Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Psikologi politik

Budaya malu dan krisis kepemimpinan

Putri Mega Kesuma 1930307006

Weli andola 1930307011

Dosen Pembimbing

Ulya fitri, M.SI

PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTASS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BATUSANGKAR

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “budaya malu dan krisis
kepemimpinan” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita
semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi
anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi
tugas psikologi politik “budaya malu dan krisis kepemimpinan”. Disamping itu, kami
mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
selama pembuatan makalan ini berlangsung sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Penulis mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat penulis perbaiki. Karena kami sadar, makalah
yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Jambi, april 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI……...……………………………………………………………………....iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………..4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………….……4
BAB II PEMBAHASAN
A. Budaya Malu (shame culture………….……………………………………...5
B. Krisis Kepemimpinan…………………………………………………………8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………...…………………..13
DAFTAR KEPUSTAKAAN

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan pada hakekatnya dan unsur "rasa" khususnya akan menghasilkan


kaidah-kaidah dalam masyarakat yang merupakan struktur normatif at au meminjam
istilah Ralph Linton sebagai "design for living “Artinya kebudayaan merupakan
sesuatu "blueprint of behavior"" yang memberikan pedoman-pedoman apa yang harus
dilakukan, boleh dilakukan dan apa yang dilarang dilakukan. Hal ini berarti
kebudayaan mencakup sistem dan tujuan-tujuan serta nilai-nilai. Uraian ini
memberikan gambaran jelas tentang relasi antara kebudayaan dan hukum karena
hukum tidak terlepas dari soal-soal nilai-nilai, norma-norma peri kelakuan man usia.

Mengaitkan konsepsi kebudayaall dengan cara "penyempitan" alau "pengkapl


ingall" adalah perlu dan wajar daripada membicarakan kebudayaan secara global dan
acak yang pada nya akan lebih memungkinkan munculnya kekaburall-kekaburan
tertentu. Ignas Kleden "membahas konsep kebudayaan malahan menu rut kelompok
pemakainya, yaitu :

(1) eksekutif atau pemerintah atau politisi.

(2) ilmuwan sosial dan

(3) budayawan atau sen iman.

Pengertian kebudayaan bagi kelompok pertama adalah warisan budaya"


sebagai "issuesentral", kelompok kedua lebih cenderung kepada "kehidupan budaya
dan perubahan", sedangkan kelompok ketiga lebih asyik dengan pokok "daya cipta
kebudayaan.16 Dalam uraian lebih lanjut penulis lebih cenderung kepada pengertian
"kehidupan budaya dan perubahan". Pendekatan budaya dalam arti ini mencakup
persepsi tentang dunia, kesadaran, kerja, dan teknologi. Persepsi tentang dunia
termuat dalam pandangan hidup yang berinteraksi dengan cara hidup yang
berpengaruh pada tingkah laku manusia.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Budaya Malu (Shame Culture)

Sebagai ilustrasi tentang kebudayaan malu maka dapat dikemukakan disini


penelitian W. Keeler." yang mengemukakan bahwa anak-anak di Jawa dan Bali di
didik unluk bermoral "malu" (Jawa = "kagol : Bali=lek). Dengan moral malu anak-
anak itu dianjurkan untuk membatasi tingkah lakunya agar ia terhindar dari situasi-
situasi konflik yang dapat membualnya salah tingkah ("kagol") atau jika ia yakin tidak
ada yang membuatnya kagol maka ia akan melakukan segala sesuatu yang di
inginkannya.
Dalam konsep shame culture seluruhnya ditandai oleh rasa malu dan disitu
tidak dikenal rasa bersalah. Menurut pandangan ini "budaya malu" ( shame culture)
adalah kebudayaan dimana pengertian seperti "hormat", reputasi" "nama baik",
'''status'' dan "gengsi" sangat ditekankan. Bila seseorang melakukan suatu kejahatan,
hal ini tidak dianggap sesuatu yang buruk begitu saja, melainkan sesuatu yang harus
disembunyikan untuk orang lain. Malapetaka yang paling besar terjadi adalah
bilamana suatu kesalahan itu diketahui orang lain, sehingga si pelaku menjadi
kehilangan muka. Disini si pelaku akan berusaha sekuat tenaga agar si pelaku jangan
di cela atau di kutuk oleh orang lain. Bukan perbuatan jahat itu sendiri yang di anggap
penting akan tetapi yang lebih di pentingkan adalah perbuatan jahat itu tidak akan di
ketahui siapapun juga.
Bila perbuatan jahat itu akhirnya di ketahui orang lain maka si pelakunya
menjadi “malu". Dalam shame culture, sanksinya datang dari luar yaitu apa yang
dipikirkan atau apa yang di katakan oleh orang lain dan yang pasti dalam shame
culture ini tidak dipersoalkan masalah hati nurani.
Dapat dimengerti mengapa korupsi semakin marak terjadi di semua I ini
birokrasi dan sudah merambah ke daerah-daerah sehubungan dengan perkembangan
Otonomi Daerah adalah karena disadari atau tidak fakta menunjukkan Indonesia
sedang mengalami krisis kepemimpinan dan moralitas khususnya moralitas malu,
ketika korupsi sudah dilakukan secara berjamaah. Hal ini menyebabkan tingkat

