang yang
mengevaluasi dirinya di dunia. Diriwayatkan juga dari Maimun bin Mihran
berkata” Tidak dikatakan hamba yang bertaqwa, sehingga ia mengevaluasi
dirinya sebagaimana Menginterogasi temannya dari mana dia mendapat
Makanan dan Pakaian. (HR. Tirmidzi).

Berkaitan dengan Takhrij Hadits di atas, sebagaimana diketahui bahwa


Saddad Bin Aus adalah Sahabat Nabi, Dlamrah bin Habib Tabi’ien Kalangan
Biasa(Tsiqah), Abu Bakar bin abi Maryam Tabi’iet tabi’ien Tua (Dha’ief), Ibnul
Mubarok Tabi’iet tabi’ien Pertengahan (Tsiqah), Isa bin Yunus Tabi’iet tabi’ien
Tua (Tsiqah), Amru bin Aun Tabi’u atba’ Tua (Tsiqah), Sufyan bin Abi Waki’
Tabi’u atba’ Tua (Dha’ief ) dan Abdullah bin Abdurrahman tabi’u atba’
Pertengahan (Tsiqah).
Jadi, secara keseluruhan berkaitan dengan sanad hadits di atas bias dikatakan
bahwa hadits tersebut bisa dijadikan hadits hasan menurut Imam Turmudzi sebab
sanad hadits tersebut didominasi oleh Perawi yang Tsiqah.

2. Hadis Riwayat Muslim

َ َ‫صلَّى اللهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ذ‬ ِ ِ ‫ ب ي نما نَحن جلُو‬:‫ال‬ ِ


َ َ َ‫اَ يَ ْوٍ ِ ْذ ََل‬ َ ‫س ع ْن َد َر ُس ْو ِل الله‬
ٌ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ َ َ َ‫ع ََ ْن ُع َم َر َرض َي اللهُ َع ْنهُ أَيْضاً ق‬
‫َ ِلَى‬ ِ َّ ‫اب َش ِديْ ُد َس َو ِاد‬
َّ ‫ الَ يُ َرى َعلَْي ِه أَثَ ُر‬،‫الش ْع ِر‬ ِ َ‫َعلَْي نَا َر ُج ٌل َش ِديْ ُد بَي‬
ِ َ‫اض الثِي‬
َ ‫ َوالَ يَ ْع ِرُُهُ ِنَّا أ‬،‫الس َف ِر‬
َ َ‫ ََََّّى َجل‬،‫ََ ٌد‬
َ َ‫ض َ َ َك َّف ْي ِه َعلَى َُ ِخ َذيْ ِه َوق‬
،ٍَِ‫ يَا ُِ َح َّمد أَ ْخبِ ْرنِي َع ِن اْ ِإل ْسال‬:‫ال‬ َ ‫َسنَ َد ُرْكبَ ََّ ْي ِه ِلَى ُرْكبَ ََّ ْي ِه َوَو‬ ِ
َ ‫النَّبِ ِي‬
ْ ‫صلَّى اللهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َُأ‬

