Anda di halaman 1dari 84

Tugas Mandiri I (Critical Book Review)

Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi (Sjafrizal, 2017)

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur yang Diwajibkan Dalam Mengikuti
Perkuliahan Perencanaan Pembangunan Daerah

Oleh,

Cantika Maharani Siregar 7201141004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat dan
Rahmatnya, Saya dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review ini dengan tepat waktu.
Tugas Critical Book Review ini merupakan salah satu tugas yang wajib di selesaikan dari
Kurikulum KKNI yang di berlakukan oleh pihak kampus Universitas Negeri Medan.

Dalam penulisan Critical Book Review ini Saya mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Putri Kemala Dewi Lubis, S.E, M.Si.,Ak. selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Perencanaan Pembangunan Daerah yang telah membimbing Saya dalam penyusunan Critical
ini dan Saya juga berterima kasih kepada semua pihak yang membantu Saya dalam
penyusunan Critical Book Review ini. Demikianlah laporan Critical Book Review ini ditulis,
Saya sadar jika laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat Saya harapkan. Atas perhatian Dosen pengampu dan pihak yang
membantu, Saya ucapkan terima kasih.

Medan, 23 September 2022

CANTIKA MAHARAANI SIREGAR

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Manfaat Critical Book Review....................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan Critical Book Review.....................................................................4
1.3 Identitas buku yang direview.......................................................................................4
BAB II RINGKASAN ISI BUKU.............................................................................................5
2.1 Buku Utama.................................................................................................................5
2.2 Buku pembanding......................................................................................................68
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................76
3.1 Pembahasan Isi Buku................................................................................................76
3.2 Kelebihan dan Kekurangan Buku..............................................................................81
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................82
4.1 Kesimpulan................................................................................................................82
4.2 Saran..........................................................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................83

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Manfaat Critical Book Review


Melalui Critical Book Review ini mahasiswa dilatih untuk lebih gemar membaca buku
dan mampu melatih pola pikir menjadi lebih kritis, serta mampu memotivasi pembaca untuk
menerbitkan sebuah buku.

1.2 Tujuan Penulisan Critical Book Review


1. Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam buku
2. Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh setiap
materi dari sebuah bab (buku).
3. Melatih kemampuan menyimak bagi mahasiswa
4. Membandingkan isi buku yang satu dengan yang lain terutama dari segi
isi/kandungannya.
5. Sebagai tugas wajib yang harus dikerjakan oleh setiap mahasiswa

1.3 Identitas buku yang direview


 Buku Wajib
1. Judul : Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi
2. Edisi/cetakan : Pertama
3. Pengarang : Sjafrizal
4. Penerbit : Rajawali Press
5. Kota Terbit : Jakarta
6. Tahun Terbit : 2017
7. ISBN : 978-979-769-703-7
 Buku Pembanding I
1. Judul : Perencanaan Pembangunan Daerah (Sebuah Pengantar)
2. Edisi/cetakan : Pertama
3. Pengarang : DR. H. Muhammad Idris Patarai, M.Si.
4. Penerbit : De La Mecca
5. Kota Terbit : Makassar
6. Tahun Terbit : 2016
7. ISBN : 978-602-263-109-5

4
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

2.1 Buku Utama


A. Bab 1 Pendahuluan
a. Latar Belakang

Sejak keluamya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Permcamn


Pembangunan Nasional (SPPN 2004)), kedudukan perencanaan pembangunan daerah
di Indonesia menjadi semakin kuat. Argumentasi yang semula berkembang tentang
tidak perlunya pembangunan diatur melalui sistem perencanaan dalam era otonomi
daerah, otomatis sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Dengan adanya undang-undang
tersebut, maka penyusunan perencanaan menjadi suatu kewajiban yang harus
dilakukan oleh setiap aparat pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari
dan bila hal ini tidak dilakukan akan menimbulkan implikasi hukum tenentu.

Dari segi lain, keluamya SPPN 2004 tersebut, juga menimbulkan perubahan yang
cukup signifnkan dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah di
Indonesia. Perubahan tersebut antara lain adalah: Mama, menyangkut dengan jenis
dokumen perencanaan pembangunan daerah yang hams dibuat oleh masing-masing
daerah sesuai dengan perkembangan demokratisasi dan otonomi dalam sistem
pemerintahan daerah. Kedua, sesuai dengan perubahan jenis dokumen yang perlu
dibuat, maka teknis penyusunan Rncana juga mengalami perubahan yang cukup
mendasar. Ketiga, tahapan penyusunan rencana juga mengalami perubahan untuk
dapat menerapkan Sistem Perencanaan Partisipatif (Participatory Planning) guna
meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat dalam penyusunan rencana
pembangunan.

b. Maksud dan Tuiuan

Maksud utama dari penulisan buku ini adalah untuk dapat mcnghasilkan salah satu
buku ajar yang dapat dijadikan sebagai acuan akademik yang bersifat praktis dan
operasional dalam ilmu Perencanaan Pembangunan Daerah dj Indonesia khusus dalam
era otonomi sesuai dengan ketentuan perundangan yangberlaku. Dengan demikian,
buku ini tidak hanya dapat digunakan dalam bidang akademik saja, tetapi juga dapat
menjadi salah satu buku acuan bagi pm perencana di daerah dalam memahami sistem

5
perencanaan pembangunan daerah dan mengembangkan kemampuan teknis aparatur
dalam menyusun dokumen perencanaan pembangunan daerah.

Sedangkan tujuan utama penulisan buku ini secara lebih spesiflk adalah sebagai
berikut:

1. Membentuk dan mengembangkan kompetensi Ilmu Perencanaan Pembangunan


Daerah (PPD) khusus dalam era otonomi sebagai landasan akademik serta
dukungan ilmiah untuk pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah di
Indonesia dewasa ini;
2. Memberikan analisis yang memadaj tentang penerapan beberapa jenis teknik
perencanaan pembangunan daerah yang bersifat praktis dan operasional sesuai
dengan kondisi data dan kemampuan teknis tenaga perencana yang umumnya
tersedia di daerah;
3. Membahas konsep dan teknis penyusunan dokumen perencanaan pembangunan
daerah yang bersifat operasional sesuai dengan ketent'uan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia dewasa ini.
c. Perlunya Perencanaan Pembangunan

Pertanyaan yang sangat mendasar dalam ilmu perencanaan pembangunan adalah:


mengapa kegiatan dan proses pembangunan perlu diatur dan didorong dengan sistem
perencanaan? Pertanyaan ini muncul karena Teori Ekonomi Klasik (Ekonomi Liberal)
mengajarkan bahwa penggunaan mekanisme pasar akan lebih etisien dari campur
tangan pemerintah. Karena itu pulalah banyak negara~ negara yang sudah maju
tingkat pembangunannya, seperti Amerika Serikat dan negara-negaxa Eropa tidak lagi
menggunakan Perencanaan pembangunan sebagai alat untuk mendorong proses
pembangunan, tetapi menggunakan mekanisme pasar sebagai faktor penggerak dalam
bentuk "invisible hand”.

Akan tetapi untuk negara berkembang, termasuk Indonesia, perencan dan


pembangunan temyata masih mempunyai peranan yang sangat besar sebaga alat untuk
mendorong dan mengendalikan proses pembangunan secara lebih cepat dan temah.
Ada tiga alasan utama mengapa perencanaan pembangunan masih temp banyak
digunakan di negara berkembang, yaitu:

1. Karena mekanisme pasar belum berjalan secara sempuma (Market Failure), maka
kondisi masyarakat banyak yang masih sangat terbelakang tingka: pendidikannya

6
menyebabkan mereka belum mampu bersaing dengan golongan yang sudah maju
dan mapan. Di samping itu, informasi belum tersebar secara merata ke s.e1uruh
tempat karena masih banyak daerah yang terisolir karena keterbatasan prasarana
dan sarana perhubungan. Dalam hal ini, campur tangan pemerintah yang dilakukan
secara terencana menjadi sangat penting dan menentukan terlaksananya proses
pembangunan secara baik.
2. Karena adanya ketidakpastian masa datang sehingga perlu disusun perencanaan
pembangunan untuk mengantisipasi kemungkinan situasi buruk yang mungkin
timbul di kemudian hari berikut tindakan dan kebijakan preventif yang perlu
dilakukan sebelumnya.
3. Untuk dapat memberikan arahan dan koordinasi yang lebih baik terhadap para
pelaku pembangunan, baik di kalangan pemerintah, swasta maupun masyarakat
secara keseluruhan sehingga dalam jangka panjang akan terwujud proses
pembangunan yang terpadu, bersinergi, dan saling menunjang satu sama lainnya.
d. Dari Perencanaan Ekonomi ke Perencanaan Pembangunan

llmu perencanaan pembangunan sebenarnya berasal dari perencanaan ekonomi yang


bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Bintoro (1976) bahwa literatur tentang perencanaan
sosial yang terbit sebelum tahurr 1965 kebanyakan menggunakan istilah perencanaan
ekonomi (Economic Planning) karena sasaran akhirnya adalah peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini terlihat dari buku Arthur Lewis terdahulu yang
diterbitkan tahun 1951 berjudul The Principles of Economic Planning. Demikian pula
halnya dengan buku-buku karangan Mead, J. E (1948), Gunnar Myrdal (1957), dan
United Nation (1963) yang juga menggunakan istilah perencanaan ekonomi.

Akan tetapi, setelah 1965 sampai sekarang banyak literatur yang menggunakan istilah
perencanaan pembangunan (Development Planning). Perkembangan ini terlihat dari
judul buku Arthur Lewis berikutnya yang diterbitkan pada tahun 1966 menggunakan
judul Development Planning dan juga buku A.Waterson (1965). Khusus untuk
Indonesia, buku Perencanaan karangan Bintoro Tjokroamidjojo (1976) dan Hendra
Esmara (1986) juga menggunakan istilah Perencanaan Pembangunan. Bahkan
lembaga perencanaan resmi pemerintah di Indonesia umumnya menggunakan istilah
Badan Perencanaan Pembangunan, baik untuk tingkat nasional (BAPPENAS) maupun
untuk tingkat daerah (BAPPEDA).

7
e. Sejarah Perencanaan Pembangunan di Indonesia

Sebenarnya, perencanaan pembangunan bukanlah hal yang barn di Indonesia, karena


sistem ini sudah dimulai sejak kemerdekaan diproklamirkan. Hal ini dilandasi oleh
pemikiran para ahli ekonomi dan politik nasional waktu itu bahwa pembangunan
ekonomi dan sosia] tidak dapat hanya diserahkan kepada mekanisme pasar (Market
Mechanism) saja sebagaimana banyak dilakukan oleh negara-negara yang menganut
paham ekonomi liberal. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah
mempunyai peranan penting dalam pengendalian ekonomi dan proses pembangunan
nasional dan daerah. Namun demikian, peranan pemerintah (Government
Intervention) tersebut perlu dilakukan secara sistematis melalui pelaksanaan sistem
perencanaan pembangunan.

Penerapan sistem, perencanaan pembangunan di Indonesia dimulai pada tanggal 12


April 1947 dengan dibentuknya oleh Presiden Republik Indonesia Panitia Pemikir
Siasat Ekonomi yang disebut juga sebagai ”Brain Trust". Kemudian, panitia ini
Berhasil menyusun landasan perencanaan pembangunan pertama di Indonesia yang
diberi judul: Dasar Pokok Daripada Plan Mengatur Ekonomi Indonesia yang
merupakan landasan dasar untuk penyusunan perencanaan pembangunan yang lebih
rinci. Panitia ini diketuai oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dengan tiga orang
wakil ketua yaitu A.K, Gani, Mohammad Roem, dan Sjafruddin Perwiranegara.

f. Perencanaan Pembangunan Nasonal vs Daerah

Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah sangat diperlukan sebagai


bagian integral dalam perencanaan pembangunan nasional. Alasannya adalah karena
potensi pembangunan masnig-masing daerah umumnya sangat berbeda, baik segi
geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, kondisi ekonomi, sosial dan
budaya. Perbedaan potensi pembangunan daerah ini menyebabkan kemampuan daerah
untuk bertumbuh dan berkembang menjadi tidak dama antara satu daerah.

g. Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Era Otonomi

Perubahan yang terjadi pada dasarnya menyangkut dua hal pokok yaitu pertama,
pemerintah daerah diberikan kewenangan lebih besar dalam melakukan pengelolaan
pembangunan (desentralisasi pembangunan). Kedua, pemerintah daerah diberikan
sumber keuangan baru dan kewenangan pengelolaan yang lebih besar (dsesntralisasi

8
fiskal). Kesemuanya ini dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat lebih
diberdayakan dan dapat melakukan kreasi dan terobosan baru dalam rangka
mendorong proses pembangunan di daerahnya masing-masing sesuai dengan potensi
dan aspirasi masyarakat daerah bersangkutan.

h. Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah

Untuk dapat menyusun perencanaan pembangunan daerah yang baik dan berkualitas,
diperlukan panduan acuan yang bersifat praktis dan operasional. Sehingga mudah
dipedomani oleh para perencana di seluruh daerah. Panduan yang prakatis dan
operasional ini sangat penting artinya mengingat kemampuan tenaga perencanaan
pada tingkat daerah, khususnya kabupaten dan kota, masih relatif terbatas
dibandingkan dengan tingkat nasional. Di asmping itu, data yang tersedia di daerah
masih terbatas dengan tingkat ketepatan yang masih rendah. Karena itu, teknik-teknik
perencaan yang digunakan perlu disesuaikan dengan dengan kondisi yang terdapat di
daerah dan dapat dipahami oleh masyarakat umum.

B. Bab 2 Konsep Dasar Perencanaan Pembangunan


Perencanaan pada dasarnya merupakan cara, teknik, atau metode untuk mencapai
tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah, dan efisien sesuai dengan sumber daya
yang tersedia. Dengan demikian, secara umum perencanaan pembagunan adalah cara
atau teknik untuk mencapai tujuan pembangunan secara tepat, terarah, dan efisien
sesuai dengan kondisi negara atau daerah bersangkutan. Terdapat beberapa komponen
utama dari perencanaan pembangunan pada dasarnya yaitu :1) Merupakan usaha
pemerintah secara terencana dan sistematis untuk mengendalikan dan mengatur
proses pembangunan. 2) Mencakup periode jangka panjang, menengah, dan tahunan.
3) Menyangkut dengan variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan secara keseluruhan baik secara langsung maupun tidak langsung. 4)
Mempunyai suatu sasaran pembangunan yang jelas sesuai dengan keinginan
masyarakat.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004, dalam rangka mendorong


proses pembangunan secara terpadu dan efisien pada dasarnya perencanaan
pembangunan nasional di Indonesia mempunyai lima tujuan dan fungsi pokok antara
lain; 1) Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan. 2) Menjamin terciptanya
integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar daerah, waktu dan fungsi pemerintah, baik

9
pusat maupun daerah. 3) Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. 4) Mengoptimalkan partisipasi
masyarakat dalam perencanaan pembangunan. 5) Menjamin tercapainya penggunaan
sumber daya secara efisien, efektif, dan adil.

Perencanaan pembangunan mempunyai berbagai jenis, tergantung dari sifatnya


masing-masing. Menurut Lincolin Arsyad(2001), menurut jangka waktunya
perencanaan pembangunan dapat diklasifikasikan atas tiga jenis yaitu perencanaan
jangka panjang, perencanaan jangka menengah, dan perencanaan jangka pendek.
Selanjutnya, berdasarkan sifatnya perencanaan pembangunan dibagi atas Perencanaan
Dengan Komando dan Perencanaan Dengan Rangsangan. Berdasarkan alokasi sumber
daya, dibagi atas Perencanaan Keuangan dan Perencanaan Fisik. Berdasarkan tingkat
keluwesan, dikelompokkan atas Perencanaan Indikatif dan Perencanaan Imperatif.
Berdasarkan sistem ekonomi dikelompokkan atas Perencanaan Pembangunan dalam
Sistem Kapitalisme, Perencanaan Pembangunan dalam Sistem Komunis, dan
Perencanaan Pembangunan dalam Sistem Campuran. Jenis perencanaan yang terakhir
adalah berdasarkan cara pelaksanaannya dibagi atas 2 yaitu perencanaan sentralistik
dan perencanaan desentralistik.

Secara umum terdapat empat tahap dalam proses pembangunan yang sekaligus juga
menggambarkan tugas pokok badan perencana pembangunan yaitu tahap penyusunan
rencana, tahap penetapan rencana, tahap pengendalian pelaksanaan rencana, dan tahap
evaluasi keberhasilan pelaksanaan rencana. Perencanaan pembangunan mempunyai
siklus yang terpola hampir secara seragam. Berikut ini kegiatan pokok yang dilakukan
untuk masing-masing siklus perencanaan yaitu penilaian keadaan saat ini, penilaian
arah pembangunan masa datang, formulasi tujuan dan sasaran pembangunan,
mengkaji alternatif strategi pembangunan, menetapkan prioritas pembangunan,
merumuskan kebijakan pembangunan, identifikasi program dan kegiatan, menetapkan
perkiraan dana investasi dibutuhkan, menetapkan indikator kinerja, dan penyusunan
rencana tindak.

C. Bab 3 Unsur Pokok Perencanaan Pembangunan Daerah


a. Kondisi Umum Daerah
Penyusunan setiap dokumen perencanaan pembangunan daerah biasanyaselalu
dimulai dengan analisis tentang kondisi umum(exiting condition) darinegara atau

10
daerah bersangkutan. Analisis ini sangat penting artinya untukdapat mengetahui
secara jelas kondisi objektif yang terdapat pada negaraatau daerah tersebut yang
selanjutnya akan dijadikan sebagai landasan utamauntuk menyusun rencana ke depan
secara realistis. Adalah suatu hal yangsangat tidak realistis dan berbahaya bila suatu
perencanaan pembangunantidak didasarkan pada kondisi riil yang terdapat daerah
bersangkutan. Analisis tentang kondisi umum daerah tersebut biasanya meliputi
aspekgeografis, sumber daya alam, agama dan budaya. penduduk dan sumberdaya
manusia, potensi ekonomi daerah, hukum dan pemerintahan, danlain-lainnya. Aspek
geografis yang perlu dianalisis adalah yang mempunyaipengaruh terhadap kegiatan
pembangunandan posisi daerah, geormofologi, tata guna lahan dan sistem jaringan
jalan.Termasuk dalam aspek geografi ini adalah menyangkut dengan analisis
tentangkondisi lingkungan hidup yang meliputi hutan lindung, abrasi pantai
danlongsor serta pencemaran udara dan sungai.Aspek sumber daya alam yang perlu
dibahas terutama diarahkan padajenis dan kualitas lahan yang sangat berpengaruh
bagi kegiatan pertaniandalam arti luas. Tidak kalah pentingnya adalah analisis tentang
potensipertambangan seperti minyak dan gas, batu bara, panas bumi, dan sumberdaya
air. Untuk daerah yang berlokasi di tepi pantai, analisis potensi sumberdaya alam ini
tentunya meliputi juga potensi perikanan dan kelautan lainnyayang sangat penting
bagi kehidupan para nelayan dan masyarakat yang hidupdan bekerja di tepi pantai. Di
bidang sosial, pembahasan tentang kondisi umum daerah dimulaidengan analisis
tentang agama dan budaya yang terdapat dalam masyarakatsetempat. Aspek ini juga
berkaitan erat dengan upaya untuk mencapaipercepatan pembangunan daerah karena
tingkah laku masyarakat sangatdipengaruhi oleh unsur agama dan budaya tersebut.
Dalam hal ini,pembahasan terutama diarahkan komposisi penduduk daerah menurut
agamadan etnis. Kemudian pembahasan juga ditujukan pada perkembangan
saranaperibadatan serta fasilitas pendukung kegiatan budaya yang terdapat
padadaerah bersangkutan.
b. Visi dan Misi Pembangunan Daerah
Di samping tujuan, setiap perencanaan pembangunan, baik jangkapanjang dan jangka
menengah, disusun dengan mengacu pada visi dan misiyang telah ditetapkan
sebelumnya. Hal ini dilakukan agar perencanaan yangdisusun benar-benar mengacu
pada tujuan dan saran pada visi dan misi yang telah disepakati dan ditetapkan
tersebut. Visi dan misi pembangunandaerah yang baik biasanya dijaring secara

11
intensif dari aspirasi dan keinginandari masyarakat yang menjadi sasaran utama
pembangunan tersebut.
Untuk dapat memahami perumusan visi tersebut, berikut ini diberikanbeberapa contoh
visi yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaanpembangunan, sebagai
berikut:
1. Visi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025:
"Terwujudnya Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur".
2. Visi dalam RPJP Provinsi Sumatera Barat 2005-2025; "Menjadi
ProvinsiTerkemuka Berbasis Sumber Daya Manusia yang Agamais di Tahun
2025."
3. Visi dalam RPJM Nasional 2010-2015: "Terwujudnya Indonesia yangSejahtera,
Demokratis dan Berkeadilan
4. Visi dalam RPJM Provinsi Sumatera Barat 2006-2010: "TerwujudnyaMasyarakat
Sumatera Barat Madani Yang Adil, Sejahtera, dan Bermartabat.
Sedangkan, misi pada dasarnya merupakan cara dan upaya umum danbersifat pokok
yang akan dilakukan dalam mewujudkan dan merealisasikanvisi yang telah ditetapkan
tersebut. Karena itu misi berhubungan erat denganarah, kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan yang akan dilakukanuntuk mewujudkan visi pembangunan.
Ini berarti bahwa arah, strategi,kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang
dimuat dalam dokumenperencanaan pembangunan sebaiknya dijabarkan dari misi
pembangunan yangtelah ditetapkan semula. Dengan cara demikian diharapkan
pencapaian visidan misi tersebut akan menjadi lebih terjamin dalam pelaksanaan
kegiatanpembangunan nantinya.
c. Sasaran dan Target Pembangunan Daerah
Perencanaan yang baik seharusnya mempunyai sasaran dan targetpembangunan
secara jelas untuk periode waktu tertentu. Sasaran padadasarnya adalah bentuk
konkret dari tujuan yang ingin dicapai melaluipelaksanaan pembangunan sesuai yang
direncanakan. Sedangkan target adalahsasaran lebih konkret dan spesifik lagi dalam
bentuk kuantitatif yang hanusdicapai pada waktu tertentu. Dengan adanya sasaran dan
target pembangunan yang jelas tersebut, maka perencanaan akan menjadi lebih jelas,
konkret danterukur. Pada satu segi, penetapan sasaran dan target yang bersifat konkret
dan terukur ini sangat penting artinya untuk memudahkan pelaksanaanpembangunan
daerah. Sedangkan di segi lain, penetapan sasaran dan targetyang jelas dan konkret