5
kepatuhan hukum terdegradasi ke level " identification" karena warga masyarakat
mentaati hukum hanya karena ingin menyesuaikan diri dengan kelompok atau otoritas
yang berkuasa, bukan karena tuntutan moral yang mewajibkan ketaatan pada norma-
norma hukum karena dianggap sesuai dengan nilai dan norma yang dianutnya,
idealnya ketaatan warga masyarakat pada nilai dan norma sudah melembaga yang
biasa disebut sebagai instilulionalization
Sedangkan ketaatan pada nilai dan norma yang sudah mendarah daging
disebut sebagai internalization dalam arti malu pada diri sendiri dan kepada Tuhan
Yang Maha Mengetahui yang diyakini selalu mengontrol dirinya dan segala
perbuatannya sehingga tidak melanggar hukum secara sembunyi-sembunyi.
Dalam tingkat kesadaran moral dan kesadaran hukum yang ditentukan oleh
penilaian publik akan sulit upaya pemberantasan korupsi kecuali kalau korupsi
dianggap sesuatu yang memalukan dan bukan membanggakan maka ia akan berhenti
dari perbuatan-perbuatan tersebut Oleh karena itu perlu dipikirkan cara lain dalam
memandang korupsi dalam konteks budaya. yakni perlu sosialisasi dan provokasi
yang menumbuhkan rasa malu untuk korupsi. Hal ini tidak lepas dari nilai-nilai sosial
budaya yang berlaku dalam masyarakat kita.
Pertanyaan kritisnya, mengapa korupsi dibenci tapi tetap saja marak dilakukan
banyak orang di negeri ini? Banyak faktor yang melingkari diantaranya ialah:
Pertama, nihilnya budaya rasa malu korupsi, padahal malu merupakan terapi
psikologis untuk menurunkan derajat korupsi. Semakin tinggi rasa malu seseorang
semakin tinggi pula tingkat kontrel psikologis untuk takut korupsi. Dalam hal ini kita
dapat belajar dari budaya Jepang yang mengunggulkan budaya rasa malu sebagai cara
mengangkat derajat bangsa menjadi bangsa yang unggul di atas bangsa-bangsa yang
lain.
Menurut laporan News Week pada tahun 2002 yang lalu sedikitnya 30.000
orang Jepang mati dengan jalan bunuh diri dan diduga keras penyebab tingginya
angka itu adalah faktor "malu". Kedua, lemahnya sanksi moral di tengah masyarakat
tehadap koruptor.
Untuk menumbuh kembangkan rasa malu korupsi dari segi budaya dapat di
wujudkan dalam bentuk yang sederhana, yakni: periunya mewujudkan "budaya
solidaritas anti korupsi" sebagai bentuk rasa cinta negara Indonesia (nasionalisme)
yaitu perlu menggelorakan slogan-slogan reflektif anti korupsi misalnya: "koruptor
adalah penjajah", "koruptor adalah teroris", "koruptor tidak beriman" dan lain-lain.