َّ ‫الله َوتُِق ْي َم‬


ََ َ‫الَّال‬ ِ ‫َن ِح َّم ًدا رسو ُل‬ ِ ِ
ْ ُ َ َ ُ َّ ‫ اْ ِإلسالَ ٍُ أَ ْن تَ ْش َه َد أَ ْن الَ ِلَهَ ِالَّ اللهُ َوأ‬:‫صلَّى اللهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
ِ
َ ‫ال َر ُس ْو ُل الله‬
َ ‫َُ َق‬
،ُ‫َّ ِدقُه‬ ِ
َ ُ‫ َُ َعِ ْب نَا لَهُ يَ ْسأَلُهُ َوي‬،‫ت‬
َ ْ‫ص َدق‬ َ َ‫ت ِل َْي ِه َسبِْيالً ق‬
َ : ‫ال‬ َ ‫اسََّطَ ْع‬ ِ َ ‫ج الْب ي‬
ْ ‫ت ِن‬ ْ َ َّ ‫ضا َن َوتَ ُح‬
َ َِ‫َّ ْو ٍَ َر‬ َّ ‫َوتُ ْؤتِي‬
ُ َ‫الزكاَ ََ َوت‬ َ
ِ ٍِ‫الله وِالَئِ َكَِّ ِه وُكَّبِ ِه ورسلِ ِه والْي و‬
.ِ‫اآلخ ِر َوتُ ْؤِِ َن بِالْ َق َد ِر َخ ْي ِرهِ َو َش ِره‬ ِ ِ ِ ‫ َُأَ ْخبِرنِي َع ِن اْ ِإليم‬:‫ال‬
َْ َ ُ َُ ُ َ َ َ ِ‫ أَ ْن تُ ْؤِ َن ب‬: ‫ال‬
َ َ‫ان ق‬ َْ ْ َ َ‫ق‬

‫ َُأَ ْخبِ ْرنِي‬:‫ال‬ َ ‫ك تَ َراهُ َُِإ ْن ل َْم تَ ُك ْن تَ َراهُ َُِإنَّهُ يَ َر‬


َ َ‫ ق‬.َ‫ا‬ َ َّ‫ أَ ْن تَ ْعبُ َد اللهَ َكأَن‬:‫ال‬ ِ ‫ال َُأَ ْخبِرنِي َع ِن اْ ِإلَس‬
َ َ‫ ق‬،‫ان‬ َْ ْ َ َ‫ ق‬،‫ْت‬
َ ‫ص َدق‬
َ ‫ال‬
َ َ‫ق‬

‫ال أَ ْن تَلِ َد اْأل ََِةُ َربَََّّ َها َوأَ ْن‬


َ َ‫ ق‬،‫ال َُأَ ْخبِ ْرنِي َع ْن أ ََِ َاراتِ َها‬ َّ ‫ َِا ال َْم ْس ُؤْو ُل َع ْن َها بِأَ ْعلَ َم ِِ َن‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬.‫السائِ ِل‬ َ َ‫ ق‬،‫اع ِة‬ َّ ‫َع ِن‬
َ ‫الس‬

َ َ‫ ثُ َّم ق‬،‫ت َِلِيًّا‬


‫ يَا عُ َم َر أَتَ ْد ِري َِ ِن‬: ‫ال‬ ِ ‫الش ِاء ي ََّطَاولُو َن ُِي الْب ْن ي‬
ُ ْ‫ ثُ َّم انْطَلَ َق َُ لَبِث‬،‫ان‬َُ ْ َ َ َّ َ‫ْح َفا ََ ال ُْع َرا ََ ال َْعالَةَ ِر َعاء‬
ُ ‫تَ َرى ال‬
] ‫ [ رواه ِسلم‬. ‫ال َُِإنَّهُ ِج ْب ِريْ ُل أَتَا ُك ْم يُ َعلِ ُم ُك ْم ِديْ نَ ُك ْم‬ ُ ‫السائِ ِل ؟ قُل‬
َ َ‫ ق‬. ‫ اللهُ َوَر ُس ْولُهُ أَ ْعلَ َم‬: ‫ْت‬ َّ

Artinya:” Dari Umar radhiyallahu `anhu juga dia berkata : Ketika kami
duduk-duduk disisi Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam suatu hari tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan
berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan
tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia
duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya
(Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam) seraya berkata, “ Ya Muhammad,
beritahukan aku tentang Islam ?”, Maka bersabdalah Rasulullah
shallallahu`alaihi wa sallam: “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada
ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah
utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan
pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata, “ anda benar “. Kami semua
heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya
lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda, “ Engkau beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari
akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “,
kemudian dia berkata, “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan
aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka
Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata, “ Beritahukan aku tentang hari
kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda,“ Yang ditanya tidak lebih tahu
dari yang bertanya ". Dia berkata,“ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “,
beliau bersabda, “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau
melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin lagi penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu
berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah shallahu`alaihi
wa sallam) bertanya,“ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. Aku berkata,“
Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda,“ Dia adalah Jibril
yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (Riwayat
Muslim)
Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena
didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Kemudian hadits ini juga mengandung makna yang sangat agung karena berasal
dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan
makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/
Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam ). Adapun Kandungan hadits diatas secara
Implisit Menjelaskan bahwa (Assaqawy, n.d.):

a. Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan


kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan
penguasa.
b. Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–
orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada
seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal
tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat
mengambil manfaat darinya.
c. Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela
baginya untuk berkata, “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak
mengurangi kedudukannya.
d. Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
e. Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan
terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua
orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hamba-
sahayanya.
f. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan
membaguskannya selama tidak dibutuhkan.
g. Di dalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang
mengetahuinya selain Allah ta’ala.
h. Di dalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam
majlis ilmu.
i. Didalamnya terdapat Konteks Evaluasi diri dalam menjalani Hidup di
Dunia.

3. Hadis Riwayat Tirmidzi

Artinya:“Hannad menceritakan kepada kami, Abu Mu’awiyah


menceritakan kepada kami, dari al-A’masy, dari Syaqiq bin Salamah, dari
Abdullah bin Mas’ud, ia mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Pegang
teguh kejujuran! Kejujuran itu menunjukkan jalan kebaikan dan kebaikan itu
mengantarkan ke surga. Seseorang dapat dinilai jujur bila ia (benar-benar)
mengimplementasikan nilai kejujuran tersebut. Waspadalah kalian terhadap
kebohongan! Sungguh, kebohongan itu menunjukkan jalan kesesatan dan
kesesatan itu mengantarkan ke neraka. Karenanya, seseorang yang seringkali
berbohong serta melakukan tindak kebohongan, hingga ia dicatat di sisi Allah
SWT. sebagai pembohong.”

a. kajian sanad hadis


Melihat kualitas hadits, perlu dilakukan dalam istilah penelitian hadits yaitu
men-takhrij haditsyang akan dibahas dengan melacak kata kunci fujurdalam al-
Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Nabawy,3 hadits yang diriwayatkan
at-Tirmidzi sebagai landasan model evaluasi pendidikan berbasis proses ini
ditemukan dalam berbagai kitab dengan redaksi sebagai berikut:
1) Shahih Muslim Juz 4 No Hadits 2607
2) Sunan Abi Daud No Hadits 4989

