Anda di halaman 1dari 16

PANJI KEADILAN

Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum


Universitas Muhammadiyah Bengkulu
P-ISSN: 2599-1892, E-ISSN: 2622-3724
Volume 4, Nomor 2, Juni 2021

PENAFSIRAN HUKUM TERHADAP PEMUFAKATAN JAHAT DALAM PASAL 132


AYAT (1) SEBAGAI BIJZONDERE DELNEMING DARI PASAL 55 DAN 56
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Reza Riski Fadillah
Program Magister Imu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Riau
email: andriolokasaputra@gmail.com

ABSTRAK
Permufakatan jahat belum ada suatu permulaan pelaksanaan, malahan belum ada perbuartan
persiapan, melainkan baru ada kesepakatan akan melakukan kejahatan. Dalam sistem KUHPidana,
pembentuk undang-undang ternyata tidak selalu mau menunggu sampai benar-benar ada permulaan
pelaksanaan dari suatu perbuatan. Tulisan ini membahas mengenai tinjauan yuridis terhadap
permufakatan jahat dalam Pasal 132 Ayat (1) Sebagai Bijzond er Delneming dari Pasal 55 dan 56
Kitab Undang–Undang Hukum Pidana Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika. Metode penelitian adalah penelitian hukum normatif kajian tentang sinkronisasi hukum,
peneliti mengumpulkan data yang terdiri dari data primer, sekunder dan tertier. Teknik pengumpulan
data yaitu kajian kepustakaan. Analisis data dilakukan secara kualitatif serta menarik kesimpulan
penulis menggunakan metode berfikir deduktif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Penafsiran
hukum terhadap permufakatan jahat dalam Pasal 132 Ayat (1) Sebagai Bijzondere Delneming dari
Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Aparat Penegak Hukum pada saat ini
terdapat perbedaan, pada putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir Nomor 373/Pid.Sus/2018/PN Rhl
dan putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 757/Pid/B/2015/PN_Bdg perbuatan terdakwa
merupakan Tindak Pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Undang Undang RI Nomor 35
tahun 2009 Tentang Narkotika. Terdakwa oleh Penuntut Umum, telah didakwa melakukan suatu
tindak pidana, sesuai dengan surat dakwaan yang disusun dalam bentuk alternative, putusan kesatu
didakwa dengan Pasal 127 ayat (1) huruf a jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika (dalam dakwaan Kedua Penuntut Umum) sedangkan putusan kedua didakwa
dengan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No.35 Tahun 2009 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Pemufakatan
jahat diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penjelasan Pasal 1 ayat
(18) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dijelaskan bahwa Permufakatan Jahat
adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan,
melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menuruh, menganjurkan memfasilitasi, memberi
konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan suatu
tindak pidana narkotika. Dalam pasal tersebut juga mengandung makna bahwa pasal ini diterapkan
untuk tindak pidana yang baru akan terjadi tetapi pada praktenya pasal ini juga dapat diterapkan
untuk tindak pidana yang sudah terjadi. Saran penulis untuk kedepannya agar aparat penegak hukum
tidak keliru dalam menafsirkan hukum kedalam kasus-kasus yang ditangani, sehingga tidak
menimbulkan kontroversi dan dapat mewujudkan tujuan dari hukum itu sendiri, yaitu kepastian
hukum, keadilan dan kemanfaatan dan kedepannya diatur lebih tegas dan diatur secara khusus
dalam undang-undang mengenai pemufakatan jahat sehingga tidak ada lagi perbedaan penafsiran
dikalangan aparat penegak hukum.
Kata kunci: pemufakatan jahat; bijzondere delneming; narkotika.
274 Panji Keadilan Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
P-ISSN: 2599-1892, E-ISSN: 2622-3724
Volume 4, Nomor 2, Juni 2021

ABSTRACT
The conspiracy for evil has not yet started its implementation, in fact there has been no preparation,
but only an agreement has been made to commit crimes. In the Criminal Code system, legislators do
not always want to wait until an act has actually started. This paper discusses the juridical review of
criminal conspiracy in Article 132 Paragraph (1) As Bijzond er Delneming of Articles 55 and 56 of the
Criminal Code based on Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. The research method is
normative legal research, the study of legal synchronization, the researcher collects data consisting of
primary, secondary and tertiary data. The data collection technique is literature review. The data
analysis was carried out qualitatively and draw conclusions from the author using the deductive
thinking method. The conclusion of this research is that the legal interpretation of evil conspiracy in
Article 132 Paragraph (1) As Bijzondere Delneming from Articles 55 and 56 of the Criminal Code by
Law Enforcement Officials at this time there are differences, in the Rokan Hilir District Court decision
Number 373/Pid.Sus/2018/PN Rhl and the decision of the Bandung District Court Number: 757/
Pid/B/2015/PN_Bdg the actions of the defendant are criminal acts as regulated and threatened in the
Republic of Indonesia Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. The defendant by the public
prosecutor has been charged with committing a criminal act, according to the indictment prepared in
an alternative form, the first verdict is charged with Article 127 paragraph (1) letter a jo Article 132
paragraph (1) of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics (in the Second Public Prosecutor's
indictment) while the second verdict is charged with Article 127 paragraph (1) letter a of Law No.35
of 2009 in conjunction with Article 55 paragraph 1 to 1 of the Criminal Code. Conspiracy is regulated
in Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. The explanation of Article 1 paragraph (18) of Law
Number 35 of 2009 concerning Narcotics explains that the Conspiracy is the act of two or more
people who conspire or agree to do, implement, assist, participate in, instruct, recommend
facilitating, giving consultation, become a member of a Narcotics crime organization, or organizing a
narcotics crime. The article also implies that this article is applied to crimes that are just about to
occur, but in practice this article can also be applied to crimes that have already occurred. The
author's suggestions for the future so that law enforcement officials are not mistaken in interpreting
the law into the cases handled, so that it does not cause controversy and can realize the objectives of
the law itself, namely legal certainty, justice and benefits and in the future it is regulated more firmly
and specifically regulated in law regarding evil conspiracy so that there are no more differences in
interpretation among law enforcement officials.
Keywords: conspiracy of evil; bijzondere delneming; narcotics.