12
tersebut juga penting artinya untuk meudahkanmelakukan monitoring dan evaluasi
dari hasil pelaksanaanbagi instansí pelaksanarencana tersebut.
d. Strategi Pembangunan Daerah
Strategi pembangunan daerah pada dasarnya adalah merupakan cara ataujalan terbaik
untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula.Karena itu strategi yang
baik dan tepat akan dapat menghasilkan pencapaiantujuan secara tepat dan terarah
sehingga tujuan pembangunan dapat dicapaisecara efektif dan efisien. Tentunya
penetapan strategi yang tepat untuk suatunegara dan daerah akan sangat ditentukan
pula oleh kondisi, potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung upaya
pencapaian tujuan dan sasaranpembangunan daerah turut pula menentukan.
Strategi pembangunan daerah sebaiknya dirumuskan denganmemperhatikan kondisi
umum dan potensi yang dimiliki daerahbersangkutan, baik yang sudah dapat
dilaksanakan, maupun belum.Pertimbangan ini sangat penting artinya agar proses
pembangunan tersebutdapat berjalan secara lebih terarah dan efisien sehingga mampu
bersaingdengan daerah lainnya.
e. Kebijakan Pembangunan Daerah
Kebijakan (wisdom) pada dasarnya adalah merupakan keputusan pemerintah untuk
menciptakansuatu kondisi tertentu yang perlu dilaksanakan dalam rangka mendorong
proses pembangunan daerah bersangkutan. Kebijakan pembangunan daerah pada
dasarnya merupakan pengambilan keputusan oleh pimpinan atau elite politik daerah
untuk mewujudkan kondisi yang dapat mendorong dan mendukung pencapaian tujuan
dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan semula dalam perencanaan.
Kebijakan ini diperlukan agar program dan kegiatan pembangunan yang akan
dilaksanakan dapat diarahkan dan diwujudkan sesuai dengan kebijakan yang telah
diambil. Misalnya kebijakan nasional yang menetapkan pelaksanaan Wajib Belajar
SembilanTahunadalah merupakan salah satu kebijakan untuk mendorong pemerataan
pendidikan dasar dan sekolah menengah pertama untuk seluruh lapisan masyarakat.
Di samping itu. perumusan kebijakan pembangunan juga harus sesuai, atau tidak
berlawanan dengan kondisi sosial budaya setempat agar pelaksanaan kebijakan
tersebut tidak mendapat tantangan dan reaksi negatif dari masyarakat daerah
bersangkutan. Untuk dapat mewujudkan keterpaduan pembangunan, maka perumusan
kebijakan daerah tersebut juga harus memperhatikan kebijakan pembangunan pada
tingkatan yang lebih tinggi, seperti kebijakan provinsi dan nasional. Baik buruknya
suatu kebijakan akan ditentukan dari seberapa jauh kebijakan tersebut dapat

13
dilaksanakan dan memberikan hasil (outcome) positifterhadap proses pembangunan
daerah sebagaimana telah direncanakan semula dan diharapkan oleh masyarakat.
f. Prioritas Pembangunan Daerah
Prioritas pembangunan pada dasarnya diperlukan dalam rangka mengoptimalkan
pencapaian sasaran pembangunan daerah dengan dana dan sumber daya yang terbatas.
Tetapi ini tidak berarti bahwa aspek lain di luar yang ditetapkan sebagai prioritas
menjadi tidak penting sama sekali. Prioritas pembangunan pada dasarnya
menunjukkan pusat perhatian dan tekanan utama yang harus dilakukan untuk dapat
mencapai sasaran yang digambarkan dalam visi pembangunan. Sedangkan aspek dan
kegiatan pembangunan lainnya merupakan faktor penunjang yang dapat dilakukan
kegiatannya sebagaimana biasa bilamana sumber daya tersedia mencukupi. Penetapan
prioritas pembangunan perlu dilakukan secara hati-hati agar perencanaan menjadi
lebih terarah dan tepat sehingga upaya untuk pencapaian sasaran pembangunan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien. Berdasarkan pertimbangan ini, biasanya prioritas
pembangunan didasarkan pada beberapa pertimbangan tertentu, antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Program dan sektor yang diprioritaskan sebaiknya berhubungan erat dengan visi
dan misi pembangunan daerah yang ditetapkan semula sehingga pencapaian visi
dan misi tersebut menjadi lebih terjamin sesuai dengan janji yang diberikan pada
masyarakat dalam Pilkada;
2. Program dan sektor yang diprioritaskan sebaiknya mencakup sebagian besar dari
kehidupan sosial ekonomi pada negara dan daerah bersangkutan, seperti sektor
pertanian, sumber daya manusia, sektor industri dan lain-lainnya;
3. Kegiatan dan sektor tersebut merupakan sektor unggulan dan mempunyai
Keuntungan Komperatif tinggi sehingga dapat diharapkan untuk mendorong
peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada negara dan
daerah bersangkutan;
4. Program dan kegiatan dan tersebut dapat mendukung dan bersinergi dengan
kegiatan lainnya sehingga proses pembangunan secara keseluruhan akan menjadi
lebih maju dan berkembang;
5. Program dan kegiatan yang diperioritaskan haruslah yang layak dalam arti
manfaatnya yang dapat diberikan adalah lebih besar dari biaya yang diperlukan
untuk pelaksanaannya;

14
6. Program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kondisi sosial ekonomi daerah
bersangkutan sehingga pembangunan tidak mendapatkan reaksi negatif
g. Program dan Kegiatan Pembangunan Daerah
Program dan kegiatan pembangunan daerah pada dasarnya merupakan upaya dan
tindakan konkret dalam bentuk intervensi pemerintah dengan menggunakan sejumlah
sumber daya, termasuk dana dan tenaga, yang dilakukan dalam rangka melaksanakan
kebijakan pembangunan yang telah ditetapkan di atas. Dengan kata lain, program
pembangunan tersebut mempakan jabaran konkret dari strategi dan kebijakan yang
mempunyai tujuan dan sasaran tertentu dalam rangka mendorong proses
pembangunan nasional atau daerah. Program tersebut dapat berbentuk pembangunan
fisik. Seperti pembangunan jalan, jembatan, kantor, dan lain-lainnya maupun yang
berbentuk nonfisik seperti penyuluhan, pelatihan, dan pembinaan masyarakat.
Program tersebut dapat dilakukan langsung oleh instansi pemerintah terkait maupun
oleh pihak swasta dan masyarakat umum atau melalui kerja sama antara pemerintah
dan masyarakat.
h. Indikator Kinerja
Berdasarkan konsep ilmu, Indikator Kinerja dapat ditetapkan dalam 5 unsur yaitu:
masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak
(impact). Unsur masukan yang lazim digunakan dalam penilaian kinerja pelaksanaan
kegiatan pembangunan adalah dalam bentuk penggunaan (penyerapan) dana atau
tenaga kerja. Keluaran adalah produk langsung dari pelaksanaan program dan
kegiatan tersebut. Sedangkan hasil adalah tingkat penggunaan dari keluaran tersebut
oleh masyarakat sehingga bermanfaat bagi kegiatan pembangunan. Manfaat adalah
kontribusi dari pelaksanaan program dan kegiatan tersebut terhadap proses
pembangunan. Sedangkan dampak adalah pengaruh yang timbul sebagai hasil dari
pelaksanaan program dan kegiatan tersebut terhadap pembangunan.
D. Bab 4 Ruang Lingkup Dan Bentuk Perencanaan Pembangunan Daerah
a. Perencanaan Makro
Perencanaan makro menyangkut dengan ruang lingkup dan bentuk perencanaan yang
berkaitan dengan kegiatan pembangunan secara keseluruhan. Bentuk dan ruang
lingkup perencanaan ini menjadi penting karena kinerja pembangunan yang baik
adalah berdampak secara menyeluruh dan tidak untuk sektor dan bagian tertentu saja.
Di samping itu, para pimpinan daerah sebenarnya lebih berkepentingan dengan
dampak yang menyeluruh tersebut dibandingkan dengan menurut sektor atau

15
program, dalam rangka memenuhi harapan publik akan perbaikan kesejahteraaan
masyarakat secara keseluruhan. Dalam pola penulisan RPJM, aspek ini lazim disebut
sebagai kerangka ekonomi makro yang berisikan strategi, kebijakan serta sasaran dan
target pembangunan secara menyeluruh baik untuk tingkat nasional maupun daerah.
Aspek-aspek utama yang dibahas dalam perencanaan makro ini paling kurang
meliputi hal-hal berikut ini: pertumbuhan ekonomi daerah, kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat, pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan,
keuangan dan sumber pembiayaan pembangunanserta kebutuhan investasi dan strategi
dan kebijakan pembangunan secara menyeluruh. Dalam hal ini, perencana dapat
menambah pembahasan dengan aspek makro lainnya sesuai dengan visi dan misi
pembangunan daerah yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh kepala daeraah
terpilih.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Aspek makro pertama yang sangat penting dibahas adalah menyangkut dengan
pertumbuhan ekonomi daerah yang pada dasarnya merupakan peningkatan
kemampuan produksi yang terdapat pada daerah yang bersangkutan. Alasannya
adalah karena pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur penting dalam
peningkatan proses pembangunan daerah. Tidak berlebihan kiranya bila dikatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi daerah tersebut adalah merupakan motor penggerak
utama dalam proses pembangunan daerah bersangkutan.
Pemerataan Pembangunan Ekonomi Daerah
Pemerataan pembangunan ekonomi daerah merupakan unsur dan bagian perencanaan
makro lainnya yang juga sangat penting artinya. Pertumbuhan ekonomi yang cepat,
tetapi tidak diikuti dengan pemerataan akan mengurangi tingkat kemakmuran
masyarakat dan dapat menimbulkan kecemburuan sosial sehingga dapat mendorong
timbulnya keresahan dan ketegangan politik. Karena itu, strategi dan kebijakan serta
program dan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pemerataan pembangunan
ekonomi daerah merupakan hal yang sangat strategis dalam perencanaan makro.
Strategi dan kebijakan pemerataan pembangunan ekonomi daerah yang lazim
digunakan pada negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia adalah dalam
bentuk upaya penanggulangan kemiskinan dan perbaikan distribusi pendapatan dalam
masyarakat. Karena itu cukup beralasan kiranya bila pengurangan jumlah penduduk
miskin dan penurunan ketimpangan distribusi pendapatan sudah umum merupakan
salah satu sasaran pokok pembangunan daerah secara makro.

16
Secara teknis, penduduk miskin adalah warga masyarakat yang nilai pendapatannya
berada di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan secara berkala oleh pemerintah.
Sedangkan garis kemiskinan yang ditetapkan secara berkala oleh pemerintah.
Sedangkan garis kemiskinan tersebut ditentukan berdasarkan nilai pendapatan
minimum yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk dapat bertahan hidup. Garis
kemiskinan tersebut akan berubah dari waktu ke waktu tergantung dari perubahan
harga barang-barang kebutuhan pokok secara umum. Kemiskinan yang demikian
lazim disebut sebagai kemiskinan absolut (absolute proverty). Sedangkan dalam
dunia internasional, Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan sebesar US $2.00 per
hari yang ternyata lebih tinggi dari garis kemiskinan yang lazim ditetapkan oleh
pemerintah Indonesia dewasa ini yaitu sekitar US $1.00 per hari.
Namun demikian, dalam praktiknya di Indonesia terdapat dua cara untuk mengukur
jumlah penduduk miskin. Pertama, menggunakan data konsumsi sebagai dasar
penentuan jumlah penduduk miskin sebagaimana yang dilakukan oleh Badan pusat
statistik (BPS). Kedua, menggunakan beberapa indikator sosial seperti pendapatan,
kondisi rumah tangga dan unsur lain-lainnya sebagaimana dilakukan oleh badan
koordinasi keluarga berencana (BKKBN). Masing-masingnya mempunyai kelemahan
dan kekuatan tersendiri, sehingga pemilihan ukuran kemiskinan yang tepat akan
sangat ditentukan oleh tujuan dari penggunaan angka kemiskinan tersebut.
Kemakmuran Dan Kesejahteraan Masyarakat
Sesuai dengan tujuan nasional dan daerah, aspek kemakmuran adalah salah satu
sasaran akhir dari proses pembangunan pada suatu daerah. Alasannya jelas karena
seluruh masyarakat menginginkan kemakmurannya semakin lama akan semakin
meningkat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sejahtera dalam jangka
panjang. Karena itu, cukup logis kiranya bilamana aspek kemakmuran daerah ini
merupakan salah satu unsur penting dalam perencanaan makro karena menyangkut
dengan sasaran umum pembangunan daerah.
Indikator kemakmuran daerah yang dapat digunakan untuk memperlihatkan
kemajuan dalam peningkatan kemakmuran masyarakat daerah dapat dilakukan dalam
beberapa bentuk. Pertama, adalah dengan melihat pada perkembangan nilai PDRB
dengan harga berlaku yang sudah dapat dihasilkan dalam periode perencanaan.
Alasannya adalah karena nilai PDRB tersebut adalah merupakan nilai produksi barang
dan jasa yang dapat dihasilkan oleh masyarakat suatu daerah dalam periode tertentu.
Kedua, nilai pendapatan per kapita yang diperoleh dengan membagi nilai PDRB

17
dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama. Nilai PDRB per kapita ini
merupakan indikator kemakmuran ekonomi daerah yang lebih baik dan dapat
dibandingkan antar daerah. Ketiga, mengingat kemakmuran tersebut bukanlah hanya
bersifat materi saja, maka indikator yang lebih baik dan bersifat komprehensif adalah
indeks pembangunan manusia (IPM). Angka IPM pada dasarnya adalah indeks
gabungan dari tiga unsur kemakmuran yaitu pendapatan (daya beli masyarakat),
pendidikan, dan kesehatan.
Sumber Pembiayaan Pembangunan
Upaya pembangunan daerah baru akan dapat dilaksanakan bilamana terdapat sumber
pembiayaan yang cukup, baik berasal dari pemerintah maupun swasta dan
masyarakat. Untuk tingkat daerah, ketersediaan sumber pembiayaan pembangunan ini
lebih penting dibandingkan dengan tingkat nasional karena mendapatkan pinjaman
pada tingkat daerah lebih sulit dibandingkan dengan tingkat nasional. Karena itu,
dalam penyusunan perencanaan makro, analisis tentang perkembangan ketersediaan
sumber pembiayaan pembangunan daerah perlu dicantumkan secara tegas dan
konkret. Sumber pembiayaan pembangunan tersebut tercermin dalam kemampuan
keuangan yang dimiliki oleh suatu daerah. Sumber pembiayaan pembangunan
tersebut dapat ditunjukkan dengan data-data kemampuan keuangan (kapasitas fiskal)
yang dimiliki oleh suatu daerah.
Perkiraan Kebutuhan Investasi
Untuk dapat menjamin tercapainya target pertumbuhan ekonomi khususnya dan
pembangunan daerah umunya yang telah ditetapkan terdahulu, perlu diperkirakan
berapa besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan. Perkiraan kebutuhan investasi
ini adalah merupakan unsur yang juga sangat penting dicantumkan dalam
perencanaan makro, perkiraan kebutuhan investasi ini nantinya akan dijadikan sebagai
dasar untuk penyusunan rencana investasi baik secara menyeluruh maupun sektoral.
Di samping itu, perkiraan kebutuhan investasi ini dapat pula dijadikan sebagai dasar
untuk penyusunan dokumen rencana pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) untuk
daerah bersangkutan.
Selanjutnya kebutuhan investasi secara total tersebut dapat pula dibagi menjadi
kebutuhan investasi pemerintah serta swasta dan masyarakat dengan mempedomani
proporsi rata-rata realisasi investasi dimasa lalu. Proporsi investasi yang dibutuhkan
untuk sektor swasta dapat diperkirakan dengan mempedomani data realisasi
penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) yang

18
tersedia. Sedangkan perkiraan kebutuhan investasi masyarakat pada dasarnya adalah
residual dari perkiraan total investasi dikurangi dengan perkiraan investasi pemerintah
dan swasta karena data-data untuk jenis ini biasanya tidak tersedia.
Strategi Dan Kebijakan Pembangunan Daerah
Salah satu aspek penting yang perlu dibahas dalam perencanaan makro adalah
menyangkut dengan strategi dan kebijakan pembangunan daerah yang dipilih sebagai
landasan dasar perencanaan pembangunan daerah bersangkutan. Sesuai dengan
Undang-undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), pemilihan
strategi dan kebijakan pembangunan daerah ini harus sesuai dengan visi dan misi
pembangunan dari kepala daerah terpilih. Alasannya adalah karena visi dan misi dari
kepala daerah terpilih tersebut pada dasarnya merupakan janji yang telah disepakati
dan menjadi harapan umum bagi masyarakat setempat.
Namun demikian, perumusan strategi dan kebijakan pembangunan daerah yang baik
juga jangan sampai terpengaruh oleh slogan-slogan politik yang terdapat dalam
masyarakat seperti Ekonomi Terpimpin, Ekonomi Pancasila atau Ekonomi
Kerakyatan dan lain-lainnya. Sebaiknya perumusan strategi dan kebijakan
pembangunan tersebut harus juga dilandasi oleh prinsip dan konsep ilmu yang jelas
dan telah teruji kebenarannya. Berkaitan dengan hal ini, landasan teoritis yang
digunakan juga harus sesuai dengan Ilmu ekonomi Regional (Regional Economics)
yang mempertimbangkan aspek ruang (wilayah) secara konkret dalam analisisnya.
Perencanaan Sektoral
Perencanaan sektoral adalah perencanaan yang ruang lingkupnya hanya untuk satu
bidang atau sektor pembangunan tertentu saja, misalnya pertanian, pendidikan,
kesehatan dan lain-lainnya. Perencanaan yang demikian dapat muncul sebagai bagian
dari sebuah dokumen perencanaan pembangunan daerah tertentu seperti RPJMD atau
disusun khusus untuk atau dinas instansi atau SKPD tersendiri yang lazim dikenal
dengan nama rencana strategis satuan kerja perangkat daerah (Renstra SKPD ) yang
disusun untuk periode 5 tahun. Sedangkan pada tingkat nasional, perencanaan sektoral
ini muncul dalam bentuk renstra kementerian dan lembaga (renstra KL).
Perencanaan Wilayah (Regional)
Perencanaan wilayah (regional) pada dasarnya adalah ruang lingkup dan bentuk
perencanaan pembangunan yang didalamnya terdapat unsur tata-ruang dan lokasi
kegiatan ekonomi dan sosial secara terintegrasi. Jenis perencanaan ini sering kali pula
disebut dengan Spatial (Regional Development Planning) di mana seluruh unsur dan

19
variabel pembangunan dirinci menurut aspek ruang dan lokasinya. Sasaran utama
perencanaan ini adalah menyusun strategi, kebijakan dan program pembangunan
dengan memanfaatkan potensi wilayah dan keuntungan lokasi yang terdapat di daerah
bersangkutan dan daerah tetangganya. Biasanya aspek tata-ruang dan lokasi ini
ditampilkan dalam rencana pembangunan wilayah dengan menggunakan peta dalam
berbagai skala.
Perencanaan proyek (kegiatan)
Perencanaan proyek (kegiatan) adalah perencanaan yang khusus disusun untuk
pembangunan suatu proyek atau kegiatan tertentu, misalnya pembangunan jalan,
pembangkit tenaga listrik, sekolah, rumah sakit dan lain lainnya. Perencanaan proyek
ini sangat penting artinya bila kegiatan yang akan dibangun mencakup nilai yang
cukup besar sehingga perencanaannya perlu dibuat secara baik, teliti, dan rinci untuk
menghindari kesalahan dalam pelaksanaan pembangunan proyek tersebut nantinya.
Konsep ilmiah tentang perencanaan proyek ini sebenarnya sudah lama berkembang
Teknik dan metode yang digunakan dalam penyusunan rencana dan evaluasi proyek
tersebut adalah analisis biaya dan manfaat 9cost benefit analysis) yang ditimbulkan
dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan proyek yang bersangkutan. Untuk
keperluan penyusunan perencanaan proyek ini, terlebih dahulu perlu ditetapkan
deskripsi rinci dari kegiatan yang akan dilakukan tersebut termasuk umur proyek
tersebut.
E. Bab 5 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Dan Daerah
Memperhatikan pengalaman masa lalu dan perkembangan yang terjadi di Indonesia
dewasa ini, terlihat adanya beberapa permasalahan pokok dalam perencanaan
pembangunan di Indonesia. Permasalahan ini timbul baik dalam penyusunan rencana,
maupun dalam pelaksanaannya. Permasalahan pertama adalah adanya perubahan yang
cukup fundmental. tentang ketentuan Majelis Permusyarwaratan Rakyat (MPR) yang
semula salah satu tugasnya adalah menyusun Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Permasalahan berikutnya adalah masih sangat dirasakan adanya "ego
sektoral" antara para aparat pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan.
Masing-masing dinas dan instansi cenderung mengatakan tugas dan fungsinyalah
yang terpenting dalam kegiatan pembangunan. Permasalahan selanjutnya yang juga
sangat dirasakan sampai saat ini adalah kurang terpadunya antara perencanaan dan
penganggaran. Tidak hanya itu, tetapi kekurangterpaduan ini juga dirasakan antara
perencanaan dan pelaksanaan serta pengawasan. Terakhir, permasalahan yang sampal

20
saat ini masih belum dapat dipecahkan adalah belum optimalnya dimanfaatkan peran
serta masyarakat dalam proses penyusunan rencana pembangunan sehingga
kebanyakan perencanaan yang disusun masih bersifat "Top-down Planning".

Tidak dapat disangkal bahwa pembangunan suatu daerah sangat terkait dengan
pembangunan pada tingkat nasional dan pembangunan antar daerah. Karena itu, untuk
dapat mewujudkan keterpaduan dan sinergitas pembangunan daerah, maka
keterpaduan pembangunan antar daerah merupakan unsur penting yang perlu
dikembangkan. Untuk keperluan ini. SPPN 2004 menggariskan perlunya diciptakan
hubungan yang erat antara penyusunan berbagai dokumen perencanaan, baik antara
pusat dan daerah maupun antar daerah terkait, baik provinsi, kabupaten, dan kota.
Untuk dapat meningkatkan keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran, SPPN
2004 menetapkan perlunya disusun rencana tahunan yang kemudian dijadikan sebagai
dasar penyusunan anggaran, baik RAPBN maupun RAPBD. Di samping itu,
perencanaan tahunan juga berfungsi untuk lebih mengoperasionalkan perencanaan dan
sekaligus untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan situasi dan kondisi
ekonomi dan sosial daerah.

Bentuk konkret dari hasil kegiatan perencanaan pembangunan adalah tersusunnya


dokumen perencanaan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan berlaku. Dokumen
perencanaan ini tentunya berbeda menurut jenis dan cakupan perencanaan yang
bersangkutan. Dalam kaitan dengan hal ini, SPPN 2004 menetapkan adanya lima
dokumen perencanaan pembangunan yang perlu disusun oleh badan perencana, baik
pada tingkat nasional maupun tingkat daerah. Kelima dokumen perencanaan tersebut
adalah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis Institusi
(Renstra SKPD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan Rencana Kerja
Institusi (Renja SKPD).