6
Sosialisasi gagasan ini penting dilakukan dan diindoktrinasikan kedalam semua level
masyarakat terutama lembaga-Iembaga pendidikan formal maupun informal dari
pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi sebagai bagian dari mewujudkan
nilai-nilai nasionalisme di era kekinian.

Perasaan malu muncul saat seseorang merespon suatu hal danbersifat


(konsisten), menyeluruhkepada dirinya yang menyebabkan munculnya perasaan
negatif secara umum, sementara itu perasaan bersalah muncul merespon sebuah
perilaku yang spesifik tertentu sehingga mengakibatkan munculnya perasaan tidak
enak dalam diriterhadap tindakan yang dilakukan (Cohen et al. 2011: 4). Sebagian
teolog dan antropolog menganggap budaya malu adalah sebagai awal dari budaya
bersalah yang primitif (tertinggal).
Budaya malu (shame) istilah selain apabila ditinjau dari sudut pandang
psikologis, tinjauan psikologis mengartikan istilah malu adalah emosi dari alam
bawah sadar manusia untuk meendeteksi kejanggalan perilaku yang ada dalam diri itu
sendiri saat atau mengalaim hal yang dianggap memalukan,aib dan sebagainya(atau
pada orang yang memiliki kehormatan) atau sedang berada dalam situasi yang
melanggar kesopanan . Budaya bersalah (guilt) atau perasaan bersalah muncul ketika
seseorang mengalami ketidak-stabilan, sebab khusus akan tindakan seseorang, yang
mempengaruhi perasaan negatif terhadap perilaku tertentu yang telah di lakukan
seseorang (Tracy & Robins, 2004: 4). Dengan kata lain perasaan bersalah akan
muncul ketika seseorang itu mengalami perasaan negatif di dalam diri mereka yang
disebabkan oleh kesalahan yang mereka perbuat sendiri, sedang kan perasaan malu
akan muncul ketika seseorang itu mengalami perasaan negatif atau ketidakstabilan
dalam diri seseorang karena pandangan lain dari publik atau orang lain.

7
B. Krisis Kepemimpinan

Salah satu difinisi kepemimpinan yang jelas dan cukup luas dikemukakan oleh
Henri Peyre, 3 seorang kritikus Perancis: ”Kepemimpinan adalah cita-cita agung yang
dikemukakan oleh budaya suatu bangsa yang diserapkan perlahan-lahan kepada
generasi mudanya lewat keluarga, pendidikan, suasana intelektual, kepustakaan,
sejarah dan pengajaran akhlak, sehingga menimbulkan kekuatan, kepekaan atas
pikiran jernih, kemampuan menjajagi emosi, menangkap dan mewakili aspirasi
masyarakatnya digabung dengan pengendalian emosi tanpa kepura-puraan menjadi
unsur kekuatan pribadi untuk menggerakan bangsanya.”

1.1 Beberapa penghambat lahirnya kepemimpinan bisa diketahui dari :

1. Lembaga ataupun organisasi selalu berubah menurut jalan-jalan yang sukar dilalui
pemimpinnya. Adanya istilah ganti pimpinan ganti masakan, hal itu menunjukkan
tidak adanya konsistensi jalannya organisasi.

2. Para pendidik meragukan tujuan sosial dan kaum intelektual dibatasi peranannya
untuk ikut serta membangun kader-kader pimpinan bangsa melalui kampus secara
nyata. Pembatasan, pengawasan terhadap berbagai kegiatan mahasiswa dari aparat
intelijen justru menimbulkan perasaan curiga pada generasi muda kepada para
pengelola negara.

3. Media masa terutama TV menjadikan pemimpin- pemimpin potensiel sebagai


fokus pemberitaan yang sifatnya justru membinasakan potensinya. Kebiasaan terlalu
menonjolkan figur-figur terkenal yang itu-itu saja dan kegagalan mencari bakat-bakat
baru dapat diumpamakan sebagai perkebunan yang buruk yang prosesnya dapat
membunuh persemaian segar dalam melahirkan pemimpin baru.

4. Politik mulai disalah tafsirkan sebagai karier yang menjanjikan. Karenanya sering
dikotori dengan hukum ketenaran dan kebiasaan melakukan money politics yang
membuat kaderisasi kepemimpinan dalam partai-partai politik tidak terarah pada
upaya membangun kualitas diri pemimpin yang bermoral justru akan berorientasi
pada material.