PENDAHULUAN isinya sebagai berikut:1 “Permufakatan


Permufakatan jahat (samenspanning) jahat dianggap ada, bila dua orang atau
merupakan suatu perencanaan disertai lebih bermufakat untuk melakukan
kesepakatan untuk melakukan suatu kejahatan itu. (Kitab Undang-Undang
kejahatan, dapat dikatakan tindak pidana Hukum Pidana 110, 111 bis, 116, 125, 116,
yang disepakati, dipersiapkan atau 125, 139c, 164, 169s, 214, 324s, 358, 363-
direncanakan tersebut belum terjadi. 1-4e, 365, 368s, 475s,462, 504,505). Pasal
Dalam KUHPidana, percobaan dan tersebut menggambarkan tentang
permufakatan jahat hanya dihukum lebih permufakatan jahat, yaitu segala
ringan dari hukuman pokok. Sebagaimana pembincaraan atau perundingan untuk
yang dirumuskan dalam Pasal 88 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, yang 1
Pasal 88 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Reza Riski Fadillah 275
Penafsiran Hukum Terhadap Pemufakatan Jahat Dalam Pasal 132 Ayat (1) Sebagai Bijzondere
Delneming Dari Pasal 55 Dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ...

berbuat kejahatan. Pasal 88 KUHP dan perbuatan tersebut tidak jadi selesai
“dikatakan ada permufakatan jahat, diluar kehendak pelaku.2
apabila dua orang atau lebih telah sepakat Sebagaimana diatur dalam Pasal 55
akan melakukan kejahatan”. dan Pasal 56 KUH Pidana, menurut
Wirjono Prodjodikoro mengatakan Satochid Kartanegara mengartikan
sebagai bijzondere deelneming atau deelneming yaitu apabila dalam satu delik
sebagai keturut sertaan yang sifatnya tersangkut beberapa orang atau lebih dari
khusus. Apa yang dimaksud dengan satu orang. Deelneming sendiri terdiri dari
keturut sertaan yang sifatnya khusus beberapa jenis, yaitu “orang yang
tersebut oleh Wirjono Prodjodikoro adalah melakukan (pleger atau dader), orang
bahwa permufakatan jahat tersebut yang menyuruh melakukan (doen pleger),
memiliki kemiripan dengan keturut sertaan orang yang turut serta melakukan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 55 (medepleger), orang yang membujuk
KUHP, akan tetapi lebih bersifat khusus. melakukan (uitlokker) dan orang yang
Perbedaannya bahwa keturut sertaan membantu melakukan (medeplichtige).
dalam Pasal 55 KUHP para pelaku telah Sebagaimana kasus Joe Pondo
melakukan tindak pidana yang dilarang Tamba, Rita Hamid Harahap dan Arnold
tersebut, sedangkan dalam permufakatan Erikson Hutagalung, Penuntut Umum pada
jahat tindak pidana belum dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Rokan Hilir atas diri
pelaku. Jadi yang dihukum atau yang Terdakwa, yang pada pokoknya menuntut
merupakan tindak pidana disini adalah niat sebagai berikut:
yang ditandai adanya kata sepakat dari 1. Menyatakan Terdakwa I. Joe Pondo
dua orang atau lebih untuk melakukan Tamba Alias Saragi, Terdakwa II.
tindak pidana dalam ketentuan Pasal 104, RITA HAMID HARAHAP Alias NATA
106,107 dan 108 KUHP. Meskipun tindak BIN AGUS SALIM, Terdakwa III.
pidana belum terlaksana tidak berarti ARNOLD ERIKSON HUTAGALUNG
permufakatan jahat sama dengan tindak Alias ARNOLD telah terbukti bersalah
pidana percobaan (poging) sebagaimana melakukan tindak pidana
yang diatur dalam Pasal 53 KUHP. Dalam Pemufakatan Jahat Penyalahguna
tindak pidana percobaan harus memenuhi Narkotika bagi diri sendiri
3 unsur yaitu niat, permulaan pelaksaan sebagaimana diatur dan diancam

2
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana
Tertentu di Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, 2003, hlm. 202.
276 Panji Keadilan Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
P-ISSN: 2599-1892, E-ISSN: 2622-3724
Volume 4, Nomor 2, Juni 2021