Hadits yang diriwayatkan at-Tirmidzi sebagai hadits evaluasi


pendidikan tersebut memiliki jalur sanad sebagai berikut: Abu Isa
AlTirmidzi, Hannad Ibn Siri, Abu Mu’awiyah, Al-A’masy, Syaqiq Ibn
Salamah dan Abdullah Ibn Mas’ud. Adapun biografi masing-masing perawi,
analisis kebersambungan sanad, kualitas pribadi dan kapasitas intelektual
perawi, serta terbebasnya sanad tersebut dari syadz dan ‘illat, dapat dilihat
dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.1 Sanad Hadis
Nama TL/TW/
Guru Murid Jarh wa Ta’dil
Perawi Usia
Muhamma L: 209 H 35 orang 26 orang - Ibn Hibban
dibn Isa W: 279 H - Qutaiba - Ahmad memasukkan
ibn U: 70 th. hibn ibn nya dalam kitab
Saurah Said YusufAl- al-Tsiqatdan
Ibn Musa - Nasr Nasafi mengatakan
ibn Al- ibnAli - Al- bahwa beliau
Dhahaky - Hannad Husain termasuk ke
(Abu Isa ibn Al- ibn Yusuf dalam orang-
Al- Siri Al- orang yang
Tirmidzi)7 Farabri mengumpulk
- Haitsam an, menulis dan
ibn menghafal
Qulaibal- hadits;
Syasyi - Al-Dzahabi
dalam “Al-
Mizan” :
Tsiqah
Mujamma’‘alaihi;
- Al-Khalili:
Tsiqah
Muttafaqun
‘alaihi;
Ibn Hajardalam
al-Taqrib:
Tsiqah
Hafidz.
Hannad L: 152 H 39 orang 12 orang - Ahmad ibn
ibnAl-Siri W: 243 - Waki’ - Al-Bukhari Hanbal:
(AbuAl- H ibn Al- - Jamaah “Alaikum bi
Siri al- U: 91 th Jarrah Ahmad ibn Hannad;
Kufiy) - Yahya Mansur Al- - Abu Hatim:
ibn Ramadi Shaduq
Ma’in - Qutaibah ibn
- Abu Sa’id: Saya
Mu’awiy tidak pernah
ah Al- melihat Waki’
Dhariri mengagungka n
seseorang lebih
dari Hannad;
- Al-Nasai:
Tsiqah;
- Ibn Hibban
memasukkan
nya dalam
kitab al-
Tsiqat;
- Ibn Hajar
dalam Taqribal-
Tahdzib:Tsiqa
h.
Abu L:113 25 orang 40 orang: - Al-A’masy
Mu’awiya H - Yahya - Hannad mengedepank an
h W:194 ibn - Qutaibah Abu
Muhamma /195 H Sa’id ‘Ali ibnHarb Mu’awiyah
dibn U: 82 th Al- - Abdullah ibn
KhazimAl- Anshar Ahmad dari
Dhariri i ayahnya: Abu
- Al- Mu’awiyah
A’masy tidak
Isma’il menghafal
ibn Abi hadits dengan
Khalid baik selain
hadits dari al-
A’masy, dan
berkata Wallahi
dia penghafal
Al-Qur’an
- Yahya ibn
Mu’in: Dia