Di dalam SPPN 2004, upaya untuk meningkatkan keterpaduan dan sinergitas


pembangunan nasional tersebut dilakukan dengan jalan menciptakan keterkaitan
antara dokumen perencanaan pembangunan yang disusun oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, mulai dari RPJP sampai dengan Renja SKPD antara tingkat
nasional dan daerah. Bahkan keterkaitan ini tidak hanya antar dokumen perencanaan,
tetapi sampai kepada dokumen anggaran.

21
F. Bab 6 Perencanaan Pembangunan Dalam Era Otonomi
Pengertian otonomi menyangkut dengan dua hal pokok yaitu : kewenangan untuk
membuat hukum sendiri dan kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka otonomi daerah pada hakikatnya adalah hak
atau wewenang untuk mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom
(Sarundajang, 2000). Hak atau wewenang tersebut meliputi pengaturan pemerintahan
dan pengelolaan pembangunan yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan
daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama
dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di
daerahnya masing-masing.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan
daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama
dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di
daerahnya masing-masing.

Desentralisasi Pembangunan
Didalam pendelegasian kewenangan dalam pengelolaan pembangunan,
Simanjuntak(1999) mengidentifikasi tiga unsur penting dalam konsep otonomi
daerah. Pertama adanya dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) yang berwenang
menentukan pelayanan jasa apa saja yang harus disediakan oleh Pemerintah Daerah
yang bersangkutan dan pengeluaran dana untuk itu. Kedua, adanya kebebasan dan
keleluasaan pemerintah daerah untuk menetapkan bentuk organisasi pemerintahan
yang diperlukan dan merekrut sendiri pegawai sesuai kebutuhan daerahnya. Ketiga,
adanya sumber sumber pendapatan yang dikuasai oleh Pemerintah daerah, tetapi ini
tidak berarti bahwa daerah tidak memerlukan subsidi dari pemerintah pusat untuk
menggerakkan kegiatan pembangunan di desanya

Desentralisasi Fiskal
Undang undang No 32 tahun 2004 melakukan desentralisasi fiscal dimana pemerintah
daerah diberikan wewenang pengelolaan pengeluaran keuangan yang lebih besar

22
sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerah. Desentralisasi fiskal tersebut mencakup
pemberian wewenang yang lebih besar kepada daerah dalam mengelola pengeluaran
dan pemasukan pemerintah sesuai dengan ketentuan berlaku. Sesuai dengan pedoman
operasional, pemerintah daerah mengeluarkan pula 5 buah PP baru pada akhir tahun
2000 yang lalu. Dengan dilakukannya desentralisasi fiskal tersebut diharapkan
pemanfaatan dana pemerintah akan menjadi lebih terarah dan efisien dengan
memperhatikan kebutuhan masing masing daerah

a. Reorientasi Perencanaan Pembangunan Daerah


Tidak dapat dielakkan, pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
selanjutnya akan memengaruhi pula orientasi perencanaan pembangunan daerah.
Perubahan orientasi perencanaan tersebut meliputi arah, system, kegiatan maupun
peranan kelembagaan perencanaan daerah

1. SistemPerencanaan Pembangunan Daerah

Karena dalam era otonomi, campur tangan pemerintah pusat menjadi semakin
berkurang dan daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola
pembangunan didaerahnya masing masing, maka system perencanaan pembangunan
daerah yang semula lebih bersifat sektoral kemudian berubah menjadi bersifat
regional.

Pada otonomi daerah dalam kerangka NKRI ini, kewenangan tidak diberikan secara
keseluruhan kepada daerah, tetapi dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Daerah kabupaten atau kota
diberikan kewenangan yang lebih besar yaitu selain kewenangan pusat dan provinsi ,
ini berarti bahwa otonomi daerah sebenarnya menitikberatkan pada kabupaten dan
kota dalam rangka lebih mendekatkan pemerintahan dengan rakyat yang dipimpinnya.

2. Penerapan Konsep Wilayah Pembangunan

Dalam era otonomi daerah, penerapan konsep perencanaan wilayah semakin intensif
dilakukan, seyogyanya penggunaan konsep wilayah pembangunan akan semakin
diperlukan. Dalam PROPEDA Provinsi Sumatera Barat 2001-2005 di tetapkan 7
wilayah pembangunan dengan memperhatikan lebih banyak struktur dan fungsi
wilayah serta potensi social ekonomi wilayah yang bersangkutan. Dalam hal ini

23
pengelompokan wilayah pembangunan didasarkan pada dua kriteria utama yaitu : a.
kesamaan kondisi social ekonomi wilayah, b. keterkaitan social ekonomi antar daerah
dalam wilayah yang bersangkutan. Dengan adanya perubahan tersebut diharapkan
penetapan wilayah pembangunan akan menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan
penyusunan perencanaan wilayah.

3. Penetapan Program danKegiatan Pembangunan Daerah

Proses penetapan program dan kegiatan pembangunan daerah yang akan dibiayai dan
dilaksanakan pada setiap tahun anggaran dilakukan penilaian dan penyeleksiannya
melalui Rapat Koordinasi Pembangunan (RAKORBANG) yang dimulai dari tingkat
pemerintahan paling bawah yaitu desa. Pada RAKORBANG ini dibahas usulan
proyek baik dari dinas dan instan maupun dari masing masing daerah. BAPPEDA
melakukan penilaian dan seleksi terhadap usulan proyek tersebut dengan
memperhatikan kesesuaian dengan arah dan prioritas pembangunan sebagaimana
tertera dalam rencana tahunan yang telah disusun semula.

4. Peranan BAPPEDA

Kenyataan umum yang terjadi adalah bahwa jumlah dan kualitas tenaga perencanaan
yang ada di BAPPEDA ternyata masih sangat kurang dibandingkan kebutuhan. Hal
ini terutama sangat dirasakan pada BAPPEDA pada tingkat kabupaten atau kota.
Karena itu, terobosan yang cukup penting perlu dilakukan untuk meningkatkan
jumlah dan kualitas tenaga perencana pada semua BAPPEDA yang ada
didaerah.Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN 2004) pada dasarnya dikeluarkan pemerintah untuk
memperbaiki berbagai kelemahan perencanaan pembangunan yang dirasakan di masa
lalu.

Keterpaduan dan Sinergi Pembangunan


Tujuan utama SPPN 2004 adalah untuk meningkatkan kembali koordinasi
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Koordinasi tsb baik antara perencanan
nasional dan daerah, antar masing masing daerah serta masing masing instansi
pemerintah yang terkait. Koordinasi pembangunan jangka panjang nasional dilakukan
melalui penyusunan Rencana Pembangunan jangka panjang Nasional untuk periode
20 tahun RPJP Nasional ini diberikan visi, misi, dan arah pembangunan secara

24
nasional yang merupakan penjabaran dari tujuan terbentuknya pemerintahan negara
Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945.

Perencanaan Wilayah dan Perencanaan Institusi


Beberapa tahun yang lalu, para ahli perencanaan maupun ilmuwan dibingungkan
dnegan keluarnya dua buah instruksi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untk menyusun perencanaan jangka menengah bagi daerahnya masing-masing.
Meneteri perencanaan pembangunan nasional sebagai otoritas perencanaan
mengisntruksikan pemerintah daerah untuk menyusun Program Pembangunan Daerah
(PROPEDA) sebgai pasangan dari program Perencanaan Pembangunan Nasional
(PROPENAS). Sedangkan meneteri dalam negeri mengeluarkan pula instruksi kepada
pemerintah daerah untuk menyusun rencana strategis daerah. Karena kedua instruksi
ini datang dari pemerintah pusat, maka pemerintah daerah tidka mau mengambil
resiko sehingga dalam praktiknya kedua dokumen perencanaan ini disusun oleh
semua pemerintah daerah baik pada tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Namnun
demikian, pada waktu itu, sebenarnya tidak terlalu elas apa perbedaan prinsip antara
kedua dokumen perencanaan jangka menengah tersebut.

Koordinasi dan Penyerapan Partisipasi Masyarakat


Sesuai dengan amanat SPN 2004, Musyawarah Rencana Pembangunan
(MUSRENBANG) mempunyai dua fungsi utama. Pertama, sebagai alat untuk
melakukan kordinasi penyusunan perencanaan pembangunan antar berbagai pelaku
kegiatan pembangunan. Tujuan koordinasi ini jelas adalah untuk dapat mewujudkan
kegiatan pembangunan yang terpadu dan saling mennjang satu sama lainnya sehingga
proses pembangunan akan menjadi lebih efisien dan efektif. Kedua, sebagai alat untuk
menyerap partisipasi masyarakat dalam penyusunan perencanaan dengan
mengikutsertakan berbagai tokoh masyarakat, cerdik panadi, alim ulama, dan pemuka
adat. Tujuan utama dalam hal ini adalahagar perencanaan yang disusun dpaat
disesuaikan dengan aspirasi masyarakat umum sehingga dukungan masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan akan dapat dioptimalkan. Ini berarti bahwa
MUSRENBANG juga berfungsi sebagai alat untuk dapat mewujudkan sistem
perencanaan partisipatif (Participatory Planning) yang merupakan salah satu bentuk
dari penerapan prinspin demokrasi dlaam pelaksanaan pembangunan.

25
Perencanaan Tahunan
Keluhan umum yag selama ini terdengar dari kalangan birokrat khususnya dan
masyarakat pada umumnya adala bahwa perencanaan yang telah dibuat oleh Badan
Perencanaan pada umumnya kurang operasional sehingga sukar dapat dilaksanakan
dengan baik dalam praktik. Akibatnya, apa yang sudah direncanakan belum tentu
dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Di samping itu, terdengar pula
kekecewaan bahwa sering kali perencanaan yang dibuat sudah tidaks esuai lagi
dengan perkembangan situasi dan kondisi sosial ekonomi yang terdapat pada
pelaksanaan kegiatan. Ha ini terjadi karena situasi dan kondisi sosial ekonomi dewasa
ini sering berubah dnegan cepat sesuai dengan dinamika yang terjadi dalam
masyarakat. Kedua permasalahan ini adalah snagat penting dan mendasar sehingga
perlu dipecahkan segera, karena kalau tidak, maka kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan tidak akan dapat memecahkan masalah rill yang dialami oleh
masyarakat, dan hal ini tentunya tidak diinginkan.

Perencanaan dan Penganggaran


Literatur peencanaan pembangunan umumnya berpendapat bahwa rencana
pembangunan akan terjamin pelaksanaanyya dalam praktik bilamana terdapat
dukungan anggaran yang jeas dan cukup nilainya. Dengan kata lain, untuk
terlaksananya sebuah rencana perlu diwujudkan keterpaduan dalam sistem Planning,
programming, dan Budgeting System (PPBS). Bila antara perencanaan, penetapan
program pembangunan dan penyusunan anggaran pembangunan tidak terdapat
konsistensi dan keterpaduan , maka apa yang direncanakan akan tidak sama dengan
apa yang dapat dilaksanakan di lapangan. Hal ini tentunya sangat tidak diinginkan
karena kegiatan pembangunan akan menjadi tidak terarah dan tidak efisien dan hal ini
jels tidak sesuai dengan keinginan masyarakat secara umum.

Kelemahan SPPN 2004


Namun demikian, SPPN sendiri sebenarnya juga tidak luput dari kekurangan dan
kelemahan. Kelemahan utama dari SPPN2004 ini adalah bahwa sistem perencanaan
pembangunan ini ternyata kurang mempertimbangkansecara eksplisit aspek-aspek
tata-ruang dan pembangunan wilayah dalam penyusunan dokumen perencanaan
pembangunan. Aspek perencanaan wilayah yang terdapat di dalamnya hanyalah
berkaitan dengan wilayah administratif seperti provinsi, kabupaten, dan kota.

26
Sedangkan pengertian wilayah dalam perencanaan pembangunan sebenarnya lebih
luas dari wilayah administratif tersebut.
Perencanaan wilayah diperlukan untuk dapat mewujudkan perencanaan pembangunan
yang terpadu fan bersinergi baik antar sektor maupun antar ilayah. Untuk dapat
mewujudkan keterpaduan pembangunan dengan aspek wilayah maka upaya praktis
yang dapat dilakukan adalah dengan jalan memadukan atau mengintegrasikan antara
dokumen perencanaan pembangunan seperti RPJP,RPJM, dan RKPD dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang umumnya telah terdapat di masing-masing
daerah.

b. Komplikasi Otonomi Terhadap Perencanaan Pembangunan Daerah


Setelah sistem perencanaan pembangunan nasional sesuai Undang-undang Nomor 25
tahun 2004 efektif dilaksanakan sejak tahun 2005 yang lalu, maulai dirasakan adanya
berbagai komplikasi dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah yang
disebabkan oleh pelaksanaan demokratisasi dan otonomi daerah. Penerapan proses
demokratisasi menyebabkan penyusunan rencana pembangunan harus dilakukan
dengan lebih memperhatikan keingnan dan aspirasi masyarakat yang sering kali
berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Sedangkan penerapan otonomi
daerah memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah untuk
menentukan arah dan kebijakan pembangunan untuk daerahnya maisng-masing.
Kedua hal ini menyebabkan timbulnya variasi yang sangat besar dalam penyusunan
perencanaan pembangunan di masing-masing daerah. Sementara itu, penerapan sistem
pemilihan kepala Daerah (PILKADA) cenderung menyebabkan arah pembangunan
daerah menjadi sangat bervariasi sesuai dengan visi dan misi kepala daerah terpilih.
Kesemuaannya ini menyebabkan koordinasi dan konsistensi dalam penyusunan
perencanaan pembangunan daerah secara nasional menjadi sangat sulit dilakukan.
1. Konsistensi Visi dan Misi Pembangunan Daerah
2. Ketidaksinkronan Jadwal Waktu Perencanaan
3. Inkonsistensi Antar Dokumen Perencanaan

G. Bab 7 Perencanaan dan Pelaksanaan


Buruknya sebuah perencanaan pembangunan sangat ditentukan oleh seberapa jauh
perencanaan tersebut dapat dilaksanakan dalam praktik. Suatu perencanaan
pembangunan dikatakan baik dan berkulitas bilamana rencana yang telah disusun

27
tersebut dapat terlaksana dan berjalan dengan baik walaupun secara teknis dan
akdemik tidak terlalu istimew. Sedangkan suatu perencanaan dikatakan kurang baik
bahkan buruk bilamana rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan dalam praktik,
walaupun secara teknis dan akademis sangat menonjol.
Kenyataan dalam sejarah menunjukkan bahwa Indonesia sudah sejak lama
menerapkan sistem perencanaan pembangunan, yaitu mulai tahun 1957 yang lalu
ketika pemerintah Indonesia meresmikan penerapan dari sistem Perencanaan
Pembangunan dalam mendorong proses pembangunan nasional. Kemudian secara
lebih intensif dan berkelanjutan sistem perencanaan pembangunan ini juga diterapkan
dalam masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soehato sejak tahun 1969
ketika pelaksanaan RmanaPembangunan Lima Tahun (REPELITA) yang berjalan
selama 30 tahum Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa pembangunan
Indonesia. baik Secara nasional maupun daerah masih tetap saja ketinggalan
dibandingkan dengan negara tetangga yang sama misalnya Malaysia.

a. Persyaratan untuk Terjaminnya Pelaksanaan Rencana


Untuk dapat lebih terjaminnya pelaksanaan suatu perencanaan pembangunan
diperlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut antara lain
adalah: (a) Perencanaan harus berorientasi pada pelaksanaan dan tidak “window
dressing”; (b) Perencanaan tersebut harus dapat selalu disesuaikan dengan perubahan
kondisi sosial ekonomi; (c) Menjaga keterkaitan antara perencanaan dan
penganggaran; (d) Mengembangkan kapasitas dan kualitas tenaga perencana; dan (e)
Melakukan optimalisasi peran serta masyarakat. Berikut ini diberikan uraian lebih
lanjut dari ketiga aspek tersebut.
1. Perencanaan Harus Berorientasi Pada Pelaksanaan

Untuk dapat mewujudkan perencanaan pembangunan yang berorientasi pada


pelaksanaan, maka hal pertama yang perlu diusahakan antara lain adalah perlunya
dukungan elite politik yang terdapat di daerah bersangkutan. Elite politik tersebut
meliputi pimpinan daerah, pimpinan dinas dan instansi, serta anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. Alasannya jelas karena para elite politik
inilah yang mengambil keputusan tantang kebijakan. program dan kegiatan
pembangunan pada daerah bersangkutan. Dengan demikian, bila para elite politik ini
mempunyai komitmen yang 'kuat, maka pelaksanaan perencanaan pembangunan akan

28
dapat terjamin dan demikian pula sebaliknya bilamana komitmen elite politik tersebut
sangat rendah atau tidak ada sama sekali.

2. Perlu Adanya Stabilitas Politik

Terdapatnya stabilitas politik, baik pada tingkat nasional maupun daerah: merupakan
unsur lain yang diperlukan untuk dapat terjaminnya pelaksana suatu perencanaan
pembangunan. Misalnya bila tiba-tiba terjadi petukaran pemerintahan atau kepala
daerah sebelum periode perencanaan berakhir, maka hal ini dapat mengancam
kelanjutan pelaksanaan perencanaan tersebut, Kondisi ini dapat terjadi karena besar
kemungkinan elite pemerintahan dan kepala daerah baru mempunyai pandangan lain
dalam perencanaan Pembangunan daerah bersangkutan. Hal yang demikian juga dapat
terjadi bilamana terjadi huru hara besar dan bahkan peperangan yang dapat
menyebabkan terhentinya kegiatan pembangunan pada daerah bersangkutan.

3. Perencanaan ltu Sendiri Harus Layak Secara Teknis

Kelayakan teknis pertama yang perlu diperhatikan adalah menyangkut dengan data-
data yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan rencana tersebut. Bila data-data
yang digunakan tidak cukup akurat, maka besar kemungkinan perencanaan yang
disusun juga menjadi salah sehingga tidak mungkin dapat dilaksanakan. Dalam hal
ini, perencana harus selalu hati-hati dalam menggunakan data, walaupun berasal dari
instansi resmi seperti Badan Pusat Statistik (BPS) atau laporan dan informasi dari
dinas dan instansi pemerintah. Kemampuan perencana dalam menilai kebenaran data
akan turut pula menentukan kelayakan teknis perencanaan bersangkutan.

Kelayakan teknis lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah menyangkut dengan
kualitas tenaga perencana yang menyusun dokumen perencanaan tersebuti Suatu
dokumen perencanaan pembangunan akan terjamin kelayakannya bilamana disusun
oleh tenaga-tenaga perencana yang berkualitas, profesional” dan sudah mempunyai
pengalaman yang cukup. Kenyataan menunjukkan bahwa tenaga perencana yang
demikian masih Sangat terbatas pada badan perencana di daerah, khususnya
kabupaten dan km Karena itu, secara bertahap Bappeda perlu memperbanyak aparatur
yang berstatus sebagai Jabatan Fungsional Perencana (JFP).

4. Kemampuan Administrasi Daerah Bersangkutan

29
Kemampuan administrasi daerah tersebut ditentukan oleh berbagai faktor. Pertama,
kualitas aparatur yang melaksanakan administrasi tersebut baik tingkat pendidikan
dan pengalaman serta termasuk moral yang dimiliki. Kedua, kepatuhan terhadap
hukum dan ketentuan yang berlaku di bidang administrasi dan kepegawaian. Ketiga,
ketersediaan prasarana seperti gedung clan kantor dan sarana seperti peralatan serta
teknologi informasi yang dumhki oleh kantor tersebut. Keempat, keseriusan dan
komitmen yang tinggi dan punpinan daerah yang akan mengarahkan dan mengawasi
pelaksanaan administrasi gembangunan tersebut.

5. Melakukan Penyesuaian Rencana (Planning Adjustment)

Persyaratan selanjutnya yang diperlukan untuk dapat menjamin pelaksanaan dari


rencana tersebut adalah bahwa perencanaan tersebut harus selalu dapat disesuaikan
dengan perubahan situasi dan kondisi daerah bersangkutan. Hal ini diperlukan
mengingat kondisi sosial ekonomi dan politik daerah selalu mengalami perubahan
yang cukup drastis. Di samping itu, undang-undang dan peraturan berlaku serta
kebijakan nasional juga sering berubah yang otomatis mempengaruhi kondisi daerah.
Akibatnya perubahan tersebut, dokumen perencanaan yang sudah disusun dan
ditetapkan sebelumnya menjadi tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi daerah
dewasa ini.Penyesuaian rencana tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
melalui revisi perencanaan (Mid-term Review) setelah menjalani suatu periode
tertentu dan menyusun rencana tahunan (Annual Plan) secara rutin setiap tahunnya.

6. Menjaga Konsistensi Perencanaan dan Penganggaran

Untuk dapat menjaga konsistensi antara perencanaan dan penganggaran Undang-


Undang Nomor 17 Tahun 2003 tersebut di atas juga mengamanatkan bahwa anggaran
pembangunan yang disusun oleh pemerintah pusat dan daerah haruslah dalam bentuk
Anggaran Kinerja (Performance Budget). Dalam hal ini besarnya alokasi anggaran
didasarkan pada target kinerja dari SKPD bersangkutan serta program dan kegiatan
yang akan dilakukan. Dengan cara demikian, pengalokasian anggaran pembangunan
daerah akan dapat menjadi lebih terarah dan efisien serta dapat menjamin pelaksanaan
program dan kegiatan yang telah direncanakan semula oleh SKPB bersangkutan.

7. Optimalisasi Peran Serta Masyarakat

30
Optimalisasi peran serta masyarakat juga dapat berperan untuk lebih menjamin
terlaksananya perencanaan bersangkutan. Alasannya adalah karena bilamana
perencanaan tersebut dilakukan sesuai dengan aspirasi masyarakat umum, maka
kemungkinan protes dari masyarakat akan sangat kecil. Dalam hal ini rasa memiliki
masyarakat terhadap proyek-proyek pemerintah akan dengan sendirinya muncul dan
mereka akan cenderung mendukung pelaksanaan program dan proyek-proyek
pemerintah daerah Di samping itu, masyarakat juga akan senang dengan apa yang
dilakukan oleh pemerintah daerah sehingga mereka akan cenderung tidak
menghalangi pelaksanaan proyek-proyek pemerintah yang berada di daerah tempat
tinggalnya, Bila hal ini dapat diwujudkan, maka pelaksanaan perencanaan
pembangunan dalam masyarakat akan menjadi lebih terjamin.