pidana dalam dakwaan Kedua sabu-sabu mengandung


Penuntut Umum melanggar Pasal Methamphetamine sebagaimana
127 ayat (1) huruf a jo Pasal 132 dalam dakwaan Alternatif Kedua
ayat (1) Undang-Undang RI Nomor melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika UU No.35 Tahun 2009 jo Pasal 55
(dalam dakwaan Kedua Penuntut ayat 1 ke 1 KUHP;
Umum); 2. Menjatuhkan pidana penjara
2. Menjatuhkan Pidana terhadap terhadap Para Terdakwa dengan
terdakwa I. Joe Pondo Tamba Alias pidana penjara selama 2 (dua) tahun
Saragi, Terdakwa II RITA HAMID dikurangi selama berada dalam
HARAHAP Alias NATA BIN AGUS tahanan sementara, dengan perintah
SALIM dan Terdakwa III ARNOLD Terdakwa tetap ditahan;
ERIKSON HUTAGALUNG Alias 3. Menyatakan barang bukti berupa:
ARNOLD berupa pidana Penjara a. 1 (satu) paket kecil Sabu seberat
masing masing selama: 1 (satu) 0.09 gram dirampas untuk
Tahun dan 6 (enam) Bulan, dikurangi dimusnahkan
seluruhnya dengan masa tahanan b. Surat keterangan hasil test urine
yang sudah dijalani para terdakwa Nopol:
dan memerintahkan para terdakwa B/SKET/0815/IV/2015/RSBB
untuk tetap ditahan. tanggal 22 April 2015 an.
Jika dibandingkan dengan putusan Terdakwa 1. Rio Sapta
Pengadilan Negeri Bandung Nomor: Ramadhan dan Nopol:
757/Pid/B/2015/PN_Bdg maka terdapat B/SKET/0816/IV/2015/RSBB
perbedaan penafsiran dalam tuntutan tanggal 22 April 2015 an.
Jaksa Penuntut Umum. Tuntutan Jaksa Terdakwa 2. Andy Anzasmara
Penuntut Umum yang pada pokoknya yang menyatakan Positive
menuntut: mengandung Methamphetamine.
1. Menyatakan Terdakwa 1. RIO SAPTA Pada putusan Pengadilan Negeri
RAMADHAN Bin INDRA WIGUNA dan Rokan Hilir Nomor 373/Pid.Sus/2018/PN
terdakwa 2. ANDY ANZAS MARA Bin Rhl dan putusan Pengadilan Negeri
ABDUL SYUKUR secara bersama- Bandung Nomor: 757/Pid/B/2015/PN_Bdg
sama bersalah “menggunakan perbuatan terdakwa merupakan Tindak
narkotika untuk dirinya sendiri“ jenis Pidana sebagaimana diatur dan diancam
Reza Riski Fadillah 277
Penafsiran Hukum Terhadap Pemufakatan Jahat Dalam Pasal 132 Ayat (1) Sebagai Bijzondere
Delneming Dari Pasal 55 Dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ...

dalam Undang Undang RI Nomor 35 tahun Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009
2009 Tentang Narkotika. Terdakwa oleh tentang Narkotika yang tidak lengkap yang
Penuntut Umum, telah didakwa melakukan sudah diterapkan sejak surat dakwaan
suatu tindak pidana, sesuai dengan surat dibacakan di depan persidangan sehingga
dakwaan yang disusun dalam bentuk menyebabkan makna dari unsur
alternative, putusan kesatu didakwa permufakatan jahat sebagaimana
dengan Pasal 127 ayat (1) huruf a jo Pasal dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1)
132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Undang - Undang Republik Indonesia
Tahun 2009 Tentang Narkotika (dalam Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
dakwaan Kedua Penuntut Umum) berbeda dengan yang seharusnya.
sedangkan putusan kedua didakwa dengan Pembuktian terhadap perkara terdakwa
Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang Undang Joe Pondo Tamba, Rita Hamid Harahap
RI Nomor 35 Tahun 2009 jo Pasal 55 ayat dan Arnold Erikson Hutagalung tersebut
1 ke 1 KUHP. Artinya terdapat perbedaan tidak objektif lagi dan majelis hakim
penafsiran hukum oleh Jaksa Penuntut cenderung membuktikan kesalahan
Umum yang menangani perkara sehingga terdakwa tersebut berdasarkan
perlu adanya pembahasan dan keyakinannya sendiri tanpa menilai fakta-
penyeragaman penafsiran di kalangan fakta sesungguhnya yang diperoleh dari
aparat penegak hukum, dan kedepannya alat bukti yang sah untuk membuktikan
tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan unsur -unsur pasal yang sudah ditentukan
penerapan hukum yang dapat merugikan undang-undang.
dan melanggar hak asasi manusia Dengan mempertimbangkan teori
utamanya terhadap perampasan hukum tentang delik-delik persiapan
kemerdekaan seseorang. (voorbereidingsdelicten), penulis
Penerapan unsur permufakatan jahat mengambil suatu kesimpulan bahwa
dalam Pasal 132 ayat (1) Undang -undang permufakatan jahat dalam Pasal 132 ayat
Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 (1) UU Narkotika merupakan bijzondere
tentang Narkotika berdasarkan putusan deelneming dari Pasal 55 dan 56 KUH
Pengadilan Negeri Rokan Hilir Nomor Pidana bukan merupakan lex specialis,
373/Pid.Sus/2018/PN Rhl tidak sesuai sehingga Pasal 132 ayat (1) KUH Pidana
dengan normanya, dimana pembuktian tidak bisa menegasikan keberadaan Pasal
unsur tersebut didasarkan kepada bunyi 55 dan Pasal 56 KUH Pidana. Pasal 132
unsur Pasal 132 ayat (1) Undang - Undang ayat (1) UU Narkotika digunakan terhadap
278 Panji Keadilan Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
P-ISSN: 2599-1892, E-ISSN: 2622-3724
Volume 4, Nomor 2, Juni 2021

