Anda di halaman 1dari 3

Salah satu tujuan utama pemerintahan daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran


serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya penyerahan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Pemerintah Daerah yang menjadi kewenangannya atau
otonominya menyebabkan kekuasaan dan beban Pemerintah Daerah cukup luas,
karena itu perlu diimbangi dengan penyelenggaraan pemerintahan yang bertanggung
jawab (accountable) untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan
(detournement de pouvoir) oleh Pemerintah Daerah. Pemerintahan yang baik hanya
dapat diwujudkan dalam Negara Hukum. Salah satu asas pemerintahan yang baik
adalah asas akuntabilitas yang mengharuskan Pemerintah Daerah
mempertanggungjawabkan seluruh tindakannya dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah terdiri atas pertanggungjawaban politik,
hukum dan ekonomi. Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada Pemerintah
lebih bersifat politis, karena laporan tersebut digunakan oleh Pemerintah sebagai dasar
melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah dan sebagai bahan
pembinaan lebih lanjut sedangkan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada
DPRD digunakan memberikan penilaian atas isi pertanggungjawaban Pemerintah
Daerah. Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah oleh Pemerintah Daerah
kepada Pemerintah harus diartikan sebagai pertanggungjawaban yang bersifat interen
dalam rangka evaluasi dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Sedangkan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD dapat
diartikan sebagai pertanggungjawaban yang bersifat eksteren, walaupun sifatnya hanya
berupa laporan keterangan, namun hal ini dapat berimplikasi hukum terutama dalam
pengajuan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang APBD dan pemberhentian
Kepala daerah dan wakilnya dalam masa jabatannya, yang kemungkinannya DPRD
akan menolak atau tidak menyetujuinya. Selain itu, Pemerintah Daerah mempunyai
kewajiban menyusun rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
disampaikan dihadapan rapat paripurna DPRD. Secara politis isi perencanaan harus
dipertanggungjawabkan pelaksanaannya dalam bentuk laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD. Namun demikian pelaksanaan rencana strategis
tersebut tidak dapat dipisahkan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan,
karena pelaksanaan rencana strategis membutuhkan dana dari rakyat yang
penggunaannya harus mendapatkan persetujuan DPRD. Mekanisme
pertanggungjawaban akhir tahun anggaran diatur dalam Pasal 6, 7, 8, dan 9 PP No.
108 Tahun 2000 tersebut yang substansinya menegaskan bahwa pertanggungjawaban
akhir tahun anggaran dibacakan oleh Kepala Daerah di depan sidang paripurna DPRD
dan setelah itu dokumen pertanggungjawaban diserahkan kepada DPRD untuk
dilakukan penilaian. Pertanggungjawaban Kepala Daerah dapat ditolak apabila terdapat
perbedaan yang nyata antara rencana dengan realisasi APBD yang merupakan
penyimpangan yang alasannya tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan tolak
ukur renstra. Apabila pertanggungjawaban kepala daerah ditolak oleh DPRD, maka
DPRD dapat mengusulkan pemberhentian kepada Presiden melalui Menteri dalam
Negeri bagi Gubernur dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi
Bupati/Walikota. Sehubungan dengan strategi mewirausahakan birokrasi, Menurut
Osborne dan Gaebler, mewirausahakan birokrasi berarti mentransformasikan semangat
wirausaha ke dalam sektor publik. Di era otonomi daerah, dimana pemerintah di daerah
dituntut untuk bisa mandiri, usaha tersebut dapat diterapkan agar produktivitas dan
efisiensi kerja Pemda bisa dioptimalkan. Oleh karena itu, pemahaman atas cara-cara
mewirausahakan birokrasi Pemerintahan Daerah harus dikuasai oleh aparat birokrasi,
terlebih-lebih oleh Bupati/ Walikota termasuk pimpinan pada tiap-tiap instansi/ dinas.
Pengelolaan keuangan daerah harus seimbang dengan pelaporan pertanggungjawaban
pelaksanaan yang transparan dan akuntabel dengan cara melakukan pelaporan secara
periodik pada pemerintahan tingkat diatasnya. Dalam hal pertanggungjawaban
administrasi keuangan kompetensi sumber daya manusia pengelola merupakan
kendala utama, sehingga masih memerlukan pendampingan dari aparat pemerintah
daerah guna penyesuaian perubahan aturan setiap tahun. Kinerja perangkat daerah
berpengaruh dalam pengelolaan keuangan yang sesuai dengan undang-undang nomor
6 tahun 2014. Potensi Fraud tidak dapat dihindari dalam pengelolaan keuangan daerah
yang dimulai dari proses perencanaan, implementasi dan pelaporan baik dari sisi
regulasi, tata kelola, pengawasan, dan sumber daya manusia. Potensi berkembangnya
fraud dapat ditekan dengan melakukan beberapa strategi anti fraud seperti menerapkan
e-budgeting pada keuangan daerah, peningkatan kompetensi SDM pengelola, dan
pengawasan yang dilakukan secara bersinambungan. Sistem pengendalian intern,
kompetensi aparatur, dan moralitas ternyata memberikan pengaruh yang sigfnifikan
terhadap pencegahan fraud dalam pengelolaan keuangan daerah. Hal ini dikarenakan
bahwa segala jenis tindakan kecurangan dalam keuangan di suatu
organisasi/pemerintahan dapat dicegah melalui sistem pengendalian internal yang
memadai. Moralitas berhasil memoderasi pengaruh kompetensi aparatur dan sistem
pengendalian internal terhadap pencegahan fraud pada pengelolaan keuangan daerah.
Hal ini diakibatkan karena kompetensi atau kemampuan seseorang dalam mengelola
keuangan sering disalahgunakan untuk melakukan kecurangan tanpa didampingi
dengan moralitas yang baik, namun moralitas yang baik dan kompetensi aparatur yang
memadai juga harus didukung oleh sistem pengendalian internal yang handal sehingga
mampu mencegah fraud dalam pengelolaan keuangan daerah.
Waktu Penyampaian Laporan. Temuan terkait Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan
APBDes ditinjau dari waktu penyampaian ada 2 (dua) point penting terkait dengan proses Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes yaitu masalah waktu penyampaian yang seringkali
tidak sesuai dengan waktu yang diberikan baik itu yang tertera dalam Permendagri 113/2014 dan
Perbup 18/2015 dan keakuratan dari Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes.
Didalam LHP yang dilakukan oleh BPK keterlambatan penyampaian laporan itu menyebabkan sebagian
dana desa tidak dapat dievalusi penggunaan dan pemanfaatannya. Pemerintah Desa tidak dapat
menyelesaikan Laporan Pertanggungjawaban disebabkan beberapa hal, yaitu keterlibatan BPD dan Tim
Pelaksana Kegiatan (TPK). BPD dilibatkan dalam proses pembuatan Laporan Pertanggungjawaban
Realisasi Pelaksanaan APBDes, karena penyampaian laporan pertanggujawaban ke Pemerintah Daerah
harus dalam bentuk Peraturan Desa. Peraturan Desa ini hanya dapat dibuat apabila telah terjadi
kesepakatan dengan BPD. sedangkan TPK terkait dengan bukti-bukti pengeluaran pada saat kegiatan
pengelolaan keuangan dilaksanakan. Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah keterlambatan.

Anda mungkin juga menyukai