8. Melakukan Monitoring dan Evaluasi

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem perencanaan


Pembangunan Nasional, tugas badan perencana bukanlah terbatas hanya pada
penyusunan dan penetapan dokumen perencanaan pembangunan saja, tetapi juga
mencakup kegiatan monitoring (pengendalian) dan evaluasi. Dalam praktiknya kedua
kegiatan ini sering kali disatukan yang lazim dikenal dengan istilah Monitoring and
Evaluation (MONEV). Kedua kegiatan ini sangat penting dilakukan untuk dapat
menjamin agar apa yang telah direncanakan semula akan dapat dilaksanakan secara
baik di lapangan, sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat.

b. Kegagalan Teknis Perencanaan


Sebagaimana disinggung pada permulaan dari bab ini bahwa kegagalan pelaksanaan
rencana dapat terjadi karena dokumen perencanaan yang telah disusun dan ditetapkan
tersebut secara teknis sebenarnya kurang layak Akibatnya pelaksanaan dari rencana
pembangunan tersebut cenderung akan mengalami berbagai kesulitan dan kendala di
lapangan karena tidak sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang terjadi dalam
masyarakat daerah bersangkutan. Analisis kegagalan rencana ini didasarkan pada
pengalaman penyusunan rencana yang terdapat di Sumatera Barat khususnya dan
Indonesia pada umumnya. Secara umum terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kegagalan rencana (Planning Failure) tersebut. Faktor-faktor tersebut antara
lain adalah
1. Dualisme Pola Penyusunan dan Penetapan Rencana

31
2. Arah Pembangunan Daerah Kurang Realistis
3. Kelemahan Teknis Penyusunan Rencana
4. Keterbatasan Data Statistik Tersedia
5. Kurang Terpadunya Perencanaan dan Penganggaran
6. Adanya Goncangan Perekonomian dan Bencana Alam
7.. Struktur Badan Perencana Pembangunan Daerah

c. Kegagalan Pelaksanaan Rencana


Akan tetapi, walaupun secara teknis, dokumen perencanaan yang disusun sudah
cukup layak, namun demikian pelaksanaannya dalam masyarakat masih mungkin
dapat mengalami kegagalan karena banyaknya kelemahan dan kendala yang terdapat
pada pemerintah tersebut sebagai aparat pelaksana dari perencanaan pembangunan
daerah tersebut. Dengan kata lain, hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan
perencanaan tersebut adalah disebabkan oleh karena kegagalan pemerintah daerah
bersangkutan (Government Failures) dalam mengelola kegiatan pembangunan di
daerahnya masing-masing. Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan pemerintah tersebut. kegagalan pemerintah tersebut.
1. Kurangnya Dukungan Elite Politik Berkuasa
2. Kurang Sempurnanya Penyusunan Anggaran Kinerja
3. Kurang Optimalnya Pemanfaatan Partisipasi Masyarakat
4. Kebiasaan Melakukan KKN

H. Bab 8 Teknik Indikator Pembangunan Daerah


Suatu dokumen perencanaan pembangunan daerah yang baik adalah bilamana bersifat
konkret, jelas faktor penemunya dan terukur. Sifat yang demikian sangat diperlukan
supaya perencanaan pembangunan yang disusun mempunyai indikator yang jelas,
sasaran dan target yang konkret, kebijakan yang tegas serta mudah dilaksanakan
dalam praktiknya. Untuk keperluan ini, diperlukan analisis data secara kuantitatif
dengan menggunakan metode atau teknik matematik dan statistik yang tidak harus
terlalu tinggi dan rumit. tetapi cukup yang sederhana saja dan mudah dimengerti oleh
publik. Akan tetapi. bila perencanaan hanya dilakukan secara kualitatif dan normatif
saja. maka perencanaan tersebut menjadi tidak konkret dan tidak terukur sehingga
penyusunan anggaran serta monitoring dan evaluasi terhadap keberhasilan
pelaksanaan rencana tersebut menjadi sulit dilakukan. Indikator pembangunan daerah

32
ini pada dasarnya merupakan indikasi atau tanda-tanda umum tentang kondisi dan
perkembangan dari sesuatu aspek pembangunan daerah. Indikator pembangunan
daerah tersebut terdiri dari Indikator Ekonomi daerah dan Indikator Kesejahteraan
Sosial.

a. Indikator Ekonomi Daerah


1. Struktur Ekonomi Daerah

Analisis tentang struktur ekonomi daerah diperlukan dalam penyusunan perencanaan


pembangunan daerah sebagai dasar untuk menentukan arah umum pembangunan
daerah. Bila struktur perekonomian suatu daerah didominasi oleh kegiatan pertanian
(agraris), maka arah pembangunan juga disesuaikan dengan struktur perekonomian
daerah tersebut. Demikian pula sebaliknya bilamana struktur perekonomian suatu
daerah sudah mulai didominasi oleh sektor industri atau jasa, maka kebijakan
pembangunan daerah juga harus difokuskan pada kegiatan tersebut.

2. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi daerah pada dasarnya adalah peningkatan kegiatan produksi


secara riil (tidak termasuk kenaikan harga), baik dalam bentuk barang maupun jasa,
dalam periode tertentu. Karena itu, pengukuran tingkat pertumbuhan ekonomi daerah
dapat dilakukan dengan menghitung peningkatan nilai PDRB pada tahun tertentu ke
tahun berikutnya. Untuk menghindarkan kenaikan harga dalam perhitungan, maka
data yang digunakan sebaiknya adalah PDRB dengan harga konstan dan bukan
dengan harga berlaku. Perhitungan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah dapat
dilakukan dalam bentuk perkiraan laju pertumbuhan ekonomi tahunan atau untuk
periode waktu tertentu.

3. Tingkat Kemakmuran Ekonomi Daerah

Indikator ekonomi daerah berikutnya yang juga sangat penting dalam proses
pembangunan daerah adalah menyangkut dengan tingkat kemakmuran ekonomi
daerah. Tingkat kemakmuran ini sering kali pula disebut sebagai tingkat kemakmuran
kasar karena hanya memuat aspek ekonomi saja, sedangkan aspek kemakmuran
lainnya yang menyangkut bidang sosial belum termasuk di dalamnya. Namun

33
demikian, tingkat kemakmuran ekonomi tersebut dewasa ini lazim dipakai sebagai
ukuran kemakmuran masyarakat, baik pada tingkat nasional maupun daerah.

b. Indikator Kesejahteraan Sosial

Indikator pembangunan daerah lainnya yangjuga tidak kalah pentingnya dalam


penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah adalah Indikator
Kesejahteraan Sosial. Indikator ini pada dasarnya memberikan indikasi tentang
peningkatan kesejahteraan sosial yang dapat dicapai oleh suatu daerah dalam periode
tertentu. Termasuk ke dalam Indikator Kesejahteraan Sosial ini adalah Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Index, HDI), Koefisien Gini (Gini
Ratio) yang merupakan ukuran distribusi pendapatan (Income Distribution), T ingkat
Kemiskinan (Poverty Rate), dan Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate).

I. Bab 9 Teknik Perencanaan Regional


Dalam menyusun dokumen perencanaan pembangunan daerahyang baik, diperlukan
beberapa teknik analisis khusus di bidangperencanaan regional. Alasannya adalah
bahwa teknik perencanaanyang biasanya dipakai dalam penyusunan perencanaan
pembangunan nasionalbanyak yang tidak sesuai dengan kondisi dan struktur
pembangunan daerahdi mana aspek ruang (space) dan perbedaaan potensi
pembangunan antarwilayah merupakan unsur sangat penting Pengertian regional di
sini adalahwilayah administratif dalam suatu negara (subnation) yang meliputi
provinsi,kabupaten, dan kota. Teknik analisis regional menjadi penting karena
jumlahprovinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia dewasa ini mencapai lebih dari 500.
Bab ini membahas beberapa teknik analisis regional yang banyak terpakaidalam
penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Dengan menggunakanteknik
perencanaan regional ini diharapkan penyusunan rencana menjadilebih tepat dan
terarah. Teknik analisis regional yang banyak terpakai dalampenyusunan perencanaan
pembangunan daerah antara lain adalah: ProdukDomestik Regional Bruro(PDRB),
Koefisien Lokasi (Location Quotient), AnalisisShift-Share, Ketimpangan
Pembangunan Regional (Regional Disparity), KlassenTypology, dan Model Gravitasi.

a. Produk Domestik Regional Bruto

34
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan data
daninformasi dasar tentang kegiatan ekonomi suatu daerah. Secara definitif, PDRB
tersebut pada dasarnya adalah jumlah nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan
pada suatu daerah pada periode tertenru. Dewasa ini, data PDRBseluruh daerah
provinsi. kabupaten, dan kota diini sudah tersedia dihampirIndonesia yang
dipublikasikan oleh BPS setempat seuap tahunnya. Analisisdan perencanaan
pembangunan yang menyangkut dengan perekonomiandacrah, seperti struktur
perekonomian daerah, pertumbuhan ekonomi dantingkat kemakmuran dacrah,
umumnya menggunakan PDRB ini sebagai datadan informasi dasar.

Secara teoritis, aliran barang dan jasa baik dari segi input maupun outputakan dapat
dilihat melalui bagan alir (Circular Flow) antara perusahaan (firms)sebagai unit
produksi dan rumah tangga (households) sebagai unit konsumsiSeperti terlihatmenuju
firms melalui pasar input (input Market) untuk menawar berbagai jenisfaktor produksi
baik tanah (land), tenaga kerja (labor), modal (capital) dan sifatkewirausahaan
(enterpreneurship). Perusahaan kemudian dapat memanfaatkanfaktor produksi
tersebur untuk melakukan kegiatan produksi sesuai dengankebutuhan pasar Setelah
proses produksi selesai, kemudian barang dan jasahasil produksi tersebut dikirim ke
rumah tangga unruk dikonsumsi melaluipasar output (Output Market) Di sini akan
terlihat dua jenis aliran barang danjasa, yairu dalam bentuk nilaiperusahaan dan nilai
hasil produksi (output) barang dan jasa dari perusahaanke rumah tangga. Oleh karena
unsur harga termasuk dalam perhitungan nilai tambahtersebur maka penyajian tabel
PDRB dapat dilakukan dalam dua bentukyaitu PDRB dengan harga berlaku dan
PDRB dengan harga konstan. PDRBdengan harga berlaku adalah bilamana nilai
tambah tersebut dihitung denganharga pada tahun bersangkutan.

b. Koefisien Lokasi

Dalam melakukan analisis terhadap kondisi umum daerah dan perumusanstrategi


permbangunan yang tepat dan terarah, pertanyaan pokok yang selalumuncul adalah
apa potensi pembangunan utama yang dimiliki oleh daerahbersangkutan. Pertanyaan
ini sangat penting artinya karena anali sis kondisiumum daerah harus dapat
memunculkan analisis tentang potensi utamaekonomi daeralh secara sektoral dan
kalau dapat sampai ke tingkat komoditi.Dengan cara demikian, diharapkan perumusan

35
strategi dan kebijakan tersebutakan menjadi lebih rerarah dan tepat sesuai dengan
potensi yang dimilikioleh daerah bersangkutan.

c. Analisis Shift-Share

Metode Shift-Share adalah salah satu reknik analisis dalam 1lmuEkonomi Regional
yang bertujuan unruk mengetahui faktor-faktor utamayang mempengaruhi dan
menentukan pertumbuhan ekonomi pada suatudaerah Dalam hal ini faktor yang
mempengaruhi tersebut dapat berasal dari Luar daerah maupun dari dalam daerah
bersangkutan sendiri. Faktor luardaerah dapat berasal dari perkembangan kegiatan
ekonomi nasional maupuninternasional yang dapat mempengaruhi karena terdapatnya
hubunganekonomi yang cukup erat dengan perekonomian nasional dan bahkan
jugainternasional Sedangkan faktor yang berasal dari dalam daerah biasanyatimbul
dari struktur perekonomian daerah serta potensi khusus yang dimilikidaerah
bersangkutan (Sjafrizal, 2008 dan 2012)

d. Indeks Ketimpangan Ekonomi Regional

Kenyataan umum hampir di semua negara sedang berkembang, termasukIndonesia,


menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi antar wilayah adalahcukup besar Hal ini
dipicu oleh beberapa hal antara lain: perbedaan potensidaerah yang sangat besar,
perbedaan kondisi demografis dan ketenagakerjaandan perbedaan kondisi sosial
budaya antar wilayah. Di samping itu, kuranglancarnya mobilitas barang dan orang
antar daerah juga turut mendorongterjadinya ketimpangan pembangunan regional
tersebut.Bila ketimpangan ekonomi antar wilayah tersebut cukup besar, maka halini
dapat membawa dampak negatif dari segi ekonomi, sosial, dan politik. Sebagaimana
diungkapkan oleh Sjafrizal (2008), ketimpangan ekonomiantar wilayah yang besar
akan menyebabkan kurang efisiennya penggunaansumber daya yang tersedia dan
mendorong terjadinya ketidakmerataandalam distribusi pendapatan (kemakmuran).
Sedangkan dari segi sosial,ketimpangan pembangunan antar daerah tersebut akan
memicu terjadinyakecemburuan dan keresahan sosial. Bahkan kondisi tersebut
selanjutnya dapatpula mempunyai implikasi politik yang mendorong timbulnya
keinginanmasyarakat dan organisasi politik untuk melakukan pemekaran daerah.
Melihat adanya ketimpangan ekonomi antar wilayah dalam suatu Negaraatau suatu
daerah bukanlah hal yang mudah karena hal ini dapat menimbulkandebat yang

36
berkepanjangan Adakalanya masyarakat berpendapat bahwaketimpangan suatu daerah
cukup tinggi setelah melihat banyak kelomposmiskin pada daerah bersangkutan.

e. Tipologi Klassen

Sebagai implikasi dari perbedaan struktur dan potensi ekonomi wilayah,pertumbuhan


ekonomi masing-masing daerah cenderung sangat bervariasiausama lainnya. Ada
daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomiyang sangat cepat, tetapi ada pula yang
relatif lambat dan bahkan ada pulayang mengalami stagnasi sama sekali. Kondisi
terscbut tentunya akanmempengaruhi pula tingkat kemakmuran masyarakat pada
masing-masingdaerah bersangkutan, ada yang telah berkembang menjadi daerah
maju,daerah sedang berkembang, dan ada pula masih merupakan daerah yangrelatif
masih terbelakang. Dalam melakukan perumusan kebijakan dan program
pembangunandcrah, agar lebih tepat dan terarah, maka perbedaan struktur dan
kondisu pembangunan ekonomi daerah tersebut perlu diperhatikan dengan
cermatkebijakan dan program untuk daerah yang mempunyai pertumbuhan
ekonomicepat tentunya tidak akan sama dengan kebijakan dan program untuk
daerahyang bertumbuh lambat atau bahkan stagnasi. Karena itu,
pengelompokandacrah menurut struktur pertumbuhan dan tingkai pembangunan akan
sangatpenting artinya sebagai dasar pertimbangan dalam perumusan kebijakan
danprogram pembangunan daerahPengelompokan daerah menurut struktur
pertumbuhan dan tingkatpembangunan ini antara lain dapat dilakukan dengan
menggunakan MatrikTipologi Klassen. Dalam hal ini, pengelompokan daerah
dilakukan denganmenggunakan dua indikator utama yaitu: laju pertumbuhan dan
tingkatpendapatan perkapita. Dengan cara demikian, akan terdapat empat
kelompokdaerah yaitu: (1) Daerah Maju (Developed Region) pada kuadran 1 di mana
lajupertumbuhan dan pendaparan per kapita lebih tinggi dari rata-rata (2)
DaerahMaju.

f. Model Gravitasi

Keterkaitan antar wilayah yang biasanya diukur dengan mobiltaorang dan barang
antar daetah merupakan salah satu aspek yang cuipenting dalam analisis perencanaan
pembangunan daerah. Aspek ini perludiperhitungkan karena pembangunan suatu
daerah juga ditenrukan olehketerkaitan dan hubungan ekonomi dan perdagangan
dengan daerah tetanggan berdekatan Di samping itu, keterkaitan antar wilayalh ini

37
juga merupakanaspek penting dalam perencanaan transportasi dengan melihat kepada
jumlahdan frekuensi perjalanan, baik penumpang maupun barang. Untuk dapat
melakukan penaksiran terhadap volume perdagangan sertajumlah dan frekuensi
perjalanan, baik penumpang maupun barang antar-daerah dapat digunakan Model
Gravitasi (Gravity Model). Model ini merupakanaplikasi dari Hukum Gravitasi
Newton dalam llmu Fisika yang mengatakanhahwa "dua masayang berdekatan akan
saling tarik-menarik dan daya tarikmasing masing mas sa adalah sebanding dengan
bobotnya" (Tarigan, 2002).

J. Bab 10 Teknik Analisis Input Dan Output


Kenyataan yang terjadi pada negara maju maupun sedang berkembang, umumnya
menunjukkan bahwa kegiatan sosial ekonomi masyarakat adalah saling berkaitan satu
sama lainnya. Hal ini disebabkan karena berkembangnya suatu kegiatan sosial
ekonomi juga dipengaruhi oleh kegiatan lainnya. Oleh karena itu, tentunya
perencanaan pembangunan daerah yang baik adalah yang bersifat terpadu dengan
kegiatan-kegiatan terkait lainnya. Namun demikian, untuk mewujudkan perencanaan
yang terpadu tersebut tidaklah mudah, karena membutuhkan peralatan analisis
tersendiri. Untuk dapat mewujudkan perencanaan pembangunan terpadu ini, alat
analisis yang lazim digunakan dalam Ilmu Ekonomi adalah Teknik Analisis Input-
Output. Bab ini membahas secara rinci tentang konsep dasar dari teknik analisis
Input-Output yang selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu bentuk teknik
perencanaan pembangunan daerah. Pembahasan dimulai dengan aspek landasan
teoritis yang melatarbelakangi munculnya Analisis Input-Output ini. Kemudian
analisis dilanjutkan dengan penjelasan tentang Teknik Input- Output Nasional yang
mula-mula muncul untuk membahas perekonomian suatu negara.
a. Landasan Teoritis

Untuk dapat mewujudkan titik keseimbangan umum tersebut, buku teks Teori
Ekonomi Mikro umumnya menyatakan bahwa kondisi tersebu akan dapat dicapai
melalui apa yang lazim disebut sebagai Pareto Optimal Condition. Ini adalah suatu
kondisi di mana setiap individu, baik konsumen maupun produsen, tidak dapat lagi
meningkatkan kegiatan ekonominya tanpa merugikan pihak lain. Bilamana seorang
individu masih bisa meningkatkan kegiatannya tanpa merugikan pihak lain, maka
kondi si tersebut belum berada pada titik optimal dan peningkatan kegiatan tersebut
tentunya masih dapat dilakukan dalam rangka mendorong kemakmuran masyarakat.

38
Kerangka dan landasan analisis dari teori Keseimbangan Umum tersebut pada
dasarnya adalah sistem aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen melalui
pasar yang lazim disebut sebagai Circular Flow sebagaimana terlihat pada Gambar 9.1
pada bab terdahulu. Aliran tersebut terjadi tidak hanya untuk barang dan jasa (output),
tetapi juga untuk input baik dalam bentuk tenaga kerja atau modal. Sistem aliran ini
sekaligus menunjukkan bagaimana sebuah sistem perekonomian bekerja dan berkaitan
satu sama lainnya dalam suatu masyarakat.

b. Teknik Analisis Input-Output Nasional


Analisis Input-Output yang pertama diciptakan oleh Wassily Leontief adalah untuk
membahas sistem keterkaitan dalam perekonomian suatu negara (Input-Output
Nasional). Pembahasan dimulai dengan kegiatan produksi yang menghasilkan output
(X) yang akan didistribusikan kepada konsumen untuk.. memenuhi berbagai
kebutuhan dalam perekonomian. Kebutuhan tersebut dapat dalam bentuk input yang
diperlukan untuk kegiatan produksi barang dan jasa lainnya dan baik untuk memenuhi
permintaan akhir (Final Demand Sedangkan permintaan akhir tersebut diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi (C) dan Investasi (I) baik untuk masyarakat
atau pemerintah (C) dan juga untuk keperluan ekspor (E) ke luar daerah atau ke luar
negeri.
Mengikuti Miller and Blair (1985), formulasi Input-Output analisis dimulai dengan
suatu kenyataan umum dalam transaksi ekonomi bahwa hasil produksi (output) dari
suatu kegiatan atau sektor (X) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan input
antara (z) untuk keperluan beberapa kegiatan atau sektor lain yang terkait dan sisanya
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan akhir masyarakat (Final
Demand). Hubungan transaksi ekonomi ini dapat ditulis sebagai berikut:
X1 = zi1+ zi2+……zin + Yi , I = 1,2….n

Unsur z pada ruas kanan persamaan (10.1) lazim dinamakan sebagai jumlah penjualan
ke beberapa sektor terkait (interindustri sales), sedangkan unsur Y jumlah penjualan
untuk memenuhi permintaan akhir. Dengan demikian, persamaan (10.1) menunjukkan
distribusi hasil produksi sektor i.

c. Teknik Input-Output Regional

Karena buku ini khusus membahas tentang Perencanaan Pembangunan Daerah, maka
teknik analisis Input-Output yang relevan adalah Teknik Input- Output Regional yang

39
dapat diterapkan pada tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Secara umum terdapat
dua bentuk teknik Input-Output Regional, yaitu: Model Satu Region (Single Region
Model) dan Model Antar Region (Inter-regional Model). Berikut ini diuraikan
masing-masing bentuk Input-Output regional tersebut.

1. Model Satu Region

Teknik analisis Input-Output regional yang paling sederhana adalah dalam bentuk
Model Satu Region. Dalam hal ini diasumsikan bahwa hanya terdapat satu daerah
(region) dalam perekonomian nasional. Dengan demikian metode perhitungan yang
akan digunakan secara umum adalah sama dengan analisis Input-Output pada tingkat
nasional sebagaimana sudah dijelaskan terdahulu pada bagian 10.2 di atas. Namun
demikian, tentunya koefisien input yang akan dipergunakan tidaklah sama dengan
tingkat nasional.

Penaksiran koefisien Input-Output regional tersebut dapat dilakukan melalui dua cara.
Cara yang paling mudah adalah dengan melakukan penyesuaian (adjustment) terhadap
koefisien Input-Output Nasional yang telah ada. Cara ini juga lazim disebut sebagai
Non Survey Technique karena memang tidak ada dilakukan penelitian untuk
mendapatkan data-data baru pada tingkat regional. Hal ini terpaksa dilakukan karena
pelaksanaan survei untuk penyusunan tabel Input-Output tersebut sangat mahal.

2. Model Input-Output Antar-Daerah

Karena adanya kondisi pembagian daerah administratif dalam negara yang demikian,
maka para ahli telah mengembangkan pula apa yang lazim disebut dengan Model
Input-Output Antar Daerah (Interregional Input-Output Model). Perbedaan prinsipil
dengan Model Satu Region adalah bahwa pada Model Antar-Daerah terdapat interaksi
antar daerah dalam bentuk kegiatan perdagangan antar daerah (Interregional Trade).
Sedangkan pada Model Satu Region, perdagangan keluar dan masuk daerah tersebut
dianggap sebagai kegiatan ekspor dan impor sebagaimana halnya pada Model Input-
Output Nasional.

d. Manfaat Bagi Perencanaan Pembangunan Daerah

Sebagaimana telah disinggung terdahulu bahwa teknik analisis Input- Output sangat
bermanfaat sebagai alat ilmiah untuk membantu menyusun dokumen perencanaan

40
pembangunan, baik nasional maupun daerah. Secara umum terdapat tiga manfaat
utama dari teknik analisis Input-Output terhadap penyusunan dokumen perencanaan
pembangunan. Pertama, dapat mengukur keterkaitan antarsektor baik dalam bentuk
kaitan ke muka (Forward Linkages) dan kaitan ke belakang (Backward Linkages).
Kedua, dapat mengukur dampak perubahan unsur permintaan akhir, baik konsumsi,
investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor-impor terhadap produksi pada masing-
masing sektor. Ketiga, dapat melakukan prediksi pertumbuhan produksi atau ekonomi
menurut sektor untuk beberapa tahun mendatang.