perkara tindak pidana narkotika yang tidak METODE PENELITIAN


selesai, yaitu terhadap dua orang atau Jenis penelitian yang digunakan oleh
lebih yang bersepakat atau bersengkongkol penulis adalah penelitian hukum normatif,
untuk melakukan tindak pidana narkotika, yang disebut juga dengan penelitian
yang dihukum adalah niat yang ditandai hukum doktrinal. Dalam penelitian hukum
adanya kata sepakat untuk melakukan normatif ini, penulis tertarik untuk
kejahatan. Biasanya, pasal ini diterapkan melakukan penelitian dengan
terhadap kejahatan narkotika yang menggunakan kriteria taraf sinkronisasi
terorganisir. Sedangkan bagi tindak pidana hukum, karena membahas permufakatan
narkotika yang selesai (voltooid) yang jahat dalam Pasal 132 Ayat (1) Sebagai
dilakukan dua orang atau lebih haruslah Bijzondere Delneming dari Pasal 55 dan 56
digunakan Pasal 55 dan Pasal 56 KUH Kitab Undang–Undang Hukum Pidana
Pidana, karena Pasal 132 ayat (1) UU Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35
Narkotika tidak ditujukan untuk tindak Tahun 2009 Tentang Narkotika. Sesuai
pidana selesai, maka berlakulah ketentuan dengan rumusan permasalahan yang
Pasal 103 KUH Pidana yang merumuskan diutarakan oleh penulis, maka sifat
“Ketentuan dalam Bab I sampai dengan penelitian yang digunakan penulis adalah
Bab VIII buku ini berlaku bagi perbuatan- deskriptif analitis.
perbuatan yang oleh ketentuan Sumber data dalam penelitian ini
perundang-undangan lainnya diancam yaitu data primer dan data sekunder.
dengan pidana, kecuali jika oleh ketentuan Teknik pengumpulan data yaitu kajian
undang-undang ditentukan lain”. kepustakaan, analisis data dilakukan
Uraian latar belakang masalah di atas secara kualitatif yaitu data yang diperoleh
peneliti bermaksud untuk melakukan tidak dengan menggunakan statistik atau
penelitian dengan rumusan masalah yaitu matematika ataupun yang sejenisnya,
bagaimanakah tinjauan yuridis terhadap namun analisis kualitatif cukup dengan
permufakatan jahat dalam Pasal 132 Ayat menguraikan secara deskriptif dari data
(1) Sebagai Bijzond er Delneming dari yang diperoleh.3 Dalam menarik
Pasal 55 dan 56 Kitab Undang–Undang kesimpulan penulis menggunakan metode
Hukum Pidana Berdasarkan Undang- berfikir deduktif yaitu cara berfikir yang
Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang menarik kesimpulan dari suatu pernyataan
Narkotika?
3
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam
Praktk, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 77.
Reza Riski Fadillah 279
Penafsiran Hukum Terhadap Pemufakatan Jahat Dalam Pasal 132 Ayat (1) Sebagai Bijzondere
Delneming Dari Pasal 55 Dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ...

atau dalil yang bersifat umum menjadi Dalam hukum pidana, permufakatan
suatu pernyataan atau kasus yang bersifat jahat atau samenspanning atau conspiracy
khusus.4 bukanlah perbuatan permulaan
pelaksanaan (begin van
PEMBAHASAN uitvoeringshandelingen) sebagaimana
Tinjauan Yuridis terhadap dimaksud dalam delik percobaan. Jadi
Permufakatan Jahat dalam Pasal 132 kunci untuk menentukan apakah terjadi
Ayat (1) Sebagai Bijzondere percobaan kejahatan ataukah belum,
Delneming dari Pasal 55 dan 56 Kitab secara obyektif adalah pada perbuatan
Undang-Undang Hukum Pidana oleh pelaksanaan (bukan pada permulaan
Aparat Penegak Hukum pelaksanaan) hal ini dapat dilihat dari
Permufakatan jahat belum ada suatu bunyi “tidak selesainya pelaksanaan itu
permulaan pelaksanaan, malahan belum bukan semata-mata disebabkan karena
ada perbuartan persiapan, melainkan baru kehendaknya sendiri” arti dan maksud
ada kesepakatan akan melakukan pelaksanaan dalam kalimat itu adalah
kejahatan. Dalam sistem KUHPidana, perbuatan pelaksanaan.6
pembentuk undang-undang ternyata tidak Permufakatan jahat memerlukan
selalu mau menunggu sampai benar-benar setidak-tidaknya 2 (dua) orang, sebab
ada permulaan pelaksanaan dari suatu paling sedikit permufakatan itu dilakukan 2
perbuatan. Dalam hal-hal tertentu, (dua) orang. Jika hanya 1 (satu) orang
dipandang sudah cukup alasan untuk saja, tidak mungkin ada permufakatan,
mengancamkan pidana jika telah ada melainkan hanya berupa janji pada diri
permufakatan untuk melakukan kejahatan. sendiri semata-mata. Cukup adanya 2
Dengan demikian, pembentuk undang- (dua) orang saja sudah memenuhi syarat
undang berpandangan bahwa adakalanya untuk terjadinya suatu permufakatan jahat,
permufakatan itu sendiri (an sich) sudah tidak perlu harus 3 (tiga), 4 (empat) orang
merupakan suatu hal yang berbahaya, dan seterusnya. Dengan demikian, sudah
sehingga sudah pantas untuk dijadikan ada permufakatan jahat jika hal melakukan
delik selesai.5 kejahatan telah diperjanjikan
(overeengekomen) oleh dua orang atau
4
Bambang Sunggono, Metode Penelitian lebih. Untuk adanya perjanjian melakukan
Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2011, hlm. 45. Lex Et Societatis, Vol. VI/No. 7/Sept/2018,
5
Mario Mangowal, “Delik Permufakatan Jahat Fakultas Hukum Unsrat, 2018, hlm. 42
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”, 6
Ibid.
280 Panji Keadilan Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
P-ISSN: 2599-1892, E-ISSN: 2622-3724
Volume 4, Nomor 2, Juni 2021