8
5. Calon pemimpin sering dikotori dengan hukum ketenaran. Masa kini setiap orang
dapat menjadi tenar, paling tidak 15 menit. Tetapi over axposure atau pujian-pujian
yang terlalu pagi itu akan mambakar bajat-bakat baru dengan cepat, dan akibatnya
masyarakat cepat bosan, inspirasi kemasyrakatan dari pemimpin dipandang rendah
bahkan disertai syak wasangka dan rasa curiga.

1.2 Beberapa penyebab krisis kepemimpinan di Indonesia

1. Kesadaran agama sangat rendah Agama merupakan pondasi dasar dalam diri setiap
manusia.

Jika manusia pondasinya tidak kokoh dalam arti agamanya rendah maka
dengan mudah dapat terpengaruh oleh hal-hal yang melanggar norma keagamaan. Itu
terjadi pada para pemimpin kita, jika agama mereka kuat maka mereka tidak akan
melanggar norma-norma agama, sehingga penyelewenganpenyelewengan tidak akan
terjadi pada seorang pemimpin. Dan masyarakatpun tidak merasakan kesengsaraan.

2. Kurangnya rasa percaya diri Krisi kepemimpina di Indonesia tejadi karena


kurangnya rasa percaya diri yang dimiliki masyarakat Indonesia.

Pada dasarnya sangat banyak anakanak bangsa ini yang pandai dan cerdas,
memiliki integritas tinggi, namun karena kurangnya rasa percaya diri tersebut mereka
menjadi terlalu pasif, hanya diam atas semua yang telah terjadi seperti saat ini. Dan
akhirnya yang gila kekuasaanlah yang sekarang berdiri di kursi pemerintahan.

3. Kurangnya penerapan moral bangsa Kurangnya penerapan pendidikan moral dalam


keseharian masyarakat Indonesia.

Bisa dibuktikan dari banyaknya kasus KKN, seolah tidaka ada 4 habisnya.
Pemimpin negara saling beradu mulut dalam menyelesaikan masalah. Sungguh betapa
boboroknya moral bangsa Indonesia saat ini.

4. Proses seleksi kurang ketat Kurang transparannya proses seleksi para calon
pemimpin jug menjadi persoalan yang memicu terjadinya krisis kepemimpinan.

Seseorang harus melewati serangkaian seleksi agar bisa menjadi seorang


pemimpin. Rangkaian seleksi tersebut harus dilakukan tanpa terkecuali agar tercipta
pemimpin yang dapat mengendalikan masyarakatnya. Sebagai contoh dalam

9
Peraturan KPU No.5 tahun 2004 menyatakan bahwa seorang calon presiden dan wakil
presiden harus Takwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak boleh berhianat
terhadap negara, tetapi fakta sebenarnya banyak pemimpin yang melanggar.

5. Hukum yang masih rendah Ada beberapa orang mengatakan hukum di Indonesia
dapat dengan mudah dibeli.

Jadi dapat disimpilkan bahwa sangatlah rendah hukum di Indonesia. Contonya


kasus korupsi, seorang koruptor yang menggunakan uang negara ber M (miliar) uang
negara, tapi hukumannya tidak sebanding dengan kerugiannya terhadap negara.
Bandingkan dengan kasus pencurian jagung yang di hukum sampai berpuluh-puluh
tahun. Apa ini yang dinamakan Indonesi negera hukum ? yang sangat jelas lemah
dalam penegakan hukum di negaranya.

1.3 Solusi untuk mengatasi krisis kepemimpinan di Indonesia

1. Mengedepankan nilai keagamaan

Seorang pemimpin hendaknya mengedepankan nilai keagamaan, mengapa


demikian ? karena jika pemimpin tersebut mimiliki agama yang kuat dalam arti beliau
kuat dalam ketaatannya kepada Tuhan, maka hal-hal penyimpangan yang tidak sesuai
dengan kewajiban atau tugas-tugasnya, tersebut tidak akan terjadi. Ini bisa dianggap
peryaratan penting oleh 7 seorang calon pemimpin. Bukan hanya wajib beragama
tetapi wajib juga beliau mengerti dan taat kepada Tuhannya.