1. Keterpaduan Antar-Sektor

Keterpaduan antarsektor adalah sangat penting dalam perencanaan pembangunan


daerah dalam rangka mewujudkan proses pembangunan yang dapat bersinergi dan
saling menunjang satu sama lainnya. Bila hal ini bisa diwujudkan maka proses
pertumbuhan ekonomi dan proses pembangunan daerah akan menjadi lebih cepat
sehingga sasaran pembangunan secara keseluruhan akan dapat dicapai secara lebih
cepat.

Keterpaduan pembangunan ekonomi tersebut akan dapat diwujudkan melalui


keterkaitan ekonomi antarsektor. Keterkaitan antarsektor tersebut akan dapat
diketahui melalui penggunaan analisis Input-Output. Bila keterkaitan antarsektor
tersebut ternyata cukup tinggi, ini berarti bahwa keterpaduan pembangunan juga akan
cukup baik. Karena itu, untuk mewujudkan kegiatan pembangunan yang terpadu,
maka prioritas sebaiknya diberikan pada sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan
antarsektor yang cukup tinggi dan demikian pula sebaliknya.

2. Analisis Dampak Pembangunan

Analisis dampak terhadap pembangunan, baik nasional maupun daerah, merupakan


manfaat sangat penting dalam penerapan Teknik Analisis Input- Output dalam
penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah. Alasan jelas karena analisis
dampak dapat memberikan perkiraan dari pengaruh atau dampak perubahan unsur
permintaan akhir seperti konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor
serta impor terhadap kegiatan produksi dalam daerah bersangkutan. Dengan demikian,
melalui analisis dampak ini akan dapat diketahui berapa pengaruh kebijakan dan
program pembangunan yang direncanakan terhadap peningkatan produksi yang
merupakan unsur utama dari kegiatan ekonomi dan pembangunan daerah. Sedangkan

41
besarnya dampak tersebut akan sangat tergantung dari angka pengganda (multiplier)
yang dihasilkan oleh Tabel Input-Output bersangkutan.

3. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi

Manfaat lainnya untuk perencanaan pembangunan daerah yang juga dapat diperoleh
melalui pemanfaatan Analisis Input-Output adalah guna membantu penyusunan
peramalan (prediksi) pertumbuhan ekonomi, baik nasional maupun daerah untuk
suatu periode tertentu. Prediksi ini dapat dilakukan dengan mengalikan perubahan dari
keseluruhan unsur permintaan akhir pada periode waktu tertentu dengan angka
pengganda output. Dengan demikian akan dapat diketahui berapa peningkatan jumlah
produksi untuk periode berikutnya sebagai akibat dari peningkatan nilai permintaan
akhir pada tahun mendatang yang dalam bahasa Input-Output dapat ditulis sebagai
berikut:

AX t+k = O AY t+k

di mana t adalah waktu dan k periode waktu peramalan. Sedangkan nilai AY paling
kurang dapat diperkirakan dengan menggunakan teknik prediksi trend sederhana.
Patut dicatat di sini bahwa peramalan (prediksi) yang dapat dilakukan dengan
menggunakan analisis Input-Output ini hanyalah untuk jangka pendek (di bawah 5
tahun). Alasannya adalah karena asumsi yang digunakan dalam anlisis Input-Output
adalah fixed Input Coefisient yang berarti teknologi produksi dianggap tetap. Ini
berarti bahwa untuk jangka panjang (di atas 5 tahun) di mana sering terjadi perubahan
dan kemajuan teknologi (Technological Change), analisis Input-Output tersebut akan
cenderung tidak lagi berlaku. Peramalan yang lebih baik untuk jangka panjang
sebaiknya menggunakan Teknik Analisis Input-Ouput Dinamis (Dynamic Input-
Output Analysis) di mana perubahan teknologi antarwaktu turut dipertimbangkan.

K. Bab 13 Teknik Indikator Kerja


a. Pengertian Indikator Kerja

Dadang Solichin (2008) mengemukakan indikator kinerja (Performance Indicators)


pada dasarnya adalah merupakan alat yang dapat membantu perencana dalam
mengukur perubahan yang terjadi dalam proses pembangunan. Sedangkan indikator
adalah ukuran dari suatu kegiatan dan kejadian yang berlangsung pada suatu negara
atau daerah. Secara lebih spesifik, indikator adalah angka statistik dan hal normatif

42
yang menjadi perhatian para perencana yang dapat membantu dalam membuat
penilaian ringkas, komprehensif, dan berimbang terhadap kondisi atau aspek penting
pada suatu masyarakat.

b. Fungsi dan Manfaat Indikator Kerja

Secara umum, fungsi dan peranan dari indikator kinerja dalam penyusunan dokumen
perencanaan pembangunan daerah meliputi beberapa hal, yaitu diantaranya:

1) Untuk memperjelas tentang: what, how, who and when suatu program dan
kegiatan dilakukan;
2) Menciptakan konsensus yang dibangun oleh pihak yang berkepentingan dengan
pembangunan (stakeholders);
3) Membangun landasan yang jelas untuk pengukuran dan analisis pencapaian
sasaran pembangunan
4) Sebagau alat untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja pembangunan yang telah
dapat dilaksanakan dalam periode waktu tertentu.

c. Jenis Indikator Kerja

Indikator kinerja pembangunan daerah secara umum dapat dibagi atas dua jenis
utama, yaitu Indikator Kinjera Makro dan Indikator Kinerja Program dan Kegiatani.
Indikator Kinerja Makro menyangkut dengan keberhasilan pelaksanaan pembangunan
yang bersifat menyeluruh atau lintas program dalam suatu negara atau daerah tertentu.
Sedangkan Indikator Kinerja Program dan Kegiatan hanyalah menyangkut dengan
keberhasilan pelaksanaan pembangunan pada suatu program, dan kegiatan tertentu
saja.

d. Pengukuran Indikator Kerja

Terdapat lima jenis pengukuran indikator kinerja yang dapat digunakan dalam
merencanakan atau menilai keberhasilan (kinerja) pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan, yaitu diantaranya:

1) Masukan (input), yaitu berbagai jenis sumber daya (faktor produksi) yang
diperlukan dalam melaksanakan program dan kegiatan seperti dana, tenaga,
peralatan, bahan-bahan yang digunakan dan masukan lainnya

43
2) Keluaran (output), yaitu bentuk produk yang dihasilkan secara langsung, baik
bersifat fisik maupun nonfisik yang dapat dihasilkan dari pelaksanaan program dan
kegiatan yang direncanakan.
3) Hasil (outcome), yaitu seberapa jauh keluaran dari pelaksanaan program dan
proyek dapat dimanfaatkan secara baik sehingga dapat memberikan sumbangan
terhadap proses pembangunan daerah pada bidang terkait.
4) Manfaat (benefit), yaitu keuntungan serta aspek positif lainnya yang dapat
dihasilkan oleh program dan kegiatan bersangkutan bagi masyarakat dengan
berfungsinya keluaran secara optimal.

e. Persyaratan Indikator Kerja

Persyaratan dari sebuah indikator kinerja yang baik secara umum tergambar dalam
satu istilah yaitu SMART yang merupakan singkatan dari unsur perkataan berikut ini:

1) Specific, yaitu rumusan harus jelas dan tidak membingungkan atau mengundang
multi interprestasi dalam masyarakat
2) Measurable, dapat diukur secara kuantitatif atau paling kurang dapat ditampilkan
dalam bentuk persentase capaian sehingga masih memperlihatkan tingkat
keberhasilan secara nyata.
3) Attainable, dapat atau dimungkinkan untuk tercapainya penyusunan dengan biaya
yang cukup wajar dan logis
4) Relevant, sesuai dengan data dan informasi yang dibutuhkan serta tersedia cukup
dalam masyarakat
5) Timely, tepat waktu baik dalam pelaksanaan program dan kegiatan, maupun pada
waktu pelaporan hasil evaluasi

f. Target Kinerja

Indikator kinerja baru mempunyai arti konkret bila didukung oleh target kinerja.
Target kinerja pada dasarnya merupakan ukuran besaran keluaran yang direncanakan
untuk dapat dicapai melalui pelaksanaan suatu program dan kegiatan tertentu dalam
periode perencanaan. Dalam hal ini, target kinerja tersebut harus berbentuk dan
memenuhi persyaratan berikut ini:

1) Angka numerik (kuantitatif)

44
2) Dapat diperbandingkan
3) Bersifat spesifik

Target kinerja ini ditentukan dengan memperhatikan capaian yang dapat diraih di
masa lalu dan kemampuan sumber daya institusi atau daerah bersangkutan yang
tersedia pada saat ini berikut prediksi ke depan. Sumber daya tersebut meliputi dana,
baik yang berasal dari pemerintah maupun swasta dan masyarakat, jumlah dan
kualitas tenaga kerja dan aparatur serta peralatan yang tersedia.

g. Langkah Operasional Penyusunan Indikator Kerja

Penetapan indikator kinerja yang baik dalam penyusunan dokumen perencanaan


memerlukan berbagai prosedur dan langkah operasional tertentu yang harus ditempuh
untuk dapat memberikan hasil baik sesuai diharapkan. Langkah-langkah tersebut
adalah:

1) Susun dan tetapkan secara baik serta memenuhi kelayakan teknis dokumen
Rencana Strategis Institusi bersangkutan yang meliputi visi, misi, tujuan, sasaran,
kebijakan, program dan kegiatan yang direncanakan;
2) Indentifikasikan secara jelas data dan informasi akurat dan relevan yang diperlukan
untuk membantu memformulasikan jenis indikator kinerja yang tepat sesuai
dengan kebutuhan perencanaan
3) Teliti jenis dan jumlah sumber daya yang dibutuhkan, baik dalam bentuk dana,
tenaga, dan peralatan diperlukan dalam penyusunan perencanaan atau evaluasi
pelaksanaan program dan kegiatan
4) Pilih dan tetapkan indikator yang paling relevan dan berpengaruh besar terhadap
keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan bersangkutan.

h. Contoh Penyusunan Indikator Kerja

Agar pemahaman terhadap konsep indikator kinerja berikut metode pengukurannya


menjadi lebih jelas dan tidak meragukan bagi seorang perencana, maka berikut ini
diberikan beberapa contoh konkret baik untuk kegiatan yang bersifat fisik maupun
nonfisik, yaitu diantaranya :

1) Pembangunan Terminal Bus Antar Kota


2) Pelaksanaan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

45
L. Bab 14 Tehnik Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Evaluasi pelaksananaan rencana pembangunan daerah perlu dilakukan untuk dapat
mengetahui seberapa jauh rencana pembangunan yang telah dilaksanakan oleh
pemerintah daerah dapat memberikan hasil sesuai dengan tujuan serta visi dan misi
yang ditetapkan semula. Karena itulah, untuk tingkat daerah, kegiatan evaluasi ini
sering pula dinamakan sebagai Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah (EKPD).
Evaluasi pelaksanaan rencana ini penting artinya sesuai dengan amanat dari Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 yang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) yang mengamanatkan perlunya dilakuakan pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan pembangunan, baik pada tingkat nasional maupun daerah.

a. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Evaluasi

Evaluasi pelaksanaan pembangunan daerah secara umum bertujuan untuk mengetahui


seberapa jauh rencana pembangunan daerah yang telah disusun dan ditetapkan oleh
pejabat berwenang dapat dilaksanakan dalam praktik. Karena itu, teknik evaluasi ini
lazim pula dinamakan sebagai Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD).
Bilamana ternyata pelaksanaan rencana tersebut sesuai atau lebih tinggi dari sasaran
dan target pembangunan yang telah ditetapkan semula, maka pelaksanaan rencana
tersebut dikatakan berjalan dengan baik. Akan tetapi, bilamana ternyata pelaksanaan
rencana tersebut tidak sesuai atau berada di bawah sasaran dan target yang ditetapkan
maka pelaksanaan rencana pembangunan daerah tersebut dikatakan kurang berhasil.

Evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah dapat dilakukan dalam berbagai


bentuk. Pertama, evaluasi tahunan seperti Laporan Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP). Kedua, Evaluasi Pertengahan Jalan, Ketiga, Evaluasi Tahunan, Keempat,
Evaluasi lima tahunan ketika melakukan penyusunan dokumen RPJMD. Kesemua
jenis evaluasi ini dilakukan secara berkala sesuai dengan periode waktu masing-
masing perencanaan. Sasaran utama evaluasi pelaksanaan rencana secara umum
adalah untuk mengetahui seberapa jauh rencana yang telah ditetapkan dan
dilaksanakan oleh pemerintah dapat mencapai hasil yang telah ditetapkan dalam
rencana semula.

b. Tehnik Evaluasi Kinerja Makro

46
Evaluasi kinerja Makro dilakukan untuk menilai keberhasilan kebijakan pembangunan
daerah yang mencakup aspek menyeluruh serta lintas sektoral. Termasuk ke dalam
evaluasi ini yang menyangkut dengan evaluasi terhadap penyediaan lapangan kerja,
penanggulangan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Sedangkan
Evaluasi Kinerja Program dan Kegiatan dilakukan untuk penilaian keberhasilan
pelaksanaan pembangunan pada tingkat program dan kegiatan yang telah
direncanakan semula. Karena itu dalam praktiknya, kedua jenis evaluasi ini pada
dasarnya sangat diperlukan untuk dapat mengetahui secara lengkap kinerja dari
pelaksanaan kegiatan pembangunan daerah.

Tehnik evaluasi kinerja makro dapat dilakukan dalam tiga bentuk. Pertama, dengan
membandingkan antara target pembangunan daerah yang telah ditetapkan dalam
rencana dengan realisasi yang dapat dicapai dalam pembangunan daerah. Kedua,
bilamana target pembangunan secara kuantitatif tidak tersedia, maka teknik evaluasi
yang dapat dilakukan adalah dengan membandingkan realisasi dari indikator
pembangunan daerah yang tersedia dengan nilai rata-rata pada tingkat nasional atau
tingkat provinsi. Ketiga, dengan melihat trend perkembangan selama 5 tahun dari
beberapa indikator pembangunan daerah utama.

1. Perbandingan Target dan Realisasi

Teknik Evaluasi Komprehensif paling sederhana yang dapat dilakukan dalam


melakukan evaluasi pelaksanaan suatu perencanaan pembangunan daerah adalah
dengan jalan membandingkan kondisi pembangunan sesudah rencana dilaksanakan
dengan sebelumnya. Dengan cara demikian, tentunya pelaksanaan rencana tersebut
dapat dikatakan berhasil bila kinerja pembangunan dalam daerah cakupan ternyata
lebih baik dibandingkan dengnan kondisi sebelum rencana tersebut dilaksanakan,
dengan asumsi tidak terjadi suatu perubahan yang luar biasa dalam periode tersebut.
Demikian pula sebaliknya bilamana kemudian ternyata kinerja pembangunan daerah
tersebut tidak menjadi lebih baik sebagaimana yang direncanakan semula, maka
rencana tersebut dikatakan kurang berhasil.

2. Perbandingan Dengan Nilai Rata-Rata

Pertimbangan utama yang dijadikan dasar dalam penggunaan metode evaluasi ini
adalah bahwa keberhasilan pembangunan suatu bidang atau sektor tertentu akan dapat
diketahui dengan jalan membandingkan realisasi pembangunan atau prestasi yang

47
dapat dicapai dengan kondisi rata-rata dan unsur atau aspek yang sama. Dalam hal ini
pelaksanaan rencana pembangunan dapat dikatakan berhasil bilamana angka capaian
yang dapat diperoleh lebih tinggi dari nilai rata-rata unsur yang bersangkutan.
Demikian pula sebaliknya, bila capaian yang diperoleh berada atau sama dengan nilai
rata-rata dari unsur atau variabel yang bersangkutan.

3. Analisis Trend Perkembangan

Pertimbangan utama yang dijadikan dasar dalam menggunakan metode evaluasi ini
adalah bahwa keberhasilan kinerja pembangunan daerah akan dapat pula dilihat dari
trend perkembangan masing-masing indikator pembangunan daerah yang digunakan.
Dalam hal ini, kinerja pembangunan daerah dikatakan berhasil bilamana terdapat
trend perkembangan yang bersikap positif dari masing-masing indikator
pembangunan daerah secara signifikan dibandingkan dengan masa sebelumnya.
Sebaliknya kinerja pembangunan dikatakan kurang baik bilamana trend
perkembangannya sangat kecil atau bahkan menurun (negatif).

c. Teknik Evaluasi Makro Spesifik

Evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah secara makro dapat pula


dilakukan dengan menggunakan indikator spesifik yang besifat khusus. Indikator
spesifik yang lazim digunakan sebagai indikasi keberhasilan adalah penciptaan
lapangan kerja lokal yang merupakan sasaran umum pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan sosial secara umum (makro). Di samping itu, dapat pula
digunakan indikator perpindahan investasi dari satu daerah ke daerah lain atau
investasi luar negeri yang masuk ke daerah bersnangkutan. Alasannya adalah karena
perpindahan investasi akan terjadi bilamana daerah tujuan dapat menggerakkan
pembangunannya sehingga dapat memberikan daya tarik yang cukup besar bagi
investor swasta untuk melakukan investasi pada daerah yang bersangkutan

1. Evaluasi Penciptaan Lapangan Kerja Lokal

Salah satu bentuk dari evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan secara spesifik
adalah dalam bentuk evaluasi penciptaan lapangan kerja lokal. Alasannya adalah
bahwa peningkatan kegiatan pembangunan secara makro dapat juga diwakili oleh
penciptaan lapangan kerja lokal yang akan berpengaruh langsung bagi peningkatan

48
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat daerah secara keseluruhan. Dengan
demikian, keberhasilan pemerintah dalam mendorong peningkatan penyediaan
lapangan kerja dapat diartikan sebagai keberhasilan pemerintah dalam mendorong
proses pembangunan di daerahnya.

2. Evaluasi Mobilitas Inevestasi Daerah

Penilaian keberhasilan pelaksanaan kebijakan pembangunan suatu daerah dapat pula


dilakukan melalui analisis mobilitas investasi yang masuk ke daerah bersangkutan.
Hal ini dilakukan karena keberhasilan pelaksanaan rencana dan kebijakan
pembangunan pada suatu daerah tersebut dapat pula ditunjukkan oleh keberhasilan
dalam menarik industri dan kegiatan ekonomi lainnya dari luar daerah maupun luar
negeri untuk masuk ke suatu daeah tertentu. Bila jumlah investasi yang masuk
ternyata cukup besar nilainya, maka unsur-unsur penting pembangunan daerah seperti
pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan
masyarakat akan dapat ditingkatkan pula.

d. Tehnik Evaluasi Kinerja Program

Evaluasi pelaksanaan rencana dan kebijakan pembangunan daerah secara pasial


dilakukan dengan melihat pada keberhasilan pelaksanaan pembangunan pada tingkat
program atau proyek (kegiatan). Evaluasi ini diaktakan parsial karena hanya melihat
kepada sebagian dari kegiatan pembangunan daerah saja yang belum tentu
menggambarkan kondisi pembangunan daerah secara keseluruhan. Karena itu, untuk
mendapatkan gambaran menyeluruh dari keberhasilan pelaksanaan rencana dan
kebijakan pembangunan suatu daerah, perlu dilakukan penilaian terhadap sejumlah
program dan kegiatan utama yang berskala besar dan memberikan dampak cukup
besar atau siginifikan terhadap proses pembangunan daerah bersangkutan.

Karena penilaian dilakukan pada tingkat program dan kegiatan, maka dalam hal ini
terdapat tiga jenis teknik evaluasi yang dapat digunakan, yaitu:

1. Tehnik Evaluasi Indikator Kinerja

Tehnik ini menilai keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan


berdasarkan konsep Evaluasi Kinerja menggunakan lima kriteria, yaitu masukan
(input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampak (impacts).

49
Pengalaman praktik menunjukkan bahwa pengukuran manfaat dan dampak tidaklah
mudah karena hal ini memerlukan pengamatan dan survei lapangan secara intensif
dengan kriteria tertentu. Di samping itu, pembedahan yang tegas antara manfaat dan
dampak juga tidak mudah dilakukan karena kedua hal ini pada dasarnya hampir sama.
Karena itu, sesuai dengan PP No. 6 Tahun 2008, untuk kemudahannya penilaian
tersebut dapat difokuskan hanya kepada tiga unsur saja yaitu masukan, keluaran, dan
hasil.

2. Analisis Biaya dan Manfaat

Analisis biaya dan manfaat yang digunakan pada dasarnya adalah sama dengan teknik
yang lazim dipakai pada penilaian kelayakan dengan menggunakan Analisis Biaya
dan Manfaat. Perbedaannya adalah bahwa pada evaluasi pelaksana rencana
pembangunan daerah ini, data informasi tentang biaya dan manfaat yang digunakan
dalam analisis adalah realisasi karena program dan kegiatan tersebut sudah selesai
dilaksanakan sebelumnya. Dengan demikian, evaluasi pelaksanaan rencana atau suatu
kebijakan yang dilakukan melalui pelaksanaan sebuah program atau kegiatan dapat
dikatakan berhasil bilamana kegiatan tersebut dapat menghasilkan manfaat yang lebih
besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

3. Kerangka Logis

Pada kerangka logis ini evaluasi pelaksanaan pembangunan daerah dilakukan secara
lebih sederhana dengan menggunakan sebuah tabel (matrik). Pada matrik ini
dijelaskan latar belakang pelaksanaan kegiatan, tujuan, deskripsi program dan
kegiatan, sasaran dan tolak ukur keberhasilan yang digunakan serta manfaat yang
diharapkan dari hasil pelaksanaan program dan kegiatan tersebut. Bila indikator dan
ukuran secara kuantitatif sulit diperoleh untuk masing-masing unsur tersebut, dapat
juga digunakan angka persentase atau hanya secara kualitatif saja dengan
memperhatikan hasil pelaksanaan pembangunan yang terlibat dalam masyarakat.