kejahatan haruslah di antara mereka telah melakukan tindak pidana. Mengenai


terdapat kata sepakat. Dengan demikian perbuatan untuk dapat
sudah ada permufakatan jahat yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai perbuatan
dipidana, sekalipun belum ada perbuatan jahat atau sebagai tindak pidana dalam hal
percobaan (poging) bahkan belum ada ini apakah bentuknya permufakatan jahat
perbuatan persiapan (voorbereiding).7 merupakan dasar memperluas delik atau
Jadi, sudah cukup jika 2 (dua) orang tatbestandaus denungs grund dipandang
atau lebih itu setelah melalui suatu sebagai delik berdiri sendiri di samping
perundingan akhirnya bersepakat untuk delik pokok yang disematkan padanya
melakukan suaru kejahatan yang tertentu. seakan-akan delik telah dianggap selesai.
Tidak diperlukan adanya tindakan lain lagi Selanjut untuk dapat dibuktikan haruslah
sebagai persiapan untuk melakukan secara expressis verbis dicantumkan di
kejahatan. Perjanjian untuk melakukan dalam pasal undangundang bila tidak
kejahatan di sini bukanlah dalam arti disebutkan, ia merupakan unsur diam-diam
perjanjian (overeenkomst) menurut hukum atau stilzwijgend element.8
perdata. Moch. Anwar menulis, Untuk Permufakatan jahat dalam Pasal 15
samenspanning perlu adanya persetujuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
(overeenkomst) antara 2 orang atau lebih sesudah putusan Mahkamah Konstitusi
untuk melakukan kejahatan. Sudah barang Nomor 21/PUU-XIV/2016 dapat
tentu tidak perlu disyaratkan, bahwa disimpulkan bahwa:9
persetujuan tersebut diadakan berdasarkan Cakupan delik permufakatan jahat
ketentuan pengertian (begripsbepaling) (samenspanning) sebagai perluasan tindak
dalam hukum perdata ataupun persetujuan pidana, tidak meliputi semua kejahatan
yang sah menurut hukum, karena ini 8
Herit Syah, “Penerapan Unsur Permufakatan
merupakan persetujuan yang tidak halal Jahat Pada Penyidikan Tindak Pidana
Narkotika (Studi Pada Satres Narkoba
(ongeoorloofd). Polresta Padang)”, Unes Law Riview, Volume
Permufakatan jahat di dalam tindak 2, Issue 3, Maret 2020, Program Magister
Ilmu Hukum, Universitas Ekasakti, Padang,
pidana narkotika apabila di urutkan dari hlm. 269.
9
Agus Pranata Sinaga, Anggreini Atmei Lubis,
terbentuknya suatu permufakatan jahat,
Riswan Munthe, “Tinjauan Yuridis
yaitu dimulai dari niat, adanya 2 (dua) Permufakatan Jahat Penyalahgunaan
Narkotika Berdasarkan Undang-Undang No:
orang kesepakatan atau bersekongkol, 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Studi
Putusan Nomor: 423/Pid/2018/PN. Mdn)”,
7
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Juncto, 1(1) 2019: 10-18, Program Studi Ilmu
Tertentu di Indonesia, ed.3 cet.4, Refika Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Medan
Aditama, Bandung, 2012, hlm. 201 Area, 2019, hlm. 13
Reza Riski Fadillah 281
Penafsiran Hukum Terhadap Pemufakatan Jahat Dalam Pasal 132 Ayat (1) Sebagai Bijzondere
Delneming Dari Pasal 55 Dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ...

dalam Buku II KUHPidana, melainkan pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika


hanya untuk delik-delik yang disebut telah diatur jelas sebagaimana pasal 111
hanyalah beberapa tindak pidana yang sampai dengan pasal 129, untuk menjerat
disebut dalam Pasal 110 (makar dan pelaku tindak pidana selesai yang
pemberontakan), Pasal 116 (surat dan dilakukan oleh dua orang atau lebih. Hal ini
benda rahasia berkenaan dengan tidak sesuai dengan pengertian
pertahanan negara), Pasal 125 (memberi permufakatan jahat yang autentik. Karena
bantuan kepada musuh dalam masa permufakatan jahat yang didefinisikan
perang), dan Pasal 139c KUHPidana Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor
(makar ditujukan kepada negara sahabat). 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor dianggap sebagai Lex Specialist dari
21/PUU-XIV/2016 telah menegaskan KUHP.10
pengertian permufakatan jahat dalam Pasal 1 angka 18 Undang-Undang
Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
No. 20 Tahun 2001 sebagai lebih spesifik menyatakan bahwa permufakatan jahat
dari Pasal 87 KUHPidana yaitu untuk tindak adalah perbuatan dua orang atau lebih
pidana korupsi permufakatan jahat adalah yang bersekongkol atau bersepakat untuk
bila dua orang atrau lebih yang melakukan, melaksanakan, membantu,
mempunyai kualitas yang sama saling turut serta melakukan, menyuruh,
bersepakat melakukan tindak pidana. menganjurkan, memfasilitasi, memberi
Permufakatan jahat barulah konsultasi, menjadi anggota suatu
perbuatan persiapan organisasi kejahatan narkotika, atau
(voorbereidingshandelingen). Namun mengorganisasikan suatu tindak pidana
berbeda dengan Undang-undang Nomor narkotika. Pencantumkan tanda koma
35 tahun 2009 tentang Narkotika pada dalam pasal diatas menunjukkan unsur
saat ini yang menghukum sama dengan perbuatan permufakatan jahat tersebut
hukuman pokok pada delik selesai. bersifat alternatif. Sehingga pada fakta
Dikarenakan kejahatan narkotika hukum yang memenuhi salah satu saja
dipandang telah menjadi kejahatan serius. unsurnya, maka dianggap pasal tersebut
Dalam praktiknya, masih banyak aparat telah terpenuhi sebagai suatu tindak
penegak hukum di Indonesia menerapkan pidana permufakatan jahat.Jadi yang
Pasal 132 ayat (1) percobaan atau dihukum atau yang merupakan tindak
permufakatan jahat. Melakukan tindak
10
A. Samsinar, Log.Cit, hlm. 43
282 Panji Keadilan Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
P-ISSN: 2599-1892, E-ISSN: 2622-3724
Volume 4, Nomor 2, Juni 2021