adalah sahabat
al- A’masy
yang paling
tsabtsetelah
sufyan dan
Syu’bah
- Al-‘Ijli:
Tsiqah,
Layyin al-
Qaul fihi
Ya’qub ibn
Syaibah: Tsiqah
- Abu Daud: dia
adalah rais al
marjinah di
Kufah
- Nasai: Tsiqah
- Ibn Khowasy:
Shaduq, dia
tsiqah dalam
meriwayatkan
hadits dari al-
A’masy tapi
selain al
- A’masy dia
bermasalah
- Ibn Hibban:
Hafidhan
Muttaqan
- Jarir ibn Abdal-
Hamid: Tidak
ada yang lebih
hafal hadits al-
A’masy
daripada Abu
- Mu’awiyah
Sulaiman L: 59 102 orang 105 orang Ali ibn Al-
ibn Mihran H W: - Sa’id - Abu Madini: Al-
Al-Asadi Al- 147/ ibn Khalid A’masy
Kahili (Al- 148 H Jubair Al- adalah salah
A’masy) U: 88 Abi Wail Ahmar satu dari 6
th Syaqiq - Waki’ ibn orang
ibn Jarrah pengembang
Salamah - Abu dan penjaga
al-Asadi Mu’awiy ilmu
- Thariq ibn a h Al- - ‘Ashim Al-
Abd Al- Dhariri Ahwal:
Rahman A’lama al-nas
- Zuhair ibn
Mu’awiyah:
“Aku tidak
menemukan
orang yang
lebih cerdas
akalnya
kecuali al-
A’masy dan
Mughirah
- ‘Amr ibn ‘Ali:
Al-A’masy
dijuluki al-
Mushhaf
karena
kejujurannya
- Ahmad ibn
Abdullah al-
‘Ijli: Tsiqah
Tsabt
- Ishaq ibn
Mansur:
Tsiqah
- Al-Nasai:
Tsiqah
- Tsabt.
Syaqiq ibn L: 1 H 47 orang 37 orang - ‘Ashim ibn
Salamah W: 82 -Abdul - Salamah Bahdalah:
(Abu Wail H lah ibn ibn Kuhail Saya tidak
Al-Asadi) U:81 Mas’ud - Sulaiman pernah
th - Abi Al- mendengar
Huraira A’masy Abu Wail
h ‘Amir ibn menghina
- Aisyah Syaqiq seseorang
Ummu sama sekali
Al- bahkan
Mukmi hewan
ni n sekalipun.
- Waki’: Tsiqah
- Ishaq ibn
Mansur dari
Yahya ibn
Ma’in: Tsiqah
tidak ada yang
sepertinya
- Muhammad
ibn Sa’ad:
Tsiqah,
meriwayatkan
banyak hadits
- Ibn Hibban
memasukkan
nya dalam kitab
al-Tsiqat
Ibn Abd Al-
Bir: Tsiqah
Abdullah L: 4 orang 119 orang - Said ibn
ibn Mas’ud W: - Nab - Abu Mansur:
ibn Ghafil 32/ i Wail Isnaduhu
ibn Habib 33 H SA Syaqiq Shahih
ibn Syamkhi U: 63 th W ibn
ibn Sa’ad Salamah
Makhzum ibn al-Asady
Mu’ad - Abu
z al- Umamah
Anshar Shudai
i ibn ‘Ajlan
- Shafwan Al- Bahili
ibn - ‘Amir ibn
‘Assal al- Syarahil al-
Maraddi Sya’bi
- Umar
ibnal-
Khattab