M. Bab 15 Penyususunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah


Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) mengamanatkan agar masing-masing daerah menyusun rencana
pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) untuk daerahnya masing-masing.
RPJPD tersebut disusun untuk periode 20 tahun yang berisikan visi, misi, dn arah
pembangunan jangka panjang daerah. Sasaran utama penyusunan RPJPD ini adalah

50
untuk dapat memberikan arah yang jelas tentang pembangunan dalam jangka panjang
yang selanjutnya menjadi pedoman dalam penyusunan dokumen rencana
pembangunan daerah yang lebih pendek seperti RPJMD untuk periode 5 tahun dan
RKPD yang merupakan rencana tahunan.

a. Periode Waktu RPJPD

Sebagaimana diamanatkan dalam undang undang nomor 25 tahun 2004, bahwa


rencana pembangunan jangka panjang adalah untuk periode 20 tahun. ketentuan
tentang periode waktu RPJPD yang harus sama tersebut sebenarnya cukup
membingungkan dan banyak diperdebatkan oleh kalangan pemerintah daerah mauoun
oleh para perencana. sedangkan sesuai ketentuan berlaku, penyusunan RPJP tersebut
dilakukan setelah kepala daerah berhasil PILKADA dilantik yang waktunya berbeda
beda tergantung dari waktu pelaksanaan PILKADA tersebut. akibatnya terjadi hal
yang kurang logis yaitu RPJPD yang kebetulan baru disusun pada tahun 2008, tetapi
isinya harus juga mencakup periode perencanaan 2005-2025 sehingga tiga tahun
pertama sebenarnya sudah bukan lagi rencana, tetapi sudah dilaksanakan atau
terealisasi. akan tetapi, hal ini terpaksa harus ditempuh karena Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2007 mengharuskan bahwa RPJPD harus mempunyai periode waktu
yg sama dengan RPJP nasional.

b. Pola Penulisan RPJPD

Pola penulisan dokumen perencanaan pembangunan sangat penting artinya baik bagi
badan perencana pembangunan nasional dan daerah sendiri maupun bagi publik. Bagi
badan perencanaan, pola penulisan ini sangat penting untuk dapat menentukan isi
dokumen yang perlu dibuat dan sekaligus sebagai alat untuk menkoordinasikan
pembagian tugas antara tim penyusunan rencana. Sedangkan bagi publik, pola
penulisan ini juga penting! artinya untuk mendapatkan gambaran menyeluruh yang
jelas tentang isi dokumen perencanaan pembangunan tersebut. Secara ringkas, pola
penulisan rencana ini dapat dilihat dari daftar isi dokumen perencanaan bersangkutan.

Pola penulisan sebuah dokumen perencanaan sebenarnya tidak harus mengikuti pola
tertentu (seragam), tetapi dapat berbeda satu sama lainnya. Hal yang penting dijaga
adalah seberapa jauh dokumen tersebut bermanfaat untuk mengarahkan para pelaku
pembangunan dalam melaksanakan kegiatannya sehingga sasaran dapat terwujud.

51
Variasi penulisan dokumen perencanaan tersebut dimungkinkan, mengingat Indonesia
dewasa ini sudah berada dalam era otonomi daerah di mana pemerintah daerah dapat
menentukan sendiri apa yang baik untuk daerahnya masing-masing sesuai dengan
kondisi dan situasi daerah bersangkutan.

1. Pola Penulisan RPJPD Versi BAPPENAS

RPJP nasional yang disusun oleh BAPPENAS pada dasarnya merupakan penjabaran
dari tujuan dibentuknya pemerintahan negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. RPJP
nasional tersebut merupakan perencanaan jangka panjang untuk periode 20 tahun
(2005-2025). Pola penulisan RPJP nasional bagaimana yang telah disusun oleh
Bappenas adalah seperti terlihat pada tabel 15.1. Di sini terlihat bahwa RPJP nasional
tersebut terdiri dari 5 bab yang meliputi Pendahuluan, Kondisi Umum, Visi dan Misi
Pembangunan Nasional Tahun 2005-2025, Arah, Tahapan, dan Prioritas
Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 dan Penutup. Dalam kondisi umum,
aspek yang dibahas adalah sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi, sarana dan prasarana, politik, pertahanan dan keamanan,
hukum dan aparatur, wilayah dan tata-ruang, serta sumber daya alam dan lingkungan.

Sedangkan gaya penulisan kelihatannya mirip dengan apa yang biasa ditemukan pada
dokumen Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang biasanya disusun pada
masa Orde Baru yang lalu. Kekuatan utama pola penulisan RPJP versi Bappenas ini
adalah lebih bersifat komprehensif sesuai dengan sifat dari pola penulisan rencana
pembangunan jangka panjang. Pembahasan pada masing-masing aspek dimulai
dengan permasalahan dan kendala yang dihadapi dan kemudian dilanjutkan dengan
arah pembangunan jangka panjang untuk memecahkan permasalahan tersebut. Setelah
itu dibahas pula dampak dari arah pembangunan jangka panjang tersebut terhadap
peningkatan proses pembangunan nasional dan perbaikan kesejahteraan masyarakat.
Pernyataan-pernyataan yang diberikan dalam RPJP ini lebih bersifat umum sehingga
fleksibilitas terhadap perubahan dimasa mendatang dapat dilakukan dengan lebih
mudah.

2. Pola Penulisan RPJPD Versi DEPDAGRI

RPJP versi Permendagri menekankan pada pola penyusunan RPJP pada tingkat
daerah, baik provinsi, kabupaten dan kota. Jumlah bab pada RPJP versi Permendagri

52
54 terdiri dari 6 bab yang meliputi: pendahuluan, gambaran kondisi umum daerah,
analisis isu-isu strategis, visi dan misi, arah pembangunan jangka panjang daerah dan
kaedah pelaksanaan. Tahapan dan prioritas pembangunan untuk periode lima tahunan
juga perlu dicantumkan dalam pola penulisan ini.

c. Kondisi Umum Daerah

Kondisi umum daerah pada dasarnya berisikan gambaran menyeluruh tentang kondisi
daerah bersangkutan pada saat ini yang selanjutnya menjadi dasar utama untuk
penyusunan proyeksi ke depan dan penyusunan visi, misi dan arah pembangunan
jangk panjang daerah. Analisis kondisi umum daerah mencakup kondisi daerah dalam
lima tahun terakhir. Dalam RPJPD versi BAPPENAS pembahasan meliputi tentang
hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek: sosial budaya dan kehidupan beragama,
ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, sarana dan prasarana, politik, pertahanan
dan keamanan, hukum dan pemerintahan, tata-ruang wilayah serta sumber daya alam
dan lingkungan. Sedangkan dalam pola penulisan RPJPD versi DEPDAGRI
pembahasan terutama ditujukan pada aspek – aspek geografi dan demografi,
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.

d. Analisis Isu Strategis Daerah

Isu strategis daerah dapat bersifat internal dalam daerah bersangkutan, maupun
eksternal yang terjadi di luar daerah maupun di luar negeri. Contoh isu strategis
daerah yang datang dari dalam daerah sendiri (internal) antara lain adalah :
peningkatan pendapatan masyarakat yang mendorong terjadinya perubahan jenis
konsumsi dan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat dari pemerintah. Akibat
terjadinya hal ini, maka pola pembangunan dimasa depan akan turut terpengaruh.
Untuk isu strategis daerah yang terjadi di luar (eksternal), contoh yang dapat diberikan
antara lain adalah semakin baiknya pelaksanaan otonomi daerah yang berlaku secara
nasional. Bila pelaksanaan otonomi daerah sudah semakin baik, maka pola
pembangunan daerah akan mengalami perubahan yang cukup signifikan dimana
partisipasi aktif dan sekaligus kontrol dari masyarakat akan semakin besar.

e. Prediksi Sasaran Umum Pembangunan Daerah

Prediksi sasaran umum pembangunan daerah disusun berdasarkan fakta dan data yang
terdapat dalam kondisi umum daerah sebagaimana dijelaskan terdahulu. Dalam hal ini

53
prediksi diusahakan semaksimal mungkin secara kuantitatif, kecuali untuk hal yang
tidak memungkinkan dapat dilakukan analisis kualitatif untuk periode 20 tahun
mendatang. Untuk lebih memfokuskan analisis, prediksi sebaiknya diarahkan pada
tiga aspek utama pembangunan daerah yaitu : pembangunan ekonomi, pembangunan
sosial (manusia), dan pembangunan prasarana dan tata – ruang wilayah. Dalam aspek
pembangunan ekonomi perhatian terutama diberikan pada perkiraan (proyeksi) laju
pertumbuhan ekonomi daerah, laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan investasi
(pemerintah dan swasta) untuk mencapai target pertumbuhan tertentu dan peningkatan
pendapatan per kapita.

1. Prediksi Sasaran Pembangunan Ekonomi

Prediksi pertumbuhan ekonomi daerah yang bersifat sederhana dan banyak digunakan
adalah metode harrod-domar yang didasarkan pada teori ekonomi makro keynes.
Dasar pemikiran utama metode ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi, baik untuk
suatu negara atau daerah terutama didorong oleh kegiatan investasi, baik swasta
maupun asing. Karena itu laju pertumbuhan yang sebaiknya ditetapkan (warranted rte
of growth) dapat dihitung berdasarkan perkalian antara tambahan investasi yang akan
dilakukan dengan incremental capital output ratio (ICOR).

2. Prediksi Sasaran Pembangunan Sosial

Prediksi bidang kesehatab masyarakat didasarkan pada target millenium development


goals. Disamping aspek pendidikan ,kesehatan ,prediksi pembangunan sosial juga
mencakup aspek tenaga kerja. Pengangguran dan kemiskinan . prediksi terhadap
masalah tenaga kerja dan pengangguran dilakukan dengan menggunakan angka
tingkat pengangguran yang merupakan persentase jumlah angkatan kerja yang belum
mendapatkan lapangan kerja .

3. Prediksi Sasaran Tata ruang dan pembangunan Wilayah

Prediksi tata ruang dan pembangunan wilayah didasarkan pada rencana tata ruang
wilayah yang telah ada ditetapkan dengan peraturan daerah setempat dan
memperhatikan undang undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang . untuk
daerah provinsi dan kabupaten, indikator utama yang digunakan lebih bersifat umum
seperti luas daerah konservasi, hutan produksi ,kawasan strategis hierarki kota dan
jaringan jalan. Sedangkan untuk daerah perkotaan yang diguankan lebih rinci yang

54
meliputi kawasan konservasi daerha permukiman ,daerah industri, pusat kota dan
jaringan transportasi kota.

f. Penetapan Visi dan Misi Pembangunan Daerah

Dalam melakukan penetapan visi jangka panjang perlu diusahakan agar realistis,
harus memperhatikan 3 kriteria utama yaitu pertama, sesuai dengan kondisi umum
daerah serta prediksi jangka panjang yang telah dilakukan sebelumnya . kedua, visi
tersebut sebaiknya diukur , dan jelas batas wkatu pencapaiannya sehingga jabarannya
pada RPJM menjadi lebih mudah dan evaluasi pelaksanaanya dikemudian hari dapat
dilakukan secara lebih konkret menggunakan ukuran dan indijator yang jelas . ketiga,
singkat padat agar mudah diinat seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan
timbulnnya pemahaman baik dan mendorong rasa ikut bertanggung jawab untuk
melaksanakannya.

g. Perumusan Arah Pembangunan Daerah

Agar perencanaan menjadi lebih terarah, maka dalam melakukan perumusan arah
pembangunan daerah, tekanan pembahasan hanya diberikan pada aspek-aspek yang
sangat strategis dan menentukan keberhasilan dan menentukan keberhasilan
pelaksanaan misi pembangunan yang telah ditetapkan semula. Berdasarkan misi
pembangunan yang telah ditetapkan, paling kurang arah pembangunan daerah
mencakup lima aspek utama, yaitu :

a. Terwujudnya tata kehidupan beragama dan berbudaya,

b. Terwujudnya tata pemerintahan yang baik (good governance),

c. Terwujudnya kualitas SDM yang mempunyai daya saing global, dan

d. Terwujudnya kualitas lingkungan hidup yang baik dan berkelanjutan.

h. Pentahapan Pembangunan Daerah

Secara umum arah dan prioritas pada masing-masinf tahap pembangunan daerah
tersebut dapat digeneralisasi sebagai berikut :

1. RPJM kesatu (2005-2010) sebaiknya diarahkan pada penyelesaian masalah sedang


dihadapi serta melanjutkan proses pembangunan yang telah berjalan pada awal
periode perencanaan.

55
2. RPJM Kedua (2011-2015) sebaiknya diarahkan pada penyelesaian pembangunan
sarana dan prasarana yang menjadi landasan utama kemajuan ekonomi daerah
seperti : fasilitas perhubungan, listrik, air minum, dan komunikasi.
3. RPJM ketiga (2016-2020) sebaiknya diarahkan pada pencapaian kualitas SDM
yang cukup tinggi melalui peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan,
peningkatan derajat kesehatan masyarakat, dan meletakkan landasan yang kuat
bagi pengembangan IPTEKS.
4. RPJM keempat (2021-2025) Sebaiknya diarahkan pada upaya pengembangan
IPTEKS tepat guna yang akan dijadikan landasan utama mewujudkan era
industrialisasi dan penggunaan teknologi tinggi.

N. Bab 16 Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah


a. Periode Waktu RPJMD

Penyusunnan RPJMD harus sudah dapat diselesaikan dan ditetapkan selambat-


lambatnya 3 bulan setelah presiden atau kepala daerah baru dilantik. Dalam
praktiknya di lapangan, penyusunan dan penetapan RPJMD selama 3 bulan ini jelas
terlalu singkat waktunya sehingga sulit direalisasikan. Lebih – lebih lagi bila RPJMD
tersebut akan ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) yang ternyata juga
cukup memakan waktu dalam pembahasan di DPRD setempat. Karena itu dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 masa penyusunan RPJMD tersebut
diperpanjang menjadi maksimum 6 bulan sesudah kepala daerah resmi dilantik.

b. Pola Penulisan RPJMD

Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, seyogianya pola penulisan dokumen


perencanaan pembangunan daerah tidak harus mengikuti pola tertentu (seragam),
tetapi dapat berbeda satu sama lainnya. Hal yang penting diupayakan dalam hal ini
adalah seberapa jauh dokumen perencanaan tersebut bersifat operasional dan
bermanfaat untuk mengarahkan para pelaku pembangunan daerah dalam
melaksanakan kegiatan pembangunan sehingga sasaran yang diinginkan dapat
terwujud. Variasi perencanaan pembangunan daerah tersebut dimungkinkan
mengingat Indonesia dewasa ini sudah berada dalam era otonomi daerah dan
disentralisasi pembangunan di mana pemerintah daerah dapat menentukan sendiri apa
yang baik untuk daerahnya masing – masing sesuai dengan kondisi dan situasi daerah

56
yang bersangkutan. Pola penulisan rencana pembangunan daerah tersebut secara
ringkas dapat dilihat dari daftar isi pada masing – masing dokumen perencanaan
pembangunan tersebut.

c. Kondisi Umum Daerah

Sebagaimana lazimnya dalam penyusunan sebuah rencana, hal yang mula – mula
harus dilakukan adalah analisis tentang kondisi umum daerah yang memperlihatkan
kondisi daerah pada waktu menulis rencana (existing condition) yang akan dijadikan
landasan utama penulisan rencana. Memperhatikan dokumen RPJMD yang telah
selesai baik pada tingkat nasional maupun daerah, dimana terdapat dua cara yang
lazim digunakan dalam menganalisis kondisi umum daerah tersebut.

1. Menekankan pembahasan terhadap potensi daerah setempat, tendensi


perkembangan, serta pembangunan serta permasalahan dan kendala yang dihadapi
oleh daerah yang bersangkutan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan
2. Menggunakan analisis teknik SWOT yang menekankan kepada empat unsur pokok
kondisi umum daerah yaitu kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.

d. Kerangka Ekonomi Makro dan Sumber Pembiayaan

Mengingat pembangunan bertujuan untuk meningkatkan pembangunan daerah yang


bersifat menyeluruh, maka dalam penyusunan dokumen RPJMD, perlu disusun pula
suatu bab khusus tentang kerangka ekonomi makro dan sumber pembiayaan
pembangunan daerah bersangkutan. Melalui analisis kerangka ekonomi makro ini
akan dapat diperoleh gambaran umum perekonomian daerah secara makro dan
analisis ini sangat penting artinya sebagai dasar dalam perumusan strategi, sasaran
pembangunan, kebijakan dan program pembangunan daerah dari segi ekonomi dan
keuangan. Dengan cara demikian, perumusan strategi, kebijakan, dan program
pembangunan akan menjadi lebih tepat dan terarah sesuai dengan potensi ekonomi
dan kondisi masyarakat daerah bersangkutan.

e. Visi dan Misi Kepala Daerah

Dalam penyusunan RPJMD juga terdapat perumusan visi dan misi, dimana visi dan
misi dalam RPJMD adalah visi dan misi kepala daerah terpilih yang ditawarkannya
kepada masyarakat pada waktu pelaksanaan kampanye dalam pelaksanaan Pilkada

57
daerah bersangkutan. Dalam perumusan visi dan misi adalah untuk menjaga
keselarasan antara visi dan misi dalam RPJMD dengan yang terdapat pada RPJPD
daerah bersangkutan. Keterkaitan ini sangat penting artinya bagi pencapaian tujuan
pembangunan daerah secara berkelanjutan dan juga sesuai dengan prinsip yang
digariskan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 bahwa penyusunan RPJMD
harus mengacu pada RPJPD yang telah ada.

f. Strategi Pembangunan Daerah

Dalam perumusan strategi pembangunan daerah perlu pula dilakukan secara konkret
dan operasional sehingga penjabarannya untuk menjadi kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan akan menjadi lebih mudah dengan memperhatikan kondisi
sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut, serta kondisi sosial guna mencegah
munculnya antipati dan gejolak sosial dalam pelaksanaan strategi pembangunan
tersebut.

g. Arah Kebijakan Keuangan Daerah

Arah kebijakan umum keuangan daerah sebaiknya diarahkan pada dua hal penting,
yaitu peningkatan efisiensi pengelolaan penerimaan dan belanja daerah dan
peningkatan sumber pendapatan baru sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
perundangan yang berlaku.

O. Bab 17 Penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah


a. Pengertian Rencana Strategis

Rencana strategis pada dasarnya adalah rencana pembangunan yang berkaitan dengan
penyusunan strategi pengembangan suatu institusi dengan memperhatikan kekuatan
dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal yang dialami institusi
tersebut. Berdasarkan prinsip ini, maka rencana strategis ini biasanya disusun untuk
menghadapi dan memenangkan persaingan yang terdapat dalam pelaksanaan kegiatan
usaha institusi bersangkutan. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana konsep
perencanaan strategis ini sangat populer dalam Ilmu Manajemen dan Bisnis yang
memfokuskan analisisnya pada pengembangan dunia usaha yang syarat dengan
persaingan..

b. Kaitan Antara Renstra SKPD Dengan RPJMD

58
Dengan dimulainya pelaksanaan otonomi daerah mulai tahun 2001 yang lalu, maka
fungsi dan peranan dinas dan instansi yang berada di daerah mengalami perubahan
cukup penting. Dalam era sentralisasi sebelumnya, fungsi dan peranan dinas dan
instansi di daerah pada dasarnya adalah merupakan tangan kanan dari departemen
teknis pemerintah pusat di Jakarta. Akan tetapi, dalam era otonomi daerah, fungsi dan
peranan dinas dan instansi daerah tesebut berubah menjadi "tangan kanan" kepala
daerah bersangkutan.

Perubahan fungsi dan peranan SKPD ini otomatis mempengaruhi pula hubungan
antara Renstra SKPD dengan dokumen perencanaan pembangunan lainnya. Dalam era
sentralisasi terdahulu, renstra yang disusun oleh dinas dan instansi di daerah pada
dasarnya adalah merupakan penjabaran dari Renstra Kementerian dan Lembaga
(Renstra KL) untuk daerah bersangkutan.

c. Proses Penyusunan Renstra SKPD

Pada dasarnya proses dan prosedur penyusunan Renstra SKPD adalah sangat mirip
dengan proses penyusunan RPJMD. Memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 08
Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, rengendalian, dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, maka penyusunan Renstra SKPD
mempunyai proses dan prosedur tertentu. Proses dan prosedur penyusunan Renstra
SKPD tersebut adalah sebagai berikut:

1. Karena penyusunan Renstra SKPD harus mengacu pada RPJM daerah


bersangkutan, maka langkah pertama yang perlu dilakukan oleh tim penyusun
rencana adalah mempelajari RPJMD tersebut secara baik dan mendalam. Aspek
yang sangat perlu diperhatikan adalah visi dan misi, strategi dan kebijakan yang
dirumuskan dalam RPJMD tersebut, khususnya yang terkait secara langsung atau
tidak langsung dengan TUPOKSI SKPD bersangkutan.
2. Menyusun naskah awal Renstra tersebut oleh masing-masing SKPD bersangkutan
yang didahului dengan melakukan evaluasi secara mendalam dengan menggunakan
analisis SWOT tentang kondisi umum daerah sesuai dengan TUPOKSI SKPD
bersangkutan. Analisis ini perlu dilakukan secara jujur tanpa ada hal yang ditutupi
atau dilebihkan agar perumusan strategi, kebijakan, dan program pembangunan
dalam Renstra SKPD ini menjadi lebih tepat dan terarah sesuai dengan potensi dan
permasalahan yang dihadapi oleh daerah bersangkutan.

59
3. Melakukan pertemuan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(MUSRENBANG) jangka menengah yang sekurang-kurangnya melibatkan
aparatur SKPD bersangkutan, aparatur perencanaan dan tokoh-tokoh masyarakat
yang peduli dengan aspek pembangunan yang terkait dengan TUPOKSI SKPD
bersangkutan. Sasaran utama pelaksanaan MUSRENBANG ini adalah untuk dapat
memanfaatkan partisipasi masyarakat dengan jalan memberikan masukan dari para
pemangku kepentingan (stakeholders) untuk perbaikan naskah awal Renstra SKPD
tersebut. Sedangkan proses dan prosedur pelaksanaan MUSRENBANG ini juga
diatur secara terpisah dalam Permendagri tersendiri.
4. Menyusun naskah akhir Renstra SKPD dengan memasukkan saran dan koreksi
yang diberikan oleh para pemangku kepentingan terkait dalam MUSRENBANG
tersebut. Dengan cara demikian diharapkan Renstra SKPD yang sedang disusun
tersebut akan dapat pula disesuaikan dengan aspirasi dan harapan yang
berkembang pada masyarakat setempat.
5. Melakukan penetapan dan pengesahan Renstra SKPD tersebut oleh Kepala SKPD
bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

d. Kondisi Umum SKPD

Secara formal, kerangka penulisan Rentra SKPD telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 08 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian, dan Evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah yang
selanjutnya dirinci dalam Permendagri 54 Tahun 2010. Dalan Pasal 40 PP ini
ditetapkan bahwa penyusunan Renstra SKPD paling sedikit mencakup:

1. Pendahuluan, termasuk gambaran pelayan pokok yang harus dilaksanakan SKPD


bersangkutan.
2. Isu-isu Strategis.
3. Tujuan, visi, misi, saran strategi dan kebijakam.
4. Rencana prograrm dan kegiatan berkut Indikator Kinerjansa
5. Penutup.

e. Isu Strategi Daerah

60
Sebagaimana lazimnya pada penyusunan sebuah dokumen perencanaan
pembangunan, analisis biasanya dimulai dengan pembahasan dan evaluasi kondisi
umum yang terdapat pada daerah bersangkutan sesuai dengan TUPOKSI SKPD
bersangkutan, Analisis ini merupakan landasan utama dalam penyusunan unsur -
unsur perencanaan pemhangunan selajutnya.

pembahasan ini kemudian dilanjutkan dengan analisis tentang beberapa isu strategis
yang akan atau sedang mempengaruhi perkembangan masa depan dari proses
pembangunan daerah dalan ruang lingkup TUPOKSI SKPD bersangkutan. Analisis
tentang isu strategis ini sangat peting artinya untuk mendapatkan informasi tentang
kondisi masa depan yang akan atau mungkin terjadi.

f. Prediksi dan sasaran jangka menengah

Isu strategis daerah pada dasarnya adalah menyangkut dengan kondisi dan
permasalahan pokok serta unsur lingkungan fisik dan sosial penting yang diperkirakan
akan menentukan perkembangan pembangunan daerah di masa mendatang.