pidana disini adalah niat yang ditandai yang dapat dikaitkan dengan permufakatan
adanya kata sepakat dari dua orang atau jahat hanya terkait dengan kejahatan yang
lebih untuk melakukan tindak pidana dan diatur dalam Pasal 104, 106, 107 dan 108
sebagaimana yang disesuaikan dalam KUHP. Pasalpasal tersebut terkait
ketentuan umum Pasal 104, 106,107 dan kejahatan yang sangat berbahaya dan
108 KUHP. dapat mengancam keselamatan negara
Permufakatan jahat menurut Pasal (staatsgevaarlijke misdrijven), seperti
88 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana upaya makar dan pemberontakan.12
(KUHP) terjadi apabila dua orang atau Saat ini DPR sedang merevisi KUHP
lebih sepakat akan melakukan kejahatan. dan permufakatan jahat merupakan salah
Permufakatan jahat dianggap telah terjadi satu materi dalam proses revisi tersebut.
setelah dua orang atau lebih mencapai Dalam RUU KUHP ditegaskan bahwa tindak
suatu kesepakatan untuk melakukan pidana permufakatan jahat hanya dapat
kejahatan, meskipun pada akhirnya tindak dikenakan apabila ditentukan secara tegas
pidana tidak atau belum dilakukan. Jadi, dalam UU. Untuk ancaman pidana, RUU
baru pada tahapan niat untuk melakukan KUHP menetapkan lebih ringan dari
perbuatan jahat saja dapat dikenakan ancaman pidana pokok. Ketentuan ini
delik. Tindak pidana permufakatan jahat ini tentunya tidak sesuai dengan beberapa UU
berbeda dengan tindak pidana percobaan yang mengatur tentang permufakatan
(poging) yang diatur dalam Pasal 53 jahat yang ada saat ini. UU ini umumnya
KUHP.11 memberikan ancaman pidana sama
Dalam tindak pidana percobaan dengan ancaman pidana pada pidana
harus memenuhi tiga unsur, yaitu niat, pokok.13
permulaan pelaksanaan dan perbuatan Mengacu pada teori pemidanaan,
tersebut tidak jadi selesai di luar kehendak khususnya tujuan pemidanaan itu, tujuan
pelaku. Namun demikian, tindak pidana pemidanaan adalah langkah yang baik agar
permufakatan jahat cukup dengan niat dalam pemidanaan ada arah yang jelas
saja telah dapat dihukum. Berdasarkan dan terukur dalam pemidanaan. Oleh
Pasal 110 ayat (1) KUHP, perbuatan jahat karena itu, dalam penetapan tujuan
pemidanaan sebaiknya mempertimbangkan
11
Luthvi Febryka Nola, “PERMUFAKATAN JAHAT keadaan nyata yang muncul disebabkan
DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI”, Kajian
Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis,
Info Singkat Hukum, Vol. VII, No. 12
Ibid.
24/II/P3DI/Desember/2015, hlm. 3 13
Ibid.hlm. 3
Reza Riski Fadillah 283
Penafsiran Hukum Terhadap Pemufakatan Jahat Dalam Pasal 132 Ayat (1) Sebagai Bijzondere
Delneming Dari Pasal 55 Dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ...

adanya pelanggaran hukum pidana, bukan KUHPidana tentang penyertaan dalam


menekan pada harapan di masa yang akan melakukan perbuatan pidana, baik pelaku
datang yang abstrak supaya dapat yang menyuruh melakukan, turut serta
mencegah bentuk pelanggaran yang akan melakukan, dan penganjur maupun
terjadi. Artinya permufakatan jahat dalam pembantu dapat disebut sebagai pelaku
Pasal 132 Ayat (1) Sebagai Bijzonder perbuatan pidana.14
Delneming dari Pasal 55 dan 56 Kitab RUU KUHP juga memberikan
Undang–Undang Hukum Pidana kesempatan kepada pelaku permufakatan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 yang beritikad baik, untuk tidak dipidana
Tahun 2009 Tentang Narkotika bertujuan apabila menarik diri dari kesepakatan atau
untuk member arah yang jelas dan terukur apabila mengambil langkah-langkah yang
dalam mempidana pelaku tindak pidana patut untuk mencegah terjadinya tindak
narkotika, dan ketika adanya pelanggaran pidana. Pemberian kesempatan sebagai
maka dikenakan sanksi sesuai hukum yang celah dalam penerapan hukuman terhadap
berlaku sehingga di masa yang akan pelaku permufakatan jahat, hendaknya
datang harapannya dengan peraturan yang dilakukan dengan lebih berhati-hati karena
ada dapat mencegah bentuk pelanggaran dasar penjatuhan pidana ini adalah niat,
maupun kejahatan. sehingga apabila seseorang sempat
Undang-Undang Nomor 35 Tahun melakukan permufakatan jahat berarti
2009 tentang Narkotika telah mengatur telah ada niat dan berarti tindak pidana
tentang ketentuan pidana yang harus telah terjadi. Namun begitu, pemberian
ditanggung oleh penyalahgunaan narkotika celah terkait pengambilan “langkah-
atau dapat disebut sebagai pelaku langkah yang patut untuk mencegah
perbuatan pidana narkotika. Masyarakat terjadinya tindak pidana” merupakan
umumnya banyak yang mengira bahwa ketentuan yang positif untuk melindungi
hukuman yang dijatuhkan pada pelaku pihak yang memiliki itikad baik. Bagaimana
perbuatan pidana narkotika itu sama, pun, langkah-langkah ini tentunya
padahal dalam undang-undang narkotika memerlukan pembuktian yang mendalam
sendiri membedakan pelaku perbuatan
pidana narkotika beserta sanksi yang 14
A. Samsinar, “Tinjauan Yuridis Terhadap
Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan
berbeda pula. Dalam penyalahgunaan Dengan Permufakatan Jahat. (Studi Kasus
narkotika, tidak hanya pemakai saja yang Putusan No. 1697/Pid.Sus/2017/Pn.Mks)”,
Skripsi, Fakultas Hukum Universitas
dapat dikenakan pidana, berdasarkan Hasanuddin Makassar, Makassar, 2018, hlm.
42
284 Panji Keadilan Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
P-ISSN: 2599-1892, E-ISSN: 2622-3724
Volume 4, Nomor 2, Juni 2021

