Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Studi Literatur dan Budaya Gayo”
Disusun Oleh:
TIA SOFIATUN (2201106344)
SILPIANA (2201106352)
MAHDANIAR (22
SEMESTER I
Dosen Pengampu:
Dr. SHAUMIWATY, S.S, M.Hum
PASCASARJANA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TAKENGON
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................
C. Tujuan Masalah..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................
A. Mukemel.............................................................................................
B. Tertib..................................................................................................
C. Setie....................................................................................................
D. Semayang Gemasih............................................................................
E. Mutentu..............................................................................................
BAB III PENUTUP......................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................
B. Saran...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan yang berkembang di Indonesian sangat beragam serta
memiliki corak kebudayaan daerah yang hidup dan berkembang
diseluruh pelosok tanah air. Budaya adalah suatu konsep yang
membangkitkan minat. Menurut Edward B. Taylor sebagaimana
dikutip oleh Ali saifullah diartikan bahwa, “Kebudayaan adalah
keseluruhan yang komplek didalamnya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan
yang lain serta kebebasan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat”.Oleh karena itu konsepsi tentang kebudayaan penting
untuk dipaparkan sebagai pijakan dalam memahami proses dan
program pelestarian suatu intensitas kebudayaan karna kebudayaan
memiliki 3 (tiga) wujud yaitu: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu
komplek dari ide-ide, gagasan, nilainilai, norma-norma, peraturan dan
sebaginya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Salah satu kebudayaan yang terdapat di Indonesia adalah
kebudayaan Gayo yang berada di beberapa Kabupaten di Provinsi
Aceh yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah,
Kabupaten Gayo Lues dan sebagian di Kabupaten Aceh timur dan
Kabupaten Aceh Tamiang. Upaya mengenalkan kebudayaan Gayo
kepada generasi dan masyarakat luas tentu harus melalui literatur-
literatur . Studi tentang literatur budaya gayo menjadi strategis dan
penting sebagai upaya penguatan terhadap informasi-informasi tentang
budaya Gayo. Begitu pentingnya kajian literatur, Randolf
mendefinisikan studi literatur sebagai “analisis dan sintesis informasi
yang memusatkan perhatian pada temuan-temuan bukan kutipan
bibliografi yang sederhana, meringkas substansi literatur dan
mengambil kesimpulan dari suatu isi literatur tersebut”.
Makalah ini akan mendeskripsikan tentang memelihara dan
melaksanakan nilai-nilai kehidupan. yang akan dipaparkan di dalam
rumusan masalah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara memelihara kehidupan : Mukemel, tertib, setie,
semayang gemasih, dan mutentu
C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan Bagaimana cara memelihara kehidupan : Mukemel,
tertib, setie, semayang gemasih, dan mutentu
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mukemel (Hargadiri)
Konsep mukemel berkenaan dengan harga diri.Istiah kemel pada
dasarnya berarti malu. Dalam aplikasi nya malu dipahami dalam makna yang
lebih luas, sehingga mencakup makna harga diri atau iffah dalam konsep studi
akhlak. Konsep inimerujukpadakemampuanmenjagadiriagartidakterjerumus
pada pikiran dan tindakan yang dapatmenyebabkan hilangnya harga diri.
Seorang yangmempunyaisikapmukemelkonsisten memper-tahankan harga diri
dengan mencegah diri ataukeluarganya terjebak pada perbuatan-
perbuatantercela ataubertentangan dengan
tuntunanagama(syariat)dannormakebiasaan(adat).1
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Huraira r.a yang
artinya : “ iman itu mempunyai enam puluh cabang, dan malu merupakan salah
satu cabang iman.”
1
Al Musanna, “Rasionalitas dan Aktualitas Lokal Sebagai Basis Pendidikan Karakter”,
Jurnal Pendidikan dan KebudayaanVol.17, No. 6, 2011,hal. 593
2
Mahmud Ibrahim, Syariat dan Adat Istiadat, ( Takengon : Yayasan Mahmamam
Mahmuda, 2010), hal. 20-21.
yang terkenaldengan sebutan “kemalun ni edet” (pantangan adat). Nilai atau
prinsip adat itu menyangkut“harga diri” (kemel = malu) yang harus dijaga,
diamalkan, ditegakkan, dan
dipertahankanolehkelompokkerabattertentu,kelompoksaturumah(saraumah),kle
n(belah),dankelompokyanglebih besarlagi.Prinsip adat itu, meliputi empathal
sebagai berikut;
a. Malu tertawan (wanita ditawan orang) maksunya adalah harga diri yang
terusik karenakaum wanita dari anggota kelompoknya diganggu atau difitnah
kelompok lain, atau anakperempuandilarikan danditawan
olehorangataukelompok dariklen lain.
b. Bela mutan (pembelaan digagalkan orang) sehingga seseorang tidak dapat
lagi membelaataumemulihkan haknya.