Kondisi dan permasalahan pokok yang dimasukkan di sini adalah situasi yang kalau
dapat dipecahkan akan membawa kemajuan pembangunan secara signifikan dimasa
mendatang. Isu strategis ini sangat penting dan perlu dibahas secara rinci dan
dijadikan dasar untuk perumusan kebijakan pembangunan daerah di masa mendatang.

g. Perumusan Strategi dan kebijakan pembangunan

Agar penyusunan rencana strategis ini tidak hanya bersifat umum dan normatif, tetapi
dibuat secara terukur dengan sasaran yang jelas dan konkret, maka prediksi masa
depan dan sasaran pembangunan secara konkret sangat diperlukan.

Memperhatikan struktur pembangunan daerah, paling kurang prediksi tersebut


meliputi dua unsur pokok yaitu : pertama, pembangunan untuk bidang yang terkait
langsung dengan TUPOKSI SKPD bersangkutan. Kedua, untuk aspek – aspek lainnya
yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan.

h. Perumusan program dan kegiatan pembangunan

Sesuai dengan nama perencanaan ini, perumusan Strategi dan kebijakan pembangunan
adalah merupakan bagian sangat penting dalam penyusunan sebuat rencana strategis
(Renstra). Strategi dan kebijakan tersebut dirumuskan untuk dapat mencapai semua

61
sasaran dan target pembangunan daerah yang telah ditetapkan diatas. Bahkan strategi
dan kebijakan ini selanjutnya dapat juga dijadikan sebagai landasan utama dalam
menetapkan program dan kegiatan pembangunan yang merupakan tindakan
(intervensi) konkret yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai suatu
sasaran pembangunan yang telah ditetapkan.

Pembahasan tentang perumusan Strategi pembangunan daerah dapat dilakukan


dengan menggunakan peralatan Matrix SWOT yang telah dijelaskan pada bagian
terdahulu. Strategi pembangunan daerah yang dimaksudkan disini adalah merupakan
cara dan upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk dapat mencapai sasaran yang telah
ditetapkan

i. Indikator Kinerja Program dan kegiatan

Disamping strategi dan kebijakan, perumusan program dan kegiatan pembangunan


merupakan bagian yang sangat penting dalam penyusunan sebuah Renstra SKPD.
Program pembangunan pada dasarnya adalah tindakan intervensi yang dilakukan oleh
pemerintah untuk dapat melaksanakan kebijakan yang telah diambil dalam rangka
mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah bersangkutan. Sedangkan kegiatan
adalah rincian program pembangunan untuk masing-masing aspek pelaksanaan
program tertentu pada suatu lokasi. Karena itu, dapat juga dikatakan bahwa program
pada dasarnya adalah merupakan kumpulan dari kegiatan yang perlu dilakukan untuk
dapat melaksanakan program pembangunan bersangkutan.

P. Bab 18 Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan salah satu dokumen


perencanaan pembangunan yang juga diwajibkan oleh undang-undang no 25 tahun
2004 kepada pemerintah daerah setempat untuk disusun setiap tahunnya. RKPD ini
pada dasarnya adalah merupaakn rencana tahunan bersifat rinci dan operasional yang
di susun sebagai jabaran dari rencana pembangunan jangka menengah daerah
(RPJMD) bersangkutan. Sebagaimana dikatakan oleh Bintoro (1976) bahwa rencana
tahunan adalah merupakan penterjemahan tahunan secara lebih kongkrit, spesifik dan
operasional rencana jangka menengah. RKPD ini selanjutnya dijadikan pula sebagai
dasar utama dalam penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah
(RAPBD) bersangkutan.

62
a. Pengertian Rencana Kerja Pemerintah Daerah

RKPD dapat dikatakan sebagai dokumen perencanaan yang sangat praktis dan
operasional karena isinya lebih banyak diarahkan pada perumusan program dan
kegiatan secara rinci, lengkap dengan indikator dan target kinerjanya untuk masing-
masing program dan kegiatan. Disamping itu, RKPD juga memuat perkiraan
kebutuhan dana untuk masing-masing program dan kegiatan berikut unit atau bagian
yang akan mengerjakan dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya.

b. Peranan Rencana Tahunan

Dengan keluarnya UU no 25 tahun 2004 tentang system perencanaan pembangunan


nasional (SPPN) penyusunan perencanaan tahunan merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakn pemerinnttah baik pada tigkat pusat maaupun daerah. Bahkan begitu
pentingnya penyusuna rencana tahunan tersebut uu menukar namanya dengan rencana
kerja pemerintah (RKP) dan rkpd untuk tingkat daerah agar rencana tahunan tersebut
benar-benar dipedomani dalam pelaksanan pembangunan.

Ada tiga alasan penting dalmm penyusuna rencana tahunan tersebut menjadi sangat
penting dalm system perencanaan pembangunan secara keseluruhan

Pertama, melalui penyusunan RKPD tersebut akan dapat dilakukan penyesuaian


secara berkala terhadap RPJMD sesuai dengan perubahan kondisi sosial ekonomi
serta kebijakan pemerintah pada tingkat nasional maupun regional.

Kedua, melalui penyusunan rencana tahunan tersebut, maka dokumen perencanaan


pembangunan yang ada menjadi lebih rinci dan operasional karena RKPD lebih
menekankan pada penyusunan program dan kegiatan yang bersifat operasional.

Ketiga, dengan disusunnya RKPD tersebut yang selanjutnya dijadikan dasar utama
penyusunan RAPBD, maka akan dapat diwujudkan keterpaduan antara perencanaan
dan penganggaran sesuai dengan prinsip teori perencanaan yaitu Planning,
programming, and budgeting system (PPBS).

c. Unsur Pokok Rencana Tahunan

Mengingat rencana tahunan merupakan dokumen perencanaan yang yang lebih


operasional, maka unsur pokok yang terkandung didalamnya juga berbeda dengan
yang lazim terdapat dalam rencana jangka menengah atau rencana pembangunan

63
jangka panjang. Bintoro Tjokroamidjojo (1976) menyatakan dalam bukunya bahwa
sebagai suatu perencanaan yang lebih kongkrit dan operasional, rencana tahunan
paling kurang harus memuat unsur-unsur pokok sebagai berikut:

1. kegiatan apa yang perlu dilakukan pada tahun bersangkutan berikut spesifikasi
lokasi dan rincian aktifitasnya
2. Siapa yang akan melakukan dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program
dan kegiatan tersebut, berikut tata hubungan kerja antara unit yang terkait.
3. Jadwal waktu pelaksanaan program dan kegiatan tersebut berikut kebutuhan dana
sumber pembiayaan.
4. Bentuk keluaran (output) dan hasil (outcome) yang diharapkan dapat dihasilkan
melalui pelaksanaan program dan kegiatan tersebut.

d. Keterkaitan RKPD Dengan Dokumen Perencanaan Lainnya

Sebagaimana telah disinggung terdahulu bahwa dalam Undang Undang Nomor 25


Tahun 2004 dinyatakan bahwa RKPD pada dasarnya adalah merupakan jabaran lebih
konkret dan operasional dari RKPD pada dasarnya adalah merupakan jabaran lebih
konkret dan operasional dari RPJMD untuk tahun bersangkutan. Dari pengertian ini
jelas bahwa keterkaitan antara RKPD dengan RPJMD adalah unsure pertama yang
perlu dijaga dalam penyusunan dokumen RKPD. Keterakaitan ini sangat penting
artinya untuk dapat menjaga keberlanjutan pelaksanaan dari RPJMD selama 5 tahun,
sesuai dengan masa jabatan kepala daerah dan periode berlakunya RPJMD tersebut.

e. Keterkaitan RKPD dan APBD

Keterkaitan antara RKPD dan APBD ini perlu dijaga agar terwujud keterpaduam
antara perencanaan dan penganggaran sesuai dengan salah satu prinsip dalam Ilmu
Perencanaan Pembangunan yaitu planning, programming, and budgeting system
(PPBS). Melalui penerapan prinsip ini diharapkan apa yang telah direncakan benar
benar dapat dilaksanakan dalam praktik. Alasannya adalah karena apa yang
direncanakan tidak akan dapat dilaksanakan bilamana tidak didukung dengan
anggaran yang mencukupi

f. Kerangka Penulisan RKPD

64
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kerangka penulisan RKPD yang dianggap
baik dan dianjurkan untuk digunakan oleh para perencana pembangunan daerah
adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Ruang Lingkup Perencanaan
1.4 Sistematika Penulisan

BAB II Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Pembangunan Tahun Lalu


2.1 Evaluasi Kinerja Makro
2.2 Evaluasi Kinerja Program dan Kegiatan
2.3 Faktor Penentu Keberhasilan Pelaksanaan Program dan Kegiatan
2.4 Permasalahan dan Kendala Pembangunan

BAB III Kerangka Ekonomi Daerah dan Pendanaan


3.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun Bersangkutan
3.2 Tantang dan Prospek Perekonomian Daerah
3.3 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
3.4 Arah Kebijakan Keuangan Daerah

BAB IV Prioritas dan Sasaran Pembangunan Tahun Bersangkutan


4.1 Isu dan Masalah Mendesak
4.2 Penyesuaian Kebijakan Pembangunan
4.3 Prioritas Pembangunan Tahun Bersangkutan

BAB V Penetapan Program dan Kegiatan Prioritas


5.1 Program dan Kegiatan Pemerintah daerah
5.2 Program dan Kegiatan Partisipasi Masyarakat

BAB VI Penutup
6.1 Rencana Pelaksanaan (Action Plan)
6.2 Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan

65
g. Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Tahun Sebelumnya

Evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan tahunan sebelumnya dapat dilakukan


dengan menggunakan dua jenis metode. Pertama, untuk evaluasi pelaksanaan
pembangunan yang bersifat makro dapat digunakan beberapa indicator pembangunan
dengan menggunakan data sekunder yang tersedia. Kedua, untuk evaluasi
pelakssanaan pembangunan pada tingkat program dan kegiatan biasanya digunakan
teknik evaluasi kinerja dengan menggunakan 5 indikator penilaian yaitu masukan,
keluarkan, hasilkan, manfaatkan dan dampak.

Analisis tentang evaluasi pelaksanaan pembangunan tahunan sebelumnya diperlukan


untuk mendapatkan informasi dan masukan tentang keberhasilan pelaksanaan
pembangunan berikut factor keberhasilan dankendala yang dihadapi. Informasi ini
sangat berguna dalam merumuskan kebijakan pembangunan berikut program dan
kegiataan yang akan direncanakaan untuk tahun berikutnya dalam penyusunan RKPD
daerah bersangkutan.

h. Penilaian Ketersediaan dana Pembangunan

Tidak dapat disangkal bahwa pelaksanaan program dan kegiatan banyak ditentukan
oleh ketersediaan dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah yang bersangkutan yang
dijadikan sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah. Sedangkan ketersediaan
dana tersebut untuk satu tahun kedepan relative akan lebih mudah diketahui dibanding
dengan lima tahun kedepan seperti dalam penyusunan RPJMD. Karena itu, analisis
tentang ketersediaan dana dan sumber pembiayaan pembangunan perlu dilakukan
dalam penyusunan RKPD suatu daerah.

i. Perumusan Kebijakan Pembangunan Tahunan

Kebijakan pembangunan daerah yang telah ditetapkan didalam RPJMD adalah untuk
periode lima tahun, sesuai dengan masa jabatan kepala daerah. Karena jangka waktu
itu relative cukup panjang, maka kebijakan ini dapat saja tidak lagi tepat dan relefan
dengan kondisi tahun bersangkutan karena terjadinya perubahan kondisi sosial
ekonomi bersangkutan. Untuk dapat menyesuaikan perencanaan dengan perobahan
tersebut, maka RKPD harus memasukkan kebijakan baru untuk tahun bersangkutan
sesuai dengan perubahan yang terjadi pada daerah yang bersangkutan.

66
j. Penetapan Program dan Kegiatan RKPD

Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan dalam penjabaran lebih lanjut program
dan kegiatan pada penyusunan RKPD. Pertama, Bilamana RPJMD bersangkutan
mempunyai beberapa agenda pembangunan daerah, maka program dan kegiatan
dalam RKPD merupakan jabaran lebih rinci dari agenda pembangunan tersebut.
Kedua, bilamana RPJMD tidak mempunyai agenda pembangunan secara eksplisit,
tetapi adalah langsung dalam bentuk pembangunan yang bersifat umum, maka
penetapan program dan kegiatan dalam penyusunan RKPD adalah penjabaran lebih
kongkrit dan rinci dari program umum yang telah ditetapkan dalam RPJMD tersebut.

k. Indikator dan Target Kinerja

Penggunaan indikator dan target kinerja dalam penyusunan RKPD ini biasanya
dilakukan dengan jalan memasukkannya pada Matrik Program dan Kegiatan. Karena
jumlah program dan kegiatan ini umumnya cukup banyak, maka biasanya matrik ini
diletakkan sebagai lampiran dari buku dokumen RKPD bersangkutan. Untuk lebih
operasionalnya , dalam matrik program dan kegiatan tersebut sebaiknya dicantumkan
pula pagu dana indikatif untuk masing masing kegiatan berikut bagian atau unit kerja
dalam SKPD bersangkutan yang akan melaksanakannya. Besarnya pagu indikatif ini
dapat diperoleh dari Renja SKPD yang disusun oleh instansi teknis yang akan
melaksanakan program dan kegiatan tersebut nantinya

Q. Bab 19 Penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah

Dokumen perencanaan pembangunan daerah terakhir yang wajib disusun sesuai


dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional adalah Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
lazim disebut sebagai Renja SKPD. Sama hal nya dengan RKPD, Renja SKPD pada
dasarnya adalah rencana tahunan (Annual Planning) yang bersifat lebih operasional.
Perbedaannya adalah bahwa RKPD disusun oleh Bappeda karena mencakup seluruh
aspek pembangunan dalam suatu daerah, sedangkan Renja SKPD disusun oleh SKPD
bersangkutan untuk aspek pembangunan daerah tertentu saja, misalnya pendidikan,
pertanian, kesehatan, dan lain-lainnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD
bersangkutan.

67
Kebijakan pembangunan daerah untuk bidang dan sektor tertentu yang telah
ditetapkan dalam Renstra SKPD bersangkutan adalah untuk periode 5 tahun sesuai
dengan masa jabatan kepala daerah. Karena jangka waktu ini relatif cukup panjang,
maka kebijakan ini dapat saja tidak lagi tepat dan relevan karena terjadinya perubahan
situasi dan kondisi sosial ekonomi daerah bersangkutan. Untuk dapat menyesuaikan
dengan perubahan tersebut, maka Renja SKPD sebaiknya menyusun perumusan
kebijakan baru khusus untuk tahun bersangkutan sesuai dengan perubahan yang
terjadi pada SKPD tersebut. Melalui penetapan kebijakan baru ini, akan dapat
dilakukan penyesuaian terhadap kebijakan yang telah ditetapkan semual dalam
Renstra SKPD terdahulu sesuai dengan prinsip perencanaan bergulir (RollingPlan).

Aspek lainnya yang juga sangat penting diperhatikan dalam perumusan program dan
kegiatan pembangunan daerah adalah sinerginya dengan program dan kegiatan yang
lainnya yang terkait. Dalam hal ini, program dan kegiatan yang ditetapkan sebaiknya
mampu bersinergi dengan program dan kegiatan lainnya. Bila sinergi ini dapat
diwujudkan, maka efek berganda (Multiplier effect) yang dapat dihasilkan akan
menjadi lebih besar sehingga proses pembangunan daerah akan menjadi lebih cepat
dan efisien.

Aspek lainnya yang juga sangat penting diperhatikan dalam perumusan program dan
kegiatan adalah tingkat kelayakannya baik secara finansial maupun secara sosial
ekonomi. Dalam hal ini program dan kegiatan pembangunan yang akan ditetapkan
sebaiknya cukup layak yang berarti manfaat (baik secara finansial maupun sosial
ekonomi) lebih besar atau paling kurang sama dengan biaya yang dibutuhkan untuk
pembangunan program dan proyek tersebut. Pertimbangan ini sangat penting artinya
untuk lebih menghemat dan mengefisienkan penggunaan sumber pembiayaan
pembangunan yang tersedia pada daerah bersangkutan.

Aspek terakhir yang juga perlu dipertimbangkan dalam penetapan program dan
kegiatan pembangunan adalah agar tidak bertentangan dengan kondisi sosial dan
budaya setempat. Hal ini sangat penting artinya untuk menjamin dapat terlaksananya
program dan kegiatan pembangunan tersebut dalam masyarakat. Bila program dan
kegiatan yang ditetapkan ternyata berlawanan dengan nilai-nilai dan pandangan sosial
dan budaya setempat, maka besar kemungkinan akan timbul nantinya penolakan
masyarakat terhadap pelaksanaan program dan kegiatan tersebut.

68
Penggunaan indikator dan target kinerja dalam penyusunan Renja SKPD ini biasanya
dilakukan dengan jalan memasukkannya pada Matrik Program dan Kegiatan. Karena
jumlah program dan kegiatan ini umumnya cukup banyak, maka biasanya matrik ini
diletakkan sebagai lampiran dari buku dokumen Renja SKPD tersebut. Untuk lebih
operasionalnya, dalam Matrik Program dan Kegiatan tersebut dicantumkan pula pagu
dana indikatif untuk masing-masing kegiatan berikut unit kerja dalam institusi SKPD
bersangkutan yang akan melaksanakannya.

2.2 Buku pembanding


A. Bab 1 Otonomi Daerah (DR. H. Muhammad Idris Patarai, M.Si, 2016)

Suara Pembaharuan (2002) menggaris bawahi bahwa Otonomi Daerah merupakan


fenomena politik yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi,
terlebih-lebih menjelang era perdagangan bebas. Menjelang perdagangan bebas yang
akan dimulai pada tahun 2020, bangsa dan negara kita membutuhkan manusia
manusia bermental pembangunan yang kreatif.

Otonomi Daerah merupakan bagian dari sistem politik yang senantiasa diharapkan
dapat memberikan peluang bagi warga negara untuk lebih mampu mengembangkan
daya kreativitas. Dengan demikian, otonomi daerah merupakan kebutuhan dalam era
globalisasi tanpa otonomi daerah msyarakat akan mengalami kesulitan menempatkan
diri sejajar dengan manusia lainnya di berbagai negara pada saat perdagangan bebas
itu berlaku.

Pengertian otonomi secara umum yakni ada kewenangan yang melekat pada suatu
orgaisasi atau unit organisasi, untuk mengembangkan fungsi-fungsi tertentu. Dalam
konteks pemerintahan, otonomi biasanya dilihat dari tiga dimensi. Pertama, otonomi
negara dalam berhubungan dengan kekuatan kekuatan yang ada didalam masyarakat
(terutama masyarakat ekonomi dan partai politik). Kedua, otonomi pemerintahan
daerah dalam hubungan dengan pemerintahan pusat. Ketiga, otonomi unit-unit
bawahan dalam organisasi pemerintahan dalam hubungan dengan unit yng lebih
tinggi. Dalam ketiga dimensi tersebut terkandung suatu muatan nlai pokok, yaitu
adanya keleluasan untuk berprakarsa dan berkreasi, implikasi dari adanya otonomi
daerah adalah tumbuhnya suasana

kompetisi yang sehat untuk mengejar keajuan bersama. Berdasarkan dari pemahaman
ini kiranya jelas bahwa jika pemberian otonomi daerah yang lebih besar kepada

69
daerah akan diwujudkan, perlu pada saat yang sama disiapkan program
pengembangan sumber daya aparatur. Agar mereka yang akan menerima tambahan
kewenangan dan urusan yang lebih banyak itu, memeliki kemampuan yang cukup.
Tanpa itu, akan terjadi kesenjangan anatara kewenangan yang ada dan kemampuan
yang memgembangkannya dalam upaya mencapai tujuan akhir otonomi, yaitu
kesejahteraan dan kemajuan bersama.

Secara prinsipil, kewenangan otonomi yang diberikan kepada sesuatu pemerintahan


daerah, dimaksudkan untuk memaksimalkan penyelenggaraan fungsi-fungsi pokok
pemerintahan yang mancakup peayanan (sevice), pemberdayaan (empowerment) dan
pembangunan (development). Dalam fungsi pelayanan terkandung tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam masyarakat. Artinya bahwa siapapun dalam masyarakat
itu harus mendapatkan perlakuan yang sama, tidak memandang apakah dia kaya atau
rakyat biasa, harus mendapatkan perlakuan yang sama. Dalam fungsi pemberdayaan
terkandung untuk menciptakan masyarakat mandiri, dan dalam fungsi pembangunan
terkandung tujuan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.

Otonomi Daerah, sebagaimanna yang telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya,


bahwa desentralisasi adalah penyerahan sebagian urusan pemerintahan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk seterusnya menjadi urusan rumah
tangga daerah. Sebagai implementasi lalu diadakan otonomi daerah baik pada provinsi
maupun kabupaten. Otonomi Daerah itu sendiri berarti hak, wewenang,dan kewajiban
suatu perintahan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Fungsi
mengatur diberikan pada aparat legislatif yaitu DPRD. Itulah sebabnya DPRD pada
masing masing daerah dapat membuat Peraturan Daerah (Perda) masing masing
ketentuan yang berlaku. Sedangkan fungi mengurus diserahkan kepada eksekutif
daerah yaitu Kepala Daerah dan Dinas Otonomnya.

B. Bab 2 Indikator Pembangunan (DR. H. Muhammad Idris Patarai, M.Si, 2016)


Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Ekonomi

Penggunaan indikator dan variable pembangunan bisa berbeda untuk setiap negara. Di
negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin
masih sekitar kebutuhan-kebbutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan
kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya di negara-

70
negara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indikator pembangunan akan
bergeser lepada faktor-faktor sekunder dan tersier (Tikson, 2005).

Sejumlah indikator ekonomi dapat digunakan oleh lembaga-lembaga internasional


antara lain pendapatan per kapota (GNP atau PDB), strukutr perekonomian,
urbanisasi, dan jumlah tabungan. Di samping itu terdapat pula dua indikator lainnya
yang menunjukkan kemajuan pembanhunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah,
yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan Indek Pembangunan Manusia
(HDI). Berikut ini, akan disajikan ringkasan Deddy T. Tikson (2005) terhadap kelima
faktor indikator tersebut:

1. Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu
indikator makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukut pertumbuhan
ekonomi. Dalam prespektif makro ekonomi, indikator ini merupakan bagian
kesejahteran manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita telah
menjadi indikator makro ekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memilimi
beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah
dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. walaupun demikian,
beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini tidak mengukur distribusi
pendapat dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber
daya ekonomi.