karena bisa menjadi celah penyalahgunaan masing-masing selama: 1 (satu)


untuk mengambil keuntungan.15 Tahun dan 6 (enam) Bulan, dikurangi
Sebagaimana kasus Joe Pondo Tamba, seluruhnya dengan masa tahanan
Rita Hamid Harahap dan Arnold Erikson yang sudah dijalani para terdakwa
Hutagalung, Penuntut Umum pada dan memerintahkan para terdakwa
Kejaksaan Negeri Rokan Hilir atas diri untuk tetap ditahan.
Terdakwa, yang pada pokoknya menuntut Jika dibandingkan dengan putusan
sebagai berikut: Pengadilan Negeri Bandung Nomor:
a. Menyatakan Terdakwa I. Joe Pondo 757/Pid/B/2015/PN_Bdg maka terdapat
Tamba Alias Saragi, Terdakwa II. perbedaan penafsiran dalam tuntutan
RITA HAMID HARAHAP Alias NATA Jaksa Penuntut Umum. Tuntutan Jaksa
BIN AGUS SALIM, Terdakwa III. Penuntut Umum yang pada pokoknya
ARNOLD ERIKSON HUTAGALUNG menuntut:
Alias ARNOLD telah terbukti bersalah 1. Menyatakan Terdakwa 1. RIO SAPTA
melakukan tindak pidana RAMADHAN Bin INDRA WIGUNA dan
Pemufakatan Jahat Penyalahguna terdakwa 2. ANDY ANZAS MARA Bin
Narkotika bagi diri sendiri ABDUL SYUKUR secara bersama-
sebagaimana diatur dan diancam sama bersalah “menggunakan
pidana dalam dakwaan Kedua narkotika untuk dirinya sendiri“ jenis
Penuntut Umum melanggar Pasal sabu-sabu mengandung
127 ayat (1) huruf a jo Pasal 132 Methamphetamine sebagaimana
ayat (1) Undang-Undang RI Nomor dalam dakwaan Alternatif Kedua
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a
(dalam dakwaan Kedua Penuntut UU No.35 Tahun 2009 jo Pasal 55
Umum); ayat 1 ke 1 KUH;
b. Menjatuhkan Pidana terhadap 2. Menjatuhkan pidana penjara
terdakwa I. Joe Pondo Tamba Alias terhadap Para Terdakwa dengan
Saragi, Terdakwa II RITA HAMID pidana penjara selama 2 (dua) tahun
HARAHAP Alias NATA BIN AGUS dikurangi selama berada dalam
SALIM dan Terdakwa III ARNOLD tahanan sementara, dengan perintah
ERIKSON HUTAGALUNG Alias Terdakwa tetap ditahan;
ARNOLD berupa pidana Penjara 3. Menyatakan barang bukti berupa:

15
Ibid. hlm. 3
Reza Riski Fadillah 285
Penafsiran Hukum Terhadap Pemufakatan Jahat Dalam Pasal 132 Ayat (1) Sebagai Bijzondere
Delneming Dari Pasal 55 Dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ...

a. 1 (satu) paket kecil Sabu seberat pembahasan dan penyeragaman


0.09 gram dirampas untuk penafsiran di kalangan aparat penegak
dimusnahkan hukum, dan kedepannya tidak terjadi
b. Surat keterangan hasil test urine kekeliruan atau kesalahan penerapan
Nopol: B/SKET/0815/IV/2015/RSBB hukum yang dapat merugikan dan
tanggal 22 April 2015 an. Terdakwa melanggar hak asasi manusia utamanya
1. Rio Sapta Ramadhan dan Nopol: terhadap perampasan kemerdekaan
B/SKET/0816/IV/2015/RSBB tanggal seseorang.
22 April 2015 an. Terdakwa 2. Andy Penerapan unsur permufakatan jahat
Anzasmara yang menyatakan Positive dalam Pasal 132 ayat (1) Undang-undang
mengandung Methamphetamine. Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009
Pada putusan Pengadilan Negeri tentang Narkotika berdasarkan putusan
Rokan Hilir Nomor 373/Pid.Sus/2018/PN Pengadilan Negeri Rokan Hilir Nomor
Rhl dan putusan Pengadilan Negeri 373/Pid.Sus/2018/PN Rhl tidak sesuai
Bandung Nomor: 757/Pid/B/2015/PN_Bdg dengan normanya, dimana pembuktian
perbuatan terdakwa merupakan Tindak unsur tersebut didasarkan kepada bunyi
Pidana sebagaimana diatur dan diancam unsur Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang
dalam Undang Undang RI Nomor 35 tahun Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009
2009 Tentang Narkotika. Terdakwa oleh tentang Narkotika yang tidak lengkap yang
Penuntut Umum, telah didakwa melakukan sudah diterapkan sejak surat dakwaan
suatu tindak pidana, sesuai dengan surat dibacakan di depan persidangan sehingga
dakwaan yang disusun dalam bentuk menyebabkan makna dari unsur
alternative, putusan kesatu didakwa permufakatan jahat sebagaimana
dengan Pasal 127 ayat (1) huruf a jo Pasal dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1)
132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
Tahun 2009 Tentang Narkotika (dalam 35 tahun 2009 tentang Narkotika berbeda
dakwaan Kedua Penuntut Umum) dengan yang seharusnya. Pembuktian
sedangkan putusan kedua didakwa dengan terhadap perkara terdakwa Joe Pondo
Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No.35 Tahun Tamba, Rita Hamid Harahap dan Arnold
2009 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Artinya Erikson Hutagalung tersebut tidak objektif
terdapat perbedaan penafsiran hukum oleh lagi dan majelis hakim cenderung
Jaksa Penuntut Umum yang menangani membuktikan kesalahan terdakwa tersebut
perkara sehingga perlu adanya berdasarkan keyakinannya sendiri tanpa
286 Panji Keadilan Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
P-ISSN: 2599-1892, E-ISSN: 2622-3724
Volume 4, Nomor 2, Juni 2021