2. Tertib(Tertib)
Tertib,artinya teratur,sesuaiaturan,atau rapi.3Tertib sebagai salah satu
sistem nilai adat-istiadat dan budaya masyarakat Gayo mestidipelihara dan
dipertahankan.Apapunyangkitalakukandituntuttertibmenjadipegangan.Antarater
tibdandisiplinadalaheratsekalihubungannya.Bilatertibtidakdilakukan, sama
halnya dengan centang perenang, semua kegiatan tidak terarah yang
padaakhirnya mengalami kegagalan atau tidak berhasil. Karena itu, dalam
tertib, mengandungnilai, gagasan, konsepsi, norma, hukum yang bersamaan.
Dengan demikian, semua nilai-nilai yang terkandung dalam tertib di atas dapat
dijadikan sebagai acuan bagi segala tindakandalamberbagai aspek hidup
dankehidupan masyarakat Gayo.4
a. Tertib berbicara
b. Tertib berjalan
Bila berjalan, tentu kita perlu berjalan menurut yang sudah diatur. Bila kita
mengendarai roda empat demikian halnya. Andai berjalan kaki pun sudah
ada ketentuannya.
e. Tertib berpakaian
f. Tertib bertamu
Bertamu itu adalah nikmat dan rahmat akan tetapi perlu diingat tata krama
5
AR. Hakim/Aman Pinan, Hakikat Nilai-Nilai Budaya Gayo,(Takengon: Pemerintah
Daerah Kabupaten Aceh Tengah,2009), hal. 71-72.
bertamu itu perlu dipelihara. Maksudnya siapa orangnya yang dalam
bertamu itu, cara bertamu, waktu bertamu, apa-apa saja yang perlu
dibicarakan.
3. Setie(Setia)
Setie (setia) adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam hidup
berkeluarga,bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk diutamakan
belah (klein) dan
beragama.Tanpasetiejelasmasyarakat,dankelompoktidakakanmencapaihasilyang
maksimal.Dalam pribahasa Gayo diseburtkan bahwa: “Setie murip gemasih
papa”. Artinya kesetiaanhidup karena kasih sayang, walaupun hidup itu
merana. Kesetiaan yang dimotivasi oleh rasakasih sayang, menyebabkan orang
suka berkurban, baik fikiran, tenaga maupun harta danjiwa, walaupun berakhir
dengan kepapaan atau kemiskinan. Perasaan sosial bagi orang
yangmenghayatidanmelaksanakannilaiiniamattinggi,karenamerekamenyadariba
hwamanusiaadalahmakhluk
sosial,tidakmungkiniabisahidupsendirianuntukmeraihkesejahteraan dan
kebahagian hidup di dunia. Mereka harus setia, seia dan sekata
dalammencapaisatu tujuan hidup. setie ini amat luas jangkauannya contohnya:
b. Setia pada suami istri. Bila kedua cucu Adam dan Hawa ini tidak saling
setia, tidak lagi saling cinta mencintai,berarti bahtera hidup akan mengalami
kehancuran. Bila kehancuran sudah diambang pintu, maka kebahagiaan
rumah tangga akan sirna. Kebahagian itu adalah rahasia hidup. Bila bahagia
tidak ditemukan, maka sama halnya laksana neraka dunia. Mencapai suatu
kebahagiaan, peri bahasa gayo berbunyi:
“ ike ate murai ate, ungkepe serasa gule, ike ate gere murai ate bawalpe
disne lagu bangke”. Artinya : “ Bila hati sudah menyatu, buah rimbangpun
laksana gulai nan sedang, bila hati tidak menyatu, ikan besarpun laksana
bangkai”6
4. Semayang/Gemasih(Kasihsayang)
Nilai budaya Gayo dalam konsep semayang-gemasih, artinya kasih
sayang. Konsep ini berkaitan dengan prilaku terpuji dalam Islam, bahkan dua
nama Allah yang baik (asmaul husna) dalam al- Qur’an adalah Maha Pengasih
(al- Rahman) dan Maha Penyayang (al-Rahim), jikamengharapkan kasih
sayang-Nya maka berkasih sayanglah padamakhluk Allah.7Dalam peribahasa
masyarakat Gayo dinyatakan bahwa: “Kasih enti lanih, sayang enti lelang”.
Artinya bila kasih janganlah terlambat, andaikan sayang jangan pula setengah
hati, dalam hakikat budaya Gayo kata semayang/gemasih (kasih sayang) adalah
merupakan ciri khas yang perlu dipertahankan dan dilestarikan dalam
membangun masyarakat Gayo yang lebih maju, sejahtera dan bermartabat.