2. Struktur Ekonomi

Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan perndapatan per kapita akan menerminkan
transformasi sturktural dalam bidang ekonimi dan kelas-kelas sosial. Dengan adanya
perkembangan ekonomu dan peningkatan per kapita, kontribusi sector
manufaktur/industry dan jasa terhadap pendapatan nasional akan meningkat terus.
Perkembangan sector industi dan oerbaikan tingkat upah akan meningkatkan
permintaan atas barang-barang industri. yang akan diikuti oleh perkembangan
investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain pihak, kontribusi sector pertanian
terhadap pendapatan nasional akan semakin menurun.

3. Urbanisasi

71
Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim
di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan, urbanisasi dikatakan tidak
terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengan
proporsi industrialisasi. Ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi
sesuai dengan cepatnya industrilisasi.

4. Angka Tabungan

Perkembangan sector manufaktur/industry selama tahap industrialisasi memerlukan


investasi dan modal. Financial capital merupakan faktor utama dalam proses
industrialisasi dalam sebuah masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggris, umunya
Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh revlusi industry. Dalam
masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal usaha ini dapat dihimpun
melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah.

5. Indeks Kualitas Hidup

IKH atau Physical Quality of Life (PQLI) digunakan untuk mengukur kesejahteraan
dan kemakmuran masyarakat. Indeks ini dibuat indikator makro ekonomi tidak dapat
memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat dalam mengukur
keberhasilan ekonomi. Misalnya, pendapatan naisonal sebuah bangsa dapat tumbuh
terus, tetapi tanpa diikuti oleh pemerintah.

C. Bab 3 Pelaksanaan Pembangunan (DR. H. Muhammad Idris Patarai, M.Si, 2016)

Sistem Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja merupakan salah satu kegiatan perencanaan dan manajemen


pembangunan yang tidak kalah penting dibanding kegiatan lainnya. Namun, kegiatan
ini masih belum banyak dilakukan secara komprehensif, sistematis, mandiri dan
melembaga. Evaluasi kinerja terhadap proyek yang sudah selesai dibangun pada
proyek yang sudah beberapa tahun berfungsi, pada umumnya baru dilakukan untuk
proyek-proyek bantuan luar negeri bersama-sama dengan pihak pemberi bantuan
seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, atau pemberi bantuan bilateral, seperti
Jepang dan Amerika Serikat.

Dari segi pendekatan, penilaian kinerja proyek pembangunan dilakukan antara lain
dengan membandingkan sasaran kinerja dengan realisasi kinerja yang dicapai pada

72
tahap proyek selesai dibangun atau pada tahap proyek telah berfungsi. Perbandingan
antara indikator kinerja dan sasaran kinerja yang direncanakan dengan realisasi
tersebut akan dapat mengungkapkan tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan
proyek pembangunan serta tingkat pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan.

Untuk mengamankan pelaksanaan pembangunan dalam mencapai sasaran dan


tujuannya secara efisien dan efektif diterapkanllah suatu sistem pengawasan. Hal ini
sejalan konsep manajemen di mana kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen. Ketiganya sangat
berhubungan erat, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Dari konsep pengawasan yang demikian, lahirlah kelembagaan aparat pengawasan


pembangunan yang terdiri atas: aparat pengawasan intern pemerintah, yang disebut
juga Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP), dan Aparat Pengawasan
Ekstern Pemerintah (APEP).

Sistem pemantauan dan evaluasi kinerja mempunyai peranan penting dalam


menyediakan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan proyek, baik dalam
pengendalian pelaksanaan proyek maupun dalam perencanaan berikutnya. Oleh
karena itu, pemantauan dan evaluasi kinerja proyek pembangunan merupakan salah
satu tugas pokok yang perlu dipraktikkan dalam perencanaan dan manajemen
pembangunan.

Dalam sistem pemantauan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang berlaku


dewasa ini, terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Proyek-proyek pembangunan yang dipantau


b. Pejabat yang menyampaikan laporan
c. Periode pelaporan
d. Bentuk-bentuk formulir pelaporan.
e. Mekanisme pelaporan.

D. Bab 4 Perencanaan Pembangunan (Zul Azhar, 2019)

Pengertian Perencanaan

Perencanaan (Planning) diderevatif dari fungsi manajemen yaitu POAC (Panning,


Organizing, Actating and Controling). Menurut D. Conyers dan Hills (1984),

73
Perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari
berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk
mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. Sedangkan menurut MT Todaro
(Economic Development, 7 th ed., 2000); Perencanaan Ekonomi adalah upaya
pemerintah secara sengaja untuk mengkoordinir pengambilan keputusan ekonom
dalam jangka panjang serta mempengaruhi, mengatur dan dalam beberapa hal
mengontrol tingkat dan laju pertumbuhan berbagai variable ekonomi yang utama
untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya
menurut Jhingan; Perencanaan adalah teknik/cara untuk mencapai tujuan, untuk
mewujudkan maksud dan sasaran tertentu yang telah ditentukan sebelumnya dan telah
dirumuskan dengan baik oleh Badan Perencana Pusat. Tujuan tersebut mungkin untuk
mencapai sasaran social, politik atau lainnya.

Arti pentingnya perencanaan yaitu merencanakan berarti memilih; Memilih berbagai


alternatif tujuan agar tercapai kondisi yang lebih baik. Memilih cara/kegiatan untuk
mencapai tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut. Perencanaan sebagai alat untuk
mengalokasikan sumber daya: SDA, SDM, Modal. Sumber daya terbatas sehingga
perlu dilakukan pengalokasian sumber daya sebaik mungkin.Konsekuensi:
pengumpulan dan analisis data dan informasi mengenai ketersediaan sumber daya
yang ada menjadi sangat penting. Perencan harus ber motto “Plan what you do, and
do what you plan”.

Perencanaan sebagai alat untuk mencapai tujuan /sasaran. Beberapa masalah yang
dihadapi dalam pembuatan tujuan antara lain; Tujuan tidak terdefinisikan dengan
baik, tujuan tidak realistik, perencanaan cenderung lebih dari satu tujuan, kadang tidak
konsisten satu sama lain, tujuan dipertanyakan atau tidak sesuai dengan tujuan
pengambil keputusan lain (Mis: DPRD), perencanaan berhubungan dengan masa yang
akan datang, yang berkaitan dengan: Proyeksi/prediksi.

Perencanaan dapat diumpamakan sebagai suatu jembatan yang menjadi penghubung


antara masa sekarang dengan masa datang yang hendak dituju. Sekiranya jembatan itu
hendak dibangun, berarti kita telah mengetahui dimana kita berada, apa-apa yang
harus dilakukan dan kemana kita hendak pergi. Dengan demikian, suatu perencanaan
merupakan tindakan pengambilan keputusan di depan, mengenai apa, bagaimana,

74
bilamana, dan siapa yang berkaitan dengan sesuatu kegiatan dalam mencapai
tujuannya.

Untuk merumuskan suatu perencanaan seringkali ditemui berbagai kesulitan, terutama


dalam mengahadapi faktor manusia dan meramalkan kejadian masa datang. Faktor
manusia itu meliputi baik dalam arti oknum, pelaksana, kelompok, masyarakat
maupun diri pribadi sendiri. Seseorang bisa jujur tetapi sulit dipegang janjinya atau
seseorang bisa jujur dan dapat dipegang janjinya akan tetapi tidak cocok dengan
tugas-tugasnya. Sementara itu, peramalan kejadian masa datang hanya bisa dilihat
kemungkinan-kemungkinannya, yang diperoleh atas dasar informasi masa lalu dan
masa sekarang. Data dan informasi tersebut seringkali diragukan keakuratannya.
Begitu pula, kemampuan piranti analisa yang digunakan dan kemampuan sebagai
manusia yang terbatas menyebabkan kejadian yang pasti dimasa datang merupakan
hal yang tidak mungkin diramalkan secara tepat.

E. Bab 5 Perencanaan Pembangunan Ekonomi (Zul Azhar, 2019)

Dalam Ilmu Ekonomi mengenal teori keseimbangan yang stabil (stabile equilibrium).
Teori ini menyebutkan bahwa jika terjadi perubahan dari keadaan seimbang, maka
akan timbul suatu reaksi dalam bentuk perubahan ke arah yang berlawanan dengan
keadaan yang pertama, sehingga akhirnya keadaan akan kembali kepada
keseimbangan semula.

Teori ini ternyata tidak dapat diterapkan pada sistem sosial. Dalam sistem sosial tidak
terdapat kekuatan yang secara otomatis mengembalikan keadaan yang tidak stabil ke
keadaan stabil. Dalam kenyataan dapat kita lihat bahwa jika terjadi suatu perubahan
sosial dalam sistem sosial, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan
lain yang membawa sistem tersebut semakin jauh dari keadaan semula. Hal ini
menunjukkan bahwa suatu proses sosial cenderung komulatif, bahkan dengan laju
yang semakin cepat. Ada dua metoda untuk memotong lingkaran setan kemiskinan
tersebut. Pertama, melakukan pembangunan yang terencana dengan mencari modal
dari luar negeri yang disebut industrialisasi yang diproteksi, dan kedua adalah dengan
cara menghimpun tabungan wajib yang disebut industrialisasi dengan kemampuan
sendiri.

Dasar pemikiran timbulnya perencanaan di NSB itu adalah untuk memperbaiki dan
memperkuat mekanisme pasar. Mekanisme pasar di NSB biasanya belum sempurna

75
karena ketidaktahuan dan ketidakbisaan NSB-NSB dengan mekanisme seperti itu,
sehingga perekonomian didominasi oleh sektor non-uang. Pasar produk, faktor
produksi, modal dan uang tidak terorganisir dengan baik sehingga keseimbangan
antara permintaan dan penawaran agregat atas barang dan jasa tidak terjadi. Untuk
menghapuskan ketidaksempurnaan pasar tersebut, yakni agar mobilisasi dan
pemanfaatan sumber-sumber dapat lebih efisien, maka diperlukan suatu perencanaan.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan Isi Buku


A. Bab 1
Menurut buku “Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi” (Sjafrizal,
2017), adalah sebagai berikut :

llmu perencanaan pembangunan sebenarnya berasal dari perencanaan ekonomi yang


bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

76
Sebagaimana diungkapkan oleh Bintoro (1976) bahwa literatur tentang perencanaan
sosial yang terbit sebelum tahurr 1965 kebanyakan menggunakan istilah perencanaan
ekonomi (Economic Planning) karena sasaran akhirnya adalah peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini terlihat dari buku Arthur Lewis terdahulu yang
diterbitkan tahun 1951 berjudul The Principles of Economic Planning. Demikian pula
halnya dengan buku-buku karangan Mead, J. E (1948), Gunnar Myrdal (1957), dan
United Nation (1963) yang juga menggunakan istilah perencanaan ekonomi.

Sedangkan pada buku “Kajian Lingkungan & Perencanaan Pembangunan” (Zul


Azhar, 2019) mencakup :

Dalam Ilmu Ekonomi mengenal teori keseimbangan yang stabil (stabile equilibrium).
Teori ini menyebutkan bahwa jika terjadi perubahan dari keadaan seimbang, maka
akan timbul suatu reaksi dalam bentuk perubahan ke arah yang berlawanan dengan
keadaan yang pertama, sehingga akhirnya keadaan akan kembali kepada
keseimbangan semula.

Teori ini ternyata tidak dapat diterapkan pada sistem sosial. Dalam sistem sosial tidak
terdapat kekuatan yang secara otomatis mengembalikan keadaan yang tidak stabil ke
keadaan stabil. Dalam kenyataan dapat kita lihat bahwa jika terjadi suatu perubahan
sosial dalam sistem sosial, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan
lain yang membawa sistem tersebut semakin jauh dari keadaan semula. Hal ini
menunjukkan bahwa suatu proses sosial cenderung komulatif, bahkan dengan laju
yang semakin cepat. Ada dua metoda untuk memotong lingkaran setan kemiskinan
tersebut. Pertama, melakukan pembangunan yang terencana dengan mencari modal
dari luar negeri yang disebut industrialisasi yang diproteksi, dan kedua adalah dengan
cara menghimpun tabungan wajib yang disebut industrialisasi dengan kemampuan
sendiri.

Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa

Jika terjadi suatu perubahan sosial dalam sistem sosial, maka perubahan tersebut akan
menimbulkan perubahan lain yang membawa sistem tersebut semakin jauh dari
keadaan semula. Hal ini menunjukkan bahwa suatu proses sosial cenderung komulatif,
bahkan dengan laju yang semakin cepat.

B. Bab 2

77
Menurut buku “Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi” (Sjafrizal,
2017), adalah sebagai berikut :

Perencanaan pada dasarnya merupakan cara, teknik, atau metode untuk mencapai
tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah, dan efisien sesuai dengan sumber daya
yang tersedia. Dengan demikian, secara umum perencanaan pembagunan adalah cara
atau teknik untuk mencapai tujuan pembangunan secara tepat, terarah, dan efisien
sesuai dengan kondisi negara atau daerah bersangkutan. Terdapat beberapa komponen
utama dari perencanaan pembangunan pada dasarnya yaitu :1) Merupakan usaha
pemerintah secara terencana dan sistematis untuk mengendalikan dan mengatur proses
pembangunan. 2) Mencakup periode jangka panjang, menengah, dan tahunan. 3)
Menyangkut dengan variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan secara keseluruhan baik secara langsung maupun tidak langsung. 4)
Mempunyai suatu sasaran pembangunan yang jelas sesuai dengan keinginan
masyarakat.

Sedangkan pada buku “Kajian Lingkungan & Perencanaan Pembangunan” (Zul


Azhar, 2019) mencakup :

Arti pentingnya perencanaan yaitu merencanakan berarti memilih; Memilih berbagai


alternatif tujuan agar tercapai kondisi yang lebih baik. Memilih cara/kegiatan untuk
mencapai tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut. Perencanaan sebagai alat untuk
mengalokasikan sumber daya: SDA, SDM, Modal. Sumber daya terbatas sehingga
perlu dilakukan pengalokasian sumber daya sebaik mungkin.Konsekuensi:
pengumpulan dan analisis data dan informasi mengenai ketersediaan sumber daya
yang ada menjadi sangat penting. Perencan harus ber motto “Plan what you do, and
do what you plan”.

Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa

perencanaan pembagunan adalah cara atau teknik untuk mencapai tujuan


pembangunan secara tepat, terarah, dan efisien sesuai dengan kondisi negara atau
daerah bersangkutan.

C. Bab 6
Menurut buku “Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi” (Sjafrizal,
2017), adalah sebagai berikut :

78
Pengertian otonomi menyangkut dengan dua hal pokok yaitu : kewenangan untuk
membuat hukum sendiri dan kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka otonomi daerah pada hakikatnya adalah hak
atau wewenang untuk mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom
(Sarundajang, 2000). Hak atau wewenang tersebut meliputi pengaturan pemerintahan
dan pengelolaan pembangunan yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah.

Sedangkan pada buku “Perencanaan pembangunan Daerah” (DR. H. Muhammad Idris


Patarai, M.Si, 2016) mencakup :

Pengertian otonomi secara umum yakni ada kewenangan yang melekat pada suatu
orgaisasi atau unit organisasi, untuk mengembangkan fungsi-fungsi tertentu. Dalam
konteks pemerintahan, otonomi biasanya dilihat dari tiga dimensi. Pertama, otonomi
negara dalam berhubungan dengan kekuatan kekuatan yang ada didalam masyarakat
(terutama masyarakat ekonomi dan partai politik). Kedua, otonomi pemerintahan
daerah dalam hubungan dengan pemerintahan pusat. Ketiga, otonomi unit-unit
bawahan dalam organisasi pemerintahan dalam hubungan dengan unit yng lebih
tinggi.

Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa

otonomi daerah merupakan kebutuhan dalam era globalisasi tanpa otonomi daerah
msyarakat akan mengalami kesulitan menempatkan diri sejajar dengan manusia
lainnya di berbagai negara pada saat perdagangan bebas itu berlaku.

D. Bab 8
Menurut buku “Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi” (Sjafrizal,
2017), adalah sebagai berikut :

Analisis tentang struktur ekonomi daerah diperlukan dalam penyusunan perencanaan


pembangunan daerah sebagai dasar untuk menentukan arah umum pembangunan
daerah. Bila struktur perekonomian suatu daerah didominasi oleh kegiatan pertanian
(agraris), maka arah pembangunan juga disesuaikan dengan struktur perekonomian
daerah tersebut. Demikian pula sebaliknya bilamana struktur perekonomian suatu
daerah sudah mulai didominasi oleh sektor industri atau jasa, maka kebijakan
pembangunan daerah juga harus difokuskan pada kegiatan tersebut.

79
Sedangkan pada buku “Perencanaan pembangunan Daerah” (DR. H. Muhammad Idris
Patarai, M.Si, 2016) mencakup :

Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan perndapatan per kapita akan menerminkan
transformasi sturktural dalam bidang ekonimi dan kelas-kelas sosial. Dengan adanya
perkembangan ekonomu dan peningkatan per kapita, kontribusi sector
manufaktur/industry dan jasa terhadap pendapatan nasional akan meningkat terus.
Perkembangan sector industi dan oerbaikan tingkat upah akan meningkatkan
permintaan atas barang-barang industri. yang akan diikuti oleh perkembangan
investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain pihak, kontribusi sector pertanian
terhadap pendapatan nasional akan semakin menurun.

Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa

Bilamana struktur perekonomian suatu daerah sudah mulai didominasi oleh sektor
industri atau jasa, maka kebijakan pembangunan daerah juga harus difokuskan pada
kegiatan tersebut.

E. Bab 14
Menurut buku “Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi” (Sjafrizal,
2017), adalah sebagai berikut :

Evaluasi pelaksanaan rencana dan kebijakan pembangunan daerah secara pasial


dilakukan dengan melihat pada keberhasilan pelaksanaan pembangunan pada tingkat
program atau proyek (kegiatan). Evaluasi ini diaktakan parsial karena hanya melihat
kepada sebagian dari kegiatan pembangunan daerah saja yang belum tentu
menggambarkan kondisi pembangunan daerah secara keseluruhan. Karena itu, untuk
mendapatkan gambaran menyeluruh dari keberhasilan pelaksanaan rencana dan
kebijakan pembangunan suatu daerah, perlu dilakukan penilaian terhadap sejumlah
program dan kegiatan utama yang berskala besar dan memberikan dampak cukup
besar atau siginifikan terhadap proses pembangunan daerah bersangkutan.

Sedangkan pada buku “Perencanaan pembangunan Daerah” (DR. H. Muhammad Idris


Patarai, M.Si, 2016) mencakup :

Dari segi pendekatan, penilaian kinerja proyek pembangunan dilakukan antara lain
dengan membandingkan sasaran kinerja dengan realisasi kinerja yang dicapai pada
tahap proyek selesai dibangun atau pada tahap proyek telah berfungsi. Perbandingan

80
antara indikator kinerja dan sasaran kinerja yang direncanakan dengan realisasi
tersebut akan dapat mengungkapkan tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan
proyek pembangunan serta tingkat pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan.

Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa

Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari keberhasilan pelaksanaan rencana dan


kebijakan pembangunan suatu daerah, perlu dilakukan penilaian terhadap sejumlah
program dan kegiatan utama yang berskala besar dan memberikan dampak cukup
besar atau siginifikan terhadap proses pembangunan daerah bersangkutan.

3.2 Kelebihan dan Kekurangan Buku


1. Kelebihan Buku
Kelebihan buku utama dibandingkan buku pembanding yaitu :
1) Buku utama membahas materi perencanaan pembangunan lebih kompleks
dibandingkan dengan buku pembanding dan buku utama pastinya menggunakan
bahasa yang komunikatif sehingga mempermudah pembaca untuk memahami isi
pembahasan yang cukup luas

81
2) Buku utama kaya akan kajian teori yang cukup banyak menambah referensi
pembaca
3) Buku utama juga membahas hal detail seperti mengenai beberapa teknik dalam
melakukan perencanaan pembangunan di daerah dengan menggunakan beberapa
teknik seperti teknik infikator pembangunan daerah, teknik perencanaan regional,
tekni analisis input-output, teknik prediksi, dan teknik analisis SWOT.
4) buku utama memberikan gambaran secara tertulis lebih lengkap khususnya
mengenai perencanaan pembangunan dalam era otonomi secara konseptual
5) Buku utama juga memaparkan rumus dan kurva mengenai materi pembahasan
yang menyangkut perencanaan pembangunan.
6) Buku utama dielngkapi cara penyusunan dokumen perencanaan pembangunan
daerah seperti penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
7) Buku utama dilengkapi contoh mengenai cara penyusunan indikator kinerja.

2. Kelemahan Buku
Dalam buku utama pada pembahasan perencanaan pembangunan dengan
menggunakan kajian teori yang cukup banyak tidak dilengkapi dengan solusi atas
program peningkatan kesejahteraan secara adil bagi rakyat seperti pada buku
pembanding.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perencanaan pembangunan pada dasarnya adalah cara, teknik atau metode untuk
mencapai tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah, dan efisien sesuai dengan sumber daya

82
yang tersedia. Sedangkan tujuan dari perencanaan pembangunan adalah untuk mendorong
proses pembangunan secara lebih terarah dan cepat guna untuk mewujudkan masyarakat
yang maju, makmur, dan sejahtera dan hal ini dilakukan karena Mengingat pembangunan
bertujuan untuk meningkatkan pembangunan daerah yang bersifat menyeluruh, maka dalam
penyusunan dokumen RPJMD, perlu disusun pula suatu bab khusus tentang kerangka
ekonomi makro dan sumber pembiayaan pembangunan daerah bersangkutan. Melalui analisis
kerangka ekonomi makro ini akan dapat diperoleh gambaran umum perekonomian daerah
secara makro dan analisis ini sangat penting artinya sebagai dasar dalam perumusan strategi,
sasaran pembangunan, kebijakan dan program pembangunan daerah dari segi ekonomi dan
keuangan. Dengan cara demikian, perumusan strategi, kebijakan, dan program pembangunan
akan menjadi lebih tepat dan terarah sesuai dengan potensi ekonomi dan kondisi masyarakat
daerah bersangkutan.

4.2 Saran
Dalam pembahasan mengenai perencanaan pembangunan, sebaiknya membuat sebuah
peta konsep di tiap awal bab, agar pembaca lebih memahami setiap pembahasan secara garis
besar terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Z. Kajian Lingkungan & Perencanaan Pembangunan. CV Berkah Prima.

Patarai, M. I. (2016). Perencanaan Pembangunan Daerah (Sebuah Pengantar). Makassar:


De La Mecca.

83
Sjafrizal. (2017). Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi. Jakarta: Rajawali
Press.

84

Anda mungkin juga menyukai