menilai fakta-fakta sesungguhnya yang Penuntut Umum, telah didakwa melakukan


diperoleh dari alat bukti yang sah untuk suatu tindak pidana, sesuai dengan surat
membuktikan unsur -unsur pasal yang dakwaan yang disusun dalam bentuk
sudah ditentukan undang-undang. alternative, putusan kesatu didakwa
Idealnya penerapan pemufakatan dengan Pasal 127 ayat (1) huruf a jo Pasal
jahat terdapat dalam putusan Pengadilan 132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35
Negeri Bandung Nomor: Tahun 2009 Tentang Narkotika (dalam
757/Pid/B/2015/PN_Bdg yang didakwa dakwaan Kedua Penuntut Umum)
dengan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang- sedangkan putusan kedua didakwa dengan
Undang Nomor 35 Tahun 2009 jo Pasal 55 Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No.35 Tahun
ayat 1 ke 1 KUHP yang menurut 2009 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
perumusan deliknya mengandung unsur- Pemufakatan jahat diatur dalam Undang –
unsur barang siapa, setiap penyalahguna Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika Golongan I bagi diri sendiri, Narkotika. Penjelasan Pasal 1 ayat (18)
sebagai orang melakukan, menyuruh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
melakukan atau turut melakukan. tentang Narkotika dijelaskan bahwa
Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua
PENUTUP orang atau lebih yang bersekongkol atau
Kesimpulan bersepakat untuk melakukan,
Penafsiran hukum terhadap melaksanakan, membantu, turut serta
permufakatan jahat dalam Pasal 132 Ayat melakukan, menuruh, menganjurkan
(1) Sebagai Bijzondere Delneming dari memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi
Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang anggota suatu organisasi kejahatan
Hukum Pidana oleh Aparat Penegak Narkotika, atau mengorganisasikan suatu
Hukum pada saat ini terdapat perbedaan, tindak pidana narkotika. Dalam pasal
pada putusan Pengadilan Negeri Rokan tersebut juga mengandung makna bahwa
Hilir Nomor 373/Pid.Sus/2018/PN Rhl dan pasal ini diterapkan untuk tindak pidana
putusan Pengadilan Negeri Bandung yang baru akan terjadi tetapi pada
Nomor: 757/Pid/B/2015/PN_Bdg perbuatan praktenya pasal ini juga dapat diterapkan
terdakwa merupakan Tindak Pidana untuk tindak pidana yang sudah terjadi.
sebagaimana diatur dan diancam dalam
Undang Undang RI Nomor 35 tahun 2009
Tentang Narkotika. Terdakwa oleh
Reza Riski Fadillah 287
Penafsiran Hukum Terhadap Pemufakatan Jahat Dalam Pasal 132 Ayat (1) Sebagai Bijzondere
Delneming Dari Pasal 55 Dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ...

Saran (Studi Putusan Nomor:


Diharapkan agar aparat penegak 423/Pid/2018/PN. Mdn)”, Juncto,
hukum tidak keliru dalam menafsirkan 1(1) 2019: 10-18, Program Studi
hukum kedalam kasus-kasus yang Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
ditangani, sehingga tidak menimbulkan Universitas Medan Area, 2019.
kontroversi dan dapat mewujudkan tujuan
dari hukum itu sendiri, yaitu kepastian A Samsinar, Tinjauan Yuridis Terhadap
hukum, keadilan dan kemanfaatan. Dan Tindak Pidana Narkotika Yang
kedepannya agar diatur lebih tegas dan Dilakukan Dengan Permufakatan
diatur secara khusus dalam undang- Jahat. (Studi Kasus Putusan No.
undang mengenai pemufakatan jahat 1697/Pid.Sus/2017/Pn.Mks), Skripsi,
sehingga tidak ada lagi perbedaan Fakultas Hukum Universitas
penafsiran dikalangan aparat penegak Hasanuddin Makassar 2018.
hukum Herit Syah, “Penerapan Unsur
Permufakatan Jahat Pada Penyidikan
DAFTAR PUSTAKA Tindak Pidana Narkotika (Studi Pada
Buku Satres Narkoba Polresta Padang)”,
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Unes Law Riview, Volume 2, Issue 3,
Praktk, Sinar Grafika, Jakarta, 2002. Maret 2020, Program Magister Ilmu
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Universitas Ekasakti,
Hukum, Raja Grafindo Persada, Padang.
Jakarta, 2011. Luthvi Febryka Nola, “PERMUFAKATAN
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak JAHAT DALAM TINDAK PIDANA
Pidana Tertentu di Indonesia, Refika KORUPSI”, Kajian Singkat terhadap
Aditama, Bandung, 2003. Isu Aktual dan Strategis, Info Singkat
Hukum, Vol. VII, No.
Jurnal/Kamus 24/II/P3DI/Desember/2015.
Agus Pranata Sinaga, Anggreini Atmei Mario Mangowal, “Delik Permufakatan
Lubis, Riswan Munthe, “Tinjauan Jahat Dalam Kitab Undang-Undang
Yuridis Permufakatan Jahat Hukum Pidana”, Lex Et Societatis,
Penyalahgunaan Narkotika Vol. VI/No. 7/Sept/2018, Fakultas
Berdasarkan Undang-Undang No: 35 Hukum Unsrat, 2018.
Tahun 2009 Tentang Narkotika
288 Panji Keadilan Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
P-ISSN: 2599-1892, E-ISSN: 2622-3724
Volume 4, Nomor 2, Juni 2021

Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika

Anda mungkin juga menyukai