Realisasi daripada semayang/gemasaih (kasih sayang) kepada orang lain tepat
pada waktunya, adalah kasih sayang yang sejati dan abadi serta amat berguna
bagi orang yang dikasihi, kendatipun tanda kasih dan sayang itu tidak begitu
banyak dan mendalam. Namun pembuktian kasih sayang yang dilakukan pada
waktunyaadalahbentukkasihsayangyangpalingsempurna.Sebaliknyakasihsayang
yangtidaktepatwaktunya, sering mengakibatkan bencana, seperti terlalu
memanjakan anak, membantu oranglain dalam jumlah yang sangat besar, tetapi
dilakukan dengan sombong dan congkak, hal itutidak dibenarkan dalam adat
masyarakat Gayo, karena bertentangan dengan nilai adat Gayoitu sendiri.
6
AR. Hakim/Aman Pinan, Hakikat Nilai-Nilai Budaya Gayo,(Takengon: Pemerintah
Daerah Kabupaten Aceh Tengah,2009), hal. 78-79.
7
EliyyilAkbar, “Pendidikan Islami DalamNilai-Nilai KearifanLokalDidong”, Jurnal
Al-Tahrir Vol. 15, No.1, 2015, hal.60
membantu dan mereka mengingatnya dengan cara memperet tali persaudaraan
dan menumbuhkan nilai kesetiaan.
5. Mutentu(berdayaguna/kerjakeras)
Mutentu adalah salah satu nilai yang amat penting dalam membangun
masyarakatGayo, karena mutentu adalah pedoman yang baik dan berguna bagi
siapa saja. Mutentu dapat juga diartikan rajin, bekerja keras, dan raou dalam
melaksanakan sesuatu , sifat mutentu, lebih diarahkan pada setiap pribadi
seseorang. Nilai budaya mutentu sederhananya berarti rajin,pekerja keras,
atau melaksanakan sesuatusesuai aturan (rapi) dalam melakukan atau
mengerjakan sesuatu. Sebaliknya bagi orang yang tidak
rajin,tidakgiatbekerjakeras(geremutentu)tidakakandihormatidantidakdisenangiol
ehmasyarakat. Nilai ini memberi penekananpada pembentukan sikap tidak
terburu-buru atauceroboh,tetapiberdasarkanperenungandanperencanaan yang
matang. Sifat ini merupakanindikator sangat penting dalam menilai
karakterdanmempengaruhi kepercayaan oranglain.
Dalam masyarakat Gayo, jika ada sesorang remaja atau gadis yang
mutentu sangat disenangidan dihormati oleh masyarakat, dan lazimnya akan
segera dipinang orang. Sehingga bagi orang-orang yang tidak memperdulikan
nilai mutentu, maka akanmenyebebkannilai-nilailain sepertiyang telah
dikemukan di atas, sangat sulit untuk dapatdiwujudkandalam setiap
prilakunyakehidupan sehari-hari.8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
3. Setie (setia) adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam
hidup berkeluarga,bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
termasuk diutamakan belah (klein) dan beragama.
Tanpasetiejelasmasyarakat,dankelompoktidakakanmencapaihasil
yang maksimal.Dalam pribahasa Gayo diseburtkan bahwa:
“Setie murip gemasih papa”. Artinya kesetiaanhidup karena
kasih sayang, walaupun hidup itu merana. Kesetiaan yang
dimotivasi oleh rasakasih sayang, menyebabkan orang suka
berkurban, baik fikiran, tenaga maupun harta danjiwa, walaupun
berakhir dengan kepapaan atau kemiskinan. Perasaan sosial bagi
orang yang menghayati dan melaksanakan nilai-nilai amat
tinggi, karena mereka menyadari bahwa manusia adalah makluk
sosial.
5. Mutentu dapat juga diartikan rajin, bekerja keras, dan raou dalam
melaksanakan sesuatu, sifat mutentu, lebih diarahkan pada setiap
pribadi seseorang. Nilai budaya mutentu sederhananya berarti
rajin,pekerja keras, atau melaksanakan sesuatusesuai aturan
(rapi) dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu. Sebaliknya
bagi orang yang tidak rajin, tidak giat bekerja keras (Gere
Mutentu) tidak akan dihormati dan tidak disenangi oleh
masyarakat. Nilai ini memberi penekanan pada pembentukan
sikap dan tidak terburu-buru atau ceroboh, tetapi berdasarkan
perenungan dan perencanaan yang matang. Sifat ini merupakan
indikator sangat penting dalam menilai karakter dan
mempengaruhi kepercayaan orang lain.
B. Saran