2. Dapat memimpin dirinya sendiri Seseorang harus bisa memimpin dirinya sendiri
sebelum memimpin orang orang lain.

Agar didalam memimpin tidak adanya keraguan dalam bertindak. Jika


pemimpin tersebut percaya diri maka tidak akan terpengaruh oleh rayuan-rayuan
penyelewengan kepemimpinannya.

3. Memperbaiki moral Krisi kepemimpinan berakar dari rendahnya moral para


pemimpin.

10
Penyelesaina dari rendahnya moral para pemimpin ini dengan menggunakan
prinsip al akhlaqul karimah. Prinsip ini meliputi ash shidqu (benar), al wafa bil’ahd
(tepat janji), ta’awun (tolong menolong), al’adalah (keadilan), istiqamah (konsisten).

4. Meningkatkan kualitas pendidikan Perbaikan kepemimpinan bangsa tidak dapat


langsung terjadi, memerlukan waktu yang relatif lama.

Salah satunya kita perbaiki kualitas pendidikan di Indonesia agar kelak


menciptakan generasi muda yang dapat memberikan warna baru dalam memimpin
negara ini, sehingga pemasalahan kepamimpinan ini dapat terselesaikan.

5. Per baikan hukum di Indonesi

Hukum di Indonesia harus diperbaiki, agar menimbulkan efek jera bagi para
pelanggarnya. Selain itu peraturan akan syarat-syarat sebagai pemimpin hendaknya
dikaji ulang sehingga muncul seorang pemimpin yang sesuai dengan karakter bangsa
ini dan tentunya mampu menyelesaikan permasalahan yang kompleks ini.

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Budaya malu (shame culture) Dalam konsep shame culture seluruhnya ditandai oleh
rasa malu dan disitu tidak dikenal rasa bersalah. Menurut pandangan ini "budaya
malu" ( shame culture) adalah kebudayaan dimana pengertian seperti "hormat",
reputasi" "nama baik", '''status'' dan "gengsi" sangat ditekankan. Perasaan malu
muncul saat seseorang merespon suatu hal danbersifat (konsisten), menyeluruhkepada
dirinya yang menyebabkan munculnya perasaan negatif secara umum, sementara itu
perasaan bersalah muncul merespon sebuah perilaku yang spesifik tertentu sehingga
mengakibatkan munculnya perasaan tidak enak dalam diriterhadap tindakan yang
dilakukan (Cohen et al. 2011: 4).

2. Krisis Kepemimpinan

Beberapa penghambat lahirnya kepemimpinan bisa diketahui dari :


1. Lembaga ataupun organisasi selalu berubah menurut jalan-jalan yang sukar dilalui
pemimpinnya.
2. Para pendidik meragukan tujuan sosial dan kaum intelektual dibatasi peranannya
untuk ikut serta membangun kader-kader pimpinan bangsa melalui kampus secara
nyata.
3. Media masa terutama TV menjadikan pemimpin- pemimpin potensiel sebagai
fokus pemberitaan yang sifatnya justru membinasakan potensinya.

12
4. Politik mulai disalah tafsirkan sebagai karier yang menjanjikan.
5. Calon pemimpin sering dikotori dengan hukum ketenaran.

DAFTAR PUSTAKA

http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/viewFile/153/91

HUBUNGAN PENERAPAN BUDAYA MALU DAN BERSALAH TERHADAP


PERILAKU DISIPLIN SISWA DALAM PEMBELAJARAN PPKn DI SMAN 2
PALEMBANG SKRIPSI Oleh Anggara Prata Kumbayan NIM : 06051281419043
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA

Legalitas Edisi Juni 2013 Volume IV Nomor 1 ISSN 2085-0212 7 Krisis


Kepemimpinan – Bambang Widodo Umar KRISIS KEPEMIMPINAN Oleh :
Bambang Widodo Umar

KRISIS KEPEMIMPINAN DI INDONESIA DITINJAU DARI PANCASILA


(DISKURSUS FILSAFAT PANCASILA DEWASA INI) Oleh : Dina Maryani
(51418403/ Manajemen Sore)

13

Anda mungkin juga menyukai