Seluruh perawi yang terlibat dalam transmisi hadits tersebut berkualitas


tsiqah, kendati salah satu perawi dinilai jarh yaitu Abu Mu’awiyah, akan
tetapi penilaian jarh terhadap Abu Mu’awiyah hanya pada hadits yang dia
riwayatkan dari selain al-A’masy. Karena hadits ini adalah hadits yang
diriwayatkan Abu Mu’awiyah dari al-A’masy, maka ia berkualitas tsiqah.
Meskipun hanya satu perawi yang sampai pada peringkat tertinggi, namun
secara umum peringkat mereka hanya sampai pada peringkat ke tiga.
Melihat lambang periwayatan hadits yang mengantarai antara transmiter
pertama hingga ke tiga yang menggunakan lafadz ‘an, maka hadits tersebut
termasuk ke dalam hadits mu’an’an. Namun demikian, berpegang pada
kebersambungan sanad dan kualitas perawi yang berpredikat tsiqah, secara
otomatis dapat menepis kecurigaan adanya tadlis, sehingga sanad hadits
tersebut tergolong muttashil marfu’.Dengan memperhatikan kaedah
keshahihan hadits, seluruh kriterianya telah terpenuhi oleh sanad tersebut
kecuali ke-tsiqah-an perawi yang tidak sampai pada peringkat ta’dil
tertinggi. Oleh karena itu, penulis memandang bahwa sanad hadits tersebut
berpredikat shahih. Dengan demikian, hadits tersebu maqbul al-hujjah dan
hadits redaksi yang semakna juga di-takhrij oleh Muslim dalam kitab
Shahihnya dan Abu Daud dalam kitab Sunannya.
b. kajian matan hadis
Penelitian terhadap kualitas matan hadits diterapkan terhadap hadits
yang sanadnya dipastikan berkualitas maqbul al-hujjah (shahih atau hasan
alisnad). Menyimak tolak ukur kritik matan yakni tidak bertentangan dengan
ayat al-Qur’an yang sesuai, tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih
shahih, tidak bertentangan dengan fakta sejarah, perkembangan ilmu
pengetahuan dan rasio.Maka, ditilik dari redaksi dan maknanya, hadits
tersebut mengindikasikan sebagai kalam kenabian, hal ini karena kata
kuncinya al-bir sejalan dengan al-Qur’an. Dasar pijakan dari shiddiq adalah
keimanan yang kokoh kepada Allah SWT. Karena hanya iman yang
kokohlah yang dapat menjadikan seseorang memiliki integritas tinggi,
kejujuran dan amanah (shiddiq). Karena shiddiq merupakan gabungan antara
mengharap keridhaan Allah, selalu merasa akan pengawasan Allah, dan
istiqamah terhadap nilai kebenaran.
Fakta sejarah mengungkapkan, bahwa kejujuran selalu membawa
kepada kebaikan. Sirah Nabawiyah menggambarkan kepada kita, mengenai
keutamaan jujur, diantaranya adalah ketika terjadi peristiwa turunnya surat
Al-Lahab. Ketika Rasulullah SAWmemanggil-manggil hampir semua
kabilah yang ada untuk meyampaikan sebuah “pesan” yang penting. Dan
ternyata semua orang datang berbondong-bondong ke bukit Shofa untuk
menyimak apa yang akan beliau sampaikan. Bahkan kalaupun ada orang
yang tidak bisa datang, mereka mengutus utusan atau wakil untuk
mendengarkan Rasulullah SAW kemudian menyampaikannya kembali
kepada orang yang mengutusnya tersebut. Kalaulah sekiranya, Rasulullah
SAW tidak memiliki integritas yang tinggi, pastilah seluruh kaum dan
seluruh orang tidak akan ada yang mau datang, apalagi hanya sekedar untuk
mendengarkan “perkataan” Rasulullah SAW saja. Karena pada dasarnya
Rasulullah sebagai pemimpin Berdasarkan kesesuaian matan hadits tersebut
dengan tolok ukur keshahihannya (redaksi dan matannya sejalan dengan Al-
Qur’an, hadits yang lebih shahih, fakta sejarah dan ilmu pengetahuan),
penulis berkesimpulan bahwa matan hadits tersebut maqbul untuk dijadikan
hujjah.
c. Makna hadis dan implikasinya terhadap controlling pendidikan
Hadits ini menggambarkan tentang adanya dua hakekat perbedaan
yang begitu jauh, sejauh perbedaan antara surga dan neraka. Hakekat
pertama adalah mengenai al-shidq (kejujuran & kebenaran iman), yang
digambarkan Rasulullah SAW sebagai pintu gerbang kebaikan yang akan
mengantarkan seseorang ke surga. Sementara hakekat yang kedua adalah
kedustaan (al-kadzb), yang merupakan pintu gerbang keburukan yang akan
mengantarkan pelakunya ke dalam neraka. Rasulullah SAW ketika
menggambarkan kedua hal di atas, sekaligus mengaitkan juga dengan
mashirah (kesudahan) dua sifat yang berbeda tadi, yaitu surga bagi yang
shadiq serta neraka bagi yang kadzib. Faedahnya adalah untuk memberikan
tadzkir yang mendalam, serta tidak menjadikan dua hal tersebut sebagai
masalah yang ringan. Karena secara tabi’at, manusia seringkali menganggap
remeh keduanya. Sementara kesudahan dari kedua sifat di atas sangat jauh
berbeda, sejauh perbedaan antara surga dan neraka. Pada kedua sifat yang
digambarkan Rasulullah SAW di atas, selalu diikuti dengan perilaku
manusia terhadap kedua sifat tersebut, hingga manusia akan menjadi salah
satu diantara keduanya; shadiq atau kadzib.
Artinya, untuk dikatakan bahwa seseorang itu adalah shadiq
misalnya, ia harus membuktikannya dengan perbuatannya sendiri, hingga ia
dengan sendirinya akan mendapatkan “gelar” sifat tersebut. Sebaliknya,
seseorang yang dikatakan sebagai pendusta, adalah hasil dari perilaku dan
perbuatannya, yang akhirnya menjadikannya sebagai pendusta. Dan dalam
pengertian yang lebih umum adalah sesuainya lahir dan batin. Maka orang
yang jujur bersama Allah SWT. dan bersama manusia adalah yang sesuai
lahir dan batinnya. Karena itulah, orang munafik disebut sebagai kebalikan
orang yang jujur (Fitriani, Rahmadani, & Erawan, 2021).
PENUTUP
A. Kesimpulan

Evaluasi ialah sebuah kegiatan yang sudah direncanakan yang dibantu oleh alat
atau instrumen yang hasilnya menjadi tolak ukur yang diambil kesimpulannya. Dalam
lembaga pendidikan islam, istilah evaluasi pendidikan sering kali diartikan sebagai
penentuan penilaian dan pengukuran terhadap perkembanagn proses pembelajaran dan
sekaligus melihat hasil yang diperoleh peserta didik untuk dijadikan bahan
pertimbangan dalam program pembelajaran selanjutnya. Dan hasilnya juga menjadi
bahan agar dapat membuat program yang lebih baik sesuai dengan target pencapaian.
Selain al-Qur’an yang menjadi landasan utama dalam hidup manusia terutama
dalam bidang pendidikan hadits juga menjadi landasan kuat umat muslim menjadi
sumber utama hukum Islam, sedangkan hadits menduduki posisi kedua sebagai dasar
hukum umat Islam dalam hal apapun, maka dari itu hadits yang menjadi sumber ini
yang tentunya menjadi pedomani haruslah sangat jelas statusnya. Pemahaman tentang
berbagai karakteristik hadits jika dilihat susunan matan pada dasarnya adalah sebuah
kerangka awal dalam memahami makna hadits Nabi (fiqh al-hadits). Fiqh al-hadits
juga diartikan sebagai sebuah ilmu yang membahas dan memahami tentang isi dari
makna yang diperoleh dari lafaz-lafaz hadits dan makna yang dikehendaki pada
kepenulisan tersebut. Dari hadits Tirmidzi dan Muslim jelas-jelas menunjukkan
adanya pelaksanaan evaluasi pembelajaran yang diterapkan oleh Rasulullah SAW.
Sebagai pendidik utama secara baik dan profesional, dimana Rasul menguji sebagian
sahabatnya yakni Abu Mundzir dan Muadz bin Jabal tentang suatu ilmu atau cara
menetapkan suatu keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, D. H. T. Y. dan D. S. (1997). Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Arifin, S. (2018). Urgensi Controlling Dan Evaluasi Dalam Mengembangkan Tenaga
Kependidikan Lembaga Pendidikan Islam Di Era Milenial. International Seminar
on Islamic Education, (Isie), 184–195.
Assaqawy, S. amin A. (n.d.). Muhasabah al-Nafs, Terj.Arif Hidayatullah Abi Umamah,
Muraja’ah Abu Ziyad Eko hariyanto. Retrieved from www.islamhouse.com.
Fitriani, L., Rahmadani, A. L., & Erawan, M. A. S. P. (2021). Hadits Tentang Evaluasi
Pendidikan dan Karakteristiknya. Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan
Islam, 6(1), 112.
Mariyah, S., Hasibuan, L., Anwar, K., Rizki, A. F., Uin, S., Thaha, S., … Artikel, R.
(2021). Perspektif Pengelolaan Pendidikan Fungsi Pengelolaan (Planning,
Organizing, Actuating, Controlling). Instructional Development Journal, 4(3),
268–281.
Ramayulis, P. D. H. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rohmah, N. (2019). Pengawasan Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits.
Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Ilmiah, 4(2), 31–53.
Wicahyaningtyas, M. (2022). Controling dalam Perspektif Al Qur’an dan Al Hadits.
Al-Idaroh: Jurnal Studi Manajemen Pendidikan Islam, 6(1), 30–47.
Zainab, N. (2018). Model Evaluasi Pendidikan Berbasis Proses Menurut Hadits. Al-
Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman, 17(1), 153.

Anda mungkin juga menyukai